Tepat Sasaran
Tepat sasaran merupakan kesesuaian aplikasi pestisida terhadap sasaran
biologisnya yaitu Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan sasaran fisiknya
yaitu jenis tanaman dan bagian tanaman yang akan di aplikasikan pestisida
Baca PPT
Berdasarkan penelitian Noradilla (2015), yang menyatakan bahwa salah satu
kunci keberhasilan dalam pengendalian OPT secara kimiawi yaitu mengenali
sasaran biologisnya secara spesifik. Jenis OPT yang berbeda memerlukan pestisida
yang berbeda pula. Meskipun pada label kemasan tidak tercantum jenis komoditi
yang ditanam bukan berati pestisida tidak dapat digunakan pada tanaman tersebut
berdasarkan beberapa sumber.
B. Tepat Takaran
1. kesesuaian Takaran
Petani menggunakan takaran sesuai perkiraan sendiri berdasarkan pengalaman
yang dimiliki tanpa membaca informasi takaran pada label kemasan. Beberapa
mencampur dan menggunakan pestisida dengan disesuaikan dengan luas lahan
yang dimiliki. Dalam kata lain, bagaimana caranya semua lahan yang ditanam
tanaman padi memperoleh pestisida yang cukup dengan 1 bungkus pestisida yang
dimiliki, jika yang digunakan pestisida dalam bentuk padatan. Hal ini dikarenakan
biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli pestisida cukup mahal mengingat
tingkat ekonomi petani padi pada Kelompok Tani Mekar Sari Desa Panggungrejo
Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang adalah menengah kebawah. adanya
alasan ekonomi menyebabkan petani menggunakan cara sendiri dengan
memperkirakan takaran agar dapat mengurangi biaya produksi. Penggunaan
pestisida efektif digunakan apabila sesuai dengan sasaran OPT. Apabila petani
menggunakan pestisida selalu dalam konsentrasi yang tinggi, kemungkinan OPT
akan mati tetapi juga menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan petani dan
konsumen serta lingkungan. Dampak negatif kesehatan bagi petani dapat dirasakan
ketika terpapar secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini menyebabkan
berbagai gangguan kesehatan. Semakin lama petani terpapar oleh pestisida maka
dampak gangguan kesehatan yang dirasakan akan semakin berat.
2. Pencampuran Pestisida
Petani padi pada Kelompok Tani Mekar Sari cenderung sering melakukan
pencampuran pestisida dengan alasan banyaknya Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) yang menyerang tanaman padi mereka. Sebesar 60% dari 20 orang petani
sering melakukan pencampuran pestisida dan hanya 40% saja yang tidak
melakukan pencampuran pestisida. Penelitian ini sejalan dengan Mahyuni (2016),
bahwa petani cenderung menggunakan berbagai jenis pestisida yang dicampur baik
secara berkala ataupun sekaligus dikarenakan banyak ragam Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) yang menyerang tanaman. Dalam penggunaan
pestisida perlu diperhatikan jenis pestisida dan takaran yang digunakan. Sesuai
aturan penggunaan pestisida pada satu tanaman adalah satu jenis saja. Takaran
yang digunakan petani pada awalnya sesuai dengan anjuran yang tertera pada label
kemasan, namun permasalahan OPT yang menyerang tak kunjung hilang, petani
menggunakan takaran dengan perkiraan sendiri bahkan cenderung menambah
takaran pestisida dalam upaya menyelamatkan tanaman mereka.
3. Jumlah Campuran Pestisida
Sebagian besar petani melakukan pencampuran pestisida sebesar 60% yaitu
melakukan pencampuran 2-3 pestisida. Berdasarkan penelitian Mahyuni (2016:82),
bahwa banyak petani yang melakukan pencampuran pestisida sebanyak 2 sampai 3
jenis pestisida yaitu campuran insektisida dan fungisida. Hasil wawancara terhadap
petani padi Kelompok Tani Mekar Sari mengatakan, bahwa semua jenis pestisida
dapat dicampur. Semakin banyak campuran pestisida maka dapat membunuh atau
mengendalikan banyak Organisme Pengganggu Tanaman yang menyerang dan
tanaman padi dapat terlindungi untuk mendapatkan kualitas padi yang bagus.
Dalam aplikasinya, pencampuran diperbolehkan apabila terjadi serangan oleh lebih
dari satu OPT dengan memperhatikan banyak hal. Dua macam pestisida bila
dicampurkan dapat menimbulkan interaksi aditif, sinergistik atau antagonistik.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, sebelum menyemprot petani melakukan
pencampuran pestisida terlebih dahulu. Petani melakukan pencampuran di dalam
wadah terlebih dahulu sebelum dimasukan kedalam alat penyemprot untuk
dilakukan pengenceran, tetapi ada pula petani yang langsung memasukannya pada
alat penyemprot. Keunggulan pencampuran yang dilakukan dalam wadah,
pengenceran dapat terjadi lebih sempurna karna dilakukan pengadukan, tetapi
kekurangannya adalah petani semakin lama melakukan kontak dengan pestisida
sehingga risiko kesehatan dapat dirasakan lebih banyak. Sedangkan, pencampuran
yang dilakukan langsung didalam alat penyemprotan tidak dilakukan pengadukan
sehingga pengenceran kurang sempruna, tetapi semakin sedikit petani kontak
dengan pestisida sehingga risiko kesehatan semakin kecil. Pencampuran yang
kurang sempruna akan mengurangi keefektifan pestisida yang digunakan.
4. Cara Mengukur Takaran
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif (2017),
menyatakan bahwa petani menggunakan tutup botol dan sendok makan dalam
mengukur takaran pestisida. Apabila petani menggunakan tutup botol sebagai alat
untuk mengukur dosis, maka pengukurannya tidak begitu tepat karena tutup botol
tersebut tidak dilengkapi dengan takaran yang pasti. Namun, tidak semua pestisida
tidak memiliki tutup yang disertai ukuran dan tidak semua petani mengetahui
volume dari tutup botol yang mereka gunakan sehingga mereka menggunakan
perkiraan mereka dalam menentukan takaran pestisida yang digunakan. Begitu
pula penggunaan sendok makan dan cangkir yang digunakan petani dalam
mengukur takaran pestisida. Petani tidak mengetahui volume dari sendok makan,
cangkir maupun tutup botol yang mereka gunakan. Petani menggunakan takaran
sesuai pengalaman dan informasi yang mereka peroleh dari petani lain dan penjual
pestisida. Seharusnya petani mengukur dosis atau takaran pestisida sesuai dengan
dosis yang tercantum dalam label kemasan pestisida menggunakan alat ukur
misalnya tutup botol yang tercantum ukuran volume, gelas ukur, timbangan atau
alat pengukur lain dalam drum atau ember khusus.
Tepat Waktu
1. Tindakan Penyemprotan
Sebagian besar petani menggunakan metode penggunaan secara preventif yaitu
aplikasi dilakukan sebelum ada serangan hama dan atau penyakit dengan tujuan
untuk melindungi pertanamandari kemungkinan serangan OPT. Tidak ada petani
yang menggunakan metode penggunaan pestisida secara eradkatif yaitu aplikasi
pestisida yang dilakukan ketika ada ledakan serangan OPT, dikarenakan
berdasarkan wawancara terhadap petani, hal tersebut dapat menyebabkan petani
mengalami gagal panen dan penggunaan pestisida harus dalam jumlah yang lebih
banyak dari biasanya dengan dosis yang tinggi sehingga akan mendatangkan rugi
besar. Maka dari itu, petani tidak menunggu terjadi ledakan serangan OPT untuk
mengaplikasikan pestisida terhadap tanaman padinya, tetapi sebelum ada serangan
OPT petani telah mengaplikasikan pestisida pada tanaman dan setelah ada tanda-
tanda serangan OPT bahkan melakukan secara rutin.
2. Waktu Jam penyemprotan
Petani berpendapat bahwa penyemprotan pada siang hari dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan pestisida membunuh hama tanaman karena akan
mengakibatkan pestisida menguap, mengurai dan mongering sehingga
penggunaannya sia-sia. Penyemprotan pada saing hari juga berdampak pada petani
yaitu mengakibatkan keracunan pestisida karena kurangnya konsentrasi akibat
kelelahan karena bekerja dibawah terik matahari yang panas. Selain itu, pada pagi
atau sore hari cuaca dianggap sesuai karena tidak ada angin kencang yang akan
membawa pestisida. Hasil penelitian oleh Yuniar (2014), penyemprotan pestisida
dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 – 10.00. penyemprotan dilakukan pada pagi
hari untuk menghindari tiupan angin kencang agar memperoleh hasil yang
maksimal serta menghindarkan penguapan pestisida akibat panas sinar matahari.
3. Frekuensi Penyemprotan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan kepada responden
diketahui bahwa sebagian besar petani melakukan penyemprotan pestisida dalam
metode penyemprotan rutin dalam 6 sampai 10 hari sekali. Namun, jika terjadi
penyerangan oleh OPT dalam jumlah besar petani melakukan penyemprotan
pestisida dalam 2 sampai 5 hari sekali secara rutin hingga serangan OPT tersebut
berkurang dan dalam situasi normal kembali. Frekuensi penyemprotan pestisida
oleh petani tergantung dari serangan OPT yang terjadi. Apabila serangan OPT
yang terjadi berat maka frekuensi penyemprotan pestisida akan semakin sering
tanpa memperhatikan frekuensi menyemprot dengan tujuan menyelamatkan
tanaman padi mereka agar hasil panen baik dan meningkat dan petani tidak
mengalami kerugian.
Rohman (2018), frekuensi penyemprotan yang dianjurkan untuk melakukan kontak
dengan pestisida yaitu 2 kali dalam seminggu. Frekuensi penyemprotan pestisida
harus diperhatikan oleh petani sebaiknya tidak lebih dari dua kali dalam seminggu.
Semakin sering petani melakukan aplikasi pestisida maka akan semakin tinggi
risiko keracunan.