Anda di halaman 1dari 4

Lima Tahapan Sistem Ekonomi dalam Masyarakat Menurut Marxisme

Ketika para pekerja dan demokrat yang berpikir pertama kali mulai mempelajari
sejarah dan perkembangan sosial dari sudut pandang Marxis yang dikenal sebagai
materialisme historis, seolah-olah penutup mata tiba-tiba dilucuti dari mata mereka.
Untuk pertama kalinya masa lalu - dan tidak hanya masa lalu tetapi masa kini - mulai
masuk akal, dan peristiwa serta urusan yang sebelumnya tidak dapat dipahami menjadi
jelas. Seseorang sebenarnya dapat mulai memperoleh wawasan baru ke dalam sistem
politik dan ekonomi, ke dalam pemerintahan dan kebijakan mereka, ke dalam asal-usul
perang dan revolusi, ke dalam aktivitas bangsa-bangsa dan kekuatan sosial di dalamnya:
sebenarnya, ke dalam semua kekuatan besar, bidang aktivitas dan pengetahuan manusia,
seseorang dapat mulai memahami, hampir secara harfiah, apa yang membuat dunia
berdetak.
Karl Marx melihat dan memahami masyarakat dari segi struktur. Dimana dalam
konsepsinya Marx membagi masyarakat menjadi 2 struktur utama, yaitu infrastruktur
(basis) dan superstruktur (bangunan atas). Dalam pandangan Karl Marx, basis adalah
penggerak sejarah manusia. Dinamika yang terjadi di basis akhirnya menunjukkan
perubahan dari masyarakat lama menuju masyarakat baru yang tentunya lebih tinggi
tingkatannya. Kekuatan pendorong paling dasar adalah produksi material yang diproduksi
dalam masyarakat. Bagi mereka, hubungan produksi adalah hubungan kerja sama atau
pembagian kerja antara manusia yang terlibat dalam proses produksi. Dalam hal ini
manusia yang terlibat dalam proses produksi adalah seperti struktur organisasi sosial
produksi yang terdiri dari pemilik modal dan pekerja. Hubungan produksi selalu berupa
hubungan hak milik dalam masyarakat dan hubungan sosial sesuai dengan apa yang telah
diatur oleh masyarakat dalam hal kondisi dan kekuatan produksi, serta penyaluran hasil
produksi kepada anggota masyarakat.1
Gambaran perkembangan masyarakat ini, dijelaskan oleh Karl Marx dalam 5 tahap
perkembangan sosial, yaitu masyarakat komunal primitif, perbudakan, feodalisme,
kapitalisme, dan sosialisme yang mengarah ke masyarakat komunis.2 Semua
perkembangan itu disebabkan oleh perkembangan masyarakat produksi yang efektif.

1. Primitive Communism (Komunisme Primitif)

Manusia benar-benar memisahkan dirinya dari hewan hanya ketika dia mulai
memproduksi dan mereproduksi kebutuhan hidup, yang biasa disebut mata pencaharian.
Manusia purba (dan harus diingat bahwa manusia modern memiliki nenek moyang yang
sangat panjang) hidup dalam apa yang disebut masyarakat pemburu-pengumpul, mulai
berburu hewan liar, biji-bijian, dan tumbuhan yang dapat dimakan. Hanya untuk bertahan
hidup mereka berjuang melawan kerasnya alam hanya dengan menggunakan tongkat dan
batu sebagai alat, mau tidak mau mereka terpaksa harus bekerja sama dalam kelompok
yang cukup besar yang disebut suku, karena satu keluarga atau individu memiliki sedikit
peluang untuk bertahan hidup.
Selama ribuan tahun suku-suku yang ada didasarkan pada bentuk organisasi sosial
komunal yang primitif. Meskipun peralatan baru secara bertahap dikembangkan dan
ditemukan, menggunakan batu, kayu, tanduk, dan tulang untuk membuat kapak, pisau,
pentungan, tombak berujung batu, pahat, kail ikan, dan belajar cara membuat dan
menggunakan api, tingkat tenaga produktif masih sangat rendah. Ini membutuhkan kerja

1Lavine, Konflik Kelas Dan Orang-Orang Yang Terasing, Alih Bahasa Adi Iswanto,
(Yogyakarta:Jendela,2003). Hal. 54-55
2 Ramli, Andi Muawiyah, Peta Pemikiran Karl Marx, Yogyakartta: LKIS, 2004. Hal. 134
bersama. Kerja bersama mensyaratkan kepemilikan bersama atas alat-alat produksi,
dengan hubungan kesetaraan, dan saling membantu di antara anggota suku.
Yang menentukan di sini adalah kepemilikan bersama atas alat-alat produksi. Oleh
karena itu deskripsi ‘Komunisme Primitif’ karena tidak ada individu yang dapat
mengambilnya dan mengubahnya menjadi milik perseorangan. Dengan demikian tidak
ada eksploitasi manusia oleh manusia, dan karena itu tidak ada kelas ekonomi yang
mengeksploitasi dan dieksploitasi.
Dalam salah satu karya pertama Marxisme yang matang, 'Manifesto Komunis'
tahun 1848, Marx dan Engels memulai, “The history of all hitherto existing society is the
history of class struggles” yang artinya “Sejarah semua masyarakat yang ada sampai
sekarang adalah sejarah perjuangan kelas”. Karya ini memberi Marx dan Engels dasar
ilmiah untuk membangun komunisme primitif sebagai formasi sosio-ekonomi. Engels
menekankan tentang kehidupan kesukuan bahwa dalam setiap komunitas seperti itu sejak
awal terdapat kepentingan bersama yang perlindungannya harus diserahkan kepada
individu. Semua di bawah kendali komunitas secara keseluruhan: penyelesaian
perselisihan; represi penyalahgunaan wewenang oleh individu; kontrol pasokan air,
terutama di negara-negara panas; dan akhirnya, ketika keadaan masih sangat primitif,
fungsi keagamaan.3
Komunisme Primitif sebagai sistem sosial bertahan jauh lebih lama dibanding
tahapan yang lain. Kekuatan produktif utama saat itu, seperti sekarang, adalah manusia
dengan keterampilan dan teknik produksinya. Namun, terlepas dari sisi yang sangat baik
dalam kehidupan sosial suku yang erat dan hubungan sosial yang setara antar manusia,
kehidupan komunal primitif bukanlah zaman keemasan. Hidup hanyalah eksistensi
telanjang, sementara kehidupan mental diatur oleh agama yang naif, takhayul, dan adat
istiadat dan beberapa di antaranya sangat terbelakang.

2. Antiquity

Ketika masyarakat primitif menemukan alat-alat yang dapat meningkatkan


produksi, maka zaman tersebut berakhir dan digantikan oleh zaman baru yang disebut
Zaman Besi dan Tembaga. Dengan lompatan hasil produksi yang diakibatkan oleh
penemuan alat-alat produksi, lahirlah masyarakat baru, yaitu jaman perbudakan.
Masyarakat mulai terbelah menjadi kelas-kelas, yaitu pemilik alat produksi dan budak.
Upah yang diterima kaum budak hanya sampai pada batas mempertahankan hidupnya
saja. Marx menilai bahwa nilai upah kerja budak saat itu sudah di bawah standar murah
dan di saat yang sama pemilik alat-alat produksi tidak mau memperbaiki alat-alat
produksi yang dimilikinya. Namun pada saat itu pula budak makin lama makin sadar
kedudukannya di dalam hubungan produksi. Ketidakpuasan ini menjadi awal perselisihan
dua kelompok masyarakat, budak dan pemilik alat produksi.4
Terlepas dari kebrutalan sistem perbudakan, itu memunculkan kekuatan produktif
baru dan lebih maju. Bajak bagian-kayu menjadi bajak besi. Saluran dan perangkat irigasi
dibangun. Penggilingan biji- bijian, penambangan bijih, dan peleburan berkembang, dan
bersama mereka, alat-alat baru yang mereka butuhkan. Kerajinan baru dikembangkan:
menenun, penyamakan dan pertukangan yang juga membantu perkembangan konstruksi
dan pembuatan kapal. Dengan ini, muncullah pertumbuhan perdagangan dan kota-kota
baru, dan pada titik tertentu, bahasa tertulis.

3Engels. ‘Anti-Duhring’ (Part II, IV; The Force Theory: Conclusion). 1977 Printing, Progress
Publishers, Moscow. Hal. 219.
4 Ramli, Andi Muawiyah, Peta Pemikiran Karl Marx, Yogyakartta: LKIS, 2004. Hal. 134
Bagaimanapun basis ekonomi masyarakat budak, hubungan produksi dari kelas-
kelas utama yang berseberangan antara pemilik budak dan budak, pengeksploitasi dan
yang dieksploitasi, yang sebelumnya memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan
kekuatan produktif, kini menjadi rem bagi mereka. Para budak itu sendiri tidak memiliki
insentif untuk menggunakan sepenuhnya metode produksi baru. Mereka tidak menerima
imbalan apa pun atas kerja keras mereka kecuali kesulitan. Pemberontakan budak menjadi
semakin sering. Kerajaan-kerajaan besar budak yang tumbuh di Asia Kecil, di tepi Sungai
Nil, dan kemudian di Yunani dan Roma, terkoyak dengan perpecahan.

3. Feudalism (Feodalisme)

Runtuhnya masyarakat budak melahirkan bentuk masyarakat baru, yaitu


feodalisme. Selanjutnya, tenaga-tenaga produktif baru yang diperoleh di bawah
komunisme primitif-budak menuntut suatu jenis masyarakat baru untuk kemajuan lebih
lanjut, suatu kerangka hubungan kepemilikan baru di mana mereka dapat berkembang
tanpa hambatan. Organisasi semacam itu yang mampu membentuk basis masyarakat
baru, feodalisme, siap menyerahkan organisasi militer non-Yahudi dari suku-suku barbar
Jerman yang akhirnya menggulingkan dan mengalahkan Roma, pusat Kekaisaran Romawi
yang juga merupakan benteng utama perbudakan di seluruh Eropa.
Selama periode sekitar empat ratus tahun, feodalisme berangsur-angsur terbentuk
di seluruh Eropa Barat. Para penakluk Jerman di Roma mengadaptasi konstitusi non-
Yahudi mereka dengan kondisi sebenarnya dari kekuatan produksi yang berlaku saat itu.
Raja dan bangsawan pemilik tanah muncul, merebut tanah dan mengalokasikan kembali
sebagiannya kepada petani dan budak yang bergantung, sebagai gantinya, mengerjakan
tanah tuan tanah mereka tanpa apa-apa kecuali hak masing-masing untuk mengerjakan
sebidang kecil untuk dirinya sendiri dan keluarganya, dan untuk ‘perlindungan’ oleh
penguasanya dari predator lain, termasuk pejabat serakah dan rentenir.
Terlepas dari kenyataan bahwa budak dan petani kecil dieksploitasi oleh pemilik
tanah, karena mereka dengan cara kecil dapat memiliki alat produksi mereka sendiri
(sebidang tanah dan alat untuk mengerjakannya) dan juga memiliki produk mereka
sendiri, mereka memiliki lebih banyak insentif untuk tenaga kerja daripada budak. Di
bawah feodalisme, produksi sebagian besar bersifat individual, setiap produsen bekerja
untuk dirinya sendiri jika memungkinkan, memiliki alat produksinya sendiri dan juga,
produk kerjanya yang dapat ditukar dengan produk lain yang diperlukan untuk
penghidupan.

4. Capital Society (Masyarakat Kapitalisme)

Pertumbuhan borjuasi dan kekuasaannya selama masa feodal disertai dengan


penyitaan paksa atas tanah petani yang memungkinkan pemilik tanah besar untuk
merebut tidak hanya tanah bersama yang digunakan untuk padang rumput, kayu bakar,
dll. oleh petani kecil, tetapi juga pemilik tanah kecil.
Dikarenakan terdapat perbedaan kepentingan dalam masyarakat feodal yaitu kelas
tuan tanah yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi, maka
pengembangan wilayah pangsa pasar merupakan suatu keharusan. Pendirian pabrik-
pabrik masif dilakukan dengan tujuan untuk mencari keuntungan. Akibatnya, ada
perdagangan yang mencari pasar dan menghasilkan produksi yang sangat banyak.
Puncaknya, ketertarikan ini menjadi tak terbendung. Kemudian muncul kelas kaya baru
yaitu kaum borjuasi yang diwujudkan dalam sistem kapitalis. Ciri yang menonjol dari
sistem ini adalah kebebasan individu yang didasarkan pada hak milik atas alat-alat
produksi. Dari hubungan produksi ini muncul kelas baru, yaitu borjuasi dan proletariat.
Kelas utama kapitalisme, tentu saja, adalah kapitalis dan pekerja upahan,
proletariat. Buruh-upahan bukan lagi sebagai seorang budak, bukan pula milik sebagian
sebagai seorang budak. Tapi tetap saja, dia adalah seorang budak-upahan, dipaksa oleh
cambuk ekonomi untuk menjual tenaga kerjanya, walaupun tidak pasti akan masa
depannya, menghasilkan kekayaan yang sangat besar untuk pemilik modal sementara
terbatas pada upah yang hanya mewakili biaya pemeliharaan dirinya dan keluarganya.

5. Socialism (Sosialisme)

Anda mungkin juga menyukai