Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran

yang diajarkan di Sekolah Dasar. Menurut Salim (2018) proses

pembelajaran IPA di kelas menitikberatkan pada suatu proses percobaan

untuk menguhubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang akan

dipelajari. Hal ini terjadi ketika pembelajaran IPA mampu meningkatkan

proses berpikir siswa untuk memahami suatu konsep materi sehingga

siswa mampu mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Widiawati (2015) pemahaman konsep memiliki peranan

penting dalam proses pembelajaran dan merupakan dasar mencapai hasil

belajar. Pada pembelajaran IPA, pemahaman konsep juga sangat penting

dalam proses belajar karena pemahaman konsep akan memudahkan siswa

mempelajari materi yang diberikan. Jika pada setiap pembelajaran

penguasaan konsep lebih ditekankan, maka siswa dapat memiliki bekal

dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar yang lain seperti

penalaran, komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah. Siswa dikatakan

memiliki pemahaman konsep yang baik jika memenuhi indikator

pemahaman konsep menurut Anderson & Krathwohl (2001) diantaranya:

menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying),

mengklasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik

inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan

(explaining).

1
Minimnya pemahaman konsep siswa SD mengakibatkan siswa

kesulitan dalam proses pembelajaran yang berpengaruh terhadap hasil

belajar siswa. Dampak lain akibat dari kurangnya pemahaman konsep

pembelajaran IPA adalah siswa tidak mampu menjelaskan atau

mengartikan materi yang telah disampaikan dan tidak bisa mengerjakan

soal yang telah diberikan secara baik. Permasalahan ini dikarenakan

pembelajaran kurang memperhatikan dari segi proses. Akibatnya, dalam

belajar siswa sifatnya hanya menghafalkan konsep-konsep, sehingga siswa

tidak mendapat pemahaman terhadap konsep-konsep yang telah diajarkan.

Hal ini sejalan dengan fakta yang ditemukan di lapangan terkait

rendahnya tingkat pemahaman konsep siswa pada kelas V SDN 83

Singkawang. Dari tes pemahaman konsep yang dilakukan terhadap 21

siswa didapatkan sebanyak 8 orang siswa memiliki nilai di atas 65 dan 13

orang siswa lainnya mendapat nilai di bawah 65, artinya hanya 38 % siswa

yang memiliki kemampuan pemahaman konsep yang baik dan 62% siswa

memiliki kemampuan pemahaman konsep yang rendah.

Salah satu hasil pengerjaan siswa terhadap soal kemampuan

pemahaman konsep IPA dapat dilihat pada Gambar 1.

2
Gambar 1. Soal Pra-riset

Pada Gambar 1. dapat dilihat bahwa siswa tidak dapat mengerjakan soal

secara baik pada materi kalor dan perpindahannya. Pada indikator

menjelaskan siswa tidak dapat menjelaskan dengan tepat terkait tiga jenis

perindahan panas. Pada indikator membandingkan konsep siswa juga

dengan tidak bisa memberikan perbandingan antara panas secara radiasi

dengan konveksi. Pada indikator memberikan contoh siswa tidak dapat

menjawab dengan sempurna menyebutkan sumber energi panas. Ini

membuktikan bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa kelas V SD

pada materi kalor dan perpindahannya masih sangat rendah.

Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara kepada salah satu guru

IPA pada sekolah tersebut. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh

informasi bahwa pemahaman konsep IPA siswa masih tergolong rendah

khususnya pada materi kalor dan perindahannya. Pembelajaran yang

terjadi masih cenderung berpusat pada guru dan kurang memperhatikan


3
siswa dalam memahami konsep IPA. Cara belajar siswa juga masih

cenderung menghafal materi justru membuat siswa tidak memahami

konsep dasarnya sehingga ketika ulangan harian tidak sedikit dari mereka

yang mendapat nilai dibawah KKM. Cara belajar tersebut dapat terjadi

karena proses pembelajaran yang dialamai siswa tidak menyesuaikan

dengan gaya belajar yang dimilikinya. Gaya belajar siswa sangat

berpengaruh pada pemahaman konsep dan terhadap materi yang telah

disampaikan.

Setiap siswa tentu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Maka dari

itu untuk mencapai pemahaman konsep yang maksimal harus dipahami

karakteristik gaya belajar yang pas bagi masing-masing siswa agar siswa

dapat dengan mudah memahami konsep dari materi yang disampaikan.

Secara umum gaya belajar diartikan sebagai kombinasi dari cara

menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Jadi, gaya belajar

seseorang merupakan kombinasi dari cara menyerap informasi, kemudian

mengatur dan mengolah informasi tersebut. Hal ini menyiratkan bahwa

setiap siswa memiliki perbedaan cara atau kebiasaan belajar terutama

dalam hal yang berkaitan dengan sistem informasi (Mardiana, 2013: 93-

94).

Gaya belajar merupakan cara yang dilakukan siswa agar mudah

menerima pengetahuan yang diberikan. Gaya belajar siswa merupakan

bagian dari keunikan proses pembelajaran dan itulah yang memudahkan

siswa menerima informasi baru dari luar dirinya karena proses belajar

akan lebih efektif dengan gaya belajar yang tepat. Menurut Gunawan

(2003) murid yang belajar dengan menggunakan gaya belajar mereka yang

4
dominan, saat mengerjakan tes akan mencapai nilai yang jauh lebih tinggi

dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan

gaya belajar mereka. Dengan mengetahui gaya belajarnya membantu

siswa belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga

prestasi siswa dapat tumbuh dengan baik melalui pembelajaran yang

efektif.

Ada tiga jenis gaya belajar (De Porter, 2000) yaitu: (1) gaya belajar

visual; (2) gaya belajar auditorial; dan (3) gaya belajar kinestetik. Siswa

dengan gaya belajar visual belajar melalui apa yang mereka lihat, siswa

auditorial belajar melalui apa yang mereka dengar dan siswa kinestetik

belajar lewat gerak dan sentuhan.

Pada pembelajaran di kelas, pemahaman atas suatu konsep sangatlah

penting. Materi kalor dan perpindahannya merupakan salah satu materi

yang memiliki konsep-konsep yang harus dikuasi siswa dan tergolong sulit

dalam mata pelajaran IPA. Belajar mengenai materi kalor dan

perpindahannya bukan hanya sekedar menghafal dan mengerjakan soal

tetapi lebih ditekankan untuk menemukan suatu konsep. Dengan hanya

sekedar menghafal materi, siswa justru semakin tidak memahami dasarnya

sehingga ketika ulangan harian tidak sedikit dari mereka yang mendapat

nilai dibawah rata-rata. Untuk memahami dan menemukan konsep yang

telah disampaikan tentu harus dilakukan dengan gaya belajar yang tepat

pada masing-masing siswa. Dengan gaya belajar yang tepat maka

pemahaman terhadap materi kalor dan perpindahannya tentu akan semakin

mudah dimengerti yang akhirnya berpengaruh pada hasil belajar siswa itu

sendiri.

5
Beberapa penelitian terkait pemahaman konsep, diantaranya penelitian

Widiawati (2015), hasil penelitian yang dilakukan di 3 Sekolah Dasar

yang ada di Kecamatan Banjar tentang pemahaman konsep IPA siswa

sebanyak 46% siswa memperoleh nilai dibawah rata-rata, 11 %

memperoleh nilah rata-rata dan 43% memperoleh nilai diatas rata-rata. Ini

membuktikan pemahaman konsep IPA siswa masih tergolong rendah yaitu

masih dibawah 50%. Selain itu penelitian Salim, (2018) terhadap 36 siswa

juga menunjukan rendahnya pemahaman konsep siswa pada pembelajaran

IPA. KKM yang ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran IPA adalah 70.

Berdasarkan data siswa yang mencapai KKM dari jumlah 36 siswa

sebanyak 44% siswa yang mencapai KKM sedangkan sisanya 66% siswa

belum mencapai KKM. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa

pemahaman konsep siswa pada pembelajaran IPA masih rendah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Analisis Pemahaman Konsep Siswa SD Ditinjau

dari Gaya Belajar pada Materi Kalor dan perpindahannya.”

B. Masalah Penelitian

1. Identifikasi Masalah

Dari beberapa uraian yang di kemukakan pada latar belakang, maka

dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran yang terjadi kurang memfasilitasi kemampuan

pemahaman konsep siswa.

6
b. Cara belajar siswa yang tidak menyesuaikan dengan gaya

belajarnya menyebabkan pembelajaran yang terjadi cenderung

menghafal dari pada memahami konsep.

c. Materi kalor dan perpindahannya memiliki banyak konsep dan sulit

dipelajari siswa.

2. Rumusan Masalah

Secara umum, masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana

pemahaman konsep siswa SD ditinjau dari gaya belajar pada materi

kalor dan perpindahannya” ?

Dengan sub masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana kemampuan pemahaman konsep siswa SD ditinjau dari

gaya belajar pada materi kalor dan perpindahannya?

b. Apa saja faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep siswa SD

ditinjau dari gaya belajar pada materi kalor dan perpindahannya?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan pada penelitian ini adalah untuk menganalisis

pemahaman konsep siswa SD ditinjau dari gaya belajar pada materi kalor

dan perpindahannya.

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kemampuan pemahaman konsep siswa SD ditinjau

dari gaya belajar pada materi kalor dan perpindahannya

2. Mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep

siswa SD pada materi kalor dan perpindahannya.

D. Manfaat Penelitian

7
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk beberapa pihak

sebagai berikut.

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan pemikiran

berupa ilmu pengetahuan, khususnya dalam menganalisis pemahaman

konsep yang ditinjau dari gaya belajar pada mata pelajaran IPA materi

kalor dan perpindahannya, serta dapat dijadikan sebagai refensi dalam

melakukan penelitian selanjutnya yang sejenis.

2. Manfaat praktis

a. Bagi siswa

Membantu siswa dalam mengetahui sampai dimana pemahaman

konsep IPA yang siswa pahami dalam pembelajarannya serta

memahami tipe gaya belajar apa yang siswa terapkan dalam

pembelajaran selama ini sehingga dapat membantu meningkatkan

semangat dalam pembelajaran yang akan mereka pelajari.

b. Bagi guru

Dapat membantu pendidik menangani serta merencanakan

pengajaran yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh

tiap-tiap siswa, sehingga proses pembelajaran yang guru lakukan

dapat mengoptimalkan pemahaman konsep IPA dan

memaksimalkan tipe gaya belajar yang digunakan oleh siswanya.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pemahaman Konsep

Pemahaman berasal dari kata “Paham” dalam kamus bahasa

Indonesia kata paham diartikan mengerti benar, seseorang dikatakan

paham terhadap sesuatu dalam arti orang itu mampu menjelaskan

konsep tersebut. Menurut Suharsimi (2015:131), mengatakan bahwa

pemahaman (comprehension) yaitu dengan pemahaman, siswa diminta

untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana

diantara fakta-fakta atau konsep.

Menurut Bloom (Sudrajat, 2008), segala upaya yang menyangkut

aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Salah satu yang

termasuk ke dalam ranah kognitif yaitu pemahaman (comprehension).

Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atau

memahami sesuatu setelah sesuatu tersebut diketahui dan diingat,

dengan kata lain memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan

dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peseta didik dikatakan

memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau

memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan

kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan

berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.

Konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-

objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan

9
yang mempunyai atribut yang sama (Rosser dalam Dahar, 2006).

Karena konsep-konsep itu adalah abstraksi berdasarkan pengalaman

dan tidak ada dua orang yang memiliki pengalaman yang sama persis,

maka konsep-konsep yang dibentuk setiap orang akan berbeda pula.

Walau berbeda tetapi cukup untuk berkomunikasi menggunakan nama-

nama yang diberikan pada konsep-konsep itu yang telah diterima.

Konsep menurut Trianto (2010), adalah materi pembelajaran dalam

bentuk definisi/batasan atau pengertian dari suatu objek, baik yang

bersifat abstrak maupun konkret. Konsep menurut Sagala (2010),

adalah buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang

dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan

meliputi prinsip, hukum dan teori.

Menurut Uno, Mohamad (Anggalarang 2018;7), Pemahaman

konsep diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan,

menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya

sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Pendefinisian

dari suatu masalah yang dikaji dan disusun oleh perkataan sendiri.

Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan

peserta didik mampu memahami konsep, situasi dan fakta yang

diketahui, serta dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai

dengan pengetahuan yang dimilikinya, dengan tidak mengubah artinya

Purwanto (2008). Pemahaman konsep sangat penting ditanamakan

pada siswa, karena dengan kemampuan memahami konsep menjadi

landasan siswa untuk berpikir dan menyelesaikan masalah secara benar

dan tepat. Menurut Nana Sudjana (2005:24), mengatakan pemahaman

10
konsep adalah tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada

pengetahuan. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya

sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain

dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk pada kasus

lain.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli terkait pemahaman konsep

diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah

kemampuan individu dalam menyampaikan sesuatu dengan caranya

sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya secara benar dan

tepat.

Anderson dan Krathwohl (2001), mengemukakan bahwa dalam

kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif, meliputi:

a. Menafsirkan (interpreting), yaitu mengubah dari suatu bentuk

informasi ke bentuk informasi lainnya, misalnya dari kata-kata

ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka,

atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya

meringkas atau membuat paraphrase;

b. Memberikan contoh (exemplifying), yaitu memberikan contoh

dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum.

Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi

ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri

tersebut untuk membuat contoh;

c. Mengklasifikasikan (classifying), yaitu mengenali bahwa

sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu;

11
d. Meringkas (summarizing), yaitu membuat suatu pernyataan

yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak

dari sebuah tulisan;

e. Menarik inferensi (inferring), yaitu menemukan suatu pola dari

sederetan contoh atau fakta;

f. Membandingkan (comparing), yaitu mendeteksi persamaan dan

perbedaan yang dimiliki dua objek, ide ataupun situasi; dan

g. Menjelaskan, yaitu mengkonstruk dan menggunakan model

sebab-akibat dalam suatu sistem.

Menurut Depdiknas 2008 (Mawaddah dan Maryanti, 2016: 78),

menerangkan bahwa indikator pemahaman konsep adalah sebagai

berikut:

a. Menyatakan ulang sebuah konsep.

b. Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai

dengan konsepnya.

c. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

matematis.

e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu

konsep.

f. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau

operasi tertentu.

g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan

masalah.

12
Dari indikator-indikator diatas peneliti memilih indikator

pemahaman konsep yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan

berdasarkan indikator menurut Anderson dan Krathwohl (2001), yaitu;

menafsirkan, memberikan contoh, mengklasifikasikan, meringkas,

menarik inferensi, membandingkan, dan menjelaskan. Untuk

menyesuaikan dengan ruang lingkup materi pembelajaran yang dipilih,

maka peneliti memilih 5 indikator yaitu; menafsirkan, memberikan

contoh, mengklasifikasikan, membandingkan dan menjelaskan.

2. Gaya Belajar

Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan

mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh

masing masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan

menguasai informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang

berbeda. Gaya bersifat individual bagi setiap orang, dan untuk

membedakan orang yang satu dengan orang yang lain (Ghufron &

Risnawita, 2014). Dengan demikian, secara umum gaya belajar

diasumsikan mengacu pada kepribadian-kepribadian, kepercayaan-

kepercayaan, pilihan-pilihan, dan perilaku-perilaku yang digunakan

oleh individu untuk membantu dalam belajar mereka dalam suatu

situasi yang telah dikondisikan. Gaya belajar adalah cara yang lebih

kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan

mengerti suatu informasi  (Gunawan, 2006: 139).

Gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif,

afektif dan perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak

yang relatif stabil untuk pebelajar merasa saling berhubungan dan

13
bereaksi terhadap lingkungan belajar (NASSP dalam Ardhana dan

Willis, 1989). Menurut Nasution (2009), gaya belajar merupakan cara

yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap

stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan memecahkan

soal.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa gaya belajar merupakan suatu cara yang dilakukan seseorang

untuk menerima suatu hal baru ataupun informasi dengan mudah

sesuai ciri khasnya tersendiri.

Menurut De Poter (2000), terdapat tiga modalitas (tipe) dalam gaya

belajar yaitu Visual, Auditori dan Kinestetik. Pelajar visual belajar

melalui apa yang mereka lihat. Auditori belajar dengan cara

mendengar dan kinestetik belajar lewat gerak dan menyentuh.Dalam

kenyataannya, setiap orang memiliki ketiga gaya belajar tersebut,

tetapi kebanyakan orang cenderung hanya menggunakan salah satu

dari ketiga gaya tersebut yang lebih mendominasi. Adapun macam-

macam gaya belajar adalah sebagai berikut:

a. Gaya belajar visual

Siwa yang bergaya belajar visual dapat dilihat dari ciri-ciri

utama yaitu menggunakan modalitas belajar dengan kekuatan indra

mata. Peserta didik yang memiliki gaya belajar visual lebih mudah

mengingat apa yang mereka lihat, seperti bahasa tubuh atau

ekspresi muka gurunya, diagram, buku pelajaran bergambar atau

video, sehingga mereka bisa mengerti dengan baik mengenai posisi

atau local, bentuk, angka, dan warna. Ciri-ciri siswa yang

14
mempunai gaya belajar visual cenderung rapi dan tertur, bicara

agak cepat, mementingkan penampilan dalam perpakaian/, tidak

mudah terganggu dengan keributan, lebih mengingat kata dengan

melihat susunan huruf pada kata, tetapi mereka sulit menerima

instruksi verbal.

Menurut De Porter dan Hernacki (2000), menjelaskan bahwa

orang bergaya belajar visual lebih dekat dengan ciri seperti lebih

suka mencoret-coret ketika berbicara di telpon, berbicara dengan

cepat, dan lebih suka melihat peta dari pada mendengar penjelasan.

Umumnya orang yang bergaya visual dalam menyerap informasi

menerangkan strategi visual yang kuat dengan gambar dan

ungkapan yang berciri visual.

b. Gaya Belajar Auditorial

Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang mengandalkan

pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya

karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan

pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau

pengetahuan. Artinya, kita harus mendengarkan terlebih dahulu

baru kemudian bisa mengingat dan memahami informasi yang

diperoleh. Siswa yang mempunyai gaya belajar ini adalah semua

informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki

kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk lisan secara

langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca

(Uno, 2010).

15
Siswa yang bergaya belajar auditorial dapat dikenali dengan

ciri-cirinya yang lebih banyak menggunakan kekuatan indera

pendengaran yakni telinga.

c. Gaya Belajar Kinestetik

Menurut Sundayana (2016), Ciri-ciri gaya belajar kinestetik

adalah sebagai berikut:

1) Berbicara dengan perlahan

Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik cenderung

bicara dengan perlahan dan pelan, berbeda dengan siswa visual

yang berbicara dengan kecepatan bicara yang cepat dan

auditori dengan kecepatan berbicara sedang. Banyak peserta

didik yang tidak senang pada penjelasan yang panjang lebar.

Mereka menyukai guru yang menggunakan kata-kata kunci dan

perbuatan, serta memberikan bimbingan jika mereka

membutuhkannya.

2) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak

Siswa kinestetik biasa memiliki perkembangan otot-otot yang

besar, banyak menggunkan isyarat tubuh, menggunakan jari

sebagai petunjuk ketika membaca, suka mempraktikkan secara

langsung.

3) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama

Siswa yang mempunyai tipe gaya belajar kinestetik tidak bisa

duduk diam di satu tempat. Karena mereka senang bergerak.

Dalam proses pembelajaran harus diberikan gerakan-gerakan

yang positif yang dapat membantu proses belajar mereka.

16
4) Belajar melalui memanipulasi dan praktik

Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik sangat suka

dengan tantangan, dan menemukan hal-hal yang baru. Mereka

termotivasi pada lingkungan yang kompetitif. Mereka juga

senang berkompetisi dengan diri sendiri atau dengan orang

lain.

5) Peka terhadap ekspresi dan bahasa tubuh

Siswa bergaya belajar kinestetik ini mudah menghafal atau

belajar dengan cara bergerak atau berjalan-jalan.

Ketiga gaya belajar tersebut baik visual, auditori, maupun

kinestetik merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui oleh

guru, karena gaya belajar merupakan ekspresi keunikan individu

yang relevan dengan pendidikan. Kaitannya dengan pengajaran di

kelas, gaya belajar dapat digunakan oleh guru untuk merancang

model pengajaran yang efektif sebagai upaya membantu siswa

belajar untuk mencapai prestasi yang tinggi (Popi Sopiatin dan

Sohari Sahrani, 2011).

Demikian tiga gaya belajar yang umumnya dimiliki oleh siswa.

Berdasarkan macam-macam gaya belajar diatas maka dapat

disimpulkan bahwa gaya belajar yang dipilih oleh peneliti dalam

melaksanakan penelitian ini adalah gaya belajar visual, gaya

belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Konsep

Faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep siswa meliputi

faktor internal dan faktor eksternal.

17
a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang yang berasal dari dalam diri

siswa. Faktor internal ini memperngaruhi proses pembelajaran

serta dapat mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Faktor

internal terdiri dari faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor

kelelahan (Slameto, 54:2015). Pada faktor psikologi ini merupakan

salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi proses

pembelajaran, dikarenakan terdapat unsur inteligensi, minat dan

bakat, serta motivasi. Rendahnya pemahaman konsep siswa pada

pembelajaran IPA karena tidak adanya usaha serta motivasi yang

ada di dalam diri siswa yang membuat siswa kurang aktif dalam

proses pembelajaran.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar siswa.

Faktor eksternal terdiri dari faktor keluarga, sekolah dan

lingkungan sosial (Slameto, 60:2015). Faktor yang paling

berpengaruh dari faktor ekternal ialah keluarga dan sekolah.

Keluarga memiliki peranan penting untuk meningkatkan motivasi

siswa. Tak kalah pentingnya dengan faktor keluarga, faktor sekolah

juga mempengaruhi dimana metode guru mengajar, sarana dan

prasana serta kurikulum yang terdapat disekolah sebagai penunjang

terciptanya semangat dalam melaksanakan pembelajaran.

4. Materi Kalor dan perpindahannya

Dalam buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Untuk Siswa SD/MI

Kelas V edisi revisi 2017 pada tema 6 panas dan perpindahannya

18
dijelaskan bahwa kalor merupakan salah satu bentuk energi. Besarnya

kalor suatu zat menunjukan berapa besar energi kinetik dari partikel-

partikel penyusunannya. Kalor mempunyai satuan Joule (SI) atay

kalori. Pengaruh kalor terhadap suatu benda selain akan meningkatkan

suhu suatu benda bisa mengakibatkan terjadinya perubahan wujud zat.

Kalor adalah panas yang dipindahkan. Panas merupakan salah satu

bentuk energi. Energi panas adalah energi yang dimiliki oleh benda-

benda yang dapat menimbulkan panas atau kalor, contohnya matahari

dan api (Nurhayati, 2014: 55-56). Contoh lain sumber energi panas

yaitu :

1. Matahari, merupakan sumber energi utama dibumi. Energi panas

bermanfaat bagi makhluk hidup. Misalnya, untuk fotosintetis pada

tumbuhan hijau dan peryumbuhan tulang manusia dan hewan.

2. Api, energi panas api dapat digunakan untuk: memasak,

penerangan, menyetrika, menghangatkan tubuh. Api dapat

diperoleh dari: kompor minyak tanah, kompor gas, korek api,

lilin, kayu.

5. Panas Bumi (Energi Endogen), panas bumi dipakai untuk

memanaskan air sehingga menghasilkan uap. Kemudian uap

panas memutar turbin yang menyebabkan generator bergerak, lalu

generator dapat dihasilkan energi listrik.

6. Batu Bara, berasal sari tumbuhan tropis yang sudah mati di rawa-

rawa dalam waktu ribuan tahun. Bermanfaat untuk: bahan mentah

bensin tiruan, keperluan industri, bahan bakar pembangkit listrik,

bahan bakar kereta api atau kapal laut (Nurhayati, 2014: 55-56).

19
Dalam aktifitas keseharian, apa yang terjadi kegiatan kita tidak

terlepas dari konsep kalor. Banyak peralatan rumah tangga dibuat

dengan memakai prinsip-prinsip perpindahan kalor. Perpindahan kalor

adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau meterial yang

bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga

tercapainya keseimbangan panas. Terdapat tiga macam proses

perpindahan energi kalor yaitu :

a. Perpindahan Panas Secara Konduksi

Perpindahan kalor secara Konduksi yaitu perpindahan kalor

pada suatu zat tanpa disertai dengan perpindahan molekul-molekul

zat tersebut. Perpindahan kalor secara konduksi hanya terjadi pada

zat padat. Benda-benda yang dapat menghantarkan kalor dengan

baik dinamakan konduktor. Logam dan besi merupakan contoh

konduktor yang baik. Sebaliknya, benda-benda yang tidak dapat

menghantarkan kalor dengan baik dinamakan isolator. Contoh

benda yang termasuk isolator adalah kaca, kayu, dan plastik.

Gambar 2. Perpindahan panas secara konduksi


(Sumber: blog.ruangguru.com )

b. Perpindahan Panas Secara Konveksi

20
Perpindahan kalor secara konveksi adalah perpindahan kalor

yang disertai perpindahan molekulnya. Perpindahan kalor secara

konveksi terjadi pada zat cair dan gas. Perpindahan panas secara

konveksi juga terjadi dalam peristiwa alam, seperti terjadinya

angin laut dan angin darat.

Gambar 3. Perpindahan panas secara konveksi


(Sumber: ayosekolahfisika.com)

c. Perpindahan Panas Secara Radiasi

Perpindahan kalor secara radiasi adalah perpindahan kalor yang

tidak memerlukan zat perantara. Contohnya perpindahan kalor

secara radiasi adalah panas matahari (Aslizar 2017: 281-282).

Gambar 4. Perpindahan panas secara radiasi


(Sumber: mikirbae.com)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kalor

merupakan panas yang dipindahkan. Panas merupakan salah satu

bentuk energi contohnya yaitu matahari. Kalor dan perpindahannya

terbagi menjadi 3 jenis yaitu, kalor dan perpindahannya secara

21
konduksi yaitu kalor dan perpindahannya pada suatu zat tanpa

disertai perpindahan molekul-molekul zat tersebut, perpindahan

panas secara konveksi yaitu kalor dan perpindahannya disertai

perpindahan molekulnya, dan kalor dan perpindahannya secara

radiasi yaitu kalor dan perpindahannya tanpa memerlukan zat

perantara. Materi kalor dan perpindahannya merupakan materi dari

Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Untuk Siswa SD/MI

Kelas V edisi revisi 2017 pada semester genap dengan kompetensi

dasarnya pada nomor 3.6 yaitu; Menerapkan konsep kalor dan

perpindahannya dalam kehidupannya sehari-hari.

B. Kajian penelitian yang relevan

Beberapa penelitian terkait pemahaman konsep, diantaranya penelitian

Widiawati, dkk. (2015) hasil penelitian yang dilakukan di 3 Sekolah Dasar

yang ada di Kecamatan Banjar tentang pemahaman konsep IPA siswa

sebanyak 46% siswa memperoleh nilai dibawah rata-rata, 11 %

memperoleh nilah rata-rata dan 43% memperoleh nilai diatas rata-rata. Ini

membuktikan pemahaman konsep IPA siswa masih tergolong rendah yaitu

masih dibawah 50%.

Selain itu, penelitian Nahdi, dkk. (2018) terhadap 36 siswa juga

menunjukan rendahnya pemahaman konsep siswa pada pembelajaran IPA.

Berdasarkan data hanya 44% siswa yang mencapai KKM sedangkan

sisanya sebanyak 66% siswa belum mencapai KKM. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa pada pembelajaran IPA

masih rendah.

22
Hasil penelitian Yunni Arnidha (2017) menunjukkan bahwa

pemahaman siswa pada indikator kemampuan mendefinisikan konsep

secara verbal dan tulisan serta menginterprestasikan konsep masih sangat

rendah, hal ini terlihat pada saat siswa tidak dapat menuliskan apa yang

diketahui dengan menggunakan simbol matematika. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa tingkat pemahaman konsep siswa pada sekolah dasar

masih rendah.

Hasil penelitian Chandra (2018) menyatakan bahwa: (1) pemahaman

konseptual siswa yang memiliki gaya belajar audio memenuhi semua

indikator pemahaman konseptual dengan sempurna menerapkan rumus

dalam perhitungan sederhana, mengerjakan perhitungan dan mengaitkan

suatu konsep dengan konsep lainnya. Namun tidak memenuhi indikator

menyadari proses yang dikerjakannya sehingga belum sempurna; (2)

pemahaman konseptual siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik

mampu memenuhi semua indikator pemahaman konseptual dengan

sempurna menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, mengerjakan

perhitungan dan mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya. Namun

tidak memenuhi indikator menyadari proses yang dikerjakannya sehingga

belum sempurna; (3) pemahaman konseptual siswa yang memiliki gaya

belajar visual mampu memenuhi semua indikator pemahaman konseptual

dengan sempurna, mengerjakan perhitungan, mengaitkan suatu konsep

dengan konsep lainnya dan menyadari proses yang dikerjakannya. Namun

tidak memenuhi indikator menerapkan rumus dalam perhitungan

sederhana sehingga belum sempurna. Persamaan penelitian diatas dengan

23
skripsi penulis yaitu, menganalisis pemahaman konsep berdasarkan gaya

belajar.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Setiana, dkk. (2019)

menyatakan bahwa kemampuan pemahaman konsep peserta didik

berdasarkan gaya belajar pada materi trigonometri ini ialah peserta didik

bergaya belajar auditori mempunyai kemampuan pemahaman konsep yang

lengkap dan lebih baik daripada peserta didik dengan gaya belajar visual

dan kinestetik. Pada subjek bergaya belajar visual hampir menguasai

semua indikator akan tetapi masih kurang mampu dalam membedakan

antara contoh dan bukan contoh, sedangkan pada subyek dengan gaya

belajar kinestetik kurang mampu dalam mengaplikasikan algoritma dalam

pemecahan masalah. Persamaan penelitian diatas dengan skripsi penulis

yaitu, menganalisis pemahaman konsep ditinjau dari gaya belajar.

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian diatas, dapat dilihat bahwa

hasil pemahaman konsep siswa pada masing-masing gaya belajar masih

rendah dan cenderung berbeda-beda. Penelitian tersebut memiliki

keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu memiliki

kesamaan dalam menganalisis pemahaman konsep yang ditinjau dari gaya

belajar. Namun pada materi yang berbeda yaitu kalor dan perpindahannya.

Untuk materi tersebut sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian

lebih lanjut terkait pemahaman konsep siswa. Oleh karena itu peneliti

tertarik melakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisa pemahaman

konsep siswa yang ditinjau dari gaya belajar pada materi kalor dan

perpindahannya.

C. Kerangka Berpikir

24
Berdasarkan pemaparan kajian teoritis diatas, dapat disimpulkan bahwa

pemahaman konsep sangat penting untuk dimiliki oleh siswa karena

pemahaman konsep merupakan dasar bagi siswa dalam mencapai hasil

belajar. Dengan memahami konsep yang telah diajarkan membuat siswa

dengan mudah mencapai tujuan dari proses belajar. Pentingnya

pemahaman konsep bagi siswa mendorong peneliti untuk melakukan

analisis tentang pemahaman konsep siswa SD ditinjau dari gaya belajar

siswa kelas V SD Negeri 83 Singkawng.

Penelitian dilakukan dengan memberikan siswa angket gaya belajar

untuk melihat masing-masing gaya belajar yang dimiliki siswa kelas V

SDN 83 Singkawang dan kemudian diberikan tes kemampuan pemahaman

konsep berdasarkan indikator-indikator yang telah peneliti pilih. Setelah

pemberian angket dan tes, langkah selanjutnya adalah mengkoreksi hasil

angket siswa serta memberikan skor (penskoran). Setelah dilakukan

penskoran terhadap angket yang diberikan, peneliti membedakan gaya

belajar siswa kelas V yaitu siswa yang memiliki gaya belajar visual, siswa

yang bergaya belajar auditorial dan siswa yang memiliki gaya belajar

kinestetik. Selanjutnya dilakukan penskoran terhadap tes kemampuan

pemahaman konsep kemudian peneliti akan menganalisis hasil tes yaitu

dengan cara menghitung persentase masing-masing indikator pemahaman

konsep. Setelah didapatkan hasil tes maka peneliti memilih subjek

penelitian sebagai data mentah untuk wawancara. Kemudian peneliti akan

menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan

pemahaman konsep siswa pada setiap indikator pemahaman konsep

25
melalui wawancara yang akan dilakukan kepada subjek yang memiliki

gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.

Setelah didapatkan data hasil tes pemahaman konsep siswa dan faktor

yang mempengaruhi pemahaman konsep siswa pada setiap indikator

pemahaman konsep yang ditinjau dari gaya belajar, maka peneliti akan

mendeskripsikan pemahaman konsep siswa ditinjau dari gaya belajar

sipada materi kalor dan perpindahannya serta mendeskripsikan faktor-

faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep pada siswa kelas V SDN

83 Singkawang. Adapun skema kerangka pikir dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 5. sebagai berikut :

1. Pembelajaran yang terjadi kurang memfasilitasi kemampuan pemahaman konsep siswa.


2. Cara belajar siswa yang tidak menyesuaikan dengan gaya belajarnya menyebabkan
pembelajaran yang terjadi cenderung menghafal dari pada memahami konsep.
3. Materi kalor dan perpindahannya memiliki banyak konsep dan sulit dipelajari siswa.

Analisis Pemahaman Konsep Siswa kelas V Pada Materi Kalor dan


perpindahannya Dan Gaya Belajar Yang Berbeda Di Sd 83 Singkawang

Angket Gaya belajar Siswa

Visual Auditorial Kinestetik

Tes pemahaman konsep

Analisis tes

menafsirka memberika mengklasifi Membandi Menjelask


n n contoh kasikan ngkan an

26
Faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep siswa

Deskripsi pemahaman konsep siswa ditinjau dari gaya belajar serta


factor-faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep siswa

Keterangan: = proses

Gambar 5. Kerangka Pikir

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

menurut Sugiyono (2014) adalah suatu metode penelitian tentang riset

yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Adapun

analisis dalam penelitian ini hanya dilakukan pada taraf deskriptif, yaitu

menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis. Metode penelitian

ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan pemahaman konsep

yang dimiliki siswa

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

27
Dalam memperolah data untuk penelitian ini, maka penelitian

dilakukan di SDN 83 Singkawang yang beralamat di Jl.Raya Naram,

Kec. Singkawang Utara, Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada semester genap Tahun Ajaran 2020/2021.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Menurut Arikunto (2013: 188), subjek penelitian adalah subjek

yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek yang akan diteliti pada

penelitian ini adalah 6 siswa kelas V yang terdiri dari 2 siswa dengan

gaya belajar visual, 2 siswa dengan gaya belajar auditorial dan 2 siswa

dengan gaya belajar kinestetik. Pada penelitian ini penentuan subyek

penelitian menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan

sampel dilakukan dengan pertimbangan siswa tersebut memiliki gaya

belajar sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat

pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu

tersebut (Arikunto: 2013). Objek dalam penelitian ini adalah

pemahaman konsep siswa yang ditinjau dari gaya belajar pada materi

kalor dan perpindahannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

D. Definisi Operasional

1. Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep merupakan kemampuan individu dalam

menyampaikan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan

28
yang pernah diterimanya secara benar dan tepat. Pemahaman konsep

yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan indikator

pemahaman menurut Anderson dan Krathwohl (2001), yaitu;

menafsirkan, memberikan contoh, mengklasifikasilan,

membandingkan dan menjelaskan.

2. Gaya Belajar

Gaya belajar adalah suatu cara yang dilakukan seseorang untuk

menerima suatu hal baru ataupun informasi dengan mudah sesuai ciri

khasnya tersendiri oleh masing-masing orang untuk berkonsentrasi

pada proses, dan menguasaiinformasi yang sulit dan baru melalui

persepsi yang berbeda. Indikator belajar yang dipilih oleh peneliti

dalam melaksanakan penelitian ini yaitu; gaya belajar visual, gaya

belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Konsep

Faktor-faktor yang memungkinkan memengaruhi pemahaman konsep

digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang yang berasal dari dalam diri

siswa yang mana dapat memperngaruhi proses pembelajaran serta

dapat mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Faktor internal

terdiri dari faktor psikologi.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar siswa.

Faktor eksternal terdiri dari lingkungan sosial dan non sosial.

4. Materi Kalor dan perpindahannya

29
Materi dalam penelitian ini adalah materi IPA kelas V semester

genap tema 6 pada materi kalor dan perpindahannya yang disesuaikan

dengan kurikulum 2013 di SDN 83 Singkawang adapun (KD) 3.6

menerapkan konsep kalor dan perpindahannya dalam kehidupan

sehari-hari.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpul Data

1. Teknik Pengumpulan data

a. Tes

Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk

mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara

dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes

ini tergantung dari petunjuk yang diberikan (Arikunto, 2013; 67).

Adapun jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes

subjektif/uraian yang berjumlah 10 soal terkait. Tes ini bertujuan

untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa. Soal tes

pemahaman dikatakan layak digunakan sebagai alat pengukur jika

telah dilakukan pengujian kelayakan instrumen/tes dengan uji

validitas, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran dan uji daya

pembeda.

b. Non Tes

Dilihat dari kata yang menyusunnya, maka non tes dapat

diartikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa

menggunakan tes. Sehingga teknik ini dilakukan lewat pengamatan

secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Teknik non tes dalam

30
penelitian ini adalah lembar angket gaya belajar yang digunakan

untuk mengkategorikan siswa berdasarkan gaya belajarnya yaitu

gaya belajar visual, auditori dan kinestetik.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti leih cermat, lengkap dan sistematis

sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2013: 203). Instrument

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Lembar Tes Pemahaman Konsep

Alat pengumpulan data kemampuan pemahaman konsep peserta

didik yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes yang terdiri

dari 10 soal uraian/essay dengan setiap 2 soal mewakili 1 indikator

pemahaman konsep yang peneliti adopsi dari Yogi (2021) yang

telah divalidasi dan memiliki nilai realibitas sebesar 0,80. Indikator

yang digunakan merupakan indikator pemahaman yang telah

peneliti tentukan menurut Anderson dan Krathowl (2000) yang

terdiri dari menafsirkan, memberikan contoh, mengklasifikasikan,

membandingkan dan menjelaskan. Kisi-kisi tes pemahaman

konsep dapat dilihat pada (Lampiran A-1).

b. Lembar Angket Gaya Belajar Siswa

Lembar angket gaya belajar adalah sejumlah pertanyaan tertulis

yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui

(Arikunto, 2013: 194). Angket atau kuisioner yang digunakan

31
dalam penelitian ini yaitu dengan pengukuran Rating-Scale (Skala

Bertingkat) yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom

yang menunjukkan tingkatan-tingkatan misalnya mulai dari sangat

setuju (SS), tidak setuju (TS), kurang setuju (KS) dan tidak setuju

(TS). Lembar angket gaya belajar pada penelitian ini terdiri dari 24

pernyataan yang diadopsi dari Liska (2019). Lembar angket gaya

belajar ini diberikan kepada siswa saat melaksanakan penelitian.

Kisi-kisi lembar angket gaya belajar dapat dilihat pada (Lampiran

A-2).

Lembar angket dalam penelitian ini berisi indikator dan

pernyataan dari masing-masing gaya belajar untuk menentukan

data terkait gaya belajar siswa. Gaya belajar siswa diukur dengan

angket kecendrungan gaya belajar, dianalisis dengan

menjumlahkan skor jawaban yang didapat kemudian dilakukan

pengambilan keputusan gaya belajar. Pengambilan keputusan gaya

belajar yaitu dengan cara membandingkan tiga nilai masing-

masing tipe gaya belajar yang diperoleh sampel. Pengambilan

keputusan didasarkan pada penelitian (Maula, 2017: 21), bahwa

dari ketiga ekstrim gaya belajar (modalitas visual, auditorial,dan

kinestetik) siswa mempunyai kecendrungan pada salah satu

ekstrim saja.

Langkah pengambilan keputusan kecendrungan gaya belajar

adalah jika terdapat jumlah skor tertinggi pada suatu tipe

modalitas gaya belajar, maka disimpulkan bahwa sampel

cenderung dominan pada gaya belajar tersebut. Untuk

32
menetapkan kecendrungan pada gaya belajar, maka digunakan

skor item pada skala angket gaya belajar siswa yang dapat

dilihat pada Tabel 1. Berikut.

Tabel 1. Skor Item Angket Gaya Belajar

Skor Item Skor


Sangat Setuju (SS) 4
Setuju (S) 3
Kurang Setuju (KS) 2
Tidak Setuju (TS) 1

Setelah dilakukan penskoran terhadap setiap gaya belajar, maka

peneliti membuat Tabel 2. untuk melakukan pengambilan

keputusan kecendrungan gaya belajar siswa.

Tabel 2. Pengambilan Keputusan Kecendrungan Gaya Belajar


Siswa

Modalitas gaya belajar


V A K
Kode siswa

No No No Keputusan
Jml Jml Jml
item item item
1 2 1 2 1 2

Berdasarkan data yang didapat maka dilakukan

pengelompokkan kategori siswa pada masing-masing gaya

belajar. Pada kategori ini dibagi menjadi tiga kategori gaya

belajar siswa yaitu visual, auditori dan kinestetik.

c. Lembar Wawancara

33
Menurut Sugiyono (2017:317), wawancara digunakan sebagai

teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,

tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden

yang lebih mendalam. Peserta didik dengan kemampuan

pemahaman konsep kriteria tinggi diwakili oleh 2 orang tiap-tiap

gaya belajarnya sehingga terdapat 6 subyek penelitian untuk

diperdalam karakteristiknya melalui proses wawancara. Subjek

diberi pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara dalam

penelitian ini digunakan untuk menggali informasi mengenai

pemahaman konsep siswa terkait materi kalor dan perpindahannya

serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Wawancara dilakukan

juga kepada guru IPA kelas V untuk menggali informasi mengenai

penelitian yang akan dilakukan.

Pada penelitian ini dilakukan wawancara semi terstruktur,

namun wawancara yang dilakukan penulis tetap menggunakan

pedoman wawancara, hanya saja berupa garis besar permasalahan

yang akan ditanyakan. Jawaban dari siswa yang diwawancarai

inilah nantinya yang akan dijadikan sebagai dasar untuk

mendapatkan informasi yang lebih dalam terkait pemahaman

konsep siswa serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Lembar

wawancara pemahaman konsep siswa dapat dilihat pada (Lampiran

A-3).

d. Dokumentasi

34
Sugiyono (2017: 124), mengemukakan bahwa dokumen

merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen biasa

berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari

seseorang. Dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian ini

adalah untuk mendapatkan nama-nama siswa kelas V SDN 83

Singkawang sebagai kelas penelitian, wawancara hasil jawaban tes

siswa dan foto-foto siswa pada saat melakukan penelitian.

F. Keabsahan Data

Dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian kualitatif

menggunakan istilah yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Menurut

Sugiyono (2017: 185), uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif

meliputi uji credibility (validitas internal), transferability (validitas

eksternal), dependability (realibilitas) dan confirmability (oyektivitas). Uji

yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji obyektivitas tes, validitas

es dan realidibiltas tes. Dalam penelitian ini juga menggunakan

kredibilitas data. Kredibilitas data artinya derajat kepercayaan terhadap

data (Meleong, 2018: 324). Uji kredibilitas dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

1. Peningkatan Ketentuan

Menurut Sugiyono (2017: 188), meningkatkan ketentuan berarti

melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan.

Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan

dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan meningkatkan

ketentuan, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah

data yang ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan

35
meningkatkan ketentuan, maka peneliti dapat memberkan deskripsi

data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.

2. Triangulasi

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang yang


memanfaatkan sesuatu yang lain (Meleong, 2018: 330). Menurut
Sugiyono (2017: 189), trianggulasi dalam pengujian kreadibilitas
diartikan sebagai pengecekan data dari beragai sumber dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu.
Sugiyono (2012:273) triangulasi dalam pengujian kredibilitas

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan

berbagai waktu. Dalam penelitian ini terdapat digunakan triangulasi

teknik triangulasi sumber. Triangulasi teknik untuk mengecek data ,

tes pemahaman konsep, wawancara dan dokumentasi. Untuk teknik

triangulasi sumber dapat pula dilakukan melalui objek dan subjek yang

telah ditentukan guna menggali informasi misalnya narasumber yang

merupakan subjek dari penelitian, dari kondisi tertentu, dari aktivitas

yang menggambarkan perilaku orang, atau dari sumber yang berupa

catatan atau arsip dan dokumen.

3. Menggunakan bahan referensi

Bahan referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan data

yang telah ditemukan oleh peneliti (Sugiyono, 2017: 192). Sebagai

contoh, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman

wawancara. Data tentang interaksi manusia, atau gambaran suatu

keadaan perlu didukung oleh foto-foto. Alat-alat bantu perekam data

dalam penelitian kualitatif seperti kamera, handycam, alat rekam suara

36
sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah

ditemukan oleh peneliti.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan tindak lanjut kegiatan sesudah pengumpulan

data.Menurut Sugiyono (2017:132) analasis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah

selesai pengumpulan data. Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknis analisis interaktif yang dikembangkan oleh

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2017:337). Teknis analisis interaktif

terdiri atas tiga komponen yaitu sebagai berikut :

1. Reduksi data (Data Reduction)

Menurut Sugiyono (2017:135) mereduksi data berarti proses

merangkum memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang diperoleh dari

lapangan jumlahnya cukup banyak untuk itu perlu dicatat secara rinci

dan teliti. Dalam proses ini dilakukan penajaman, pemilihan,

pemfokusan penyisihan data yang kurang bermakna dan menatanya

agar dapat ditarik kesimpulan akhir dan verifikasi. Adapun tahap

reduksi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengoreksi hasil pekerjaan tes pemahaman konsep siswa.

b. Mengoreksi hasil jawaban lembar angket gaya belajar belajar siswa

untuk mendapatkan siswa yang akan dijadikan subjek penelitian.

c. Hasil pekerjaan siswa dari subjek penelitian merupakan data

mentah untuk ditransformasikan pada catatan sebagai bahan untuk

wawancara.

37
d. Melakukan wawancara terhadap 6 orang siswa yang dijadikan

sebagai subjek penelitian yaitu, 2 siswa yang memiliki gaya belajar

visual, 2 gaya belajar auditorial dan 2 gaya belajar kinestetik.

Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang lebih

mendalam tentang kemampuan pemahaman konsep siswa ditinjau

dari gaya belajar serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori, flowchart dan sejenisnya (Sugiyono, 2017:137). Penyajian

data akan mempermudah dalam penarikan kesimpulan atau

menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. Penyajian data

dalam tahap ini berupa hasil jawaban siswa yang telah disusun

menurut subjek penelitian. Kegiatan ini memunculkan dan

menunjukkan kumpulan data atau informasi yang terorganisasi dan

terkategori yang memungkinkan suatu penarikan kesimpulan atau

tindakan. Tahapan penyajian data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

a. Menyajikan hasil pekerjaan siswa dari tes pemahaman konsep yang

diberikan.

b. Menyajikan hasil wawancara yang telah dilakukan.

Dari hasil penyajian data yang berupa hasil pekerjaan tes

pemahaman konsep dan hasil wawancara siswa dilakukan triangulasi

38
data, yang kemudian menghasilkan data temuan sehingga mampu

menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

3. Penarikan Kesimpulan (Verification)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman (Sugiyono, 2017: 141-142) adalah penarikan kesimpulan

dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat

berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih

samar dan gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa

hubungan kasual atau interaktif, hipotesis atau teori. Menarik

kesimpulan adalah bagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh

sehingga mampu menjawab rumusan masalah penelitian. Simpulan

didapat dari analisis hasil triangulasi data pada subjek penelitian yang

telah ditentukan. Kesimpulan yang ditarik pada penelitian ini sebagai

berikut :

a. Untuk menjawab rumusan masalah pertama yaitu “Bagaimana

kemampuan pemahaman konsep siswa ditinjau dari gaya belajar

pada materi kalor dan perpindahannya”. Diambil berupa deskripsi

pemahaman konsep siswa pada kategori gaya belajar visual,

auditorial dan gaya belajar kinestetik.

1. Mendeskripsikan kemampuan pemahaman konsep siswa pada

gaya belajar visual.

2. Mendeskripsikan kemampuan pemahaman konsep siswa pada

gaya belajar auditorial.

39
3. Mendeskripsikan kemampuan pemahaman konsep siswa pada

gaya belajar kinestetik.

b. Untuk menjawab rumusan masalah kedua yaitu, tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep siswa diambil

kesimpulan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi

kemampuan pemahaman konsep siswa pada gaya belajar

visual, auditorial dan kinestetik.

40
DAFTAR PUSTAKA

Adi. W. Gunawan. (2003). Born To Genius. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Akhmad Sudrajat. (2008). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan

Model Pembelajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning,

Teaching, and Asessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational

Objectives. A Bridged Edition. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Anggalarang, F. P. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik

Group Investigation dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada

Mata Pelajaran Ekonomi. SKRIPSI Universitas Siliwangi: (tidak

diterbitkan)

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2015). Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Arindha,Yunni. (2017), Analisis Pemahaman Konsep Matematika Siswa Sekolah

Dasar Dalam Penyelesaian Bangun Datar (Studi Kasus Di SDN 4

Podomoro Pringsewu). Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), 53-61.

Aslizar. (2017). Hafal Mahir Materi IPA SD/MI Kelas 4,5,6. Jakarta: PT Grasindo

Azwar, Saifuddin. (2005). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

41
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2000). Quantum Learning. Edisi Revisi.

Bandung: PT Mizan Publika

Chandra, Angge (2018) Analisis Pemahaman Konseptual Ditinjau Dari Gaya

Belajar Siswa Materi Phytagoras Kelas VIII Di Mts Negeri 1 Kota Blitar

Tahun Ajaran 2017/2018. Skripsi, 38-39

Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori Belajar. Jakarta : Erlangga Press

Dahar, Ratna Wilis. (2006). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung:

Erlangga.

Depdiknas. (2008). Peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Ghufron & Rini Risnawita, S. (2012). Gaya Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gunawan, Adi. W. (2006). Genius Learning Strategi. Jakarta: Pustaka Utama.

Hamzah, B. Uno, M. (2010). Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta: PT

Bumi Aksara.

Lestari, K. E., & Yudhanegara, M. R. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika.

Bandung: PT Refika Aditama.

Mardiana. (2013). Seni Menulis Ilmiah Keselarasan Metode dan Gaya Belajar.

Makassar: Alauddin University Press.

Moleong, Lexy J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT

Rosdakarya.

42
Nahdi, dkk. (2018). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Melalui

Penerapan Metode Demonstrasi pada Mata Pelajaran IPA. Jurnal

Cakrawala Pendas, 4(2): 9-16

Nasution, M. K. (2017). Penggunaan Metode Pembelajaran Dalam Peningkatan

Hasil Belajar Siswa . Jurnal Ilmiah Bidang Pendidikan, 11(1): 9-16.

Nasution. (2009). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara

Nurhayati Siti. (2014). Buku Cerdas IPA TERPADU SD Kelas 4, 5, Dan 6.

Jakarta: Niaga Swadaya.

Purwanto. (2012). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Purwanto. (2008). Evaluasi Hasil Belajar. Bandung: Pustaka Pelajar.

Setiana, dkk. (2019). Analisis Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Peserta Didik Pada Materi Trigonometri Berdasarkan Gaya Belajar. Jurnal

Phenomenon, 09(2): 176-189.

Slameto. (2015). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Cetakan

Keenam. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sopiatin, Popi dan Sohari Sahrani. (2011). Psikologi Belajar dalam Perspektif

Islam. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sudjana, Nana. (2005). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar

Baru Algensindo.

Sugiono. (2014). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

43
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D.

Bandung: CV Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

CV Alfabeta.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV

Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Sundayana, Rostina. (2016). Kaitan Antara Gaya Belajar, Kemandirian Belajar,

dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP dalam Pelajaran

Matematika. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Garut, 8(1):

31- 40

Surapranata Sumarna. (2005). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi

Hasil Tes, Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya

Syafitri, Nurlia. (2017). Analisis Perbedaan Gaya Belajar Antara Siswa Laki-Laki

Dan Siswa Perempuan Kelas X Jasa Boga Pada Mata Pelajaran Ilmu Gizi

Di Smk Negeri 6 Yogyakarta. Skripsi, 38-94.

Syaiful Sagala. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan

Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.

Wayan, Ardhana dan Willis, Verna, (1989). Bacaan Teknologi Pendidikan.

Jakarta : Depdikbud.

44
Widiawati, Ni Putu, dkk. (2015). Analisis Pemahaman Konsep dalam Pelajaran

IPA pada Siswa Kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Banjar. E-journal

PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. 3(1): 1-11.

Widoyoko, S. Eko Putro. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Zuldafrial. (2012). Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Media Perkasa.

45

Anda mungkin juga menyukai