Anda di halaman 1dari 26

Biografi Dorothea Elizabeth Orem

Dorothea Elizabeth Orem lahir pada tahun 1914 di Baltimore, Maryland.

Pendidikan: Diploma (awal tahun 1930), Pendiri Hospital School Of Nursing, Washington DC;
Orem mendapat Titel BSN Ed (1939) dan MSN Ed (1945) di The Catholic University of
America, Washington DC. Orem mendapat gelar kehormatan: Dokter Ilmu Pengetahuan dari
Georgetown University (1976) dan Pendiri Perguruan Tinggi di San Antonio, Texas (1980);
Dokter Surat kemanusiaan dari Illinois Wesleyan University, Bloomington, Illinois (1988); Gelar
kehormatan dokter, University of Missouri-Columbia (1998). Dr. Orem melanjutkan untuk aktif
dalam pengembangan teori. Dia menyelesaikan edisi ke-6 dari keperawatan: konsep praktek,
yang diterbitkan oleh Mosby pada Januari 2001.

Dorothea E. Orem meninggal pada 22 Juni 2007 di kediamannya di Savannah, USA. Orem
meninggal pada umur 93 tahun. Dunia keperawatan telah kahilangan seorang ahli dan dianggap
sebagai orang terpenting serta memiliki wawasan yang sangat luas di bidang keperawatan.

Dalam bidang keperawatandapat dikatakan bahwa ahli Keperawatan dari Amerika, Dorothea E
Orem, termasuk salah seorang yang terpenting diantara orang yang mengembangkan pandangan
dalam bidang Keperawatan.

Dorothea Orem melihat bahwa perawatan propesional mendapat bantuan pengambil alihan tugas
sebahagian atau pun keseluruhan atau perawatan diri atau perawatan.

Pengertian keperawatan Dorothea Orem (1971)

Menurutnya teori keperawatan adalah :

Pelayanan manusia yang berpusat kepada kebutuhan manusia untuk mengurus diri bagaimana
mengaturnya secara terus menerus untuk dapat menunjang kesehatan dan kehidupan, sembuh
dari penyakit atau kecelakaan dan menanggulangi akibat-akibatnya.

Menurut Orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang
mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi
kabutuhan hidup, memlihara kesehatan dan kesejahteraannya, oleh karena itu teori ini dikenal
sebagai Self Care (perawatan diri) atau Self Care Defisit Teori. Orang dewasa dapat merawat
diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia, dan orang sakit membutuhkan bantuan untuk
memenuhi aktivitas Self Care mereka. Orem mengklasifikasikan dalam 3 kebutuhan, yaitu:
=>Universal Self Care Requisite (Kebutuhan Perawatan Diri Universal)

Kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh manusia selama siklus kehidupannya


seperti kebutuhan fisiologis dan psikososial termasuk kebutuhan udara, air,
makanan, eliminasi, aktivitas, istirahat, sosial, dan pencegahan bahaya. Hal
tersebut dibutuhkan manusia untuk perkembangan dan pertumbuhan, penyesuaian
terhadap lingkungan, dan lainnya yang berguna bagi kelangsungan hijdupnya.

=>Development Selfa Care Requisite (Kebutuhan Perawatan diri Pengembangan)

Kebutuhan yang berhubungan dengan pertumbuhan manusia dan proses


perkembangannya, kondisi, peristiwa yang terjadi selama variasi tahap dalam siklus
kehidupan (missal, bayi premature dan kehamilan) dan kejadian yang dapat berpengaruh
buruk terhadap perkembangan. Hal ini berguna untuk meningkatkan proses
perkembangan sepanjang siklus hidup.

=>Health Deviation Selfa Care Requisite (Kebutuhan diri Penyimpangan Kesehatan)

Kebutuhan yang berhubungan dengan genetik atau keturunan, kerusakan struktur


manusia, kerusakan atau penyimpangan cara, struktur norma, penyimpangan
fungsi atau peran dengan pengaruhnya, dan integritas yang dapat mengganggu
kemampuan seseorang untuk melakukan Self care.

Tiga jenis kebutuhan tersebut didasarkan oleh beberapa asumsi, yaitu:

Human Being (Kehidupan manusia): oleh alam, memiliki kebutuhan umum akan
pemenuhan beberapa zat (udara, air, dan makanan) dan untuk mengelola kondisi
kehidupan yang menyokong proses hidup, pembentukan dan pemeliharaan integritas
struktural serta pemeliharaan dan peningkatan integritas fungsional.

Perkembangan manusia: dari kehidupan didalam rahim hingga pematangan


kedewasaan memerlukan pembentukan dan pemeliharaan kondisi yang meningkatkan
proses pertumbuhan dan perkembangan di setiap periode dalam daur hidup.
Kerusakan genetic maupun perkembangan dan penyimpangan dari struktur normal
dan interitas fungsional serta kesehatan menimbulkan beberapa persyaratan/permintaan
untuk pencegahan, tindakan pengaturan untuk mengontrol perluasan dan mengurangi
dampaknya.

Jika terjadi gangguan pada kondisi kesehatannya maka kegiatan perawatan diri yang berikut ini
menjadi suatu keharusan.

 Mencari dan harus mendapat kepastian dalam memperolah pertolongan mengatasi


masalah kesehatannya.

 Harus diusahakan suatu cara yang terbaik untuk pelaksanaan ataupun dilaksanakan oleh
pihak lain.

 Langkah penting (secara medis) dalam hubungannya dengan diagnosa penanganan dari
suatu proses revalidisasi.

 Pengalaman dan cara mengatasi beban / gangguan yang diperoleh manusia sebagai akibat
yang timbul dari penanganan medis yang dilakukan.

 Menyelami dan mengerti pandang seseorang yang ia bentuk terhadap diri sendirinya
sehubungan dengan gangguan kesehatan yang dialaminya dari tindakan yang sedang
dijalaninya.

 Untuk berusaha dapat hidup dengan suatu cara tertentu dalam mengantisipasi akibat yang
dari masalah kesehatan yang dialaminya sehingga perkembangan dirinya maupun
pertumbuhannya juga dapat dicapai.

Menurut Orem, Perawat dibutuhkan ketika seseorang membutuhkan asuhan keperawatan karena
ketidak mampuan untuk merawat diri sendiri, menurut area kerja perawat adalah membina dan
mempertahankan hubungan terapeutik antara perawat dan pasien, menentukan kapan seseorang
membutuhkan bantuan atau pertolongan, memperhatikan respon pasien, memberi pertolongan
langsung kepada individu dan keluarga serta bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.
Asuhan keperawatan mandiri dilakukan dengan memperhatikan tingkat ketergantungan
atau kebutuhan dan kemampuan pasien.

Oleh karena itu terdapat tiga (3) tingkatan asuhan keperawatan mandiri:

Pertama :

Perawat memberi perawatan total ketika pertama kali asuhan keperawatan dilakukan karena
tingkat ketergantungan pasien yang tinggi (system pengganti keseluruhan).

Kedua :

Perawat dan pasien saling berkolaborasi dalam melakukan tindakan keperawatan (system
pengganti sebagian).

Ketiga :

Perawat merawat diri sendiri dengan bimbingan perawat (system dukungan / pendidikan).
KATA PENGANTAR

          Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul:

“RUMUS SUKSES MENGHADAPI UJIAN MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI”

            Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

            Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun dePmikian, tim penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

            Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.

Samarinda, 3 maret 2005

 
 
P
en
ul
is

 
 BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Dikalangan para siswa, terutama bagi mereka yang secara formal berada dibangku
SMA dan ingin melanjutkan ke perguruan tinggi negeri. Kadar siswa yang mengikuti ujian
masuk perguruan tinggi negeri, setiap tahunnya selalu meningkat.Pada dasarnya untuk
mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri diperlukan kesiapan yang matang, kesiapan
tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dari tahun ke tahun perbandingan ketidak
lulusan masuk perguruan tinggi negeri selalu meningkat. Keresahan masyarakat semakin
membuat berbagai penafsiran yang salah. Oleh karena itu, diperlukan cara untuk
menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri.

Melalui makalah ini, kami mencoba untuk memberikan beberapa Solusi dari
masalah yang meresahkan masyarakat yaitu persentase ketidak lulusan yang terus
meningkat, sehingga para siswa dapat mengetahui cara sukses menghadapi ujian masuk
perguruan tinggi negeri.

B. Pembatasan Masalah

            Melihat dari latar belakang masalah serta memahami pembahasannya maka penulis
dapat memberikan batasan-batasan pada :

1. rumus sukses untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri.


2. cara-cara menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri.

C. Rumusan Masalah
            Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :

1. bagaimana rumus sukses menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri ?


2. bagaimana cara menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri ?

D. Tujuan Penulisan

            Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :

1. mengetahui rumus kesuksesan dalam menembus perguruan tinggi negeri


2. mengetahui cara-cara yang digunakan agar lulus dalam ujian masuk perguruan
tinggi negeri.

E. Manfaat Penulisan

            Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada siswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam menghadapi
ujian masuk perguruan tinggi negeri. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan
adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan didalam menghadapi ujian
masuk perguruan tinggi neperi,khususbya bagi para siswa yang ingin mengikuti ujian
masuk perguruan tinggi negeri.

F. Metode Pengumpulan Data


            Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode
studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka tentang kiat sukses
membus perguruan tinggi negeri. Selain itu, tim penulis juga memperoleh data dari
internet. 

 BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

            Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. sukses menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri diperlukan rumus atau kiat
khusus yaitu melalui kesempatan, usaha dan strategi.
2. usaha untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri dilakukan dengan
belajar yang giat,menjaga kesehatan, dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

B. Saran

1.             Mengingat perlunya mempertimbangkan passing grade perguruan tinggi negeri


maka perlu diketahui tentang informasi yang sebanyak-banyaknya tentang passing
grade tahun-tahun sebelumnya
2.             perlu mengembangkan keyakinan dalam menyelesaikan ujian masuk perguruan
tinggi negeri, bahwa siswa yang bersangkutan dapat menyelesaikan tes tersebut.
3.             mengingat berbagai resiko yang dapat ditimbulkan maka diperlukan kejujuran
untuk mengisi tes tersebut.
Model Konsep Keperawatan Dorothea Orem
Posted: September 5, 2010 by sailormanyahya in Asuhan Keperawatan

http://sailormanyahya.wordpress.com/wp-admin/mahasiswa Keperawatan Universitas Borneo


Tarakan
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG

Teori keperawatan didefiniskan sebagai konseptualisasi beberapa aspek realitas keperawatan


yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena, menjelaskan hubungan- hubungan antar
fenomena, memprediksi risiko-risiko dan menetapkan asuhan keperawatan (Afaf Ibrahim Meleis,
1997).

Di dunia keperawatan banyak fenomena dan masalah yang terjadi yang sulit untuk dijelaskan
dan diselesaikan. Namun, keperawatan memiliki teori-teori keperawatan yang bisa digunakan
untuk menjelaskannya dan member solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Para ahli teori
keperawatan mengemukakan berbagai solusi yang bisa diterapkan di berbagai lingkup
keperawatan. Teori-teori tersebut terus dikembangkan sehingga akan lebih meningkatkan mutu
dan kualitas pelayanan keperawatan.

Salah satu ahli teori yang cukup terkenal dan teorinya banyak digunakan dalam tatanan
pelayanan keperawatan adalah Dorothea Orem. Dalam teori self care-nya ia menganggap bahwa
perawatan diri merupakan suatu kegiatan membentuk kemandirian individu yang akan
meningkatkan taraf kesehatannya. Sehingga bila mengalami defisit, ia membutuhkan bantuan
dari perawat untuk memperoleh kemandiriannya kembali. Teori ini merupakan suatu pendekatan
yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk meningkatkan kemampuan klien dalam merawat
dirinya sendiri dan bukan menempatkan klien pada posisi bergantung karena self care merupakan
perilaku yang dapat dipelajari.

Teori Dorothea Orem merupakan teori yang cukup menarik untuk dikaji dan dibahas karena
termasuk teori yang cukup banyak digunakan dalam aplikasi praktik keperawatan dan penulis
tertarik untuk menelaah teori ini, dimana ia hanya berfokus pada lingkup praktik keperawatan.
B.TUJUAN PENULISAN
1.Menjelaskan teori yang dikemukakan olehDorothea Orem meliputi : teori self care,
teori self care deficit, teori nursing system
2.Untuk menganalisis teori yang dikemukakan oleh Dorothea Orem.
3. Untuk memberikan masukan-masukan terhadap pengembangan teori Dorothea Orem.

BAB II
LANDASAN TEORI
A.Latar Belakang Dorothea Orem
Dorothea Orem adalah salah seorang teoritis keperawatan terkemuka di Amerika. Dorothe Orem
lahir di Baltimore, Maryland di tahun 1914. Ia memperoleh gelar sarjana keperawatan pada
tahun 1939 dan Master Keperawatan pada tahun 1945. Selama karir profesionalnya, dia bekerja
sebagai seorang staf keperawatan, perawat pribadi, perawat pendidik dan administrasi, serta
perawat konsultan. Ia menerima gelar Doktor pada tahun 1976. Dorothea Orem adalah anggota
subkomite kurikulum di Universitas Katolik. Ia mengakui kebutuhan untuk melanjutkan
perkembangan konseptualisasi keperawatan. Ia pertama kali mempubilkasikan ide-idenya dalam
“Keperawatan : Konsep praktik”, pada tahun 1971, yang kedua pada tahun 1980 dan yang
terakhir di tahun 1995.
B. Paradigma
1.Person : Manusia memiliki kemampuan/kapasitas Refleksi diri & lingkungan serta berkreasi
melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya.
2. Health : Suatu keadaaan sehat secara psikologi, interpersonal dan sosial.
3.Environment : Segala sesuatu yang berada di sekitar kita baik fisik, kimia, biologi dan sosial
yang juga dapat mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan self care-nya secara
optimal.
4.Nursing : sebagai human service, dimana keperawatan difokuskan bagi mereka yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri secara terus menerus.
C. Konsep keperawatan Dorothea Orem
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri
klien untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal. Orem mengembangkan tiga teori
yang saling berhubungan yaitu teori “self care deficit”, teori
self care, dan teori nursing system(Tomey. Tiga teori tersebut berfokus pada peran
manusia menyeimbangkan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya dengan merawat
diri mereka sendiri.
1.Teori Self Care Deficit

Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan- keterbatasan dalam
mencapai taraf kesehatannya. Perawatan yang diberikan didasarkan kepada tingkat
ketergantungan; yaitu ketergantungan total atau parsial. Defisit perawatan diri menjelaskan
hubungan antara kemampuan seseorang dalam bertindak/beraktivitas dengan tuntutan kebutuhan
tentang perawatan diri. Sehingga bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka ia akan
mengalami penurunan/defisit perawatan diri.
2.Teori Self Care

Wang and Laffrey (2004, p. 123) menyatakan bahwa self care adalah fungsi regulasi manusia
yang berdasarkan pada kemampuan individu untuk melakukan perawatan dirinya. Hal tersebut
digambarkan dalam hubungan antara self care, self care agency dan
therapeutic demand (tuntutan terapeutik).ketika klien tidak mampu melakukan perawatan
diri, maka deficit perawatan diri terjadi dan perawat akan membantu klien untuk
melakukan tugas perawatan dirinya
Self care :
Self care adalah tindakan yang matang dan mematangkan orang lain yang mempunyai
potensi untuk berkembang, atau mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar dapat
digunakan secara tepat, nyata dan valid untuk mempertahankan fungsi dan berkembang dengan
stabil dalam perubahan lingkungan. Self care digunakan untuk mengontrol atau faktor internal
dan eksternal yang mempengaruhi aktivitas seseorang untuk menjalankan fungsinya dan
berproses untuk mencapai kesejahteraannya.
Self care agency :
Agen Perawatan Sendiri adalah kekuatan individu yang berhubungan dengan perkiraan

dan esennsial operasi-operasi produksi untuk perawatan mandiri. Ada 3 aspek yakni :
a. Agen ( Orang yang mengambil tindakan).
b. Self care agent ( Penyedia perawatan mandiri).
c. Dependent care agent ( Penyelenggara perawatan yang tidak mandiri)
Therapeutic Self care demands :
Tuntutan perawatan diri harus seimbang dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Untuk itu dilakukan upaya-upaya dengan cara menggunakan metode-metode untuk
mengembalikan kemampuan tersebut.
Nursing Agency :

Merupakan upaya keperawatan untuk dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri individu dan
mencapai kemandirian yang dapat dilakukan dengan cara : mengenali kebutuhannya, memenuhi
kebutuhan, melatih kemampuannya.
Conditioning factor:
Merupakan kondisi atau situasi di sekitar individu yang dapat mempengaruhi individu
dalam memenuhi kebutuhan self care-nya.
3.Teori Nursing System

Sistem keperawatan, ketika perawat menentukan, mendesain dan menyediakan perawatan yang
mengatur kemampuan individu dan mencapai pemenuhan kebutuhan perawatan diri (Kozier,
Erb, & Blais, 1997 dalam Jean Bridge, Sally Cabell, and Brenda Herring, 2006). Sistem
pelayanan yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan self care individu dan memberikannya
secara terapeutik sesuai dengan tiga tingkatan kemampuan :
1. Wholly compensatory nursing system
Diberikan pada klien dengan ketergantungan tinggi, jika :
a. tidak mampu melakukan aktivitas, contoh : klien tak sadar
b. tahu melakukan gerakan tapi tidak boleh ada gerakan, contoh pada klien
fraktur tulang belakang
c. tidak mampu memberi alasan tindakan self care tapi bisa dengan bimbingan,
contoh pada : retardasi mental
2. Partly comensatory nursing system

Diberikan pada klien dengan tingkat ketergantungan sebagian/parsial. Biasanya perawat


mengambil alih beberapa aktifitas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh klien, misalnya pada
lansia.
3. Supportive educative nursing system
Diberikan dengan pemulihan/ketergantungan ringan. Memberikan pendidikan
kesehatan atau penjelasan untuk memotivasi klien untuk melakukan self care
HOLLY COMPENSATORY SYSTEM

Menyelesaikan therapeutik self care klien


Kompensasi ketidakmampuan klien dalam memenuhi self care
Mendukung dan melindungi klien
PARTLY COMPENSATORY SYSTEM

Menjalankan beberapa kegiatan self care


Kompensasi keterbatasan klien untuk selfcare
Membantu klien sesuai kebutuhan
Tindakan
SUPPORTIVE -
EDUCATIVE SYSTEM
PARTLY COMPENSATORY SYSTEM

Menjalankan beberapa kegiatan self care


Kompensasi keterbatasan klien untuk selfcare
Membantu klien sesuai kebutuhan
Tindakan
Terdapat tiga tipe kebutuhan self care menurut Orem yaitu kebutuhan universal dan
perkembangan perawatan diri/self care serta penyimpangan kesehatan.
Kebutuhan universal self care
•Menyeimbangkan pemasukan udara, air, dan makanan.

•Pembekalan perawatan berhubungan dengan proses eliminasi dan eksresi.


•Mencapai keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
•Menghindari risiko-risiko yang membahayakan bagi kehidupan, peran dan tercapainya
kesejahteraan
Meningkatkan fungsi/peran dan perkembangan dalam kelompok sosial berdasarkan
potensi manusia, batasan-batasan, dan keinginan manusia untuk menjadi normal
(Orem, 1985 dalam Meleis, 1997).
Kebutuhan perkembangan/kemajuan self care
•Menyeimbangkan kondisi kehidupan yang mendukung proses kehidupan dan
perkembangan, dimana manusia berproses menuju tingkat yang lebih tinggi dan
menjadi matang.
•Pembekalan keperawatan ditujukan untuk mencegah terjadinya kehilangan
kondisi/faktor yang mendukung perkembangan manusia.
Kebutuhan self care deviasi/penyimpangan kesehatan
•Menjaga individu dari kondisi lingkungan fisik maupun biologis yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit dan menimbulkan kesadaran terhadap efek dari
kondisi patologik.
•Secara efektif mengembalikan individu dari kondisi patologis seperti deformitas atau
abnormalitas dimanai perawat berupaya mengkompensasi gangguan yang terjadi.
•Memodifikasi konsep diri dan gambaran diri pada seseorang dalam menerima
kesehatan dan perawatan kesehatan.
•Mempelajari efek dari kondisi patologik dan penangan yang mungkin digunakan untuk
mengembangkan kemampuan individu.
D. Proses Keperawatan Menurut Teori Orem
Proses keperawatan menurut Orem terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dengan rasional ilmiah, implementasi dan evaluasi.
Pengkajian
Pengkajian diarahkan pada factor personal, universal self care, defelopmental self care,
health deviation, self care defisit
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan sesuai dengan self care defisit yang dialami oleh klien.
Perencanaan
Tujuan : dibuat sesuai dengan dignosa keperawatan, berdasarkan self care demand dan
meningkatkan kemampuan self care.
Membuat nursing system : Wholly compensatory, Partly compensatory, atau supportive
educative.
Membuat metode yang sesuai untuk membantu klien.
Pelaksanaan
Diarahkan untuk meningkatkan kemampuan self care, memenuhi kebutuhan self care,
dan menurunkan self care deficitnya
Evaluasi
Menilai keefektifan tindakan perawatan dalam : meningkatkan kemampuan self care,
memenuhi kebutuhan self care, dan menurunkan self care deficitnya.

Evaluasi
Menilai keefektifan tindakan perawatan dalam : meningkatkan kemampuan self care,
memenuhi kebutuhan self care, dan menurunkan self care deficitnya BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan bahwa :

Evaluasi
Menilai keefektifan tindakan perawatan dalam : meningkatkan kemampuan self care,
memenuhi kebutuhan self care, dan menurunkan self care deficitnya 5. Teori model dan konsep
yang dikemukakan oleh Orem memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan yang bisa menjadi
pertimbangan untuk perkembangan teori menjadi lebih baik dan bisa secara luas diaplikasikan di
berbagai area keperawatan.
TEORI KONSEP SISTER CALISTA ROY
Posted: September 5, 2010 by sailormanyahya in Asuhan Keperawatan

http://sailormanyahya.wordpress.com/wp-admin/mahasiswa Keperawatan Universitas Borneo


Tarakan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai individu, kelompok situasi atau
kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari
penggabungan konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan
fenomena dari suatu disiplin ilmu. Model konseptual keperawatan dikembangkan atas
pengetahuan para ahli keperawatan tentang keperawatan yang bertolak dari paradigma
keperawatan. Model konseptual dalam keperawatan dapat memungkinkan perawat untuk
menerapkan cara perawat bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang perawat. Perawat
perlu memahami konsep ini sebagai kerangka konsep dalam memberikan asuhan keperawatan
dalam praktek keperawatan atau sebagai filosofi dalam dunia pendidikan dan kerangka kerja
dalam riset keperawatan.
Ada berbagai jenis model konseptual keperawatan berdasarkan pandangan ahli dalam bidang
keperawatan, salah satunya adalah model adaptasi Roy. Roy dalam teorinya menjelaskan empat
macam elemen esensial dalam adaptasi keperawatan , yaitu : manusia, lingkungan, kesehatan,
dan keperawatan. Model adaptasi Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu
meningkatkan kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif karena
menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem adaptif yang selalu
beradaptasi.

B.Tujuan Penulisan
1.      Umum
Perawat Indonesia dapat menerapkan model konseptual keperawatan Sister Calista Roy yang
menggunakan pendekatan metode ilmiah dalam system pelayanan kesehatan.
2.      Khusus
2.1 Mampu menyelaraskan dan mendefinisikan model konseptual Sister Calista Roy.
2.2 Mampu memahami konsep dasar/asumsi dasar dalam model konseptual stress dan adaptasi
Roy.
2.3 Mampu menjelaskan komponen-komponen model konsep keperawatan Sister Calista Roy.
2.4 Mampu menjelaskan karakteristik model konsep keperawatan Sister Calista Roy.
2.5 Mampu menjelaskan hubungan model konsep keperawatan Sister Calista Roy dengan proses
keperawatan yang ada di Indonesia.
BAB II

Konsep Sister Calista Roy


Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan
sebuah model konsep keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka
konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy
menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964) seorang ahli fisiologis – psikologis. Untuk
memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen mengartikan respon adaptif sebagai fungsi
dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat
adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli, konsektual stimuli dan
residual stimuli.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan terhadap manusia
sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut, Roy juga mengadaptasi nilai “
Humanisme” dalam model konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk menggali
keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah
keyakinan, terhadap kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan.
Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain di area adaptasi
seperti Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic         ( 1970) dan Selye (1978). Setelah
beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja pendidikan
keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model adaptasi keperawatan
diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda keperawatan di Mount Saint Mary’s
College. Sejak saat it lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk
mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model praktek juga memegang
peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan model.
Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun 1976-1977
menunjukkan beberapa penegasan sementara dari model adaptasi. Perkembangan model adaptasi
keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan profesionalismenya. Secara filosofi Roy
mempercayai kemampuan bawaan, tujuan,, dan nilai kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah
membantu perkembangan kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manausia dan spirit.
Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model adaptasi keperawatan.
Definisi dan Konsep Mayor Konsep Mayor yang membangun kerangka konseptual model
adaptasi roy adalah:
1.Sistem adalah kesatuan dari beberapa unit yang saling berhubungan dan membentuk satu
kesatuan yang utuh dengan ditandai adanya input, control, proses, output, dan umpan balik.
2.Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal, konstektual dan
residual dengan standar individual, sehingga manusia dapat berespon adaptif sendiri.
3.Problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat terhadap penurunan atau
peningkatan kebutuhan.
4.Stimulus fokal adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara langsung mengharuskan
manusia berespon adaptif. Stimulus fokal adalah presipitasi perubahan tingkah laku.
5.Stimulus konstektual adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan memberikan konstribusi
terhadap perubahan tingkah laku yang disebabkan atau dirangsang oleh stimulus fokal.
6.Stimulus residual adalah seluruh factor yang mungkin memberikan konstribusi terhadap
perubahan tingkah laku, akan tetapi belum dapat di validasi.
7.Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon otomatik melalui neural,
cemikal, dan proses endokrin.
8.Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui proses yang
kompleks dari persepsi informasi, mengambil, keputusan dan belajar.
9.Model efektor adaptif adalah kognator yaitu ; Fisiologikal, fungsi pean, interdependensi dan
konsep diri.
10.Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan intergritas manusia dalam mencapai tujuan
manusia untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan reproduksi.
11.Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan bagaimana proses
adaptasi dilakukan untuk pengaturan cairan dan elektrolit, aktivits dan istirahat, eliminasi,
nutrisi, sirkulasi dan pengaturan terhadap suhu, sensasi, dan proses endokrin.
12.Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut individu dalam satu waktu
berbentuk : persepsi, partisipasi, terhadap reaksi orang lain dan tingkah laku langsung. Termasuk
pandangan terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri) Kepribadian yang menghasilkan
konsistensi diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan etika pribadi.
13.Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan dengan tugasnya di
lingkungan social.
14.Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain yang penting dan sebagai
support sistem. Di dalam model ini termasuk bagaimana cara memelihara integritas fisik dengan
pemeliharaan dan pengaruh belajar.
Model Konseptual Adaptasi roy
Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi keperawatan adalah : (1) manusia;
(2) Lingkungan; (3) kesehatan; (4) keperawatan. Unsur keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu
tujua keperawatan dan aktivitas keperawatan, juga termasuk dalam elememn penting pada
konsep adaptasi.
1)      Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif,
manusia dapat digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang mempunyai input,
control, output, dan proses umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping yang
dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik manusia di definisikan sabagai sebuah
sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam
empat cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup,
terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan.
Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi
manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit fungsional secara
keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Sebagai suatu sistem manusia
juga dapat digambarkan dengan istilah input, proses control dan umpan balik serta output.
Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan menerima masukan dari
lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk
variable satandar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar
ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus
manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasanya dilakukan.
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping yang telah
diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan kognator adalah
digambarkan sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi yaitu : fungsi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
a). Model Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi
sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang
dibagi menjadi dua bagian, model fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan
dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas
dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
2. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi,
meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy
1991).
3. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984
dalam Roy 1991)
4. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan
untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-
komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
5. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur
integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi,
trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991).
6. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam
pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
7. Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air,
elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi
sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy
1991).
8. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan
mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk
mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
9. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis,
untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang
signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard &
Valentine dalam Roy,1991).
b). Model Konsep Diri
Model konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek
psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy
terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self.
1. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan
sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat
merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
2. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual
diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat
dalam area ini.
c). Mode fungsi peran
Mode fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan
orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada
bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .
d). Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya
adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai.
Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima
sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan
orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan
bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu
memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon inefektif. Respon-respon yang
adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif
atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan balik respon-respon
memberikan lebih lanjut masukan (input) pada manusia sebagai suatu sisem.
Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme adaptasi atau koping dengan perubahan
lingkungan, dan diperlihatkan melalui perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem
regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf, kimia
tubuh dan organ endokrin serta subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya
dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi, proses informasi,
pembelajaran, dan membuat alasan dan emosional, yang termasuk didalamnya mempertahankan
untuk mencari bantuan.

2).   Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan di luar manusia. Lingkungan merupakan
masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif sama halnya lingkungan sebagai
stimulus eksternal dan internal. Lebih lanjut stimulus itu dikoelompokkan menjadi tiga jenis
stimulus yaitu : fokal, konstektual, dan residual. Lebih luas lagi lingkungan didefinisikan sebagai
segala kondisi, keadaan disekitar dan mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku
manusia sebagai individu ata kelompok.

3). Kesehatan
Menurut Roy, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh
dan terintegrasi secara keseluruhan. Integritas atau keutuhan manusia menyatakan secara tidak
langsung bahwa kkesehatan atau kondisi tidak terganggu mengacu kelengkapan atau kesatuan
dan kemungkinan tertinggi dari pemenuhan potensi manusia. Jadi Integritas adalah sehat,
sebaliknya kondisi yang tidak ada integritas kurang sehat. Definisi kesehatan ini lebih dari tidak
adanya sakit tapi termasuk penekanan pada kondisi sehat sejahtera.
Dalam model adaptasi keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi.
Adaptasi yang bebas energi dari koping yang inefektif dan mengizinkan manusia berespon
terhadap stimulus yang lain. Pembebasan energi ini dapat meningkatkan penyembuhan dan
mempertinggi kesehatan. Hal ini adalah pembebasan energi yang menghubungkan konsep
adaptasi dan kesehatan.
Adaptasi adalah komponen pusat dalm model keperawatan. Didalamnya menggambarkan
manusia sebagai sistem adaptif. Adaptasi dipertimbangkan baik proses koping terhadap stressor
dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi holistic untuk mempengaruhi
kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk semua
interaksi manusia dan lingkungan terdiri dari dua proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai
dengan pperubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yan gmembutuhkan sebuah respon.
Perubahan – perubahan itu adalah stressor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh factor-faktor
konstektual dan residual. Bagian-bagian stressor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut
stress. Bagian kedua adalah mekanisme koping yang merangsang untuk menghasilkan respon
adaptif dan inefektif.
Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang
meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi : kelangsungan hidup, pertumbuhan,
reproduksi dan penguasaan yang disebut integritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi
keseimbangan dinamik equilibrium yang meliputi peningkatan dan penurunan respon-respon.
Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh adaptasi, sehingga dinamik equilibrium manusia
berada pada tingkat yang lebih tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan
suksesnya manusia sebagai sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-
tingkat yang lebih tinggi pada keadaan sejahtera atau sehat. Adaptasi kemudian disebut sebagai
suatu fungsi dari stimuli yang masuk dan tingkatan adaptasi.
4). Keperawatan
Roy (1983) menggambarkan keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek. Sebagai ilmu,
keperawatan mengobservasi, mengklasifikasikan dan menghubungkan proses yang secara positif
berpengaruh pada status kesehatan. Sebagai disiplin, praktek, keperawatan menggunakan
pendekatan pengetahuan untukmenyediakan pelayanan pada orang-orang. Lebih spesifik dia
mendefinisikan keperawatan sebagai ilmu da praktek dari peningkatan adaptasi untuk
meningkatkan kesehatan sebagai tujuan untuk mempengaruhi kesehatan secara positif.
Keperawatan meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan
dengan kesehatan, Jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih spesifik
perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan
tersebut. Dalam model tersebut, keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan.
Keperawatan adalah berhubungan dengan manusia sebagai satu kesatuan yang berinteraksi
dengan perubahan lingkungan dan tanggapan terhadap stimulus internal dan eksternal yang
mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang tidak biasa atau koping mekanisme yang lemah
membuat upaya manusia yang biasa menjadi koping yang tidak efektif, manusia memerlukan
seorang perawat. Ini tidak harus, bagaimanapun diinterpretasikan umtuk memberi arti bahwa
aktivitas keperawatan tidak hanya diberikan ketika manusia itu sakit. Roy menyetujui,
pendekatan holistic keperawatan dilihat sebagai proses untuk mempertahankan keadaan baik dan
tingkat fungsi yang lebih tinggi.
Keperawatan terdiri dari dua yaitu : tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan
keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungan. Jadi peningkatan
adaptasi dalam tiap empat cara adaptasi yaitu : (1) fungsi fisiologis; (2) konsep diri; (3) fungsi
peran dan (4) interdependensi. Dorongan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan
berkontribusi terhadap kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian dengan damai. Tujuan
keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada dalam suatu area dengan tingkatan adaptasi
manusia. Ketika stimulus fokal tersebut berada pada area tersebut dimana manusia dapat
membuat suatu penyesuaian diri atau respon efektif. Adaptasi membebaskan energi dari upaya
koping yang tidak efektif dan memnugkinkan individu untuk merespon stimulus yang lain.
Kondisi tersebut dapat mencapai peningkatan penyembuhan dan kesehatan. Jadi peranan penting
adaptasi sangat ditekankan pada konsep ini.
Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan yang digunakan
pada proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan , tujuan, intervensi dan
evaluasi. Adaptasi model keperawatan menetapkan “data apa yang dikumpulkan, bagaimana
mengidentifikasi masalah dan tujuan utama. Pendekatan apa yang dipakai dan bagaiman
mengevaluasi efektifitas proses keperawatan”.
Unit analisis dari pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan. Proses
pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan. Proses pengkajian
termasuk dalam dua tingkat pengkajian Tingkat pertama mengumpulkan data tentang perilaku
manusia, dalam tiap empat cara penyesuaian diri. Data-data tersebut dikumpulkan dari data
observasi penilaian respond an komuniokasi dengan individu. Dari data tersebut perawat
membuat keputusan sementara tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak
efektif. Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data tentang fokal, konstektual dan
residual stimuli. Selama tingkat pengkajian ini perawat mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian tingkat pertama. Keterlibatan ini
penting untuk menetapkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku.
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Tahap I : Pengkajian Perilaku
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan memutuskan
klien adptif dan maladaptive. Termasuk dalam model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah
dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan. Misalnya terlalu sedikit oksigen, terlalu
tinggi gula darah atau terlalu banyak ketergantungan. Perawat menggunkan wawancara, observsi
dan pengukuran untuk mengkaji perilaku klien sekarang dan setiap mode. Berdasarkan
pengkajian ini perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptive atau potensial
maladaptive.
2. Tahap II: Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh
Pada tahap ini termasuk pengkajan stimuli yang signifikan terhadap perubahan perilaku
seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual.
a)      Identifikasi stimuh focal
Stimuli tocal merupakan perubahan penilaku yang dapat diobserasi. Perawat dapat melakukan
pengkaian dengan menggunakan pengkajian perilaku yaltu : Keterampilan melakukan observasi,
melakukan pengukuran dan interview.
b)      Identifikasi stimuli kontekstual
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh
stimulus focal. Sebagal contoh anak yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang
inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang dapat dildentifikasi adalah adanya fakta bahwa
anak kehlangan skedul sekolah. Stimulus kontekstual yang dapat diidentiflkasi adalah secara
internal faktor anak menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi
kontekstual dapat diidentifikasi oleh perawat melalul observasi, pengukuran, interview dan
validasi.
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif
adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi,
interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi, dan
lingkungan fisik.
c)      Identifikasi stimuli residual
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam Roy, 1989
menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana
keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan
memberikan efek pada situasi sekarang.
a.      Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu hasil dari proses
pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan
dirumuskan dengan mengobservasi tingkah laku kilen terhadap pengaruh lingkungan. Menurut
Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan
Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependen
4. Penentuan Tujuan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara urnum tujuan pada intervensi keprawatan adalah untuk
mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi
adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan
jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi
terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.
5. Intervensi
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi stimulus fokal,
kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau zona adaptasi, sehingga
seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan indMdu untuk beradaptasi.
Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini
menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan sehubungan dengan
tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien setelah diimplementasi.
Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan.
BAB III
penutup

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa terhadap model adaptasi Roy, maka kelompok menganalisa bahwa model
keperawatan roy lebih menekankan pada manusia secara holistik yang memiliki mekanisme
koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Konsep ini juga menekankan
pentingnya individu untuk mempertahankan perilaku secara adaptif dan mampu merubah
perilaku yang maladaptif agar dapat meningkatkan kesehatannya.
Model konseptual Roy berisi 4 elemen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan.
Manusia dipandang sebagai sitem adaptasi kehidupan yang perilakunya dapat diklasifikasikan
menjadi respon yang adaptif atau respon yang inefektif. Lingkungan terdiri stimulus internal dan
eksternal. Kesehatan adalah proses menjadi terintegrasi dan dapat mencapai tujuan untuk hidup,
pertumbuhan, reproduksi, penguasaan. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon
adaptasi yang berhubungan dengan adaptasi mode, menggunakan informasi tentang tingkat
adaptasi manusia dan stimulus fokal, kontekstual, dan residual.
Setelah penulis melakukan analisis SWOT pada konseptual calista Roy, penulis menyimpulkan
bahwa konseptual ini dapat digunakan di Indonesia dengan mempertahankan keuntungan,
memanfaatkan kesempatan, memperbaiki kelemahan serta menekan ancaman yang ada.
Sister chalista roy

pandangan terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri) Kepribadian yang menghasilkan
konsistensi diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan etika pribadi.
13.Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan dengan tugasnya di
lingkungan social.
14.Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain yang penting dan sebagai
support sistem. Di dalam model ini termasuk bagaimana cara memelihara integritas fisik dengan
pemeliharaan dan pengaruh belajar.
Model Konseptual Adaptasi roy
Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi keperawatan adalah : (1) manusia;
(2) Lingkungan; (3) kesehatan; (4) keperawatan. Unsur keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu
tujua keperawatan dan aktivitas keperawatan, juga termasuk dalam elememn penting pada
konsep adaptasi.
1)
Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif,
manusia dapat digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang mempunyai input,
control, output, dan proses umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping yang
dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik manusia di definisikan sabagai sebuah
sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam
empat cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup,
terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan.
Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi
manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit fungsional secara
keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Sebagai suatu sistem manusia
juga dapat digambarkan dengan istilah input, proses control dan umpan balik serta output.
Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan menerima masukan dari
lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk
variable satandar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar
ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus
manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasanya dilakukan.
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping yang telah
diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan kognator adalah
digambarkan sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi yaitu : fungsi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
a). Model Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi
sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang
dibagi menjadi dua bagian, model fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan
dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas
dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
2. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi,
meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy
1991).
3. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984
dalam Roy 1991)
4. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan
untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-
komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
5. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur
integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi,
trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991).
6. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam
pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
7. Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air,
elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi
sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy
1991).
8. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan
mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk
mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
9. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis,
untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang
signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard &
Valentine dalam Roy,1991).
b). Model Konsep Diri
Model konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek
psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy
terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self.
1. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan
sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat
merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
2. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual
diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat
dalam area ini.
c). Mode fungsi peran
Mode fungsi peran mengenal pola ± pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan
orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada
bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .
d). Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya
adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai.
Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima
sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan
orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan
bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu
memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon inefektif. Respon-respon yang
adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif
atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan balik respon-respon
memberikan lebih lanjut masukan (input) pada manusia sebagai suatu sisem.
Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme adaptasi atau koping dengan perubahan
lingkungan, dan diperlihatkan melalui perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem
regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf, kimia
tubuh dan organ endokrin serta subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya
dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi, proses informasi,
pembelajaran, dan membuat alasan dan emosional, yang termasuk didalamnya mempertahankan
untuk mencari bantuan.
2). Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan di luar manusia. Lingkungan merupakan
masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif sama halnya lingkungan sebagai
stimulus eksternal dan internal. Lebih lanjut stimulus itu dikoelompokkan menjadi tiga jenis
stimulus yaitu : fokal, konstektual, dan residual. Lebih luas lagi lingkungan didefinisikan sebagai
segala kondisi, keadaan disekitar dan mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku
manusia sebagai individu ata kelompok.
3). Kesehatan
Menurut Roy, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh
dan terintegrasi secara keseluruhan. Integritas atau keutuhan manusia menyatakan secara tidak
langsung bahwa kkesehatan atau kondisi tidak terganggu mengacu kelengkapan atau kesatuan
dan kemungkinan tertinggi dari pemenuhan potensi manusia. Jadi Integritas adalah sehat,
sebaliknya kondisi yang tidak ada integritas kurang sehat. Definisi kesehatan ini lebih dari tidak
adanya sakit tapi termasuk penekanan pada kondisi sehat sejahtera.
Dalam model adaptasi keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi.
Adaptasi yang bebas energi dari koping yang inefektif dan mengizinkan manusia berespon
terhadap stimulus yang lain. Pembebasan energi ini dapat meningkatkan penyembuhan dan
mempertinggi kesehatan. Hal ini adalah pembebasan energi yang menghubungkan konsep
adaptasi dan kesehatan.
Adaptasi adalah komponen pusat dalm model keperawatan. Didalamnya menggambarkan
manusia sebagai sistem adaptif. Adaptasi dipertimbangkan baik proses koping terhadap stressor
dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi holistic untuk mempengaruhi
kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk semua
interaksi manusia dan lingkungan terdiri dari dua proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai
dengan pperubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yan gmembutuhkan sebuah respon.
Perubahan ± perubahan itu adalah stressor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh factor-faktor
konstektual dan residual. Bagian-bagian stressor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut
stress. Bagian kedua adalah mekanisme koping yang merangsang untuk menghasilkan respon
adaptif dan inefektif.
Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang
meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi : kelangsungan hidup, pertumbuhan,
reproduksi dan penguasaan yang disebut integritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi
keseimbangan dinamik equilibrium yang meliputi peningkatan dan penurunan respon-respon.
Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh adaptasi, sehingga dinamik equilibrium manusia berada
pada tingkat yang lebih tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan

suksesnya manusia sebagai sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-
tingkat yang lebih tinggi pada keadaan sejahtera atau sehat. Adaptasi kemudian disebut sebagai
suatu fungsi dari stimuli yang masuk dan tingkatan adaptasi.
4). Keperawatan
Roy (1983) menggambarkan keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek. Sebagai ilmu,
keperawatan mengobservasi, mengklasifikasikan dan menghubungkan proses yang secara positif
berpengaruh pada status kesehatan. Sebagai disiplin, praktek, keperawatan menggunakan
pendekatan pengetahuan untukmenyediakan pelayanan pada orang-orang. Lebih spesifik dia
mendefinisikan keperawatan sebagai ilmu da praktek dari peningkatan adaptasi untuk
meningkatkan kesehatan sebagai tujuan untuk mempengaruhi kesehatan secara positif.
Keperawatan meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan
dengan kesehatan, Jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih spesifik
perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan
tersebut. Dalam model tersebut, keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan.
Keperawatan adalah berhubungan dengan manusia sebagai satu kesatuan yang berinteraksi
dengan perubahan lingkungan dan tanggapan terhadap stimulus internal dan eksternal yang
mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang tidak biasa atau koping mekanisme yang lemah
membuat upaya manusia yang biasa menjadi koping yang tidak efektif, manusia memerlukan
seorang perawat. Ini tidak harus, bagaimanapun diinterpretasikan umtuk memberi arti bahwa
aktivitas keperawatan tidak hanya diberikan ketika manusia itu sakit. Roy menyetujui,
pendekatan holistic keperawatan dilihat sebagai proses untuk mempertahankan keadaan baik dan
tingkat fungsi yang lebih tinggi.
Keperawatan terdiri dari dua yaitu : tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan
keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungan. Jadi peningkatan
adaptasi dalam tiap empat cara adaptasi yaitu : (1) fungsi fisiologis; (2) konsep diri; (3) fungsi
peran dan (4) interdependensi. Dorongan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan
berkontribusi terhadap kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian dengan damai. Tujuan
keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada dalam suatu area dengan tingkatan adaptasi
manusia. Ketika stimulus fokal tersebut berada pada area tersebut dimana manusia dapat
membuat suatu penyesuaian diri atau respon efektif. Adaptasi membebaskan energi dari upaya
koping yang tidak efektif dan memnugkinkan individu untuk merespon stimulus yang lain.
Kondisi tersebut dapat mencapai peningkatan penyembuhan dan kesehatan. Jadi peranan penting
adaptasi sangat ditekankan pada konsep ini.
Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan yang digunakan
pada proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan , tujuan, intervensi dan
evaluasi. Adaptasi model keperawatan menetapkan ³data apa yang dikumpulkan, bagaimana
mengidentifikasi masalah dan tujuan utama. Pendekatan apa yang dipakai dan bagaiman
mengevaluasi efektifitas proses keperawatan´.
Unit analisis dari pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan. Proses
pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan lingkungan. Proses pengkajian
termasuk dalam dua tingkat pengkajian Tingkat pertama mengumpulkan data tentang perilaku
manusia, dalam tiap empat cara penyesuaian diri. Data-data tersebut dikumpulkan dari data
observasi penilaian respond an komuniokasi dengan individu. Dari data tersebut perawat
membuat keputusan sementara tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak
efektif. Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data tentang fokal, konstektual dan
residual stimuli. Selama tingkat pengkajian ini perawat mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian tingkat pertama. Keterlibatan ini
penting untuk menetapkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku.
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Tahap I : Pengkajian Perilaku
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan memutuskan
klien adptif dan maladaptive. Termasuk dalam model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah
dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan. Misalnya terlalu sedikit oksigen, terlalu
tinggi gula darah atau terlalu banyak ketergantungan. Perawat menggunkan wawancara, observsi
dan pengukuran untuk mengkaji perilaku klien sekarang dan setiap mode. Berdasarkan
pengkajian ini perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptive atau potensial
maladaptive.
2. Tahap II: Pengkajian faktor ± faktor yang berpengaruh
Pada tahap ini termasuk pengkajan stimuli yang signifikan terhadap perubahan perilaku
seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual.
a)
Identifikasi stimuh focal
Stimuli tocal merupakan perubahan penilaku yang dapat diobserasi. Perawat dapat melakukan
pengkaian dengan menggunakan pengkajian perilaku yaltu : Keterampilan melakukan observasi,
melakukan pengukuran dan interview.
b)
Identifikasi stimuli kontekstual
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh
stimulus focal. Sebagal contoh anak yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang
inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang dapat dildentifikasi adalah adanya fakta bahwa
anak kehlangan skedul sekolah. Stimulus kontekstual yang dapat diidentiflkasi adalah secara
internal faktor anak menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi
kontekstual dapat diidentifikasi oleh perawat melalul observasi, pengukuran, interview dan
validasi.
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif
adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi,
interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi, dan
lingkungan fisik.
c)
Identifikasi stimuli residual
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam Roy, 1989
menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana
keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan
memberikan efek pada situasi sekarang.
a.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu hasil dari proses
pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan
dirumuskan dengan mengobservasi tingkah laku kilen terhadap pengaruh lingkungan. Menurut
Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan
Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependen
4. Penentuan Tujuan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara urnum tujuan pada intervensi keprawatan adalah untuk
mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi
adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan
jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi
terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.
5. Intervensi
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi stimulus fokal,
kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau zona adaptasi, sehingga
seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan indMdu untuk beradaptasi.
Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini
menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan sehubungan dengan
tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien setelah diimplementasi.
Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan.
BAB III
penutup
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa terhadap model adaptasi Roy, maka kelompok menganalisa bahwa model
keperawatan roy lebih menekankan pada manusia secara holistik yang memiliki mekanisme
koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Konsep ini juga menekankan
pentingnya individu untuk mempertahankan perilaku secara adaptif dan mampu merubah
perilaku yang maladaptif agar dapat meningkatkan kesehatannya.
Model konseptual Roy berisi 4 elemen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan.
Manusia dipandang sebagai sitem adaptasi kehidupan yang perilakunya dapat diklasifikasikan
menjadi respon yang adaptif atau respon yang inefektif. Lingkungan terdiri stimulus internal dan
eksternal. Kesehatan adalah proses menjadi terintegrasi dan dapat mencapai tujuan untuk hidup,
pertumbuhan, reproduksi, penguasaan. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon
adaptasi yang berhubungan dengan adaptasi mode, menggunakan informasi tentang tingkat
adaptasi manusia dan stimulus fokal, kontekstual, dan residual.
Setelah penulis melakukan analisis SWOT pada konseptual calista Roy, penulis menyimpulkan
bahwa konseptual ini dapat digunakan di Indonesia dengan mempertahankan keuntungan,
memanfaatkan kesempatan, memperbaiki kelemahan serta menekan ancaman yang ada

Anda mungkin juga menyukai