Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang
sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian dikeluarkan
dari tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah. Dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Apabila kedua
ginjal ini karena sesuatu hal gagal menjalankan fungsinya, akan terjadi kematian.

Sehubungan dengan adanya informasi dari World Health Organization (WHO)


pada tanggal 5 Oktober 2022 mengenai sirup obat untuk anak yang terkontaminasi dietil
glikol dan etilen glikol di Gambia, Afrika.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.2.1. Apa itu Gagal ginjal akut

1.2.2. Apa itu Etilen Glikol

1.2.3. Apa hubugan gagal ginjal dengan Etilen Glikol

1.2.4. Mengetahui pandangan tenaga medis tentang gagal ginjal akibat Etilen Glikol

1.3. TUJUAN
1.3.1. Menambah pengetahuan masyarakat dan pembaca tentang gagal ginjal akut
1.3.2. Menambah pengetahuan masyarakat dan pembaca tentang Etilen Glikol
1.3.3. Mengedukasi masyarakat untuk berfikir positif tentang gagal ginjal akut
akibat Etilen Glikol
1.3.4. Mengajak masyarakat dan pembaca untuk lebih bijak dalam menggunakan
obat untuk anak anak

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. GAGAL GINJAL

Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai
penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai
oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi
BUN) dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urin. Perubahan
terminologi dari Gagal Ginjal Akut (GGA) menjadi AKI bertujuan untuk
meningkatkan deteksi dini agar dapat dilakukan intervensi segera. Pada konsep yang
dipakai sekarang, AKI memiliki spektrum klinis yang luas, mulai dari perubahan
minor pada penanda fungsi ginjal sampai dengan kondisi yang membutuhkan Terapi
Pengganti Ginjal (TPG). Perubahan konsep ini dilakukan karena adanya bukti bahwa
perubahan kecil dalam fungsi ginjal dapat memiliki efek yang serius untuk jangka
panjang, dan intervensi dini dapat memperbaiki luaran atau prognosis. 1.2

Beberapa laporan di dunia menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5-


0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20%
pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian
yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25% hingga 80%. Meskipun kemajuan
dalam diagnosis dan staging AKI dengan emergensi biomarker menginformasikan
tentang mekanisme dan jalur dari AKI, tetapi mekanisme AKI berkontribusi terhadap
peningkatan mortalitas dan morbiditas pada pasien rawat inap masih belum jelas.
Perkembangan deteksi dini dan manajemen AKI telah ditingkatkan melalui
pengembangan definisi universal dan spektrum staging. Cedera AKI berubah dari
bentuk kurang parah menjadi staging severe injury. AKI bukan merupakan penyakit
primer dan tidak mungkin terjadi tanpa penyakit lain yang mendasarinya. Penyakit
yang mendasari AKI sangat beragam dan berbeda antar kelompok usia anak-anak.
Pada kelompok Balita penyebab AKI di komunitas adalah gangguan hemodinamik
misal akibat diare dengan dehidrasi, syok pada infeksi dengue, dan kelainan
kongenital ginjal dan saluran kemih yang berat. Sedangkan pada anak lebih besar
sampai remaja, AKI komunitas lebih banyak disebabkan oleh penyakit ginjal seperti
glomerulonefritis akut. 4,5
2
Profil pasien anak dengan AKI menunjukkan keseragaman berupa gejala
prodromal seperti demam, gejala saluran cerna dan gejala saluran pernapasan. Hal ini
dapat menjadi petunjuk dugaan penyebab AKI berupa adanya suatu infeksi di awal
yang kemudian mengalami komplikasi AKI. Proses infeksi yang terjadi melibatkan
mekanisme imunologi yang bervariasi dan kompleks, tergantung pada
mikroorganisme (agent) penyebabnya maupun genetik dari pejamu (host) serta
lingkungan.

Kemiripan lainnya dari profil kasus-kasus yang dilaporkan adalah


ditemukannya antibodi SARS-CoV-2 positif pada mayoritas pasien yang belum
mendapatkan vaksinasi COVID-19 sebelumnya dan tidak pernah diketahui
mengalami infeksi COVID-19 baik bergejala ringan atau tidak bergejala. Oleh karena
itu, selain patogen umum yang telah diketahui memiliki tropisme di ginjal, diduga
kemungkinan mengenai infeksi SARS- CoV-2 sebagai patogen khusus yang
menyebabkan AKI, maupun reaksi hiperinflamasi pasca infeksi SARS-CoV-2 pada
pasien anak pasca COVID- 19 yang dikenal sebagai Multisystem Inflammatory In
Children (MIS-C). 6

Manifestasi klinis COVID-19 terutama adalah demam, batuk dan diare.


Meskipun sebagian besar pasien bergejala ringan, sekitar sepertiga pasien mempunyai
gejala berat dengan beberapa komplikasi syok septik, Acute Respiratory Distress
Syndrome, AKI dan kematian. AKI terjadi pada sekitar 0,5 - 33,9%penderita COVID-
19. Multisystem Infammatory Syndrome (MIS-C) merupakan kejadian yang jarang
terjadi setelah COVID-19, insidens nya sekitar 3.16 per 10,000 kasus COVID-19,
AKI terjadi sekitar 25-33% pasien MIS-C. 6

Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada bulan September tahun
2022, terdapat 74 kasus Acute Kidney Injury Progressive Atypical yang telah
dilaporkan, penyakit ini ditemukan sebagian besar pada anak laki-laki dengan usia di
bawah 6 tahun tanpa riwayat komorbid, kasus tersebut pola perjalanan penyakitnya
tidak seperti AKI yang lazimnya terjadi pada kelompok usia anak di bawah 6 tahun
dan progresifitasnya tergolong cepat, sehingga membutuhkan intervensi segera. Data
akhir Agustus 2022, Kementrian Kesehatan (Kemenkes) dan ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) telah menerima kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif
Atipikal/AKI yang tajam pada anak, utamanya dibawah usia 5 tahun. Hingga 18
3
Oktober 2022, jumlah kasus gagal ginjal akut yang dilaporkan sebanyak 206 dari 20
provinsi. Angka kematian sebanyak 99 anak dengan angka kematian pasien dirawat di
RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo mencapai 65%.6

2.2. ETILEN GLIKOL

Etilen glikol merupakan senyawa organik yang tidak berwarna, tidak berbau,
memiliki viskositas yang rendah sehingga menyebabkan cairan bersifat higroskopis.
Etilen glikol dapat menurunkan titik beku pelarutnya dengan menghambat
pembentukan kristal es. Kegunaan etilen glikol sangatlah banyak, secara umum etilen
glikol digunakan untuk tambahan serat pada polyester, wadah yang menggunakan
bahan PET, antifreeze dan pendingin pada mesin untuk semua kondisi cuaca.
Kegunaan lain adalah untuk menghilangkan lapisan-lapisan es pada pesawat terbang,
pendingin pada proses transfer yang menggunakan kontak dengan gas pemanas serta
AC. Tidak hanya itu, etilen glikol juga digunakan sebagai bahan adesif, bahan
tambahan pada cat, dan emulsi aspal. Di Indonesia secara umum etilen glikol
digunakan untuk bahan baku industri tekstil (polyester) sebesar 97,34% dan 2,66%
digunakan sebagai bahan baku tambahan pembuatan cat, cairan lem, solven (pelarut),
tinta cetak, tinta pada pena, foam stabilizer, kosmetik, dan bahan anti beku.

2.3. Hubungan gagal ginjal akut dengan etilen glikol

Hasil uji sampel Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap 35
kode produksi dari 26 sirup obat per 19 Oktober 2022 menunjukkan kandungan
kontaminasi etilen glikol (EG) yang melebihi batas aman pada lima produk obat
demam dan obat batuk dan flu di Indonesia. Kontaminasi EG ditemukan pada
Termorex Sirup, Flurin DMP Sirup, Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup,
dan Unibebi Demam Drops. Ini obat untuk anak-anak. Namun, menurut BPOM,
temuan tersebut belum bisa mendukung kesimpulan bahwa penggunaan obat sirup
obat itu mempunyai kaitan dengan kejadian gagal ginjal akut pada ratusan anak dalam
beberapa pekan terakhir di negeri ini. Sebab, selain penggunaan obat, BPOM
mengatakan ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti
infeksi virus, bakteri leptospira, dan sindrom peradangan multisistem setelah COVID-
19 pada anak.

4
Sebelumnya, pada 18 Oktober 2022, Kementerian Kesehatan Indonesia
menyatakan ada 206 kasus gagal ginjal akut pada anak, 99 di antaranya meninggal.
Kasus terjadi terbanyak pada anak berusia 1-5 tahun di 20 provinsi, DKI Jakarta dan
Jawa Barat terbanyak, masing-masing 40 kasus. Sehari kemudian, Wakil Menteri
Kesehatan menyatakan pengujian terhadap 18 obat sirup menunjukkan 15 di
antaranya masih mengandung EG.Sampai kini (21 Oktober), otoritas kesehatan
Indonesia belum mengetahui secara pasti penyebab gagal ginjal akut pada anak-anak
tersebut, sehingga kejadian ini disebut sebagai gagal ginjal akut progresif atipikal.
Hubungan sebab-akibat dalam kasus ini belum bisa dipastikan.
Belakangan, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa kejadian gagal ginjal pada
anak-anak itu diduga akibat obat batuk dan paracetamol. Kementerian telah melarang
peresepan 91 obat sirup untuk pasien.

Sebuah riset menunjukkan hubungan antara kejadian gagal ginjal dan


kontaminasi EG atau dietilen glikol (DEG) dalam obat sudah kerap diketahui di
berbagai negara sejak 1937. Bagaimana kita memahami masalah yang kompleks ini
dan fakta-fakta kausalitas yang masih diselidiki ini. Berikut empat hal yang perlu
Anda ketahui berdasarkan uji lab dan kasus hampir serupa di negara lain.

1. Hubungan sirup parasetamol dan kasus gagal ginjal akut di Gambia

Kasus obat sirup ini meledak bermula pada 5 Oktober, saat Organisasi


Kesehatan Dunia (WHO) merilis peringatan mengenai empat produk obat
sirup yang punya kaitan dengan kasus gagal ginjal akut pada anak-anak di
Gambia. Empat produk itu adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin
Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.
WHO menyatakan keempat produk obat ini tidak memenuhi standar mutu
pembuatan obat yang baik. Melalui uji lab, ditemukan kontaminasi EG dan
DEG dalam obat sirup tersebut, dalam jumlah yang melebihi batas aman. Obat
tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India. BPOM
menyatakan obat sirup ini tidak beredar di Indonesia.

Kecurigaan terhadap sirup parasetamol (obat penurun panas)


di Gambia muncul saat ditemukan sejumlah pasien anak mengalami gejala
gagal ginjal setelah menggunakan sirup parasetamol yang dijual di sana. Saat

5
itu, belum ada kejelasan merek sirup yang digunakan. Namun, otoritas
kesehatan menangguhkan penggunaan sirup parasetamol. Setelah obat sirup
ini ditarik dari peredaran, kasus-kasus gagal ginjal di sana berkurang.
Kurangnya fasilitas pengujian di Gambia membuat WHO ikut turun
tangan dalam penanganan kasus ini. Peringatan dari WHO tersebut
menimbulkan kecurigaan bahwa kasus gagal ginjal akut pada anak dapat
terjadi akibat penggunaan obat seperti sirup. Apalagi, beberapa laporan kasus
dalam artikel ilmiah mengaitkan kontaminasi EG dan DEG dalam obat sirup
parasetamol dengan gagal ginjal akut.

2. Kasus keracunan Etilen Glicol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) di negara lain

Sebenarnya, kejadian gagal ginjal akibat kontaminasi EG atau DEG


dalam produk farmasi merupakan kejadian berulang yang telah dilaporkan dari
berbagai negara sejak 1937. Kurang lebih terjadi 12 keracunan massal akibat
DEG dalam produk obat telah dilaporkan pada periode 1937-2006 di beberapa
negara seperti Amerika Serikat, India, dan Bangladesh. Telaah literatur
menunjukkan beberapa kasus terjadi karena kesengajaan. Setengah dari kasus
keracunan tersebut terjadi untuk memperoleh keuntungan finansial. Misalnya,
“orang-orang” tidak bertanggung jawab di industri farmasi menukar gliserin
dengan DEG yang harganya lebih murah atau menambahkan DEG agar
memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh badan otoritas obat-obatan.

Ketidak patuhan terhadap standar pembuatan obat dan persyaratan uji


kualitas juga merupakan masalah utama penyebab keracunan DEG tersebut.
Pada 2009 di Bangladesh, misalnya, 24 anak meninggal setelah mendapatkan
sirup parasetamol. Setelah diuji, ditemukan kandungan dietilen glikol dalam
sirup tersebut. Otoritas kesehatan setempat menyatakan bahwa dietilen glikol
digunakan oleh produsen obat bermasalah tersebut sebagai pelarut.
Kontaminasi EG atau DEG yang menyebabkan kasus keracunan produk
farmasi di berbagai negara umumnya disebabkan oleh kurangnya pengujian
kontaminasi. Juga karena kurangnya kontrol mutu yang dilakukan oleh
produsen atau industri farmasi selama penerimaan bahan atau selama proses
pembuatan sirup (sediaan) obat.

6
Kasus yang terjadi di Gambia juga berhubungan dengan tidak
terpenuhinya persyaratan mutu produk obat sirup. Berdasarkan informasi dari
WHO, produsen belum bisa memberikan bukti dan jaminan mengenai
keamanan dan mutu produk-produk tersebut. Produsen ini memiliki rekam
jejak yang kurang baik, antara lain mereka dilarang mengedarkan produk di
negara bagian Bihar, India, pada 2011 karena menjual sirup yang tidak
memenuhi standar dan diperkarakan oleh regulator obat di India pada 2018.
Hal ini terjadi akibat pelanggaran sistem pengawasan mutu gagal memenuhi
standar pengujian mutu di daerah Jammu dan Khasmir.

Pada 2020, produsen ini gagal memenuhi standar pengujian mutu


sebanyak empat kali di Kerala, India. Sementara pada 2022, mereka (bersama
dengan 40 perusahaan farmasi India lain) dilarang untuk mengedarkan produk
di Vietnam akibat produknya tidak standar. Namun, produk obat dari produsen
ini tidak terdaftar dan beredar di di Indonesia.

3. Mengapa EG dan DEG bisa ditemukan dalam obat sirup

EG merupakan bahan baku pembuatan plastik yang juga digunakan


dalam sistem pendingin seperti AC. Sedangkan DEG merupakan gabungan
dari dua molekul EG yang terikat kuat secara kimia membentuk senyawa baru.
DEG biasanya diperoleh sebagai hasil sampingan reaksi kimia atau hidrolisis
bahan obat etilen oksida, senyawa yang banyak digunakan dalam berbagai
industri.

EG dan DEG merupakan senyawa yang berbahaya jika masuk ke


dalam tubuh. Pada dosis 1.500 miligram per kilogram berat badan, EG
dapat menyebabkan kematian. Karena itu, di berbagai negara,
termasuk Indonesia, EG dan DEG tidak boleh digunakan dalam pembuatan
produk farmasi. Namun beberapa bahan tambahan seperti gliserin dan
polietilenglikol yang digunakan dalam sirup memiliki potensi terkontaminasi
dengan DEG atau EG.

Pada proses pengujian oleh lembaga regulasi obat seperti BPOM,


DEG/EG dapat ditemukan sebagai cemaran pada pelarut tambahan. BPOM
telah menetapkan standar yang mengatur batas maksimal kandungan cemaran
7
ini sesuai standar internasional. Bahan tambahan dalam produk farmasi
merupakan bahan yang digunakan agar senyawa obat atau zat aktif dapat lebih
stabil, lebih dapat diterima, atau lebih efektif saat dibuat dan digunakan.
Bahan tambahan yang boleh digunakan dalam produk obat harus
memiliki pharmaceutical grade, bahan tersebut terjamin kemurniannya, tidak
bersifat mempengaruhi bahan lain, dan tidak beracun. Penjaminan keamanan
dan mutu obat sudah diatur oleh standar Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB), atau secara internasional dikenal dengan Good Manufacturing
Practice. Standar CPOB ini mengikat seluruh produsen obat. CPOB
mensyaratkan setiap penerimaan bahan baku dan bahan tambahan harus diuji
sesuai standar oleh produsen. Bahkan, pemasok bahan baku juga harus diaudit.
Regulator berperan untuk memastikan produsen obat mematuhi standar CPOB
ini.

4. Dampak EG dan DEG pada ginjal

EG yang ditelan dan masuk ke dalam tubuh mengalami proses


metabolisme di hati oleh beberapa enzim. Proses ini akan menghasilkan asam
glikolat yang mengakibatkan penumpukan asam di dalam tubuh, dan asam
oksalat. Asam oksalat inilah yang dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Pada keracunan berat, EG dapat menyebabkan gagal ginjal akut, sehingga
terjadi penumpukan senyawa kimia beracun dan ketidakseimbangan kimiawi
di dalam darah. Sementara itu, DEG yang masuk ke dalam tubuh akan diolah
di hati menjadi senyawa 2-hydroxyethoxyacetic acid (HEAA) yang
bersifat asam dan dapat merusak ginjal dan saraf.

2.4. Sudut pandang Dokter dengan kejadian gagal ginjal akut akibat kontaminasi etilen
glikol
Berdasarkan sudut pandang kami sebagai dokter tentang kasus ini adalah
kejadian ini adalah suatu kejaddian yang sangat mngejutkan, karena obat sirup yang
selama ini menjadi penolong pasien terutama anak anak malah menjadi sumber
masalah kesehatan pada anak anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BP
POM Indonesia ini disebabkan oleh penggunaan pelarut pada obat yang
terkontaminasi oleh etilan glicol dan keturunannya. Etilen Glikol biasanya digunakan

8
sebagai bahan pembuatan pedingin mesin pada kendaraan ( cairan radiator ) yang
sangat berbahaya bagi tubuh manusia bila masuk kedalam tubuh manusia.

Sebagaiman yang sudah terjadi di setiap kasus gagal ginjal pada anak selalu
ditemukan obat syirup atau setelah mengkonsumsi obat syrup pasien yang
mengalami gagal ginjal. Berdasarkan temuan ini kami menyipulkan ada beberapa
kesalahan pada pengawasan pada produksi pada obat tersebut serta mempertanyakan
kinerja BP pom yang selama ini bertugas untuk mengawasi produksi obat yang
beredar luas. Diperlukan lagi evaluasi kedepannya dari semua lini, mulai dari
produsen, pengawas serta kebijaksanaan dokter atau apoteker dalam pemberian obat
syrup kedepannya.
2.5. Dugaan Gagal Ginjal Akut pada Anak Dari Sudut Pandang Farmasi
Kementrian Kesehatan telah melakukan Tindakan konservatif dengan
menghentikan pemakaian sirup apapun yang diduga menjadi sumber masuknya
toksikan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) setelah adanya hasil
pemeriksaan. Sebenarnya apa itu EG dan DEG apa efek bahayanya ? Toksisitas EG
utamanya berasal dari akumulasi metabolit toksiknya EG juga merupakan depresan
system syaraf pusat yang dapat menghasilkan efek akut yang mirip dengan etanol.
Efek SSP ini terjadi pada jam pertama setelah paparan.
Terdapat 3 tahap keracunan EG secara teori,namun onset dan perkembangan
dalam klinis sering kali tidak konsisten dan tidak bisa diprediksi,kadang satu tahap
lebih dominan daripada yang lain atau tidak selalu muncul.
Tiga tahap tersebut adalah :
1. Tahap 1 (tahap neurologis ) : terjadi 30 menit sampai 12 jam setelah terpapar
2. Tahap 2 (tahap cardiopulmonary) terjadi 12-24 jam setalah terpapar
3. Tahap 3 (tahap ginjal ) : terjadi 24-72 jam setelah terpapar
Dari tiga tahap ini bisa kita lihat bahwa keracunan EG maupun DEG tidak
langsung menyerang ke ginjal ada beberapa tahap sebelum sampai ke ginjal. Namun
yang jadi pertanyaan apakah industri menambahkan EG ataupun DEG didalam
pembuatan sirup ?
Jawabannya,tidak EG dan DEG ini dilarang digunakan dalam produksi
sediaan farmasi,yang ada EG dan DEG ini ada dalam bentuk kontaminan atau
impurities dari co solven atau bahan tambahan yang dalam formulasi obat sirup ini
seperti sorbitol,propilen glikol sebagai penyumbang EG didalam sirup tersebut.

9
Adapun Kriteria bahan aktif dan tambahan dalam formulasi obat adalah
sebagai berikut:
1. Pharmaceutical grade
2. Persyaratan monografi/regulasi
3. Persyaratan indusitri
Persyaratan tersebut sudah dilakukan control kualitas/QC,untuk pembelian
bahan baku sudah diaudit dan sudah dilakukan cek fisik oleh QC. Akan tetapi
kontaminan EG ini masih diperbolehkan tidak lebih dari 0,1 %,DEG 0,25 % namun
ada banyak hal yang menyebabkan impiurities ini ada bisa jadi karna saat berada di
industry atau pada sat distribusi,penyimpanan setelah sampai kepada pasien mungkin
pas release masih oke namun setelah sampai kepada pasien mengalami degradasi
karena EG dan DEG ini apabila berada dipemanasan 40 °c akan terurai. Namun
demikian, kita semua apoteker baik yang berada dipelayanan terkhusus yang berada di
indistri farmasi untuk terus berupaya meningkatkan kepatuhan pada standar Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Menurut undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 106
menyatakan sediaan farmasi dan alat Kesehatan hanya diedarkan setelah mendapat
izin edar. Obat yang mendapatkan izin edar dari BPOM sudah melalui proses
pengujian dan memenuhi standar keamanan,kualitas,dan kemanfaatannya serta
diproduksi sesuai dengan CPOB.

10
BAB III
PENUTUP
3.1. KKESIMPULAN
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai
penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya
ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan
konsentrasi BUN) dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urin.
Etilen Glikol yang ditelan dan masuk ke dalam tubuh mengalami proses metabolisme
di hati oleh beberapa enzim. Proses ini akan menghasilkan asam glikolat yang
mengakibatkan penumpukan asam di dalam tubuh, dan asam oksalat. Asam oksalat
inilah yang dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal. Pada keracunan
berat, EG dapat menyebabkan gagal ginjal akut, sehingga terjadi penumpukan
senyawa kimia beracun dan ketidakseimbangan kimiawi di dalam darah

3.2. SARAN
Diperlukan pengawasan yang lebih ketata terhadap produsen obat yang ada di
Indonesia serta pengujian secara berkala hasil produksi obat supaya tidak terjadi
kejadian seperti ini lagi, serta kepada semua tenaga medis dihimbau lebih berhati-
hati dan lebih bijaksana dalam memberikan obat sesuai peruntukan dan dosis yang
sesuai dengan kebutuhan pasien.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Verdiansah. Pemeriksaan Fungsi.Ginjal. Rumah Sakit Hasan Sadikin : Bandung,


Indonesia. CDK-237/ vol. 43 no. 2. 2016.

2. M. Wilson Lorraine, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. 6 th


edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012.p867-889.

3. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice


Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012. Vol.2.
19-36

4. Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence and the fall of mortality
of patients with acute renal failure: what the analysis of two databases does and does
not tell us. J Am Soc Nephrol. 2006;17:923-5.

5. Nash K, Hafeez A, Hou S: Hospital-acquired renal insufficiency. American Journal of


Kidney Diseases 2002; 39:930-936.

6. United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter 5 : Acute
Kidney Injury. 2015. Vol. 1. 57-66

7. KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. TATA LAKSANA DAN


MANAJEMEN KLINIS GANGGUAN GINJAL AKUT PROGRESIF ATIPIKAL
(ATYPICAL PROGRESSIVE ACUTE KIDNEY INJURY) PADA ANAK DI
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN .2022

8. Departemen Kesehatan. (2014), Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen


Kesehatan RI, Jakarta.

9. Echder T, Schriner RW. 2009. Cardiovascular Abnormalities in Autosomal


Dominant Polysystic Kidney Disease. Nat Rev Nephrol April 2009;5(4):221-228.

10. USP Convention, 2007. United States of Pharmacopei National Formulary. USP
30/NF 25.Twinbrook Parkway; United State Pharmacopeial Convention.

11. Rowe, R. C. Et al. (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipients, 5th Edition.


London: Pharmaceutical Press.

12
13

Anda mungkin juga menyukai