0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan3 halaman
Dokumen ini membahas konsep teori H.L.A Hart tentang eksistensi formal sistem hukum. Hart membedakan peraturan menjadi primer dan sekunder. Peraturan primer menekankan kewajiban, sedangkan sekunder mencakup pengakuan, perubahan, dan pemutusan peraturan. Teori ini relevan untuk menjaga keberadaan hukum tertulis di Indonesia.
Dokumen ini membahas konsep teori H.L.A Hart tentang eksistensi formal sistem hukum. Hart membedakan peraturan menjadi primer dan sekunder. Peraturan primer menekankan kewajiban, sedangkan sekunder mencakup pengakuan, perubahan, dan pemutusan peraturan. Teori ini relevan untuk menjaga keberadaan hukum tertulis di Indonesia.
Dokumen ini membahas konsep teori H.L.A Hart tentang eksistensi formal sistem hukum. Hart membedakan peraturan menjadi primer dan sekunder. Peraturan primer menekankan kewajiban, sedangkan sekunder mencakup pengakuan, perubahan, dan pemutusan peraturan. Teori ini relevan untuk menjaga keberadaan hukum tertulis di Indonesia.
A. Konsep Teori H.L.A Hart The formal exsistence of a legal system
Inti dari pemikiran Hart ialah terletak pada Sistem Hukum. Hart membangun sistem hukum yang memungkinkan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pula. Kerena itu, Hart berpendapat bahwa hukum pertama-tama harus dipahami sebagai sistem peraturan. Dalam kaitan dengan ini Hart membedakan peraturan menjadi dua macam yakni Primery Rules dan Secondary Rules. Bagi Hart penyatuan tentang apa yang disebutnya sebagai Primery Rules dan Secondary Rules merupakan jantung dari sistem hukum. Primery rules lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak atau tidak bertindak. Hal ini akan ditemukan dalam sebuah bentuk dari hukum (Formal of law). Secondary Rules merupakan fokus lain di samping Primery rules untuk masuk ke dalam uraian pemikiran Hart tentang teori Sistem hukumnya.
B. Diskursus Teori H.L.A Hart dan Kontekstual Teori
Pandangan terkait teori hart mengenai The formal exsistence of a legal system bahwa Primery rules dan Secondary Rules merupakan esensi dari hukum. Primery rules merupakan aturan-aturan yang menimpakan Obligation atau kewajiban yang mana aturan tersebut merupakan standar dari sebuah sistem hukum. Dalam hal ini Primery rules tidak lain adalah aturan tertulis seperti undang-undang. Singkatnya Primery rules menimpakan kewajiban terhadap orang untuk hidup dalam sebuah sistem hukum. Selain Primery rules system hukum juga memiliki bentuk aturan lain yaitu Secondary Rules. Secondary Rules merupakan landasan dari Primery rules. Hart membagi Secondary Rules kedalam tiga jenis, yaitu Rule Of Recognition (aturan pengakuan), Rule Of Change (aturan perubahan) dan Rule Of Adjudication (aturan pemutusan). Ketiga jenis aturan dalam Secondary Rules tesebut merupakan syarat adanya sebuah sistem hukum. Karena tanpa adanya Secondary Rules tidak akan ada sistem hukum sebagaimana kita jumpai dalam perkembangan kondisi saat ini. Salah satu contoh dalam isu hukum terkait tuntutan mati bagi terdakwa Tindak Pidana Korupsi Heru Hidayat dalam perkara dugaan tindak pidana dalam pengelolaan keuangan dana Investasi oleh PT. ASABRI pada beberapa perusahaan periode tahun 2012 s/d 2019. Bahwasanya untuk hukuman mati sendiri telah di atur dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada ayat 2 yang menyebutkan bahwa: “ Dalam hal Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Keadaan tertentu dalam ketentuan yang dimaksud adalah sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu Negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang belaku pada waktu bencana alam nasional, sebagai penanggulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu Negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Hal tersebut terdapat pada penjelasan dari Pasal 2 ayat (2). Namun di sisi lain terkait kasus korupsi yang dilakukan Juliari Batubara yang menerima suap sebesar Rp.32.000.000.000,- (tiga puluh dua milyar) dari para pengusaha atau vendor yang menggarap proyek pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-19 hanya dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp.500.000.000,-. (lima ratus juta). Dalam isu hukum di atas dapat diterapkan Secondary Rules seperti apa yang menjadi pandangan oleh Hart. Dimana perbedaan tuntutan terhadap 2 (dua) terdakwa dengan perkara tindak pidana korupi diatas patut dipertanyakan apakah kemudian perkara tindak pidana korupsi Heru Hidayat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dana Investasi oleh PT. ASABRI yang dilaksanakan jauh sebelum Indonesia mengalami serangan bahaya kesehatan yang mana dalam hal ini tidak memenuhi syarat dalam pasal 2 ayat (2) tersebut, di bandingkan perkara tindak pidana korupsi Juliari Batubara yang sangat jelas dilaksanakan dan lebih memenuhi syarat dari Pasal 2 ayat (2) dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kelemahan dalam menerapkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan syarat atau landasan dalam penjatuhan hukuman mati bagi terpidana tindak pidana korupsi dimana telah dalam proses penuntutan yang dialami oleh terdakwa Heru Hidayat dapat dilakukan Rule Of Adjudication (aturan pemutusan) sejauh pemberi putusan dalam hal ini Majelis Hakim mempertimbangan syarat-syarat hukuman mati yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahwa terdakwa Heru Hidayat dianggap tidak memenuhi syarat dalam pasal 2 ayat (2) tersebut.
C. Pandangan Penulis terhadap The Formal Exsistence Of A Legal System
Menurut pandangan penulis bahwa dalam konsep teori Hart itu sendiri hukum merupakan sistem aturan-aturan bukan perintah yang berdaulat. Dimana hukum harus konkrit, norma-norma harus tertulis sehingga hukum dianggap eksis. Ketika aturan diangggap sudah tidak relevan pada saat ini maka ada 3 langkah yang dapat dilakukan berdasarkan teori Hart dalam Sistem Hukum untuk menjaga eksistensi hukum dalam sistem hukum di Indonesia yaitu Of Recognition (aturan pengakuan), Rule Of Change (aturan perubahan) dan Rule Of Adjudication (aturan pemutusan). Ketika ada norma sosial yang belum diatur namun ditaati oleh masyarakat luas dapat diatasi Of Recognition (aturan pengakuan)dengan kata lain Of Recognition (aturan pengakuan) validasi hukum yang berlaku dalam sebuah masyarakat. Dengan kondisi yang terus berubah maka aturan yang sudah tidak relevan dapat di atasi dengan Rule Of Change (aturan perubahan). Rule Of Change (aturan perubahan) memberikan wewenang bagi orang yang memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan atau melakukan penghapusan aturan lama. Rule Of Adjudication (aturan pemutusan) Hadirnya pengadilan merupakan jalan untuk mengatasi kebuntuan berkaitan dengan kontroversi yang terjadi dalam Primery Rules seperti yang penulis jabarkan di salah satu contoh isu hukum diatas dengan langkah yang dapat dilakukan menggunakan teori Hart. Secondary Rules berfungsi memberi kekuasaan kepada orang atau lembaga untuk menilai dan menetapkan apakah peraturan telah dilanggar atau tidak. Sehingga dalam hal ini padangan penulis terkait The formal exsistence of a legal system yang dikemukakan oleh Hart relevan atau sesuai dengan kebutuhan atas perkembangan hukum dalam masyarakat dengan “memberikan jalan” yang dapat di ambil dalam mengatasi kelemahan dan kekurangan keberadaan hukum tertulis dalam sistem hukum itu sendiri.