Anda di halaman 1dari 27

EVALUASI KETAHANAN TANAMAN NILAM TRANSGENIK

(Pogostemon cablin Benth) TERHADAP PENYAKIT BUDOK


(Synchytrium pogostemonis)

USULAN PENELITIAN

YUSUF BAHTIAR
NIM : 4442132676

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016
Judul

: Evaluasi Ketahanan Tanaman Nilam Transgenik


(Pogostemon cablin Benth) Terhadap Penyakit

Budok (Synchytrium pogostemonis)


Oleh

: YUSUF BAHTIAR

NIM

: 4442132676

Serang, Agustus 2016


Menyetujui dan Mengesahkan :
Pembimbing I,

Pembimbing II,

Andree Saylendra, SP., M.Si.


NIP. 197904202008011013

Dewi Hastuti, SP., M.Sc.


NIP. 197810072005012006
Pembimbing III,

Dr. Sri Suhesti, SP., MP.


NIP. 197806022008012022

Ketua Jurusan,

Andi Apriany Fatmawaty, Ir., MP.


NIP. 196904072003122001

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang maha pengasih lagi maha
pemurah dengan curahan rahmat dan kasih sayang-Nya kita masih diberikan
kenikmatan yang tak terhingga sehingga kesyukuranlah satu-satunya hal yang
harus dilakukan oleh kita hamba-hamba-Nya. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah
menuntun umatnya menuju jalan yang lurus yaitu jalan yang di ridhoi oleh Allah
SWT.
Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1

Andree Saylendra, SP., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing I yang telah


berkenan memberikan pengarahan dan petunjuk dalam penyusunan usulan
penelitian ini.

Dewi Hastuti, SP., M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah berkenan
memberikan pengarahan dan petunjuk dalam penyusunan usulan penelitian
ini.

Dr. Sri Suhesti, SP., MP. sebagai Pembimbing III yang telah berkenan
memberikan pengarahan, bimbingannya serta bantuan baik materil maupun
nonmateril selama penelitian ini.

Andi Apriany Fatmawaty, Ir,. MP. Sebagai Ketua Jurusan Agroekoteknologi


Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Prof. Dr. Nurmayulis, Ir,. MP. Sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa

Keluarga tercinta serta para sahabat yang senantiasa memberikan dukungan,


motivasi, bantuan, kasih sayang serta doanya
Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan proposal Evaluasi Ketahanan Tanaman Nilam Transgenik Terhadap


Penyakit Budok ini oleh karena itu kritik dan saran sangat saya harapkan demi
diperolehnya hasil yang lebih baik.
Serang, Agustus 2016
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI ..

iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
2.1. Rumusan Masalah ... 3
3.1. Tujuan Penelitian . 3
4.1. Hipotesis ..... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Nilam .. 4
2.2. Tanaman Transgenik .........

2.3. Penyakit Budok .........

11

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat .. 14
3.2. Alat dan Bahan 14
3.3. Rancangan Penelitian .. 14
3.4. Pelaksanaan Penelitian .... 18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Nilam adalah tanaman penghasil minyak atsiri yang telah

masuk dalam kelompok tanaman unggulan Perkebunan Nasional


sejak tahun 2010. Minyak nilam merupakan salah satu minyak
atsiri yang mempunyai prospek pasar yang cukup besar, baik di
dalam negeri maupun di luar negeri. Permintaan minyak nilam
semakin meningkat seiring dengan semakin beragamnya produk

parfum/kosmetika, meningkatnya kebutuhan untuk industri obatobatan serta belum berkembangnya substitusi essential oil yang
bersifat pengikat (fiksasi) dalam industri parfum/kosmetika.
(Ditjenbun, 2013)
Pada tahun 2014 luas tanaman nilam di Indonesia mencapai 31.288 ha
dengan produksi 2.690 ton (Ditjenbun, 2014). Salah satu masalah dalam budidaya
dan pengembangan nilam adalah adanya serangan penyakit. Beberapa penyakit
penting pada tanaman nilam yaitu penyakit layu bakteri, penyakit budok, dan
penyakit yang disebabkan oleh nematode dan virus. Turunnya produktivitas dan
mutu minyak nilam antara lain disebabkan oleh berkembangnya penyakit tanaman
yaitu penyakit budok (Synchytrium pogostemonis) (Nasrun et al., 2009). Penyakit
budok yang dikenal sebagai penyakit karat palsu telah berkembang dan
merupakan masalah utama pada pertanaman nilam di Nanggro Aceh Darusallam
(NAD), Sumatera Barat dan Jawa Tengah (Kusnanta, 2005). Penyakit budok dapat
menurunkan produksi terna sebesar 16,74% dan produksi minyak nilam 11,1550,38% (Nurmansyah, 2011)
Penyakit budok saat ini banyak ditemukan dan menjadi kendala utama di
beberapa sentra pertanaman nilam di Jawa, di Sumatera dan di Kalimantan. Gejala
di lapang nampak daun menjadi ungu kemerahan dan disertai adanya bengkakbengkak (scabies). Hasil pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa
penyakit tersebut disebabkan oleh jamur Synchytrium pogostemonis (Wahyuno et
al., 2007). Penyakit ini juga telah berkembang dan di temukan
pada pertanaman nilam di India (EPPO, 2007).
Penggunaan varietas tahan atau toleran merupakan cara
yang paling efektif untuk pengendalian penyakit budok. Sampai
saat ini belum ditemukan adanya varietas nilam yang tahan
terhadap penyakit. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilam
jawa tahan terhadap penyakit budok pada pengujian di rumah
kaca dan di lapang, dan varietas sidikalang lebih toleran
terhadap penyakit layu bakteri. Hal ini menunjukan adanya gen
kandidat ketahanan terhadap penyakit. Transformasi genetik
faktor transkripsi berpeluang untuk dilakukan dalam upaya

mendapatkan tanaman toleran terhadap penyakit, karena faktor


transkripsi berperan besar dalam meregulasi sejumlah gen-gen
lain yang bertanggungjawab terhadap sifat ketahanan. (Sukamto,
2014)
Faktor transkripsi WRKY telah diketahui mengatur ekspresi infeksi
patogen penyebab penyakit (Xu et al., 2006), perkembangan trichoma (Johnson et
al., 2002), penyusunan karbohidrat dan metabolisme sekunder, dan penuaan
fisiologi tanaman (Hinderhofer dan Zentgraf, 2001). Mekanisme gen WRKY
dalam ketahanan terhadap penyakit ditunjukkan oleh adanya signal resisten
sitematik (SAR). Resisten sistemik diawali dengan akumulasi dari molekul sinyal
salisilat acid (SA). Asam salisilat menginduksi translokasi nucleus dari transkripsi
faktor NPR1 untuk mengaktifkan banyak gen yang diperlukan terhadap
pertahanan terhadap serangan penyakit (Chen dan Chen, 2000).
Kegiatan transformasi faktor transkripsi WRKY telah dilaksanakan sejak
tahun 2010, yaitu transformasi WRKY asal tanaman padi pada tanaman nilam
varietas sidikalang. OsWRKY76 gene dari tanaman padi dapat
ditranformasi dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens
ke tanaman nilam (varietas sidikalang). Tranformasi OsWRKY76
asal tanaman padi dapat menghasilkan 187 kalus independent
nilam. Sampai tahun 2011-2012 telah dihasilkan 21 nomor yang sudah
diaklimatisasi dan tumbuh (Sukamto dkk, 2014).
Hasil transformasi WRKY asal tanaman padi telah dihasilkan 6 nomor
nilam WRKY yaitu T1, T8, T10, T11, T12, dan T13. Hasil pengujian nilam
WRKY yang dilakukan di rumah kaca dengan menginokulasikan beberapa nomor
transgenik yang ditanam pada media hidroponik dengan inokulum dari
Synchytrium pogostemonis dengan dosis inokulum 2, 4, dan 8 gram. Pengamatan
pada 3 minggu setelah inokulasi menunjukan bahwa pada nomor nilam transgenik
WRKY T1, T8, T10, T12 dan T13 tidak terserang penyakit budok, sedangkan
nilam T2 dan tetua nilam (varietas sidikalang) terserang penyakit budok dan nilam
T11 terserang juga pada 3 minggu setelah tanam dengan perlakuan inokulum 8 g
terserang penyakit budok dengan presentasi serangan 10%. (Sukamto, 2013)

Sampai saat ini belum ada varietas unggul nilam yang tahan terhadap
penyakit budok (Synchytrium pogostemonis), dengan diperolehnya hasil beberapa
nomor transforman nilam transgenik WRKY yang menunjukan ketahanan pada
penyakit yang dilakukan dirumah kaca, maka dipilih beberapa nomor yang tahan
tersebut yang merupakan calon varietas unggul nilam yang tahan terhadap
penyakit budok untuk dilakukan penelitian evaluasi ketahanan nilam transgenik
WRKY terhadap penyakit budok (Synchytrium pogostemonis).
1.2.

Rumusan Masalah

1. Apakah genotip nilam transgenik WRKY tahan terhadap penyakit budok?


2. Apakah terdapat perbedaan tingkat ketahanan genotip nilam transgenik
WRKY terhadap pemberian Synchytrium pogostemonis?
3. Bagaimana pertumbuhan dan produktifitas nilam transgenik WRKY pada
pemberian inokulum Synchytrium pogostemonis yang semakin tinggi?
1.3.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan beberapa

transforman nilam transgenik (Pogostemon cablin Benth) terhadap pemberian


inoukulum penyakit budok (Synchytrium pogostemonis).
1.4.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan tingkat ketahanan nilam transgenik WRKY terhadap


pemberian inokulum Synchytrium pogostemonis
2. Pemberian inokulum 4 g/tanaman menyebabkan pertumbuhan penyakit
budok Synchytrium pogostemonis dengan presentase paling tinggi.
3. Peningkatan dosis inokulum dapat menghambat pertumbuhan nilam dan
menurunkan produktifitas nilam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Tanaman Nilam (Pogostemon sp)

2.1.1. Botani dan Sistematika Tanaman Nilam

Menurut Guenther (1950) sistematika nilam adalah sebagai


berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Angiospermae

Ordo

: Lamiales

Famili

: Labiateae

Genus

: Pogostemon

Spesies

: - Pogostemon cablin Benth


- Pogostemon heyneatus Benth
- Pogostemon hortensis Backer

Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut,


daunnya halus seperti beludru apabila diraba dengan tangan, bentuk
daunnya agak membulat lonjong seperti jantung dengan warnanya agak
pucat. Bagian bawah daun dan rantingnya berbulu halus. Batangnya
berkayu dengan diameter 10 - 20 mm relatif hampir berbentuk segi empat.
Sebagian besar daun yang melekat pada ranting hampir selalu berpasangan
satu sama lain. Jumlah cabang yang banyak dan bertingkat mengelilingi
batang sekitar 3 - 5 cabang per tingkat. Tanaman ini memiliki umur
tumbuh yang cukup panjang, yaitu sekitar tiga tahun, panen perdana dapat
dilakukan pada bulan ke 6 - 7 dan seterusnya setiap 2-3 bulan tergantung
pemeliharaan dan pola tanam, kemudian dapat diremajakan kembali dari
hasil tanam melalui persemaian berua stek (Mangun, 2002)
Nilam (Pogostemon sp) atau dikenal juga sebagai dilem wangi
(jawa), merupakan tanaman yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat
luas. Tanaman nilam banyak ditanam untuk diambil minyaknya. Minyak
nilam banyak dibutuhkan untuk industri kosmetik, parfum, antiseptik, dan
lain sebagainya.
Minyak nilam termasuk salah satu dari minyak atsiri atau minyak
eteris/minyak terbang (essential oil, volatile) karena sifatnya yang mudah
menguap pada suhu kamar. Minyak nilam berbau wangi dan pada
umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Secara

fisiologis, minyak pada tanaman penghasil minyak atsiri berfungsi : (1)


membantu proses penyerbukan atau sebagai atraktan terhadap beberapa
jenis serangga atau hewan, (2) mencegah kerusakan tanaman oleh
serangga, dan (3) sebagai makanan cadangan bagi tanaman.
2.1.2. Jenis Jenis Nilam
Terdapat tiga jenis nilam di Indonesia yang dapat dibedakan
menurut karakter morfologinya, kandungan PA dan kualitas minyak serta
ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Ketiga jenis nilam
tersebut adalah (1). Pogostemon cablin Benth. Syn. Pogostemon pathcouli
Pellet var. Suavis Hook disebut nilam aceh, (2). Pogostemon heyneanus
Benth disebut juga nilam jawa, dan (3). Pogostemon hortenis Becker
disebut nilam sabun (Guenther, 1950)
Diantara ketiga jenis nilam tersebut, nilam Aceh dan nilam sabun
yang tidak berbunga. Adapun yang paling luas daerah penyebarannya dan
banyak dibudidayakan adalah nilam aceh yang memiliki kadar minyak dan
kualitas minyak lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis nilam
lainnya. Ciri spesifik yang dapat membedakan antara nilam aceh dan nilam
jawa secara visual terdapat pada daunnya. Pada nilam aceh permukaan
daunnya halus, bergerigi tumpul, ujung daunnya runcing sedangkan pada
nilam jawa permukaan daunnya kasar, tepi daun bergerigi runcing dan
ujung daunnya meruncing.
Menurut Nuryani et al. (1997), nilam jawa lebih toleran terhadap
nematoda dan penyakit layu bakteri dibanding dengan nilam aceh, karena
antara lain disebabkan kandungan fenol dan ligninnya yang lebih tinggi
daripada nilam aceh.
1. Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth)
Nilam aceh merupakan tanaman introduksi diperkirakan berasal
dari Filipina atau semenanjung Malaysia, dan masuk ke Indonesia lebih
dari seabad yang lalu. Nama ilmiah dari nilam aceh adalah Pogostemon
cablin Benth. Nilam jenis ini jarang berbunga. Nilam aceh mengandung
sekitar 2,5-5 % minyak, sehingga banyak diminati oleh petani maupun

pasar. Tiga varietas nilam unggul yang sudah dilepas dengan kadar dan
mutu minyak tinggi, yaitu Lhokseumawe, Tapak Tuan, dan Sidikalang
(Nuryani, 2006). Hasil pengujian seleksi ketahanan nilam terhadap layu
bakteri (Ralstonia solanacearum) menunjukkan bahwa varietas Sidikalang
lebih toleran terhadap layu bakteri dibanding Lhokseumawe dan Tapak
Tuan (Nasrun et al. 2004). Varietas Sidikalang juga lebih toleran terhadap
nematoda (Mustika dan Nuryani, 2006). Namun, ketiga varietas nilam itu
tidak tahan terhadap penyakit budok (Wahyuno dan Sukamto, 2010)
2. Nilam Jawa (Pogostemon heyneanus Benth)
Sering juga dinamakan nilam jawa atau nilam hutan berasal dari
India, disebut juga nilam kembang karena dapat berkembang. Kandungan
minyaknya lebih rendah 2-3 kali lipat dari nilam aceh, yaitu berkisar
antara 0,5-1,5%. Oleh karena itu, nilam jenis ini kurang diminati oleh
petani meskipun bentuk tanamannya lebih besar dan rimbun dibanding
nilam aceh. Namun, nilam jawa (Girilaya) lebih tahan terhadap penyakit
layu bakteri dan nematoda dibanding nilam aceh. Wahyuno dan Sukamto
(2010) juga melaporkan bahwa nilam jawa tahan terhadap penyakit budok
yang disebabkan oleh jamur Synchytrium pogostemonis
3. Nilam Sabun (Pogostemon hortensis Backer)
Nilam jenis ini disebut juga sebagai nilam sabun. Jenis ini hanya
terdapat di Banten. Kandungan minyaknya juga rendah, berkisar antara
0,5-1,5%. Mutu minyaknya juga kurang baik sehingga kurang diminati
oleh pasar. Daunnya tipis, ujung daun agak runcing, dan tidak berbunga.
Disebut nilam sabun karena biasanya digunakan sebagai bahan untuk
pembuatan sabun.
2.1.3. Perbanyakan Nilam
Tanaman nilam tidak menghasilkan bunga. Oleh karena itu nilam
biasa diperbanyak secara vegetatif, sehingga keragaman genetiknya
sangat sempit (Nuryani, 2005). Tanaman nilam dikembangakan secara

vegetatif,

yaitu

dengan

mempergunakan

potongan

potongan

cabang/batang (stek). Benih yang baik untuk ditanam harus berasal dari
induk yang sehat, berasal dari bahan tanaman yang baik dan dijamin
terbebas dari kontaminasi hama dan penyakit utama, karena hal itu dapat
menggagalkan panen sampai 100%.
Hasil penelitian oleh sukarman dan melati (2009) melaporkan
bahwa viabilitas benih/daya tumbuh benih stek nilam tidak berbeda antara
benih yang berasal dari bagian pangkal, tengah, dan pucuk. Walaupun stek
pucuk menghasilkan pertumbuhan (tinggi dan jumlah ruas benih/bibit)
yang lebih cepat dibandingkan benih yang berasal dari stek bagian pangkal
dan tengah.
Stek nilam yang dipanen hendaknya dengan kriteria sebagai
berikut :
1. Umur tanaman induk > 6 bulan
2. Diameter stek ; 0,3 0,5 cm
3. Ukuran stek ; stek panjang > 30 cm dan stek pendek 15 20 cm
4. Fisik stek ; segar, sehat, tanpa kahat hara, bebas dari serangan hama dan
penyakit dan telah mengayu, tetapi tidak yang sudah tua.
5. Kualifikasi stek dapat berasal dari batang, cabang primer, cabang
sekunder.
2.1.4. Syarat Tumbuh Nilam
Tanaman nilam dapat tumbuh di dataran rendah hingga di dataran
tinggi yang mempunyai ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut.
Ketinggian optimal agar nilam dapat berproduksi tinggi ada pada
ketinggian tempat 10-400 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang
diperlukan bagi pertumbuhan tanaman nilam berkisar antara 2.500-3.500
mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu udara yang optimal untuk
tanaman nilam berkisar antara 240-28 0C dengan kelembaban udara lebih
dari 75%. Meskipun tanaman nilam tetap dapat tumbuh di bawah naungan,
tetapi tanaman nilam memerlukan sinar matahari yang cukup agar tumbuh.

Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam optimal. Penggunaan


lahan dan iklim sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan kualitas
minyak nilam yang dihasilkan. Nilam yang tumbuh di dataran rendahsedang (0-700 m dpl) dengan kadar minyak yang (>2%) lebih tinggi
dibanding dengan yang tumbuh di dataran tinggi (>700 mdpl) (Rosman et
al, 1998). Intensitas matahari 75-100% akan sangat mempengaruhi kadar
Patchouli Alkoholnya, di daerah yang ternaungi akan menghasilkan kadar
minyak yang rendah. Nilam sangat peka terhadap kekeringan, terutama
pada musim kemarau yang sangat panjang, setelah dipanen akan
menyebabkan kematian.
Tanah dengan pH 5-7 adalah tanah yang terbaik untuk penananamn
nilam, dengan tingkat kandungan unsur hara N, P dan K yang optimal
sangat diharapkan. N-total sedang sampai tinggi adalah yang terbaik
(berkisar antara 0,21-0,75 %). Kandungan P2O5 sedang sampai tinggi (1025 ppm). K2O (lebih dari 0,3 me/100 g). Untuk daerah-daerah yang
memiliki pH rendah dibutuhkan kapur sedangkan N, P dan K rendah
diperlukan pupuk yang mengandung N, P dan K. Hasil penelitian
Trisilawati et al. (2004)
2.2.

Tanaman Transgenik
Tanaman transgenik atau GMO (Genetically Modified Organism)
adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari 5 spesies
tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Penggabungan gen
asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang
diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu
rendah, kekeringan, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman,
serta kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dari tanaman alami. Sejarah
penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri
Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen
yang dimilikinya ke dalam tanaman. (Bradner, 2002)
Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya
adalah untuk menghambat pelunakan buah (pada tomat), tahan terhadap
serangan insektisida, herbisida, dan virus, meningkatkan nilai gizi
9

tanaman, dan meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan


yang ektrem sepertilahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan
kadar garam yang tinggi.
Tanaman transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan
dipasarkan adalah jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali
di Amerika Serikat pada tahun 1996. Antara tahun 1996-2001 telah terjadi
peningkatan yang sangat dramatisdalam adopsi atau penanaman tanaman
GMO (Genetically Modified Organism) diseluruh dunia. Pada tahun 2004,
lebih dari 80 juta hektar tanah pertanian di dunia telah ditanami dengan
tanaman transgenik dan 56% kedelai di dunia merupakan kedelai
transgenik. Jenis-jenis tanaman transgenik yang telah dikenal diantaranya
tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan antibiotik, tanaman dengan
kualitas nutrisi lebih baik, serta dengan produktifitas lebih tinggi.
Tahapan pembuatan tanaman transgenik adalah sebagai berikut :

Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan


identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat

yang diinginkan).
Gen yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan,

atau bakteri.
Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen

yang disebut dengan istilah kloning gen.


Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor
kloning (agen pembawa DNA), contohnya plasmid (DNA yang digunakan

untuk transfer gen).


Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga
DNA dapat diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri

tersebut.
Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup
maka akan dilakukan transfer gen asing tersebut ke dalam sel tumbuhan

yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun.
Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode
senjata

gen,

metode

transformasi

DNA

yang

diperantarai

bakteri Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode transfer


DNA dengan bantuan listrik)
(Muladno, 2002)
10

2.2.1. Tanaman Nilam Transgenik WRKY


Tanaman

nilam

merupakan

tanaman

tropik

yang

banyak

dibudidayakan di Indonesia, dan lebih dari 80% dari produksi minyak


dunia dipasok dari Indonesia. Masalah utama dalam budidaya nilam di
Indonesia adalah belum ada varietas tahan terhadap penyakit, adanya
serangan hama dan penyakit, dan terjadi alelopati. Tanaman tahan atau
toleran dapat diperoleh dengan teknik tranformasi gen dan pemuliaan
tanaman. Trankripsi faktor WRKY telah diketahui dapat meregulasi
serangan beberapa patogen penyebab penyakit tanaman (Sukamto, 2011).
Faktor transkripsi berperan besar dalam meregulasi sejumlah gengen lain yang bertanggungjawab terhadap cekaman biotik dan abiotik (Liu
et al., 2007). Faktor trankripsi WRKY merupakan salah faktor transkripsi
yang telah banyak diidentifikasi pada beberapa tanaman seperti kentang
manis

(Ipomoea

batatas),

gandum

liar

(Avena

fatua),

parsley

(Petroselinum cripspum), Arabidiopsis sp., dan padi (Oryza sativa).


(Eulgem et al., 2000; Liu et al., 2006).
Faktor transkripsi WRKY telah diketahui mengatur ekspresi infeksi
patogen penyebab penyakit (Xu et al., 2006; Turck et al., 2004; Kalde et
al., 2003) perkembangan trichoma (Johnson et al., 2002), penyusunan
karbohidrat dan metabolism sekunder, dan penuaan fisiologi tanaman
(Hinderhofer dan Zentgraf, 2001). Mekanisme gen WRKY dalam
ketahanan terhadap penyakit ditunjukkan oleh adanya signal resisten
sistematik (SAR). Resisten sistemik diawali dengan akumulasi dari
molekul sinyal salisilat acid (SA). Asam salisilat menginduksi translokasi
nucleus dari transkripsi faktor NPR1 untuk mengaktifkan banyak gen yang
diperlukan terhadap pertahanan terhadap serangan penyakit. Infeksi
Tobacco Mosaic Virus (TMV) pada tembakau, infeksi bakteri dan jamur
serta perlakuan salicylic acid menginduksi dengan kuat gene WRKY
(Chen and Chen, 2000; Yoda et al., 2002; Takemoto et al., 2003;
Vandenabeele et al., 2003).

11

Gen WRKY juga menunjukkan respon ketahanan terhadap


penyakit pada tanaman padi (Kim et al., 2000; Wen et al., 2003; Liu et al.,
2005), kentang (Dellagi et al., 2000). Faktor transkripsi WRKY pada padi
menunjukkan bahwa dari 45 gen yang diuji, ekspresi dari 15 gen WRKY
meningkat secara nyata dalam sebuah interaksi antara tanaman padi dan
M. grisea (Ryu et al., 2006). Dua belas dari gen-gen yang diinduksi M.
grisea ini juga berubah ekspresinya pada tanaman padi yang diinfeksi
dengan Xanthomonas oryzae pv. Oryzae (Ryu et al., 2006) Hal tersebut
menunjukkan bahwa factor transkripsi WRKY berpotensi untuk digunakan
dalam meningkatkan ketahanan terhadap beberapa penyakit pada tanaman
nilam.
OsWRKY76 merupakan satu gen yang termasuk keluarga gen
WRKY yang diidentifikasi dari padi yang memperlihatkan peningkatan
ekspresi pada tanaman padi yang tahan setelah diinokulasi dengan
cendawan Pyricularia grisea (Ryu et al., 2006). Gen OsWRKY76 terletak
pada segmen dikromosom yang diidentifikasi terkait dengan ketahanan
penyakit spectrum luas (Wisser et al., 2005). OsWRKY76 yang digunakan
dalam penelitian ini diisolasi dari padi Nipponbare (Japonica) di konstruk
dalam vector pCAMBIA-1301 dengan kendali promoter 35SCaMV.
pCAMBIA-1301-OsWRKY76 ditranformasikan ke dalam Agrobacterium
tumefaciens stran EHA 105. Untuk mengetahui ekspresi gen OsWRKY76
asal padi pada tanaman nilam maka dilakukan introduksi pada tanaman
nilam varietas sidikalang. Teknik infeksi Agrobacterium tumefaciens ke
eksplan tanaman nilam dilakukan dengan metode leaf disc (Horsch et al.,
1988)
2.3.

Penyakit Budok

2.3.1. Penyebab Penyakit Budok


Penyakit budok dilaporkan pertama kali berdasarkan tanaman
nilam yang terdapat di Aceh, demikian juga dengan istilah budok yang
berarti kudis menurut bahasa lokal setempat. Pada awalnya, organisme
penyebab penyakit ini diduga dari kelompok virus karena gejala yang

12

nampak mirip dengan tanaman yang terserang virus, yaitu tanaman


tumbuh kerdil, daun kecil atau keriting. Gejala roset dapat dijumpai pada
tanaman yang telah terinfeksi pada stadia lebih lanjut. (Wahyuno dkk,
2011)
Struktur bertahan cendawan Synchytrium sp berbentuk spora bulat,
besar dan berdinding tebal konsisten ditemukan permukaan dalam kutil
yang terbentuk pada batang maupun daun dari semua contoh tanaman
nilam sakit yang diamati. Hal ini membuat Synchytrium sp mampu
bertahan di jaringan tanaman yang telah terserang untuk waktu yang lama
Dari hasil pengujian menggunakan penularan buatan memperkuat asumsi
di atas, bahwa cendawan Synchytrium sp merupakan organisme penyebab
penyakit budok pada tanaman nilam di Indonesia yang juga ditemukan
pada pertanaman nilam di India. (Wahyuno dkk, 2011)
Jamur Synchytrium pogostemonis bersifat parasit obligat yaitu
jamur yang hanya bisa tumbuh pada jaringan yang hidup, oleh sebab itu
jamur Synchytrium pogostemonis tidak bisa diisolasi pada media buatan.
Sehingga mengalami kesulitan menguji jamur Synchytrium pogostemonis
pada skala laboratorium. Parasit obligat bila menyerang tumbuhan
inangnya, parasit ini tidak mematikan sel-sel inangnya terlebih dahulu
tetapi langsung mengabsorpsi bahan makanan dengan cara mempenetrasi
sel-sel hidup tumbuhan inangnya. Pengurangan bahan makanan ini
walaupun mengganggu pertumbuhan serta menimbulkan gejala penyakit
namun tidak selalu mematikan tumbuhan inangnya. Lama kelamaan sel-sel
yang diabsorbsi bahan makanannya oleh parasit obligat akan mengalami
kematian, dan kematian sel-sel ini akan menghambat perkembangan
selanjutnya dari parasit sehingga akhirnya parasit tersebut akan mati juga.
2.3.2. Gejala Penyakit Budok
Gejala dari penyakit budok adalah adanya kutil berupa benjolan
berwarna putih yang banyak terbentuk di permukaan batang atau daun
khususnya yang ada di dekat permukaan tanah. Pada stadia awal, kutil
terlihat berwarna putih, dan pada stadia lanjut struktur bertahan

13

Synchytrium pogostemonis berupa spora yang sebenarnya merupakan


prosorus berwarna kuning terlihat ada di dalam kutil. Jumlah spora
istirahat yang terbentuk bervariasi antara 1 - 11 tergantung pada besar
ukuran kutil yang terjadi. Serangan Synchytrium pogostemonis dapat
terjadi pada semua bagian tanaman yang masih muda, kecuali akar
tanaman. (Nurmansyah, 2011)
Gejala serangan patogen Synchytrium pogostemonis di lapang
ditandai dengan terjadinya pembengkakkan atau terbentuk kutil berupa
benjolan kecil-kecil pada pangkal batang, cabang atau ranting yang dekat
dengan permukaan tanah. Gejala tersebut berkembang ke batang, cabang,
ranting, dan tulang daun sehingga permukaannya kelihatan kasar dengan
warna hitam kecokelatan. Daun yang baru terbentuk berukuran kecil-kecil,
kaku, keriting, tebal berwarna merah keunguan kadang-kadang berbentuk
roset. Gejala ini terus berkembang menyerang tulang daun, helaian daun
dan pucuk. Secara umum tanaman yang terserang terlihat kerdil dan
akhirnya mati.
2.3.3. Pengendalian Penyakit Budok
Perbaikan SOP (standar operasional prosedur) budidaya nilam
yang ada, khususnya dalam seleksi dan penyiapan bahan tanaman untuk
perbanyakan (Wahyuno, 2010). Harga fungisida sistemik yang relatif
mahal, adanya struktur bertahan dari S. pogostemonis yang sulit untuk
dikenai fungisida, belum tersedianya varietas nilam yang tahan terhadap S.
pogostemonis maupun pola budidaya nilam yang lazim dilakukan oleh
petani merupakan pertimbangan bahwa penyediaan bahan tanaman yang
sehat merupakan cara yang paling murah untuk mengurangi kerugian hasil
akibat serangan S. pogostemonis
Beberapa usaha pengendalian yang dapat dilakukan antara lain :
1. Penggunaan bibit nilam yang bebas patogen
2. Melakukan rotasi tanaman
3. Memusnahkan tanaman nilam yang menunjukkan gejala terkena penyakit
budok

14

4. Sanitasi lahan
5. Mengatur sistem drainase yang dapat meminimalkan terjadinya penularan
ke tanaman di sekitar.
6. Melakukan pengolahan tanah, pemberian mulsa untuk mengurangi
penyebaran penyakit.
7. Eradikasi di tempat dengan membakar sekelompok tanaman yang telah
terserang.
8. Penggunaan 1% bubur bourdeaux (100 g terusi/copper sulphate + 100 g
kapur tohor dalam 10 liter air), dapat digunakan untuk mengendalikan
penyakit budok.
9. Aplikasi fungisida menjadi alternatif apabila tanaman yang menunjukkan
gejala dijumpai dalam jumlah yang cukup banyak di kebun
(Wahyuno dkk., 2011).
.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.

Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus sampai
dengan Januari 2017 bertempat di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat (Balittro), Kota Bogor, Jawa Barat.

3.2.

Alat dan Bahan


Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul,
pengki, polibag 12x15 cm, polibag 50x50 cm, golok, pisau, gunting,
plastik mulsa, timbangan, mistar, jangka sorong, color chart, selang air,
kamera dan alat tulis.
Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini induk nilam
varietas sidikalang, indukan nilam transgenik, tanaman asia afrika
(Vernonia amygdalina Delile), inokulum Synchytrium pogostemonis,
pupuk anorganik (SP-36, Kcl, Urea), tanah, pupuk kotoran sapi dan
insektisida.

15

3.3.

Rancangan Penelitian

3.3.1. Rancangan Lingkungan


Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak
terbagi (split plot design), dengan petak utama adalah perlakuan inokulasi
jamur Synchytrium pogostemonis dan anak petak berupa genotip nilam.
Masing-masing kombinasi perlakuan terdiri dari empat ulangan (lima
tanaman per ulangan).
3.3.2. Rancangan Perlakuan
Rancangan perlakuan terdiri dari perlakuan petak utama dan
perlakuan anak petak sebagai berikut :

Perlakuan petak utama adalah perlakuan inokulasi jamur Synchytrium


pogostemonis yang terdiri dari 3 taraf yaitu :
J1 : Inokulasi dengan dosis 0 gram/tanaman
J2 : Inokulasi menggunakan bahan tanaman nilam terinfeksi budok
dengan dosis 2 gram/tanaman
J3 : Inokulasi menggunakan bahan tanaman nilam terinfeksi budok
dengan dosis 4 gram/tanaman

Perlakuan anak petak adalah genotip nilam trasgenik dan tetua sebagai
berikut :
G1
G2
G3
G4
G5
G6
Dari

: Tanaman Nilam Sidikalang


: Tanaman Nilam Transgenik T2
: Tanaman Nilam Transgenik T8
: Tanaman Nilam Transgenik T10
: Tanaman Nilam Transgenik T11
: Tanaman Nilam Transgenik T13
dua perlakuan tersebut maka diperoleh kombinasi perlakuan sebagai

berikut :
JIG1
sidikalang
J1G2
J1G3
J1G4
J1G5
J1G6

: Inokulum Budok 0 gram/tanaman dan nilam varietas


: Inokulum Budok 0 gram/tanaman dan nilam varietas T2
: Inokulum Budok 0 gram/tanaman dan nilam varietas T8
: Inokulum Budok 0 gram/tanaman dan nilam varietas T10
: Inokulum Budok 0 gram/tanaman dan nilam varietas T11
: Inokulum Budok 0 gram/tanaman dan nilam varietas T13

15

J2G1 : Inokulum Budok 2 gram/tanaman dan nilam varietas


sidikalang
J2G2
J2G3
J2G4
J2G5
J2G6
J3G1

: Inokulum Budok 2 gram/tanaman dan nilam varietas T2


: Inokulum Budok 2 gram/tanaman dan nilam varietas T8
: Inokulum Budok 2 gram/tanaman dan nilam varietas T10
: Inokulum Budok 2 gram/tanaman dan nilam varietas T11
: Inokulum Budok 2 gram/tanaman dan nilam varietas T13
: Inokulum Budok 4 gram/tanaman dan nilam varietas

sidikalang
J3G2
J3G3
J3G4
J3G5
J3G6

: Inokulum Budok 4 gram/tanaman dan nilam varietas T2


: Inokulum Budok 4 gram/tanaman dan nilam varietas T8
: Inokulum Budok 4 gram/tanaman dan nilam varietas T10
: Inokulum Budok 4 gram/tanaman dan nilam varietas T11
: Inokulum Budok 4 gram/tanaman dan nilam varietas T13

3.3.3. Rancangan Respon


Parameter yang diamati adalah sebagai berikut :
1. Presentase tanaman yang terinfeksi
Presentase serangan penyakit ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah Tanaman Terinfeksi
Presentaseterinfeksi=
x 100
Total tanaman
Pengamatan perkembangan penyakit budok diamati mulai 2
minggu setelah inokulasi sampai umur 20 MST. Pengamatan dilakukan
sebulan sekali sehingga jumlah pengamatan yang dilakukan adalah 5 kali
pengamatan. Pengamatan dilakukan satu bulan sekali
2. Panjang bagian batang primer yang terkolonisasi S. Pogostemonis
Batang tanaman nilam terserang penyakit budok yang ditandai
dengan adanya miselium jamur S. Pogostemonis berwarna putih pada
bagian batang yang kemudian diukur menggunakan mistar pada panjang
batang yang terkolonisasi oleh S. Pogostemonis tersebut. Pengamatan
dilakukan 2 minggu setelah inokulasi sampai 2 bulan setelah waktu
inokulasi.
3. Persentase tunas baru yang terinfeksi
Pengamatan dilakukan 2 minggu setelah inokulasi sampai 2 bulan
setelah waktu inokulasi. Persentase dihitung dengan rumus :
Jumlah Tunas yang Terinfeksi
x 100
Jumlah TotalTunas
4. Data pertumbuhan kualitatif (warna, bentuk, permukaan daun dan batang)
Tanaman nilam diamati langsung menggunakan alat indra dengan
melihat warna yang disesuaikan dengan color chart dan bentuk daun serta
batang nilam kemudian diamati pula dengan merasakan bagaimana
16

permukaan daun dan batang nilam pada masing-masing petak. Parameter


kualitatif diamati satu kali pada saat tanaman pertumbuhan vegetatif
maksimal yaitu pada umur 12 MST.
5. Data pertumbuhan kuantitatif (tinggi tanaman, diameter batang, jumlah
cabang dan daun). Data kuantitatif diamati setiap 1 bulan sekali dari awal
penanaman sampai umur 20 MST sehingga jumlah pengamatan adalah 5
kali pengamatan.
a. Tinggi Tanaman diukur menggunakan mistar dimulai dari ujung
pangkal batang utama nilam sampai ujung titik tumbuh batang utama
b.

nilam.
Diameter batang diukur pada bagian di atas pangkal batang utama

menggunakan jangka sorong.


c. Jumlah daun nilam dihitung pada masing masing tanaman dengan
cara menghitung banyaknya daun yang sudah terbuka penuh.
d. Jumlah cabang primer dan cabang sekunder dihitung pada masingmasing tanaman dengan menghitung cabang yang tumbuh pada
tanaman.
6. Berat segar dan berat kering terna
Berat segar dan kering terna (daun dan cabang) diamati saat panen
yaitu pada saat nilam berumur 24 MST. Terna dipanen dengan memangkas
nilam pada ketinggian 20 cm dari permukaan tanah. Terna yang masih
segar baru diambil saat panen ditimbang menggunakan timbangan analitik
kemudian terna dikering anginkan lalu ditimbang ulang untuk mengetahui
berat kering terna. Panen dan penimbangan dilakukan satu kali.
3.3.4. Rancangan Analisis
Model linear untuk rancangan ini adalah :
Yijk = + k + i + j + ()ij + Yik + ijk
Keterangan :
Yijk = Pengamatan pada satuan percobaaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan taraf ke-i dari Pemberian Inokulum Budok dan taraf ke-j dari
Genotip Nilam
= Rataan umum
k = Pengaruh aditif dari Kelompok ke-k (k = 1, 2, 3, 4)
i = Pengaruh aditif taraf ke-i dari Pemberian Inokulum Budok (i =
1, 2, 3)
j = Pengaruh aditif taraf ke-j dari Genotip Nilam (j = 1, 2, 3, 4, 5,
6)

17

()ij = Pengaruh aditif taraf ke-i dari Pemberian Inokulum Budok dan taraf
ke-j dari Genotip Nilam
Yik = Pengaruh acak dari petak utama, yang muncul pada taraf ke-i dari
Pemberian Inokulum Budok dalam sekelompok ke-k (galat petak utama)
ijk = Pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan ij (galat anak petak)
Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F (analisis ragam).
Jika perlakuan berpengaruh nyata, dilakukan uji lanjut dengan Uji Wilayah
Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
3.4.

Pelaksanaan Penelitian
Tahapan penelitian yang akan dilakukan terdiri dari :

3.4.1. Penyiapan Bahan Tanaman dengan Cara Stek Sebagai Benih


Persiapan bibit nilam transgenik WRKY dan 1 varietas sidikalang
dilakukan dengan perbanyakan dari stek pucuk atau stek batang/cabang
dengan ukuran 3-4 ruas atau 4-5 buku dari tanaman nilam dengan
menyisakan 2 bagian atas. Stek berasal dari pucuk dibedakan
penanamannya dengan stek berasal dari stek cabang atau batang. Stek
kemudian disemaikan dalam polibag ukuran 12x15 cm dan disungkup
menggunakan plastik bening selama 3 minggu dan sungkup dibuka.
Kemudian benih diadaptasikan dan dipelihara sampai tumbuh selama 5
minggu dan dipindah tanamkan ke dalam polibag dengan ukuran 50x50
cm.
Benih yang dibutuhkan setiap nomor adalah 60 stek sehingga
persediaan benih dibuat 2 kali lipat yaitu sekitar 100-120 stek per nomor
tanaman atau total 600-720 stek untuk semua populasi tanaman. Hal ini
untuk mengantisipasi adanya kematian saat pemindahan tanaman di
polibag besar.
3.4.2. Penyiapan Border
Tanaman border yang akan digunakan adalah tanaman asia afrika
(Vernonia amygdalina Delile). Tanaman asia afrika (Vernonia amygdalina
Delile) selain tidak berbunga juga mempunyai pertumbuhan yang cepat.
Tanaman asia afrika diperbanyak dengan cara distek. Tanaman
ditempatkan disekitar areal tanaman nilam sebagai border. Selain diberi

18

border, dibawah polibag juga dialasi menggunakan plastik mulsa untuk


menghindari pertumbuhan gulma yang tidak diinginkan dan memudahkan
dalam pemeliharaan.
3.4.3. Penyiapan Media Tanam
Media tanam dimasukan ke dalam polibag ukuran 50x50 cm.
media tanam berasal dari tanah yang telah dicampurkan terlebih dahulu
dengan pupuk kotoran sapi dengan ukuran 20 ton/ ha atau 1 kg/individu
tanam.
3.4.4. Penanaman
Penanaman benih dilakukan pada benih yang sudah berumur 5
Minggu ditanam dalam lubang tanam, dalam posisi tegak dengan sedikit
ditekan pada bagian pangkal batang, kemudian tanah segera disiram
sampai betul betul basah.
3.4.5. Perlakuan inokulasi jamur Synchytrium pogostemonis Penyebab
Penyakit Budok
Tanaman nilam umur 2 bulan yang mempunyai pertumbuhan bagus
dan batang masih herbaceus diinokulasi jamur Synchytrium pogostemonis
penyebab budok. Inokulasi dilakukan menggunakan metode spieckermann
(EPPO, 2004 cit Wahyuno dan Sukamto, 2010) yang telah dimodifikasi.
Inokulum berupa potongan daun dan batang nilam sakit yang terserang S.
pogostemonis yang diletakkan menempel disekitar batang tanaman nilam
dengan berat potongan daun/batang nilam sakit yang diberikan sesuai
perlakuan (0, 2, 4 g/tanaman). Tanaman kemudian diinkubasi dan
dipelihara dengan cara melakukan penyiraman air secukupnya. Kondisi
media tanam dijaga dalam kondisi agak basah. Ini bertujuan agar jamur S.
pogostemonis dapat bergerak ke jaringan tanaman nilam untuk
menginokulasi tanaman. Kondisi basah ini dipertahankan minimal 2
minggu setelah perlakuan inokulasi.
3.4.6. Pemeliharaan

19

Pemeliharaan tanaman nilam meliputi pemupukan, penyiangan,


pengairan dan pengendalian hama. Pemupukan sangat dibutuhkan oleh
tanaman nilam baik pupuk kandang maupun buatan. Pupuk kandang dan
pupuk anorganik (urea, SP-36 dan KCl) diberikan sesuai standar
operasional prosedur (SOP) tanaman nilam. Pemberian pupuk kandang
sebanyak 2 kg/tanaman yang diberikan sebanyak 2 kali. Pupuk anorganik
yang diberikan terdiri dari urea dan SP-36 dan Kcl masing-masing dosis
sebanyak 20 g/tanaman, 10g/tanaman, dan 18,75 g/tanaman.
Penyiangan dilakuan karena pertanaman nilam harus bebas dari
gulma, apalagi terikut dalam panen bersama temanya akan mempengaruhi
mutu minyaknya. Biasanya penyiangan dilakukan lebih intensif menjelang
panen tema. Pengairan sangat diperlukan tanaman

nilam sangat

membutuhkan air cukup banyak selama pertumbuhannya. Pengairan


dilakukan setiap hari atau tergantung dengan kondisi lapangan.
Pengendalian hama dapat dilakukan dengan menyesuaikan kondisi di
lapangan.
Tabel Jenis Dan Dosis Pemupukan Pada Tanaman Nilam (SOP)

Ke

Waktu

1
2
3

Umur
Tanaman
(Bulan)
0
1
3

Dasar
1
2

10

1-2 MST
Setelah
Panen 1
Setelah
Panen 2

N
o

Jumlah

Pemupukan

Jenis dan dosis per Ha (kg)


Pupuk
Urea
SP-36
KCl
kandang
20.000
70
100
150
130
-

100

50

150

20.000

100

50

75

40.000

400

200

375

Sumber : Budidaya Nilam, Budi Santoso H (1990)

20

DAFTAR PUSTAKA
Amalia, 2011, Karakteristik Tanaman Nilam di Indonesia,Status Teknologi Hasil
Penelitian Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat Dan Aromatik, hal 1-3
Burhanuddin dan Nurmansyah. 2010. Pengaruh pemberian pupuk organik dan
kapur tehadap pertumbuhan dan produksi nilam pada tanah podsolik merah
kuning. Bul. Littro. 21 : 138-144
Brandner, D.L. 2002. Detection of Genetically Modified Food: Has Your Food
Been Genetically Modified?.The American Biology Teacher. 64 (6): 433442.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia 2012-2014.
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Dinas Perkebunan. 2013. Budidaya Tanaman Nilam. Pengembangan Sarana dan
Prasarana Pembangunan Perkebunan 2013, Jawa Timur.
Faisal, 2005. Tanaman Transgenik dan Kebijakan Perkembangannya di Indonesia.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, hal 29-36. Vol 3 No 1
Guenther, Ernest. 1950. The Essential oils Vol IV. New York. D. Van Nostrand
Company Inc.
Mangun, H. M. S. 2002. Nilam. Jakarta: Penebar Swadaya.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha
Muda.
Nuryani, Y. 2006. Budidaya Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth). Bogor:
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Nuryani. Y. 2006. Karakteristik Empat Aksesi Nilam. Buletin Plasma Nutfah. 12
(2): 45-49
Nuryani, Y., O. Rostiana dan C. Syukur. 2002. Penetapan Keragaman Genetik
Nilam (Pogostemon sp.) Hasil Fusi Protoplas dengan Teknik RAPD. Jurnal
Littri. 8(2) ; 39-44
Nuryani, 2005. Pelepasan varietas unggul nilam. Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan pengembangan
Perkebunan. 11 : 1-3.
Nurmansyah. 2011. Pengaruh penyakit budok tehadap produksi tanaman nilam.
Bul. Littro. 22 : 65-73.
Nurmansyah, Nasrun dan H., Syamsu. 1994. Penyakit dan gulma pada tanaman
nilam di sentra produksi Sumatera Barat. Prosiding Seminar Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Sub Balittro Solok. hlm. 17-28
Santoso, B.H. 1990. Bertanam nilam bahan industri wewangian. Kanisius.
Yogyakarta

21

Sukamto. 2007. Penyakit utama pada tanaman nilam dan pengendaliannya.


Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Perkembangan Tanaman Obat dan
Aromatik. Bogor, 6 September 2007. hlm. 671-700.
Sukamto, 2009. Lapotan Teknis Pengendaliaan Penyakit Budok Pada Tanaman
Nilam. Laporan Hasil Penelitian 2009. 15
Sukamto, 2013. Transformasi genetik gen faktor transkripsi wrky dan analisis
transforman untuk ketahanan terhadap penyakit nilam. Lapotan Teknis
Penelitian 2013. Bogor. Balittro
Sukamto, 2014. Transformasi genetik gen faktor transkripsi wrky dan analisis
transforman untuk ketahanan terhadap penyakit nilam. Lapotan Teknis
Penelitian 2014. Bogor. Balittro
Sukarman, Melati, 2011. Prosedur Perbanyakan Nilam Secara Konvensional.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam. Monograf Nilam 2011. Balittro.
Hal 9-16
Wahyuno, D. dan Sukamto. 2010. Ketahanan Pogostemon cablin dan Pogostemon
heyneanus terhadap Synchytrium pogostemonis. Jurnal Littri 16 : 91-97.
Wahyuno D. 2010. Pengelolaan perbenihan nilam untuk mencegah penyebaran
penyakit budok (Synchytrium pogostemonis). Review Penelitian Tan.
Perkebunan (Perspektif) 9: 1-11
Xu, X., Chen C., Fan, B., Chen, Z. 2006. Physical and functional interaction
between pathogen-induced Arabidiopsis WRKY18, WRKY40 and WRKY60
transcription factor. Plant Cell 13:1310

LAMPIRAN
Tata Letak Petak dan Tanaman (Layout Lapang)
J1
G6
G4
G3
G2

J3
G3
G2
G5
G1

J2
G1
G4
G5
G6

J3
G1
G3
G6
G5

J1
G4
G2
G5
G3

J2
G2
G5
G3
G2

22

G1
G5

G5
G6
Ulangan I

G2
G3

J2
G5
G2
G6
G4
G5
G1

J3
G1
G3
G5
G4
G2
G6
Ulangan III

J1
G3
G5
G1
G2
G4
G6

G2
G4

G6
G1
Ulangan II

G6
G4

J1
G1
G2
G3
G6
G4
G5

J2
G2
G1
G4
G3
G5
G6
Ulangan IV

J3
G3
G5
G4
G1
G6
G2

Keterangan :
Perlakuan

: Petak utama adalah Inokulum Budok (J1, J2, J3) dan


Anak Petak adalah Genotip Nilam (G1, G2, G3, G4, G5, G6)

Ulangan

: 4 Kali (I IV)

Jarak Tanam

: Jarak antar polibag 50 cm dan jarak antar ulangan 100 cm

Jumlah Tanaman : 90 Tanaman Per Ulangan


Jumlah Seluruh Tanaman 360 Tanaman

23

Anda mungkin juga menyukai