Anda di halaman 1dari 2

Review Film Seaspiracy

Film Seaspiracy ini memperlihatkan bagaimana keserakahan manusia yang


memperlakukan hewan laut dengan kejam. Disitu diperlihatkan bagaimana
hubungan antara manusia dengan ekosistem laut sangat timpang. Tidak
adanya peran saling menguntungkan membuat salah satu pihak menjadi
dirugikan, dalam hal ini adalah ekosistem laut. Padahal secara teori, hidup itu
harus simbiosis mutualisme dan terjalin hubungan saling menguntungkan
antara kedua belah pihak.
Sutradara Ali Tabrizi kali ini berkolaborasi dengan produser Kip Anderson.
Sebelumnya, pada tahun 2014 lalu Andersen juga pernah merilis film
dokumenter yang mengangkat tema yang hampir sama, berjudul Cowspiracy.
Bedanya adalah jika Seaspiracy tema tentang kerusakan ekosistem laut,
sedangkan Cowspiracy mengekplorasi kerusakan peternakan hewan terhadap
lingkungan. Tak berbeda halnya dengan Seaspiracy, Cowspiracy juga dulu
sempat membuat kontroversial.
Kontroversi ini muncul karena begitu banyak hewan laut yang dieksplorasi
untuk dijadikan sebagai konsumsi manusia. Pemanfaatan itu dinilai terlalu
banyak dan kejam dengan mengambil hewan-hewan laut yang seharusnya
tidak di konsumsi. Film ini juga membuat penontonnya merasa tersayat ketika
melihat lautan biru yang dalam sekejap berubah menjadi merah. Ditambah lagi
dengan suara melengking paus yang tak henti meminta pertolongan.
Seaspiracy pada dasarnya adalah film yang ingin menampilkan bagaimana
perilaku merusak manusia berdampak pada lautan dan tentu saja pada
keberlangsungan bumi secara keseluruhan. Memperlihatkan sampah plastik
laut, jala harimau, dan penangkapan ikan berlebihan di seluruh dunia, film ini
mau menggiring pendapat bahwa perikanan komersial adalah musuh utama
ekosistem laut.
Ceritanya yang dimulai dari footage aktivitas pesisir dan lautan, kemudian
keributan dengan aparat dan penangkapan ikan di tengah badai, membuat
penonton mulai terpancing emosinya. Kemudian cerita bergulir kepada
masalah plastik yang menggunung di lautan dan lumba-lumba yang dibunuh di
Jepang. Ada juga cerita tentang kapal-kapal internasional ilegal yang berlayar
untuk menjarah ikan di perairan negara lain. Film ini juga menuding
keserakahan manusia yang merusak lautan.
Film dokumenter Seaspiracy ini banyak mendapatkan kritik karena beberapa
hal. Pertama, film itu dinilai bersifat subjektif dan hanya menyajikan fakta yang
mendukung keinginan sang pembuat film. Menurut Marine Stewardship
Council, film ini dinilai tidak jujur dalam memberikan label sustainable pada
produk laut. Sementara itu, Plastic Pollution Coallition menyatakan bahwa fil
ini melakukan cherry-picking terhadap pernyataan mereka tentang plastik dan
fakta yang disajikan tidak menipu. Namun, karena penyajiannya yang
dipotong-potong memperkuat framing bahwa hewan laut sebaiknya berhenti
di konsumsi.
Terlepas dari kontroversi yang terungkap disepanjang film, banyak juga
pengetahuan yang dipaparkan olek para pakar. Diantaranya adalah
pengetahuan soal paus yang menyerap karbon di bumi, omega-3 yang
sebenarnya dihasilkan oleh tanaman alga, hingga lambang yang menunjukkan
ikan ditangkap dengan standar berkelanjutan. Hal positif lainnya yang bisa
diambil adalah sebaiknya manusia tidak serakah megambil hasil laut sebanyak
yang mereka mau. Tindakan illegal fishing yang selama ini terjadi juga harus
ditindak dengan serius.

Anda mungkin juga menyukai