Anda di halaman 1dari 23

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN DENGAN PENDEKATAN

PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN LITERASI


DIGITAL DALAM KONTEKS PEMBERDAYAAN PEMUDA ABAD 21

PROPOSAL DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor
Pendidikan Masyarakat

NUNU MAHMUD FIRDAUS


NIM …………..

PENDIDIKAN MASYARAKAT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2022
PROPOSAL DISERTASI

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Abad 21 ditandai dengan perubahan dari berbagai aspek kehidupan

masyarakat Indonesia termasuk dalam aspek pendidikan yang tak lepas mendapatkan

pengaruh dari dunia luar dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh (Daud et al., 2021) bahwa

perkembangan di abad 21 ini memberikan perubahan pada pola pendidikan dan

kebutuhan dalam dunia kerja. Kini, dunia kerja tidak hanya memerlukan lulusan

perguruan tinggi dengan nilai akademik yang baik, namun juga memiliki

keterampilan pendukung (soft skill) yang kompleks. Diantara soft skill yang kompleks

itu, salah satunya adalah kemampuan menggunakan perangkat digital atau literasi

digital.

Selain itu juga, kini Indonesia mengalami bonus demografi dimana jumlah

penduduk yang berada pada usia produktif (15-64 tahun) berjumlah lebih banyak

disbanding penduduk yang tidak lagi produktif. Mengingat perubahan zaman yang

begitu cepat dan melahirkan peluang sekaligus tantangan baru. Maka dari itu, sebagai

pendidik perlu memberikan bekal kepada anak-anak muda sebagai usia produktif

dengan berbagai keterampilan pendukung, sehingga mereka bisa memenangkan

persaingan dan bisa bertahan di era baru ini melalui sebuah pelatihan khusus yang

mengupas tuntas mengenai literasi digital.

Pelatihan merupakan proses meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

seseorang khususnya mahasiswa. Menurut (Daud et al., 2021) pelatihan merupakan

1
2

suatu metode yang digunakan untuk melakukan pengembangan sumber daya manusia

yang berkaitan dengan kemampuan atau keterampilan ((Apriliana & Nawangsari,

2021). Sedangkan menurut (Harding & Kadiyono, 2018) pelatihan adalah usaha

dalam bentuk proses tertentu untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan,

serta sikap dan perilaku sesuai dengan perubahan teknologi atau sesuai dengan

tuntutan pekerjaan/jabatan. Pelatihan juga merupakan proses yang berkelanjutan di

kelas, di program, baik di lingkungan organisasi kerja ataupun bisnis. Selain itu,

pelatihan juga sebuah proses untuk mempersingkat waktu dalam memperoleh

pengalaman, baik untuk anggota organisasi yang baru maupun yang sudah memiliki

pengalaman.

Pelatihan literasi digital sangat penting bagi mahasiswa. Hal ini sejalan

dengan yang diungkapkan oleh (Saputra & Salim, 2020) bahwa literasi digital

menjadi bagian penting dalam pengembangan proses pembelajaran di perguruan

tinggi. Menurut (Harding & Kadiyono, 2018) pelatihan memiliki maksud untuk

merencanakan suatu desain untuk memudahkan peningkatan keahlian, pengetahuan,

sikap dan perilaku. Hal ini juga sejalan dengan yang diungkapkan oleh (Cahya et al.,

2021) bahwa pelatihan sangat bermanfaat bagi seseorang yang memiliki kekurangan

terhadap kemampuan dan pengetahuan. Dengan demikian, peran seorang pengajar

atau dosen tidak hanya sekedar memberikan ilmu secara kognitif saja, tapi juga

diperlukan memberikan keterampilan melalui sebuah pelatihan yang dapat

menunjang perkembangan zaman khususnya dalam bidang teknologi. Sehingga

mahasiswa memiliki keterampilan digital atau yang disebut dengan literasi digital
3

yang relevan di bidangnya.

Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa terjadinya kesenjangan antara

kemampuan mahasiswa dengan yang dikehendaki oleh tempat kerja. Banyak masalah

yang dihadapi pemuda di Indonesia terutama untuk yang sudah memiliki gelar

sarjana. Salah satu permasalahannya adalah tingginya angka pengangguran terdidik.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Februari 2019,

penganggur terbuka di Indonesia mencapai 6,8 juta atau 5,01%dari angkatan kerja

yang mencapai 136,2 juta. Hal ini diakibatkan karena rendahnya kompetensi yang

dimiliki oleh lulusan sekolah atau bahkan perguruan tinggi. Salah satu kelemahan itu

adalah terkait dengan penguasaan penggunaan teknologi digital. Selain itu juga,

mahasiswa atau pemuda sekarang adalah generasi Z dengan karakteristik yang lekat

dengan internet dan online (Internet, 2020).

Dalam abad 21 ini, seseorang dituntut untuk memiliki kemampuan

digitalisasi. Dikarenakan kini semua serba online melalui berbagai macam laman

digital. Terlebih pula untuk para pemuda yang menjadi penggerak utama negeri ini,

harus dibekali ilmu dan keterampilan yang dapat mengembangkan dirinya di dunia

kerja nanti setelah lulus kuliah. Hal ini relevan dengan yang dijelaskan oleh

(Rohmah, 2018) bahwa terjadinya kesenjangan antara kemampuan karyawan dengan

yang dikehendaki organisasi.

Untuk mengatasi permasalahan dan kesenjangan tersebut, maka diperlukan

adanya sebuah pelatihan khusus untuk meningkatkan literasi digital mahasiswa

sebagai pemuda dan calon karyawan yang akan bergabung di dunia kerja. Hal ini
4

sejalan dengan yang diungkapkan oleh (Cahya et al., 2021) bahwa “pelatihan

merupakan sebuah bentuk upaya yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk

peningkatan kemampuan karyawannya”. Dengan demikian diharapkan seluruh

potensi yang dimiliki mahasiswa sebagai calon karyawan yang nantinya akan

mengarungi dunia kerja dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap

sehingga kesenjangan berkurang atau tidak akan terjadi lagi. Hal ini juga sejalan

dengan yang diungkapkan oleh (Dinata, 2021) bahwa mahasiswa dengan kemampuan

literasi digital yang baik akan berupaya untuk mencari/menyeleksi informasi yang

penting serta memahami, mengkomunikasikan, dan menyampaikan gagasan-gagasan

di ruang digital. Sebuah model pelatihan yang efektif diterapkan pada abad 21 ini

adalah model pelatihan berbasis proyek atau Project Based Learning (PjBL).

Model PjBL merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek

sebagai inti pembelajaran. Menurut (Titu, 2015) model PjBL ini lebih memusatkan

pada masalah kehidupan yang bermakna bagi pelajar, peran guru menyajikan

masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi pelajar dalam merancang sebuah

proyek yang dilakukan. Selain itu, “Model pembelajaran berbasis proyek memiliki

potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan

bermanfaat bagi pelajar” (Trianto, 2011). Dengan menggunakan model PjBL, siswa

mendapatkan pengalaman belajar secara langsung, sehingga materi keberagaman

budaya dapat dipahami siswa dengan mudah. Maka dari itu, perlunya dilakukan

penelitian bagi siswa SD dengan judul “Pengembangan Model Pelatihan Dengan


5

Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Literasi Digital Dalam

Konteks Pemberdayaan Pemuda Abad 21”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Berapa besar peningkatan literasi digital dalam konteks pemberdayaan pemuda

abad 21 melalui pengembangan model pelatihan dengan pendekatan project

based learning?

2. Berapa besar respon pemuda abad 21 dalam pengembangan model pelatihan

dengan pendekatan project based learning untuk meningkatkan literasi digital?

3. Bagaimana skenario dan implementasi pengembangan model pelatihan dengan

pendekatan project based learning untuk meningkatkan literasi digital dalam

konteks pemberdayaan pemuda abad 21?

4. Apa kesulitan-kesulitan yang dialami pemuda abad 21 dalam menyelesaikan

tugas-tugas dalam pengembangan model pelatihan dengan pendekatan project

based learning untuk meningkatkan literasi digital?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menelaah:


6

1. Peningkatan literasi digital dalam konteks pemberdayaan pemuda abad 21 melalui

pengembangan model pelatihan dengan pendekatan project based learning

2. Respon pemuda abad 21 dalam pengembangan model pelatihan dengan

pendekatan project based learning untuk meningkatkan literasi digital

3. Skenario dan implementasi pengembangan model pelatihan dengan pendekatan

project based learning untuk meningkatkan literasi digital dalam konteks

pemberdayaan pemuda abad 21

4. Kesulitan-kesulitan yang dialami pemuda abad 21 dalam menyelesaikan tugas-

tugas dalam pengembangan model pelatihan dengan pendekatan project based

learning untuk meningkatkan literasi digital?

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan:

1. Bagi pendidik : sebagai bahan pertimbangan untuk dapat memilih model

pelatihan yang tepat dan sesuai dengan kondisi peserta didik dan hasil analisis

kebutuhan, serta sebagai peningkatan soft skill pemuda dalam bidang teknologi

digital

2. Bagi pemuda : dapat mengembangkan kemampuan berpikir dalam memahami,

serta cermat dalam mengatasi permasalahan dan keterampilan teknologi digital

3. Bagi pelatihan literasi digital : dapat menambah ilmu pengetahuan tentang

pelatihan literasi digital dengan menggunakan model project based learning


7

E. DEFINISI OPERASIONAL

1. Pelatihan adalah sebuah proses pembelajaran yang diberikan kepada seseorang

dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pada bidang

tertentu yang lebih efektif dan efisien.

2. Model PjBL adalah pembelajaran yang memerlukan jangka waktu panjang,

menitikberatkan pada aktifitas siswa untuk memahami suatu konsep atau prinsip

dengan melakukan investigasi secara mendalam tentang suatu masalah dan

mencari solusi yang relevan serta diimplementasikan dalam pengerjaan proyek,

sehingga siswa mengalami proses belajar yang bermakna dengan membangun

pengetahuannya sendiri, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Penyajian permasalahan atau penentuan pertanyaan mendasar (mengamati dan

menanya),

b. Membuat kelompok yang terdiri dari dua atau empat orang,

c. Mengerjakan tugas-tugas melalui: media powerpoint, recording, video, dan

gambar,

d. Memonitor siswa dalam kemajuan proyek (mengumpulkan informasi),

e. Melakukan presentasi,

f. Menguji hasil (mengolah informasi atau mengasosiasikan),

g. Mengevaluasi pengalaman (mengkomunikasikan)

2. Literasi digital adalah kompetensi seorang dalam menggunakan media digital

dalam menemukan, memanfaatkan, mengolah, mengemas, mengevaluasi dan

menyebar luaskan informasi secara benar, bijak dan bertanggung jawab,


8

kemampuan memahami dan menggunakan komputer dan informasi dalam

berbagai format digital seperti teks, gambar, audio, video, animasi, dan dari

berbagai sumber lainnya yang tersaji dalm perangkat elektronik.


9

F. KAJIAN TEORI

1. Pelatihan

a. Pengertian Pelatihan

Pelatihan merupakan proses meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

seseorang khususnya mahasiswa. Pelatihan juga dapat mempengaruhi perubahan

sikap sehingga seseorang dapat melukakan suatu kemampuan yang lebih efektif

(Lolowang, dkk., 2016). Menurut (Harding & Kadiyono, 2018) pelatihan adalah

usaha dalam bentuk proses tertentu untuk meningkatkan keterampilan dan

pengetahuan, serta sikap dan perilaku sesuai dengan perubahan teknologi atau sesuai

dengan tuntutan pekerjaan/jabatan. Sedangkan menurut (Cahya et al., 2021) pelatihan

adalah sebuah pembelajaran yang diberikan kepada seseorang untuk dapat

memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam bekerja.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa pelatihan adalah sebuah proses pembelajaran yang diberikan

kepada seseorang dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

pada bidang tertentu yang lebih efektif dan efisien.

b. Langkah-Langkah Pelatihan

Menurut (Harding & Kadiyono, 2018) langkah pertama dari suatu proses

pelatihan adalah menentukan kebutuhan pelatihan yang dilakukan dengan cermat dan

dengan hati-hati, maka penyelenggara akan dapat menghemat waktu, tenaga, dan

biaya. Analisis kebutuhan merupakan hal penting yang harus dilakukan sebelum
10

pelatihan dilakukan. Berikut level analisis dalam menentukan kebutuhan pelatihan

yang harus dipenuhi :

1) Organization analysis (analisis organisasi) , yaitu memfokuskan pada pengenalan

di dalam organisasi dimana pelatihan dibutuhkan.

2) Operations analysis (analisis operasi), yaitu mencoba mengenal isi pelatihan apa

yang tenaga kerja harus lakukan agar bekerja secara kompeten

3) Individual analysis (analisis individu), yaitu menentukan seberapa baik setiap

pekerja atau karyawan yang sedang melakukan tugas dalam menyelesaikan

tugasnya.

Selain itu, ketepatan program pelatihan juga merupakan suatu hal yang utama,

agar dihasilkan orang-orang yang memiliki kesiapan kerja yang tinggi. Kesiapan

kerja ini dapat dimanfaatkan di kemudian hari secara semaksimal mungkin untuk

mencapai produktivitias yang tinggi.

2. Project Based Learning

a. Pengertian model project based learning

Model pembelajaran berbasis proyek (project based learning/PjBL) berangkat

dari pandangan konstruktivisme yang mengacu pada pembelajaran kontekstual

menurut Khamdi (Hartini, 2017). Sedangkan (Sani, 2014) mengatakan model PjBL

dapat didefinisikan sebagai sebuah pembelajaran dengan aktifitas jangka panjang

yang melibatkan siswa dalam merancang, membuat, dan menampilkan produk untuk

mengatasi permasalahan dunia nyata.


11

Dengan demikian, model PjBL dapat digunakan sebagai sebuah model

pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membuat

perencanaan, berkomunikasi, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang

tepat dari suatu masalah yang dihadapi. Selanjutnya, menurut Bie (Ngalimun, 2013)

pengertian model PjBL yaitu,

Model PjBL merupakan model pembelajaran yang berfokus pada konsep-


konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan
siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya,
memberikan peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar
mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai,
dan realistik

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan, maka dapat

disimpulkan bahwa model PjBL adalah pembelajaran yang memerlukan jangka waktu

panjang, menitikberatkan pada aktifitas siswa untuk memahami suatu konsep atau

prinsip dengan melakukan investigasi secara mendalam tentang suatu masalah dan

mencari solusi yang relevan serta diimplementasikan dalam pengerjaan proyek,

sehingga siswa mengalami proses belajar yang bermakna dengan membangun

pengetahuannya sendiri.

b. Langkah-langkah model PjBL

Model PjBL menggunakan lima tahap pengembangan, yaitu: analisis, desain,

pengembangan, implementasi, dan evaluasi menurut (Barlenti, 2017) sedangkan

langkah-langkah penerapan model PjBL menurut Korpmas dan Kaptan (Ekawati, Y

N., Noeris, M.,& Anin, 2018) sebagai berikut :

1) Menetapkan topik dan subtopik bahasan,


12

2) Membuat kelompok yang terdiri dari dua atau empat orang,

3) Mengerjakan tugas-tugas melalui: media powerpoint, recording, video, dan

gambar,

4) Merencanakan presentasi,

5) Melakukan presentasi,

6) Evaluasi.

Menurut (Muslim, 2017) model PjBL menggunakan masalah sebagai langkah

awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan

pengalamannya dalam berkreatifitas secara nyata dengan melakakukan eksplorasi,

penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk

hasil belajar dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Penyajian permasalahan atau penentuan pertanyaan mendasar (mengamati dan

menanya),

2) Mendesain perencanaan proyek,

3) Menyusun jadwal,

4) Memonitor siswa dalam kemajuan proyek (mengumpulkan informasi),

5) Menguji hasil (mengolah informasi atau mengasosiasikan),

6) Mengevaluasi pengalaman (mengkomunikasikan).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-

langkah model PjBL yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyajian

permasalahan atau penentuan pertanyaan mendasar (mengamati dan menanya);

membuat kelompok yang terdiri dari dua atau empat orang; mengerjakan tugas-tugas
13

melalui: media powerpoint, recording, video, dan gambar; memonitor siswa dalam

kemajuan proyek (mengumpulkan informasi); melakukan presentasi; menguji hasil

(mengolah informasi atau mengasosiasikan); dan mengevaluasi pengalaman

(mengkomunikasikan).

c. Keunggulan dan kelemahan model PjBL

Sejalan dengan langkah-langkah model PjBL yang telah dipaparkan sebelumnya,

model PjBL juga dipandang sebagai sebuah model pembelajaran yang memiliki

banyak keunggulan. Keunggulan tersebut diungkapkan oleh (Kurniasih, 2014) yaitu

sebagai berikut :

1) Meningkatkan motivasi belajar siswa untuk belajar mendorong kemampuan

mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu dihargai,

2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,

3) Membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem

yang kompleks,

4) Meningkatkan kolaborasi,

5) Mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktikan keterampilan

komunikasi,

6) Meningkatkan keterampilan siswa dalam mengelola sumber,

7) Memberikan pengalaman kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam

mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu serta sumber-sumber lain

seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas,


14

8) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan siswa secara kompleks dan

dirancang berkembang sesuai dengan dunia nyata,

9) Melibatkan siswa untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan

pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata,

10) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga siswa maupun

pendidik menikmati proses pembelajaran.

Adapun kelemahan penerapan model PjBL menurut Sani (2014) adalah

sebagai berikut:

1) Membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan

produk,

2) Membutuhkan biaya yang cukup,

3) Membutuhkan guru yang terampil dan mau belajar,

4) Membutuhkan fasilitas, peralatan, dan bahan yang memadai,

5) Tidak sesuai untuk siswa yang mudah menyerah dan tidak memiliki pengetahuan

serta keterampilan yang dibutuhkan,

6) Kesulitan melibatkan semua siswa dalam kerja kelompok.

3. Literasi Digital

Secara harfiah, literasi digital berasal dari kata ‘literasi’ dan ‘digital’. Literasi

didefinisikan sebagai kemampuan membaca dan menulis, sedangkan digital dapat

diartikan sebagai format tulisan dan bacaan yang ada pada komputer. Apabila

dirangkai, literasi digital dapat diartikan sebagai kemampuan mengoperasikan


15

komputer untuk membaca dan menulis dalam format digital. Sedangkan Lee (2014)

mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan memahami dan menggunakan

informasi dalam berbagai format (teks, gambar, audio, video, dan animasi) dan dari

berbagai sumber yang tersaji melalui perangkat elektronik.

Menurut (Nahdi & Jatisunda, 2020) literasi digital tidak hanya mencangkup

kemampuan teknis seseorang dalam menggunakan alat atau komputer, namun juga

mencangkup pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam memahami suatu

konten sehingga pada akhirnya tujuannya adalah mampu menciptakan pengetahuan

baru. Menurut (Irhandayaningsih, 2020) literasi digital berperan mengefektifkan

komunikasi dan interaksi selama proses pembelajaran.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa literasi digital adalah kompetensi

seorang dalam menggunakan media digital dalam menemukan, memanfaatkan,

mengolah, mengemas, mengevaluasi dan menyebar luaskan informasi secara benar,

bijak dan bertanggung jawab, kemampuan memahami dan menggunakan komputer

dan informasi dalam berbagai format digital seperti teks, gambar, audio, video,

animasi, dan dari berbagai sumber lainnya yang tersaji dalm perangkat elektronik.

G. PENELITIAN YANG RELEVAN

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan

oleh (Harding & Kadiyono, 2018) yang berjudul “Pelatihan Dan Pengembangan

SDM Sebagai Salah Satu Upaya Menjawab Tantangan MEA” bahwa Pelatihan &

pengembangan SDM merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan


16

kualitas SDM, karena pada dasarnya setiap manusia dapat “diasah”, dilatih dan

dikembangkan. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa program pelatihan dan

pengembangan SDM untuk meningkatkan tenaga kerja Indonesia dalam menjawab

tantangan MEA perlu dimulai dari tahap awal yaitu analisis kebutuhan pasar tenaga

kerja di Indonesia, analisis kebutuhan pelatihan, penyusunan program pelatihan &

pengembangan, serta tahap akhir yaitu evaluasi program pelatihan. Hal tersebut dapat

terlaksana dengan kerja sama antara pihak pemerintah, swasta, dan akademisi.

Penelitian yang relevan juga telah dilakukan oleh (Sujana & Rachmatin, 2019)

yang berjudul “Literasi Digital Abad 21 Bagi Mahasiswa PGSD: Apa, Mengapa, Dan

Bagaimana”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan pentingnya literasi

digital bagi mahasiswa secara umum, dan mahasiswa PGSD secara khusus. Melalui

literasi digital ini seseorang dapat mengakses informasi secera efektif dan efisien,

melakukan penilaian terhadap informasi secara kritis, serta menggunakan informasi

tersebut secara lebih bermanfaat.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Literasi digital sangat penting dalam

pendidikan di abad ke-21, dimana literasi digital tidak hanya sekedar menambahkan

teknologi ke dalam proses pembelajaran, tetapi memanfaatkan untuk berbagai

kepentingan dalam rangka meningatkan mutu pembelajran tersebut. Literasi digital

sangat penting dimiliki mahasiswa PGSD, untuk dimanfaatkan selama pembelajaran

serta untuk diaplikasikan pada saat melaksanakan pembelajarn di sekolah dasar.

Literasi digital yang harus dimiliki mahasiswa PGSD antara lain literasi informasi,

litersi media, serta literasi TIK. Ketiga literasi tersebut berperan dalam meningkatkan
17

mutu pembelajaran maupun untuk pergaulan di lingkungan masyarakat dan

bernegara.

H. Hipotesis

1. Literasi digital dalam konteks pemberdayaan pemuda abad 21 melalui

pengembangan model pelatihan dengan pendekatan project based learning dapat

meningkat dengan signifikan.

2. Respon pemuda abad 21 dalam pengembangan model pelatihan dengan

pendekatan project based learning untuk meningkatkan literasi digital sangat baik

3. Skenario dan implementasi pengembangan model pelatihan dengan pendekatan

project based learning untuk meningkatkan literasi digital dalam konteks

pemberdayaan pemuda abad 21 sangat baik dan efektif

4. Kesulitan-kesulitan yang dialami pemuda abad 21 dalam menyelesaikan tugas-

tugas dalam pengembangan model pelatihan dengan pendekatan project based

learning untuk meningkatkan literasi digital dapat teratasi dengan baik

I. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mixed Method yaitu

dengan menggabungkan penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Menurut

(Masrizal, 2011) Mixed Method Research adalah metode penelitian yang

diaplikasikan bila peneliti memiliki pertanyaan yang perlu diuji dari segi outcomes
18

dan prosesnya, serta menyangkut kombinasi antara metode kuantitatif dan kualitatif

dalam satu penelitian.

Menurut Creswell and Clark (Samsu, 2021) penelitian campuran (mixed

method research) merupakan desain penelitian dengan asumsi filosofis disamping

sebagai metode inquiry. Sebagai metodologi, penelitian campuran ini melibatkan

asumsi filosofis yang membimbing arah pengumpulan dan analisis data, serta

mengolah pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif pada banyak fase proses

penelitian tersebut.

Definisi dari Creswell dan Clark (Masrizal, 2011) secara mudah dapat dilihat

dalam bagan berikut ini:

Jadi pada intinya, menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif secara

bersamaan (dikombinasikan) lebih dapat memberikan pemahaman yang lebih baik

terhadap permasalahan penelitian daripada digunakan secara terpisah. Karena

menyajikan hasil penelitian dengan angka-angka untuk melihat berapa besar

peningkatan literasi digital dalam konteks pemberdayaan pemuda abad 21 melalui

pengembangan model pelatihan dengan pendekatan project based learning. Serta


19

menggunakan deskriptif karena bertujuang untuk mengetahui skenario dan

implementasi pengembangan model pelatihan dengan pendekatan project based

learning untuk meningkatkan literasi digital dalam konteks pemberdayaan pemuda

abad 21.

J. POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemuda di Kota Cimahi.

Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah Mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Siliwangi.

K. ANALISIS DATA PENELITIAN

1. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran

terhadap objek yang diteliti.

2. Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan program SPSS alat analisis yang digunakan untuk menguji

hipotesis yang telah dikemukakan mengenai pengembangan model pelatihan

dengan pendekatan project based learning untuk meningkatkan literasi digital

dalam konteks pemberdayaan pemuda abad 21.

3. Analisis Regresi Linear Sederhana digunakan hanya untuk satu variabel bebas

dan satu variabel tak bebas. Tujuan penerapan metode ini adalah untuk

memprediksi besaran nilai variabel tak bebas yang dipengaruhi oleh variabel

bebas.
20

4. Uji Validitas dan Uji Reabilitas Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas Instrumen

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dan mampu untuk

mngungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam

penelitian ini, menggunakan content validity yang dapat menggambarkan

kesesuai sebuah pengukuran data dengan apa yang diukur. Jika suatu indikator

mempunyai korelasi antara skor masing-masing indikator terhadap skor

totanya (skor variabel konstruk) dengan menggunakan rumus Pearson

Product Moment maka dikatakan indikator tersebut valid.

b. Uji Reabilitas Instrumen

Uji realibitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari suatu variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliable

atau handal jika jawaban pertanyaan adalan konsisten dari waktu ke waktu.

Pengukuran realibilas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara one

shot atau pengukuran sekali saja. Disini pengukuran hanya sekali dan

kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengikuti

reabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpa (a) suatu variabel dikatakan

reliable jika nilai (a) > 0,6.

c. Uji Parsial (Uji t)

Untuk menentukan koefisien spesifik yang mana yang tidak sama dengan nol,

uji tambahan diperlukan yaitu dengan menggunkan uji t. Uji statistik t pada
21

dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen

secara individual dengan menerangkan variasi variabel dependen. Dasar

pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan angka probablitas

signifikan, yaitu: a) Apabila angka probabilitas signifikansi > 0,05, maka Ho

ditrima dan Ha ditolak. b) Apabila angka probabilitas signifikansi < 0,05

maka Ho ditolak dan Ha diterima.

L. DAFTAR PUSTAKA

Apriliana, S. D., & Nawangsari, E. R. (2021). Competency-based human resource ( HR )


training and development. 23(4), 804–812.

Cahya, A. D., Rahmadani, D. A., Wijiningrum, A., & Swasti, F. F. (2021). YUME : Journal
of Management Analisis Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. 4(2),
230–242. https://doi.org/10.37531/yume.vxix.861

Daud, A., Aulia, A. F., Hardian, M., & Rimayanti, N. (2021). Pengembangan Soft Skills
pemuda Riau menuju pemuda dengan kompetensi Abad 21. 3, 383–390.

Dinata, K. B. (2021). ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI DIGITAL MAHASISWA COVID-


19 proses Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan . Dampak
yang mandiri . Salah satu kemampuan yang berperan cukup penting dalam
memfasilitasi. 19, 105–119. https://doi.org/10.31571/edukasi.v19i1.

Ekawati, Y N., Noeris, M.,& Anin, E. S. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Project
Based Learning (PBL) pada Pengajaran Listening. Cakrawala: Jurnal Pendidikan,
12(2), 159–170.

Harding, D., & Kadiyono, A. L. (2018). Human resource training and development asan
answer toaec challenge. 2(2).

Hartini, A. (2017). PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL PROJECT


BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
SISWA SEKOLAH DASAR Ayu Hartini S2-Pendidikan Dasar Program Pascasarjana
Universitas Negeri Surabaya Email : ayuhartini.new@gmail.com PENDAHULUAN. 1,
6–16.

In, P., Berlian, P. T., & Pasifik, K. (2016). TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT .
BERLIAN KHARISMA PASIFIK THE INFLUENCE OF TRAINING AND HUMAN
RESOURCES DEVELOPMENT TO EMPLOYEE. 4(2), 177–186.
22

Internet, H. M. (2020). Jurnal basicedu. 4(4), 1186–1193.

Irhandayaningsih, A. (2020). Pengukuran Literasi Digital pada Peserta Pembelajaran Daring


di Masa Pandemi COVID-19. Anuva, 4(2), 231–240.

Kurniasih. (2014). Sukses mengimplementasikan kurikulum 2013. Kata Pena.

Masrizal. (2011). Mixed Method Research. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

Muslim, S. R. (2017). Pengaruh Penggunaan Model Project Basedl Learning Terhadap


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik. Supremum Journal of
Mathematics Education, 1(2), 88–95.

Nahdi, D. S., & Jatisunda, M. G. (2020). Analisis Literasi Digital Calon Guru Sd Dalam
Pembelajaran Berbasis Virtual Classroom Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal
Cakrawala Pendas, 6(2), 116–123. https://doi.org/10.31949/jcp.v6i2.2133

Ngalimun. (2013). Strategi dan model pembelajaran. Aswaja Presindo.

Pendidikan, J., Indonesia, S., Barlenti, I., Hasan, M., Studi, P., Kimia, T., Teknik, F., Syiah,
U., Banda, K., & Learning, P. B. (2017). Pengembangan Lks Berbasis Project Based
Learning Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep. Jurnal Pendidikan Sains
Indonesia (Indonesian Journal of Science Education), 5(1), 81–86.

Pendidikan, J. K. (2020). Potret Sikap Mahasiswa dalam Penggunaan Literasi Digital. 4(2),
94–101.

Rohmah, N. F., & Kediri, I. (2018). Pelatihan Manusia Dan Pengembangan Sumber Daya.
1–11.

Samsu. (2021). Metode Penelitian (Teori dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, Mixed
Methods, serta Research & Development). Jambi: PUSAKA.

Sani, R. (2014). pembelajaran saintifik. Bumi AKsara.

Sujana, A., & Rachmatin, D. (2019). Literasi digital abad 21 bagi mahasiswa PGSD : apa ,
mengapa , dan bagaimana. 1(1), 1–7.

Titu, M. A. (2015). PENERAPANMODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED


LEARNING (PjBL) UNTUKMENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA
MATERI KONSEPMASALAH EKONOMI. Prosiding Seminar Nasional, 176–186.

Trianto. (2011). Model Pembelajaran terpadu konsep strategi dan implementasinya dalam
kurikulum tungkat satuan pendidikan. Bumi AKsara.

Anda mungkin juga menyukai