Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA:

KRISIS DAN SOLUSI

Oleh: H. Khairil Anwar*

ABSTRAK

Dikotomi kelembagaan dan kurikulum dalam pendidikan Islam masih


merupakan agenda permasalahan yang belum terselesaikan. Permasalahan
yang cukup serius dan sampai sekarang masih aktual adalah selain
lemahnya kesadaran dan pengalaman nilai-nilai ajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari di satu sisi, juga yang tidak kalah seriusnya adalah
kurangnya kualitas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di sisi yang
lain. Sungguh banyak para pakar memberikan solusi alternatif terhadap
permasalahan tersebut. Namun, yang sangat penting dari semua solusi
adalah bagaimana mengisi dan mewarnai semua cabang ilmu yang
diajarkan untuk dapat mengenal dan mendekat kepada Allah, sebagai
Tuhannya. Bersamaan dengan itu, perlu juga upaya serius peningkatan
kualitas keilmuan dengan menyesuaikan model kelembagaan dan kurikulum
serta metode pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan
zaman.

Kata-kata Kunci: Pendidikan Islam, Dikotomi Keilmuan,Paradigma Tauhid.

A. Pendahuluan adanya dikotomi dalam sistem


Setelah diadakan berbagai pendidikan (Usa, 1991: 3).
pengkajian oleh berbagai pakar Dualisme ini tampaknya sudah
dan pemerhati pendidikan Islam, terjadi sejak runtuhnya kejayaan
ternyata dunia pendidikan Islam Islam Klasik, kemudian
di era kontemporer sekarang ini, dilanjutkan di era penjajahan dan
masih dilanda berbagai terus tumbuh dan berkembang
permasalahan. Di antara sampai saat ini dan dianggap
permasalahan tersebut adalah sebagai sistem pendidikan modern

* Penulis adalah dosen pada Jurusan Syari’ah STAIN Palangka Raya. Menyelesikan S-2 di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekarang sedang menyelesaikan program S-3 di
lembaga yang sama.
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 12

yang sesuai dengan zaman. Hal dikotomi di atas, banyak juga para
ini dapat dilihat dari dualisme pakar yang menyoroti dan menilai
konsep keilmuan yang pada bahwa pendidikan Islam selama
gilirannya menjalar kepada ini masih kurang berkualitas, baik
dualisme kelembagaan dan dari segi kognitif apalagi afektif
kurikulum. Sebenarnya hal ini dan psikomotoriknya. Selain itu,
tidak boleh terjadi, karena ada juga pendapat yang
dualisme tersebut agaknya menyatakan bahwa tidak sedikit
diadopsi dari sistem pendidikan umat Islam yang cerdas otaknya,
Barat yang cenderung sekuler dan namun kering hatinya. Di antara
tidak berlandaskan kepada penyebab utamanya adalah
paradigma tauhid dan nilai-nilai karena lebih banyak menekankan
ajaran Qur’ani seperti yang proses belajar mengajar kepada
pernah terjadi pada zaman aspek kognitif, ketimbang aspek
keemasan Islam Klasik yang pada afektif, padahal yang sangat
saat itu mampu melahirkan dan dibutuhkan sekarang ini adalah
mengembangkan pemikiran ranah afektif tersebut sebagai
filosofis, rasionalis dan empiris landasan spiritual, etika dan moral
yang kemudian memunculkan untuk membangun bangsa
berbagai cabang disiplin ilmu dan Indonesia yang sedang dilanda
bahkan teknologi dari para ilmuan berbagai krisis. Karena kognitif
atau cendekiawan Muslim saat yang menjadi penekanan di
itu. Di zaman itu, sungguh banyak banyak lembaga pendidikan Islam
ilmuan Muslim yang berjasa bagi sehingga selama ini tampaknya
perkembangan keilmuan dari kurang terjadi internalisasi “nilai”
berbagai disiplin ilmu seperti al- dan “makna” pada diri siswa atau
Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, mahasiswa. (Abdullah, 1998: 58)
Ibnu Rusyd, al-Jabir dan al- Dengan kata lain, proses belajar
Khawarizmi. Bahkan saat itu mengajar lebih menekankan
cukup banyak pusat-pusat kepada transfer of knowledge, dan
pengkajian dan penelitian yang kurang diimbangi dengan transfer
dibangun di berbagai kota, seperti of values. Akibatnya sering
Bait al-Hikmah di Baghdad. terdengar ada lulusan yang
(Nasr, 1970: t.h.) fathanah namun kurang amanah.
Di samping permasalahan Hal inilah yang sesungguhnya
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 13

banyak melanda keprihatinan ilmu profan, yaitu ilmu-ilmu


umat dan bangsa kita dewasa ini. keduniaan, yang kemudian
Tulisan ini mengangkat dua dihadapkan dengan ilmu-ilmu
permasalahan mendasar tersebut agama atau ilmu sakral. Padahal
dengan melihat pola atau pun di zaman keemasan Islam Klasik,
model pendidikan Islam sekarang kedua ilmu itu tidak bisa
ini—baik ditinjau dari sisi dipisahkan namun dapat
substansinya maupun model dibedakan. Pemisahan itu terjadi –
kerangkanya—dengan terlebih menurut Azra—disebabkan oleh
dahulu mendiagnosis beberapa “kecelakaan sejarah” ketika ilmu-
permasalahan utama yang terkait ilmu keduniaan yang bertitik tolak
dengan dunia pendidikan Islam. kepada penelitian empiris, rasio
Untuk memudahkan pembahasan, dan logika itu kemudian mendapat
setelah pendahuluan ini akan serangan yang hebat dari,
digambarkan terlebih dahulu terutama, kaum fuqaha. (Azra,
kedua permasalahan pendidikan 2002: 78).
Islam tersebut yang masih terjadi Akibat serangan fuqaha
di zaman kontemporer ini; tersebut, pemikiran rasional dan
kemudian dicarikan solusi ilmu-ilmu yang bersifat empiris
alternatifnya secara substansil dan kemudian dianggap
kerangka model yang relevan, dan menggoyahkan keagamaan
diakhiri dengan sebuah sehingga perkembangan
kesimpulan. pemikiran filosofis, rasionalis dan
empiris yang merupakan dasar
B. Permasalahan Pendidikan perkembangan ilmu dan teknologi
Islam Kontemporer bukan hanya dikesampingkan,
1. Krisis Pendidikan Islam tetapi juga diharamkan. Tidak
Akibat Sistem Dikhotomi sedikit ulama yang
mengharamkan belajar filsafat di
a. Krisis Konsep Keilmuan madrasah atau di jami’ah
Krisis dikotomik konsep (universitas) karena dianggap
keilmuan ini tidak bisa dilepaskan dapat menggoyahkan keyakinan
dengan pembagian ilmu-ilmu keagamaan seseorang. Padahal,
dalam Islam. Orang sering sejarah membuktikan bahwa
menyebut adanya istilah ilmu- zaman keemasan Islam dapat
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 14

maju dan berkembang tampaknya peradaban lain yang lebih maju,


sangat dipengaruhi oleh meskipun datangnya dari Barat.
masuknya filsafat Yunani ke Namun demikian, yang sangat
dunia Islam. Kemudian filsafat penting tentunya adalah fondasi
Yunani tersebut dapat keimanan yang kuat, situasi dan
“diislamisasi” oleh para kondisi politik yang stabil dan
cendekiawan Muslim saat itu. ekonomi yang mapan saat
Mengapa mereka dapat dan terjadinya transformasi keilmuan
mampu “mengislamisasi” filsafat tersebut.
Yunani saat itu? Agaknya
jawaban yang dapat diberikan b. Krisis Kelembagaan
adalah karena umat Islam saat itu Krisis kelembagaan ini
maju secara politik dan ekonomi sesungguhnya berkaitan dengan
sehingga mampu untuk krisis yang pertama. Krisis
mengembangkan peradaban dunia kelembagaan ini adalah adanya
yang luar biasa. Bahkan boleh dualisme antara lembaga
dikatakan Islam saat itu menjadi pendidikan yang menekankan
negara “Adi Kuasa”.(Saefuddin, kepada salah satu aspek dari ilmu-
2002: t.h.) ilmu yang ada, baik ilmu agama
Diungkapnya pengalaman maupun ilmu umum. Ini jelas
sejarah tersebut, tidak bermaksud sekali terlihat di Indonesia, seperti
untuk bernostalgia dengan di madrasah (pondok pesantren
kejayaan Islam masa lalu, namun modern dan sekolah umum
sesungguhnya sebagai sebuah unggulan berciri keislaman) atau
i’tibar (pelajaran) yang berharga juga di STAIN atau IAIN di satu
bagi kita untuk dapat mengulang sisi; dan pendidikan umum
sejarah masa lalu dengan situasi sejenis SMP, SMA atau
dan kondisi yang berbeda. universitas umum di sisi yang
Artinya, kalau ingin membangun lain. Dualisme kelembagaan
peradaban yang tinggi seperti tersebut sampai sekarang masih
contoh masa lalu, selain terjadi. Meskipun demikian,
diperlukan transformasi keilmuan terlepas dari kekurangannya,
yang tidak dikotomik tersebut agaknya lembaga pendidikan
juga diperlukan kesediaan Islam seperti madrasah, STAIN
membuka diri untuk menerima dan IAIN harus lebih
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 15

disempurnakan karena harus atau STAIN pada umumnya


dilihat dari kepentingan umat masih tertinggal dengan
Islam yang mayoritas. Untuk itu, pendidikan umum. Bukti catatan
penting untuk dicatat bagi yang dapat kita berikan adalah
lembaga pendidikan tinggi ketika cerdas cermat di TVRI,
khususnya seperti STAIN atau jarang sekali menjadi juara ketika
IAIN sesungguhnya tidak hanya dihadapkan dengan sekolah
dapat membuka jurusan tadris umum; dan beberapa kali
bahasa Inggris atau Matematika diadakan lomba Olimpiadi Fisika
atau disipilin ilmu lainnya seperti tingkat Internasional yang masih
yang pernah terjadi sebelumnya, sedikit—kalau tidak dikatakan
namun juga dapat membuka jarang sekali-- terdengar siswa
jurusan ilmu-ilmu umum lainnya lembaga pendidikan Islam dapat
seperti psikologi, ekonomi, dan memenangkannya kecuali pernah
biologi, sekaligus pada tahap siswa MAN Insan Cendekia
berikutnya diharapkan berubah Serpong, Tangerang yang meraih
menjadi sebuah universitas Islam juara Olimpiade Fisika tersebut
di bawah Departemen Agama RI, pada tahun 2002 (Panjimas, 2003:
seperti contoh atau model yang Edisi 13).
terjadi pada IAIN Jakarta yang Sementara itu, untuk tingkat
menjadi UIN Jakarta, IAIN perguruan tinggi, masih sedikit
Yogyakarta yang menjadi UIN dosen pergurun tinggi Islam yang
Yohyakarta dan STAIN Malang bergelar akademis doctor (S-3)
menjadi UIN Malang. Hal ini dibanding perguruan tinggi
tentu saja memerlukan berbagai umum, apalagi kalau
macam persyaratan dan ketentuan dibandingkan dengan perguruan
yang berlaku selain dukungan tinggi di luar negeri seperti
pemerintah dan berbagai pihak Pakistan, Malaysia, Jepang,
yang berkompeten tentunya. Amerika Serikat, dan bahkan
Israil sekalipun (Perta, 2001: 9).
2. Krisis Kualitas Pendidikan Memang pengalaman
Islam membuktikan bahwa membangun
Dalam tataran intelektual dan meningkatkan kualitas
dan akademik, pendidikan Islam akademik siswa dan mahasiswa di
yang disebut madrasah dan IAIN lembaga pendidikan Islam selain
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 16

harus didukung oleh berbagai harus membayar uang pangkal


sarana dan prasarana seperti 8—10 juta rupiah, sementara itu
perpustakaan dan berbagai juga harus membayar SPP
laboratorium, namun yang lebih perbulannya sebanyak 500—
pentingnya adalah tersedianya 900 ribu rupiah. Akibat yang
kualitas pendidik yang mungkin terjadi adalah masih ada
profesional. Namun kenyataannya fenomena kecenderungan orang
hal itu masih dinilai kurang sekali. tua Muslim yang menyekolahkan
Buktinya, bantuan pemerintah -- anaknya ke sekolah Non-Islam
sejak dulu sampai sekarang-- yang dinilai mereka berkualitas
dalam bidang pendidikan dinilai dan relatif lebih murah biayanya.
masih sangat terbatas kurang dari Selain kualitas ranah
20% dari APBN dan APBD, kognitif, dalam tataran afektif
sementara mengaharapkan tampaknya juga semakin tinggi
bantuan swadaya dari masyarakat kecenderungan di lingkungan
relatif sangat kecil dan kurang lembaga-lembaga pendidikan
memadai untuk membangun Islam, bahwa yang terjadi adalah
lembaga pendidikan yang lebih kepada proses pengajaran
berkualitas. Meskipun demikian (transfer of knowledge),
kita tidak menutup mata bahwa ketimbang proses pendidikan
ada beberapa lembaga pendidikan (transfer of values). Dengan kata
menengah yang berlabel “Islam” lain, pendidikan Islam sekarang
yang cukup maju seperti MAN lebih menekankan kepada kognitif
Insan Cendekia, SMU Madania, domain dengan cara menghafal
SMU Dwi Warna, Sekolah Alam beberapa mata pelajaran
Ciganjur, Perguruan al-Azhar, dan kemudian dievaluasi dengan
Perguruan Al-Izhar. Namun ukuran tertentu yang hanya
penting dicatat bahwa semua berpatokan kepada jawaban
sekolah tersebut relatif lebih semata, tanpa melihat kepada
mahal biaya pendidikannya proses dan internalisasi “nilai”
dibandingkan pendidikan di dan “makna” yang dilakukan
sekolah non-Islam. Sebagai sehari-hari. Pendidikan kurang
contoh—berdasarkan laporan dipahami sebagai proses life long
Panjimas bahwa pada tahun 2003, education, proses pendidikan
untuk masuk MAN Cendekia, terus menerus, dan proses di mana
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 17

upaya menuntut ilmu, serta upaya itu sendiri jarang benar


meningkatkan kecerdasan, tidak digumulinya secara intens
hanya sekedar pengisian dan akrab. Padahal agama itu
intelektual, tetapi juga adalah qaulan tsaqilan (Q.S.
pembentukan kepribadian dan 35:5) yang menuntut
watak atau karakter yang baik. keterlibatan pribadi kita
Krisis ini tentunya menjadi secara penuh dan dengan
sangat penting dan sangat relevan sengaja mendekati serta
untuk terus diangkat sekarang ini memahaminya. (Usa, 1991:
mengingat semakin banyak 20).
terjadi split personality Untuk itu, tampaknya, perlu
(kepribadian ganda) yang kebersamaan kita untuk
melanda masyarakat Indonesia. memperbaikinya, sebab inilah
Syafi’i Ma’arif mengatakan yang semakin menggejala di
bahwa di masjid dan di langgar dalam sistem pendidikan Islam,
seseorang menunjukkan sikap bahwa terlihat semakin sangat
yang alim, tetetapi di pasar, di formal pendidikannya, hanya
pabrik, di kantor atau bahkan di menekankan kepada aspek
gelanggang politik tampil sebagai pengajaran saja, sementara aspek
orang asing sama sekali. pembentukan kepribadiannya
Selanjutnya ia menegaskan: terabaikan. Akhirnya, tidaklah
Fenomena seperti di atas, mengeharankan bahwa lulusannya
masih berlangsung hingga dinilai kurang berkualitas secara
sekarang dan yang lebih spiritual dan emosional. Padahal
menyedihkan lagi adalah yang kita perlukan sekarang ini
kenyataan bahwa dari rahim adalah lulusan yang selain
pendidikan Islam, belum berkualitas secara akademis juga
lahir sarjana-sarjana yang berkarakter dan berkepribadian
mempunyai komitmen serta tangguh dalam menghadapi
spiritual dan intelektual yang globalisasi ataupun dampak-
mendalam terhadap Islam. dampak negatif lainnya.
Sebagian mereka lebih
berperan sebagai pemain- C. Solusi Substansial Pendidikan
pemain teknis dalam masalah Islam Kontemporer
agama, sementara ruh agama Dalam menghadapi krisis
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 18

yang telah disebutkan di atas, dan teknologi di dunia Islam amat


dapat dikemukakan beberapa rendah. Mengingat hal di atas,
alternatif ke arah rekonstruksi reformulasi ilmu-ilmu Islam
pemikiran kependidikan Islam. sangatlah penting. Bahkan bukan
Arah rekonstruksi pertama hanya itu, tetapi juga yang
agaknya berkaitan dengan berkaitan dengan reformulasi
persoalan yang pertama, yaitu substansi dari ilmu-ilmu yang
merumuskan kembali tentang kemudian kita masukkan kembali
ilmu-ilmu Islam. (Azizy, 2003: ke dalam rangkulan ilmu-ilmu
11-15). Persoalan ini tentu saja Islam tadi. Ilmu-ilmu umum yang
tidaklah sederhana, bukan hanya kita rangkul tadi kembali ke
pesoalan kenseptual, tetapi juga dalam, kita rekonsiliasikan ke
persoalan yang kadang-kadang dalam ilmu-ilmu Islam. (Azra,
sarat dengan ideologis. 2002: 123).
Dalam hal ideologi ini, Kemudian harus dirumuskan
Moh. Shobari—seperti yang kembali, isinya tidak cukup hanya
dikutip oleh Azra-- mengatakan dengan misalnya menempel-
bahwa di tengah masyarakat nempelkan Islam, tetetapi juga
masih banyak terjadi proses harus memberikan warna Islam
ideologisasi, menganggap bahwa yang komprehensif dan
ilmu-ilmu Islam dalam pengertian menyeluruh. Dengan mengajukan
ilmu agama adalah ilmu-ilmu atau memberikan penekanan pada
yang paling tinggi. (Azra, 2002: ilmu-ilmu murni atau ilmu-ilmu
123). Dengan kata lain, ada eksakta. Hal ini tidak berarti
anggapan di dalam masyarakat bahwa kita akan mengorbankan
bahwa belajar ilmu agama itu ilmu-ilmu agama. Ilmu-ilmu
sama dengan menempuh jalan tol agama tetap amat penting, tetapi
menuju surga. jangan lupa bahwa ilmu-ilmu
Sikap tersebut menyebabkan yang bersifat eksakta ini juga
ilmu-ilmu eksakta dan empiris sangat penting.
terlantar. Menurut penelitian Arah rekonstruksi kedua
Ziauddin Sardar atau juga menurut Azra adalah,
penelitian UNESCO, bahwa pengembangan sikap penerimaan
tingkat pengajaran ilmu-ilmu kultural yang sadar terhadap
eksakta dan pengembangan sains perubahan. Sikap ini menyadari
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 19

bahwa dunia ini berubah, dan bathin, dunia dan akhirat,


lingkungan berubah, dan kita aspek eksoteris dan isoteris. Atau
harus melakukan adaptasi dalam istilah pendidikan,
terhadap perubahan tersebut kalau misalnya antara aspek kognitif
kita ingin survive. Dengan dengan aspek afektif atau aspek
demikian, maka arah dari emosional spiritual bahkan juga
penerimaan kultural yang sadar, dengan aspek psikomotorik yang
terhadap perubahan, hasil mendukung terjadinya berbagai
akhirnya akan menciptakan sistem aktivitas hidup dan kehidupan.
pendidikan yang lebih Kalau dalam konteks Islam, hal
berorientasi ke masa depan (future itu adalah keterpaduan antara
oriented), tidak hanya sekedar aspek akal dengan aspek iman
berorientasi ke masa belakang atau kalbu yang berpusat di hati
(past oriented). dan kemudian aspek amal,
Selain pemecahan di atas, aktivitas. Di sinilah pentingnya
rekonstruksi ketiga perlu juga kesatuan antara iman, ilmu dan
diperhatikan bahwa konsep amal dalam kehidupan sehari-
pendidikan Islam harus mengacu hari.
kepada apa yang disebut Gagasan tersebut harus
“Paradigma Tauhid”. Dalam hal dielaborasi lagi lebih lanjut. Hal
ini, Paradigma Tauhid bukan ini juga menyangkut bagaimana
berarti hanya menegaskan reformasi ilmu-ilmu Islam;
Keesaan Allah, tetetapi juga apakah penekanannya pada aspek
mengintegrasikan seluruh aspek empiris ataukah pada aspek
dan seluruh pandangan di dalam rasional?. Agaknya, keduanya ini
sistem dan lapangan kehidupan tidak harus dipertentangkan.
sosial kita. Dengan demikian, Sebab masing-masing aspek yang
semua aktivitas hidup dan ada di dalam diri manusia sebagai
kehidupan hanya tertuju kepada potensi fitrah itu bisa
Allah SWT. dikembangkan sejajar: aspek
Rekonstruksi berikutnya, intelektualnya bisa dikembangkan
dalam konteks paradigma pada saat yang sama dengan
pendidikan, harus ada aspek afektifnya, aspek hati atau
keseimbangan, keselarasan dan kalbunya.
kesatuan antara aspek-aspek lahir Tidak kalah pentingnya di
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 20

dalam rekonstruksi ini adalah Baitul Hikmah dengan kemajuan


pengembangan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan di masa
riset yang serius di lingkungan Cordova dan masa Baghdad.
sistem pendidikan Islam. Kalau Korelasinya sangat positif;
dikaji secara historis, kemajuan ilmuwan, siapa pun itu, banyak
ilmu pengetahuan di belahan mengembangkan ilmunya di
dunia Islam (sejarah Islam), lembaga-lembaga riset, bukan di
terutama di Baghdad dan Cordova madrasah atau lembaga-lembaga
pada masa lalu sesungguhnya pendidikan Islam seperti yang kita
lebih banyak berkaitan dengan kenal. Oleh karena itu, lembaga-
lembaga-lembaga riset; yang kita lembaga riset ini sangatlah
kenal misalnya dengan istilah penting. (Azra, 2002: 129).
Baitul Hikmah, Darul Hikmah Barangkali selama ini persoalan
atau lembaga-lembaga terbesar sampai sekarang ini
semacamnya. adalah persoalan dana.
Rekontruksi substansial Arah rekonstruksi
lainnya yang perlu diperhatikan selanjutnya, menurut Azra, adalah
juga adalah bahwa kebangkitan perumusan kembali makna
Islam tidak hanya dicerminkan pendidikan. Dalam hal ini, Prof.
atau direfleksikan oleh semakin Naquib Al-Attas mengatakan
banyaknya orang naik haji atau bahwa proses pendidikan Islam
semakin banyaknya masjid yang yang kita tempuh lebih baik
dibngun, tetapi juga oleh kualitas menggunakan istilah ta’dib
kedalaman pengahayatan dan ketimbang tarbiyah, karena ta’dib
pengamalan ajaran agamanya mengandung proses
serta kemampuan di dalam intelektualisasi, tetapi karena
penguasaan terhadap ilmu ta’dib berkaitan kata adab, akhlak
pengetahuan dan teknologi. Oleh dan sebagainya, maka kemudian
karena itu, tanpa adanya lembaga- yang akan muncul dari sistem
lembaga riset agaknya sulit bagi pendidikan di dalam paradigma
kita bicara soal kemajuan ilmu ta’dib ini adalah manusia yang
pengetahuan dan teknologi. betul-betul berbudaya,
Secara historis, terdapat berkarakter, dan berakhlak. Kalau
kaitan yang sangat erat antara tarbiyah hanya lebih menekankan
lembaga-lembaga riset semacam aspek intelektualisme atau
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 21

kognitif, sehingga kini kemudian menyatukan solusi/alternatif


mengalami kepincangan. (Al- dengan mengintegrasikan
Attas, 1979: 1). berbagai cabang ilmu dalam
Di luar semua itu yang perlu kerangka tauhid, baik yang dinilai
diberi tekanan khusus adalah fardhu ‘ain ataupun fardhu
perlu dicarikan metode-metode kifayah. Selain itu, model yang
terobosan agar Al-Qur’an ditawarkan juga mampu
dijadikan sumber inspirasi moral meningkatkan kualitas
dan rujukan tertinggi dalam kecerdasan, baik kecerdasan
memecahkan masalah-masalah kognitif (akademik/intelektual),
dalam kehidupan yang dari hari afektif (spiritual dan emosional)
ke hari semakin kompleks dan maupun kecerdasan psikomotorik
menantang. Di antaranya adalah (keterampilan jasmani atau
metode keteladanan (uswatun praktikal). Ketiga kecerdasan
hasanah). Seorang pendidik yang tersebut harus dikembangkan
baik cukup besar pengaruhnya secara seimbang (tawazun) dan
terhadap pembentukan simultan sehingga akan terlahir
keperibadian dan karakter anak insan kamil yang selain mampu
didik Sejarah juga membuktikan memposisikan dirinya secara
bahwa keberhasilan dakwah vertikal sebagai ‘abdullah (hamba
Rasulullah dipengaruhi oleh Allah), juga mampu
keteladanannya. memposisikan dirinya secara
horisontal sebagai khalifatullah fi
D. Model Pendidikan Islam al-ardhi (Abdullah, 1990: 46).
Kontemporer Model yang selama ini
Model pendidikan Islam dikembangkan untuk tingkat
yang perlu ditumbuhkembangkan madrasah sebagai sekolah yang
dalam menghadapi era sekarang berciri khas agama adalah (1)
dan masa yang akan datang mengembangkan mata pelajaran-
adalah model madrasah atau mata pelajaran keagamaan yang
sekolah umum yang berciri khas dijabarkan dari pendidikan agama
agama dan model perguruan Islam, seperti Al-Qur’an Hadits.
tinggi Islam yang berbentuk Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah
universitas. Model pendidikan Kebudayaan Islam, dan Bahasa
Islam tersebut harus mampu Arab; (2) mengaitkan mata
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 22

pelajaran umum dengan ayat-ayat 1. Model Pertama, Model


Al-Qur’an dan bahkan nilai-nilai Universitas Islam
Islam, dan (3) mengembangkan Model pertama ini seperti
suasana keagamaan yang agamis Universitas Al-Azhar, Universitas
seperti adanya sarana ibadah, Islam Indonesia Yogyakarta, dan
menggunakan metode dan Universitas Islam Bandung
pendekatan agamis dalam (Unisba) di mana fakultas-
penyajian bahan pelajaran bagi fakultas agama berdiri
setiap mata pelajaran yang berdampingan dengan fakultas-
memungkinkan; dan kualifikasi fakultas umum. Fakultas-fakultas
guru yang harus beragama Islam ini cenderung terpisah satu sama
dan berakhlak mulia. lain, walaupun tetap di bawah satu
Hanya saja pengembangan payung. Kecenderungan dari
madrasah tersebut, menurut model ini adalah bahwa fakultas-
Muhaimin, sulit akan segera fakultas umum menjadi fakultas-
terwujud bilamana tidak dibarengi fakultas favorit, sementara
dengan penyiapan sumberdaya fakultas-fakultas agama menjadi
manusia, terutama para sarjana fakultas pilihan kedua. Dengan
dan tenaga kependidikan lainnya. kata lain, fakultas agama menjadi
(Muhaimin, 2001: 267). Sebagai termarjinalkan secara tidak sadar.
implikasi dari hal tersebut, maka 2. Model Kedua, Model
Departemen Agama dituntut Universitas Islam Antarbangsa
untuk mengembangkan (UIA) Kuala Lumpur.
kelembagaan STAIN atau IAIN Dalam model ini, ilmu-ilmu
sebagai perguruan tinggi Islam dibagi menjadi ilmu kewahyuan
yang berciri khas agama Islam, yang memunculkan
yang di dalamnya dikembangkan fakultas/jurusan agama di satu sisi
program-program studi umum. dan ilmu perolehan yang
Akan halnya model yang selanjutnya diterjemahkan
dikembangkan untuk tingkat menjadi fakultas atau jurusan
perguruan tinggi Islam, maka umum, seperti kedokteran,
Azra (Azra, 2002: 41) telah ekonomi, dan psikologi. Bidang-
mengidentifikasi 3 model bidang ini selain
pendidikan tinggi Islam yang “diislamisasikan” ketika
berkembang selama ini: dijabarkan ke dalam kurikulum,
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 23

juga dilengkapi dengan subjek- dari segi historis perkembangan


subjek keislaman lainnya yang kemajuan ilmu pengetahuan dan
berkaitan. Memang model ini teknologi di Barat saat ini banyak
pada dasarnya dilandasi konsep diilhami oleh para cendekiawan
gagasan tentang “Islamisasi ilmu Muslim pada masa keemasan
pengetahuan” sebagaimana Islam, sehingga mereka
dicetuskan oleh Ismail Al-Faruqi sesungguhnya banyak berhutang
dan Naquib Al-Attas. Agaknya budi kepada ilmuan Muslim.
perlu dicatat bahwa masalah Karena itu jika kita hendak
Islamisasi ilmu pengetahuan meraih kemajuan di bidang iptek
sampai sekarang masih belum maka kita perlu melakukan
selesai serta mengundang pro dan transformasi besar-besaran dari
kontra dari para pakar pendidikan. Barat tanpa ada rasa curiga,
Dalam kaitan dengan pro- walaupun harus selalu waspada.
kontra ini, sebagaimana yang Iptek adalah netral, ia bergantung
dikutip Muhaimin (2001: 267) kepada pembawa dan
pihak yang pro Islamisasi Ilmu pengembangnya. Karena itu,
berargumentasi bahwa (1) umat Islamisasi ilmu pengetahuan
Islam memerlukan sebuah sistem adalah tidak begitu penting,
ilmu untuk memenuhi keperluan tetetapi yang lebih penting justeru
mereka, karena selama ini sistem adalah Islamisasi subjek atau
ilmu yang berkembang tidak pembawa dan pengembang iptek
sesuai dengan nilai-nilai Islami itu sendiri.
(2) Kenyataan membuktikan Dalam masalah pro-kontra
bahwa sains modern (Barat) ini, penulis cenderung mendukung
banyak menimbulkan ancaman kepada yang pro Islamisasi
bagi kelangsungan hidup meskipun sampai sekarang belum
manusia; (3) Umat Islam pernah terselesaikan, sebab
memiliki satu peradaban yang bagaimanapun hampir setiap ilmu
tinggi dan Islami pada zaman yang ditemukan tidaklah bebas
Islam Klasik, sehingga ilmu nilai, namun ilmu tersebut
“Barat” perlu diislamisasi. tergantung dan sangat dipengaruhi
Sedangkan pihak yang oleh pandangan hidup seseorang.
kontra Islamisasi Ilmu Kalau yang menemukannya tidak
berargumentasi bahwa (1) dilihat mengenal Tuhan, maka ilmu yang
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 24

dihasilkannya besar kemungkinan memilih model ketiga. Karena


tidak akan mendekatkannya model inilah yang kebanyakan
kepada Tuhan. dilakukan oleh IAIN/STAIN
3. Model Ketiga, Model selama ini dengan tidak lagi
IAIN/STAIN. terbatas pada pendidikan formal
Dalam model seperti ini, dalam ilmu-ilmu agama yang
ilmu-ilmu agama menjadi titik termasuk ke dalam bidang
tolak yang merupakan inti seluruh humaniora, tetetapi juga
proses keilmuan dan akademis. mengembangkan mandat dalam
Sedangkan ilmu-ilmu umum bidang humaniora lainnya, seperti
menjadi suplemen atau pelengkap IPS dan IPA. Dalam kerangka
yang terintegrasi sepenuhnya ke IAIN/STAIN dengan mandat
dalam kurikulum. Dengan cara ini lebih luas ini, maka materi
ilmu-ilmu umum menjadi ilmu keagamaan sebagai materi pokok
bantu untuk memahami dan tetap dipertahankan, namun pada
menjelaskan kerangka normatif saat bersamaan juga
agama. mengkonsolidasikan fakultas,
Masalah pada model ketiga jurusan, atau program studi
ini, menurut Azra (Azra, 2002: lainnya yang mengembangkan
17), adalah secara institusional ilmu-ilmu humoniora lainnya.
IAIN/STAIN lebih dipandang dan Namun tidak menutup
diperlakukan sebagai perguruan kemungkinan, hal itu dapat
tinggi “murni agama” terlepas diusulkan untuk menjadi
dari kenyataan bahwa universitas Islam, kalau lembaga
kurikulumnya dan bahkan tersebut sudah memenuhi
kelembagaannya juga mencakup persyaratan dan ketentuan-
jurusan-jurusan umum, seperti ketentuan/aturan yang berlaku,
bahasa Inggris, Psikologi, ditambah lagi dengan dukungan
Matematika, dan IPA. Untuk itu, pemerintah dan masyarakat
maka model yang ketiga ini seperti yang sudah terjadi di UIN
memerlukan pengembangan yang Jakarta, UIN Yogyakarta, dan
lebih luas menjadi “IAIN/STAIN UIN Malang dengan tetap
with wide mandate”. mempertahankan dan
Agaknya posisi penulis mengutamakan nilai-nilai Islam
untuk langkah awal cenderung baik dalam “ilmu-ilmu
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 25

keagamaan” “maupun ilmu-ilmu mengelola pendidikan Islam


umum”. dengan visi dan misi yang jelas.
Selain itu, yang penting dan
E. Penutup perlu dicatat serta dilaksanakan
Pendidikan Islam mulai dari dalam satu aksi yang konkrit
tingkat dasar sampai perguruan adalah upaya untuk mengadakan
tinggi, pada umumnya, masih pembaharuan pendidikan yang
dilanda permasalahan dikotomik sesuai dengan tuntutan zaman
konsep keilmuan dan dengan tidak menafikan ciri khas
kelembagaan. Selain itu, lulusan keagamaannya yang didasarkan
lembaga pendidikan Islam kepada nilai-nilai Qur’ani dan
kebanyakannya masih belum sunnah Rasul. Teori “Continueties
berkualitas bukan hanya dari segi and Changes” atau istilah “al-
kognitif, tetapi juga ranah afektif muhafazhatu ‘ala al-qadim al-
yang sangat dibutuhkan oleh umat shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-
dan bangsa kita. Kedua akar ashlah” untuk saat ini menjadi
permasalahan tersebut rupanya sangat penting dan relevan dalam
masih menjadi pekerjaan yang usaha mereformasi pendidikan
cukup berat bagi umat Islam Islam, baik dalam bentuk
khususnya bagi para cendekiawan reformasi substansial dan kultural,
Muslim. Banyak solusi yang maupun reformasi paradigmatik.
ditawarkan oleh para pakar dan Upaya ini tidak lain bertujuan
pemerhati pendidikan Islam, untuk mewujudkan masyarakat
namun permasalahan tersebut madani yang beriman dan
masih saja terjadi. Kelemahan bertaqwa, berkualitas dalam
utama selain anggaran dan penguasaan iptek serta selalu
dukungan dana yang masih sedikit berinteraksi dengan nilai-nilai
dari pemerintah dan masyarakat, Qur’ani.
juga lemahnya keseriuasan dan
semangat yang tinggi untuk
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 26

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Abd. Rahman, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam


Rekonstruksi Pemikiran dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan
Islam, Yogjakarta: UII Press Jogjakarta, 2002.

Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-


Quran, Jakarta: Rineka Cipta. 1990.

Al-Attas, Syed Muhammad al-Naauib, Alms and Objektives of Islamic


Education, Jeddah: King Abdulaziz University, 1979.

Azizy, A. Qodri, Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman, Jakarta: Direktorat


Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI, 2003.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Tinggi Dalam Islam, Jakarta: PT Logos


Publishing House, 1994.

--------------, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium


Baru Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2000.

-------------, Paradigma Baru Pandidikan Nasional: Rekonstruksi dan


Demokrasi, Jakarta: Buku Kompas, 2002.

Bakar, Osman, Hierarki Ilmu Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu


Menurut Al-Farabi, Al-Ghazali, Quthb Al-Din Al-Syirazi,
Bandung: Mizan, 1997.

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan


Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001.

-------------, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya dan


Yogyakarta: PSAPM dan Pustaka Pelajar, 2003.
H. Khairil Anwar, Pendidikan Islam di Indonesia… 27

Nasr, Seyyed Hossein, Science and Civilization in Islam, New York: The
New Amarican Library, Inc., 1970.

Panjimas, Edisi 13 Tahun I, tahun 2003.

Perta, Jurnal Komunikasi Perguruan Tinggi Islam, Jakarta: Ditbinperta


Depag RI dan LP2AF, VOL.IV/No.02/2001.

Saefuddin, Didin, Zaman Keemasan Islam Rekonstruksi Sejarah Imperium


Dinasti Abbasiyah: Jakarta, PT Grasindo, 2002.

Usa, Muslih, (ed.) Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta,
Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1991.

Anda mungkin juga menyukai