SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana kedokteran gigi
OLEH:
NURMAGFIRAH RAFIUDDIN
J011181338
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
ABSTRAK
Nurmagfirah Rafiuddin
Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Latar Belakang : Sebagian besar pasien Bell’s Palsy(85%) akan sembuh sebagian
dalam 3-4 minggu dan sembuh total dalam 6 bulan. Namun, hanya 61% pasien dengan
kelumpuhan total yang sembuh total. Dari pasien yang tidak sembuh, gejala sisa sedikit
pada 12% pasien, ringan pada 13%, dan berat pada 4%. Kamudian, sekitar 30% dari
mereka yang tidak diobati akan mengalami pemulihan yang buruk, dengan kerusakan
wajah yang berkelanjutan, kesulitan psikologis, dan nyeri wajah. Rehabilitasi yang
dikombinasikan dengan perawatan medis akan membantu mencapai hasil yang lebih
baik sambil juga mengurangi waktu untuk pemulihan. Metode Proprioceptive
Neuromuscular Facilitation(PNF)atau terapi kabat adalah salah satu metode
rehabilitasi yang menawarkan rencana perawatan untuk pasien yang menderita facial
paralysis. Tujuan : Secara umum, literature review ini bertujuan untuk mengkaji
efektivitas terapi kabat sebagai terapi adjektif pada terapi medikasi pasien Bell’s Palsy
dan efektivitas terapi kabat sebagai terapi adjektif pada terapi fisik pasien Bell’s Palsy.
Hasil : Dalam tinjauan literature review ini, diperoleh hasil bahwa penambahan terapi
kabat dalam rencana perawatan pasien Bell’s palsy, baik itu dikombinasikan dengan
terapi medis atau pun terapi fisik lainnya, lebih efektif dalam menurunkan asimetri otot
wajah serta sangat berguna untuk meningkatkan fungsi otot dan kualitas gerakan pada
penderita Bell’s palsy, terlepas dari derajat keparahannya dan etiologi penyebabnya.
Selain itu, penambahan terapi kabat dalam terapi pasien Bell’s Palsy membuktikan
bahwa pasien yang terkena cenderung mengalami pemulihan yang lebih cepat dan lebih
baik. Oleh karena itu, akan sangat bermanfaat untuk selalu memasukkan jenis
rehabilitasi fisik ini pada pasien dengan BP, terutama pada kasus yang paling parah.
Kesimpulan : Terapi kabat sangat efektif untuk meningkatkan rehabilitasi pasien
Bell’s Palsy jika ditambahkan dalam terapi medis ataupun terapi fisik.
Kata Kunci : Terapi Kabat, Bell’s Palsy
ABSTRACT
Nurmagfirah Rafiuddin
Undergraduate Student of the Faculty of Dentistry, Hasanuddin University
Background : Most Bell's Palsy patients (85%) will partially recover in 3-4 weeks and
fully recover in 6 months. However, only 61% of patients with complete paralysis made
a full recovery. Of the patients who did not recover, sequelae were mild in 12%, mild
in 13%, and severe in 4%. Then, about 30% of those who are not treated will have a
poor recovery, with continued facial disfigurement, psychological difficulties, and
facial pain. Rehabilitation combined with medical treatment will help achieve better
outcomes while reducing the time to recovery. The Proprioceptive Neuromuscular
Facilitation (PNF) or Kabat Theraphy method is one of the rehabilitation methods that
offers a treatment plan for patients suffering from facial paralysis. Objectives: In
general, this literature review aims to examine the effectiveness of kabat therapy as an
adjective therapy in the medical therapy of Bell's Palsy patients and the effectiveness
of kabat therapy as an adjective therapy in physical therapy of Bell's Palsy patients.
Results : In this review of the medical literature, it was found that the addition of kabat
therapy in the treatment plan for Bell's palsy patients, whether it is combined with other
physical therapy or therapy, is more effective in reducing facial muscle symmetry and
is very useful for improving muscle function and quality of movement in Bell's
patients, regardless of its severity and etiology. The addition of kabat therapy in the
treatment of Bell's Palsy patients proves that patients experience faster and better
recovery. Therefore, it is useful to always include this type of physical rehabilitation in
patients with BP, especially in the most severe cases. Conclusion : Kabat therapy is
very effective to improve the rehabilitation of Bell's Palsy patients when added to
medical therapy or physical therapy.
Key Words : Kabat Therapy, Bell’s Palsy
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subahanahu Wata’ala yang telah
review yang berjudul “Efektivitas Terapi Kabat Sebagai Terapi Adjektif pada Terapi
Medikasi dan Terapi Fisik Pasien Bell’s Palsy”. Shalawat serta salam penulis haturkan
kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, manusia terbaik yang Allah pilih untuk
menyampaikan risalahNya dan dengan sifat amanah yang melekat pada diri beliau,
risalah tersebut tersampaikan secara menyeluruh sebagai sebuah jalan cahaya kepada
Penulis menyadari dalam penulisan literature review ini masih jauh dari
sempurna dan banyak kekurangan baik dalam metode penulisan maupun dalam
Sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun mudah-
dorongan, serta semangat dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin
yakni Yth. drg. Hasmawati Hasan, M. Kes selaku Dosen Pembimbing, yang telah
penulisan literature review ini, selain pembimbing penulis juga ingin mengucapkan
v
1. Allah SWT dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang memberikan
2. Kepada kedua orang tua tercinta dan saudara-saudara yang selama ini
serta doa yang tidak henti-hentinya mengalir demi kelancaran dan kesuksesan
3. Dr. drg. Juni Jekti Nugroho, Sp. KG(K) selaku penasehat akademik yang
Maya, dan tak lupa untuk Musda, A.sul, Nisa, Uci, Kakak Fadil, Leri terima
kasih telah menjadi sahabat terbaik bagi peneliti yang selalu memberikan
7. Dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga
semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis bernilai dan Allah
vi
ucapan terima kasih dari penulis. Mohon maaf atas segala kesalahan yang
review ini. Semoga literature review ini dapat memberikan manfaat dalam
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN.......................................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN............................................................................................ iv
viii
2.2.2 Penegakan diagnosis ............................................................................. 19
LAMPIRAN ...............................................................................................................58
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Penderita Bell’s Palsy pada wajah bagian kiri ......................................15
Gambar 2.2 Gambaran klinis kelumpuhan saraf wajah perifer sisi kanan ................16
Gambar 2.3. Stimulasi otot frontalis ..........................................................................36
Gambar 2.4. Stimulasi otot corrugator ......................................................................36
Gambar 2.5 Stimulasi otot orbicularis oculi ..............................................................37
Gambar 2.6. Stimulasi otot levator labii superior .....................................................37
Gambar 2.7. Stimulasi otot buccinator dan risorius ..................................................38
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GRAFIK
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
Saraf wajah manusia adalah saraf kranial ketujuh(N.VII) dan terdiri dari
mengerutkan kening, membawa impuls saraf ke kelenjar lakrimal atau air mata,
kelenjar air liur, dan otot-otot tulang kecil di telinga tengah, tulang stapedius
dan juga mentransmisikan sensasi rasa dari lidah. Kerusakan atau trauma,
yang terdampak. Jika kelopak mata terlibat, penderita mungkin akan sulit
dan biasanya terjadi hanya di satu sisi. Kebanyakan orang yang tiba-tiba
Gejalanya berbeda pada setiap individu dari ringan hingga parah. Gejalanya
1
terjadi), kelemahan otot kelopak mata, hiperakusis, nyeri area daun telinga, dan
perubahan rasa. Sehingga Bell’s palsy yang bertahan lama memiliki efek
merusak pada gaya hidup, fisik dan sosial individu. Secara fungsional,
beberapa pasien terus menderita dalam waktu yang lebih lama.4 Prognosis
buruk terlihat pada kasus facial palsy total, jika gejala tidak sembuh dalam 3
minggu, orang dengan usia lebih dari 60 tahun, nyeri paling parah, virus herpes
kehamilan, dan dalam kasus degenerasi saraf wajah yang parah yang
Bell’s Palsy dapat terjadi pria dan wanita pada usia berapa pun, tetapi lebih
jarang terjadi sebelum usia 15 atau setelah usia 60 tahun.6,7 Insidensi tahunan
Bell’s Palsy yaitu sekitar 15-30 kasus per 100.000 populasi.6, Insidensi
menemukan bahwa kedua sisi wajah memiliki resiko kelumpuhan yang sama,
meskipun dalam penelitian lain ditemukan kecenderungan lebih untuk sisi kiri.
Dalam banyak penelitian, tidak ada variasi musiman yang ditemukan. Namun,
2
Dua jenis perawatan farmakologis utama telah digunakan untuk
Palsy, yaitu peradangan dan infeksi virus. Manfaat pengobatan tunggal dengan
dikombinasikan dengan obat steroid.3 Selain pilihan pengobatan Bell's palsy ini,
transmisi saraf dari saraf wajah sehingga bermanfaat untuk pasien Bell's palsy.4
yang dirujuk dari layanan neurologi ke pusat fisioterapis. Sangat sering, pasien
hanya diberitahu untuk tidak melakukan apa-apa dan bahwa fungsi otot dan
ekspresi wajah akan kembali tanpa intervensi apapun. Pasien yang dirujuk ke
terapi fisik biasanya dirawat dengan electrical stimulation dan facial exercise
pasien(85%) akan sembuh sebagian dalam 3-4 minggu dan sembuh total dalam
6 bulan. Namun, hanya 61% pasien dengan kelumpuhan total yang sembuh
total.9
Dari pasien yang tidak sembuh, gejala sisa sedikit pada 12% pasien, ringan
pada 13%, dan berat pada 4%. Prognosis untuk Bell palsy, meskipun tidak
diobati, baik untuk kebanyakan pasien. Namun, sekitar 30% dari mereka yang
tidak diobati akan mengalami pemulihan yang buruk, dengan kerusakan wajah
3
yang berkelanjutan, kesulitan psikologis, dan nyeri wajah.9 Rehabilitasi yang
facial paralysis.10
pada tahun 1940-an oleh Dr Herman Kabat dan Margaret Knott, ketika
stroke.11
pada peregangan, kemudian diikuti oleh kontraksi isometrik otot target. Teknik
PNF ini dapat membantu mengembangkan kekuatan dan daya tahan otot
4
keseluruhan.12 Sehingga jenis rehabilitasi fisik ini dianggap sebagai bagian
integral dari perawatan medis untuk mencapai pemulihan yang lebih baik dan
lebih cepat dari pasien yang menderita kelumpuhan wajah, terutama dalam
dengan penyakit ini, seperti sinkinesis dan hemispasme. Selain itu, ketika
diterapkan pada tahap awal, pemulihan terbukti lebih cepat dan lebih baik
sebagai berikut
2. Bagaimana efektivitas terapi kabat sebagai terapi adjektif pada terapi fisik
pasien Bell’s Palsy?
1. Untuk mengkaji efektivitas terapi kabat sebagai terapi adjektif pada terapi
2. Untuk mengkaji efektivitas terapi kabat sebagai terapi adjektif pada terapi
fisik pasien Bell’s Palsy.
5
1.4 Manfaat Studi Pustaka
gigi.
membaca berbagai buku, jurnal dan terbitan lain yang berkaitan dengan topik
atau isu tertentu. Dalam penyusunan literature review ini meringkas dari sebuah
topik yang sedang dipertimbangkan atau ruang lingkup literatur yang terkait
pada jurnal penelitian yang relevan dengan penelitian yang tidak dilakukan.
6
Sumber literatur dalam rencana penelitian ini terutama berasal dari jurnal
penelitian online yang menyediakan jurnal artikel gratis dalam format PDF,
dan sumber relevan lainnya. Sumber-sumber lain seperti buku teks dari
digunakan. Tidak ada batasan dalam tanggal publikasi selama literatur ini
relevan dengan topik penelitian. Namun, untuk menjaga agar informasi tetap
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kira-kira 1000 tahun sebelum Bell, dokter dan cendekiawan Persia, Razi
(865–925 M), menjelaskan facial palsy secara panjang lebar dalam teks abad
kesembilan 'al-Hawi'. Deskripsi yang luar biasa ini merujuk pada kontribusi
Galen dan Celsus, yang menggambarkan kelumpuhan wajah perifer dari sentral
sinistra, yang disertai dengan delirium, koma, hemiplegia, kebutaan, atau tuli,
dan cenderung memiliki prognosis yang buruk. Dokter lain yang mengenali
dengan kelumpuhan wajah unilateral pada tahun 1821. Sejak itu, kelumpuhan
kelumpuhan wajah akut dan unilateral.9 Juga dikatakan Bell’s Palsy atau
prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor neuron (LMN) akibat
paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit
neurologis lainnya.13
8
2.1.1 Epidemiologi
jarang terjadi, Bell’s Palsy dapat mempengaruhi kedua sisi wajah. Bell’s
Palsy terjadi pada semua usia, tetapi lebih jarang terjadi sebelum usia 15
atau setelah usia 60.2 Kecenderungan Bell’s Palsy memengaruhi pria dan
wanita sama besar atau setara. Akan tetapi, wanita muda yang berumur
10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur
yang sama.13 Angka insiden populasi berkisar antara 11,5 hingga 40,2
9
epidemiologi menunjukkan variasi musiman, dengan insiden yang
2.1.2 Etiologi
beberapa tahun terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis
beliau memberikan hipotesis bahwa HSV bisa tetap laten dalam ganglion
dalam cairan endoneural. Apabila HSV diinokulasi pada telinga dan lidah
tikus, maka akan ditemukan antigen virus dalam nervus fasialis dan
dengan banyak infeksi virus lainnya, seperti varicella zoster, HIV, sifilis,
10
Selain disebabkan oleh virus banyak bukti yang menunjukkan bahwa
eksaserbasi akut multiple sclerosis.1,7 Bukti untuk ini berasal dari temuan
11
Penyebab lain yang paling sering dari kelemahan wajah perifer
pencabutan gigi anestesi lokal, eksisi tumor atau kista, pembedahan TMJ
dan perawatan bedah fraktur wajah dan bibir sumbing, infeksi osteotomi
2.1.3 Patogenesis
Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi
diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada
saat melalui tulang temporal.13 Banyak virus, seperti HIV, virus Epstein-
Barr dan virus Hepatitis B telah dicurigai sebagai pemicu peradangan ini,
tetapi virus Herpes simpleks (HSV tipe 1 dan Herpes zoster) adalah
penyebab yang paling utama karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel
12
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis
fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu
primer.13
di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan
dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan
13
pada pasien yang terkena, bersama dengan peningkatan konsentrasi serum
diarahkan terhadap antigen mielin di saraf tepi, dalam hal ini saraf wajah.16
hilangnya sebagian atau total fungsi saraf wajah bisa sangat bervariasi.
Kriteria penting untuk fungsi saraf wajah meliputi penutupan kelopak mata,
pendengaran, sekresi air mata dan air liur, dan pengecapan. Kelumpuhan
diketahui oleh pasien saat melihat ke cermin, atau oleh anggota keluarga
pasien.16
14
Gambar 2.1. Penderita Bell’s Palsy pada wajah bagian kiri
Sumber : Karaganova I, Mindova S. Bell’s palsy : Physical Therapy and Surface Electromyography
Biofeedback. The 4th International Virtual Conference on Advanced Scientific Results 2016 p.243
pada otot dahi Jika otot frontalis berfungsi normal, tetapi bagian tengah dan
perifer. Ciri khas dari kelumpuhan saraf wajah perifer adalah kurangnya
kerutan pada dahi, posisi alis yang rendah (ptosis alis), penutupan kelopak
mata yang tidak lengkap, sudut mulut yang menggantung, dan lipatan
15
Gambar 2.2 Gambaran klinis kelumpuhan saraf wajah perifer sisi kanan: a) berkurangnya
persarafan dahi; b) lipatan nasolabial yang rata; c) sudut mulut yang terkulai; d) gangguan
penutupan kelopak mata dengan fenomena Bell saat pasien diminta menutup mata.
Sumber : Heckmann JG, Urban PP, Pitz S, et al. The Diagnosis and Treatment of Idiopathic Facial
Paresis(Bell’s Palsy). Dtsch Arztebl Int 2019; 116: 692
Gejala Bell's Palsy bervariasi dari orang ke orang dan dalam tingkat
meliputi : 2,3,13,16
wajah,
melorot;
g. sakit kepala,
16
j. penurunan rasa atau indera pengecapan.
dalam waktu 72 jam hingga satu minggu. Gejala lain mungkin termasuk rasa
telinga, suara terdengar lebih keras, gangguan bicara, pusing, dan kesulitan
sisa Bell’s palsy, beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinik:
air mata bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan.
lakrimalis.13
17
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
stapedius)
lidah
genikulatum)
pina.
18
a. disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus
Onset atau perkembangan yang lebih berbahaya selama lebih dari dua
lain), riwayat stres dan gejala pilek. Penilaian fenomena Bell dan refleks
harus diperiksa untuk massa atau ruam herpes. Pemeriksaan kepala dan
leher harus mencakup parotid dan seluruh tubuh harus diperiksa untuk
hadir di lebih dari 10% pasien dengan Bell's palsy, tes glukosa puasa atau
19
dideteksi dengan menggunakan hitung darah lengkap sehingga mencegah
jika tidak ada perbaikan pada paresis wajah bahkan setelah 1 bulan.
jika pasien memiliki tanda-tanda seperti lesi vesikuler di telinga luar atau
tinggal di daerah endemik penyakit Lyme. Kadar kalsium serum dan enzim
pengubah angiotensin akan lebih tinggi pada kasus sarkoidosis. Tes cairan
peningkatan jumlah sel dan kadar protein yang ringan dan tidak konsisten.
lesi dan derajat kerusakan nervus fasialis yaitu sebagai berikut :13
20
2. Uji konduksi saraf (nerve conduction test)
kanan.
3. Elektromiografi
5. Elektrogustometri
dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa
proksimalnya.
6. Uji Schirmer
21
2.1.6 Skala Penilaian(Grading System)
House dan Brackmann menjadi enam poin, dengan derajat I sesuai dengan
lanjut dari sisa paralisis dan setelah operasi reanimasi saraf wajah.16
fungsi wajah pasien dan memantau status mereka dari waktu ke waktu
untuk menilai jalannya pemulihan dan efek pengobatan. Skala ini juga
22
gambaran fungsi wajah. Kini banyak sistem penilaian kelumpuhan
Dysfunction
tak terlihat
minimal
III. Moderate Dysfunction
Kekenduran yang jelas, menutup
V. Severe Dysfunction
Gerakan kelopak mata yang
23
Mulut I. Normal Fungsi normal
gerakan mulut
Dysfunction
Sumber : Song I, et al. Profiling Bell’s Palsy Based on House-Brackmann Score. JAISCR 2013;
3(1): 42-3
area
24
III Moderate Jelas, tetapi tidak menampakkan
upaya maksimal
maksimal
ringan
sekali
Sumber : Samsudin WS, Sundaraj K. Evaluation and Grading Systems of Facial Paralysis for
Facial Rehabilitation. J Phys Ther Sci 2013; 25: 516–7
2. Sunnybrook Scale
25
penggunaan klinis. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3, skala ini
adalah yang paling asimetris), simetri gerakan sukarela (skor dari 0 hingga
Sistem Sunnybrook terbukti mudah dan cepat, dan dapat digunakan sebagai
Sumber : Samsudin WS, Sundaraj K. Evaluation and Grading Systems of Facial Paralysis for Facial
Rehabilitation. J Phys Ther Sci 2013; 25: 518
26
2.1.7 Penatalaksanaan
atau antivirus dan dalam kasus yang parah), terapi oksigen hiperbarik,
menggunakan arus listrik yang menyebabkan satu otot atau sekelompok otot
dapat dipertimbangkan.4,14
4. Terapi Medikamentosa
a. Terapi sistemik
27
dikurangi 10 mg setiap hari selama 5 hari berikutnya. Keduanya
tampak efektif.1
data yang bertentangan muncul dari uji coba yang berbeda dan,
28
b. Terapi lokal
1) Terapi mata
b. Terapi oral
29
5. Terapi Fisik
6. Operasi
30
Salah satu tindakan operatif yang dapat dikerjakan pada BP yaitu
mata atas, prosedur relaksasi otot, dan sling statis tersedia untuk
31
menderita facial paralysis. Jenis rehabilitasi fisik ini dianggap sebagai bagian
integral dari perawatan medis untuk mencapai pemulihan yang lebih baik dan
lebih cepat bagi pasien yang menderita kelumpuhan wajah, terutama pada
dengan penyakit ini, seperti sinkinesis dan hemispasme. Selain itu, bila
diterapkan pada tahap awal, pemulihan terbukti lebih cepat dan lebih baik
pada tahun 1940-an oleh Dr Herman Kabat dan Margaret Knott, ketika
stroke.11
keseluruhan.12
32
Proprioceptive Neuromuscular Facilitation(PNF) Stretching biasa
penelitian telah menunjukkan bahwa jika PNF dilakukan setelah atau tanpa
olahraga, hal itu meningkatkan kinerja otot.23 Literatur mengenai PNF telah
menjadikan teknik ini sebagai metode peregangan yang optimal bila tujuannya
lawan untuk menempatkan otot target pada peregangan; ini diikuti oleh
33
Antagonist-Contract, CRAC).23,25 Prosedur CR adalah salah satu teknik
CR, sendi digerakkan terlebih dahulu sampai titik restriksi otot di otot target.
pada otot target terhadap tahanan tetap. Setelah itu, sendi dipindahkan ke ROM
yang lebih besar dengan gaya yang diterapkan pada anggota tubuh oleh orang
lain, atau dengan kontraksi otot antagonis ke otot target. Prosedur ini dapat
diulangi satu kali atau lebih.22,23 Metode CRAC mengikuti prosedur yang sama
dirancang dan dilaksanakan secara khusus untuk setiap pasien secara terpisah
derajat fungsi otot, kecacatan fungsional dan nyeri. Teknik yang digunakan
a. Inisiasi ritmik
Digunakan pada pasien yang tidak dapat melakukan gerakan apa pun
koordinasi suatu gerakan; Hal itu dicapai mulai dari rentang gerak pasif
34
mengatur ritme, dan bila pasien dapat menginisiasi gerakan, pertama-
b. Peregangan berulang
c. Kombinasi isotonik
kontraksi dan gerakan otot sukarela untuk mencapai kendali aktif gerak,
melalui rentang gerak aktif yang diinginkan dan pada akhirnya terapis
belakang(kontraksi eksentrik).8
otot-otot utama dan bagaimana cara merangsang otot tersebut sedemikian rupa
35
untuk mendapatkan respon otot yang maksimal. Berikut foto-foto kekhususan
36
c. Stimulasi otot orbicularis oculi dilakukan dengan cara menarik bagian
otot inferior dan superior pada saat yang bersamaan dengan komponen
37
e. Stimulasi otot mayor dan minor zygomaticus dilakukan dengan
gerakan ke dalam
sudut mulut ke medial, jika pasien mendorong lebih dalam ke arah jari-
sedang sedih"
mulut Perintah lisannya : "cium, bisik". Otot ini sangat penting untuk
menutup mulut
38