Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rafy Zuchdi Syamsudin

Nim : 201804011

1. Jelaskan cyber law/cyber security di negara berikut ini :


• Malaysia
• Thailand
• Jepang
• Korea Selatan
Fokus yang di jelaskan :
• Sejarah terbentuknya ?
• Fokus pada bidang apa ?
• Contoh pelanggaran yang pernah terjadi dan tindak lanjutnya seperti apa ? (dari
jurnal/media cetak yg terpercaya minimal masing-masing 2 kasus)

2. Profesi di bidang TI sangatlah banyak (progremer, web design, dll)


• Menurut anda apa sajakah yang dapat menyebab pelanggan kode etik profesi !
• Dan menurut anda jenis-jenis ancaman (threats) dan modus operasi kejahatan apakah yang
mungkin ada di bidang TIK
• Bisakah anda menjelaskan cara penanggulangan ancaman kejahatan di bidang TIK !

Jawaban :

1. Malaysia :
Jika di Indonesia ada Pancasila yang memuat sila dasar, ternyata Malaysia juga memiliki dasar
yang disebut “Rukun Negara”. Rukun Negara Malaysia juga memuat 5 sila, yaitu sebagai berikut:

• Kepercayaan Kepada Tuhan


• Kesetiaan kepada raja dan negara
• Keluhuran perlembagaan
• Kedaulatan Undang-undang
• Kesopanan dan kesusilaan

Malaysia merupakan bekas jajahan Inggris yang memproklamasikan kemerdekaannya pada


tanggal 31 Agustus 1957. Malaysia terdiri atas 9 kesultanan (dperintah oleh Sultan) dan 4 negara
bagian (diperintah oleh Yang Dipertuan Negeri atau Gubernur). Kesultanan di Malaysia adalah :
Johor, Kedah, Selangor, Kelantan, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Perlis dan
Trengganu. Negara bagian di Malaysia adalah : Malaka, Pulau Penang, Sabah dan Serawak.
Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan
Inggris ( Common Law Sistem ). Tradisi ini berdiri ditengah-tengah sistem hukum Islam (yang
dilaksanakan oleh pengadilan atau Mahkamah Syari’ah) dan hukum adat berbagai kelompok
penduduk asli. Malaysia merupakan salah satu dari sekian banyak Coomonwealth Country atau
negara-negara persemakmuran Inggris. Semua negara2 persemakmuran mengadopsi sistem
hukum Inggris yang biasa disebut dengan sistem hukum Anglo-Saxon atau juga Common Law.

2. Thailand
DPR Nasional Thailand (NLA) menyetujui UU Cybersecurity baru bahwa hibah pemerintah yang
luas kekuatan baru untuk mengumpulkan data tentang pengguna internet di negara itu dan
memantau perilaku mereka.
Hukum memberikan kekuasaan pemerintah untuk data secara online akses warga negara jika itu
dianggap diperlukan untuk memastikan cybersecurity. pejabat pemerintah diijinkan untuk
merebut komputer, jaringan pencarian, dan akses dan menyalin data apapun yang mereka
butuhkan.
Para pejabat masih perlu persetujuan dari pengadilan untuk mengakses data pengguna, kecuali
dalam kasus “kritis” ancaman cyber. Dalam kasus ancaman kritis, pemerintah juga akan memiliki
kekuatan untuk melakukan pengawasan real-time dari semua pengguna internet.
definisi kabur dari ancaman cyber dan kekuasaan yang luas untuk mengakses petunjuk
data pada “bela diri” hukum cybersecurity
Tetapi hukum ini definisi dari “ancaman cyber” adalah luas, dan tidak memiliki kejelasan. Ini
meliputi ancaman online untuk ketertiban umum atau keamanan negara. Para kritikus menyatakan
bahwa pemerintah dapat menafsirkan definisi ini untuk menyertakan konten yang berwenang
anggap politik mengancam. Pada bagian lain dari hukum namun, mendefinisikan ancaman cyber
hanya sebagai ancaman terhadap sistem komputer sendiri.
“Definisi tidak jelas belum cukup. Hal ini masih terbuka untuk kesempatan masa depan untuk
menafsirkannya untuk menutupi isu-isu konten online,”Kata Yingcheep Atchanont, manajer
program di Dialog Reformasi Hukum Internet (Ilaw), Thailand nirlaba.
Definisi luas dalam hukum dapat digunakan untuk menargetkan orang-orang yang memasukkan
berbagai macam konten. Pemerintah Thailand telah lama digunakan Komputer Kejahatan Act,
yang melarang setiap konten yang merongrong keamanan nasional, untuk menghukum orang-
orang untuk konten yang mereka posting secara online. Hukum Cybersecurity baru meluas
kekuasaan pemerintah dan memungkinkan kejang Data, serta operasi pengawasan secara online.
“Hukum tidak akan digunakan untuk mengatur media sosial, atau komputer atau perangkat milik
orang-orang,” Kata Ajarin Pattanapanchai, permanen sekretaris Kementerian Digital Ekonomi
dan Masyarakat.

3. Jepang
kejahatan di dunia maya lebih banyak untuk kesenangan pribadi, seperti aktualisasi seorang
peretas. Namun sekarang, Shinoda mengungkapkan, sudah digunakan untuk mendapatkan
keuntungan ekonomis hingga menyampaikan pesan politik.
Salah satu yang menjadi pergunjingan internasional adalah pengawasan pemerintah Amerika
Serikat terhadap jutaan surat elektronik milik warga negaranya. Menurut Shinoda, negara
tersebut memang memiliki hak untuk melakukan pengawasan selama mereka memiliki undang-
undang yang mengatur dan menangani hal tersebut. “Tapi, jika pengawasan model ini
dilakukan terhadap negara atau pemerintah di luar Amerika Serikat, ini sudah masuk ranah
kejahatan dunia maya,” kata Shinoda kepada Tempo seusai acara.
Sayangnya, menurut Shinoda, masih banyak negara yang tidak siap menghadapi serangan
peretas atau kejahatan di dunia maya. Maka meningkatkan kewaspadaan menjadi prioritas
untuk menangkal kejahatan dunia maya secara global.
“Meningkatkan kewaspadaan tidak sekadar mengenai teknologi, tetapi yang paling penting
adalah mengubah paradigma semua orang, terutama mengenai kejahatan dunia maya,” ujar
Shinoda, yang juga pengajar di Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST).
Selain meningkatkan kewaspadaan, dia mengajak semua negara di dunia untuk membuat
kebijakan baru dan melakukan kerja sama, baik secara regional maupun global. Ada tiga
langkah utama untuk menangani serangan kejahatan dunia maya, yakni menentukan tren
ancaman dunia maya, kemudian menentukan kebijakan keamanan dunia maya dan tindakannya,
serta kerja sama global.
Sebagai satu-satunya negara di kawasan Asia yang meratifikasi Budapest Convention tentang
kejahatan dunia maya, Jepang mengajak negara-negara lain untuk ikut fokus pada masalah ini.
Untuk itu, Jepang akan menggelar pertemuan setingkat menteri dengan negara-negara ASEAN
di Tokyo pada pekan depan.
Langkah ini didukung oleh pakar teknologi informasi, Alfons Tandoyo. Melalui surat
elektronik kepada Tempo, spesialis virus TI ini memandang kerja sama lintas negara sangat
diperlukan untuk menghadapi kejahatan dunia maya yang semakin canggih. “Kejahatan dunia
maya tidak mengenal batas negara, dan waktu tanggap yang cepat terkadang diperlukan untuk
menghadapi serangan cyber atau menangkap pelaku kejahatan cyber.”
Ancaman kejahatan dunia maya di Indonesia, menurut Alfons, termasuk yang sangat tinggi di
dunia. Salah satu penyebabnya karena komunitas online di Indonesia sangat tinggi. “Indonesia
berada di peringkat kedelapan sebagai negara dengan jumlah pengakses Internet terbanyak di
dunia, dengan lebih dari 55 juta pengakses online,” tulis dia.
Namun masih banyak pengakses Internet yang kurang mendapatkan informasi mengenai
bahaya yang mengancam di dunia maya. Penegakan hukum atas kejahatan di dunia maya pun
dinilai Alfons masih lemah. Hal yang paling harus diperhatikan pula adalah sistem identitas
kependudukan di Indonesia, yang memungkinkan warga memiliki lebih dari satu KTP. “Ini
membuka peluang penipuan di dunia maya.”

4. Korea selatan
Korea Selatan dianggap sebagai salah satu negara paling terhubung-digital di dunia, sehingga
membuatnya sangat rentan terhadap serangan-serangan cyber, besar dan kecil. Sementara Korea
Utara telah menunjukkan dirinya sebagai pelaku banyak serangan tersebut, pemerintah di Korea
Selatan, dalam koordinasi dengan perusahaan swasta, telah berinvestasi besar dalam keamanan
cyber untuk melindungi lingkungan cyber negaranya dan melawan ancaman dari Korea Utara.
“Karena ancaman Korea Utara, keamanan cyber adalah masalah prioritas tinggi bagi pegawai
Pertahanan Korea Selatan,” Sarjana kebijakan keamanan Juni Kim mengatakan dalam sebuah
wawancara dengan FORUM. “Kementerian Pertahanan Korea Selatan baru saja merubah struktur
organisasi mereka membuat tim teknologi keamanan cyber menangani serangan-serangan cyber
dengan lebih baik.”
Kim, seorang mantan analis dengan Qualitrics software, bekerja sebagai manajer program di
Korean Institute of America di Washington, D.C.
Di tengah tim cyber Korea Selatan adalah Komando Cyber Republik Korea (ROK), didirikan
pada tahun 2010 dengan 500 personel, jumlah yang baru saja meningkat menjadi 1.000 dan
ditempatkan di bawah perintah seorang Mayor Jenderal. Komando Cyber bertanggung jawab
untuk mempertahankan jaringan militer Korea Selatan dan menanggapi ancaman cyber dari
Korea Utara. Mereka juga menyelenggarakan kompetisi untuk hacker etis “topi putih”, pemenang
nya menerima beasiswa untuk belajar pertahanan cyber.
“Sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat kemampuan keamanan cyber, Kementerian
Pertahanan Korea Selatan menjalankan program di Universitas Korea yang memberikan
pendidikan gratis bagi siswa yang belajar keamanan cyber untuk layanan pemerintah,” kata
Kim. “Harapan nya adalah untuk meningkatkan tenaga kerja pertahanan cyber Korea Selatan,
terhadap kira-kira ribuan hacker Korea Utara.”
(Digambarkan: Seorang pelanggan berjalan lalu pemberitahuan di Seoul, Korea Selatan, pada
Mei 2017 yang berbunyi: “Karena ransomware affection, kami tidak mampu layar-kan iklan.”)
Universitas Korea sekarang memiliki enam Departemen ditujukan kepada keamanan cyber
termasuk Sekolah Pascasarjana Departemen pertahanan Cyber, yang mengajarkan kebijakan
pertahanan cyber pertahanan dan perang cyber “untuk mengolah profesional agar mampu
melindungi Republik Korea teror dan ancaman cyber.”
Hauri Inc. adalah perusahaan keamanan cyber berbasis Seoul yang telah menyediakan solusi
untuk Angkatan Darat Korea Selatan, Departemen Pertahanan Nasional dan Pusat Keamanan
Cyber Nasional. Menggunakan produk-produk seperti “solusi anti-virus, solusi memblokir
kerentanan memblokir, OS aman, sistem keamanan mobile dan solusi penghapusan data,” CEO
Hauri Heechum Kim menjelaskan bahwa perusahaannya menyediakan “layanan satu langkah
untuk perusahaan dan lembaga-lembaga publik.”

• Menurut saya, pelanggaran kode etik bisa dari niat seseorang untuk melukai user internet lainnya,
entah maksud seperti kesenangannya sendiri ataupun yang disengaja. Contoh hal phising hoax,
hacking file, sebar luaskan fitnah, propaganda, dan cyber bulling.
• Solusinya selain melegalkan hukuman tentunya diharuskan edukasi dahulu bagaimana cara
menjadi pengguna internet yang baik dan benar.
• Pencegahan ataupun penanganannya tidak ada, sangat sulit Namanya juga duniawi

Anda mungkin juga menyukai