Anda di halaman 1dari 3

Ketimpanagan dibidang kesehatan; demi COVID-19 sangat

mempengaruhi sektor kesehatan di Indonesia, negara dengan ekonomi


terbesar di Asia Tenggara.

Salah satu dampak yang paling serius adalah tingginya angka infeksi dan
kematian di kalangan tenaga kesehatan.

Data terbaru dari Ikatan Dokter Indonesia menunjukkan setidaknya 718


petugas kesehatan meninggal akibat infeksi COVID-19, termasuk 325
dokter dan 324 perawat.

Angka ini termasuk tertinggi di dunia.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah karena Indonesia memiliki jumlah


tenaga kesehatan yang relatif rendah, yaitu rata-rata hanya tersedia 4
dokter dan 21 perawat per 10.000 penduduk.

Penelitian terbaru kami mengungkapkan adanya kesenjangan yang


signifikan dalam jumlah dan mutu dari fasilitas dan layanan antar rumah
sakit untuk perawatan COVID-19 yang mengakibatkan meningkatnya risiko
bagi tenaga medis.

Penyebab utama dari kondisi ini adalah kesenjangan dalam sumber daya
finansial yang dimiliki oleh masing-masing rumah sakit.

Penelitian
Kami melakukan penelitian pada 11 rumah sakit di berbagai wilayah
Indonesia, termasuk Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Lima di antaranya merupakan rumah sakit rujukan COVID-19.

Namun, seiring dengan jumlah infeksi yang melonjak, maka banyak rumah
sakit non-rujukan juga harus merawat pasien COVID-19.

Sebagai bagian dari kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3),


semua rumah sakit yang terlibat dalam penelitian kami telah menetapkan
kebijakan, prosedur, mekanisme, dan persediaan peralatan untuk
menangani infeksi COVID-19 guna memastikan keselamatan dan
kesejahteraan tenaga kesehatan.
Untuk itu rumah sakit membentuk unit Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) dengan tugas utama untuk menangani penyakit menular di
rumah sakit serta mengawasi penerapan protokol kesehatan terkait
COVID-19.
Unit PPI juga berfungsi untuk mengembangkan prosedur pencegahan,
pengobatan dan rehabilitasi untuk dokter, perawat, pasien dan keluarg

Penelitian kami menemukan kesenjangan yang signifikan dalam kuantitas


dan kualitas fasilitas dan peralatan antara rumah sakit, baik di kalangan
rumah sakit rujukan maupun non-rujukan.Sebagai contoh, tidak semua
rumah sakit memiliki ruang isolasi khusus (RIK) dan unit perawatan
intensif (ICU) yang dilengkapi dengan tekanan udara negatif, yang
diperlukan dalam mencegah penyebaran virus.Beberapa rumah sakit tidak
memiliki ventilator yang cukup dan tidak memiliki fasilitas yang memadai
untuk menguji pasien yang terinfeksi COVID-19.Dengan terbatasnya
jumlah fasilitas untuk merawat pasien COVID-19, beberapa rumah sakit
tidak mampu melakukan pengujian pada kondisi pasien secara akurat
untuk merujuk mereka ke ruang perawatan yang sesuai.Masalah lain yang
juga mengkhawatirkan adalah beberapa rumah sakit tidak memiliki
persediaan alat pelindung diri (APD) yang cukup dengan kualitas yang
memadai.Informasi yang kami dapatkan dari dokter dan petugas kesehatan
mengungkapkan bahwa mereka terkadang harus memakai APD yang tidak
memenuhi standar atau menggunakan ulang peralatan yang seharusnya
sudah diganti.Beberapa dokter mengatakan bahwa mereka bahkan harus
membeli APD sendiri karena rumah sakit tidak mampu untuk
menyediakannya.Situasi ini meningkatkan potensi tenaga kesehatan
terpapar virus, yang berakibat pada risiko kesehatan atau beban keuangan
mereka.Masalah-masalah ini telah mengancam kesehatan fisik dan
psikologis tenaga kesehatan yang juga membuat mereka berpotensi
menularkan virus pada orang lain.

Kegagalan mengikuti protokol kesehatan


Setiap rumah sakit telah menetapkan protokol kesehatan untuk perawatan
COVID-19 dalam pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).Namun,
penelitian kamu menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan pada
tingkat kesadaran dan komitmen tenaga kesehatan dalam mematuhi
protokol kesehatan.adalah penggunaan berbagai fasilitas bersama untuk
staf, seperti ruang ganti, ruang makan, musala, lift, dan kamar mandi.Ada
juga indikasi bahwa staf rumah sakit yang tidak berhubungan langsung
dengan pasien COVID-19 kurang menganggap serius akan risiko tertular
virus. Akibatnya tingkat kepatuhan mereka pada protokol kesehatan relatif
rendah.Temuan kami juga menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi di
kalangan petugas kesehatan justru terjadi di luar tempat kerja, di mana
kewaspadaan petugas terhadap virus menurun.

Dampak bagi pekerja medis


Studi kami juga menemukan banyak petugas kesehatan yang mengalami
masalah kesehatan mental akibat beban kerja yang meningkat.Hal ini juga
tercermin dalam temuan studi dari Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia yang menunjukkan 83% tenaga kesehatan Indonesia
menderitstres akibat kelelahan fisik dan mental di tempat kerja, terutama
di rumah sakit dengan jumlah tenaga yang terbatas.

Beban mental yang dialami tenaga kesehatan meningkat saat mereka harus
menangani pasien yang terinfeksi COVID-19 dan sebagian mereka
mengalami trauma ketika menyaksikan kematian di antara pasien dan
sesama rekan kerja mereka.
Di sisi lain, sikap masyarakat dan stigma negatif terhadap mereka juga
memperberat tekanan mental bagi para tenaga kesehatan. Hal ini
dikarenakan banyak anggota masyarakat yang beranggapan bahwa para
tenaga kesehatan ini kemungkinan besar tertular virus akibat interaksi
mereka dengan pasien COVID-19.Sebagai dampaknya, banyak petugas
kesehatan merasa terisolasi karena sebagian orang cenderung untuk
menghindari interaksi sosial dengan mereka maupun keluarga mereka.

Anda mungkin juga menyukai