Anda di halaman 1dari 10

Nama : Triliyani Lesmana PJP : Hirmas Fuady Putra, S.Si. M.

Si
NIM : D2401211114 Nama Asisten :
Kelompok : ST07.2 1. Miftahul Khaerah (A34170020)
Hari / Tanggal : Kamis, 11-11-2021 2. Princilya Anggraeni (D14180067)
3. Dea Aryanti Pratami (A24190018)
4. Sofi Mawarni (A34190045)

POTENSI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DAN NILAI


PEDULI LINGKUNGAN

Latar belakang

Indonesia adalah negara dengan kekayaan biodiversitas terrestrial tertinggi kedua


di dunia. Jika digabungkan dengan keanekaragaman hayati di laut, maka Indonesia
menjadi yang pertama. Tumbuhan-tumuhan mempunyai adaptasi anatomi dan fisiologi
untuk keberlangsungan hidup,dengan cara memberikan peluang keberhasilan
menyesuaikan kehidupan di habitat tertentu. Oleh karena itu anatomi dan fisiologi dapat
dijadikan indikator terhadap perubahan lingkungan hidup tanaman (Tanzerina et al.
2013).

Fitoremediasi adalah kombinasi dari dua kata yaitu ‘phyto’ (berarti tumbuhan)
dan ‘remedium’ (berarti meperbaiki atau membuang makhluk jahat). Fitoremediasi
meupakan strategi remediasi yang dikendalikan oleh sinar matahari yang murah,
efesien, dapat diterapkan ‘in-situ’, serta ramah lingkunagn. Konsep fitoremediasi yakni
penggunaan tumbuhan dan asosiasi mikrobia tanah untuk mengurani konsentrasi atau
mengurangi pengaruh racun bahan pencemar dalam lingkunga. Fitoremediasi dapat
digunakan untuk menyngkirkan logam berat, radionuklida, dan pencemar organik
(seperti hidrokarbon aromatik, dan pestisida) (Handayanto et al. 2017). Fitoremediasi
juga didefinisikan sebagai penggunaan tanaman hidup untuk mengembalikan media
yang terontaminsi (udara, tanah, air, permukaan, dan air tanah) ke tingkat aman sesuai
peraturan. Proses fitoremediasi mencangkuo rhizofiltration, phytostabilization,
phytoextraction, phytovolatilization, dan phytotransformation (Agustin 2017).
Phytoextraction adala strategi berlandaskan pada kemampuan mengakumulasi
kontaminan atau pada kemampuan menyerap dan mentranspirasi air dari dalam tanah
(creation of hydraulic barries). Kemampuan akar menyerap kontaminan dari air tanah
disebut dengan rhizofiltration dan kemampuan tumbuhan dalam metabolisme
kontamian di dalam jarigan di sebut phytotransformation. Fitoremediasi juga
berlandaskan pada kemampuan tumbuhan dalam menstiulasi aktivitas biodegradasi oleh
mikrob yang berasosiai dengan akar atau disebut phytostimulation dan imbilisasi
kontaminan di dalam tanah oleh eksudat dari akar atau disebut phytostabilization serta
kemampuan tumbuhan daam menyerap logam dari tanah dalma jumlah besar dan secara
ekonomis digunakan untuk meremediasi tanah yang bermasalah atau disebut
phytomining (Hidayati 2005).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui perubahan kualitas air akibat fitromediasi,


respon tanaman akibat mekanisme fitoremediasi, serta mengenali jenis-jenis tanaman
yang mampu bertindak sebagai agen fitoremediasi.

Bahan dan metode

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan berupa wadah air misal ember atau baskom, bahan yang
digunakan melitupi air bersih, air yang mengandung logam berat, limbah industri, atau
residu pertisida misalnya air sungai. Bahan tanaman berupa eceng gondok (Eichhornia
crassipers)

B. Metode

 Disiapkan dua bua wadah air yang berukuran sama, dengan volume 10 liter.
 Siapkan 4 tanaman berupa eceng gondok yang dapat berperan sebagai agens
fitromediasi.
 Wadah air yang telah disiapkan kemudian diisi dengan air 10 liter. Wadah
pertama diisi dengan air bersih, serta diamati juga tingkat kebersihan/kekeruhan
air yang digunakan. Sedangkan wadah kedua diisi dengan air yang diduga telah
tercemar.
 Pada setiap wadah ditempatkan 2 tanaman hidup yang sehat dengan
memerhatikan daun dan perakaran yang digunakan. Kemudian jumlah daun
masing-masing dicatat.
 Wadah ditempatkan pada tempat yang terlindungi, dan diusahakan tidak
ditempat yang terbuka agar terhindar dari masuknya air lain contohnya air
hujan, dan agar tidak terpapar sinar matahari secara langsung untuk menghindar
evarpotranspirasi yang berlebihan.
 Pengamatan dilakukan selama 2 minggu. Diakhiri dengan dicatatnya jumlah
daun yang ada dan diamati apakah ada kematian atau kerusakan daun. Selain itu
diamati pula kejernihan/kekeruhan air pada wadah tersebut.
 Pada awal dan akhir percobaan, dibuat dokumentasi untuk melengkapi laporan
praktikum.

Hasil percobaan

Hari Wadah Kejernihan Kondisi Jumlah Dokumentasi


ke- air daun daun
0 Air biasa Jernih Baik 15

Air Kotor Baik 15


selokan
3 Air biasa Jernih Baik 15

Air kotor Baik 15


selokan

7 Air biasa Jernih Mulai ada 11


yang mati
dan
menguning

Air Mulai Ada yang 11


selokan jernih mati dan
meguning

10 Air biasa Lebih Tidak ada 10


jernih yang mati
dan
menguning

Air Jernih Ada yang 10


selokan mati dan
menguning
14 Air biasa Sangat Tidak ada 9
jernih yang mati
dan
menguning

Air Jernih Ada yang 1


selokan mati dan
menguning

Pembahasan

Ya ada, setelah dua minggu pengamatan terdapat perubahan tingkat kejernihan


pada air, yaitu pada wadah yang berisi air selokan air nya menjadi jernih yang semula
kotor, dan pada wadah yang berisi air jernih airnya semakin lebih jernih.

Perubahan kualitas kimia air yang tercemar setelah dilakukan proses fitoremediasi
adalah konsentrasi-konsentrasi dari parameter yang biasa diamati mengalami penurunan
(Nurkemalasari et al. 2013). Parameter yang biasa digunakan untuk mengukur
perubahan kualitas air yakni BOD (biochemical oxygen demand), COD (chemical
oxygen demand), TSS (total suspended soid), pH, kekeruhan serta kandungan nitrogen
pada air yang tercemar (novita et al. 2019. Parameter juga memperhatikan kandungan
dalam akar, batang, daun, dan pertumbuhan eceng gondok (Zumani et al. 2015).

Ya, ada pada wadah yang berisi air jernih, daun eceng gondok semula berjumlah
15, namun selama pengamatan daun juga mengalami pengurangan pada akhirnya daun
berjumlah 9 daun diantaranya 2 daun mati, 2 daun menguning dan 5 daun hijau. Pada
air selokan juga daun mengalami pengurangan yang mulanya 15, namun selama
pengamatan daun juga mengalami pengurangan hingga pada akhir pengamatan daun
berjumlah 1 dikarenakan daun dan batang yang lainnya membusuk atau mati.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Erawati dan Saputra (2017), semakin tinggi
konsentrasi polutan pada suatu air maka akan berdampak pada penurunan berat massa,
panjang akar, dan panjang daun terhadap tanaman tersebut. Pada eceng gondok yang
terkontaminasi polutan, daun yang dimilikinya akan layu dan perlahan-lahan
membusuk. Sehingga dapat disimpulkan penambahan jumlah daun tidak mungkin
terjadi, namun akan mengalami pengurangan jumlah daun. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah daun pada air selokan yang mengalami kematian lebih banyak daripada daun
yang berada pada air bersih, karena diasumsikan bahwa air selokan memiliki
konsentrasi polutan yang lebih tinggi daripada air bersih. Penyebab menguningnya daun
diduga karena kurangnya cahaya sinar matahi yang diterima oleh eceng gondok.

Ketiga tanaman yakni eceng gondok (Eichhornia crassipes), kiambang (Salvinia


molesta) dan kayu apu (Pistia stratiotes). Eceng gondok merupakan salah satu jenis
tanaman air yang mudah tumbuh diperairan tercemar dengan perkembangan dan
pertumbuhan yangsangat cepat, sehigga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri ataupun limbah rumah tangga.
(Setyanto Warniningsi 2011).

Kiambang merupakan tanaman remediator yang sangat baik dalam merediasi


limbah organik karena memiliki karakteristik hiperakumulator yang tinggi (Simatupang
et al. 2015). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Permatasari (2009) dengan
menggunakan tanaman kiambang pada media air yang tercemar logam Cd dengan
modifikasi air lumpur Sidoarjo selama 21 hari. Hasil yang didapatkan dari penelitian
tersebut yakni diperoleh menunjukan akumulasi Cd pada kiambang meningkat dengan
bertambahnya waktu (Simatupang et al. 2015). Peneilitian juga dilakukan oleh Pribadi
et al. (2016) mengahsilkan tanaman kiambang juga mampu meremoval amoniak, COD,
nitrit, dan nitrat masing-masing 97%, 79%, 17% dan 34%.

Kayu apu mempunyai manfaat untuk mengurangi konsentrasi limbah cair dengan
cara fitromediasi (Raissa dan Tangahu 2017). Kayu api juga merupakan tanaman
hiperkumulator yang dapat tumbuh dengan kadar nutrisi yang rendah. Kayu apu juga
mampu meneyrap kontamnan zat pencemar yang ada dalam air (Maryana 2020).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurfitri dan Salami (2010)
dlam menurunkan konsentrasi tembaga (Cu) pada limbah cair, tanaman ini mampu
menurunkan konsentrasi Cu sebesar 620,488 mg/kg dalam waktu 10 hari. Kayu apu
juga mampu mengakumulasi (Fe) sebesar 1701,12. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Yunus dan Prihatini (2018) tanaman kayu apu sebagai tanaman air
memiliki potensi dalam menurunkan kontaminan pada air limbah yang memiliki kadar
organik tinggi. Dari sekian banyaknya kelebihan yang dimiliki masing-masing tanaman,
terdapat kekurangan juga yaitu sama-sama dimiliki akan mati jika terlalu banyak
menyerap polutan pada air.

Pengayaan

Fitoekstraksi merupakan penyerapan logam berat oleh akar tanaman dan


mengakumulasinya ke bagian-bagian tanaman (akar, batang, dan daun). Fitodegradasi
merupakan proses penyerapan poutan oleh tanaman dan kemudian polutan tersebut
mengalami metabolisme di dalam tanaan yang melibatkan beberapa enzim antara lain
nitrodictase, dehalogenase dan nitrilase (Khasanah et al. 2018). Pada proses
fitoekstraksi tidak melibatkan enzim, sedangkan pada proses fitodegredasi melibatkan
enzim. Pada proses fitoekstraksi oran yang berperan yaitu akar, sedangkan pada proses
fitodegredasi yang berperan yaki semuanya (akar, batan, dan daun), namun yang paling
berperan adalah jaringan tumbuhannya.

Beberapa contoh tanaman yang dapat berperan sebagai agens fitoremediasi


melalui mekanisme fitovolatilisasi yakni tanaman kapas, pakis, dan berbagai jenis
tanaman air (Hibatullah 2019). Tanaman akar wangi (Vetieria zizanioides) dapat
berperan sebagai agens fitoremediase (Patandungan et al. 2014).

Simpulan

Pengaruh fitoremediasi sangat berpengaruh pada eceng gondok, akibat


fitoremediasi terjadi perubahan kualitas air pada eceng gondok. Selama proses
fitormediasi eceng gondok mengalami penyusutan bobot, yang ditandai dengan
terdapatmya daun yang layu, srta batang yang membusuk. Proses fitoremediasi ini
dilakukan oleh tanaman air, seperti eceng gondok, kayu apu, dan kiambang.
Daftar pustaka

Agustin HY.017. pengembangan buku ajar fitoremediasi untuk mata kuliah pencemaran
lingkungan. Jurnal Pendidikan, Pembelajaran, dan Teknologi. 3(1): 1-11.

Erawati E, Saputra HM. 2017. Pengaruh konsentrasi terhadap fitoremediasi limbah Zn


menggunakan eceng gondok (Eichhornia crassipes). Jurnal Teknologi Bahan
Alam. 1(1): 24-28.

Handayanto E, Yulia N, Nurul M, Netty S, Amarullah F. 2017. Fitoremediasi dan


phytoming logam berat pencemar tanah. Malang(ID): UB Press.

Hibatullah HF. 2019. Fitoremediasi limbah domestik (grey water) menggunakan


tanaman kiambang (Salvinia molesta) dengan sistem batch [skripsi]. Surabaya
(ID): UIN Sunan Ampel.

Hidayati N. 2005. Fitoremediasi dan potendi tumbuhan hiperakumulator. Hayati


Journal of Biosciences. 12(1): 35-40.

Khasanah M, Moelyaningrum AD, Pujiati RS. 2018. Analisis perbedaan tanaman kayu
apu (Pistia stratiotes) sebagai fitoremediasi merkuri (Hg) pada air. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 9(3):105-110.

Maryana. 2020. Fitoremediasi menggunakan variasi kombinasi tanaman kiambang


(Salvinia molesta M) dan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes L) dalam
menurunkan besi (Fe) dengan sistem batch [skripsi]. Surabaya (ID): UIN Sunan
Ampel.

Novita E, Hermawan AAG, Wahyuningsih S. 2019. Komparasi proses fitoremediasi


limbah cair pembuatan tempe menggunakan tiga jenis tanaman air. Jurnal
Agroteknologi. 13(1):16-24.

Nurfitri A, Salami IRS. 2010. Pengaruh kerapatan tanaman kiapu (Pistia stratiotes L)
terhadap serapan logam Cu pada air. Jurnal Teknik Lingkungan. 16(1): 42-51.
Nurkemalasari R, Sutisna M, Wardhani E. 2013. Fitoremediasi limbah cair tapioka
dengan menggunakan tumbuhan kangkung (Ipomoea aquatica). Jurnal Reka
Lingkungan. 1(2):81-92.

Patandungan A, Syamsidar HS, Aisyah. 2014. Fitoremediasi tanaman akar wangi


(Vetiver zizanioides) terhadap tanah tercemar logam kadmium (Cd) pada lahan
TPA Tamangapa Antang Makassar. Al-Kimia. 4(2):8-21.

Permatasari AA. 2009. Fitoremediasi Cd menggunakan kiambang pada media


modifikasi lumpur sidoarjo [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

Pribadi RN, Zaman B, Purwono. 2016. Pengaruh luas penutupan kiambang (Salvinia
molesta) terhadap penurunan COD, amonia, nitrit, dan nitrat pada limbah cair
domestik (grey water) dengan sistem kontinyu. Jurnal Teknik Lingkungan. 5(4):1-
10.

Raissa DG, Tangahu BV. 2017. Fitoremediasi air yang tercemar limbah laundry dengan
menggunakan kayu apu (Pistia stratiotes). Jurnal Teknik ITS. 6(2):F232-F236.

Setyanto K, Warniningsih. 2011. Pemanfaatan eceng gondok untuk membersihkan


kualitas air sungai Sungai Gadjahwong Yogyakarta. Jurnal Teknologi
Technoscientia. 4(1):17-22.

Simatupang I, Fatonah S, Iriani D. 2015. Pemanfaatan kiambang (Salvinia molesta D.


Mitch) untuk fitoremediasi limbah organik pulp dan karats. JOM FMIPA.
2(1):130-143.

Tanzerina N, Juswandi, Fitralia E. 2013. Studi adaptasi organ vegetatif neptuna


oleraceae lour hasil seleksi lini pada fitoremediasi limbah cair amoniak. Prosding
Seminar Semirata FMIPA. 1(1): 165-173.

Yunus R, Prihatini NS. 2018. Fitoremediasi Fe dan Mn air asam tambang batubara
dengan eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan puurn tikus (Eleocharis dulcis)
pada sistem LBB di PT. JBG Kalimantan Selatan. Jurnal Sainsmat. 7(1):73-85.
Zumani D, Suryaman M, Dewi SM. 2015. Pemanfaatan eceng gondok (Eichhornia
crassipes (Mart.) Solms) untuk fitoremediasi kadmium (Cd) pada air tercemar.
Jurnal Siliwangi. 1(1):22-31.

Anda mungkin juga menyukai