Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“TANAH TIMBUL (AANSLIBBING)”


Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS

Mata kuliah: Hukum Agraria

Dosen Pengampu: Nurbaity Prastyananda Yuwono S.H.,M.Kn

Disusun Oleh

Arisma Dwi Wulandari (2120210014)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tanah Timbul”
dengan tepat waktu. Tujuan penulisan serta penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari Ibu Nurbaity Prastyananda Yuwono,SH ., MKn pada mata kuliah Hukum Agraria.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Nurbaity
Prastyananda Yuwono,SH ., MKn. Selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum Agraria
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan serta wawasan yang
sesuai dengan bidang studi yang sedang kami tekuni. Selain itu kami juga mengucapkan
terima kasi kepada berbagai pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik serta saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan dalam
pembuatan makalah ini.

Kudus, 19 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................4

A. Latar Belakang......................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................5

C. Tujuan Masalah.....................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6

A. Pengertian Dan Proses Terjadinya Tanah Timbul.................................................................6

B. Pengaturan Penguasaan Tanah Timbul...............................................................................10

C. Hukum yang mengatur mengenai Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah Timbul................14

BAB III PENUTUP................................................................................................................16

A. Kesimpulan..........................................................................................................................16

B. Saran....................................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara maritim yang kaya
akan sumber daya manusia, sumber daya alam, hasil bumi, air dan ruang angkasa
serta tanah yang terkandung di dalamnya, merupakan suatu hak yang dapat di nikmati
serta di miliki oleh setiap warga negara Indonesia. Mengenai hal tersebut sesuai
dengan cita-cita yang terkandung dalam pasal 33 ayat (1) undang-undang dasar tahun
1945 Yang berbunyi “Bumi,air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah
semata-mata untuk kemaslahatan rakyat, oleh sebab itu harus di kuasai oleh negara
dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat indonesia.
Salah satu unsur bumi adalah tanah, tanah merupakan karunia dari Allah
SWT, serta salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup
umat manusia.1 Realita tersebut menunjukkan bahwa keberlangsungan hidup manusia,
baik sebagai individu maupun sebagai makhluk yang bersosial senantiasa
memerlukan tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara melakukan
hubungan dan memanfaatkan sumber daya tanah, baik yang ada diatas maupun yang
ada di dalam tanah.
Hubungan manusia dengan tanah, memang bukan sekedar tempat hidup bagi
manusia itu sendiri. Tetapi lebih dari itu, tanah memberikan sumber daya bagi
keberlangsungan hidup umat manusia berupa kekayaan alam untuk dipergunakan
dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
itu sendiri. Di Indonesia sebagian besar masyarakatnya Bertani, tanah merupakan
kebutuhan yang tidak dapat di pisahkan dari masyarakat terutama masyarakat di
pesisir pantai. Maka dengan hal ini dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus di jaga dan di pelihara akan
kelestariannya.
Dalam upaya mengatur tentang penguasaan terhadap tanah telah diatur dalam
pasal 4 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa “Atas dasar hak menguasai dari negara yang
sebagaimana telah diatur dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut dengan tanah, yang dapat diberikan kepada dan

1
Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum
Indonesia, Jakarta, 2005, hlm.40.

4
dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan hukum.
Dalam hal ini muncul permasalahan baru, yaitu keberadaan tanah timbul.
Tanah timbul (aanslibbing), yaitu tanah yang timbul secara alami seperti tanah pantai,
tepi danau, endapan tepi sungai, pulau timbul dan tanah timbul secara alami lainnya
dinyatakan sebagai tanah yang langsung dikuasai oleh negara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Dan Proses Terjadinya Tanah Timbul?
2. Bagaimana Pengaturan Penguasaan Tanah Timbul?
3. Bagaimana hukum yang mengatur mengenai penguasaan dan pemanfaatan
tanah timbul?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan masalah yang dikembangkan dalam identifikasi masalah diatas
maksud dan tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah iniadalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui Pengertian Dan Proses Terjadinya Tanah Timbul.
2. Untuk mengetahui Pengaturan Penguasaan Tanah Timbul.
3. Untuk mengetahui hukum yang mengatur mengenai penguasaan dan
pemanfaatan tanah timbul

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Proses Terjadinya Tanah Timbul


1. Pengertian tanah timbul
Dalam Bahasa Inggris tanah timbul disebut deltaber atau channelbar, di dalam
Bahasa Belanda disebut dengan istilah aanslibbing, sedangkan di dalam Bahasa
Indonesia biasanya disebut dengan tanah tumbuh atau tanah timbul.2
Secara khusus terjadinya tanah timbul dapat diketahui dengan mempelajari
Sedimentologi yaitu ilmu yang mempelajari sedimen, sedangkan sedimen pada
umumnya diartikan sebagai proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu
tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian
diikuti dengan pengendapan material yang terdapat ditempat lain3
Sedangkan secara umum, dalam lingkungan masyarakat Indoneia juga
terdapat berbagai ragam istilah dalam menyebutkan tanah timbul ini. Hal ini dapat
dimaklumi, karena di Indonesia terdapat berbagai ragam suku yang tentunya
mempunyai perbedaan Bahasa antara daerah yang satu dengan daerah yang lainya,
namun demikian istilah tersebut tetap memiliki makna dan pengertian yang sama.
Roestandi dalam Rofi Wahanisa dan Arif Hidayat menjelaskan bahwa tanah
timbul disebut dengan istilah tanah oloran yaitu tanah yang timbul di tepi sungai
akibat endapan lumpur yang terbawa oleh alur sungai.4 Selanjutnya Urip Santoso
dalam bukunya menyebutkan dengan istilah lidah tanah yaitu tanah yang timbul
atau muncul di tepi arus sungai yang berbelok. Tanah ini berasal dari endapan
lumpur yang makin meninggi dan mengeras. Timbulnya tanah ini bukan karena
kesengajaan dari seseorang atau pemilik tanah yang berbatasan, melainkan terjadi
secara alamiah.5
Pengendapan di tepi sungai maupun laut menyebabkan bertambahnya tanah.
Pertambahan tanah yang ada di tepi sungai maupun laut belum mendapatkan aturan
yang menjamin kepastiannya. Hal ini terkait dengan pemakaian maupun
kepemilikan dari tanah tersebut. Adapun pakar yang memberikan definisi
mengenai tanah timbul yaitu yaitu:
2
Wahanisa Dan Arif Hidayat, “Penguasaan Tanah Timbul (Aanslibbing) Sebagai Dasar Untuk Memperoleh
Hak Milik Atas Tanah”, Jurnal Pandecta, Edisi No. 1 Vol 3, (2009), hlm. 2.
3
Suripin, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, (Yogyakarta: Andi, 2002), hlm.8.
4
Rofi Wahanisa Dan Arif Hidayat, op., cit., hlm.3.
5
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 54.

6
a. Menurut G. Kartasapoetra, tanah timbul atau aanslibbing adalah tanah
yang terjadi akibat erosi berton-ton tanah yang dihanyutkan oleh air
hujan yang menuju ke sungai-sungai besar dimana tanah hanyutan
tersebut sebagian akan mengendap disepanjang sungai dan Sebagian
terus ke muara sungai yang bersangkutan. Akibat berkali-kali terjadi
erosi maka terjadilah aanslibbing atau tanah timbul.6
b. Menurut Suhanan Yosua bahwa tanah timbul adalah adanya gumpalan
tanah yang timbul di laut, maupun di tepi pantai laut, seperti timbulnya
Gunung Krakatau, pulau-pulau di tengah laut, seperti pulau seribu,
bahkan di tepi/di pinggir pantai juga timbul tanah. Timbulnya tanah
tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh pergeseran bumi secara
ilmu alam, atau endapan lumpur di pinggir/tepi pantai yang lama
kelamaan menjadi tanah timbul.7
c. Menurut Aminuddin Salle, bahwa tanah timbul atau lidah tanah
(Aanslibbing) merupakan pertumbuhan tanah di tepi sungai, danau atau
laut, pertumbuhan tanah tersebut merupakan kepunyaan bagi pemilik
tanah yang berbatasan, karena sedikit banyak terjadi karena usahanya.
Dengan sendirinya terjadi hak milik secara demikian itu juga melalui
proses pertumbuhan yang memakan waktu.8
Secara Yuridis formal pengertian tanah timbul dapat dilihat dalam penjelasan
Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
yang menyatakan bahwa tanah timbul adalah daratan yang terbentuk secara alami
maupun buatan karena proses pengendapan, di sungai, danau, pantai, dan atau pulau
timbul.
Dari beberapa pengertian mengenai tanah timbul tersebut diatas menunjukkan
bahwa secara umum tanah timbul merupakan tanah di tepi sungai, danau maupun
pantai yang selalu mendapatkan penambahan tanah atau timbul, tanah baru yang di
sebabkan perubahan alami, yang semula tidak ada menjadi ada dan sebaliknya. Hal
tersebut disebabkan oleh adannya endapan lumpur yang terus menerus ke tepi pantai
dan berlangsung lama.

6
G.Kartasapoetra, Hukum tanah jaminan UUPA bagi keberhasilan pendapatan tanah,(Jakarta: Bina Aksara,
1998), hlm. 49.
7
Suhanan Yosua, Hak atas Tanah Timbul (aanslibbing) dalam Sistem Hukum Pertanahan, (Jakarta: Restu
Agung, 2010), hlm.20.
8
Aminuddin Salle, Bahan Ajar Hukum Agraria, (Makassar: AS Publishing, 2010), hlm.112.

7
Indonesia sebagai negara yang berlatar belakang agraris, tanah mempunyai arti
yang sangat penting bagi kehidupan masyarakatnya, terlebih lagi bagi petani di
pedesaan. Tanah berfungsi sebagai tempat di mana warga masyarakatnya tinggal dan
tanah juga memberikan penghidupan baginya.9 Bagi kehidupan masyarakat secara
umum makna dan fungsi tanah juga dapat dilihat dari beberapa dimensi.
Tanah mengandung makna yang multidimensional. Pertama, dari sisi
ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan.
Kedua, secara politis, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan
keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai kapital budaya, tanah dapat menentukan tinggi
rendahnya status social pemiliknya. Keempat, tanah bermakna sacral, dimana setiap
akhir hayat manusia akan kembali kepada tanah.10 Melihat begitu kompleksnya urusan
mengenai tanah, maka diperlukan adanya pengaturan dari negara. Indonesia sendiri
telah memiliki ketentuan khusus yang mengatur tentang pertanahan yaitu Undang-
Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang
selanjutnya disebut UUPA.
Dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA ditegaskan bahwa “dalam hal bumi, air, dan
ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkat
tertinggi dikuasai negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat”.
Sedangkan Pengertian Tanah timbul merupakan tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara. Tanah timbul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tanah yang
timbul pada pesisir laut, tepian sungai tepian danau dan pulau. Kemunculan lahan-
lahan baru atau daratan baru di tepi pantai Sebagian besar terjadi secara alamiah.
Menurut Suhanan Yoshua Proses terjadinya daratan baru ini sebelumnya diawali dari
tanah-tanah di tepi pantai yang di bawah ke tengah laut, dan akibat proses alam
tersebut kemudian terbentuk pulau-pulau atau tanah-tanah dari tengah laut yang
dibawa dari hulu sungai kemudian dihempaskan lagi kepantai. 11 Lama kelamaan tanah
yang sudah berbentuk lumpur-lumpur ini berproses menjadi sendimentasi kemudian
mengendap dan membentuk daratan baru ditepi pantai.
Selain di tepi pantai, daratan baru yang terbentuk secara alamiah juga terjadi di
bantaran sungai. Ini terjadi akibat erosi berton-ton tanah yang dihanyutkan oleh air
9
Soerjono Soekanto Dan Soleman B Taneko, Hukum Adat Indonesia, Cetakan Keempat (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 172.
10
Heru Nugroho, Menggugat Kekuasaan Negara, (Surakarta:Muhammadiyah University Press, 20010, hlm.
237.
11
Suhanan Yosua, Hak Atas Tanah Timbul (Aanslibbing) Dalam Sistem Hukum Pertanahan, (Jakarta: Restu
Agung,2010), hlm. 1.

8
hujan yang menuju ke sungai-sungai besar dimana tanah hanyutan tersebut Sebagian
akan mengendap disepanjang sungai, hal ini terjadi secara terus menerus dalam waktu
yang sangat lama dan terkadang membuat alur sungai membelok. Tanah yang
mengendap dan membentuk daratan baru ini kemudian di beberapa daerah dinamakan
tanah timbul (aanslibbing).
2. Proses terjadinya tanah timbul
Proses terjadinya tanah timbul adalah tanah tersebut sebelumnya tidak ada
kemudian karena suatu factor, terbentuklah tanah yang baru yang terbentuk dari
pengendapan material/partikel tanah pada perairan laut. Dan ini belum memiliki suatu
hak atas tanah tersebut sehingga secara otomatis dikuasai langsung oleh negara atau
disebut tanah negara.
Proses pembentukan tanah timbul ini biasanya terjadi di muara sungai dan
pesisir pantai, pembentukan tanah timbul ini secara alamiah terjadi dalam kurun waktu
yang panjang, puluhan tahun bahkan sampai ratusan tahun, sampai mencapai titik
kestabilan. Peningkatan aktifitas manusia di sepanjang pesisir pantai ataupun di
bantaran sungai akan mempercepat proses terbentuknya tanah timbul tersebut.
Pemilik tanah di tepi sungai maupun di tepi laut mempunyai hak penguasaan
atas tanah pembawaan pasir atau lumpur pada pesisir laut atau sungai. Hak penguasaan
atas tanah timbul baru dapat diakui sah apabila ada perbuatan yang khusus yang mana
tanah tersebut di Kelola sendiri dan memberikan tanda batas yang jelas. Proses
terjadinya Tanah Timbul (aanslibbing) dapat terjadi karena 2 hal yaitu:
a. Proses alam
1) Muatan sungai terlalu besar karena meluapnya air sungai (banjir)
tenaga air mampu mengangkat seluruh muatan maka tidak terjadi
pengendapan bahkan mungkin terjadi pengikisan yang lama-
kelamaan menimbulkan aliran sungai yang berganti arah
(berbelok) dan menimbulkan tanah tumbuh.
2) Terhentinya aliran sungai, terhentinya aliran sungai maka tenaga
pengangkut tidak ada, karena berat jenis muatan lebih berat
daripada berat jenis air, terjadilah pengendapan dan lama
kelamaan muncul tanah timbul.
3) Aliran sungai terhalang, adanya material mengendap pada aliran
sungai dapat menggangu aliran sungai dan dapat menyebabkan
terjadinya pengendapan sehingga lama kelamaan muncul tanah

9
timbul.
4) Sendimentasi dari daerah hulu sungai yang bermuara ke pantai
dan tertahan Sebagian adanya vegetasi mangrove yang telah
direhabilitasi oleh adanya factor arus laut yang mendukung
terjadinya endapan di pesisir pantai.
b. Perbuatan Manusia
Pada awalnya tanah timbul bisa terjadi karena proses alam, tetapi
Tindakan manusia bisa mempercepat terjadinya atau penambahan bentuk,
jumlah dan luas tanah timbul. Tanah yang timbul akibat dari perbuatan manusia
baik disengaja maupun tidak disengaja dapat berupa reklamasi, merupakan
usaha memperluas tanah pertanian dengan memanfaatkan daerah-daerah yang
semula tidak berguna, contoh daerah rawa. Penggunaan lahan dengan cara
reklamasi ini adalah dengan menimbun daerah rawa tersebut. Selain rawa,
daerah yang sering ditemukannya tanah timbul sedikit banyak akibat perbuatan
manusia adalah daerah pesisir pantai. Masyarakat yang tanahnya bersinggungan
langsung dengan areal tanah timbul yang ada dalam Kawasan sempadan pantai
sering di jadikan objek penguasaan tanah secara langsung menurut kebiasaan
masyarakat setempat dengan cara memasang karung-karung berisi tanah
disekitar tanah tersebut yang dimana fungsinya sebagai penghalang arus ombak
sehingga mempercepat terjadinya endapan lumpur menjadi sendimen yang
memiliki tekstur kuat.

B. Pengaturan Penguasaan Tanah Timbul


1. Perspektif Hukum Adat
Penguasaan tanah timbul oleh masyarakat saat ini di dasarkan pada hukum
adat atau hukum kebiasaan mereka yang sudah dilakukan secara turun-temurun.
Hal tersebut dikemukakan oleh beberapa pendapat sebagai berikut ini:
a. Effendi Perangin berpendapat bahwa atas dasar ketentuan hukum
adat, hak milik dapat terjadi karena proses pertumbuhan tanah ditepi
sungai dan di pinggir laut. Pertumbuhan tanah ini menciptakan tanah
baru yang disebut”Lidah Tanah”. Lidah Tanah ini biasanya menjadi
milik yang punya tanah yang berbatasan. Dengan demikian, maka
terjadilah hak milik atas tanah pertumbuhan itu.12

Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, (Jakarta:
12

CV. Rajawali Pers, 1991), hlm.242.

10
b. Aminuddin Salle berpendapat bahwa dalam sistem hukum adat
apabila terdapat tanah timbul yang tidak terlalu luas maka menjadi
hak milik bagi pemilik tanah yang berbatasan.13
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, tanah timbul menurut hukum adat
merupakan tanah yanf dimiliki secara langsung atau merupakan pemegang hak
priorotas (voorkeursrecht) oleh pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah
tersebut. Dalam hal ini hukum adat menganggap adanya penguasaan secara
otomatis terhadap tanah timbul yang berbatasan dengan lahan miliknya. Terjadinya
hak milik tanah menurut ketentuan hukum adat juga di koordinir dalam pasal 22
ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa terjadinya hak milik menurut adat diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Perspektif Peraturan Perundang-Undangan
Aturan mengenai tanah timbul dulunya pernah diatur dalam pasal 588-599
Buku II Burgelijk Wetboek (BW), akan tetapi pemberlakuan pasal-pasal mengenai
tanah dalam BW telah dicabut dengan tegas dalam konsideran UUPA sehingga
pasal-pasal tersebut tidak dapat lagi digunakan. Pengaturan mengenai tanah
timbul saat ini didasarkan pada hak menguasai negara. Akan tetapi, saat ini belum
ada yang mengatur secara rinci mengenai tanah timbul yang dituangkan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan. Suhanan Yosua berpendapat bahwa:
Penguasaan negara terhadap tanah timbul sudah jelas telah diatur dalam UUD
1945 Pasal 33 ayat (3) karena tanah timbul ialah tanah negara, namun tanah timbul
tersebut belum diberikan haknya oleh negara, artinya kepada setiap warga negara
atau masyarakat Indonesia dapat diberikan ha katas tanah timbul tersebut oleh
negara, apabila masyarakat yang dimaksud tersebut telah menggarap atupun belum
menggarap tanah timbul. UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) junto Undang-Undang
Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
junto Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah
sebagai pengganti dari peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1961, maupun
peraturan perundang-undangan lainnya. Akan tetapi undang-undang yang
dimaksud di atastidak mengatur secara tegas mengenai tanah negara bebas (tanah
timbul), justru tentang peraturan mengenai tanah negara tersebut diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 tahun 1953, tentang Penguasaan Tanah

13
Aminuddin Salle, op. cit., hlm. 112.

11
Negara.14
Sejauh ini penguasaan atas tanah timbul di beberapa daerah masih eksis,
bahkan cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan semakin berjalannya waktu, nilai
ekonomis tanah timbul semakin besar. Karena melihat potensi lahan baru ini
menjanjikan, masyarakat kemudian berbondong-bondong untuk menguasai tanah
timbul tersebut, hal ini kemudian menimbulkan masalah tersendiri dalam masyarakat.
Munculnya tanah timbul (aanslibbing) ditepi pantai dan dibantaran sungai
tersebut dapat menimbulkan saling klaim status kepemilikan atas tanah oleh
masyarakat setempat. Belum jelasnya status kepemilikan atas tanah timbul ini
terjadi karena Sebagian besar masyarakat dalam menguasai tanah tersebut tidak
memiliki atas hak berupa sertifikat karena tidak pernah di daftarkan, sehingga
penguasaanya tidak mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum.
Fenomena yang ditemukan di lapangan bahwa klaim kepemilikan dan
penguasaan oleh masyarakat yang tanahnya berbatasan langsung dengan tanah
timbul tersebut, menganggap bahwa tanah tersebut masih bagian dari tanahnya dan
juga merasa diri sebagai yang berhak sebagai ahli waris, ini mengacu pada
kebiasaan yang hidup dalam mayarakat setempat, karena masyarakat menganggap
bahwa tanah timbul merupakan tanah yang secara otomatis dapat dikuasai karena
merupakan warisan turun temurun.
Sementara dalam Pearturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah, serta Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Badan
Pertanahan Nasional, Nomor: 410-1293 tahun 1996 menetapkan bahwa tanah
timbul baik yang terjadi secara alami maupun reklamasi merupakan tanah yang
langsung dikuasai oleh negara.
Makna hak menguasai negara mengandung pengertian sebagai tuntutan atas
hak kolektif atau hak Bersama dalam pemanfaatan tanah perseorangan, masyarakat
maupun negara untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 15
Sehingga manakala negara negara untuk kepentingan umum tidak membutuhkan
tanah itu, masyarakat bahkan wajib memanfaatkan tanah tersebut. UUPA memberi
pengertian bahwa dikuasai bukanlah berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian
memberi kewenangan kepada negara, sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa
Indonesia itu, untuk tingkatan tertinggi:
14
Suhanan Yoshua, op. cit., hlm. 54.
15
Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Cetakan Pertama (Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia, 2009), hlm. 104.

12
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan huum antara orang-orang
dan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.16
Berdasarkan wewenang tersebut, negara dapat menentukan bermacam-
macamhak atas tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang
perorangan baik sendiri maupun Bersama-sama. Sehingga Tanah Timbul
sebagai tanah negara dapat diberikan atas hak dengan tata cara yang diatur
oleh Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak atas tanah sebagaimana
yang telah dimaksud merupakan suatu hak untuk mempergunakan dan
memanfaatkan tanah yang bersangkutan.
Sejalan dengan apa yang diuraikan diatas, mengingat bahwa masih
banyaknya masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada tanah dengan
menjadikan tanah timbul sebagai tanah yang dimilikinya secara otomatis,
sangat menarik untuk dikaji menngenai penguasaan dan kepemilikan tanah
timbul ini terutama ditinjau dari sistem hukum di Indonesia.
Secara umum penguasaan dan kepemilikan tanah timbul yang terjadi di
Sebagian wilayah Indonesia masih berdasarkan hukum kebiasaan yang berlaku
di lingkungan masyarakat setempat. Namun bentuk penguasaan dan
kepemilikan yang bersifat factual semacam ini dihadapkan dengan ketentuan
hukum secara yuridis formal, yang dimana tanah timbul merupakan tanah
negara, sehingga setiap orang yang akan menguasai tanah timbul haruslah
memperoleh izin terlebih dahulu dari negara.
Berkaitan dengan hal itu kiranya perlu diperhatikan Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang
Berhak Atas Kuasanya. Undang-undang ini pada intinya mengatur tentang
larangan untuk menggunakan/memakai tanah atau muka bumi bagi setiap
orang yang tidak memiliki izin yang berhak atas kuasanya yang sah.
Selain aturan diatas, untuk Tanah Timbul yang terdapat di pesisir
pantai perlu juga diperhatikan mengenai aturan penggunaan tanah di daerah
16
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

13
pesisir pantai, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang perubahan atas undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang dimana dalam pasal
16 yang menyebutkan bahwa:
Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang, dari Sebagian
perairan pesisir dan pemanfaatan Sebagian pulau-pulau kecil secara menetap
wajib memiliki izin lokasi. Izin lokasi menjadi dasar pemberian izin
pengelolaan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi
pemberian izin lokasi dan izin pengelolaan kepada masyarakat local dan
masyarakat tradisional.

C. Hukum yang mengatur mengenai Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah Timbul


Terkait Hukum yang mengatur mengenai Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah
timbul ini merupakan pengaturan mengenai pemberian hak-hak atas tanah pada wilayah
peisisr pantai diatur dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor
17 tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang menyebutkan:
Pemberian hak atas tanah pada pantai hanya dapat diberikan untuk bangunan yang
harus ada di wilayah pesisir pantai yaitu:
a. Bangunan yang digunakan untuk pertanahan dan keamanan.
b. Pelabuhan atau dermaga.
c. Tower penjaga keselamatan pengunjung pantai
d. Tempat tinggal masyarakat hukum adat atau anggota masyarakat
yang secara turun temurun sudah bertempat tinggal di tempat
tersebut.
Selain mengacu pada peraturan diatas, pemanfaatan wilayah pesisir diatur pula
dengan Peraturan Daerah. Tanah timbul pada wilayah pantai diatur pada pasal 13
yang menyebutkan bahwa, pengelolaan Kawasan sempadan pantai diarahkan untuk
melindungi wilayah pantai yang meliputi minimal 100meter dari titik pasang tertinggi
kearah darat dari aktifitas yang dapat merusak ekosistemnya.
Wilayah pantai sebagai Kawasan lindung kemudian dipertegas dalam Pasal 1
ayat (6) dan (14) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung yang intinya bahwa Kawasan pantai terdapat Kawasan sempadan
pantai yang merupakan salah satu bentuk kawasan perlindungan setempat.

14
Berdasarkan yang telah diuraikan diatas, dengan adanya aturan-aturan tersebut
dapat dilihat adanya Batasan terhadap kebebasan masyarakat dalam menguasai dan
memanfaatkan tanah timbul secara langsung. Dimana penguasaanya dibatasi oleh hak
menguasai negara, sedangkan pemanfaatanya dibatasi oleh kewenangan negara yang
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut.
Sehingga dengan dasar pemikiran ini dapat dipahani bahwa setiap warga negara
Republik Indonesia dalam memanfaatkan tanah haruslah berdasarkan peraturan
hukum yang berlaku sebagai landasan yuridis, sehingga tidak menyimpang dan
melanggar hukum.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat diambil kesimpulan bahwa Tanah Timbul dalam Bahasa inggris berarti
deltaber atau channelbar, di dalam Bahasa belanda disebut dengan istilah aanslibbing,
sedangkan di dalam Bahasa Indonesia disebut dengan tanah timbul atau tanah tumbuh.
Terjadinya tanah diatur melalui dua mekanisme yakni secara khusus dan secara umum, secara
khusus terjadinya tanah timbul ini dapat diketahui dengan mempelajari ilmu sendimentologi,
yaitu ilmu yang mempelajari sedimen, sedimen berarti proses terlepasny butiran tanah dari
induknya di suatu tempat dan digerakkan oleh air atau angin kemudian mengendap secara
material. Sedangkan secara Umum di lingkungan masyarakat Indonesia juga terdapat
beberapa ragam istilah dalam menyebutkan tanah timbul ini tentunya setiap ragam suku
dengan ragam suku yang lainnya mempunya perbedaan namun diatara perbedaan tersebut
tetap memiliki pengertian yang sama. Sedangkan pengertian dari tanah sendiri merupakan
mengandung makna yang multidimensional. Pertama, dari sisi ekonomi, tanah merupakan
sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis, tanah dapat
menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai
kapital budaya, tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status social pemiliknya. Keempat,
tanah bermakna sacral, dimana setiap akhir hayat manusia akan kembali kepada tanah.
Kemudian Proses terjadinya tanah timbul adalah tanah tersebut sebelumnya tidak ada
kemudian karena suatu factor, terbentuklah tanah yang baru yang terbentuk dari pengendapan
material/partikel tanah pada perairan laut. Proses pembentukan tanah timbul ini biasanya
terjadi di muara sungai dan pesisir pantai, pembentukan tanah timbul ini secara alamiah
terjadi dalam kurun waktu yang panjang, puluhan tahun bahkan sampai ratusan tahun, sampai
mencapai titik kestabilan.
Pengaturan penguasaan tanah timbul terdapat dua perspektif 1.) Perspektif Hukum
Adat dan 2.) Perspektif Peraturan Perundang-undangan. Penguasaan tanah timbul oleh
masyarakat saat ini di dasarkan pada hukum adat atau hukum kebiasaan mereka yang sudah
dilakukan secara turun-temurun. Sedangkan Perspektif Peraturan Prundang-Undangan ini
mengenai tanah timbul dulunya pernah diatur dalam pasal 588-599 Buku II Burgelijk
Wetboek (BW), akan tetapi pemberlakuan pasal-pasal mengenai tanah dalam BW telah
dicabut dengan tegas dalam konsideran UUPA sehingga pasal-pasal tersebut tidak dapat lagi
digunakan. Pengaturan mengenai tanah timbul saat ini didasarkan pada hak menguasai

16
negara.
Terkait Hukum yang mengatur mengenai Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah timbul
ini merupakan pengaturan mengenai pemberian hak-hak atas tanah pada wilayah peisisr
pantai diatur dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 17 tahun
2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
menyebutkan: Pemberian hak atas tanah pada pantai hanya dapat diberikan untuk bangunan
yang harus ada di wilayah pesisir pantai yaitu:
a. Bangunan yang digunakan untuk pertanahan dan keamanan.
b. Pelabuhan atau dermaga.
c. Tower penjaga keselamatan pengunjung pantai
Tempat tinggal masyarakat hukum adat atau anggota masyarakat yang secara turun
temurun sudah bertempat tinggal di tempat tersebut.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan,
baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih
perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kepada para pembaca
makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat membangun.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, W. D. (2009). Jurnal Pandecta. Penguasaan Tanah Timbul (Aanslibbing) Sebagai Dasar
Untuk Memperoleh Hak Atas Tanah, 2.
Hutagalung, A. S. (2005). Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia. Tebaran Pemikiran Seputar
Masalah Hukum Tanah, 40.
Kartasapoetra, G. (1998). Hukum tanah jaminan UUPA bagi keberhasilan pendapatan tanah, 49.
Nugroho, H. (2010). Menggugat Kekuasaan Negara, 237.
Perangin, E. (1991). Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari sudut pandang praktisi hukum,
242.
Salle, A. (2010). Bahan Ajar Hukum Agraria, 112.
Santoso, U. (2010). Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, 54.
Suripin. (2002). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, 8.
Taneko, S. S. (2001). Hukum Adat Indonesia, 172.
Yosua, S. (2010). Hak atas Tanah Timbul (aanslibbing) dalam sistem hukum pertanahan, 20.
Yosua, S. (2010). Hak Atas Tanah Timbul (Aanslibbing) Dalam Sistem Hukum Pertanahan, 1.

18
Pertanyaan
Tanah timbul akibat perubahan aliran sungai, tanahnya timbul disamping tanah kita, apakah
tanah tersebut menjadi tanah kita? Atau bila ada seseorang menemukan tanah tersebut dan
bisa menjadi milikya?
Jawaban
1. Status Tanah Timbul Dalam Persepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum
Adat/Kebiasaan.
Bisa, Menurut KUHPerdata tanah timbul (aanslibbing) “milik” dari orangorang yang memiliki
tanah yang berbatasan secara langsung berdasarkan asas perlekatan (natrekking). Dalam hal ini,
penguasaan tanah timbul tersebut baru akan diakui sah kepemilikannya setelah adanya perbuatan yang
khusus oleh pihak/warga yang bersangkutan dalam membuka dan mengerjakan tanah timbul tersebut,
yaitu dengan cara memberi tanda batas yang jelas tanpa dipersoalkan oleh pihak manapun juga. Dan
orang lain dapat memilikinya ketika orang tersebut merawat, menanami pepohonan dan
membersihkannya dari akar belukar, sehingga tanah tersebut dapat digunakan untuk keperluannya
2. Status Tanah Timbul Dalam Persepsi Hukum Tanah Nasional
Secara Hukum Tanah Nasional Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004, tanah
timbul adalah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, oleh sebab itu setiap orang yang akan
menguasai tanah timbul haruslah memperoleh izin terlebih dahulu dari aparat pemerintah yang
berwenang untuk itu yaitu Badan Pertanahan Nasional.

19

Anda mungkin juga menyukai