Anda di halaman 1dari 10

A.

Tepat Sasaran
Tepat sasaran merupakan kesesuaian aplikasi pestisida terhadap sasaran
biologisnya yaitu Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan sasaran fisiknya
yaitu jenis tanaman dan bagian tanaman yang akan di aplikasikan pestisida
Baca PPT
Berdasarkan penelitian Noradilla (2015), yang menyatakan bahwa salah satu
kunci keberhasilan dalam pengendalian OPT secara kimiawi yaitu mengenali
sasaran biologisnya secara spesifik. Jenis OPT yang berbeda memerlukan pestisida
yang berbeda pula. Meskipun pada label kemasan tidak tercantum jenis komoditi
yang ditanam bukan berati pestisida tidak dapat digunakan pada tanaman tersebut
berdasarkan beberapa sumber.

B. Tepat Takaran
1. kesesuaian Takaran
Petani menggunakan takaran sesuai perkiraan sendiri berdasarkan pengalaman
yang dimiliki tanpa membaca informasi takaran pada label kemasan. Beberapa
mencampur dan menggunakan pestisida dengan disesuaikan dengan luas lahan
yang dimiliki. Dalam kata lain, bagaimana caranya semua lahan yang ditanam
tanaman padi memperoleh pestisida yang cukup dengan 1 bungkus pestisida yang
dimiliki, jika yang digunakan pestisida dalam bentuk padatan. Hal ini dikarenakan
biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli pestisida cukup mahal mengingat
tingkat ekonomi petani padi pada Kelompok Tani Mekar Sari Desa Panggungrejo
Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang adalah menengah kebawah. adanya
alasan ekonomi menyebabkan petani menggunakan cara sendiri dengan
memperkirakan takaran agar dapat mengurangi biaya produksi. Penggunaan
pestisida efektif digunakan apabila sesuai dengan sasaran OPT. Apabila petani
menggunakan pestisida selalu dalam konsentrasi yang tinggi, kemungkinan OPT
akan mati tetapi juga menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan petani dan
konsumen serta lingkungan. Dampak negatif kesehatan bagi petani dapat dirasakan
ketika terpapar secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini menyebabkan
berbagai gangguan kesehatan. Semakin lama petani terpapar oleh pestisida maka
dampak gangguan kesehatan yang dirasakan akan semakin berat.
2. Pencampuran Pestisida
Petani padi pada Kelompok Tani Mekar Sari cenderung sering melakukan
pencampuran pestisida dengan alasan banyaknya Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) yang menyerang tanaman padi mereka. Sebesar 60% dari 20 orang petani
sering melakukan pencampuran pestisida dan hanya 40% saja yang tidak
melakukan pencampuran pestisida. Penelitian ini sejalan dengan Mahyuni (2016),
bahwa petani cenderung menggunakan berbagai jenis pestisida yang dicampur baik
secara berkala ataupun sekaligus dikarenakan banyak ragam Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) yang menyerang tanaman. Dalam penggunaan
pestisida perlu diperhatikan jenis pestisida dan takaran yang digunakan. Sesuai
aturan penggunaan pestisida pada satu tanaman adalah satu jenis saja. Takaran
yang digunakan petani pada awalnya sesuai dengan anjuran yang tertera pada label
kemasan, namun permasalahan OPT yang menyerang tak kunjung hilang, petani
menggunakan takaran dengan perkiraan sendiri bahkan cenderung menambah
takaran pestisida dalam upaya menyelamatkan tanaman mereka.
3. Jumlah Campuran Pestisida
Sebagian besar petani melakukan pencampuran pestisida sebesar 60% yaitu
melakukan pencampuran 2-3 pestisida. Berdasarkan penelitian Mahyuni (2016:82),
bahwa banyak petani yang melakukan pencampuran pestisida sebanyak 2 sampai 3
jenis pestisida yaitu campuran insektisida dan fungisida. Hasil wawancara terhadap
petani padi Kelompok Tani Mekar Sari mengatakan, bahwa semua jenis pestisida
dapat dicampur. Semakin banyak campuran pestisida maka dapat membunuh atau
mengendalikan banyak Organisme Pengganggu Tanaman yang menyerang dan
tanaman padi dapat terlindungi untuk mendapatkan kualitas padi yang bagus.
Dalam aplikasinya, pencampuran diperbolehkan apabila terjadi serangan oleh lebih
dari satu OPT dengan memperhatikan banyak hal. Dua macam pestisida bila
dicampurkan dapat menimbulkan interaksi aditif, sinergistik atau antagonistik.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, sebelum menyemprot petani melakukan
pencampuran pestisida terlebih dahulu. Petani melakukan pencampuran di dalam
wadah terlebih dahulu sebelum dimasukan kedalam alat penyemprot untuk
dilakukan pengenceran, tetapi ada pula petani yang langsung memasukannya pada
alat penyemprot. Keunggulan pencampuran yang dilakukan dalam wadah,
pengenceran dapat terjadi lebih sempurna karna dilakukan pengadukan, tetapi
kekurangannya adalah petani semakin lama melakukan kontak dengan pestisida
sehingga risiko kesehatan dapat dirasakan lebih banyak. Sedangkan, pencampuran
yang dilakukan langsung didalam alat penyemprotan tidak dilakukan pengadukan
sehingga pengenceran kurang sempruna, tetapi semakin sedikit petani kontak
dengan pestisida sehingga risiko kesehatan semakin kecil. Pencampuran yang
kurang sempruna akan mengurangi keefektifan pestisida yang digunakan.
4. Cara Mengukur Takaran
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif (2017),
menyatakan bahwa petani menggunakan tutup botol dan sendok makan dalam
mengukur takaran pestisida. Apabila petani menggunakan tutup botol sebagai alat
untuk mengukur dosis, maka pengukurannya tidak begitu tepat karena tutup botol
tersebut tidak dilengkapi dengan takaran yang pasti. Namun, tidak semua pestisida
tidak memiliki tutup yang disertai ukuran dan tidak semua petani mengetahui
volume dari tutup botol yang mereka gunakan sehingga mereka menggunakan
perkiraan mereka dalam menentukan takaran pestisida yang digunakan. Begitu
pula penggunaan sendok makan dan cangkir yang digunakan petani dalam
mengukur takaran pestisida. Petani tidak mengetahui volume dari sendok makan,
cangkir maupun tutup botol yang mereka gunakan. Petani menggunakan takaran
sesuai pengalaman dan informasi yang mereka peroleh dari petani lain dan penjual
pestisida. Seharusnya petani mengukur dosis atau takaran pestisida sesuai dengan
dosis yang tercantum dalam label kemasan pestisida menggunakan alat ukur
misalnya tutup botol yang tercantum ukuran volume, gelas ukur, timbangan atau
alat pengukur lain dalam drum atau ember khusus.
Tepat Waktu
1. Tindakan Penyemprotan
Sebagian besar petani menggunakan metode penggunaan secara preventif yaitu
aplikasi dilakukan sebelum ada serangan hama dan atau penyakit dengan tujuan
untuk melindungi pertanamandari kemungkinan serangan OPT. Tidak ada petani
yang menggunakan metode penggunaan pestisida secara eradkatif yaitu aplikasi
pestisida yang dilakukan ketika ada ledakan serangan OPT, dikarenakan
berdasarkan wawancara terhadap petani, hal tersebut dapat menyebabkan petani
mengalami gagal panen dan penggunaan pestisida harus dalam jumlah yang lebih
banyak dari biasanya dengan dosis yang tinggi sehingga akan mendatangkan rugi
besar. Maka dari itu, petani tidak menunggu terjadi ledakan serangan OPT untuk
mengaplikasikan pestisida terhadap tanaman padinya, tetapi sebelum ada serangan
OPT petani telah mengaplikasikan pestisida pada tanaman dan setelah ada tanda-
tanda serangan OPT bahkan melakukan secara rutin.
2. Waktu Jam penyemprotan
Petani berpendapat bahwa penyemprotan pada siang hari dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan pestisida membunuh hama tanaman karena akan
mengakibatkan pestisida menguap, mengurai dan mongering sehingga
penggunaannya sia-sia. Penyemprotan pada saing hari juga berdampak pada petani
yaitu mengakibatkan keracunan pestisida karena kurangnya konsentrasi akibat
kelelahan karena bekerja dibawah terik matahari yang panas. Selain itu, pada pagi
atau sore hari cuaca dianggap sesuai karena tidak ada angin kencang yang akan
membawa pestisida. Hasil penelitian oleh Yuniar (2014), penyemprotan pestisida
dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 – 10.00. penyemprotan dilakukan pada pagi
hari untuk menghindari tiupan angin kencang agar memperoleh hasil yang
maksimal serta menghindarkan penguapan pestisida akibat panas sinar matahari.
3. Frekuensi Penyemprotan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan kepada responden
diketahui bahwa sebagian besar petani melakukan penyemprotan pestisida dalam
metode penyemprotan rutin dalam 6 sampai 10 hari sekali. Namun, jika terjadi
penyerangan oleh OPT dalam jumlah besar petani melakukan penyemprotan
pestisida dalam 2 sampai 5 hari sekali secara rutin hingga serangan OPT tersebut
berkurang dan dalam situasi normal kembali. Frekuensi penyemprotan pestisida
oleh petani tergantung dari serangan OPT yang terjadi. Apabila serangan OPT
yang terjadi berat maka frekuensi penyemprotan pestisida akan semakin sering
tanpa memperhatikan frekuensi menyemprot dengan tujuan menyelamatkan
tanaman padi mereka agar hasil panen baik dan meningkat dan petani tidak
mengalami kerugian.
Rohman (2018), frekuensi penyemprotan yang dianjurkan untuk melakukan kontak
dengan pestisida yaitu 2 kali dalam seminggu. Frekuensi penyemprotan pestisida
harus diperhatikan oleh petani sebaiknya tidak lebih dari dua kali dalam seminggu.
Semakin sering petani melakukan aplikasi pestisida maka akan semakin tinggi
risiko keracunan.

D. Tepat cara aplikasi


1. Kesesuaian cara aplikasi
Pestisida yang berbentuk cair maupun padat diencerkan terlebih dahulu
menggunakan air, kecuali Furadan 3GR yang berbentuk butiran. Sebagian petani
mengaplikasikan Furadan 3GR dicampur bersama pupuk kemudian ditaburkan
pada tanaman padi. Pestisida yang di encerkan terlebih dahulu dengan air
diaplikasikan dengan cara disemprotkan menggunakan alat semprot yang
digendong pada punggung petani. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Djojosumarto (2008:66) bahwa pestisida berbentuk butiran padat yang merupakan
campuran bahan aktif berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap bahan
aktif penggunaannya cukup ditaburkan (baik secara manual atau dengan mesin
penabur) atau dibenamkan disekitar perakaran tanaman atau dicampur dengan
media tanam.
Metode pengaplikasian pestisida harus diperhatikan dengan menyesuaikan cara
aplikasinya dengan bentuk formulasi yang tertera pada label kemasan pestisida.
Penggunaan cara aplikasi pestisida yang tepat akan mempengaruhi hasil kualitas
dan keamanan hasil panen yang di dapat. Penggunaan yang kurang tepat
menyebabkan hasil tidak optimal dan menjadi sia-sia.
2. Arah angin
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi kepada reponden, sebanyak 12
orang atau 60% petani mempertimbangkan arah angin ketika melakukan aplikasi
penyemprotan pestisida. Mereka mengatakan menyemprot pestisida yang melawan
arah angin akan berbalik mengenai diri sendiri dan mengakibatkan beberapa
gangguan kesehatan. Selain itu, angin kencang akan menyebabkan pestisida
terbuang sia-sia karena tidak tepat pada sasaran yang akhirnya akan membuat
petani rugi maka petani berhenti melakukan penyemprotan pestisida ketika ada
angin kencang. Namun, sebanyak 8 atau 40% petani yang tidak
mempertimbangkan arah angin ketika melakukan aplikasi pestisida. Petani yang
tidak mempertimbangkan arah angin mengatakan bahwa saat menyemprot
pestisida sangat jarang ada tiupan angin yang kencang karena dilakukan pada pagi
hari atau sore hari dimana tiupan angin dilingkungan tidak begitu kencang dan
membuat petani tidak bingung menentukan dari arah mana harus menyemprot.
Petani kurang peduli mengenai arah angin yang memiliki dampak negatif bagi
kesehatan apabila melawan arah angin ketika melakukan penyemprotan pestisida .
Oleh karena itu, dapat dikatakan masih ada beberapa petani yang masih belum
mengetahui bagaimana melakukan aplikasi penyemprotan pestisida hubungannya
dengan arah angin.
3. Pengunaan APD
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan terhadap responden
diketahui bahwa sebanyak 13 orang atau sebesar 65% dalam pengaplikasian
pestisida tidak menggunakan Alat Pelindung Diri. Sedangkan petani yang
menggunakan apd sebanyak 4 orang (20%) dan 3 orang (15%) terkadang memakai
APD. Penelitian Marina (2017:71) bahwa sikap dan tindakan petani yang kurang
mendukung adalah petani kurang setuju terhadap pemakaian APD, karena
dianggap mengganggu dan kurang nyaman digunakan. Disamping itu mereka
beranggapan bahwa APD tidak terlalu penting untuk digunakan, karena mereka
menganggap selama menggunakan pestisida mereka baik-baik saja walaupun tanpa
menggunakan APD. Pakaian pelindung hedaknya sudah dilakukan mulai saat
mencampur pestisida hingga mencuci alat-alat aplikasi. Perlengkapan pelindung
yang harus dikenakan antara lain pakaian pelindung berupa celana panjang dan
kemeja lengan panjang, penutup kepala berupa topi atau helm khusus, pelindung
mulut dan lubang hidung, sarung tangan, sepatu boot. Pentingnya menggunakan
alat pelindung oleh petani saat mengaplikasikan pestisida diharapkan dapat
mengurangi paparan yang dapat mengenai pengguna pestisida.
Tepat Jenis
1. Kesesuaian Jenis pestisida dengan OPT sasaran
Penggunaan jenis pestisida harus disesuaikan dengan Organisme Pengganggu
Tanaman yang menyerang tanaman tersebut. Kesesuaian ini berkaitan dengan
pengetahuan yang dimiliki petani dalam memilih jenis pestisida yang tepat untuk
OPT sasarannya dimana pengetahuan tersebut dapat mereka dapat dari berbagai
sumber informasi yang ada. Agar penggunaan pestisida efektif, maka harus tepat
yaitu sesuai dengan jenis Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (hama, gulma
dan penyakit) sasaran yang menyerang tanaman (Djojosumarto, 2008:5). Untuk
mengetahui golongan pestisida dan keefektifan penggunaan terhadap OPT, dapat
dibaca pada label kemasan pestisida.
Responden telah menggunakan jenis pestisida sesuai dengan Organisme
Pengganggu Tanaman yang menyerang tanaman padi. Hal ini menunjukkan bahwa
petani telah mengetahui bagaimana memilih jenis pestisida ang benar untuk
digunakan sesuai dengan serangan yang terjadi dalam hal ini tepat jenis.
2. Pemilihan Jenis Pestisida
Pemilihan penggunaan pestisida tidak tepat tentunya dapat menimbulkan berbagai
hal yang tidak diinginkan. Dalam pemilihan pestisida yang akan digunakan harus
disesuaikan dengan jenis OPT sasaran yang menyerang tanaman dan jenis
komoditi apa yang tepat, bagian tanaman yang terserang, bentuk formulasi
pestisida yang digunakan serta bahan aktif dari pestisida.
Baca PPT
Hal ini tepat dilakukan dengan menyesuaikan jenis pestisida dengan jenis sasaran
biologisnya sehingga penggunaan pestisida tidak sia-sia. Penggunaan pestisida
yang memiliki harga murah atau ampuh untuk semua OPT belum tentu tepat
sasaran, harga pestisida tidak menentukan ketepatan dalam metode penggunaan
pestisida.
3. Sumber Informasi pemilihan jenis pestisida
Berdasarkan wawancara kepada responden diketahui bahwa sumber informasi
yang mereka peroleh berasal dari seorang penjual pestisida yang merupakan salah
satu anggota Kelompok Tani Mekar Sari. Para petani mendapatkan informasi
terkait cara penggunaan, takaran, OPT yang dapat dikendalikan dan hal-hal lain
yang ingin diketahui oleh petani. Selain dari penjual pestisida, petani mendapatkan
informasi pemilihan jenis pestisida dari penyuluhan pertanian. Dalam hal ini petani
mendapatkan informasi dari penyuluh pertanian khususnya mengenai penggunaan
pestisida.
Keluhan Kesehatan
keluhan kesehatan yang dirasakan oleh responden yaitu pusing dan iritasi kulit
yaitu berjumlah 11 orang dengan persentase 23%. Hal ini dikarenakan, ketika
penyemprotan dilakukan, petani banyak yang tidak menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) seperti penutup hidung, sehingga percikan pestisida yang terbawa oleh
angin terhirup. Bau menyengat yang dihasilkan oleh pestisida tersebut
menyebabkan petani merasa pusing. Selain itu, kebiasaan mencuci tangan setelah
melakukan aplikasi penyemprotan pestisida jarang dilakukan oleh para petani hal
tersebut mengakibatkan iritasi pada kulit dikarenakan setelah proses penyemprotan
para petani enggan mencuci tangan dengan air bersih. Keluhan kesehatan lainnya
yang dirasakan oleh petani adalah batuk, keringat berlebih, bersin, air liur berlebih
dan sesak napas.
Berdasarkan Djojosumarto, (2008:6-7), dampak terhadap manusia dapat berupa
dampak bagi keselamatan pengguna dan dampak bagi konsumen. Dampak bagi
keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat
menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah dan sebagainya. Keluhan
kesehatan yang dirasakan oleh petani dapat terjadi melalui paparan pestisida dalam
tiga cara yaitu melalui pernapasan, kulit dan tertelan lewat mulut. Pestisida yang
menempel pada permukaan kulit dapat meresap kedalam tubuh sehigga dapat
menimbulkan iritasi kulit dan keracunan.
Keluhan Kesehatan dengan Pengetahuan
Baca PPT
petani dengan kategori pengetahuan cukup menjadi kategori dengan tingkat
keluhan paling tinggi. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman
yang berasal dari berbagai macam sumber seperti, media poster, kerabat dekat,
media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, dan sebagainya.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi dimasa lalu.
Keluhan Kesehatan dengan Masa Kerja
petani yang mengalami pusing dengan masa kerja > 10 tahun sebanyak 8 orang dan
masa kerja 5-10 tahun sebanyak 3 orang petani. Petani padi dengan keluhan
kesehatan iritasi kulit dialami oleh petani dengan masa kerja > 10 tahun sebanyak 8
orang dan masa kerja 5-10 tahun sebanyak 3 orang. Dan petani dengan keluhan
kesehatan batu dialami oleh petani dengan masa kerja > 10 tahun sebanyak 6 orang
dan masa kerja 5-10 tahun sebanyak 4 orang petani. Kesimpulan dari hasil tabulasi
silang antara keluhan kesehatan dan masa kerja menunjukkan bahwa semakin lama
masa kerja petani semakin tinggi risiko paparan pestisida kepada petani.
Masa kerja responden rata-rata 20 tahun dengan masa kerja paling baru 5 tahun
dan terlama 35 tahun. Masa kerja yang semakin lama artinya paparan yang
diterima semakin banyak. Semakin lama petani menjadi penyemprot, kontak
dengan pestisida akan semakin tinggi dan risiko keracunan pestisida akan semakin
tinggi.
Oleh karena itu diharapkan untuk mengurangi risiko-risiko yang disebabkan oleh
pestisida dengan melakukan pemeriksaan dini sehingga terhindar dari risiko. Petani
yang mempunyai masa kerja lebih dari 20 tahun sebaiknya mengatur jadwal
istirahat secara teratur dan pembatasan jam kerja yang terpapar pestisida. Petani
sebaiknya bekerja tidak lebih dari 6 jam perhari dan beristirahat di siang hari
selama minimal 2 jam sebelum kembali melakukan aktivitas pertanian.
Keluhan kesehatan dan Alat pelindung diri
Hal tersebut menunjukkan bahwa petani yang tidak menggunakan alat pelindung
diri berisiko lebih besar terpapar pestisida dan dapat berakibat buruk terhadap
kesehatan para petani.
Menurut Sumar (2012:23) alat pelindung diri (APD) adalah kelengkapan
yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga
keselamatan pekerja itu sendiri dan orang disekitarnya. Salah satu faktor yang
mengakibatkan seorang petani tidak mematuhi aturan dalam menggunakan alat
pelindung diri (APD) dalam pengaplikasian pestisida adalah faktor kedisiplinan
dalam memakai alat pelindung diri (APD) (Darmayanti, 2015:23). Semakin
disiplin petani padi menggunakan alat pelindung diri (APD) maka dapat
meminimalisir risiko keluhan kesehatan akibat pestisida.
Residu Pada Tanah
Terdeteksinya kandungan residu pestisida pada tanah petani padi pada Kelompok
Tani Mekar Sari Desa Panggungrejo Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang,
residu pestisida ditemukan sebesar 0,079 pada parameter Dimehipo dan melampaui
Batas Maksimum Residu (BMR) yang telah ditetapkan.
Desa Panggungrejo Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang berada di daerah
perkotaan yang jauh dari pantai dan memiliki cuaca panas. Meskipun penelitian
dilakukan memasuki musim penghujan, tetapi sangat jarang sekali hujan turun di
daerah tersebut. Suhu udara sangat mempengaruhi residu pestisida. Kondisi cuaca
panas dapat menyebabkan proses penguapan pestisida pada tanaman lebih cepat
dibandingkan pada daerah dengan cuaca atau beriklim sedang. Turunnya hujan
juga memiliki peran dalam keberadaan residu pestisida pada tanaman. Hujan yang
terjadi dapat “mencuci” pestisida pada permukaan tanaman. Selain itu, faktor lain
yang mempengaruhi keberadaan residu pestisida adalah penanganan pasca panen.
Pengupasan dan pencucian pada umumnya akan menurunkan residu. Pemasakan
dan pemrosesan lebih lanjut akan lebih menurunkan lagi residu tersebut.
Menurut (herman, 2017:102) Besarnya residu yang tertinggal bergantung pada
dosis, interval aplikasi, faktor-faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi
pengurangan residu, formulasi pestisida dan cara aplikasinya, jenis bahan aktif dan
persistensinya (herman, 2017:102). Masa tanam padi di Kelompok Tani Mekar
Sari yang berlangsung sepanjang tahun, menyebabkan penggunaan pestisida juga
dilakukan secara terus menerus sehingga meningkatkan resiko pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh residu pestisida khususnya pada tanah. Seperti
yang dijelaskan oleh Simamora (2016:165), penyemprotan yang dilakukan
berulang kali di suatu tempat meskipun tidak sengaja dapat menyebabkan
terjadinya penimbunan pestisida.
Residu dapat menghilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung
dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan,
pencucian, pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan transkolasi. Seperti
halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum
kinetika pertama, yakni derajat kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan
dengan banyaknya pestisida yang diaplikasikan (deposit). Dinamika pestisida di
alam akan mengalami dua tahapan, yakni proses menghilangnya residu
berlangsung cepat (desipasi), atau sebaliknya proses menghilangnya residu
berlangsung lambat (persistensi). Terjadinya dua proses ini disebabkan karena
deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga terhindar dari
pengerusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan
dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang
merusak, sehingga terjadi proses penyimpanan (residu persisten).

Anda mungkin juga menyukai