OLEH:
Kelompok IX
SALSABILA
RENDI OKTANUS (11920211335)
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
telah diberikan kepada kami berupa makalah dengan judul “Pengawasan dalam Organisasi”
pada mata kuliah Manajemen . Semoga untuk ke depannya, makalah kami dapat dijadikan
referensi dan sebagai suatu wadah pengetahuan. Dalam penyusunan makalah ini kami yakin
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharap kepada para pendidik
khususnya dan para pembaca umumnya untuk memberikan saran dan kritik, dalam rangka
penyempurnaan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih.
Semoga dengan terselesaikan makalah ini menjadi amal sholeh bagi penulis dan hanya
kepada Allah SWT penulis memohon semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis
\
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang pemimpin harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kepemimpinan yang
diampunya. Dengan begitu upaya-upaya untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan organisasi
dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Tentunya hal ini tidak lepas dari peran pemimpin
untuk selalu memberikan pengawasan terhadap bawahannya. Pengawasan merupakan salah satu
fungsi manajemen dalam suatu organisasi yang berarti mengawasi dan mengevaluasi suatu
kegiatan dalam organisasi. Dalam makalah ini akan membahas mengenai pengawasan dalam
organisasi. Pengawasan sebagai aspek yang penting untuk menjaga kestabilan dan kefektifan
pelaksanaan kegiatan dalam suatu organisasi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pengawasan
Definisi pengawasan dalam manajemen adalah sebagai suatu usaha sistematis untuk
membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu
untuk menentukan apakah kinerja pelaksanaannya sejalan dengan standar tersebut dan untuk
mengambil tindakan korektif yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia
digunakan dengan seefektif dan seefisien mungkin dalam upaya-upaya mencapai tujuan. Berikut
merupakan pendapat para ahli manajemen mengenai pengerrtian pengawasan( Astuti dalam
Teori Organisasi Umum, (http://pyia.wordpress.com/2010/01/03/tugas-teori-organisasi-umum/),
diakses pada tanggal 27 Februari 2014):
Robbin (dalam Sugandha, 1999 : 150) menyatakan pengawasan itu merupakan suatu
proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga membutuhkan seorang manajer untuk
menjalankan tugas dan pekerjaan organisasi.
Kertonegoro (1998 : 163) menyatakan pengawasan itu adalah proses melalui manajer
berusaha memperoleh kayakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaannya.
Terry (dalam Sujamto, 1986 : 17) menyatakan pengawasan adalah untuk menentukan apa
yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tidakan korektif bila
diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana.
Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya melihat
sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti
memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang
direncanakan.
2. Tipe-tipe pengawasan
Ada tiga tipe dasar dalam pengawasan yaitu, pengawasan pendahuluan (feedforward
controle), pengawasan concurrent, dan pengawasan umpan-balik (feedback controle).
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
b Pengawasan concurrent
Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan balik, juga dikenal sebagai
past – action controls, mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-
sebab penyimpangan dari rencana atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan
untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang yang akan datang. Pengawasan ini bersifat historis,
pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.
Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen. Pengawasan pendahuluan
dan “ berhenti – terus”, cukup memadai untuk memungkinkan manajemen membuat tindakan
koreksi dan tetap dapat mencapai tujuan. Tetapi ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangakan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan itu. Pertama, biaya keduanya
mahal. Kedua, banyak kegiatantidak memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus.
Ketiga, pengawasan yang berlebihan akan menjadikan produktifitas berkurang. Oleh karena itu,
manejemen harus menggunakan sistem pengawasan yang paling sesuai bagi situasi tertentu.
3. Proses Pengawasan
Dalam pengawasan, proses merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan pengawasan
yang efektif dan efisien. Menurut Murdick (dalam Fatah, 1996:101), pengawasan merupakan
proses dasar yang secara esensial bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Pada
dasarnya awal dari proses pengawasan adalah langkah menentukan perencanaan, dengan
penetapan tujuan, standar ataupun sasaran pelaksanaan dalam suatu kegiatan. Proses dasar
tersebut terdiri dari tiga tahap(dalam Fatah, 1996: 101-102), yaitu:
Penentuan standar mencakup kriteria untuk semua lapisan pekerjaan (job performance) yang
terdapat dalam suatu organisasi. Standar ialah kriteria-kriteria untuk mengukur pelaksanaan
pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif. Standar pelaksaaan
(standard) ialah suatu pernyataan mengenaikondisi-kondisi yang terjadi bila suatu pekerjaan
dikerjakan secara memuaskan.Umumnya standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu efektivitas
menyangkut kriteria: biaya, waktu, kuantitas, dan kualitas. Dengan mengadaptasi karya Kroonts
dan O. Donnel, Murdick (dalam Fatah, 1996:101) mengemukakan lima ukuran kritis sebagai
standar: 1.Fisik(kuantitas atau kualitas sarana prasarana), 2. Biaya (biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan operasional), 3. Program (kegiatan yang akan dilaksanakan), 4. Pendapatan ( dana
yang didapat dari sumber dana), dan 5. Standar yang tak dapat diraba (intangible).Di antara
standar-standar yang telah dikemukakan, standar intangible merupakan standar yang sulit diukur,
biasanya tidak dinyatakan dalam ukuran kuantitas, tetapi bisa dalam bentuk kualitas suatu
organisasi yang memerlukan kualifikasi tersendiri.
Metode dan teknik koreksinya dapat dilihat/dijelaskan sesuai dengan klasifikasi fungsi-fungsi
manajemen: 1) perencanaan: pengawasan bertindak sebagai kriteria penilaian pelaksanaan kerja
terhadap rencana. Tahap umpan balik proses manajemen dapat berwujud meninjau kembali
rencana mengubah tujuan atau mengubah standar, 2) pengorganisasian: pengawasan bertindak
sebagai penialaian dalam organisasi, seperti memeriksa apakah struktur organisasi yang ada itu
cukup sesuai dengan standar, apakah tugas dan kewajiban telah dimengerti dengan baik, dan
apakah diperlukan penataan kembali orang-orang, 3) penataan staf (personalia): pengawasan
menilai penempatan sesuai dengan kemampuan dan jabatan atau tugas yang sesuai antara lain
melalui perbaikan sistem seleksi, perbaikan sistem latihan, dan menata kembali tugas-tugas, 4)
pengarahan: pengawasan menilai kemampuan pemimpin untuk memotivasi anggotanya dengan
mengembangkan kepemimpinan yang lebih baik, meningkatkan motivasi, menjelaskan pekerjaan
yang sukses, penyadaran akan tujuan yang secara keseluruhan apakah kerja sama antara
pimpinan dan anak buah berada dalam standar. Pengawasan membantu penilaian apakah
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf (personalia), dan pengarahan telah dilaksanakan
secara efektif.
Tahap ini merupakan tahap yang kritis dari proses pengawasan. Proses pembandingan
pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan
akan dianalisis untuk diketahui apakah terjadi penyimpangan atau tidak, serta besar kecilnya
penyimpangan dianalisis untuk diambil langkah selanjutnya yaitu langkah pengoreksian. Bila
analisis yang dilakukan terhadap penyimpangan mengindikasikan untuk tindakan koreksi, maka
tindakan ini harus segera dilakukan. Koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini
standar mungkin akan diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan secara
bersamaan. Tindakan koreksi bisa berupa:
Menurut paham klasik, pengawasan merupakan coercion atau compeling artinya proses yang
bersifat memaksa-maksa agar kegiatan-kegiatan pelaksanaan dapat disesuaikan dengan rencan
yang telah ditetapkan. Pengawasan ini terjadi pada zaman penjajahan Belanda, dimana selalu
dilakukan inspeksi yang mencari-cari kesalahan para bawahan yang tidak sesuai dengan perintah
atasan, selain itu juga agar bawahan tetap tunduk terhadap perintah atasan.
Berlainan dengan paham klasik, pengawasan menurut konsep didasarkan kepada kesadaran
yang bersifat cybernetic atau sistem cybernatic, yaitu sistem kesadaranyang memandang
organisasi atau ekosistem sebagai mesin homeostatic yangbekerja secara otomatis. Faham
pengawasan sebagai suatu sistem cybernetic adalah sebagai thermostat (pengukur suhu)
merupakan sistem yang mengatur diri sendiri. Prinsip dasar yang menjadi kunci dalam sistem
pengawasan adalah umpan balik (feedback). Karakteristik pokok sistem cybernetic: 1)
menentukan keseimbangan (equilibrum); 2) menerima perubahan-perubahan di dalam
lingkungan sebagai umpan balik terhadap sistem; 3) memindahkan informasi lingkungan
eksternal ke dalam sistem; dan 4) melakukan tindakan korektif yang cepat tatkala output
beroksilasi di luar batas kesadaran.
5. Informasi dan Pengawasan
b Jenis-jenis informasi
Pengawasan yang efektif didasarkan pada system informasi manajemen (MIS) yang
efektif. MIS dapat ditetapkan sebagai metode formal untuk memberikan informasi formal yang
dibutuhkan oleh manajer agar dapat melaksanakan tugas secara efektif. Nilai informasi yang
diberikan oleh MIS tergantung pada kualitas, kuantitas, dapat diperoleh setiap saat, dan relevan
dengan kegiata manajemen. Informasi yang dibutuhkan oleh manajer berbeda-beda bergantung
pada tingkat hierarki mereka. Misalnya, manajer puncak membutuhkan informasi perencanaan
strategic, manajer menengah membutuhkan sumber-sumber informasi baik yang berasal dari luar
maupun dari dalam, manajer tingkat bawah yang berurusan dengan pengendalian operasi sering
memerlukan informasi yang akurat dan yang sangat rinci, dan sebagian besar bersumber dari
dalam.
` Konsep MIS berhubungan erat dengan teknologi komputer, yang mencakup kapasitas
komputer, program dan bahasa program, terminal jarak jauh, disket, dan lain-lainnya. Organisasi
mungkin mempunyai MIS tanpa komputer, tetapi sistem akan kehilangan sebagian
“keampuhannya” tanpa bantuan komputer. Jadi pada dasarnya MIS membentu menajemen
melalui penyediaan personalia yang tepat dengan jumlah yang tepat dari informasi yang tepat
pula pada waktu yang tepat.
Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria-kriteria
utama adalah bahwa sisitem seharusnya 1) mengawasi kegiatan-kegiatn yang benar, 2) tepat
waktu, 3) biaya yang efektf, 4) tepat-akurat, dan 5) dapat diterima oleh yang bersangkutan. Bila
pemenuhan kriteria-kriteria tersebut semakin baik, maka semakin efektiflah sistem pengawasan
yang dilakukan. Menurut Handoko (2004:373-374) karakteristik-karakteristik pengawasan yang
efektif adalah sebagai berikut:
1. Akurat. Informasi tentang pelaksanaan kegiatan haru akurat. Data yang tidak akurat dari
sitem pengawasan dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang
keliru atau bahkan menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.
3. Obyektif dan menyeluruh. Informasi harus mudah dipahami dan bersifat obyektif serta
lengkap.
5. Realistik secara ekonomis. Biaya pelaksanaan sistem pengawasan harus lebih rendah,
atau paling tidak sama, dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem tersebut.
6. Realistik secara organisasional. Sitem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan
kenyataan-kenyataan organisasi.
10. Diterima para anggota organisasi. Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan
pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan otonomi,
tanggung jawab dan berprestasi.
Pengawasan yang efektif harus melibatkan semua tingkat manajer dari tingkat atas
sampai tingkat bawah, dan kelompok-kelompok kerja.Konsep pengawsan efektif ini mengacu
pada pengawasan mutu terpadu atau Total Quality Controle (TQC). Fingenbaum (1991)
menyatakan bahwa TQC sebagai suatu system untuk memadukan bermacam-macam kualitas
(pemeliharaan, perbaikan, pengembangan) produksi, dan pemasarannya dengan tingkat haraga
paling ekonomis tetapi dapat memberikan kepuasan bagi para pemakainya.
Di dalam dunia pendidikan TQC akan dapat efektif, jika pada setiap tingkatan pendidikan
mempunyai keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok kerja (guru) dan pimpinan dalam
melakukan pengawasan mutu. Partisipasi penuh setiap tingkatan atau kelompok dalam
melakukan pengawasan mutu biasanya disebut dengan Gugus Kendali Mutu (GKM) yang
bertujuan menjamin keberhasilan pengendalian mutu terpadu. Prinsip yang dipergunakan adalah
kontribusi setiap anggota dan ide yang diterima dipertimbangkan yang relevan dengan program
dan nilai-nilai yang dimiliki. Dalam hal ini tidak dikenal hubungan atasan bawahan, tetapi kita
yang komitmennya sama demi perbaikan mutu.
Beberapa kondisi yang harus diperhatikan jika pengawasan ini dapat berfungsi efektif
dalam bidang pendidikan (Fatah, 1996:106-107), antara lain:
a Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan criteria yang dipergunakan dalam system
pendidikan, yaitu relevansi, efektifitas, efisiensi, dan produktifitas. Tujuan-tujuan
pendidikan dalam berbagai tingkatan, mulai Tujuan Pendidikan Nasional (GBHN),
Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, Tujuan-tujuan mata pelajaran (TIU,TIK). Agar
standar pengawasan pendidikan ini berfungsi efektif semua itu harus dipahami dan
diterima oleh setiap anggota organisasi sebagai bagian, integral, misalnya system
EBTANAS sebagai standar kendali mutu pendidikan haris dianggap normal dan perlu.
b Sulit, tetapi srandar yang masih dapat dicapai harus ditentukan.ada dua tujuan pokok,
yaitu: 1) untuk memotivasi, dan 2) untuk dijadikan patokan guna membandingkan dengan
prestasi. Artinya jika pengawasan ini efektif akan dapat memoyivasi seluruh anggota
untuk mencapai prestasi yang tinggi. Karena tantangan biasanya menimbulkan berbagai
reaksi, maka daya upaya untuk mencapai standar yang sulit mungkin dapat
membangkitkan semangan yang lebih besar untuk mencapainya daripada kalau yang
harus dipenuhi itu hanya standar yang mudah. Namun demikian, jika target terlampau
tinggi atau terlalu sulit lemungkinan juga akan menimbulkan patah semangat. Oleh
karena itu, tidak menetapkan standar yang terlampau sulit sehingga bukan meningkatkan
prestasi belajar/pendidikan, malah sebaliknya, menurunkan prestasi
c Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi. Disini perlu
diperhatikan pola dan tata organisasi, seperti susunan, peraturan, kewenangan, dan tugas-
tugas yang telah digariskan dalam uraian tugas (job description).
e System pengawasan harus dikemudi (steering controls) tanpa mengorbankan otonomi dan
kehormatan manajerial tetapi fleksibel, artinya system pengawasan menunjukkan kapan,
dan di mana tindakan korektif harus diambil. Masalahnya pengawasan mempunyai
implikasi emosional dan motivasional yang berhubungan dengan konsekuensi fungsional
dan disfungsional.
1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah
dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.
2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi kepada
penggunaan sumber daya pendidikan (manusia/tenaga, sarana/prasarana, biaya) secara
efisiensi ekonomis.
Pengkajian tentang evaluasi di sini lebih terfokus pada evaluasi program karena dikaitkan
dengan kepentingan pimpinan/manajer.Sebagaimana bidang-bidang lainnya evaluasi program
menggunakan konsep-konsep penting dan khusus sebagai alat analisa. Konsep-konsep itu
meliputi:
Populasi sasaran (target population), yaitu kelompok yang dituju sebagai suatu sasaran.
Cost Benefit Analysis adalah studi hubungan antara ongkos/biaya dan hasil/manfaat dari
program yang dinyatakan dalam bentuk uang (analisis keuntungan).
Analisis keefektifan biaya (cost effectiveness analysis) yaitu studi tentang hubungan
antara ongkos dan hasil program yang dinyatakan dengan biaya per unit hasil yang
dicapai.
Unsure-unsur program,yaitu aspek-aspek yang jelas dan diskrit dari suatu program.
Hasil netto, yaitu dampak suatu program sesudah dikeluarkan efek pengacau.
Efek stokastik (stochhastic effects), yaitu fluktuasi pengukuran yang disebabkan factor
kebetulan (chance).
1. Unsur-unsur program
Pada umumnya, unsure program dapat ditentukan dengan dua carapendekatan, yaitu
pendekatan structural dan fungsional. Unsur-unsur program suatu pendekatan strukural:
Tujuan program;
Iklim kelas;
System penunjang administrasi;
Karakteristik guru;
Gaya implementasi.
Penjadwalan;
Kompetensi fisik;
Penempatan kerja;
Latihan jabatan;
Testing
Ada beberapa kriteria yang dipilih untuk digunakan dalam evaluasi yang berfungsi
sebagai acuan pengkajian. Jika kerangka acuan spesifik, misalnya mengevaluasi segi-segi
efisiensi ekonomis maka seperangkat kriteria yang relevan akan dipalih untuk dipergunakan. Jika
kerangka acuan luas dan tidak didefinisikan, misalnya evaluasi sebanyak mungkin aspek-aspek
program-program, maka evaluator memilih lebih banyak perangkat kriteria yang relevan. Ada
dua jenis kriteria yang dapat dipergunakan dalam evaluasi program, yaitu kriteria internal dan
eksternal. Kriteria internal adalah standar yang dapat diaplikasikan terhadap suatu program
dalam kerangka program itu sendiri. Kriteria eksternal adalah standar yang diterapkan terhadap
suatu program dari suatu sumber diluar kerangka program.
a. Kriteria internal
Banyak cara untuk menghitung pertimbangan biaya dan keuntungan. Dalam program-
program pendidikan umumnya biaya berkenaan dengan pengeluaran untuk personil, vasilitas,
material, perlengkapan, dan sub kategori dari masing-masing kategori. Dalam memaparkan biaya
program yang penting menunjukan angka-angka kasar mapun perbandingannya terhadap
keseluruhan dana program yang anggarkan, misalnya dalam bentuk persentase. Keuntungan
dijabarkan dari tujuan-tujuan program dalam bentuk standar bebas seperti prestasi yang ada
kaitannya dengan perkembangan dan pertumbuhan.
Dampak, yaitu efek lebih dibandingkan dengan yang mungkin terjadi secara alamiah,
yaitu tanpa kehadiran program. Yang dijadikan tolak ukur menilai dampak program ialah
mengidentifikasi ukuran hasil yang mencerminkan ukuran hasil.
b. Kriteria eksternal
Laju pengembalian internal (internal rate of return) yaitu keuntungan dan dihasilkan
satuan infestasi.
Program bukan lagi pada taraf perkembangan dan terdapat kepastian tentang hasil.
3. Efek pelipat gandaan (multiplier effects) disini diartikan bahwa efek pelipat ganda
sebagai dampak atas serangkaian kelompok sasaran. Biasanya program mempunyai lebih dari
satu sasaran. Meskipun yang dimaksud mempunyai satu kelompok sasaran, program itu
menghasilkan efek bagi kelompok sasaran lain. Misalnya program pendidikan lingkungan
tujuannya kelompok siswa, tetapi kelompok lain secara tidak langsung telah terpengaruh;
orangtua siswa, saudara-saudara dari sistem, masyarakat setempat. Dampak ini melipatgandakan
program. Karena itu sering suatu evaluasi dirancang utnuk mencoba mengungkap efek pelipat
ganda yang dimaksud.
4. Prinsip evaluasi
Metoda pengawasan tersiri dari 2 kelompok, yaitu meoda bukan kuantitatif dan metoda
kuantitatif.
a. Metode Pengawasan Non-Kuantitatif
Sebagian besar teknik-teknik kuantitatif cenderung untuk menggunakan data khusus dan
metoda-metoda kuantitatif untuk mengukur dan memeriksa kuantitas dan kualitas keluaran
(output). Metoda-metoda tersebut tersiri dari:
Penganggaran (budgetting)
Audit anggaran
Anggaran (budget) merupakan peralatan pengawasan yang digunakan sangat meluas baik
dalam berbagai organisasi. Penyiapan anggaran adalah suatu bagian integral dari proses
perencanaan, dan anggaran itu sendiri adalah hasil akhir proses perencanaan, atau pernyataan
rencana. Anggaran adalah laporan-laporan formal berbagai sumber daya keuangan yang
disisihkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu selama periode waktu yang ditetapkan.
Anggaran menunjukkan pengeluaran, peneriamaan, atau laba yang direncanak di waktu yang
akan datang. Anggaran mencerminkan sasaran, rencana, dan program-program organisasi yang
dnyatakan dalam bentuk bilangan. Angka-angka perencanaan ini menjadi sumber di mana
pelaksanaan di waktu yang akan datang diukur.
Metoda pengawasan efektif lainnya adalah dengan pemeriksaan akuntan (auditing), yaitu
suatu proses sistematik untuk memperoleh bukti secara objektif tentang pernyataan-pernyataan
berbagai kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan terssebut dengan criteria yang telah ditetapkan, dan penyampaian hasil-
hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Upaya pemeriksaan ini bertujuan untuk
membuktikan efektivitas, ketepatan, kebenaran, dan kejujuran pernyataan-pernyataan itu yang
biasanya berbentuk laporan-laporan. Secara tradisional, pemeriksaan akuntan berarti penilaian
bebas (independent) terhadap kebenaran dan kejujuran laporan-laporan keuangan organisasi.
Alat pengawasan ini dapat dibagi menjadi tiga kategori: (1) pemeriksaan akuntan publik (audit
ekstern), dan (2) pemeriksaaan intern (audit intern).
Pemeriksaan akuntan ekstern (external auditing) adalah pemeriksaan secara obyektif
terhadap laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan tujuan untuk
menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyejikan secara wajar keadaan keuangan dan
hasil usaha perusahaan atau organisasi itu. Audit ekstern dilakukan oleh akuntan publik atau
kantor-kantor akuntan yang telah didaftar negara. Tujuan pemeriksaan adalah bukan menyiapkan
laporan keuangan perusahaan, tetapi untuk menilai kewajaran informasi yang tercantum di dalam
laporan keuangan. Atau dengan kata lain, pemeriksaan akuntan ekstern bertujuan untuk
menentukan secara obyektif dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan manajemen di
dalam laporan. Oleh karena itu pemeriksaan akuntan harus dilaksanakan oleh pihak yang bebeas
dari pengaruh manajemen dan harus dapat dipercaya ditinjau sari sudut profesinya. Hasil
pemeriksaan disajikan dalam bentuk laporan pemeriksaan akuntan yang biasanya terikat pada
bentuk standar dan mengatur prinsip-prinsip akuntansi yang telah disetujui (di Indonesia –
prinsip-prinsip akuntansi indonesia – yang di tetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia).
Pemeriksaan intern (internal auditing), di lain pihak, merupakan kegiatan penilaian bebas
yang terdapat dalam organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan dan
kegiatan-kegiatan lain, untuk memberikan jasa kepada manajemen. Tujuan pemeriksaan intern
adalah membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka,
dengan cara menyejikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar penting
mengenai kegiatan-kegiatan mereka. Pemeriksaan intern berhubungan dengan semua tahap
kegiatan perusahaan, sehingga tidak hanyaterbatad pada pemeriksaan terhadap catatan-catatan
akuntansinya saja, tetapi juga struktur keuangan perusahaan, dan mencakup penilaian tidak
hanya ketepatan atau efektifitas tetapi juga efisiensi operasional (operational auditing). Untuk
mencapai tujuan tersebut, pemeriksaan intern melaksanakan kegiatan-kegiatan berikut:
Pemeriksaan intern dapat dilakukan sebagai suatu proyek terpisah yang ditugaskan kepada
beberapa personalia departemen keuangan, atau departemen lainnya, atau staf bagian
pemeriksaan intern. Pemeriksaaan intern mempunyai ruang lingkup lebih luas dan
pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan perusahaan. Penerapan teknik auditing sebagai
suatu cara penilaian efektivitas manajemen secara keseluruhan disebut audit manajemen. Audit
manajemen memeriksa tidak hanya sistem pengawsan organisasi tetapi juga meliputi
kebijaksanaan, program, penggunaan wewenang, prosedur dan metoda operasi, prosedur
keuangan, fasilitas-fasilitas fisik, serta kualitas dan efektivitas metoda-metoda manajerial
lainnya. Informasi yang didapatkan dari audit manajemen sangat membantu manajer untuk
menjamin bahwa seluruh kebijaksanaan dan prosedur sesuai dengan tujuan organisasi, walaupun
dalam pelaksanaannya mempunyai batasan-batasan biaya, ketrampilan dan taktik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini refrensi yang digunakan oleh penulis terbatas tetapi sudah
cukup. Apabila pembaca ingin menambah dari referensi yang lebih banyak dan baru itu akan
lebih baik. Untuk pembuatan makalah selanjutnya penulis menyarankan refrensi yang lebih
banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Ngalim. 2010. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.