Anda di halaman 1dari 27

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PEMBIMBING

MANAJEMEN AFDHOL RINALDI, M. Ec.

FUNGSI PENGAWASAN LINGKUNGAN DAN ORGANISASI

OLEH:
Kelompok IX

SALSABILA
RENDI OKTANUS (11920211335)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
telah diberikan kepada kami berupa makalah dengan judul “Pengawasan dalam Organisasi”
pada mata kuliah Manajemen . Semoga untuk ke depannya, makalah kami dapat dijadikan
referensi dan sebagai suatu wadah pengetahuan. Dalam penyusunan makalah ini kami yakin
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharap kepada para pendidik
khususnya dan para pembaca umumnya untuk memberikan saran dan kritik, dalam rangka
penyempurnaan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih.

Semoga dengan terselesaikan makalah ini menjadi amal sholeh bagi penulis dan hanya
kepada Allah SWT penulis memohon semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Penulis

\
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanggung jawab merupakan syarat utama dalam kepemimpinan. Tanpa memiliki


tanggung jawab, seseorang tidak akan mampu untuk menjadi pemimpin yang baik. Tanggung
jawab memiliki arti bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin harus mampu
mempertanggung jawabkan tindakan-tindakan yang di ambilnya sesuai dengan norma-norma
etika, sosial, dan ilmiah yang dapat diterima dan disetujui oleh berbagai pihak. Disini
pengambilan keputusan merupakan tindakan berani untuk mengambil resiko terhadap tantangan
dan hambatan yang mungkin akan mempersulit usaha-usaha pencapaian tujuan.

Seorang pemimpin harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kepemimpinan yang
diampunya. Dengan begitu upaya-upaya untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan organisasi
dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Tentunya hal ini tidak lepas dari peran pemimpin
untuk selalu memberikan pengawasan terhadap bawahannya. Pengawasan merupakan salah satu
fungsi manajemen dalam suatu organisasi yang berarti mengawasi dan mengevaluasi suatu
kegiatan dalam organisasi. Dalam makalah ini akan membahas mengenai pengawasan dalam
organisasi. Pengawasan sebagai aspek yang penting untuk menjaga kestabilan dan kefektifan
pelaksanaan kegiatan dalam suatu organisasi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar pengawasan dalam organisasi?

2. Bagaimana teknik dan metoda dalam pengawasan?

C. Tujuan

1. Menjelaskan konsep dasar pengawasan dalam organisasi.

2. Menjelaskan teknik dan metoda yang ada dalam pengawasan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pengawasan dalam Organisasi

1. Pengertian Pengawasan

Definisi pengawasan dalam manajemen adalah sebagai suatu usaha sistematis untuk
membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu
untuk menentukan apakah kinerja pelaksanaannya sejalan dengan standar tersebut dan untuk
mengambil tindakan korektif yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia
digunakan dengan seefektif dan seefisien mungkin dalam upaya-upaya mencapai tujuan. Berikut
merupakan pendapat para ahli manajemen mengenai pengerrtian pengawasan( Astuti dalam
Teori Organisasi Umum, (http://pyia.wordpress.com/2010/01/03/tugas-teori-organisasi-umum/),
diakses pada tanggal 27 Februari 2014):

George R. Tery (2006:395) mengartikan pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang


telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan
tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Robbin (dalam Sugandha, 1999 : 150) menyatakan pengawasan itu merupakan suatu
proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga membutuhkan seorang manajer untuk
menjalankan tugas dan pekerjaan organisasi.

Kertonegoro (1998 : 163) menyatakan pengawasan itu adalah proses melalui manajer
berusaha memperoleh kayakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaannya.

Terry (dalam Sujamto, 1986 : 17) menyatakan pengawasan adalah untuk menentukan apa
yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tidakan korektif bila
diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana.

Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya melihat
sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti
memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang
direncanakan.

Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11) mengatakan bahwa pada pokoknya pengawasan


adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang
atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya.

Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah


proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar
supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.

Kesimpulannya, pengawasan merupakan suatu usaha sistematik untuk menetapkan


standar pelaksanaan tujuan dengan tujuan-tujuan perencanaan,merancang system informasi
umpan balik,membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya,menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan
koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan
dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

2. Tipe-tipe pengawasan

Ada tiga tipe dasar dalam pengawasan yaitu, pengawasan pendahuluan (feedforward
controle), pengawasan concurrent, dan pengawasan umpan-balik (feedback controle).
Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a Pengawasan pendahuluan (feedforward controle)

Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawasan pendahuluan, atau sering


disebut steering controls, dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-
penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap
kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi, pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agrsif, dengan
mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah-
masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan
ini akan efektif hanya bila manajer mampu mendapatkan informasi akurat dan tepat pada
waktunya tentang perubahan-perubahan dalam lingkungan atau tentang perkembangan terhadap
tujuan yang diinginkan.

Pengawasan pendahuluan meliputi pengawasan terhadap hak-hal berikut:

o Pengawasan pendahuluan terhadap sumber daya manusia;

o Pengawasan pendahuluan terhadap bahan-bahan;

o Pengawasan pendahuluan terhadap modal;

o Pengawasan pendahuluan terhadap sumber daya finansial.

b Pengawasan concurrent

Pengawasan yang dilakukan bersama dengan pelaksanan kegiatan (concurrent controle).


Pengawasan ini, sering disebut pengawasan “Ya- Tidak”, screening control atau “berhenti-
terus”, dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini merupakan proses di
mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi
dulu sebelum kegiatan-kegiatan disa di lanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “double-
check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.

c Pengawasan umpan-balik (feedback controle)

Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan balik, juga dikenal sebagai
past – action controls, mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-
sebab penyimpangan dari rencana atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan
untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang yang akan datang. Pengawasan ini bersifat historis,
pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.

Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen. Pengawasan pendahuluan
dan “ berhenti – terus”, cukup memadai untuk memungkinkan manajemen membuat tindakan
koreksi dan tetap dapat mencapai tujuan. Tetapi ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangakan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan itu. Pertama, biaya keduanya
mahal. Kedua, banyak kegiatantidak memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus.
Ketiga, pengawasan yang berlebihan akan menjadikan produktifitas berkurang. Oleh karena itu,
manejemen harus menggunakan sistem pengawasan yang paling sesuai bagi situasi tertentu.

3. Proses Pengawasan

Dalam pengawasan, proses merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan pengawasan
yang efektif dan efisien. Menurut Murdick (dalam Fatah, 1996:101), pengawasan merupakan
proses dasar yang secara esensial bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Pada
dasarnya awal dari proses pengawasan adalah langkah menentukan perencanaan, dengan
penetapan tujuan, standar ataupun sasaran pelaksanaan dalam suatu kegiatan. Proses dasar
tersebut terdiri dari tiga tahap(dalam Fatah, 1996: 101-102), yaitu:

1. Menetapkan standar-standar pelaksanaan kegiatan

Penentuan standar mencakup kriteria untuk semua lapisan pekerjaan (job performance) yang
terdapat dalam suatu organisasi. Standar ialah kriteria-kriteria untuk mengukur pelaksanaan
pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif. Standar pelaksaaan
(standard) ialah suatu pernyataan mengenaikondisi-kondisi yang terjadi bila suatu pekerjaan
dikerjakan secara memuaskan.Umumnya standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu efektivitas
menyangkut kriteria: biaya, waktu, kuantitas, dan kualitas. Dengan mengadaptasi karya Kroonts
dan O. Donnel, Murdick (dalam Fatah, 1996:101) mengemukakan lima ukuran kritis sebagai
standar: 1.Fisik(kuantitas atau kualitas sarana prasarana), 2. Biaya (biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan operasional), 3. Program (kegiatan yang akan dilaksanakan), 4. Pendapatan ( dana
yang didapat dari sumber dana), dan 5. Standar yang tak dapat diraba (intangible).Di antara
standar-standar yang telah dikemukakan, standar intangible merupakan standar yang sulit diukur,
biasanya tidak dinyatakan dalam ukuran kuantitas, tetapi bisa dalam bentuk kualitas suatu
organisasi yang memerlukan kualifikasi tersendiri.

2. Pengukuran hasil atau pelaksanaan kegiatan

Tahap kedua dari proses pengawasan adalah menentukan pengukuran hasil/pelaksanaan


kegiatan untuk mengukur kegiatan nyata. Pengukuran ini berangkat dari penetapan standar-
standar pelaksanaan kegiatan. Dengan pengukuran, dapat mengukur hasil dari penetapan standar
yang telah dilakukan secara tepat. Pengukuran ini hendaknya mudah dilaksanakan dan tidak
memerlukan biaya banyak, serta dapat dipahamkan kepada seluruh anggota organisasi. Setelah
frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan dilakukan
sebagai proses yang berulang-ulang dan terus-menerus. Ada berbagai cara untuk mengukur
pelaksanan kegiatan dalam organisasi, diantaranya adalah menggunakan pengamatan (observasi)
dan dalam bentuk laporan-laporan, baik lisan maupun tertulis.

Metode dan teknik koreksinya dapat dilihat/dijelaskan sesuai dengan klasifikasi fungsi-fungsi
manajemen: 1) perencanaan: pengawasan bertindak sebagai kriteria penilaian pelaksanaan kerja
terhadap rencana. Tahap umpan balik proses manajemen dapat berwujud meninjau kembali
rencana mengubah tujuan atau mengubah standar, 2) pengorganisasian: pengawasan bertindak
sebagai penialaian dalam organisasi, seperti memeriksa apakah struktur organisasi yang ada itu
cukup sesuai dengan standar, apakah tugas dan kewajiban telah dimengerti dengan baik, dan
apakah diperlukan penataan kembali orang-orang, 3) penataan staf (personalia): pengawasan
menilai penempatan sesuai dengan kemampuan dan jabatan atau tugas yang sesuai antara lain
melalui perbaikan sistem seleksi, perbaikan sistem latihan, dan menata kembali tugas-tugas, 4)
pengarahan: pengawasan menilai kemampuan pemimpin untuk memotivasi anggotanya dengan
mengembangkan kepemimpinan yang lebih baik, meningkatkan motivasi, menjelaskan pekerjaan
yang sukses, penyadaran akan tujuan yang secara keseluruhan apakah kerja sama antara
pimpinan dan anak buah berada dalam standar. Pengawasan membantu penilaian apakah
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf (personalia), dan pengarahan telah dilaksanakan
secara efektif.

3. Menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana

Tahap ini merupakan tahap yang kritis dari proses pengawasan. Proses pembandingan
pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan
akan dianalisis untuk diketahui apakah terjadi penyimpangan atau tidak, serta besar kecilnya
penyimpangan dianalisis untuk diambil langkah selanjutnya yaitu langkah pengoreksian. Bila
analisis yang dilakukan terhadap penyimpangan mengindikasikan untuk tindakan koreksi, maka
tindakan ini harus segera dilakukan. Koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini
standar mungkin akan diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan secara
bersamaan. Tindakan koreksi bisa berupa:

a Mengubah standar mula-mula (kemungkinan terlalu tinggi atau terlalu rendah)

b Mengubah pengukuran pelaksanaan (inspeksi/kunjungan yang terlalu sering frekuensinya


atau kurang atau bahkan mengganti sistem pengukuran itu sendiri)

c Mengubah cara dalam menganalisa dan menginterpretasikan penyimpangan-


penyimpangan yang terjadi.

4. Pengawasan dan Konsep Sistem

a Pengawasan menurut paham klasik

Menurut paham klasik, pengawasan merupakan coercion atau compeling artinya proses yang
bersifat memaksa-maksa agar kegiatan-kegiatan pelaksanaan dapat disesuaikan dengan rencan
yang telah ditetapkan. Pengawasan ini terjadi pada zaman penjajahan Belanda, dimana selalu
dilakukan inspeksi yang mencari-cari kesalahan para bawahan yang tidak sesuai dengan perintah
atasan, selain itu juga agar bawahan tetap tunduk terhadap perintah atasan.

b Pengawasan menurut konsep sistem modern, cybernatic

Berlainan dengan paham klasik, pengawasan menurut konsep didasarkan kepada kesadaran
yang bersifat cybernetic atau sistem cybernatic, yaitu sistem kesadaranyang memandang
organisasi atau ekosistem sebagai mesin homeostatic yangbekerja secara otomatis. Faham
pengawasan sebagai suatu sistem cybernetic adalah sebagai thermostat (pengukur suhu)
merupakan sistem yang mengatur diri sendiri. Prinsip dasar yang menjadi kunci dalam sistem
pengawasan adalah umpan balik (feedback). Karakteristik pokok sistem cybernetic: 1)
menentukan keseimbangan (equilibrum); 2) menerima perubahan-perubahan di dalam
lingkungan sebagai umpan balik terhadap sistem; 3) memindahkan informasi lingkungan
eksternal ke dalam sistem; dan 4) melakukan tindakan korektif yang cepat tatkala output
beroksilasi di luar batas kesadaran.
5. Informasi dan Pengawasan

Dalam manajemen, penyaluran informasi merupakan sarana bagi berlangsungnya


pelaksanaan kegiatan dengan efektif dan efisien. Untuk melakukan pengawasan pun diperlukan
informasi yang tepat dan akurat untuk menganalisis berbagai penyimpangan yang terjadi, yang
kemudian pimpinan organisasi dapat mengambil keputusan yang tepat dan terbaik bagi
organisasi.

a Pengawasan sebagai suatu sistem informasi

Sesuai dengan pengertian pengawasan yaitu menetapkan standar pelaksanaan pekerjaan,


pengukuran pelaksanaan dibandingkan dengan standar atau mengoreksi kesenjangan-
kesenjangan maka proses pengawasan tidak akan terlaksana tanpa informasi. Oleh karena itu,
sistem pengawasan harus dipandang sebagai suatu sistem informasi, karena kecepatan dan
ketepatan tindakan korektif sebagai hasil akhir proses pengawasan bergantung pada macamnya
informasi yang diterima.

b Jenis-jenis informasi

Karakteristik informasi untuk pelaksanaan pengawasan berbeda dengan informasi yang


diperlukan untuk perencanaan. Perencanaaan tekanannya pada struktur masa depan, sedangkan
pengawasan tekanannya pada hal yang baru saja terjadi dan kecenderungan-kecenderungan yang
khusus.

Umumnya informasi pengawasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Pemasaran


pemakaian jasa/barang yaitu informasi yang berhubungan dengan kemajuan rencana kebutuhan
antara lain menyangkut kuota daerah pemasaran tenaga. Informasi pemasaran pada dasarnya
adalah untk mengukur rencana pemasokan dengan pelaksanaan; 2.Pabrikyaitu informasi yang
dipakai untuk mengukur pelaksanaan terhadap rencana keuangan organisasi.Katagorinya
menyangkut tenaga, bahan-bahan dan inventoris serta persediaan barang; ersonal yaitu
3.Personalyaitu informasi yang berhubungan dengan tindakan pelaksanaan kerja personal;
4.Keuanganyaitu informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana keuangan,
perputaran uang kas; 5.Riset, pengembangan, dan permesinan yaitu informasi yang menyangkut
hasil penelitian pengembangan dan teknik permesinan.
6. Pengawasan yang Efektif

Sistem informasi menajemen (MIS) memainkan peranan penting dalam pelaksanaan


fungsi-fungsi menajemen perencanaan dan pengawasan dengan efektif. MIS dapat didefenisikan
sebagai suatu metode formal pengadaan dan penyediaan bagi menajemen, informasi yang
diperlukan dengan akurat dan tepat waktu untuk membantu proses pembuatan keputusan dan
memungkinkan fungsi-fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional organisasi dilaksanakan
secara efektif. MIS adalah sistem pengadaan, pemrosesan, penyimpanan dan penyebaran
informasi yang direncanakan agar keputusan-keputusan menajemen yang efektif dapat dibuat.
Sistem menyediakan informasi yang lalu, sekarang dan yang akan datang serta kejadian-kejadian
di dalam dan di luar organisasi.

Pengawasan yang efektif didasarkan pada system informasi manajemen (MIS) yang
efektif. MIS dapat ditetapkan sebagai metode formal untuk memberikan informasi formal yang
dibutuhkan oleh manajer agar dapat melaksanakan tugas secara efektif. Nilai informasi yang
diberikan oleh MIS tergantung pada kualitas, kuantitas, dapat diperoleh setiap saat, dan relevan
dengan kegiata manajemen. Informasi yang dibutuhkan oleh manajer berbeda-beda bergantung
pada tingkat hierarki mereka. Misalnya, manajer puncak membutuhkan informasi perencanaan
strategic, manajer menengah membutuhkan sumber-sumber informasi baik yang berasal dari luar
maupun dari dalam, manajer tingkat bawah yang berurusan dengan pengendalian operasi sering
memerlukan informasi yang akurat dan yang sangat rinci, dan sebagian besar bersumber dari
dalam.

` Konsep MIS berhubungan erat dengan teknologi komputer, yang mencakup kapasitas
komputer, program dan bahasa program, terminal jarak jauh, disket, dan lain-lainnya. Organisasi
mungkin mempunyai MIS tanpa komputer, tetapi sistem akan kehilangan sebagian
“keampuhannya” tanpa bantuan komputer. Jadi pada dasarnya MIS membentu menajemen
melalui penyediaan personalia yang tepat dengan jumlah yang tepat dari informasi yang tepat
pula pada waktu yang tepat.
Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria-kriteria
utama adalah bahwa sisitem seharusnya 1) mengawasi kegiatan-kegiatn yang benar, 2) tepat
waktu, 3) biaya yang efektf, 4) tepat-akurat, dan 5) dapat diterima oleh yang bersangkutan. Bila
pemenuhan kriteria-kriteria tersebut semakin baik, maka semakin efektiflah sistem pengawasan
yang dilakukan. Menurut Handoko (2004:373-374) karakteristik-karakteristik pengawasan yang
efektif adalah sebagai berikut:

1. Akurat. Informasi tentang pelaksanaan kegiatan haru akurat. Data yang tidak akurat dari
sitem pengawasan dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang
keliru atau bahkan menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.

2. Tepat-waktu. Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila


kegiatan perbaikan harus dilakukan segera.

3. Obyektif dan menyeluruh. Informasi harus mudah dipahami dan bersifat obyektif serta
lengkap.

4. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategik. Sistem pengawasan harus memusatkan


perhatian pada bidang-bidang di mana penyimpangan-penyimpangan dari standar paling
sering terjadi atau yang akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.

5. Realistik secara ekonomis. Biaya pelaksanaan sistem pengawasan harus lebih rendah,
atau paling tidak sama, dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem tersebut.

6. Realistik secara organisasional. Sitem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan
kenyataan-kenyataan organisasi.

7. Terkoordinasi dengann aliran kerja organisasi. Informasi pengawasan harus terkoordinasi


dengan aliran kerja organisasi, karena 1) setiap tahap dari proses pekerjaan dapat
mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, dan 2) informasi pengawasan
harus sampai pada seluruh personalia yang memerlukannya.

8. Fleksibel. Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk memberikan tanggapan atau


reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan dari lingkungan.
9. Berrsifat sebagai petunjuk dan operasional. Sistem pengawasan efektif harus
menunjukkan, baik deteksi atau deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang harus
diambil.

10. Diterima para anggota organisasi. Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan
pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan otonomi,
tanggung jawab dan berprestasi.

Pengawasan yang efektif harus melibatkan semua tingkat manajer dari tingkat atas
sampai tingkat bawah, dan kelompok-kelompok kerja.Konsep pengawsan efektif ini mengacu
pada pengawasan mutu terpadu atau Total Quality Controle (TQC). Fingenbaum (1991)
menyatakan bahwa TQC sebagai suatu system untuk memadukan bermacam-macam kualitas
(pemeliharaan, perbaikan, pengembangan) produksi, dan pemasarannya dengan tingkat haraga
paling ekonomis tetapi dapat memberikan kepuasan bagi para pemakainya.

Di dalam dunia pendidikan TQC akan dapat efektif, jika pada setiap tingkatan pendidikan
mempunyai keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok kerja (guru) dan pimpinan dalam
melakukan pengawasan mutu. Partisipasi penuh setiap tingkatan atau kelompok dalam
melakukan pengawasan mutu biasanya disebut dengan Gugus Kendali Mutu (GKM) yang
bertujuan menjamin keberhasilan pengendalian mutu terpadu. Prinsip yang dipergunakan adalah
kontribusi setiap anggota dan ide yang diterima dipertimbangkan yang relevan dengan program
dan nilai-nilai yang dimiliki. Dalam hal ini tidak dikenal hubungan atasan bawahan, tetapi kita
yang komitmennya sama demi perbaikan mutu.

Beberapa kondisi yang harus diperhatikan jika pengawasan ini dapat berfungsi efektif
dalam bidang pendidikan (Fatah, 1996:106-107), antara lain:

a Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan criteria yang dipergunakan dalam system
pendidikan, yaitu relevansi, efektifitas, efisiensi, dan produktifitas. Tujuan-tujuan
pendidikan dalam berbagai tingkatan, mulai Tujuan Pendidikan Nasional (GBHN),
Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, Tujuan-tujuan mata pelajaran (TIU,TIK). Agar
standar pengawasan pendidikan ini berfungsi efektif semua itu harus dipahami dan
diterima oleh setiap anggota organisasi sebagai bagian, integral, misalnya system
EBTANAS sebagai standar kendali mutu pendidikan haris dianggap normal dan perlu.
b Sulit, tetapi srandar yang masih dapat dicapai harus ditentukan.ada dua tujuan pokok,
yaitu: 1) untuk memotivasi, dan 2) untuk dijadikan patokan guna membandingkan dengan
prestasi. Artinya jika pengawasan ini efektif akan dapat memoyivasi seluruh anggota
untuk mencapai prestasi yang tinggi. Karena tantangan biasanya menimbulkan berbagai
reaksi, maka daya upaya untuk mencapai standar yang sulit mungkin dapat
membangkitkan semangan yang lebih besar untuk mencapainya daripada kalau yang
harus dipenuhi itu hanya standar yang mudah. Namun demikian, jika target terlampau
tinggi atau terlalu sulit lemungkinan juga akan menimbulkan patah semangat. Oleh
karena itu, tidak menetapkan standar yang terlampau sulit sehingga bukan meningkatkan
prestasi belajar/pendidikan, malah sebaliknya, menurunkan prestasi

c Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi. Disini perlu
diperhatikan pola dan tata organisasi, seperti susunan, peraturan, kewenangan, dan tugas-
tugas yang telah digariskan dalam uraian tugas (job description).

d Banyaknya pengawasan harus dibatasi. Artinya jika pengawasan terhadap karyawan


terlampau sering, ada kecenderungan mereka kehilangan otonominya dan dapat
dipersepsi pengawasan itu sebagai pengekangan. Di beberapa segi dianggap bahwa
pengawasan itu sedemikian ketatnya, sehingga karyawan cenderung mulai berpikir untuk
melakukan pembelaan diri daripada berusaha menunjukkan prestasi kerja yang baik

e System pengawasan harus dikemudi (steering controls) tanpa mengorbankan otonomi dan
kehormatan manajerial tetapi fleksibel, artinya system pengawasan menunjukkan kapan,
dan di mana tindakan korektif harus diambil. Masalahnya pengawasan mempunyai
implikasi emosional dan motivasional yang berhubungan dengan konsekuensi fungsional
dan disfungsional.

f Pengawasan hendaknya mengacu pada tindakan perbaikan, artinya tidak hanya


mengungkap penyimpangan dari standar, tetapi penyediaan alternative perbaikan,
menentukan tindakan perbaikan.

g Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu: menemukan


masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan penaggulangan, melakukan
perbaikan, mengecek hasil perbaikan, mencegah timbulnya masalah serupa.
7. Evaluasi Program

Evaluasi adalah pembuatan pertimbangan menurut suatu perangkat criteria yang


disepakati dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut TR Morrison (Abdjul, 1982 dalam Fatah
(2009):107) ada tiga factor penting dalam konsep evaluasi, yaitu: pertimbangan (judgement),
deskripsi obyek penilaian, dan criteria yang bertanggung jawab (defensible criteria). Aspek
keputusan itu yang membedakan evaluasi sebagai suatu kegiatan dan konsep dari kegiatan dan
konsep lainnya, seperti pengukuran (measurement). Dalam hubungannya dengan manajemen
pendidikan, tujuan evaluasi antara lain:

1. Untuk memperoleh dasar bagi pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah
dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus.

2. Untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi kepada
penggunaan sumber daya pendidikan (manusia/tenaga, sarana/prasarana, biaya) secara
efisiensi ekonomis.

3. Untuk memperoleh fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan dilihat dari


aaspek tertentu misalnya program tahunan, kemajuan belajar.

Pengkajian tentang evaluasi di sini lebih terfokus pada evaluasi program karena dikaitkan
dengan kepentingan pimpinan/manajer.Sebagaimana bidang-bidang lainnya evaluasi program
menggunakan konsep-konsep penting dan khusus sebagai alat analisa. Konsep-konsep itu
meliputi:

 Populasi sasaran (target population), yaitu kelompok yang dituju sebagai suatu sasaran.

 Evaluasi Komprehensif (comprehensive evaluation), yaitu evaluasi yang mencakup


monitoring, menilai dampak dan analisis manfaat biaya (cost benefit).

 Cost Benefit Analysis adalah studi hubungan antara ongkos/biaya dan hasil/manfaat dari
program yang dinyatakan dalam bentuk uang (analisis keuntungan).
 Analisis keefektifan biaya (cost effectiveness analysis) yaitu studi tentang hubungan
antara ongkos dan hasil program yang dinyatakan dengan biaya per unit hasil yang
dicapai.

 System penyampaian (delivery system) yaitu pengaturan organisasi mencakup staf,


prosedur, dan kegiatan, sarana fisik dan bahan-bahan yang diperlukan untuk menjalankan
program.

 Perencanaan, yaitu proses menjabakan tujuan-tujuan umum ke dalam tujuan-tujuan


khusus bagi populasi sasaran yang relevan.

 Unsure-unsur program,yaitu aspek-aspek yang jelas dan diskrit dari suatu program.

 Efek-efek yang mengacaukan (confouding), yaitu hasil yang mengaburkan efek


sesungguhnya dari suatu program.

 Hasil netto, yaitu dampak suatu program sesudah dikeluarkan efek pengacau.

 Efek stokastik (stochhastic effects), yaitu fluktuasi pengukuran yang disebabkan factor
kebetulan (chance).

1. Unsur-unsur program

Pada umumnya, unsure program dapat ditentukan dengan dua carapendekatan, yaitu
pendekatan structural dan fungsional. Unsur-unsur program suatu pendekatan strukural:

 Tujuan program;

 Seleksi dasar kegiatan belajar;

 Rasional dan pendekatanterhadap evaluasi;

 Karakteristik siswa (kemampuan

Unsure-unsur program pendek atau fungsional, yaitu:

 Iklim kelas;
 System penunjang administrasi;

 Karakteristik guru;

 Gaya implementasi.

Sedangkan pendekatan fungsional dapat dipertimbangkan dalam menilai keseluruhan


program suatu sekolah. Berbeda dengan pendekatan structural yang mementingkan komponen
utama, tetapi pendekatan fungsional menekankan pada fungsi-fungsi utama dari suatu program,
misalnya:

 Evaluasi dan seleksi;

 Diagnosis dan remedial;

 Penjadwalan;

 Kompetensi fisik;

 Fungsi kepustakaan / sumber bacaam;

 Penempatan kerja;

 Latihan jabatan;

 Testing

2. Pengumpulan data unsur program

Kegiatan yang diperlukan adalah mengumpulkan data tentang program dan


mengorganisasi bahan secara sistematik. Deskripsi program dibedakan dua tingkat yaitu,
persepsi dan realitas. Persepsi merupakan apa yang dipandang oleh orang-orang yang dikenai
program merupakan hakikat program. Realita adalah berdasarkan observasi terhadap program,
apakah yang dipandang evaluator merupakan tujuan aktual program.
3. Kriteria evaluasi

Ada beberapa kriteria yang dipilih untuk digunakan dalam evaluasi yang berfungsi
sebagai acuan pengkajian. Jika kerangka acuan spesifik, misalnya mengevaluasi segi-segi
efisiensi ekonomis maka seperangkat kriteria yang relevan akan dipalih untuk dipergunakan. Jika
kerangka acuan luas dan tidak didefinisikan, misalnya evaluasi sebanyak mungkin aspek-aspek
program-program, maka evaluator memilih lebih banyak perangkat kriteria yang relevan. Ada
dua jenis kriteria yang dapat dipergunakan dalam evaluasi program, yaitu kriteria internal dan
eksternal. Kriteria internal adalah standar yang dapat diaplikasikan terhadap suatu program
dalam kerangka program itu sendiri. Kriteria eksternal adalah standar yang diterapkan terhadap
suatu program dari suatu sumber diluar kerangka program.

a. Kriteria internal

 Kriteria internal yang dipergunakan, yaitu koherensi. Koherensi adalah konsistensi si


antara unsur-unsur yang bertautan, misalnya evaluasi kurikulum dapat dianalisi dari :

 Koherensi antara tujuan dan evaluasi,

 Keherensi anatara tujuan dan kegiatan belajar,

 Koherensi kegiatan belajar dan evaluasi,

 Koherensi antara tujuan dan isi pelajaran.

 Kriteria internal yang dipergunakan, yaitu penyebaran sumber. Apakah sumber-sumber


manusia yang tersedia dan kemampuannya yang dispesifikasi dalam program. Banyak
program-program di sekolah mengalami kegagalan bukan karena desain yang tidak tepat,
melainkan kurang tepat memilih para pelaksana. Dalam mengajar kelompok misalnya,
siapa yang dipilih sebagai pemimpin. Jika pemimpin yang dipilih tidak berorientasi pada
kerjasama, maka pengelolaan kelompok untuk mencapai kesepakatan seluruh tim akan
tidak efektif.
 Tanggapan pemakai, sikap dan reaksi pemakai yang berpartisipasi dalam program sering
menjadi kriteria. Dari segi pemakai dapat dijadikan kriteria, misalnya kepuasan, urunan
terhadap tujuan, minat.

 Tanggapan penyedia, yaitu mengacu kepada tanggapan pihak yang menyediakan


program, dinilai dengan kriteria yang dijabarkan dari tujuan-tujuan program yang
ditetapkan.

 Keefektifan penggunaan biaya (cost effectiveness), yaitu mengkuatifikasikan penggunaan


biaya program dan keuntungan-keuntungan. Akan tetapi, tidak perlu dinyatakan dalam
bentuk uang. Misalnya, keefektifan penggunaan biaya program pendistribusian buku
paket, setiap Rp 500.00,00 biaya program, nilai skor rata-rata sebesar satu ringkat kelas
didalam analisis kefektifan biaya, keluaran atau keuntungan dinyatakan dalam arti hasil
nyata yang berlainan dari nilai uang. Dengan kata lain keefektifan dapat ditentukan
dengan jalan mengaitkan nilai uang dari sumber atau biaya yang dimaksudkan kedalam
program.

Banyak cara untuk menghitung pertimbangan biaya dan keuntungan. Dalam program-
program pendidikan umumnya biaya berkenaan dengan pengeluaran untuk personil, vasilitas,
material, perlengkapan, dan sub kategori dari masing-masing kategori. Dalam memaparkan biaya
program yang penting menunjukan angka-angka kasar mapun perbandingannya terhadap
keseluruhan dana program yang anggarkan, misalnya dalam bentuk persentase. Keuntungan
dijabarkan dari tujuan-tujuan program dalam bentuk standar bebas seperti prestasi yang ada
kaitannya dengan perkembangan dan pertumbuhan.

 Dampak, yaitu efek lebih dibandingkan dengan yang mungkin terjadi secara alamiah,
yaitu tanpa kehadiran program. Yang dijadikan tolak ukur menilai dampak program ialah
mengidentifikasi ukuran hasil yang mencerminkan ukuran hasil.

b. Kriteria eksternal

1. Pengarahan kebijakan, biasanya program-program yang harus dilaksanakan dalam


kerangka pengarahan kebijakan tertentu. Misalnya: penataran dan lokakarya, seberapa jauh
program penataran dan lokakarya itu setia kepada pengarahan kebijakan yang ditentukan oleh
proyek (pimpinan proyek).

2. Cost Benefit Analysis, yaitu menghendaki perkiraan keuntungan-keuntungan program


baik yang segera tanpak maupun yang tidak segera tanpak, dan biaya pelaksanaan program, baik
biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Standar ukuran biasanya uang (monetary unit).
Keuntungan adalah satuan hasil (outcome unit) yang diperoleh dari program yang mungkin
terdiri dari meningkatkan tanggungjawab masyarakat, atau meningkatnya produktivitas. Biaya
dalam masukan program, yakni sumber-sumber yang diperlukan untuk pelaksanaan program
misalnya: gaji, bahan, ongkos perjalanannya. Keuntungan dan biaya dapat dibandingkan dengan
menghitung salah satu dibawah ini:

 Perbandingan keuntungan dengan biaya (benefit cost) yaitu keuntungan dibagi


biaya.

 Keuntungan bersih (net benefit) : kenuntungan dikurangi biaya.

 Laju pengembalian internal (internal rate of return) yaitu keuntungan dan dihasilkan
satuan infestasi.

Analisis keuntungan biaya ini dapat dipergunakan dengan syarat :

 Program mempunyai pembiayaan tersendiri.

 Program bukan lagi pada taraf perkembangan dan terdapat kepastian tentang hasil.

 Besarnya dampak yang ditaksir.

 Keuntungan dapat dikuantifikasikan.

 Alternatif program dipertimbangkan dan efisiensi merupakan satu kriteria dalam


keputusan.

3. Efek pelipat gandaan (multiplier effects) disini diartikan bahwa efek pelipat ganda
sebagai dampak atas serangkaian kelompok sasaran. Biasanya program mempunyai lebih dari
satu sasaran. Meskipun yang dimaksud mempunyai satu kelompok sasaran, program itu
menghasilkan efek bagi kelompok sasaran lain. Misalnya program pendidikan lingkungan
tujuannya kelompok siswa, tetapi kelompok lain secara tidak langsung telah terpengaruh;
orangtua siswa, saudara-saudara dari sistem, masyarakat setempat. Dampak ini melipatgandakan
program. Karena itu sering suatu evaluasi dirancang utnuk mencoba mengungkap efek pelipat
ganda yang dimaksud.

4. Prinsip evaluasi

 Prinsip berkesinambungan, artinya evaluasi dilakukan secar berlanjut.

 Prinsip mengeluarkan, artinya keseluruhan aspek dalam program (komponen)


dievaluasi.

 Prinsip objektif, artinya evaluasi mempunyai tingkat kebebasan dari


subyektivitas atau bias pribadi evaluator.

 Prinsip keterandalan dan sahih, yaitu mengandung internal konsistensi dan


benar-benar mengukur apa yang harus diukur.

 Prinsip penggunaan kriteris, yaitu kriteria internal dan eksternal untuk


evaluasi program, dan untuk evaluasi hasil belajar, biasanya digunakan
kriteria standar patokan (mutlak) dan kriteria normal (standar relatif).

B. Teknik dan Metoda Pengawasan

Pengawasan sebenarnya mengandung arti sebagai penjaga stabilitas dan ekuilibrum


(keseimbangan). Keseimbangan ini dapa terjadi apabila seorang manajer (disini adalah sebagai
pengawas) dituntut untuk selalu dapat merubah substansi pekerjaan atau standar yang
digunakannya dalam mengukur pelaksanaan pengawasan. Penggunaan berbagai teknik dan
metoda pengawasan hendaknya digunakan secara simultan, tidak berdiri sendiri.

1. Perbedaan Tipe Metoda Pengawasan

Metoda pengawasan tersiri dari 2 kelompok, yaitu meoda bukan kuantitatif dan metoda
kuantitatif.
a. Metode Pengawasan Non-Kuantitatif

Metoda-metoda ini merupakan metoda pengawasan yang digunakan manajer dalam


pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen. Pada umumnya, hal ini mengawasai keseluruhan
(overall) “performance” atau kinerja dari organisasi. Dan sebagian besar mengawasi sikap
“performance” atau kinerja anggota (karyawan). Teknik-teknik yang sering digunakan meliputi:
1) pengamatan (control by observation), 2) inspeksi teratur dan langsung (control by regular and
spot inspection), 3) pelaporan lisan dan tertulis (control by report), 4) evaluasi pelaksanaan, dan
5) diskusi antara manajer dan bawahan tentang pelaksanaan suatu kegiatan. Ukuran-ukuran
tersebut biasanya digunakan dalam pengarahan dan pengawasan satuan kerja.

b. Teknik-teknik Pengawasan Kuantitatf

Sebagian besar teknik-teknik kuantitatif cenderung untuk menggunakan data khusus dan
metoda-metoda kuantitatif untuk mengukur dan memeriksa kuantitas dan kualitas keluaran
(output). Metoda-metoda tersebut tersiri dari:

 Penganggaran (budgetting)

 Audit anggaran

2. Penggunaan Anggaran dalam Pengawasan

Anggaran (budget) merupakan peralatan pengawasan yang digunakan sangat meluas baik
dalam berbagai organisasi. Penyiapan anggaran adalah suatu bagian integral dari proses
perencanaan, dan anggaran itu sendiri adalah hasil akhir proses perencanaan, atau pernyataan
rencana. Anggaran adalah laporan-laporan formal berbagai sumber daya keuangan yang
disisihkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu selama periode waktu yang ditetapkan.
Anggaran menunjukkan pengeluaran, peneriamaan, atau laba yang direncanak di waktu yang
akan datang. Anggaran mencerminkan sasaran, rencana, dan program-program organisasi yang
dnyatakan dalam bentuk bilangan. Angka-angka perencanaan ini menjadi sumber di mana
pelaksanaan di waktu yang akan datang diukur.

Anggaran adalah bagian fundamental dari banyak program pengawasan organisasi.Setelah


anggaran direncanakan, pengukuran dilakukan dan dibandingkan dengan jumlah yang
dianggarkan secara periodic.Manajemen dapat menggunakan standar ini sebagai standar
pelaksanaan yang jelas dan tidak mendua.Standar ini biasanya dalam bentuk moneter (rupiah),
yang mudah digunakan sebagai penyebut bagi berbagai jenis kegiatan organisasi-personalia,
pembelian, manufacturing, pemasaran, dan sebagainya- dan dapat juga digunakan bagi system
akuntansi organisasi yang ada untuk meliput seluruh departemen. Selain menjadi alat perncanaan
dan pengawasan anggaran juga merupakan alat utama pengkoordinasian kegiatan-kegiatan
organisasi. Interaksi antara manajer dan bawahan selama proses penyusunan anggaran akan
membantu penentuan dan integrasi kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan para anggota
organisasi.

Pengawasan anggaran (budgetary control) adalah suatu system penggunaan bentuk-bentuk


sasasran yang telah ditetapkan dalam suatu anggaran untuk mengawasi kegiatan-kegiatan
manajerial, dengan melakukan perbandingan pelaksanaan nyata dan pelaksanaan yang
direncanakan.Jadi, perencanaan anggaran adalah penetapan standar sebagai langkah perrtama
dalam pengawasan. Pengawasan anggaran merupakan aplikasi sederhana dan langsung dari
prinsip-prinsip proses pengawasan. Anggaran disusun, kemudian laporan penerimaan dan
pengeluaran nyata dibuat.Setiap jenis anggaran kemudian dibandingkan dengan pelaksanaan
nyata, dan penyimpangan-penyimpangan (variances) dapat dicatat.Hal ini memungkinkan
manajer mempunyai informasi yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan korektif, seperti 1)
menaikkan penerimaan, 2) mengurangi pengeluaran, atau 3) memperbaiki anggaran.

3. Penggunaan Pemeriksaan Akuntan (Auditing) Untuk Pengawasan

Metoda pengawasan efektif lainnya adalah dengan pemeriksaan akuntan (auditing), yaitu
suatu proses sistematik untuk memperoleh bukti secara objektif tentang pernyataan-pernyataan
berbagai kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan terssebut dengan criteria yang telah ditetapkan, dan penyampaian hasil-
hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Upaya pemeriksaan ini bertujuan untuk
membuktikan efektivitas, ketepatan, kebenaran, dan kejujuran pernyataan-pernyataan itu yang
biasanya berbentuk laporan-laporan. Secara tradisional, pemeriksaan akuntan berarti penilaian
bebas (independent) terhadap kebenaran dan kejujuran laporan-laporan keuangan organisasi.
Alat pengawasan ini dapat dibagi menjadi tiga kategori: (1) pemeriksaan akuntan publik (audit
ekstern), dan (2) pemeriksaaan intern (audit intern).
Pemeriksaan akuntan ekstern (external auditing) adalah pemeriksaan secara obyektif
terhadap laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan tujuan untuk
menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyejikan secara wajar keadaan keuangan dan
hasil usaha perusahaan atau organisasi itu. Audit ekstern dilakukan oleh akuntan publik atau
kantor-kantor akuntan yang telah didaftar negara. Tujuan pemeriksaan adalah bukan menyiapkan
laporan keuangan perusahaan, tetapi untuk menilai kewajaran informasi yang tercantum di dalam
laporan keuangan. Atau dengan kata lain, pemeriksaan akuntan ekstern bertujuan untuk
menentukan secara obyektif dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan manajemen di
dalam laporan. Oleh karena itu pemeriksaan akuntan harus dilaksanakan oleh pihak yang bebeas
dari pengaruh manajemen dan harus dapat dipercaya ditinjau sari sudut profesinya. Hasil
pemeriksaan disajikan dalam bentuk laporan pemeriksaan akuntan yang biasanya terikat pada
bentuk standar dan mengatur prinsip-prinsip akuntansi yang telah disetujui (di Indonesia –
prinsip-prinsip akuntansi indonesia – yang di tetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia).

Pemeriksaan intern (internal auditing), di lain pihak, merupakan kegiatan penilaian bebas
yang terdapat dalam organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan dan
kegiatan-kegiatan lain, untuk memberikan jasa kepada manajemen. Tujuan pemeriksaan intern
adalah membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka,
dengan cara menyejikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-komentar penting
mengenai kegiatan-kegiatan mereka. Pemeriksaan intern berhubungan dengan semua tahap
kegiatan perusahaan, sehingga tidak hanyaterbatad pada pemeriksaan terhadap catatan-catatan
akuntansinya saja, tetapi juga struktur keuangan perusahaan, dan mencakup penilaian tidak
hanya ketepatan atau efektifitas tetapi juga efisiensi operasional (operational auditing). Untuk
mencapai tujuan tersebut, pemeriksaan intern melaksanakan kegiatan-kegiatan berikut:

 Pemeriksaan dan penilaian terhadap baik tidaknya pengendalian akuntansi dan


pengendalian administratif dan mendorong penggunaan cara-cara efektif dengan biaya
minimum.

 Menentukan sampai seberapa jauh pelaksanaan kebijaksanaan manajemen atas dipatuhi.

 Menentukan sampai seberapa jauh kekayaan perusahaan dipertanggungjawabkan dan


dilindungi dari segala macam bahaya kerugian.
 Menentukan dapat dipercaya tidaknya informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian di
perusahaan.

 Memberikan rekomendasi perbaikan kegiatan-kegiatan perusahaan.

Pemeriksaan intern dapat dilakukan sebagai suatu proyek terpisah yang ditugaskan kepada
beberapa personalia departemen keuangan, atau departemen lainnya, atau staf bagian
pemeriksaan intern. Pemeriksaaan intern mempunyai ruang lingkup lebih luas dan
pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan perusahaan. Penerapan teknik auditing sebagai
suatu cara penilaian efektivitas manajemen secara keseluruhan disebut audit manajemen. Audit
manajemen memeriksa tidak hanya sistem pengawsan organisasi tetapi juga meliputi
kebijaksanaan, program, penggunaan wewenang, prosedur dan metoda operasi, prosedur
keuangan, fasilitas-fasilitas fisik, serta kualitas dan efektivitas metoda-metoda manajerial
lainnya. Informasi yang didapatkan dari audit manajemen sangat membantu manajer untuk
menjamin bahwa seluruh kebijaksanaan dan prosedur sesuai dengan tujuan organisasi, walaupun
dalam pelaksanaannya mempunyai batasan-batasan biaya, ketrampilan dan taktik.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengawasan dalam manajemen


adalah sebagai suatu usaha sistematis untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau
tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja pelaksanaannya
sejalan dengan standar tersebut dan untuk mengambil tindakan korektif yang diperlukan untuk
melihat bahwa sumber daya manusia digunakan dengan seefektif dan seefisien mungkin dalam
upaya-upaya mencapai tujuan.Fungsi pengawasan menejerial itu sendiri berhubungan dengan
fungsi-fungsi menejerial yang lainnnya. Pengawasan dalam menejemen itu sendiri mempunyai
tipe-tipe, tahap-tahap, karakteristik pengawasan yang efektif, tehnik, metode, serta alat bantu
untuk mencapai tujuan pengawasan itu sendiri. Dengan berkembangnya peraturan atau ketetapan
baru tantang pengawasan dalam menejemen kita tidak hanya melihat kinerja para staf-staf, dan
anggota dalam menejemen saja akan tetapi mencari jalan keluar apabila terjadi permasalahan.
Para pengawas berkewajiban memberi bimbingan, pembinaan, serta petunjuk-petunjuk yang
diperlukan. Agar semua staf serta anggota-anggota dapat melaksanakan tugasnya.

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini refrensi yang digunakan oleh penulis terbatas tetapi sudah
cukup. Apabila pembaca ingin menambah dari referensi yang lebih banyak dan baru itu akan
lebih baik. Untuk pembuatan makalah selanjutnya penulis menyarankan refrensi yang lebih
banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Novia dalam Teori Organisasi Umum (online)


(http://pyia.wordpress.com/2010/01/03/tugas-teori-organisasi-umum/), diakses pada tanggal 27
Februari 2014.

Handoko, Tani. 2004. Manajemen (edisi lima). Yogyakarta: UGM

Purwanto, Ngalim. 2010. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai