Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada Tahun 2022 dimana belum berakhirnya pandemi Covid-19, dunia dikagetkan
dengan suatu penyebab kematian baru yang terjadi pada anak di beberapa negara di
dunia. Ketakutan dan keresahan masyarakat atas hadirnya kematian yang mendadak
dan merenggut banyak korban jiwa ini ditakutkan akan menjadi cikal bakal pandemi
atau virus berikutnya. Namun setelah diselidiki ditemukan pola yang sama terhadap
anak-anak yang meninggal yaitu diakibatkan oleh gagal ginjal. Berdasarkan temuan
yang ada ternyata anak-anak yang meninggal mengkonsumsi hal yang serupa, yaitu
obat-obat sirup dengan merek berbeda. Permasalahan obat sirup ini menyebabkan
Gangguan Ginjal Akut pada anak yang mencapai 326 kasus per 5 Februari 2023 di
Indonesia.1 Kasus ini tersebar di 27 provinsi di Indonesia. dari total kasus tersebut,
sebanyak 116 korban di antaranya telah dinyatakan sembuh, enam korban masih
menjalani perawatan di RSCM Jakarta sementara 204 korban meninggal. 2 Beberapa
obat yang tekontaminasi zat berbahaya mengakibatkan masyarakat terutama anak kecil
meregang nyawa menjadi isu sangat sensitif dan krusial untuk dibahas. Berdasarkan
data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ada 102 merek obat
yang mengakibatkan gagal ginjal pada anak.

Hadirnya kasus ini memberikan ketakutan yang besar kepada seluruh masyarakat yang
memiliki anak, hal ini dikarenakan obat yang seharusnya memberikan kesembuhan
kepada anak malah menjadi alat pembunuh anak-anak. Ketakutan ini baru direspon
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan merilis 8 obat sirup yang
cemaran etilen glikolnya melebihi ambang batas pada 1 November 2022. 3 Disisi lain
berdasarkan temuan dari Laboratorium World Health Organization (WHO) ditemukan
adanya kandungan dietilen glikol dan/atau etilen glikol pada sirup obat batuk yang
menyebabkan gagal ginjal akut.4 Bahan etilen glikol diketahui terkandung dalam

1
Julnis Firmansyah, “Data Terbaru Gagal Ginjal Akut Pada Anak 326 Kasus 2014 Korban
Meninggal”https://nasional.tempo.co/read/1688200/data-terbaru-gagal-ginjal-akut-pada-anak-326-kasus-
204-korban-meninggal, diakses pada 21 Maret 2023.
2
Ibid.
3
Ravianto, “Daftar Terbaru 8 Obat Sirup yang Dilarang BPOM dan Daftar 198 Obat Sirup yang Aman”
https://jabar.tribunnews.com/2022/11/04/daftar-terbaru-8-obat-sirup-yang-dilarang-bpom-dan-daftar-198-
obat-sirup-yang-aman diakses pada 14 Maret 2023
4
Julian Ng, “obat batuk Gambia” https://aido.id/health-articles/obat-batuk-gambia/detail, diakses pada 23
Maret 2023

Universitas Indonesia
banyak produk obat batuk cair atau sirup, yang diduga menjadi penyebab utama
kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak.

Padahal obat tersebut merupakan sediaan farmasi telah diatur dengan ketentuan yang
sangat ketat. Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Undang-Undang
Kesehatan diatur mengenai obat yang merupakan sediaan farmasi. Dalam aturan
tersebut diatur secara jelas berkaitan dengan ketentuan yang harus dilakukan oleh
industri farmasi sebagai pihak yang berkaitan erat dengan sediaan farmasi ini. Industri
farmasi sebagai pihak yang melakukan produksi, distribusi, dan/atau penyediaan
sediaan farmasi ini berperan penting dalam menjaga obat yang akan sampai pada
masyarakat tersebut. Pada praktiknya industri farmasi melakukan tindakan praktik
kefarmasian yang bertujuan untuk menjaga mutu sediaan farmasi yang akan
diproduksinya. Hal ini biasanya dilakukan oleh pihak yang memiliki pemahaman dan
pengetahuan di bidang praktik kefarmasiaan. Praktik kefarmasian Dalam undang-
undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan adalah yang meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penjagaan mutu obat
yang akan digunakan nantinya oleh masyarakat. Pengaturan ini nampaknya telah
dilanggar oleh oknum-oknum dalam industri farmasi sehingga zat etilen glikol yang
berdasarkan fermakope telah diatur kandungan wajarnya, telah dilanggar oleh oknum
dalam industri farmasi ini. Pelanggaran ini berdampak pada kematian ratusan anak
setelah mengkonsumsi obat yang tercemar tersebut.

Kandungan etilen glikol dalam sediaan farmasi ini sangat berbahaya. Hal ini
dikarenakan etilen glikol adalah bahan kimia yang tidak berwarna, tidak berbau, dan
memiliki rasa manis. Namun, bahan tersebut akan beracun jika tertelan. Terjadinya
keracunan etilen glikol disebabkan adanya zat antifreeze di dalamnya.5 Menurut prof

5
Fadli Rizal Makarim, “Hal yang Terjadi saat Etilen Glikol Terserap dalam Tubuh “
https://www.halodoc.com/artikel/hal-yang-terjadi-saat-etilen-glikol-terserap-dalam-tubuh diakses pada 25
Maret 2023

Universitas Indonesia
Zullies dari Fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada zat etilon glikol Secara sifat
sangat larut dalam air dan alcohol, zat ini bahkan bisa menurunkan freezing point jadi
sering digunakan sebagai senyawa anti beku. zat ini dapat menurunkan titik beku dari
air. Istilahnya sebagai antifreeze.6 Karena kemampuannya ini zat ini juga digunakan
dalam radiaotor kendaraan atau zat pelarut pada industri maupun produk rumah
tangga.7 Sedangkan zat berbahaya lainnya yaitu dietilen glikol (diethylene glycol)
memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan etilen glikol. Pada dasarnya,
dietilen glikol terdiri dari dua molekul etilen glikol yang melekat satu sama lain.
kontaminasi etilen glikol dan dietilen glikol kemungkinan bisa terjadi pada obat yang
menggunakan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol
sebagai zat pelarut.8

Bahaya nya zat ini bagi manusia dapat memberikan berbagai efek samping yang
menyebabkan kepada kematian apabila dikonsumsi. Dampak awal menelan etilen glikol
mirip dengan ketika minum alkohol (etanol) kemudian, efek toksik (keracunan) menjadi
semakin jelas terasa setelah dalam waktu beberapa jam gejalanya dapat berupa:9

 Mual.

 Sakit kepala.

 Muntah.

 Kejang.

 Pingsan.

 Koma.

Efek samping ini juga diperparah dengan kemampuan obat tersebut terhadap tubuh. Hal
yang sangat menyeramkan adalah bahan etilen glikol sangat cepat dan mudah diserap
oleh saluran cerna dan diabsorpsi secara perlahan melalui kulit dan paru-paru. Karena
6
Vidya Pinandhita, “Ramai Cemari Sirup Obat, Benarkah Etilen Glikol Dipakai untuk Minyak
Rem?” https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6363725/ramai-cemari-sirup-obat-benarkah-
etilen-glikol-dipakai-untuk-minyak-rem diakses pada 26 Maret 2023
7
Ibid.
8
dr. Sienny Agustin, https://www.alodokter.com/mengenal-etilen-glikol-dan-dietilen-glikol-serta-
dampaknya
9
Vidya Pinandhita, “Ramai Cemari Sirup Obat, Benarkah Etilen Glikol Dipakai untuk Minyak
Rem?” https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6363725/ramai-cemari-sirup-obat-benarkah-
etilen-glikol-dipakai-untuk-minyak-rem diakses pada 26 Maret 2023

Universitas Indonesia
bahannya sangat mudah larut dalam air, etilen glikol yang sudah masuk ke tubuh
didistribusikan ke seluruh kandungan air yang ada di dalam tubuh keberbagai organ
vital manusia.10

Bahaya dari adanya cemaran dalam obat-obatan batuk sirup ini menjadikan masyarakat
selaku konsumen berada di posisi yang sangat rentan. Masyarakat sebagai konsumen
merupakan subjek hukum yang sangat krusial dalam perlindungan konsumen dalam
kaitannya hubungan hukum dengan pelaku usaha. Menurut Ketentuan Pasal 1 Angka2
UU No. 8 Tahun 1999 (UU Perlinkos) Menyatakan bahwa “konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan”. Sedangkan Az. Nasution berpendapat bahwa konsumen adalah
“setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu ” 11.
Penjelasan terkait konsumen ini menjadikan konsumen sebagai pihak yang berada di
posisi memakai dengan keterbatasan dalam hal adanya informasi yang hanya diketahui
oleh produsen atau penjual saja. Informasi yang diketahui seluruhnya oleh penjual ini
bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang tidak baik yang akan berdampak besar pada
konsumen di kemudia hari dikarenakan adanya ketidaktahuan terhadap beberapa
komponen atau informasi yang mungkin dapat mengancam keselamatan konsumen itu
sendiri. Oleh karena itu Campur tangan negara sendiri dimaksudkan untuk melindungi
hak-hak konsumen. Sementara itu, menurut Janus ada empat alasan pokok mengapa
konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut:12

(1) Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa


sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
(2) Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak
negatif penggunaan teknologi;

10
Ibid.
11
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm.
29.
12
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006,
hlm. 6

Universitas Indonesia
(3) Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat
rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga
untuk menjaga kesinambungan pambangunan nasional;
(4) Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang
bersumber dari masyarakat konsumen.
Perlindungan ini tanpa implementasi yang baik hanyalah sebuah hal kosong tanpa
penegakan hukum yang mumpuni. Oleh karena itu apabila kita melihat Bagian Umum
dalam penjelasan Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebagai berikut “Undang-
undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir
dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada
terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini telah ada beberapa
undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen”. Hal ini menunjukkan
bahwa Undang-undang yang melindungi konsumen bukan hanya Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999. Namun undang-undang lainnya, dalam kasus ini adalah
peraturan perundang-undangan yang berkaitan erat dengan sediaan farmasi. Hal ini
merupakan bentuk kehadiran pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum
kepada konsumen dalam mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak konsumen
sebagai pihak yang terlibat dalam hubungan ini. Namun apakah regulasi dan
implementasi yang dijalankan pemerintah sudah sesuai dengan perlindungan yang
diberikan kepada konsumen menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas. Melihat
terjadinya pelanggaran terhadap hak konsumen melalui kasus obat yang menyebabkan
gagal ginjal yang merupakan sediaan farmasi telah diatur secara lengkap dalam
berbagai peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan, merupakan adanya
permasalahan hukum dalam kasus ini. Obat yang seharusnya menyehatkan dan
menyembuhkan dari penyakit malah mengancam nyawa anak. Dalam hubungan
masyarakat sebagai konsumen ini dapat kita lihat lemahnya posisi konsumen ketika
dihadapkan dalam produk yang mengancam jiwa ini. Negara sebagai pihak ketiga
dalam hubungan ini memiliki kewajiban untuk hadir menyeimbangkan posisi
konsumen melalui penegakan dan perlindungan hukum perlindungan konsumen.
Keadaan ini merupakan adanya indikasi awal dari gagalnya sistem pengawasan dan
perlindungan terhadap masyarakat selaku konsumen. Lemahnya posisi konsumen dan
ketidakmampuan pemerintah memberikan perlindungan yang cukup menjadi

Universitas Indonesia
permasalahan yang harus segera diberikan jalan keluarnya. Karena bagaimanapun
dalam hubungan ini konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya.13

Selain itu, Hal yang cukup menyeramkan dari kasus gagal ginjal ini adalah locus
kejadiannya yang terjadi di beberapa negara. Dalam beberapa sumber setidaknya ada
beberapa kejadian gagal ginjal akut yang terjadi di India, Gambia, dan beberapa negara
di Afrika. Masalah yang cukup masif terjadi di beberapa negara ini sangat menarik
untuk membandingkan dan mengetahui siapakah pihak yang bertanggung jawab dalam
kasus obat gagal ginjal di Indonesia dengan perbandingan perlindungan hukum kepada
konsumen terutama dari aspek pengawasan dan peran pemerintah pada negara-negara
lain yang mengalami kasus yang serupa.

B. Penelitian Terdahulu/Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian yang telah membahas perlindungan konsumen yang berkaitan
dengan peneyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Beberapa penelitian
ini memberikan penjelasan terkait dengan perlindungan konsumen dalam beberapa obat
atau produk kesehatan yang penggunannya serupa dengan kasus yang diangkat dalam
permasalahan ini yaitu kasus obat sirup yang menyebabkan gagal ginjal. Berikut adalah
beberapa penelitian yang telah membahas tema sejenis yaitu :

1. Tesis yang berjudul Peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)
terhadap upaya perlindungan konsumen produk kosmetik yang mengandung
bahan berbahaya. Tesis ini ditulis oleh Dimas Aji Saputra yang merupakan
lulusan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia.Tesis ini membahas
mengenai peran Badan POM terhadap upaya perlindungan konsumen produk
kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. Produk kosmetik yang aman
harus memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.
Bahan yang digunakan untuk kosmetik haruslah bahan yang memenuhi
13
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta :Visimedia, 2008), hlm. 39.

Universitas Indonesia
ketentuan mutu dan keamanan sehingga tidak membahayakan konsumen, sesuai
dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Badan POM sebagai badan
yang bertugas untuk mengawasi peredaran obat dan makanan. Hasil dari
penelitian ini menyarankan adanya koordinasi Badan POM dan pemerintah,
khususnya dengan instansi Direktorat Bea dan Cukai, Polisi dan Pengadilan,
dengan menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam
upaya perlindungan hukum konsumen terhadap produk kosmetik yang
mengandung bahan berbahaya. Selain itu, harus lebih konsisten dan tegas dalam
menerapkan ketentuan hukum yang berlaku agar penerapan sanksi dapat
memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran.
Namun penelitian ini hanya melakukan analisis dan evaluasi terhadap hubungan
kelembagaan BPOM dan lembaga negara lainnya. Dimana tidak dijelaskan
permasalahan dasar dari hadirnya obat dalam hal ini kosmetik yang berbahaya
bisa hadir di masyarakat. Selain itu yang menjadi objek dalam permasalahan ini
adalah kosmetik yang memang secara nyata tidak sesuai dengan ketentuan yang
diajurkan, namun dalam konteks obat-obatan yang tercemar objek tersebut baru
diketahui berbahaya yang secara hukum sebenarnya sudah sesuai dengan izin
edar. Namun kandungan yang ternyata tidak sesuai izin edar yang menjadikan
hal ini bermasalah dan menyeababkan korban jiwa di beberapa negara. Selain itu
tempus yang terjadi dalam kasus yang akan dibahas dalam penelitian ini lebih
luas dibandingkan dengan tesis oleh Dimas Aji dikarenakan terjadi di Gambia,
India, dan Indonesia yang menjadi studi kasus utamanya.

2. Tesis yang berjudul Perlindungan hukum terhadap konsumen jasa periklanan


obat-obatan. Tesis ini ditulis oleh Irma Yuanita yang merupakan lulusan fakultas
hukum universitas Indonesia. Tesis ini mengenai Iklan yang pada dasarnya
merupakan sumber informasi produk bagi konsumen dan sekaligus menjadi
sarana produksi produk. Bahkan kecenderungannya, berfungsi sebagai alat
promosi yang paling menonjol. Bagi konsumen, posisi iklan sebagai instrumen
promosi, seringkali mengakibatkan konsumen menjadi korban atau dirugikan.
Peraturan perundang-undangan kita belum secara tegas dan terinci mengenai
bentuk iklan yang menyesatkan konsumen. Perlindungan hukum terhadap

Universitas Indonesia
konsumen jasa periklanan, khususnya terhadap konsumen jasa periklanan
tentang obat-obatan bukan hanya diperlukan, bahkan sudah merupakan
kebutuhan yang sangat vital. Penerapan strict liability terhadap product liability
dapat terjadi dalam pelanggaran iklan obat-obatan. Selain itu j uga dapat
diterapkan prinsip presumption of liability dan prinsip limitation of liability,
sehingga tidak tertutup kemungkinan pula bagi pihak konsumen untuk menuntut
atau menggugat pihak perusahaan periklanan, media, Ditjen POM, serta
Departemen Kesehatan. Dalam penelitian ini yang dibahas hanyalah terkait
dengan iklan yang terkadang memiliki mis-informasi terkait dengan khasiat
dengan obat yang diiklankan. Dalam kaitannya dengan penelitian yang akan di
teliti dalam penelitian ini tesis ini belum membahas secara menyeluruh dalam
hal informasi yang diberikan dalam kemasan yang dalam hal ini merupakan
media iklan atau promosi memiliki kandungan yang berbeda dan tidak sesuai.
Sehingga khasiat yang dijanjikan dari mengkonsumsi obat tersebut tidak
didapatkan oleh konsumen. Sehingga pemerintah sebagai pihak regulator dapat
menjalankan perannya yang lebih tepat dan akuntabel dalam penegakan hukum
perlindungan konsumen untuk masyarakat.

3. Tesis yang berjudul Tinjauan yuridis terhadap perlindungan hak-hak konsumen


jasa pelayanan kesehatan dalam hubungan antara dokter dengan pasien. Tesis ini
ditulis oleh Arlista Puspaningrum yang merupakan lulusan fakultas hukum
universitas Indonesia. Tesis ini berkaitan dengan permasaIahan pertama
mengenai bentuk hukum dari hubungan antara dokter dengan pasien adalah
dalam bentuk transaksi terapeutik dan informed consent. Transaksi terapeutik
merupakan perjanjian (kontrak) yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata,
Sedangkan informed consent merupakan kesepakatan atau persetujuan. Kedua,
mengenai implementasi UU No. 8 tahun 1999 dalam hubungan antara dokter
dengan pasien. UU No. 8 tahun 1999 meskipun pada dasarnya tidak
bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran, tetapi bukan berarti UU No. 8
tahun 1999 dapat iangsung diterapkan pada jasa pelayanan kesehatan. Praktek
kedokteran betapapun berhati-hatinya dilaksanakan, selalu berhadapan dengan
kemungkinan terjadinya resiko, yang salah satu diantaranya adalah

Universitas Indonesia
kesalahanikelalaian dokter dalam menjalankan profesinya. Pasien dapat
menggugat tanggung jawab hukum kedokteran dalam hal dokter melakukan
kesalahanikelalaian dengan dasar hukum Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 55
ayat (1) UU No. 23 tahun 1992. Untuk mencegah terjadinya kesalahan atau
kelalaian dokter dalam menjalankan profesinya, bagi pasien adalah dengan
menjadi pasien yang bijak yaitu dengan mengambil peran aktif dalam setiap
keputusan mengenai pemeliharaan kesehatan. Untuk mengatasi buruknya
komunikasi antara dokter dengan pasien, adalah rumah sakit sejak dini
menginformasikan hak-hak pasiennya. Saran yang dituangkan dalam tesis ini
adalah bahwa pemerintah diharapkan mengatur transaksi terapeutik dalam suatu
undang-undang agar dapat menyeragamkan isi dari transaksi terapeutik. Dengan
adanya UU Praktek Kedokteran diharapkan memberikan panduan hukum bagi
para dokter agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab alas profesinya. Tesis
ini memiliki kondisi yang serupa yaitu berupa pemberian obat. Namun dalam
penelitian ini kasus obat yang diberikan ternyata mengandung senyawa yang
berbahaya yang pada dasarnya tidak diketahui oleh dokter yang memberikan
obat. Obat tersebut bermasalah tanpa diketahui oleh dokter yang memberikan
sehingga menjadi menarik untuk dibahas dikarenakan adanya klausul baru
dalam obat yang diberikan dikarenakan ada permsalahan dalam produksi obat
yang diberika. Maka siapakah pihak yang bertanggung jawab dalam penelitian
ini.

4. Tesis yang berjudul Pelaksanaan Pengawasan Perlindungan Konsumen oleh


Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan terhadap Kasus Peredaran Obat,
Makanan dan Minuman, Kosmetik dan Obat Tradisional Ilegal di Sumatera
Barat (Studi Kasus Toko AMD Aziz). Tesis ini ditulis oleh Dwi Maryati yang
merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada. Tesis ini bertujuan untuk
mengetahui pelaksanaan pengawasan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan (BBPOM) Padang terhadap peredaran kosmetik ilegal dalam kasus
Toko AMD Aziz; dan pelaksanaan fungsi dan peranan Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan (BBPOM) Padang dalam melindungi konsumen terhadap
peredaran obat, makanan dan minuman, kosmetik dan obat tradisonal ilegal,

Universitas Indonesia
serta hambatan-hambatan yang dijumpai dan cara mengatasinya. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa pelaksanaan pengawasan oleh BBPOM Padang terhadap
peredaran kosmetik ilegal dalam kasus Toko AMD Aziz dilakukan dalam rangka
melindungi konsumen yaitu dalam bentuk pengawasan pre-market dan post-
market, serta pelaksanaan fungsi dan peranan BBPOM sebagai bentuk
pengawasan mutu, keamanan dan kemanfaatan produk, yang mana hambatan-
hambatan yang dihadapi oleh BBPOM diatasi dengan cara lebih
mengoptimalkan peranannya sebagai lembaga pengawas obat dan makanan di
wilayah Sumatera Barat. Penjabaran kasus yang penanganan nya bersifat
regional daerah ini belum memberikan spektrum utuh dari pengawasan yang
dilakukan oleh BPOM sebagai lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan
sentralistik dalam pengawasan obat yang bertujuan untuk melindungi konsumen.
Sehingga diperlukan kajian lebih mendalam berkaitan dengan helicopter view
yang dilakukan oleh BPOM pusat dalam melakukan pengawasan obat di seluruh
Indonesia.

C. Rumusan Masalah
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian latar belakang sebelumnya, beberapa hal
menjadi sangat krusial untuk ditemukan jawaban dari masalah yang muncul dari obat
yang terkontaminasi ini. Obat tercemar yang menyebabkan kematian ini bukanlah suatu
hal yang bisa dianggap sepele. Maka untuk pembangunan dan perkembangan hukum
perlindungan konsumen diperlukan jawaban yang mendalam terkait beberapa
permasalahan yang muncul dari kasus obat tercemar ini. Selain itu kejadian yang terjadi
cukup masif di beberapa negara ini menjadi pembahasan yang menarik untuk
menemukan jawaban dari kejadian yang terjadi. Oleh karena itu dalam tesis ini ada
beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas oleh Peneliti, yaitu:

1. Bagaimanakah tanggung jawab hukum yang harus ditanggung oleh pihak-pihak


yang terlibat dalam kasus obat-obatan yang menyebabkan gagal ginjal pada anak
ini?
2. Bagaimanakah komparasi perlindungan hukum kepada konsumen melalui
pengawasan di Indonesia, India, dan Amerika terkait kasus obat-obat yang
menyebabkan gagal ginjal?

Universitas Indonesia
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dijelaskan pada bab ini, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam Tesis ini antara lain

1) Menganalisis dan menjelaskan penyebab terjadinya kasus obat yang


menyebabkan gagal ginjal dan meninggalnya beberapa anak yang terjadi secara
masif di tiga negara yang terdampak.
2) Menganalisis dan menjelaskan perlindungan konsumen yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan dalam hal kasus obat yang menyebabkan gagal
ginjal dan meninggalnya beberapa anak
3) Menganalisis dan menjelaskan tanggung jawab hukum yang harus ditanggung
oleh pihak-pihak yang terlibat dalam terjadinya kasus obat yang menyebabkan
gagal ginjal ini
4) Menganalisis perbandingan perlindungan hukum kepada konsumen melalui
pengawasan di Amerika dan India terkait dengan obat-obatan.

Kehadiran Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca yakni
sebagai berikut:

1) Hasil Tesis ini diharapkan secara akademis akan memberikan sumbangan


pemikiran guna memberikan informasi, menambah wacana berpikir dan
pengetahuan serta melengkapi penelitian selanjutnya khususnya hal yang
berkaitan dengan perlindungan konsumen di Indonesia.
2) Bagi masyarakat umum, dapat memberikan pengetahuan mengenai perlindungan
hukum yang dapat diberikan oleh negara berdasarkan undang-undang
perlindungan konsumen
3) Bagi Negara dapat memberikan perluasan dan pendalaman kebijakan berkaitan
dengan perlindungan konsumen yang lebih kompherensif di masa depan untuk
mencegah terjadinya korban jiwa.

Universitas Indonesia
E. Landasan atau Kerangka Teori
Kerangka teori diperlukan sebagai suatu kerangka berfikir secara alamiah dan dilandasi
oleh pola fikir yang mengarah pada suatu pemahaman yang sama. 14 Ada beberapa teori
yang penulis gunakan berkaitan dengan Tesis ini, yaitu:

a. Teori Tanggung Jawab Mutlak


Teori tanggung jawab mutlak dalam perlindungan konsumen memposisikan konsumen
pada perlindungan hukum terhadap barang yang dibeli nya. Dimana dalam teori ini
konsumen sebagai pihak yang berada dalam posisi lemah tidak dapat berbuat banyak
untuk memproteksi diri dari risiko dam kerugian yang disebabkan oleh produk yang
ternyata memiliki cacat produksi. Hal ini dikarenakan konsumen dalam melakukan
pembelian suatu barang hanya mengetahui kualitas barang yang akan dibelinya dari
luar nya saja. Dalam kasus obat-obatan konsumen hanya mampu mengetahui obat-
obatan yang memang hanya memiliki kualitas yang melekat pada khasiat obat namun
tidak mengetahui adanya cacat dalam produk yang ia beli, maka dari itu penerapan
prinsip ini terhadap produsen memberikan perlindungan bagi konsumen. Karena, tidak
dibebani untuk membuktikan kesalahan produsen akibat penggunaan suatu produk.15

Teori tanggung jawab mutlak ini sangat penting dalam hubungan konsumen dan
penjual. hubungan yang tidak setara ini menjadikan posisi dari penjual yang lebih
memiliki posisi yang lebih kuat tersebut diberikan tanggung jawab mutlak terhadap
hubungan perikatan yang terjadi antara penjual dan konsumen. Terkait produk, tuntutan
tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang dipasarkannya pada prakteknya dapat
didasarkan pada tiga hal yaitu: melanggar jaminan (breach of warranty), ada unsur
kelalaian (negligence), menerapkan aturan tentang tanggung jawab mutlak (strict
liability).16 Berkaitan dengan produk yang didapatkan oleh konsumen dari penjual teori
pertanggungjawaban mutlak merupakan hal yang sangat krusial dan penting untuk
menganalisa apakah produk yang dipasarkannya sesuai dengan seharusnya. Dimana
tuntutan tanggung jawab pelaku usaha dapat dibebakan dalam hal adanya kerugian
yang disebabkan oleh konsumsi atau penggunaan produk yang disediakan oleh penjual.
14
Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 17.
15
Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 106-
107
16
Mamengko, “Product Liability dan Profesional Liability di Indonesia,” Jurnal Ilmu Hukum UNSRAT,
Volume 3, No. 9, hlm. 3.

Universitas Indonesia
b. Teori Tanggung Jawab Berdasarkan Kelalaian/Kesalahan
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian merupakan prinsip tanggung jawab yang
bersifat subjektif, artinya tanggung jawab yang ditentukan oleh perilaku
produsen.17Berdasarkan prinsip ini, kelalaian produsen yang membawa akibat pada
kerugian yang dirasakan konsumen adalah faktor penentu adanya hak konsumen untuk
mengajukan gugatan ganti rugi pada produsen.18 Teori akan berguna untuk
membuktikan tanggung jawab yang harus diemban oleh penjual dalam hal terjadinya
kerugian pada konsumen dalam mengonsumsi atau memakai produk tersebut.

Prinsip ini sangat penting dalam menilai apakah ada kelalaian yang dilakukan oleh
produsen dalam menciptakan atau memproduksi suatu barang. Kelalaian ini dapat
menjadi dasar pertanggungjawaban kepada pihak produsen untuk
mempertanggungjawabkan hal yang telah ia lakukan dalam menghasilkan suatu barang
yang menyebabkan kerugian bagi konsumen. Bahkan dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dalam hal terjadi kesalahan yang diasumsikan oleh konsumen
yang mana biasanya suatu tuduhan harus dibuktikan oleh yang mendalilkan namun
tidak berlaku berkaitan dengan tanggung jawab berdasarkan kelalaian ini. Dimana
pihak penjual atau produsen berkewajiban untuk membuktikan tuduhan tersebut,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.

c. Teori Perjanjian

Dalam hubungan hukum antara konsumen dengan penjual adanya hubungan yang
mendasari antara penjual dan pembeli yaitu hubungan berdasarkan perjanjian yang
mengikat kedua belah pihak. Secara umum pengertian perjanjian terdapat dalam

Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih”. Selain itu perjanjian juga dapat didefinisikan sebagai suatu perikatan
hukum mengenai harta benda antar dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk
17
Zulham, Hukum Perlidungan Konsumen ..., hlm. 83
18
Ibid., hlm. 84

Universitas Indonesia
melaksanakan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal sedang pihak lain berhak
menuntut pelaksanaan janji itu.19

Hubungan ini atau perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau
lebih, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dan pihak yang lain
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan atas suatu prestasi tersebut. Namun di lain sisi
perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu. 20 Dengan kata lain,
para pihak dalam hal ini konsumen dan penjual membuat perjanjian tersebut dalam
keadaan bebas dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Suatu
perjanjian yang mengikat kedua belah pihak haruslah memenuhi ketentuan perjanjian
yang sesuai dengan norma-norma dalam peraturan perundang-undangan. Dalam
kaitannya dengan perjanjian ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh suatu bentuk
perjanjian. Hal ini haruslah ada tanpa adanya hal ini maka keabsahan perjanjian tersebut
bisa diragukan secara hukum KUHPer memberikan pengaturan mengenai syarat sahnya
perjanjian antara lain:21

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya


2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu pokok.
4. Suatu sebab yang tidak dilarang

F. Kerangka Konsep

Berkaitan dengan konsep Perlindungan konsumen, ada beberapa definisi atau konsep
yang disampaikan oleh para ahli tentang perlindungan konsumen itu sendiri. Konsep
pertama disampakan oleh Sidabalok yang mengatakan bahwa Perlindungan konsumen
adalah keseluruhan peraturan dan hukum yang mengatur hak dan kewajiban konsumen
dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dan

19
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Jakarta: CV Mandar Maju, 2011), hlm 25
20
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermesa, 1990) hlm. 1.
21
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, BW, Staatsblad 1847 Nomor 23, selanjutnya disebut KUHPER,
Pasal 1320

Universitas Indonesia
mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap
kepentingan konsumen.22 Dalam definisi ini sidabalok menitikberatkan pada
kepentingan konsumen yang terjadi dari hubungan kebutuhan yang dimiliki oleh
konsumen. Dalam definisi terlihat adanya hubungan yang tidak setara dari konsumen
dikarenakan adanya kebutuhan dari salah satu pihak saja. Namun konsep ini tidak
menitikberatkan pada hubungan perikatan yang timbul antara konsumen dan pelaku
usaha dimana hubungan tersebut adalah hubungan hukum yang merupakan syarat
lahirnya perlindungan konsumen tersebut.

Konsep Kedua disampaika oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja yang merupakan guru
besar di Universitas padjadjaran. Beliau mengatakan bahwa hukum perlindungan
konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan serta masalah berbagai pihak satu dengan yang lain, serta berkaitan dengan
barang ataupun jasa konsumen di dalam pergaulan hidup masyarakat.”23 Dalam konsep
ini terlihat jelas adanya hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen dalam
hadirnya hukum perlindungan konsumen itu sendiri sebagai suatu asas atau kaidah
hukum yang mengatur hubungan tersebut. Konsep ini sangat baik sebagai bentuk dasar
dari hukum perlindungan konsumen itu sendiri. Karena perlindungan konsumen pada
dasarnya merupakan perlindungan hukum yang mengatur batasan-batasan dalam
perikatan jual beli antara pelaku usaha dan konsumen. Namun dalam pengertian ini
posisi konsumen yang tidak setara dalam hubungan ini tidak terlihat dalam konsep yang
disampaikan oleh beliau. Karena unsur ini merupakan unsur penting dalam
perlindungan konsumen itu sendiri.

Konsep ketiga disampaikan oleh Az. Nasution. Beliau membedakan definisi antara
hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen, menurut beliau Hukum
Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan
dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia
dan penggunanya, dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan Hukum perlindungan
konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan
22
Sidobalok, Janus. 2014. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti),
hlm 39
23
Mukti Fajar, Et.Al, Hukum Perlindungan Konsumen dan Persaingan Usaha, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2019), hlm.6-7.

Universitas Indonesia
melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan
produk (barang dan/atau jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam
kehidupan bermasyarakat.24 Konsep yang disampaikan oleh Nasution terkait dengan
hukum perlindungan konsumen merupakan konsep yang paling mendekati dengan
perlindungan konsumen. Hal ini dikarenakan adanya unsur hubungan antara konsumen
dan pelaku usaha yang dibatasi dengan asas dan kaidah tertentu. Kemudian dalam
hubungan ini konsumenlah yang menjadi subjek utama dalam perlindungan ini yang
bertujuan untuk melindungi konsumen dalam hubungan ini. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan posisi antara konsumen dan pelaku usaha. Sehingga konsep ini sangat baik
untuk digunakan dalam pembahasan penelitian ini.

G. Metode Penelitian
Tesis ini merupakan bentuk penelitian doktrinal yang akan mengumpulkan data-data
melalui media cetak, online, jurnal, dan peraturan perundang-undangan berkaitan
dengan kasus-kasus pelanggaran yang menyebabkan kerugian bagi konsumen
khususnya dalam kasus obat yang menyebabkan gagal ginjal sehingga menyebabkan
meninggal ratusan anak di seluruh dunia pada tahun 2022-2023. Pada penelitian ini
nantinya akan menguji pelanggaran hukum di bidang perlindungan konsumen yang
dilanggar oleh beberapa industri farmasi berkaitan dengan kasus tersebut. penelitian ini
juga akan mengolah dan menguji substansi hukum dengan menggunakan doktrin-
doktrin hukum dan komparasi hukum dalam rangka menemukan, mengkonstruksi, atau
merekonstruksi aturan atau prinsip hukum di dalam hukum perlindungan konsumen.

Terdapat pula bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang didapat dari peraturan perundang-
undangan mengenai Hukum Perdata, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia,
Hukum Perlindungan Konsumen Amerika, dan Hukum Perlindungan Konsumen
Amerika antara lain:
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

24
Nasution, Az. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar. (Jakarta: Diadit Media.) Hlm
37

Universitas Indonesia
(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Badan Perlindungan
Konsumen Nasional
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(5) Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
(6) Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1991 tentang Impor Bahan Baku atau
Produk tertentu yang dilindungi paten bagi produksi obat dalam negeri
(7) Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Strategi Nasional
Perlindungan Konsumen
(8) Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat
dan Makanan
(9) The India Consumer Protection Act No. 35 of 2019
(10) Title 21 Federal Food and Drugs Act of 1906
(11) Consumer Product Safety Act of America
Peraturan-peraturan ini nantinya akan menjadi rujukan utama peneliti dalam
mengkaji Bagaimana aspek pelanggaran berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang dilakukan oleh industri farmasi terjadi dalam kasus
obat yang menyebabkan gagal ginjal dan meninggalnya beberapa anak. Selain itu
nantinya juga akan menjadi bahan komparasi hukum berkaitan dengan penelaahan
atau analisis rumusan masalah angka 2 berkaitan dengan implementasi hukum di
Indonesia, Amerika, dan India. Dimana negara Amerika akan menjadi fokus utama
dalam perbandingan hukum dikarenakan memiliki kelembagaan pengawasan yang
terbaik di dunia.

(1) Bahan Hukum Sekunder, Bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan
hukum primer serta dapat membantu menganalisa, memahami, dan menjelaskan
bahan hukum primer, antara lain teori atau pendapat para sarjana, hasil karya
ilmiah dari kalangan hukum, penelusuran internet, artikel ilmiah, jurnal, majalah,
tesis, dan sebagainya. Kegunaan bahan hukum sekunder adalah memberikan
kepada peneliti semacam petunjuk kearah mana peneliti akan melangkah. Bahan

Universitas Indonesia
hukum sekunder akan peneliti dapatkan melalui beberapa platform online dan
perpustakaan. Bahan hukum sekunder ini akan peneliti gunakan untuk memberikan
tambahan sudut pandang berkaitan dengan permasalahan yang terdapat dalam
masalah dalam penelitian. Terutama permasalahan dalam rumusan masalah angka
dua berkaitan dengan Bagaimanakah penerapan sanksi hukum Indonesia yang
dapat diterapkan kepada industri farmasi .

(2) Bahan Hukum Tersier, Bahan hukum yang bertujuan untuk memberikan
petunjuk, definisi, pengertian ataupun penjelasan kepada bahan hukum primer atau
bahan hukum sekunder. Beberapa sumber bahan hukum tersier yang akan penulis
gunakan adalah kamus dan ensiklopedia untuk menjelaskan beberapa konsep dan
sejarah berkaitan dengan perlindungan konsumen. Hal ini untuk memberikan
kejelasan yang lebih lengkap berkaitan dengan perlindungan konsumen sebagai
ranah hukum yang cukup esensial dalam perkembangannya.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan untuk penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab, pada beberapa bab
terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian diantaranya sebagai berikut:

BAB I merupakan bab Pendahuluan yang terdiri dari sub bab Latar Belakang,
Penelitian Terdahulu/Tinjauan Pustaka (kebaruan), Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Landasan atau Kerangka Teori, Definisi Operasional/Kerangka
Konsep, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II, bab ini akan Menjelaskan secara umum berkaitan dengan Konsep dasar
Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bab ini akan memberikan gambaran secara luas
berkaitan dengan perlindungan konsumen dan Obat-obatan. Bab ini akan membahas
mulai dari definisi sampai pada implementasi perlindungan di Indonesia.

BAB III, pada bab ini akan membahas lebih mendalam berkaitan dengan masalah gagal
ginjal di Indonesia beserta dengan aspek pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku Usaha

Universitas Indonesia
berdasarkan UU Perlindungan Konsumen dan peraturan undang-undang terkait. Bab
ini juga akan membahas secara mendalam tentang kemungkinan sanksi yang akan
dikenakan kepada pelaku usaha yang terlibat dalam kasus ini.

BAB IV, Pembahasan pada bab ini akan berkaitan dengan komparasi hukum berkaitan
dengan perlindungan konsumen di Indonesia terutama dalam perlindungan produk obat-
obatan. Komparasi hukum yang akan dilakukan pada bab ini akan menjelaskan
beberapa ketentuan perlindungan konsumen yang cukup krusial dalam memperkuat
perlindungan hukum kepada konsumen berdasarkan regulasi di India dan Amerika.

BAB V, Dalam Bab penutup berisi kesimpulan dan saran dari penulis berdasarkan hasil
penelitian ini.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai