Anda di halaman 1dari 55

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA ISOLAT PSEUDOMONAS

FLUORESCENS DALAM MENGENDALIKAN XANTHOMONAS


CAMPESTRIS PV.CAMPESTRIS PENYEBAB PENYAKIT BUSUK HITAM
PADA TANAMAN KUBIS (BRASSICA OLERACEA VAR. CAPITATA)

SKRIPSI

Oleh
LISA NADIA OKTARIYANIK
NIM. 151510501119

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA ISOLAT PSEUDOMONAS
FLUORESCENS DALAM MENGENDALIKAN XANTHOMONAS
CAMPESTRIS PV.CAMPESTRIS PENYEBAB PENYAKIT BUSUK HITAM
PADA TANAMAN KUBIS (BRASSICA OLERACEA VAR. CAPITATA)

SKRIPSI

diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan


Program Sarjana (S1) pada Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Jember

Oleh
LISA NADIA OKTARIYANIK
NIM. 151510501119

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021

i
PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :


1. Kedua orang tua saya tercinta, Mama Nanik dan Alm. Bapak Tugiman, atas
seluruh dukungan dan support serta dari keluarga atas dukungan moral,
dukungan materil, kasih sayang dan do’a yang di berikan sehingga menjadi
sumber kekuatan bagi saya untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Pertanian
di Universitas Jember.
2. Para Bapak Ibu Guru sejak SD sampai SMA dan seluruh Dosen Fakultas
Pertanian Universitas Jember yang telah memberikan ilmu selama proses
belajar dengan penuh kesabaran dan dedikasi yang tinggi.
3. Terima Kasih kepa Kekasih saya Aditya Lazuardi Aviv Putra yang selalu
menemani dan membantu saya di masa proses penelitian hingga selesai
4. Tictic Meilinda, sebagai sahabat yang selama ini telah memberikan masukan
dan selalu menemani saya dari awal sampai akhir penelitian hingga sampai
pada ditik ini.
5. Semua teman-teman tercinta atas motivasi dan dukungan yang telah diberikan
selama ini.
6. Almamater Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Jember yang saya cintai dan banggakan.

ii
MOTTO

“Barang siapa menempuh jalan menuntut ilmu, maka Allah akan


memudahkan jalannya untuk menuju surga”
(H.R. At Tirmidzi dan Abu Dawud)

“Engkau tak dapat meraih ilmu kecuali dengan 6 hal yaitu cerdas, selalu ingi
tahu, tabah, punya bekal dalam menuntut ilmu, bimbingan dari guru
dan dalam waktu yang lama”
(Ali Bin Abi Thalib)

“Ilmu lebih utama daripada harta. Sebab ilmu warisan para nabi adapun harta
adalah warisan Qorun, Firaun dan lainnya. Ilmu lebih utama daripada harta
karena ilmu menjaga kamu, kalau harta kamulah yang menjaganya.”
(Ali Bin Abi Thalib)

iii
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Lisa Nadia Oktariyanik
NIM : 151510501119
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “UJI
EFEKTIVITAS BEBERAPA ISOLAT PSEUDOMONAS FLUORESCENS
DALAM MENGENDALIKAN XANTHOMONAS CAMPESTRIS
PV.CAMPESTRIS PENYEBAB PENYAKIT BUSUK HITAM PADA
TANAMAN KUBIS (BRASSICA OLERACEA VAR. CAPITATA)”adalah
benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan
sumberna, belum pernah diajukan pada institusi manapun dan bukan karya
jiplakan. Saya bertanggung jawab penuh atas keabsahan dan kebenaran isinya
sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dari pihak manapun serta bersedia mendapatkan sanksi akademik jika ternyata
kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 2021
Yang Menyatakan,

Lisa Nadia Oktariyanik


NIM. 151510501119

iv
SKRIPSI

“UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA ISOLAT PSEUDOMONAS


FLUORESCENS DALAM MENGENDALIKAN XANTHOMONAS
CAMPESTRIS PV.CAMPESTRIS PENYEBAB PENYAKIT BUSUK HITAM
PADA TANAMAN KUBIS (BRASSICA OLERACEA VAR. CAPITATA)”)

Oleh:
LISA NADIA OKTARIYANIK
NIM. 151510501119

Pembimbing
Dosen Pembimbing Skripsi : Dr. Ir. Rachmi Masnilah, M.Si.
NIP. 196301021988022001

v
PENGESAHAN

Skripsi berjudul “UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA ISOLAT


PSEUDOMONAS FLUORESCENS DALAM MENGENDALIKAN
XANTHOMONAS CAMPESTRIS PV.CAMPESTRIS PENYEBAB
PENYAKIT BUSUK HITAM PADA TANAMAN KUBIS (BRASSICA
OLERACEA VAR. CAPITATA)”” telah diuji dan disahkan pada:

Hari :
Tanggal :
Tempat : Fakultas Pertanian Universitas Jember

Dosen Pembimbing Skripsi,

Dr. Ir. Rachmi Masnilah, M.Si


NIP. 196301021988022001

Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,

Hardian Susilo Addy,SP., MP. Ph.D. Ir. Gatot Subroto


NIP. 198011092005011001 NIP. 196301141989021001

Mengesahkan,
Dekan

Prof. Dr. Ir. Soetriono, MP


NIP. 196403041989021001

vi
RINGKASAN

Uji Efektivitas Beberapa Isolat Pseudomonas fluorescens dalam Mengendalikan


Xanthomonas campestris pv.Campestris Penyebab Penyakit Busuk Hitam Pada
Tanaman Kubis (Brassica oleracea var. Capitata); Lisa Nadia Oktariyanik;
151510501119; 2021; 52 Halaman; Program Studi Agroteknologi; Fakultas
Pertanian Universitas Jember.

Tanaman sayuran mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia.


Kubis adalah tanaman sayuran semusim yang banyak ditanam didaerah
pegunungan, dengan ketinggian +800 mdpl dan curah hujan yang cukup setiap
tahunnya. Adapun kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi
tanaman kubis yaitu serangan hama dan penyakit seperti penyakit busuk hitam
yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv.campestris. Dampak
besar yang terjadi dari serangan penyakit yaitu terhambatnya pertumbuhan
menyebabkan tanaman dapat mati dan menghilangkan hasil panen dalam jumlah
besar. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat membahayakan kesehatan
petani dan konsumen. Oleh sebab itu perlu diadakannya uji pengendalian dengan
menggunakan APH (Agen Pengendali Hayati).Salah satu pengendalian dengan
APH yaitu menggunakan bakteri antagonis Pseudomonas fluorencens. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas P.fluorescens mengendalikan penyakit
busuk hitam secara in-vitro dan in-vivo pada kubis. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 Perlakuan 5 ulangan. Setiap masing-
masing ulangan terdapat 4 sampel tanaman, sehingga terdapat 100 tanaman kubis
yang digunakan. Perlakuan tersebut terdiri atas kontrol tanpa P.fluorencens dan
beberapa isolat P.fluorencens dari berbagai rhizosfer tanaman yang berbeda
dengan menggunakan konsentrasi 107 cfu/ml. Isolat Pseudomonas fluorencens
dapat mengendalikan Xanthomonas campestris secara in vitro dengan ditunjukkan
nilai diameter uji daya hambat sebesar 7,13 cm berkategorikan cukup mampu
pada isolat perlakuan P4. P. fluorencens dapat menekan patogen X. campestris
dengan ditunjukkan nilai keparahan penyakit 35%, nilai efektivitas pengendalian
78,61%, dan laju infeksi 0,08 unit/hari pada isolat perlakuan P4.

Kata kunci: Kubis, Xanthomonas campestris pv.Campestris dan Pseudomonas


fluorescens

vii
SUMMARY

Effectiveness Test of Several Pseudomonas Fluorescens Isolates in Controlling


Xanthomonas Campestris Pv.Campestris Causing Black Rot Disease in Cabbage
(Brassica oleracea Var. Capitata); Lisa Nadia Oktariyanik; 151510501119; 52
Page; Agrotechnology Study Program; Faculty of Agriculture; University of
Jember.

Vegetable plants have an important meaning in human life. Cabbage is an annual


vegetable crop that is widely grown in mountainous areas, with an altitude of
+800 meters above sea level and sufficient rainfall every year. The obstacles faced
in efforts to increase cabbage production are pests and diseases such as black rot
caused by the bacterium Xanthomonas campestris pv.campestris. The big impact
that occurs from disease attacks is stunted growth causing plants to die and
eliminate large amounts of crop yields. Improper use of pesticides can endanger
the health of farmers and consumers. Therefore it is necessary to hold a control
test using APH (Biological Control Agent). One of the control with APH is using
the antagonist bacteria Pseudomonas fluorencens. This study aimed to determine
the effectiveness of P. fluorescens in controlling black rot disease in vitro and in
vivo in cabbage. This study used a completely randomized design (CRD) with 5
treatments and 5 replications. Each replication contained 4 plant samples, so there
were 100 cabbage plants used. The treatments consisted of a control without P.
fluorencens and several isolates of P. fluorencens from different plant
rhizospheres using a concentration of 107 cfu/ml. Pseudomonas fluorencens
isolate was able to control Xanthomonas campestris in vitro, indicated by the
diameter value of the inhibitory test of 7.13 cm which was categorized as quite
capable of the P4 treatment isolate. P. fluorencens was able to suppress the
pathogen X. campestris by showing a disease severity value of 35%, a control
effectiveness value of 78.61%, and an infection rate of 0.08 units/day in P4 treated
isolates.

Keywords : Cabbage, Xhantomonas campestris pv. Campetris and Pseudomonas


Fluorencens

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................
HALAMAN MOTTO.......................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN..........................................................................
HALAMAN PEMBIMBING...........................................................................
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................
RINGKASAN...................................................................................................
SUMMARY......................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
DAFTAR TABEL............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
2.1 Tanaman Kubis.............................................................................
2.2 Penyakit Busuk Hitam (Xanthomonas campestris pv.
Campestris)..........................................................................
2.3 Pseudomonas fluorescens sebagai Agens Pengendali
Hayati........................................................................................
2.4 Hipotesis.......................................................................................
BAB 3. METODE PENELITIAN....................................................................
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................
3.2 Persiapan Penelitian......................................................................
3.3 Pelaksanaan Penelitian.................................................................
3.3.1 Rancangan Percobaan.........................................................
3.3.2 Prosedur Penelitian.............................................................

ix
3.4 Variabel Pengamatan....................................................................
3.4.1 Secara In Vitro....................................................................
3.4.2 Secara In Vivo....................................................................
3.5 Analisis Data.................................................................................
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................
4.1 Hasil..............................................................................................
4.1.1 Karakteristik Patogen Xanthomonas campestris pv
campestris........................................................................
4.1.2 Karakteristik Pseudomonas fluorencens sebagai
Agens Hayati terhadap Xanthomonas campestris
pv. campestris .................................................................
4.1.3 Pengaruh P. fluorencens terhadap Perkembangan
Penyakit Busuk Daun X. campestris................................
4.2 Pembahasan..................................................................................
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................
5.1 Kesimpulan...................................................................................
5.2 Saran ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
LAMPIRAN.....................................................................................................

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


2.2.2 Karakter koloni X. campestris pv. Campestris (Fitriawati,
2012).......................................................................................
2.2.1. Gejala serangan penyakit busuk hitam pada kubis
(Sastrosiswojo dkk, 2005)......................................................
4.1. Isolat X. campestris pv campestris pada Media YDCA.........
4.2 Uji Karakteristik X. campestris (A) Hasil uji gram; (B)
Hasil uji hipersensitif; C) Hasil uji hidorlisa pati; (D) Uji
Patogenesitas...........................................................................
4.3 Isolat Pseudomonas fluorencens............................................
4.4 Pengujian Gram dan Hipersensitif pada P. fluorencens (A)
Hasil uji gram; (B) Hasil uji hipersensitif...............................
4.5 Uji Daya Hambat P. fluoremcens terhadap X. campesttris.....
4.6 Gejala Serangan X. campestris (A) Daun kubis sehata;
(B) Gejala awal X. campestris................................................
4.7 Keparahan Penyakit Busuk Hitam Tanaman Kubis...............
4.8 Laju Infeksi X. campestris pada Tanaman Kubis..................

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


4.1 Karakteristik X. campestris pv. campestris....................
4.2 Uji Daya Hambat P. fluorencens terhadap X. campestris
4.3 Rangkuman Nilai F-Hitung dari Variabel Pengamatan...
4.4 Masa Inkibasi Penyakit Busuk Daun Tanaman Kubis....
4.5 Keparahan Penyakit (%) pada Kubis 28 HSI..................
4.6 Rata-Rata Efektivitas Pengendalian................................
4.7 Laju Infksi pada Kubis r3 ...............................................

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman


1 Dokumentasi Percobaan di Greenhouse............................
2 Dokumentasi Percobaan di Laboratorium..........................
3 Olah Data...........................................................................

xiii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tanaman sayuran mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, dalam pemenuhan gizi dan juga bagi pembangunan pertanian di Negara
(Mujib et al, 2014). Salah satu contoh komoditas sayuran yang banyak
dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia adalah kubis. Kubis adalah tanaman
semusim yang banyak ditanam didaerah pegunungan, dengan ketinggian + 800 m
dpl dan curah hujan yang cukup setiap tahunnya. Sebagian kubis tumbuh baik
pada ketinggian 100-200 mdpl. Pada daerah dengan ketinggian dibawah 100 m,
kubiskurang baik, namun tetap bisa dibudidaya.Berdasarkan data direktorat
jenderal hortikultura (2015), total produksi tanaman kubis di Indonesia dari tahun
2012-2013 mengalami peningkatan dengan total produksi 1.450.037 ton ditahun
2012 menjadi 1.480.625 ton ditahun 2013, meningkat sebesar 2.11%. Namun
ditahun 2013-2014 produksi kubis menurun 3.03%,dari total produksi 1.480.625
ton menjadi 1.435.833 ton pada 2014.
Waktu tanam kubis yang baik pada awal musim hujan bulan Oktober atau
awal musim kemarau bulan Maret. Meskipun demikian, tanaman kubis tetap dapat
ditanam sepanjang musim dengan syarat kebutuhan yang diperlukan bisa
terpernuhi. Kubis memiliki kandungan vitamin dan mineral terutama pada
kandungan karotin, vitamin A, B dan C yang berguna bagi tubuh manusia
(Suyanto,1994). Oleh sebab itu permintaan kubis terus meningkat. Adapun
kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi tanaman kubis yaitu
serangan hama dan penyakit yang dapat menimbulkan kerugian sangat besar
apabila tidak dilakukan pengendalian yang tepat. Dampak besar yang terjadi dari
serangan penyakit yaitu terhambatnya pertumbuhan dari tanama n, menyebabkan
tanaman mati dan menghilangkan hasil produksi dalam jumlah besar.
Menurut (Semangun, 1989) Salah satu contoh penyakit yang menyerang
tanaman kubis yaitu busuk hitam yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas
campestris pv. Campestris. Penyakit ini menyerang kubis pada umur dewasa dan
berjangkit pada kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi dan suhu optimal

1
2

30-32˚C. Penyebaran utama bakteri Xanthomonas campestris pv.Campestris


melalui gerakan bibit terinfeksi ke daerah baru. Di ladang, penyebarannya terjadi
melalui percikan hujan, irigasi sprinkler, serangga, spora terbawa angin, peralatan
tanam dan pakaian. Kerugian yang diakibatkan oleh Xanthomonas campestris pv.
Campestris dapat mecapai rata-rata 123.270 ton pertahunnya (Ditlinhorti, 2010).
Beberapa upaya telah di lakukan untuk mengendalikan penyakit busuk
hitam ini. Pengendalian secara fisik maupun kimia. Semakin lama pengendalian
secara kimia telah banyak di lakukan. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana
berdampak negatif bagi lingkungan dan dapat membahayakan kesehatan petani
dan konsumen (Ameriana, 2008). Mikroorganisme non target berdampak pada
pencemaran lingkungan baik itu tanah maupun air (Yuantari, 2015). Oleh sebab
itu perlu adanya pengendalian dengan menggunakan APH (Agen Pengendali
Hayati). Sekarang ini telah banyak ditemukan agen hayati yang tidak hanya dapat
mengendalikan penyakit tanaman, tapi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan
pada suatu tanaman (Soesanto, 2011). Salah satu pengendalian yang dapat di
lakukan dengan pengendalian agen hayati yaitu menggunakan bakteri antagonis
Pseudomonas fluorencens.
Pseudomonas fluorecens adalah bakteri antagonis yang banyak
dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati baik untuk patogen jamur maupun
bakteri yang menyerang tanaman. P.fluorecens yang telah beradaptasi pada
tanaman mampu mengolonisasi akar tanaman sehingga dapat menginduksi
tanaman untuk meningkatkan produksi senyawa metabolit sekunder asam salisilat
dan fitoaleksin yang berperan dalamketahanan tanaman. P.fluorecens juga sebagai
penghasil antibiotik, ZPT (Zat pengatur tumbuh), ZPT yang di hasilkan yaitu
auksin, giberelin, sitokinin, dan IAA didalam tanaman, sehingga dapat menekan
pertumbuhan pathogen. P.fluorencens didapat dari beberapa tanaman yang
berbeda baik secara in-vitro maupun in-vivo (Soesanto dkk, 2011). Beberapa
isolat P.fluorescens yang berasal dari rhizosfer tanaman berbeda yaitutomat,
jagung dan kedelai mampu memberikan pengaruh nyata dalam menekan
pertumbuhan bakteri Ralstonia solanacearum. Beberapa isolat tersebut memiliki
daya hambat yang hampir sama, terdapat salah satu isolat yang berasal dari
3

rhizosfer tanaman tomat mengalami peningkatan dalam proses daya hambat yang
sangat signifikan dibanding lainnya, hal tersebut diduga karena isolat yang
terdapat dari tanaman tomat mempunyai kemampuan mengkelat ion Fe2+ dan
jumlah produksi antimikrobia P.fluorescens yang lebih tinggi (Kiriho dkk, 2017).
Oleh sebab itu perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui bagaimana
efektivitas beberapa isolat P.fluorencens dari rhizosfer tanaman yang berbeda
dalam mengendalikan penyakit busuk hitam pada tanaman kubis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana potensi Pseudomonas fluorescens dalam menghambat pertumbuhan
Xanthomonas campestris pv.Campestris pada uji in-vitro?
2. Bagaimana efektivitas Pseudomonas fluorescens dalam mengendalikan
xanthomonas campestris pv.Campestrispada uji in-vivo?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui potensi isolat Pseudomonas fluorescens dalam menghambat
pertumbuhan xanthomonas campestris pv.Campestris pada uji in-vitro
2. Untuk mengetahui efektivitas isolate Pseudomonas fluorencens dalam
mengendalikan Xanthomonas campestris pv.Campestris pada uji in-vivo

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini memberikan informasi terkait Uji efektivitas
Pseudomonas fluorescens dalam mengendalikan Xanthomonas campestris
pv.Campestris. Dapat digunakan sebagai dasar dalam mnegendalikan penyakit
busuk hitam dengan menggunakan agens hayati yang lebih efektif dan ramah
lingkungan dalam mengendalikan suatu penyakit pada tanaman.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kubis


Kubis (Brassica oleracea var.Capitata) merupakan salah satu komoditas
tanaman holtikultura yang ada di Indonesia. Tanaman kubis adalah tanaman
sayuran yang hidup dengan baik di daerah dataran tinggi. Kubis dikembangkan
sejak perang dunia ke-2 dan, benihnya didatangkan dari Negara Eropa.
Kelangkaan benih import dari Eropa menjadikan benih kubis didatangkan dari
Taiwan, lalu masuk ke Indonesia dan menyebar dari daerah Tawangmangu ke
daerah Wonosobo dan Ngablak di Salatiga (Permadi dan Sastrosiswojo,
1993). Tanaman kubis berdasarkan taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom  : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian)
Genus : Brassica
Spesies :Brassica oleracea var.Capitata 
Tanaman kubis (Brassica oleracea var. Capitata.) tanaman berakar
tunggang.Makin tua umurnya percabangan dari akar tanaman kubis ini semakin
banyak. Garis tengah akar serabut yang dimiliki oleh tanaman kubis umumnya
berukuran kurang dari 0,5 mm, tetapi ada beberapa yang mencapai 1 cm. Akar
serabut panjangnya dapat mencapai 1 m, sesudah berumur 1 – 3 bulan akar
serabut membelok ke bawah, apabila kubis di budidaya di tanah yang tekstur
tanah gembur maka beberapa akar dapat mencapai kedalaman 1,5 sampai 2 m.
Pada umumnya 70 – 80% akar tumbuh di bagian atas tanah sedalam 20 – 30 cm
(Pracaya, 1993). Tinggi dari tanaman kubis berkisar antara 40-60 cm. Kubis yang

4
3

baru tumbuh mempunyai hipokotil yang berwarna agak kemerahan, panjangnya


beberapa cm dengan dua buah kotiledon dan berakar tunggang dan juga memiliki
beberapa akar serabut. Daun-daun pertamanya mempunyai tangkai daun (petiole)
yang tangkai daunnya agak panjang dan kemudian daun-daun berikutnya tangkai
daun memendek, akhirnya menjadi daun duduk (sessilis). Jarak antara daun
pertama dengan daun berikutnya semakin lama semakin memendek dan
menjelang pembentukan krop antara duduk daun-daun sudah rapat. Pembentukan
premodial daun terus berlangsung sementara duduk daun sebelumnya mulai
melengkung ke dalam mencegah untuk daun-daun berikutnya membuka,
demikian seterusnya sampai terbentuk krop pada tanaman yang terdiri atas daun
yang saling bertumpang tindih secara ketat (Permadi, 1993).
Pertumbuhan kepala bagian dalam yang terus berlangsung hingga
melewati fase matang, daun mulai mengeras dan dapat menyebabkan pecahnya
bagian kepala pada tanaman kubis. Kematangan pada tanaman kubis tergantung
pada varietas kubis.Pada kubis jenis kol atau lebih dikenal dengan putih tanda
kematangan ditandai dengan kepala yang sudah mulai mengeras. Pada umumnya
tekanan daun-daun muda yang terbentuk didalam sedemikian besarnya tidak
diimbangi dengan mengembangnya daun luar, krop akan retak dibagian atas.
Bentuk krop pada tanaman kubis mulai dari bulat, pipih, sampai bulat lonjong dan
mencirikan pada varietas kubis (Pracaya, 1993). Tanaman kubis diperbanyak
dengan biji yang ditanam langsung ke lapang atau dipindah tanam sebagai bibit.
Ukuran mulai dari 220- 350 butir/gr. Biji ditanam sedalam 1-2 cm pada suatu
media tanam, dengan perkecambahan berlangsung cepat pada tempat yang
memiliki suhu tanah 15-20°C (Rukmana, 1997).
Proses pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh jarak tanam. Jarak tanam
disesuaikan dengan produk yang di inginkan. Suhu pertumbuhan optimum 15ºC-
20ºC. Kualitas produk terbaik dapat di peroleh ketika tanaman kubis matang
selama suhu dingin hingga suhu sedang. Suhu yang lebih tinggi dari 30ºC
umumnya menekan pertumbuhan tanaman kubis, dan untuk tanaman tertentu,
suhu 25ºC sudah dapat membatasi pertumbuhan. Pada suhu 10ºC, pertumbuhan
berlangsung lambat, sekalipun pada suhu 5ºC pertumbuhan masih dapat terjadi
3

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Pemanenan dilakukan ketika kekerasan kepala


sesuai dengan keinginkan. Penundaan pemanenan berakibat pada pemanjangan sel
yang berlebihan, kualitas dari tekstur tanaman kubis yang tidak maksimal dan
kemungkinan pecahnya kepala. Penurunan kepala bisa dicapai dengan pemilihan
kultivar dan penggunaan jarak tanam yang rapat apabila yang di inginkan tidak
begitu besar (Ashari, 1995). Di Indonesia tanaman kubis tumbuh baik di daerah-
daerah yang terletak antara 600-2000 dpl. Ada pula beberapa jenis tanaman kubis
yang di tanam di dataran rendah tetapi jumlahnya tidak banyak (Anonim, 2003).
Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan Balai Penelitian Hortikultura
Lembang, mengungkapkan beberapa varietas dari kubis dapat ditanam didataran
rendah sampai ketinggian beberapa meter (4m dpl).

2.2 Penyakit Busuk Hitam (Xanthomonas campestris pv. Campestris)


Berikut merupakan klasifikasi Xanthomonas campestris pv. Campestris
Kingdom :Bacteria
Phylum :Proteobacteria
Class :Gamma Proteobacteria
Order :Xanthomonadales
Family :Xanthomonadaceae
Genus :Xanthomonas
Species :XanthomonasCampestris
2.2.1 Penyebab Penyakit Busuk Hitam
 Penyakit busuk hitam disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris
pv.Campestris. Bakteri ini menyerang banyak keluarga kubis termasuk juga
menyerangrumput liar seperti lobak liar. Xanthomonas campestris pv.campestris
bersel tunggal, berbentuk batang, 0,7-3,0 x 0,4-0,5 µm, membentuk rantai,
berkapsula, tidak berspora, bersifat gram negative dan bergerak dengan satu flagel
polar. Penyakit busuk hitam umumnya berjangkit pada kondisi lingkungan dengan
kelembaban yang tinggi dan suhu optimal 30 - 320C. Xanthomonas campestris
pv.Campestris dapat menyebar melalui benih, tanah yang terpecik air hujan,
melalui penyiraman atau bisa juga melalui angina pada suatu lahan. Xanthomonas
3

campestris pv.Campestris merupakan bakteri yang dapat bertahan hidup pada


permukaan daun tanaman selama beberapa hari sampai bakteri ini tersebar ke
hidatoda atau luka di mana infeksi dapat terjadi. Bakteri masuk ke daun dengan
cara melalui hidatoda saat memancarkan air melalui pori-pori di tepi daun pada
malam hari, ditarik kembali ke dalam jaringan daun pada pagi hari (Soeroto,
1994).

Gambar 2.1 Karakter koloni X. campestris pv. Campestris(Fitriawati, 2012)


2.2.2 GejalaPenyakit Busuk Hitam
Gejala busuk hitampada tanaman kubis dewasa dengan gejala khas yaitu
adanya bercak kuning yang menyerupai huruf V di sepanjang pinggir daun dan
diikuti oleh nekrosis (Alvares et al. 1994).Wilayah V ini kemudian membesar dan
menuju dasar daun, berwarna kuning sampai coklat, dan kering. Gejala ini dapat
muncul pada daun, batang, akar, dan berubah menjadi hitam akibat patogen yang
berkembang biak. Bakteri ini dapat menyebar ke jaringan pengangkutan tanaman
dan dapat berpindah secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman
tersebut. Jaringan angkut yang terserang warnanya akan berubah menjadi
kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau dapat juga
diamati dengan cara memotong bagian secara melintang pada batang daun atau
batang yang sudah terkena infeksi. Pada serangan yang beratseluruh daun pada
tanaman akanmenguning dan mudah gugur sebelum waktunya, pada akhirnya
penyakit ini meluas terus melalui tulang-tulang daun kemudian akan masuk ke
dalam batang yang sakit sehingga tampak berkas pembuluh yang berwarna gelap
(Roohie et al. 2012).
3

Gambar 2.2 Gejala serangan penyakit busuk hitam pada kubis (Sastrosiswojo dkk, 2005)
2.2.3.Epidemiologi Penyakit Busuk Hitam
Bakteri ini terbawa masuk bersama air gutasi yang terisap kembali ke
dalam pembuluh pada pagi hari. Pada umumnya bakteri masuk ke dalam tanaman
melalui luka-luka pada daun dan jarang melalui perakaran. Bakteri mampu
mempertahankan diri pada biji-bijian kubis, dalam tanah, pada tumbuhan inang
lain atau dalam sisa-sisa tanaman sakit, mempunyai daerah sebaran luas dan
hampir di seluruh pertanaman kubis (semangun, 2000). Pada tulang daun yang
sakit tampak berkas pembuluh yang bewarna gelap dan pada jaringan helai daun
yang sakit mengering. Umurnnya penyakit menyerang mulai dari daun-daun
bawah dan dapat menyebabkan busuk kering yang dalam keadaan lembab karena
serangan jasad sekunder, dapat berubah menjadi busuk basah mengeluarkan bau
tidak enak. Bakteri masuk ke jaringan tanaman melalui pori-pori air, stomata,
akar, maupun luka yang terdapat pada tanaman. Target utamanya jaringan
vaskuler, terutama xylem yang menyebabkan gejala menghitamnya jaringan
vaskuler daun, tangkai daun maupun batang. Infeksi oleh bakteri ini menyebabkan
batang pada masa bunga busuk bewarna coklat kehitaman sehingga tanaman tidak
dapat dipanen (Rukmana, 1994).

2.3 Pseudomonas fluorescens sebagai Agens Pengendali Hayati


2.3.1 Karakteristik
Menurut Mukromah, 2014 Karakteristik bakteri Pseudomonas fluorescens
yang telah dimurnikan memiliki ciri-ciri tepi koloni yanghalus, berlendir dan
permukaan dari koloninya berbentuk cembung. Selain ciri khas tersebut, ciri-ciri
laindari bakteri ini yaitu menghasilkan pigmen pada media king’s B yang tampak
apabila pigmen ini dihadapkan pada sinar ultra violet (UV) berpendar warna
3

kuning kehijauan. Pigmen ini merupakan suatu senyawa organik ekstraseluler


dengan berat molekul yang rendah dengan afinitas yangsangat kuat terhadap Fe,
larut dalam air, dan berpendar pada saat berada di bawah sinar ultra violet (UV)
dimana pigmen ini dapat berperan sebagai antibiotik sehingga berfungsi sebagai
biocontrol pada suatu tanaman (Rahayu, 2008).
Menurut Hamastuti dkk, 2012 P.fluorescens merupakan bakteri yang
berbentuk batang dengan sel berukuran 0.5 – 1.0 x 1.5 – 5.0 μm, motil dengan
satu atau bisa lebih flagella yang dimiliki, gram negatif, aerob, tidak membentuk
spora dan katalasenya bersifat positif, menggunakan H2, atau karbon sebagai
sumber energinya, beberapa spesies bersifat patogen bagi beberapa tanaman,
umumnya dan kebanyakan tidak dapat tumbuh pada kondisi masam yaitu dengan
pH 4.5. Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada daerah atau wilayah yang
memiliki suhu 4°C atau suhu dibawah 43°C.Bakteri P.fluorencens ini banyak
ditemukan pada tanah, daerah pertanaman dan air (Suyono dan Salahudin, 2011).
Berikut merupakan klasifikasi Pseudomonas fluorescens menurut Garrity (2004)
dalam Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology:
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonas fluorescens
2.3.2 Mekanisme Pseudomonas fluorescens dalam menghambat Xanthomonas
campestris pv.Campestris
Menurut Soesanto (2008) Pseudomonas fluorescens adalah bakteri
antagonis yang dimanfaatkan untuk mengendalikan bakteri atau jamur yang
menyerang tanaman. P.fluorescens mempunyai sifat sebagai Plant Growth
Promoting Rizhobacteria (PGPR) menghasilkan antibiotic yang dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan suatu patogen yang menyerang
pada tanaman. P.fluoroscens merupakan isolat yang mampu menghasilkan
3

senyawa auksin paling tinggi dibanding dengan isolat lain karena mampu
merangsang pertumbuhan sistem akar dan menghambat jamur dan bakteri pada
suatu tanaman (Shofiyani dan Budi, 2014). P.fluorescens bersifat sebagai Plant
Growth Promoting Rizhobacteria (PGPR) mempunyai 3 peran yang utama bagi
tanaman sebagai biofertilizer yang berfungsi untuk memperbaiki atau
mengembalikan ketersediaan nutrisi tanaman, biostimulan menghasilkan
fitohormon yang merangsang pertumbuhan perakaran tanaman agar menghasilkan
akar rambut dengan jumlah yang lebih besar dan bioprotektan mampu menekan
pertumbuhan organisme patogen. Plant Growth Promoting Rizhobacteria (PGPR)
dapat mempengaruhi tanaman secara langsung dengan memfiksasi nitrogen,
produksi siderofor dan juga hormon pertumbuhan, secara tidak lansgung dengan
memperbaiki kondisi pertumbuhannya.
Pseudomonas mampu menghasilkan beberapa metabolit sekunder dengan
aktivitas antimikroba terhadap bakteri lain, menghasilkan siderofor yang mampu
menghambat pertumbuhan patogen dengan membatasi penggunaan zat besi yang
tersedia di dalam tanah (Duijff etal.,1993). Pseudomonas sp. merupakan
pengendali patogen hayati dengan menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit
seperti siderophore, β-1,3 glukanase, kitinase, antibiotik dan sianidayang dapat
menghambat pertumbuhan dari patogen (Zainudin dkk., 2014). Pseudomonas
telah dilaporkan efektif oleh beberapa peneliti terhadap penekanan penyakit layu
pada tanaman pisang dan krisan, yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum
(Djatnika, 1998).

2.4 Hipotesis
1. Aplikasi Pseudomonas fluorescens berpotensi dalam menghambat
pertumbuhan xanthomonas campestris pv. Campestris penyebab penyakit
busuk hitam pada tanaman kubis secarain-vitro
2. Aplikasi Pseudomonas fluorescens berpotensi dalam mengendalikan
xanthomonas campestris pv. Campestris penyakit busuk hitam pada tanaman
kubis secara in-vivo
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelitian tentang “Efektivitas Beberapa Isolat Pseudomonas fluorescens
dalam Mengendalikan Xanthomonas Campestris Pv.Campestris Penyebab
Penyakit Busuk Hitam pada Tanaman Kubis (Brassica Oleracea Var. Capitata)”
dilaksanakan di Laboraturium Penyakit Tumbuhan Jurusan Hama dan Penyakit
Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember dan di Green House Fakultas
Pertanian Universitas Jember di mulai pada bulan Mei sampai selesai.

3.2 Persiapan Penelitian


3.2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah autoclave, LAF (Laminar Air Flow), micro
pipet, test tube, shaker, cawan petri, erlenmayer 250 ml, gelas ukur, beaker glass
1000 ml, bunsen, vortex, batang pengaduk, jarum ose, timbangan analitik, kaca
peparat, suntikan, pinset, mikroskop, polybag, hand sprayer, colony counter,
timba, penggaris, pisau, plastik wrap, kompor gas dan cangkul.Bahan-bahan yang
digunakan yaitu benih kubis, media tanam (pupuk kandang:tanah), isolat
pseudomonas fluorescens yang diperoleh dari koleksi Laboratorium PHPTPH
Tanggul-Jember dan Lab. BBPPTP Surabaya dengan asal rhizosfer berbeda
(cabai,terong,kakao dan tembakau), sampel tanaman kubis atau tanah daerah
perakaran bekas kubis yang terserang patogen Xanthomonas campestris
pv.campestris, media YPGA, media YDCA dan media King’s B, paraffin,
aquades, alkohol 70%, tissue gulung dan kertas label.
3.2.2 Peremajaan Isolat Pseudomonas fluorencens
Isolat antagonis yaitu Pseudomonas fluorencens yang telah diperoleh dari
koleksi Lab. PHPTPH Tanggul danLab. BBPPTP Surabaya yang berasal dari
rizosfer tanaman yang berbeda, yaitu berasal dari tanaman cabai, terong, kakao
dan tembakau. Isolat kemudian di remajakan dan di isolasi dengan menggunakan
media king’s B selama 48 jam. Peremajaan isolat dilakukan guna mendapatkan
koloni murni atau koloni tunggal. Proses peremajaan isolat dilakukan dengan

11
12

menggunakan isolasi kembali atau reisolasi dengan isolat-isolat yang didapat dari
4 rizosfer tanaman (tembakau, terong, kakao, cabe). Isolasi dilakukan dengan
dengan cara menambahkan cairan aquades ke dalam tabung reaksi sebanyak 10
ml, kemudian memasukkan satu ose isolat P.fluorencens kemudian divorteks
selama 1 menit. Suspensi yang sudah jadi kemudian dilakukan plating dan
disimpan ditempat yang steril guna menghindari terjadinya kontaminasi. Uji
king’s B dilakukan dengan cara menyinari cawan petri dengan penyinaran
menggunakan snar ultra violet (UV), jika hasil dari sinaran ultra violet koloni
berpendar maka tergolong dalam fluorencens.Isolat yang sudah di dapat
selanjutkan dilakukan pengujian dengan menggunakan beberapa pengujian,
diantaranya yaitu pengujian dengan, uji gram dan uji HR (Hipersensitif)
(Wibisono dkk, 2014).
1. Uji Gram
Uji gram di lakukan untuk mengetahui apakah isolat menghasilkan reaksi
negatif atau reaksi positif. Isolat di ambil dengan menggunakan alat yaitu jarum
ose dan kemudian diletakkan diatas gelas obyek yang sebelumnya dibersihkan
dengan menggunakan alkohol 70% kemudian dikeringkan diatas bunsen. Isolat
yang telah diambil dan diletakkan pada gelas obyek telah ditetesi dengan cairan
KOH 3%, kemudian langkah selanjutnya yaitu dengan mengaduk dan mencampur
sampai rata. Setelah tercampur rata, jarum ose diangkat dengan perlahan-lahan,
apabila bakteri tersebut lengket dan terangkat maka bakteri tersebut bereaksi
positif dan termasuk kedalam gram negatif, namun apabila sebaliknya, bakteri
tidak lengket maka bakteri tersebut tergolong kedalam gram positif dan memiliki
reaksi negatif (Suyono dan Farid, 2011).
2. Uji Hipersensitif
Menurut Rahma dkk, 2016 Pengujian yang di lakukan yaitu uji reaksi
hipersensitif. Uji ini dilakukan pada daun tembakau yaitu dengan cara diinfiltrasi
dengan menggunakan isolat bakteri pseudomonas fluorencens dengan cara
membuat suspensi bakteri dari biakan yang telah diinkubasi selama 48 jam,
kemudian setelah itu membuat seri pengenceran hingga 107 cfu/ml. Hasil dari
pengenceran trersebut kemudian diinifiltrasikan tepat pada permukaan bawah
13

daun tembakau yang berumur sedang. Reaksi potosof akan terlihat apabila pada
bagian yang diinfiltrasi tadi supensi bakteri terjadi nekrosis.
3.2.3 Isolasi Patogen Xhantomonas. campestris pv. Campestris
Patogen diisolasi dari tanaman kubis bergejala busuk hitam. Bagian
tanaman yang bewarna kuning kecoklat-coklatan dan kehitam-hitaman yang
terletak pada bagian daun di potong kemudian dimasukkan ke dalam plastik,
diberi label untuk diisolasi dan diidentifikasi. Isolasi dilakukan dengan mengambil
bagian dari tanaman yang terserang patogen busuk hitam. Dipotong kemudian
disterilkan menggunakan alkohol 70% selama 1 menit, setelah itu dicuci dengan
air steril. Tahap selanjutnya daun dimasukkan ke dalam suatu tabung reaksi yang
sebelumnya diisi air steril, kemudian di vorteks sampai suspense dan homogen,
kemudian suspensi di goreskan pada petridsh yang berisi media YDCA. Bakteri
diinkubasi pada suhu ruang dan dibiarkan selama 72 jam. Tahap selanjutnya
Koloni X. campestris pv. Campestris tadi dipindahkan pada media agar miring
dan kemudian diinkubasi selama 72 jam pada suhu ruang agar mendapatkan
biakan murni X. campestris pv. Campestris. (Nugroho, 2012).
1. Uji Gram Bakteri Xanthomonas campestris pv. Campestris
Meurut Barroroh, 2009 Pengujian gram dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah isolat Xanthomonas campestris pv. Campestris
merupakan bakteri yang termasuk gram negatif atau bukan. Pengujian gram
dilakukan menggunakan uji KOH 3%. Isolat bakteri Xanthomonas campestris pv.
Campestrisyang berumur 72 jam digoreskan pada kaca preparat, kemudian setelah
itu ditetesi dengan KOH 3% dan ditarik dengan jarum ose, bila telah terbentuk
benang maka bakteri tersebut termasuk kedalam bakteri gram negatif
2. Uji Hipersensitif
Menurut Papuangan, 2009 Pada uji hipersensitif, Xanthomonas campestris
pv.Campestris diuji dengan menggunakan tanaman tembakau dengan tujuan untuk
mengetahui patogenesitas Xanthomonas campestris pv.Campestris yang dilakukan
dengan cara filtrat kultur Xanthomonas campestris pv.Campestris yang
diinokulasikan pada daun tanaman tembakau dengan menggunakan siring.
Pengamatan di lakukan setelah 24 dan 48 jam proses inokulasi. Tahapan yang
14

dilakukan yaitu isolat bakteri ditumbuhkan pada media nutrient broth (NB)
kemudian dikocok dengan menggunakan alat shaker dengan kecepatan 150 rpm
dengan waktu selama 24 jam. Bakteri isolat cair meiliki kerapatan 10 8 cfu/Ml dan
kemudian diambil sebnayak 1 Ml dengan menggunakan jarum suntik steril setelah
itu disuntikkan ke permukaan daun tembakau dengan perlahan. Tahap selanjutnya
yaitu pengamatan terhadap daun tembakau yang sudah diberi isolat. Apabila pada
area yang disuntikan menunjukan gejala nekrosis maka mikroba terssebut
teridentifikasi seabagai patogen tanaman.
3. Uji Hidrolisis Pati
Pengujian hidrolisis pati dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap yang
pertama dilakukan yaitu satu ose isolat bakteri dari suspense yang sudah biakan
diambil kemudian digoreskan pada media pati setelah itu dilakukan proses
inkubasi selama 24 jam dengan suhu 650C. Tahap selajutnya yaitu permukaan
koloni ditetesi dengan suatu larutan yaitu iodine. Uji positif ditunjukkan dengan
adanya zona bening disekeliling koloni yang di tetesi dengan iodine (Lav, 1994).
4. Uji Patogenesitas
Uji patogenesitas dilakukan dengan tujuan menguji isolat patogen apakah
mampu menyebabkan penyakit pada tanaman. Pengujian dilakukan pada tanaman
kubis yang sehat dan belum terserang penyakit busuk hitam dengan suspensi
patogen sebanyak 15 ml dengan kerapatan 108 cfu/Ml .Tanaman kubis yang telah
diinokulasi isolat kemudian diamati setiap hari dengan tujuan mengetahui masa
inkubasi penyakit busuk hitam pada kubis. Bila tanaman kubis mengalami
perubahan muncul gejala penyakit busuk hitam dapat disebabkan oleh patogen
yang telah diinokulasikan terhadap tanaman kubis (Wulansari, 2015).
2.2.4 Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan untuk tanam kubis yaitu tanah yang di
campur dengan pupuk kandangdengan perbandingan 1:1 (Tanah : Pupuk
kandang). Media tanam yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari
kotoran dan gulma. Media tanah yang sudah dibersihkan kemudian dimasukkan
kedalam drum bekas untuk disterilisasi selama 4 jam dengan suhu sekitar 120 C
dengan tujuan patogen atau mikroorganisme yang dapat menginfeksi dan
15

merugikan tanaman bisa mati (Soenartiningsih dkk., 2014). Setelah itu media
yang sudah di sterlisasi dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 1:1
(Tanah : Pupuk kandang) baru dapat digunakan untuk proses pembibitan dan juga
penanaman bibit.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
3.3.1 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang di lakukan dalam penelitian ini adalah
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan 1 faktor yaitu
Aplikasi bakteri pseudomonas fluorencens. Rancangan percobaan dilakukan
dengan 5 perlakuan, kemudian dari masing-masing perlakuan tersebut dilakukan 5
kali ulangan dan setiap ulangan terdapat 4 sampel tanaman sehingga jumlah
keselurhan tanaman kubis yang di gunakan 100 tanaman uji. Perlakuan yang diuji
untuk pengujian secara in-vitro dan invivo meliputi:
P0: Kontrol (Tanpa bakteri Pseudomonas fluorescens)
P1: Isolat Pseudomonas fluorescens koleksi Lab. BBPPTP Surabaya (Tembakau)
P2: Isolat Pseudomonas fluorescens koleksi Lab. BBPPTP Surabaya (kakao)
P3: Isolat Pseudomonas fluorescens koleksi Lab. PHPTPH Tanggul-Jember
(Terong)
P4: Isolat Pseudomonas fluorescens koleksi Lab. PHPTPH Tanggul-Jember
(Cabai)
P2 U3 P3 U5 P1 U3 P4 U2 P0 U4
P0 U5 P3 U1 P2 U4 P4 U4 P1 U5
P0 U3 P4 U5 P3 U2 P3 U3 P2 U1
P1 U1 P0 U1 P4 U3 P2 U5 P0 U2
P2 U2 P1 U4 P3 U4 P1 U2 P4 U1

Keterangan:
P0,P1,P2,P3,P4 : Perlakuan
U1,U2,U3,U4 : Ulangan
16

3.3.2 Prosedur Penelitian


3.3.2.1 Uji Daya Hambat Pseudomonas fluorescens terhadap X. campestris pv.
Campestris secara in-vitro
Pengujian daya hambat dilakukan dengan cara dual platting untuk
mengetahui uji daya hambat dari isolat Pseudomonas fluorencens. Tahap
pertamana yang dilakukan yaitu mengambil biakan murni dari Xanthomonas
campestris pv. Campestris yang akan dilakukan uji daya hambat bakteri secara in-
vitro. Pengujian antibiosis dilakukan dengan cara menumbuhkan 4 titik biakan
isolat P.fluorescens pada medium YPGA, setalah itu diinkubasi selama 48 jam.
Petri dibalik pada bagian tutup ditetesi larutan klorofom 1 ml dan didiamkan
selama 2 jam. Petri dibalik kembali dan pada permukaan medium tersebut
dituangkan suspensi X. campestris pv. Campestris (0,2 ml suspensi X. campestris
pv.Campestris dalam 4 ml agar air 0.6% pada suhu 45ᴼC), kemudian
diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 30ᴼ C, dan diamati zona hambatan yang
terbentuk dari 4 sisi masing-masing koloni. Rumus menghitung zona bening
bakteri. Zona hambatan yang terbentuk dan telah dilakukan pengukuran, maka
dapat dikategorikan zona hambatan besar < 2 mm, zona hambatan sedang 2-
2,5mm dan zona hambatan kecil >2mm (Sallytha, dkk. 2014).
x 1+ x 2+ x 3+ x 4
X=
2

R1 R2 X1

X4
R3 R4
X2

Keterangan gambar :
X: Daya hambat
17

x1: sisi 1
x2: sisi 2
x3: sisi 3
x4: sisi 4
R1: Isolat Pseudomonas fluorescens (Tembakau)
R2: Isolat Pseudomonas fluorescens (kakao)
R3: Isolat Pseudomonas fluorescens (Terong)
R4: Isolat Pseudomonas fluorescens (Cabai)

3.3.2.2 Uji Efektivitas Pseudomonas fluorescens terhadap Xhantomonas


campestris pv. Campestris secara in-vivo
1. Persiapan Benih dan Penanaman
Persemaian benih merupakan tahapan selanjutnya setalah proses persiapan
media tanam dilakukan kemudian dimasukkan ke dalam plastik kecil berukuran ½
kg untuk proses pembibitan pada tanaman kubis. Benih yang sebelumnya sudah di
rendam dengan air hangat selama 30 menit dan diangin-anginkan kemudan di
tanam didalam plastik kecil tersebut dengan cara menanam benih sedalam 1-2
cm.Dilakukan penyiraman setiap hari untuk menjaga kelembaban. Bibit yang
sudah berumur 30 harikemudian dipindahkan ke polybag ukuran 50x50. Setiap
polybag ditanam satu bibit kubis karena kubis merupakan jenis tanaman yang
akan tumbuh besar karena krop dari tanaman kubis tersebut. Penanaman bibit
dilakukan sebanyak 5 kali ulangan dan setiap ulangan terdapat 4 tanaman
sehingga di dapati 100 tanaman kubis.
2. Inokulasi Patogen
Isolat bakteri murni yang sudah didapat kemudian selanjutnya diamati
kerapatan konidianya. Pengenceran dilakukan dengan mengambil satu petridish
biakan murni isolat pada media YDCA kemudian dimasukkan kedalam 10 ml
aquades steril dan dihomogenkan dengan cara divortex. Suspensi tersebut
kemudian diambil sebanyak 1 ml dan ditambahkan 9 ml aquades steril
menghasilkan pengenceran (10-1). Pengenceran pertama dihomogenisasi dengan
vortex kemudian diambil 1 ml biakan murni dan dimasukkan ke dalam 9
18

mlaquades. Pengenceran ini dihitung sebagai pengenceran kedua (10-2), begitu


seterusnya hingga pengenceran keenam. Inokulasi patogen dilakukan dengan
mensuspensi bakteri kemudian cara penyemprotan dilakukan dengan
menggunakan mini hand sprayer sebanyak 20 mL/tanaman kubis yang sudah
berumur 5 minggu dengan kerapatan 108 cfu/mL. Setelah itu tanaman ditutup tidak
rapat dengan menggunakan kantong plastik selama 48 jam dengan tujuan menjaga
kelembapan pada tanaman yang sudah disuspensi, proses pengamatan pada
tanaman dilakukan 8 hari setelah inokulasi dilakukan (Baroroh, 2009).
Pengendalian penyakit oleh agensia hayati akan mengalami kegagalan jika
patogen menginfeksi tanaman lebih dahulu dibandingkan dengan inokulasi
agensia hayatinya (Someya et al., 2005)
3. Aplikasi Bakteri Pseudomonas fluorescens
Isolat P.fluorescens disuspensikan terlebih dahulu sebelum diaplikasikan
dengan cara menambahkan air steril sebanyak 10 ml pada biakan bakteri.
Kemudian mengambil menggunakan ose pada permukaan media lalu diletakkan
ke dalam tabung reaksi dan divorteks selama 1 menit. Suspensi disimpan 24 jam
lalu dihitung jumlah koloninya menggunakan rumus colony counter CFU/ml=
∑koloni × faktor pengenceran (Soesanto, 2011). Kepadatan populasi yang
diinginkan yaitu 107 CFU/ml dan P.fluorencens diaplikasikan dengan volume 20
ml/tanaman (Wibisono dkk., 2014). Pengaplikasian P.fluorencens dilakukan
dalam 2 tahap. Tahap pertama pada waktu 3 hari sebelum tanam dan tahap kedua
3 hari setelah inokulasi dilakukan. Pengaplikasian dilakukan dengan
menyiramkan pada media pada saat 3 hari sebelum tanam dan di semprotkan pada
dekat perakaran dan pada bagian daun kubis (Soenartiningsih dkk., 2014).
Aplikasi P.fluorescens yang dilakukan sebelum tanam dan setelah inokulasi
patogen tersebut dilakukan karena P.fluorencens mampu bersimbiosis dan
bekerjasama dalam menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman (Jannah, 2016).
4. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan dilakukanpenyiraman disesuaikan dengan kondisi tanaman
dilapang. Dasar acuan yang digunakan dalam pemupukan yaitu Urea 100Kg/ha,
ZA 250 Kg/Ha, SP-36 250 Kg/ha dan KCL 200 Kg/ha. Pemupukan pada tiap
19

tanaman kubis dilakukan sebanyak urea 4g, SP-36 9 g, KCL 7 g. Setengah dosisi
pupuk N (urea 2 g + ZA 4,5 g), Pupuk SP- 36 9 g dan KCL (7 g) diberikan pada
tanaman kubis sebelum tanam pada tiap lubang tanam sebagai pupuk dasar. Pupuk
lainnya seperti pupuk N (urea 2 g + ZA 4,5 g per tanaman) diberikan pke tanaman
kubis pada saat tanaman kubis sudah berumur empat minggu (Sumpena,
http://balitsa.litbang.pertanian.go.id). Dilakukan proses penyiangan pada tanaman
apabila terdapat gulma pada sekitar tanaman.

3.4 Variabel Pengamatan


3.4.1 Secara In Vitro
1. Daya Hambat Pseudomonas Fluorencens Pada Penyakit Busuk Hitam (X.
campestris pv. Campestris)
Setelah dilakukannya uji daya hambat P.fluorencens dengan dual platting
pada penyakit busuk hitam X. campestris pv. Campestris kemudian diamati
selama 7 hari. Selanjutnya di hitung persentase penghambatanya.

x 1+ x 2+ x 3+ x 4
X=
2
Keterangan:
X: Daya hambat
x1: sisi 1
x2: sisi 2
x3: sisi 3
x4: sisi 4
3.4.2 Secara In Vivo
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi terhitung dari awal melakukan proses inokulasi patogen
pada tanaman hingga timbul perubahan pada tanaman kubis. Pengamatan
dilakukan setiap hari dari waktu inokulasi patogen sampai terdapat adanya
gejala.Data yang didapat kemudian dirata-rata (Sinaga, 2003).
2. Keparahan Penyakit
20

Penyakit pada tanaman kubis dilakukan 7 hari sekali setlah proses


inokulasi dilakukan terhadap intensitas serangan. pengamatan dilakukan dengan
melihat gejala serangan yang terjadi pada tanaman.Keparahan penyakit dihitung
berdasarkan nilai scoring dengan rumus di bawah ini :

Keterangan:
I = Tingkat keparahan penyakit (%)
n = Jumlah daun yang terserang pada setiap kategori serangan.
v = Nilai numerik masing-masing kategori.
z = Nilai numerik serangan tertinggi.
N = Jumlah tanaman yang diamati.
Nilai kategori serangan untuk penyakit busuk hitam adalah sebagai berikut:
Skor (0) = tidak terdapat kerusabagian kan pada daun
Skor (1) = bagian daun yang bergejala busuk lebih dari 0%-20%
Skor (2) = bagian daun yang bergejala busuk lebih dari 20%-40%
Skor (3) = bagian daun yang bergejala busuk lebih dari 40%-60%
Skor (4) = bagian daun yang bergejala bususk lebih dari 60%-80%
Skor (5) = bagian daun yang bergejala busuk lebih dari 80%
Sumber : Barroroh (2009).

3. Efektivitas isolat Pseudomonas Fluorencens pada penyakit busuk hitam


Kemampuan isolat pseudomonas menghambat busuk hitam pada kubis
dapat diamati pada daun yang menunjukan gejala penyakit. Seberapa besar gejala
yang ditimbulkan X. campestris pv. Campestris pada tanaman kubis yang telah
dilakukan perlakuan dengan menggunakan P.fluorencens. Tanaman kubis dimati
tingkat keefektivan bakteri pseudomonas dari isolat manakah yang mampu
menekan penyakit busuk hitam dengan baik dan sigifikan. Rumus efektivitas:
K−P
∑¿ K
X 100 %

Keterangan:
Σ: Rata-rata gejala yang ditimbulkan.
21

P: Perlakuan
K : Kontrol.
4. Laju Infeksi Penyakit
Laju infeksi adalah suatau kecepatan infeksi pada tanaman yang diukur
dari perubahan fisik atau perbedaan luas infeksi pada saat pengamatan awal
dengan infeksi pengamtan akhir persatuan dalam rntang waktu pengamatan
(Nirwanto, 2007), dapat diketahui denagn melakuan suatu perhitungan
berdasarkan model persamaan di bawah ini:

Keterangan:
r : Laju perkembangan penyakit
e : Konstanta hasil konversi yang nilainya 2,3
t : Selang waktu pengamatan
xo : Keparahan awal
xt : Keparahan akhir

3.5 Analisa Data


Berdasarkan data yang telah didapatkan kemudian data dilakukan analisis
ecara statistik dengan menggunakan ANOVA dan apabila hasil dari sidik ragam
tersebut menunjukan suatu pengaruh yang nyata maka akan dilakukan uji lanjut
dengan Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%
22

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik Patogen Xanthomonas campestris pv campestris
Isolasi X. campestris dilakukan dari tanaman yang telah menunjukkan
gejala bercak daun dengan ciri berwarna coklat yang diikuti sertai oleh halo
berwarna kuning. Secara makroskopis X. campestris berwarna kuning, hal ini
sesuai dengan Fahy and Persley (1983), yang menyatakan bahwa bakteri
Xanthomonas memproduksi suatu pigmen berwarna kuning pada koloninya yang
dikenal dengan Xanthomonadins. Isolat X. campestris dapat dilihat pada Gambar
4.1 sebagai berikut.

Gambar 4.1. Isolat X. campestris pv campestris pada Media YDCA


Tabel 4.1 Karakteristik X. campestris pv. campestris
Wati dkk. (2017)
Karakteristik Hasil Isolat
X. campestris
Uji Gram - -
Uji HR + +
Uji Hidrolisa pati + +
Uji Patogenesitas + +
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa karakteristik X. campestris pada
uji gram menghasilkan negatif, sedangkan uji HR, hidrolisa pati, dan
patogenesitas menghasilkan positif. Berdasarkan hasil uji gram yang ditemukan X.
campestris memiliki gram negatif yang ditandai adanya pemebntukan lendir pada
saat bakteri tercampur dengan KOH 3%. Hasil pengujian hipersentif menunjukkan
isolate X. campestris yang ditemukan bersifat patogenik yang ditandai munculnya
gejala berwarna kuning di area daun uji.
23

A B C D

Gambar 4.2 Uji Karakteristik X. campestris (A) Hasil uji gram; (B) Hasil uji
hipersensitif; (C) Hasil uji hidorlisa pati; (D) Uji Patogenesitas

4.1.2 Karakteristik Pseudomonas fluorencens sebagai Agens Hayati terhadap


Xanthomonas campestris pv. campestris
Isolat antagonis yaitu Pseudomonas fluorencens yang telah diperoleh dari
koleksi Lab. PHPTPH Tanggul dan Lab. BBPPTP Surabaya yang berasal dari
rizosfer tanaman yang berbeda, yaitu berasal dari tanaman cabai, terong, kakao
dan tembakau. Isolat X. campestris dapat dilihat pada Gambar 4.3 sebagai berikut.

PF1 PF2 PF3

PF4

Gambar 4.3 Isolat Pseudomonas fluorencens

A B
24

Gambar 4.4 Pengujian Gram dan Hipersensitif pada P. fluorencens (A) Hasil uji
gram; (B) Hasil uji hipersensitif

4.1.3 Uji In-Vitro Pseudomonas Fluorencens Terhadap Xhantomonas Campestris


pv. Campestris
Berdasarkan hasil uji gram empat isolat P. fluorencens yang ditemukan
memiliki nilai gram positif yang ditandai tidak adanya pembentukan lendir pada
saat bakteri tercampur dengan KOH 3%. Hasil pengunjian hipersensitif
menunjukkan semua isolate P. fluorencens yang ditemukan tidak bersifat
patogenik ditandai dengan tidak munculnya gejala pada daun.
P0 P1 P2

P3 P4

Gambar 4.5 Uji Daya Hambat P. fluoremcens terhadap X. campesttris

Tabel 4.2 Uji Daya Hambat P. fluorencens terhadap X. campestris


Perlakuan Diamater (cm)
P0 1,68
P1 3,62
P2 2,57
P3 3,29
P4 7,13

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa daya hambat terbaik terdapat pada
perlakuan isolat P4 dengan diameter sebesar 7,13 cm. Nilai daya hambat terendah
yaitu pada perlakuan isolat P2 dengan diameter sebesar 2,57 cm Uji daya hambat
25

ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar agens hayati dalam menekan
pertumbuhan patogen X. campestris.

4.1.3 Pengaruh P. fluorencens terhadap Perkembangan Penyakit Busuk Daun X.


campestris.
Tabel 4.3 Rangkuman Nilai F-Hitung dari Variabel Pengamatan
No Variabel Pengamatan F-Hitung Nilai F-Tabel 5%
1. Masa Inkubasi 65,08**
2. Keparahan Penyakit 161,20** 2,87
3. Laju Infeksi 101,02**
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata
Variabel pengamatan yang dilakukan analisis sidik ragam yaitu variabel
pengamatan masa inkubasi, keparahan penyakit, dan laju infeksi. Berdasarkan
Tabel 4.3 diketahui bahwa dari ketiga variabel pengamatan yang telah dilakukan
memiliki hasil yang berbeda sangat nyata. Hasil tersebut menyatakan bahwa P.
fluorencens dapat menekan serangan patogen X. campestris penyebab penyakit
busuk daun tanaman kubis.
a. Masa Inkubasi Penyakit Busuk Daun
Masa inkubasi ialah waktu timbulnya gejala awal suatu penyakit dengan
satuan yaitu Hari Setelah Inokulasi (HSI). Gejala awal yang terjadi pada masa
inkubasi pada tanaman yaitu di tandai dengan munculnya bercak coklat pada
ujung daun kubis, selanjutnya bercak coklat melebar kea rah dalam daun lalu
membentuk huruf V pada daun kubis yang disebut dengan penyakit busik hitam
pada tanaman kubis. Kemampuan P. fluorencens dalam menekan X. campestris
dapat dilihat pada awal muncul gejala penyakit busuk daun pada tanaman kubis.
Pseudomonas fluorencens mampu menahan pertumbuhan dari bercak coklat yang
terjadi pda daun kubis, sehingga tanaman kubis tidak terkena penyakit busuk
hitam tersebut. Masa inkubasi dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut dan Gejala
penyakit busuk hitam dapat dilihat pada Gambar 4.5 sebagai berikut
Tabel 4.4 Masa Inkubasi Penyakit Busuk Daun Tanaman Kubis
Perlakuan Masa Inkubasi (HSI)
P0 5,60 a
26

P1 16,20 b
P2 11,80 c
P3 14,40 d
P4 19,60 e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji DMRT dengan
taraf kepercayaan 95%.

A B

Gambar 4.6 Gejala Serangan X. campestris


(A) Daun kubis sehata; (B) Gejala awal X. campestris

Pada Tabel 4.4 diperoleh rata-rata nilai masa inkubasi tercepat pada
perlakuan P0 (kontrol) yaitu 5,60 HSI. Rata-rata nilai masa inkubasi paling lambat
yaitu pada perlakuan P4 19,60 HSI. Setiap perlakuan yang telah diuji lanjut
DMRT berbeda nyata satu sama lain. Berdasarkan Gambat 4.5 Gejala penyakit
busuk hitam diakibatkan oleh patogen X. campestris ditandai dengan gejala awal
yang ditunjukkan ialah munculnya bercak kecil berwarna kuning dengan bentuk
mirip huruf “V” di pinggir daun yang kemudian meluas ke tulang tengah daun.
b. Keparahan Penyakit
Keparahan penyakit yang terjadi oleh serangan patogen pada tanaman
kubis dapat di lihat pada Gambar 4.6. pada gambar 4.6 merupakan keparahan
penyakit busuk hitam pada tanaman kubis setiap minggu sebagai berikut.
27

80
70
Keparahan Penyakit (%)

60
50
P0
40
P1
30 P2
20 P3
10 P4

0
7 14 21 28
Hari Setelah Inokulasi (HSI)

Gambar 4.7 Keparahan Penyakit Busuk Hitam Tanaman Kubis


Berdasarkan Gambar 4.7 rata-rata keparahan penyakit terus mengalami
peningkatan pada setiap minggunya. Perlakuan P4 merupakan perlakuan yang
mampu mengendalian penyakit bususk hitam pada daun kubis dibandingkan
dengan perlakuan isolat lainnya. keparahan penyakit tertinggi yaitu pada
perlakuan P0 sbesar 67%. Perlakuan keparahan penyakit terendah yaitu pada
perlakuan P4 35%
Tabel 4.5 Keparahan Penyakit (%) pada Kubis 28 HSI
Perlakuan Keparahan Penyakit (%)
P0 67 a
P1 41 d
P2 49 b
P3 44 c
P4 35 e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji DMRT dengan taraf
kepercayaan 95%.
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa pada semua perlakuan memiliki
hasil uji lanjut yang berbeda nyata satu sama lain. Nilai keparahan penyakit
tertinggi yaitu pada perlakuan P0 sebesar 67% yang berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. nilai keparahan terendah yaitu pada perlakuan P4 sebesar 35%
yang juga berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
28

c. Efektivitas Pengendalian
Efektivitaspengendalian merupakan nilai kemampuan dari agens hayati
untuk menekan patogen penyebab penyakit. Satuan yang digunakan untuk nilai
efektivitas pengendalian yaitu satuan persen. Nilai efektivitas pengendalian
diperoleh dari nillai keparahan penyakit setiap perlakuan yang dibandingkan
dengan kontrol. Nilai efektivitas pengendalian dilihat pada Tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Rata-Rata Efektivitas Pengendalian


Kategori (Elfina
Perlakuan Efektivitas Pengendalian (%)
dkk., 2017)
P1 65,16 Mampu
P2 34,90 Kurang Mampu
P3 53,03 Mampu
P4 78,61 Mampu
Keterangan: Nilai efektivitas pengendalian dihitung berdasarkan rata-rata nilai keparahan
penyakit pada pengamatan 7 HSI hingga 28 HSI dengan nilai kontrol
Berdasarkan Tabel 4.6 efektivitas pengendalian dengan menggunakan P.
fluorencens masuk ke dalam kategori kurang mampu hingga mampu. Efektivitas
pengendalian terbaik ada pada perlakuan P4 sebesar 78,61% dengan kategori
mampu. Nilai efektivitas pengendalian terendah terdapat pada perlakuan P2
sebesar 34,90% dengan kategori kurang mampu.
d. Laju Infeksi
Laju infeksi merupakan kecepatan perkembangan penyakit dari waktu ke
waktu dengan mengukur tingkat serangan suatu patogen pada kondisi lingkungan
yang mendukung patogen tersebut. Nilai laju infeksi dapat dilihat pada Gambar
4.8 sebagai berikut.
29

0.25

0.2
Laju Infeksi (Unit/hari)

0.15 P0
P1
P2
0.1 P3
P4
0.05

0
r1 r2 r3

Gambar 4.8 Laju Infeksi X. campestris pada Tanaman Kubis

Pada Gambar 4.8 diketahui bahwa laju infeksi r3 pada kubis tertinggi
terdapat pada perlakuan P0 sebesar 0,22 unit/hari. Laju infeksi penyakit terendah
yaitu pada perlakuan P4 sebesar 0,08 unit/hari. Nilai laju infeksi ini akan
berbanding lurus dengan nilai keparahan penyakit yang diperoleh pada saat
dilakukannya pengamatan.
Tabel 4.7 Laju Infeksi pada Kubis r3
Perlakuan Laju Infeksi (unit/hari)
P0 0,22 a
P1 0,11 d
P2 0,16 b
P3 0,13 c
P4 0,08 e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji DMRT dengan taraf
kepercayaan 95%.

Tabel 4.7 merupakan nilai laju infeksi yang telah diuji lanjut Duncan. Laju
infeksi penyakit tertinggi pada perlakuan P0 sebesar 022 unit/hari yang berbeda
nyata dengan seluruh perlakuan. Laju infeksi penyakit terendah pada perlakuan P4
0,08 unit/hari yang juga berbeda nyata dengan seluruh perlakuan.
30

4.2 Pembahasan
Bakteri Xanthomonas campestris pv. Campestris merupakan salah satu
patogen pembawa penyakit busuk hitam pada tanaman kubis. Pada Gambar 4.1
diketahui bahwa koloni X. campestris memiliki pipgmen warna kuning dan
berbentuk bulat. Hal ini sesuai dengan Fahy and Persley (1983), yang menyatakan
bahwa bakteri Xanthomonas memproduksi suatu pigmen berwarna kuning pada
koloninya yang dikenal dengan Xanthomonadins. Berdasarkan Tabel 4.1
diketahui bahwa X. campestris merupakan bakteri gram negative yang
ditunjukkan dengan adanya lendir, bakteri X. campestris ini juga bersifat patogen
yang dapat dilihat bahwa hasil uji hipersensitif positif, yang ditunjukkan adanya
gejala bercak kuning pada daun tembakau. Pada Tabel 4.1 uji patogenesitas
mennunjukkan bahwa isolate bakteri patogen bersifat virulen, hasil uji hidorlisis
pati menunjukkan positif. Menurut Wati dkk. (2017), isolat X. campestrisi
memiliki kemampuan menghidrolisis senyawa pati yang digunakan sebagai
sumber karbon, hal ini dapat menunjukkan koloni bakteri mampu menhidrolisis
makromolekul polisakarida denhan menggunakan enzim amylase. Menurut
Sopyan (2009), luas daerah hidrolisis akan semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya waktu masa inkubasi.
Berdasarkan Gambar 4.3 telah diuji gram dan hipersensitif untuk bakteri
P. fluorencens yang diperoleh yaitu bakteri gram negatif yang ditunjukkan dengan
adanya lendir, dan tidak bersifat patogenik yang ditunjukkan dengan tidak adanya
muncul gejala penyakit pada daun tembakau. Pada Tabel 4.2 diketahui bahwa
kemampuan daya hambat tergolong cukup mampu dalam menahan perkembangan
patogen tersebut. Menurut Mihardjo (2008), aktivitas bakteri antagonis P.
fluoroncens dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen dalam media biakan
disebabkan oleh kamampuannya untuk mengambil unsur besi dari media dengan
membentuk komplek besi pigmen.
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa pengendalian patogen X.
campestris dengan menggunakan P. fluorencens dapat menekan perkembangan
patogen tersebut. Menurut Utama Sjamsijah (2019), menyatakan bahwa infeksi
31

jamur akan terlihat apabila kondisi lingkungan dalam keadaan lembab. Menurut
Cahyaningrum dkk. (2017), masa inkubasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain virulensi patogen, patogen penyebab penyakit, dan kemampuan
antagonis dalam mengendalikan penyakit. Masa inkubasi dicatat pada saat awal
munculnya gejala penyakit busuk hitam yaitu dengan adanya bercak kuning
berbentuk V pada ujung daun. Pada Gambar 4.5 diketahui gejala awal ditandai
dengan munculnya bercak kuning berbentuk huruf menyerupai “V” pada bagian
unjung daun. Menurut Hardian Wati dkk. (2017), penyakit busuk hitam
meruapakan salah satu penyakit penting yang ada pada tanaman kubis, penyakit
busuk hitam ini disebabkan oleh serangan patogen X. campestris pv. Campestris.
Mekanisme serangan dari patogen ini adalah bakteri masuk ke daun melalui
hidatoda di tepi daun, sehingga membentuk lesi V akibat adanya penyumbatan
pembuluh dan menyebabkan infeksi sistemik.
Pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.5 diketahui bahwa keparahan penyakit
dapat ditahan dengan menggunakan pengendalian agens hayati Pseudomonas
fluorencens. Menurut Djenuddin (2016), tanaman memiliki sifat ketahanan
tertentu yang berasal dari gen tanaman itu sendiri, dan dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Menurut Hanudin et al. (2009), menujukkan setiap isolate
Pseudomonas fluorencens yang diisolasi melalui rizosfer krisan, cabai, dan
anyelir memiliki kemampuan daya hambat dan menekan penyakit yang berbeda-
beda. Dengan demikian nilai keparahan penyakit akan semakin menurun dengan
adanya pengendalian agens hayati menggunakan isolate Pseudomonas
fluorencens. Pengendalian menggunakan agens hayati ini meruapakan salah satu
pengendalian yang aman. Menurut Djatnika (1998), pengendalian menggunakan
agen hayati Pseudomonas fluorencens telah diteliti efektivitasnya dalam menekan
beberapa penyakit seperti penyakit layu pada tanaman pisang dan krisan.
Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa efektivitas pengendalian termasuk
ke dalam cukup mampu untuk mengendalikan penyakit X. campestris. Efektivitas
pengendalian ini diperoleh dari perbandingan nilai keparahan penyakit kontrol
dengan nilai keparahan perlakuan. Efektivitas pengendalian paling tinggi terdapat
pada isolat Pseudomonas fluorencens yaitu 78,61%. Menurut Rahayu dan
32

Nurcahyanti (2019) nilai keparahan penyakit berhubungan dengan nilai keparahan


penyakit. Semakin kecil nilai keparahan penyakit maka semakin tinggi nilai
efektivitas pengendalian Pseudomonas fluorencens terhadap patogen X.
campestris.
Pada Tabel 4.7 menujukkan bahwa nilai laju infeksi mempengaruhi
perkembangan penyakit busuk hitam daun kubis. Perkembangan penyakit yang
tinggi akan mempengaruhi nilai keparahan penyakit yang dihasilkan pada
tanaman. Nilai keparahan penyakit tertinggi sebesar 67% memiliki nilai laju
infeksi yang tinggi yaitu 0,22 unit/hari pada perlakuan kontrol. Menurut Oka
(1993), cepat atau lambatnya laju infeksi terjadi apabila tanaman inang bersifat
rentan terhadap penyakit, patogen sangat agresif, cuaca yang mendukung
pertumbuhan patogen, dengan demikian patogen akan cepat menginfeksi tanaman
lain yang masih sehat. Beradasarkan Gambar 4.7 dan Tabel 4.7 memiliki nilai laju
infeksi yang sedang hal ini kemungkinan disebabkan patogen menyerang pada
tanaman yang semakin tua. Menurut Karismyati dkk. (2017), semakin muda umur
tanaman pada awal terinfeksi maka akan semakin cepat terserang penyakit, begitu
pula sebaliknya.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai
beriktu:
1. Isolat Pseudomonas fluorencens dapat mengendalikan Xanthomonas
campestris pv. Campestris penyebab penyakit busuk hitam pada tanaman kubis
secara in vitro dengan ditunjukkan nilai diameter uji daya hambat sebesar 7,13
cm berkategorikan cukup mampu pada isolat perlakuan P4 yaitu pseudomonas
fluorencens dari tanaman inang Cabai.
2. Pseudomonas fluorencens dapat menekan patogen Xanthomonas campestris
pv. Campestris penyebab peyankit busuk hitam pada tanaman kubis dengan
ditunjukkan nilai keparahan penyakit 35%, nilai efektivitas pengendalian
78,61%, dan laju infeksi 0,08 unit/hari pada isolat perlakuan P4 yaitu
pseudomonas fluorencens dari tanaman inang Cabai.

5.2 Saran
Penelitian ini telah diketahui isolat Pseudomonas fluorencens dari inang
tanaman cabai merupakan pseudomonas fluorencens terbaik dalam menekan
penyakit busuk hitam daun kubis, sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu
dilakukan penelitian tentang dosis terbaik dalam menekan penyakit tersebut.

33
34

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Budidaya dan Analisis Ekonomi Tanaman Seledri.


http://warintek.progressio.or.id/.

Ameriana. 2008. Perilaku Petani Sayuran dalam Menggunakan Pestisida Kimia.


Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Horti, 18(1). 95-106.

Barroroh, I. 2009. Pemanfaatan Bakteriofage Sebagau Agens Pengendalian Hayati


Busuk Hitam Pada Kubis. Skripsi. Universias Sebelas Maret. Surakarta.

Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2010. Kebijakan dan Strategi


Perlindungan Tanaman Hortikultura. http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/
images/data/tulisan/kebijakan.htm.

Djatnika, I. 1998. Pengaruh Pseudomonas fluorescens Migula terhadap


patogenisitas Fusarium oxysporum Schelt pada tanaman krisan.
Hortikultura, 8 (1) : 1014-1020.

Duijff, B.J., J.W. Meijer, P.A.H.M. Bakker, and B. Schippers, 1993. Siderophore
mediate competition for iron and induced resistance in the suppression of 30
Fusarium wilt of carnation by fluorescent Pseudomonas spp. Netherlands
Plant Pathology, 99(2). 77-289.

Elfina, Y., M, Ali, D. Sabatiny. 2017. Uji Konsentrasi Biofungisida Tepung


Trichoderma Harzianum Rifai terhadap Jamur Phytophtora palmivora Butl.
Penyebab Penyakit Hsuk Buah Kakao Pasca Panen. Sagu, 16(1): 1-12

Fitriawati, N. 2012. Kefektifan Ekstrak EMpat Jenis Tumbuhan dan Kitosan


Terhadap Bakteri Xanthomonas campestris pv. campestris Penyebab
Penyakit Busuk Hitam Pada Kubis. Tesis. Institute Pertanian Bogor.

Hamastuti, H., E, Dwi, S.R. Juliastuti, dan N. Hendriani, 2012. Peran


Mikroorganisme Azotobacter chrococcum, Pseudomonas fluorencenes, dan
Aspergillus niger pada Pembuatan Kompos Limbah Sludge Industri
Pengolahan Susu. Teknik Pomits,1(1): 1-5.

Kiriho, A.R., Mariay, dan C. Meliala. 2017. Perbandingan Daya Hambat Bakteri
Pseudomonas fluorencens Asal Tomat, Kedelai dan Jagung terhadap
Ralstonia solanaceraum secara In-Vitro. Agrotek, 5(6): 45-50.

Mujib, Abdul, Mohamad Ana Syabana, dan Dewi Hastuti. 2014. Uji efektifitas
larutan pestisida nabati terhadap hama ulat krop (Crocidolomia pavonana
L.) pada tanaman kubis (Brassica oleraceae). Ilmu Pertanian dan
Perikanan, 3(1): 67-72.
35

Mukaromah, F. 2014. Eksplorasi Pseudomonas Fluorencens dari Perakaran


Gulma Putri Malu (Mimosa Invisa. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan Surabaya. 8p.
Nirwanto, H. 2007. Epidami dan Manajemen Penyakit Tanaman. Surabaya: UPN
Veteran.

Nugroho, A. 2012. Eksplorasi Bakteriofage Virulen Terhadap Xanthomonas


campestris pv. campestris Asal Kopeng Untuk Mengendalikan Penyakit
Busuk Hitam Kubis. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Octriana, L. 2011. Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan


Phytium sp. secara In Vitro.Buletin Plasma Nutfah, 17(2): 1-5.

Papuangan, N. 2009. Aktifitas Penghambatan Senyawa Antimikrob Streptomyces


spp. Terhadap Mikroba Patogen Tular Tanah Secara In Vitro dan In Planta.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Pracaya, 2007. Hama & Penyakit Tanaman. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Rahma, H., A. Zainal, dan Suryati. 2016. Isolasi dan Seleksi Rizobakteri yang
Berpotensi sebagai Agen Pengendali Pantoea stewartii subsp. Stewartii
Penyebab Layu Stewart pada Tanaman Jagung. HPT Tropika, 16(2): 124-
130.

Rukmana, R. 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Brokoli. Yogyakarta: Kanisius.

Someya, N., K. Tsuchiya, & K. Akutsu. 2005. Negative interactions between


antagonistic microbes phytopathogens and epiphytic microbes in biological
control of plant pathogens p. 25-29.

Sallytha, A. A. Meda., H. S. Addy., dan Paniman. A. M. 2014. Penghambatan


Actinomycetes Terhadap Erwinia caratovora SUBSP. Caratovora Secara
In Vitro. Berkala Ilmiah Pertanian, 1(4). 70-72.

Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sinaga, M.S. 2003. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar


Swadaya

Shofiyani, A., dan G.P. Budi. 2014. Development Of Fusarium Disease Control
Technology With Biological Agent In Mas Cultivar Banana In Land
Infected. Agritech, 16(2): 157-173
36

Soenartiningsih, N. Djaenuddin, dan M.S. Saenong. 2014. Efektivitas


Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. sebagai Agen Biokontrol Hayati
Penyakit Busuk Pelepah Daun pada Jagung. Pertanian Tanaman
Pangan,33(2): 129-135.
Soesanto, L., E. Mugiastuti, R.F. Rahayuniati, dan A. Manan, 2011. Uji Lapangan
Formula Cair Pseudomonas Fluorencens P60 Terhadap Layu Fusarium pada
Tanaman Tomat. Perlindungan Tanaman Indonesia, 17(2): 82-90.

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta :


Penerbit Raja Grafindo Persada.

Suyono, Y. Dan F. Salahudin. 2011. Identifikasi dan Karakteristik Bakteri


Pseudomonas pada Tanah yang Terindikasi Terkontaminasi Logam. Biopral
Industri, (1): 8-13.

.Wibisono, A., A. Majid, dan P.A. Mihardjo. 2014. Efektivitas Beberapa Isolat
Pseudomonas Fluorescens untuk Mengendalikan Patogen Jamur
Rhizoctonia Solani Pada Tanaman Kedelai. Berkala Ilmiah Pertanian,
1(1): 1-6.

Yuantari, maria. G.C., B. Widianarto dan Henna, R. S. 2015. Analisis Risiko


Pajanan Pestisida Terhadap Kesehatan Petani. Kemas, 10(2). 239-245.

Zainudin, A.L. Abadi, dan L.Q. Aini. 2014. Pengaruh Pemberian Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (Bacillus subtilis Dan Pseudomonas fluorescens)
terhadap Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung(Zea Mays L.). HPT, 2(1):
11-18.

.
37

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Percobaan di Greenhouse

1. Pembuatan media tanam dan sterilisasi tanah :

2. Percobaan penanaman tanaman kubis :

3. Perawatan Tanaman :

4. Serangan Xanthomonas Campestris Pv.Campestris :

37
38

Lampiran 2. Dokumentasi Percobaan di Laboratorium

1. Proses penggojokan :

2. Hasil goresan Xanthomonas campestris pv.campestris :

3. Hasil goresan Pseudomonas fluorescens :

4. Perhitungan jumlah koloni bakteri Pseudomonas fluorescens :


39

Lampiran 3. Olah Data

1. Masa Inkubasi
Perlakua Ulangan
Total Rerata
n 1 2 3 4 5
P0 2,35 2,55 2,55 2,74 2,12 12,30 2,46
P1 3,81 4,18 3,94 4,42 4,06 20,41 4,08
P2 3,67 3,81 3,54 3,39 3,08 17,49 3,50
P3 3,81 3,81 4,06 3,67 3,94 19,29 3,86
P4 4,30 4,53 4,53 4,64 4,42 22,41 4,48
Total 17,94 18,88 18,61 18,86 17,62
91,90 3,68
Rerata 3,59 3,78 3,72 3,77 3,52

ANNOVA
F-
Tabel Tabel
SK db JK KT Hitun
5% 1%
g
Perlakua 2,9436
n 4 11,77 1 65,09 2,87 4,43
0,0452
Galat 20 0,90 2
Total 24 12,68
11,0
CV 9 SD 0,10

25.00

21,40 b 20,80 b Isolat Actinomycetes


20.00 24,00 a RT2
14,8 0 c Isolat Actinomycetes
15.00 RT1
Isolat Actinomycetes
10.00 9,80 d PM2
Isolat Actinomycetes
5.00 PM1
Kontrol
0.00
P0 P1 P2 P3 P4

2. Keparahan Penyakit
Perlakua Ulangan Rata-
Total
n 1 2 3 4 5 rata
P0 56,79 53,73 56,79 53,73 53,73 274,76 54,95
P1 39,23 39,23 39,23 42,13 39,23 199,06 39,81
P2 45,00 45,00 45,00 42,13 45,00 222,13 44,43
P3 42,13 39,23 42,13 42,13 42,13 207,75 41,55
P4 36,27 36,27 36,27 36,27 36,27 181,36 36,27
Total 219,42 213,46 219,42 216,39 216,36 1085,0 43,40
40

Rerata 43,88 42,69 43,88 43,28 43,27 6

ANNOVA
F- Tabel Tabel
SK db JK KT
Hitung 5% 1%
Perlakua 252,051
n 4 1008,21 8 161,20 2,87 4,43
1,56358
Galat 20 31,27 9
Total 24 1039,48
18,9
CV 8 SD 0,56

64,76 a
80.00
Keparahan Penyakit (%)

70.00 51,43 b
42,8637,14
c d 48,57 b Isolat Actinomycetes
60.00
50.00 RT2
40.00 Isolat Actinomycetes
RT1
30.00
20.00 Isolat Actinomycetes
PM2
10.00
Isolat Actinomycetes
0.00 PM1
P0 P1 P2 P3 P4 Kontrol
Perlakuan Penelitian

3. Efektivitas
Perlakua Ulangan Rerat
Total
n 1 2 3 4 5 a
P0 71,43 61,90 61,90 61,90 66,67 323,81 70,99
P1 47,62 42,86 42,86 42,86 38,10 214,29 42,86
P2 33,33 38,10 38,10 42,86 33,33 185,71 37,14
P3 52,38 47,62 57,14 52,38 47,62 257,14 51,43
P4 52,38 52,38 42,86 47,62 47,62 242,86 48,57
252,3 242,8 238,1 242,8 233,3
Total 1209,5
8 6 0 6 3 48,38
2
Rerata 50,48 48,57 47,62 48,57 46,67

Kategori
Efektivitas Pengendalian
Perlakuan (Elfina dkk.,
(%)
2017)
P1 65,16 Mampu
41

P2 34,90 Kurang Mampu


P3 53,03 Mampu
P4 78,61 Mampu

4. Laju Infeksi
Ulangan
Perlakuan Total Rerata
1 2 3 4 5
P0 0,24 0,21 0,23 0,21 0,21 1,11 0,222
P1 0,10 0,11 0,11 0,14 0,10 0,56 0,113
P2 0,17 0,16 0,16 0,14 0,15 0,78 0,156
P3 0,14 0,12 0,13 0,12 0,13 0,63 0,126
P4 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,40 0,080
Total 0,74 0,69 0,72 0,68 0,66
3,48 0,14
Rerata 0,15 0,14 0,14 0,14 0,13

ANNOV
A
F-
Tabel Tabel
SK db JK KT Hitun
5% 1%
g
Perlakua 0,0144
n 4 0,06 8 101,02 2,87 4,43
0,0001
Galat 20 0,00 4
Total 24 0,06
3,2069 0,0053
CV 8 SD 5

0,25 a
0.25
Laju Infeksi (unit/hari)

0.20
0,18 b
0,13 c
0.15 0,14 c 0,17 b
Isolat Actinomycetes RT2
Isolat Actinomycetes RT1
0.10
Isolat Actinomycetes PM2
0.05 Isolat Actinomycetes PM1
Kontrol
0.00
P0 P1 P2 P3 P4
Perlakuan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai