Anda di halaman 1dari 8

Keselamatan Pasien Dan Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan

(K3)

DOSEN PENGAMPU :

Ns. Fatma Zulaikha M.Kep

DISUSUN OLEH :

Dewi Maduretno

2011102411104

Semester 4

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2022
ANALISIS KASUS PERAWAT

Kasus 2

2. Perawat banyak yang stress berat hingga meninggal akibat mengningkatnya kasus covid-19

Jawaban :

 Penkajian
Awal Maret 2020, ada lebih dari 3.300 petugas kesehatan yang telah terinfeksi
COVID19 menurut data dari Komisi Kesehatan Nasional Cina, dan mengakibatkan 22
orang petugas kesehatan yang meninggal pada akhir Februari. Di Italia terdapat sekitar
20% petugas kesehatan yang terinfeksi virus corona dan beberapa diantaranya dinyatakan
meninggal dunia. Sementara di Indonesia hingga bulan Desember tahun 2020 terlapor
sebanyak 342 orang dokter dan perawat yang terinfeksi virus mematikan tersebut dan
dinyatakan telah meninggal karena COVID-19 ini

 Diagnosa Keperawatan
Para petugas kesehatan, terkhusus perawat pasien COVID-19 yang berada di
garda terdepan berisiko mengalami tekanan yang ekstrem, berpotensi terkontaminasi
virus hingga gangguan psikologis yaitu stres kerja yang disebabkan oleh ketersediaan alat
pelindung diri yang kurang memadai, jam kerja yang berlebihan, bahkan akan mengalami
stigma yang tidak baik dari masyarakat.

 Implementasi Keperawatan
Para perawat sebenarnya sudah mendapat pembekalan tentang bagaimana cara
melakukan perawatan pasien Covid-19, namun penyebaran virus yang begitu cepat itu
membuat mereka harus ekstra waspada. Hal ini termasuk saat perawat menggunakan
hazmat dan APD lengkap. Kesalahan saat melepas hazmat dan APD dalam hal ini urutan
memakai dan melepasnya dapat berisiko tinggi terpapar virus.

 Hazard yang ada dikasus :


Hazard terorganisir atau hazard psikologis adalah tenaga kesehatan terlalu lelah,
jam kerja yang berlebihan sehingga kurang tidur stress ditempat kerja

 Upaya Pencegahan

1. Sebaiknya rumah sakit memberikan kesempatan bagi perawat, sebelum menjalankan


tugasnya lebih baik dilakukan peregangan otot dan senam khusus untuk perawat Covid-
19 agar beban kerjanya berkurang.
2. Rumah sakit lebih meningkatkan penyediaan APD yang lengkap bagi tenaga perawat
yang menangani pasien Covid-19 yang belum terpenuhi dengan baik, agar semua perawat
yang ada di rumah sakit kebagian APD.

3. Rumah sakit memberikan motivasi dan rasa percaya diri terhadap perawat Covid-19
agar masyarakat yang berada di luar sana tidak berpikiran negatif terhadap perawat yang
menangani pasien Covid-19
ANALISIS KASUS PERAWAT
Kasus 3

3. Ditemukan kasus ratusan tenaga kesehatan mengalami hepatitis B

Jawaban :

 Pengkajian
Petugas kesehatan memiliki risiko terkena paparan kerja yang tinggi terhadap
banyak penyakit yang ditularkan melalui darah termasuk infeksi virus HIV, Hepatitis B,
dan Hepatitis C. Hepatitis B ini bukan hanya infeksi yang paling banyak ditularkan, tapi
juga satu-satunya yang dapat dicegah dengan vaksinasi. Di negara berkembang, cakupan
vaksinasi Hepatitis B di antara petugas layanan kesehatan sangat rendah karena berbagai
alasan, termasuk kesadaran, penilaian risiko, dan prioritas rendah yang diberikan oleh
manajemen kesehatan baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta.
Penyedia layanan kesehatan berisiko tinggi terinfeksi virus hepatitis B . Virus ini
tetap menular untuk waktu yang lama di permukaan lingkungan dan dapat menular tanpa
adanya darah yang terlihat. Penyedia layanan kesehatan tidak mengenali semua eksposur
terhadap cairan darah atau cairan tubuh yang berpotensi menular. Penyedia layanan
kesehatan memiliki prevalensi infeksi HBV kira-kira 10 kali lebih besar dari populasi
umum

 Diagnosa Keperawatan
Beberapa metode yang digunakan untuk mendiagnosis hepatitis
adalahImmunochromatography (ICT), ELISA, EIA, dan PCR. Metode EIA dan PCR
tergolong mahal dan hanya tersedia pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap.
Peralatan rapid diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat digunakan karena lebih murah
dan tidak memerlukan peralatan kompleks.

 Implementasi Keperawatan
Tenaga kesehatan merupakan salah satu profesi yang akrab dan bergelut dengan
banyak orang, termasuk kontak fisik dengan pasien yang menderita suatu penyakit.
Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang berisiko dialami para tenaga
kesehatan dimana penyakit ini sangat berpotensi ditularkan pasien kepada profesi
kesehatan. Di antara Petugas kesehatan seroprevalensi dua sampai empat kali lebih tinggi
dari populasi umum.
Tenaga Kesehatan sebagai pekerja keselamatan publik, atau sukarelawan) yang
kegiatannya melibatkan kontak dengan pasien atau dengan darah atau cairan tubuh
lainnya dari pasien di tempat perawatan kesehatan, laboratorium, atau pengaturan
keamanan publik. Paparan yang mungkin membahayakan petugas kesehatan yang
berisiko terinfeksi HBV, HCV, atau HIV didefinisikan sebagai cedera perkutan (misalnya
jarum suntik atau dipotong dengan benda tajam) atau kontak dengan selaput lendir (mata,
mulut, hidung, dll. ) atau kulit tidak utuh (misalnya kulit terbuka yang pecah, hancur, atau
terserang dermatitis) dengan darah, jaringan, atau cairan tubuh lainnya yang berpotensi
menular.

 Hazard yang ada dikasus


Hazard biologis yaitu perawat tertular penyakit hepatitis B.

 Upaya Pencegahan Kasus 3


1. Mewajibkan semua tenaga kesehatan khususnya yang bersentuhan fisik langsung
dengan pasien agar melakukan pemeriksaan status HBSAg disertai dengan pemeriksaan
status kekebalannya. Tenaga medis yang memiliki status HBSAg( - ) dan kekebalan
kurang maka wajib menjalani imunisasi Hepatitis B.

2. Memfasilitasi tenaga kesehatan untuk pemeriksaan status HBSAg, status antibodi


(AntiHBs) dan menyediakan vaksin HB secara gratis kepada tenaga kesehatan utamanya
yang langsung kontak dengan pasien.

3. Penerapan standar operasional prosedur secara ketat dalam penanganan pasien terkait
dengan penggunaan APD.

4. Untuk mencegah terjadinya cedera jarum suntik, dilakukan pengaturan jam kerja untuk
petugas karena cedera jarum suntik juga banyak disebabkan oleh kecapaian bekerja
sehingga tidak konsentrasi saat menggunakan jarum suntik.
ANALISIS KASUS PERAWAT

Kasus 4

4. Karena kesalahan dalam memindahkan pasien dan terlalu lelah berdiri di ruang
operasi. Ditemukan sebanyak 20 tenaga kesehatan mengalami nyeri otot dan HNP

 Pengkajian
Nyeri yang dirasakan dapat berupa rasa berat, pegal, seperti diikat dan otot terasa kaku.
Nyeri dapat disertai dengan gangguan otonom dan psikis yang dapat menghambat
aktivitas sehari-hari. Pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk lama (separuh hari
kerja) dapat menyebabkan Hernia Nukleus Pulposus (HNP), HNP adalah adanya saraf
tulang belakang yang terjepit di antara kedua ruas tulang belakang, sehingga
menyebabkan nyeri punggung dan juga akan terasa seperti kesemutan, kesemutan yang
dirasakan akan menjalar dari tungkai sampai ke kaki, bahkan bila keadaan ini menjadi
parah, maka dapat menyebabkan kelumpuhan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya nyeri pada punggung bawah
antara lain usia, jenis kelamin, pekerjaan, Indeks Massa Tubuh, aktiitas isik, merokok,
riwayat cedera punggung, riwayat keluarga, kebiasaan duduk, bekerja dengan posisi
membungkuk dalam waktu yang relatif lama, mengangkat dan memindahkan beban
dengan sikap yang tidak ergonomis, tulang belakang yang tidak normal, atau akibat
penyakit tertentu seperti penyakit degeneratif.Faktor lain yang dapat mempengaruhi
timbulnya keluhan nyeri punggung bawah yaitu karakteristik individu misal BMI, tinggi
badan, kebiasaan olah raga dan masa kerja.

 Implementasi Keperawatan
Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga
kerja menjadi kurang eisien.12 Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat
pada saat duduk. Sikap duduk yang tegang lebih memerlukan aktivitas otot. Semakin
ergonomis teknik mengangkat yang digunakan untuk mengangkatbeban, maka risiko
terpapar nyeri punggungbawah semakin kecil.13 Oleh karena itu, semakin berat beban
yang diangkat,maka kemungkinan terpapar cedera yang dapat mengakibatkan nyeri
punggung bawah juga semakin besar. Pekerjaan mengangkat dan mengangkut
mempunyai risiko tinggi untuk mengakibatkan nyeri

 Hazard yang digunakan


Bahaya ergonomi merupakan bahaya yang disebabkan oleh hubungan antara
aktivitas kerja, penggunaan alat/fasilitas, dan lingkungan kerja yang tidak baik sehingga
menyebabkan cedera atau penyakit pada pekerja.
 Upaya pencegahan kasus 4

1. Melakukan pencatatan kejadian Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) sesuai dengan


prosedur yang ditetapkan oleh petugas K3.
2. Perlu dilakukan peningkatan terhadap penerapan pelayanan kesehatan kerja terutama
pada pemeriksaan kesehatan khusus, pengobatan dan perawatan bagi penderita yang
sakit, pemantauan lingkungan kerja serta ergonomi dan evaluasi pencatatan serta
pelaporan kepada Direktur Rumah Sakit.
3. Perlu diadakan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja seperti pemeriksaan paru-paru,
laboratorium maupun pemeriksaan secara fisik terhadap perawat IGD maupun tenaga
medis yang lain.
4. Perlu diadakan kegiatansurvelans kerja seperti pemetaan tempat keja berdasarkan
risiko bahayanya.
5. Perlu diadakan penyesuaian terhadap peralatan kerja SDM Rumah Sakit seperti
mengidentifikasi ergonomi terhadap peralatan kerja dan risiko peralatan kerjanya
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/OGFhMGY4OTg5ZmQyZ
WRmMTY0NmJmYmE3ZGVjOWNkNzg3ZGNkNDY3ZQ==.pdf

https://journal.fikes-umw.ac.id/index.php/mjph/article/download/246/140
https://media.neliti.com/media/publications/137711-ID-hubungan-kekuatan-otot-punggung-
dengan-k.pdf

https://osf.io/289dq/download/?format=pdf https://osf.io/82gur/download/?

format=pdf

Anda mungkin juga menyukai