Anda di halaman 1dari 76

ABSTRAK

Risakotta Lenny Chr, (2022) Hubungan Tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah,


Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru SMK di Kecamatan Serarn Barat
dan Kairatu Barat. Pembimbing (1) R. Kempa dan (2) S. Rumfot

Kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi


social guna menciptakan bentuk dan prosedur barn, merancang, mengatur
perbuatan yang membangkitkan kerjasama ke arah tercapainya tujuan. Tipe
kepemimpinan kepala sekolah ada bermacam-macam namun diharapkan mampu
sebagai agen perubahan dalarn sekolah sehingga rnempunyai peran aktif dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini juga mempengaruhi kinerja
kelembagaan terkhusus kinerja guru. Faktor lain yang turut mempengaruhi kinerja
guru adalah ikiim organisasi yaitu lingkungan kerja yang bersifat psikis yang
tidak terlihat nyata.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tipe kepemimpinan
kepala sekolah, ikiim organisasi dan kinerja guru pada sekolah-sekolah SMK
yang ada di Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Kairatu Barat Kabupaten
Seram Bagian Barat serta menganalisis ‘ada tidaknya hubungan yang positif dan
signifikan antara tipe kepempinan kepala sekolah dengan kinerja guru’, ada
tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara ikilm organisasi dengan
kinerja guru’ serta ‘ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan secara
bersama-sama antara tipe kepempinan kepala sekolah dan iklim organisasi dengan
kinerja guru.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kuantitatif dengan tipe penelitian korelasional yang melibatkan 64 orang guru
sebagai populasi sekaligus sebagai sampel penelitian, menggunakan instrument
pengumpulan yaitu bentuk angketJkuesioner. Instrument ini lebih dulu divalidasi
dan diujicobakan dalam bentuk validasi isi, keterbacaan serta menentukan validasi
dan reliabilitasnya. Teknik analisa data menggunakan analisis korelasi sederhana.
Dari tahapan analisis, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa tipe kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi maupun kinerja guru
pada SMK di Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Kairatu Barat berada pada
kategori cukup baik. Hasil tersebut didukung dengan pengujian hipotesis bahwa
(1) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tipe kepemimpinan
kepala sekolah dengan kinerja guru dengan koefisien korelasi ri sebesar 0,70 pada
taraf signifikasi a = 0,05 dan ttabel sebesar 2,00 jadi thitung> ttabel yakni 7,73 >
2,00, (2) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara ikiim organisasi
dengan kinerja guru dengan koefisien korelasi ryx2 sebesar 0,82 pada taraf
signifikasi a = 0,05 dan ttabel sebesar 2,00 jadi thitung > ttabel yakni 11,64 >
2,00, dan (3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara bersama-sama
antara tipe kepemimpinan kepala sekolah dan ikiim organisasi dengan kinerja
guru dengan korelasi sebesar 0,85 serta Fhitung = 83,34 dan Ftabel = 1,52 dimana
Fhjtung> Ftabel.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa baik tipe kepemimpinan
kepala sekolah, ikiim organisasi berkontribusi positif terhadap kinerja guru.dan
diharapkan kepala sekolah menerapkan kepemimpinan sesuai dengan tipe yang
tepat dan menciptakan ikiim organisasi yang kondusif sehingga dapat
meningkatkan kinerja guru.
Kata Kunci : Tipe Kepemimpinan, Iklim Organisasi, Kinerja Guru.
ABSTRACT

Risakotta Lenny Chr, (2022) the type relationship of principal leadership,


organizational climate with the performance of vocational high school
teachers in West Seram District and West kairatu District, Mentor (I)
R.Kernpa and (2) S. Rumfot.

The leadership is an ability to take the initiative in social situations to create new
fonns and procedures, design and regulate actions by generating the cooperation
towards the achievement of goals. The principal’s leadership type are autocratic,
pseudo democratic, laisser-faire,and democratic which is expected to be
implemented appropriately in schools so that they have an active role in
improving the quality of education. This greatly affects the performance of
institutions, especially the performance of teachers. Another factor that also
influences teacher perforniance is the organizational climate, which is a
psychological work environment that is not
visible.

This research aims to describe the type of principal’s leadership, organzational


climate and teacher perfonnance for vocational high school in West Seram
District and West Kairatu District. And analyze ‘the presence or absence of a
positive and significant relationship between principal and teachers
performance”, “the presence or absence of a positive and significant relationship
between orgaizational climate and teacher performance” and the presence or
absence of a positive and significant relationship between type of principal’s
leadership and organizational climate with teacher performance.

The method used in this research is descriptive quantitative method with the type
of correlation research involving 64 teachers as the population as well as the
research sample,using a data collection instrument in the form of a questionnaire.
These instruments were first validated and tested in the form of content and
legibility validation and to determine the validation and reliability. The data
analysis technique used is simple correlation analysis.

Based on the analysis, the results showed that the type of principal leadership and
organizational climate in vocational high school in West Seram District and West
Kairatu District were in pretty good category while the teacher’s pefonnance is
pretty good. The result supported by hypothesis testing shows (1) there is a
positive relationship and significant between the type of principal’s leadership,
teacher performance and correlation coefficient Ryxi in the amount of 0,70 at a
significant level a 0,05. and tbIe in the amount 2,00 so t011> tbIe 7,73 > 2,00 (2)
there is a positive and significant between organizational climate with teacher
performance and correlation coefficient in the amount 0,82 . at a significant level
a 0,05. and tbIe in &nount 2,00 50 tcount> tiable is 1 L64 > 2,00 (3) there are
positive correlation and significant simultaneously between principal leadership
type and organizational climate with teacher performance and the correlation is
0,85 , Fcount 83,34 and Ftable = 1,52 , Fcount> Ftable.

Thus, it can be concluded that both the type of principal’s leadership and
organizational climate contribute positively to teacher performance and it is
expected that principal apply leadership according to the right type and create a
conductive organizational climate so as to improve teacher performance.
Keywords: leadership type, organizational climate, teacher performance
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan

pemeliharaan-Nya yang telah menuntun dan menyertai penulis sehingga tesis ini

dapat terselesaikan, walaupun disadari bahwa terdapat banyak tantangan yang

harus dilalui sebagai bagian dan proses serta dinamika dalam penulisan tesis ini.

Untuk itu penulis menghargai dan berterima kasih kepada semua pihak yang

secara moril maupun material telah membantu dalam memberikan masukan serta

saran bagi penulis selama penulisan Tesis ini. Ucapan terima kasih itu penulis

sampaikan kepada:

1. Prof Dr. M. J. Saptenno, SH, M. Hum selaku Rektor Universitas Pattimura

Ambon beserta staf dan Citivitas Akademik yang telah memberi kesempatan

bagi penulis dan teman-teman untuk menjadi bagian dan Universitas

Pattimura lewat program kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Seram

Bagian Barat.

2. Prof. Dr. Dominggus. Malle, M. Sc selaku Direktur Pascasarjana

Universitas Pattimura yang selalu membantu dengan memberikan motivasi

serta percepatan proses kelancaran administrasi maupun lehalitas

kelembangaaaan program studi tempat penulis menuntut ilmu.

3. Dr. S. Rumfot, SE, M.Pd sebagai Koordinator Program Studi Magister

Manajemen Pendidikan Pascasarjana Universitas Pattimura Ambon,

sekaligus sebagai pembimbing II, yang selalu setia membimbing dan

mengarahkan penulis untuk penyelesaian penulisan Tesis ini.


4. Prof. Dr. R. Kempa, M.Pd. selaku mantan Kaoordinator Program Studi

Magister Manajemen Pendidikan Pascasaij ana Universitas Pattimura

Ambon sakaligus sebagai pembimbing I yang dengan penuh kesabaran telah

membimbing dan mengarahkan proses penulisan ini, juga memberikan

motivasi bagi penulis untuk memacu din demi penyelesaian penulisan ini,

5. Dr. S. Rumfot, SE, M.Pd, yang sempat membimbing dan mengarahkan

penulis dalam penulisan tesis menggantikan Aim. Dr. Th. R. Souisa, M.Pd,

6. Seluruh staf dosen Pascasarjana Program Studi Manajemen Pendidikan

Universitas Pattimura Ambon yang telah memberikan ilmu pengetahuan

dana wawasan bagi penulis selama menempu pendidikan.

7. Ketua Pengelola dan seluruh staf administrasi Pascasarjana dan Program

Studi Manajemen Pendidikan Universitas Pattimura Ambon atas

kerjasamanya menyiapkan dan membantu seluruh kebutuhan administrasi

bagi penulis dalam penyelesaian studi.

8. Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat yang telah menjalin kerjasama

dengan Universitas Pattimura Ambon, sehingga penulis mendapat

kesempatan mengikuti jenjang pendidikan Pascasarjana Program Studi

Manaj emen Pendidikan.

9. Ibu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku yang telah

menjalin kerjasama dengan Universitas Pattimura Ambon, sehingga penulis

mendapat kesempatan juga untuk mengikuti jenjang pendidikan

Pascasarjana.
10. Kepala SMK Negeri 2 Seram Bagian Barat, Kepala SMK Negeri 8 Seram

Bagian Barat, Kepala SMK Kristen Piru beserta seluruh dewan guru yang

telah membantu penulis memberikan data dalam membantu penyelesaian

tesis ini.

1l. Rekan-rekan guru SMK Negeri 10 Seram Bagian Barat, yang telah

membantu penulis selama proses perkuliahan sampai dengan proses

penulisan tesis ini, terlebih bagi Ibu F. J. Sapiya Salenussa bersama suami,

Bp. Y. Salenussa.

12. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Program Studi Manajemen

Pendidikan Kelas Kerjasama Kabupaten Seram Bagian Barat yang dengan

penuh perhatian dan ketulusan telah memberi motivasi serta dukungan

selama menjalani pendidikan maupun penyelesaian tesis ini.

13. Suami tercinta, Samy Loupatty, S.E,M.M yang memberi perhatian besar

beserta anak-anak tersayang dr.Feadly Loupatty, S.Ked dan Jeaneta yang

dengan penuh kesabaran serta memotivasi penulis dan dukungan doa selama

menjalani pendidikan maupun penyelesaian tesis ini.

14. Saudara-saudara, Usi Wely, dan adik Roy, Rudy, Steven dengan

keluarganya masing-masing dan Carolina Risakotta yang sekalipun terpisah

jauh karena tugas namun selalu memberikan dorongan, material dan

spiritual bagi penulis dalam menempuh pendidikan ini maupun dalam

penulisan tesis ini.


15. Orang tua tercinta papa Johanis Risakotta (Alm) dan mama Mery

Risakotta/Sahetapy (Alm) yang sampai akhir hayatnya mengingginkan

penulis untuk hams mengikuti pendidikan S2.

16. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tak sempat

penulis urutkan satu demi satu, atas bantuan dan dukungan doa bagi penulis

dalarn penyeiesaian tesis ini.

Semua budi baik Bapak, Ibu, saudara-saudara penulis mendoakan kepada

Tuhan sumber hidup kiranya memberkati kita semua dalam tugas dan

pekerjannya. Akhirnya dengan segala keterbatasan, penulis mempersembahkan

Tesis ini kepada para pembaca, semoga bermanfaat bagi pengembangan

pendidikan ke depan. Terima kasih.

Piru, Juli 2022


Penulis

Lenny. Chr. Risakotta


DAFTAR ISI

Lembaran Judul
……………………………………………………………………
Lembaran Persetujuan ...........................................................................................
Riwayat Hidup ……………………………………………………………………
Lembaran Pernyataan Keaslian
…………………………………………………..
Abstrak ……………………………………………………………………………
Kata Pengantar …………………………………………………………………….
Daftar Isi
……………………………………………………………………………
Daftar Tabel ………………………………………………………………………
Daftar Lampiran …………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………
B. Identifikasi Masalah
…………………………………………………
C. Pembatasan Masalah
…………………………………………………
D. Rumusan Masalah
……………………………………………………
E. Tujuan Penelitian
…………………………………………………….
F. Manfaat Penelitian …………………………………………………..
G. Penjelasan Istilah
…………………………………………………….

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Kinerja Guru
…………………………………………………………
B. Tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah
………………………………..
C. Iklim Organisasi
……………………………………………………..
D. Iklim Organisasi Sekolah
…………………………………………….
E. Kajian Penelitian Relevan
……………………………………………
F. Kerangka Pikir ………………………………………………………
G. Hipotesis …………………………………………………………….

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian
………………………………………………………
B. Tempat dan Waktu Penelitian
……………………………………….
C. Metode Penelitian
……………………………………………………
D. Populasi dan Sampel
………………………………………………….
E. Variabel dan Desain Penelitian
………………………………………
F. Teknik Pengumpulan Data
…………………………………………..
G. Instrumen Penelitian
…………………………………………………
H. Teknik Analis Data
…………………………………………………..

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


A. Deskripsi Hasil Penelitian
……………………………………………
B. Hasil Penelitian
………………………………………………………
C. Pembahasan dan Hasil Penelitian
……………………………………

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ……………..…………………………………………..
B. Implikasi …………………………………………………………….
C. Saran
…………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………
LAMPIRAN ………………………………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Hubungan Tipe Kepemimpinan

Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah

dengan Kinerja Guru …………………………………………..


x

Gambar 3.3 Skema Prosedur Pengembangan Instrumen


…………………….
x

Gambar 4.. 1 Interpretasi kategori Tipe Kepemimpinan


KepalaSekolah …………………………………………………
x

Garn bar 4.. 2 Interpretasi kategori Iklim Organisasi


…………………………. x

Gambar 4..3 Interpretasi kategori Kinerja Guru


……………………………… x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Populasi Dalam Penelitian


……………………………………………

Tabel 3.2 Distribusi dan Tingkat Pengembalian Kuesioner


……………………..

Tabel 3.3 Teknik Pengumpulan Data Penelitian dengan


Menggunakan Angket
…………………………………………………

Tabel 3.4 Angket Kriteria Jawaban ……………………………………………..

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Variabel Tipe Kepemimpinan

Kepala Sekolah
……………………………………………………….

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Variabel Iklim Organisasi


……………………….

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Instrumen Variabel Kinerja Guru


…………………………..

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas

Tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)


……………………………

Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Kinerja Guru (Y)


………………………………….

Tabel 3.10 Konversi Nilai Skala Lima dalam pendekatan PAP

(Alternatif 1)
…………………………………………………………..

Tabel 3.11 Pedoman Interprestasi Koefisien Korelasi


…………………………….

Tabel 4.1. Deskripsi Urnum Data Statistik Variabel Penelitan


…………………..

Tabel 4.2. Hasil Konversi Nilai Variabel X1 …………………………………….

Tabel 4.3. Hasil Konversi Nilai Variabel X2 …………………………………….

Tabel 4.4. Hasil Konversi Nilai Variabel Y


………………………………………

Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Galat Taksiran Kinerja Guru (Y)

atas Tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)


dan Iklim Organisasi (X2) ……………………………………………

Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas Varian


………………………………………..

Tabel 4.7 Ringkasan Analisis Koefisien Korelasi X1 dengan Y


…………………

Tabel 4.8 Ringkasan Analisis Koefisien Korelasi X2 dengan Y


…………………

Tabel 4.9 Ringkasan Analisis Koefísien Korelasi X1,2 dengan Y


………………..
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

……………………………………………… x

Lampiran 2. Pengolahan Data Statistik Variabel Penelitian

……………………. x

Lampiran 3. Uji Validitas instrumen Variabel Tipe Kepemimpinan

KepalaSekolah X1 …………………………………………………

Lampiran 4. Uji Validitas Instrumen Variabel Iklim Organisasi X2

…………… x

Lampiran 5. Uji Validitas Instrumen Variabel Kinerja Guru Y

………………… x

Lampiran 6. Uji Rehabilitas Instrumen Variabel Tipe Kepemimpinan

Kepala Sekolah X1

………………………………………………… x

Lampiran 7. Uji Rehabilitas Instrumen Variabel Ikiim Organisasi X2 ………….

Lampiran 8. Uji Rehabilitas Instrumen Variabel Kinerja Guru Y

………………. x

Lampiran 9. Perhitungan Konversi Nilai Skala Lima


dalam Pendekatan PAP

……………………………………………. x

Lampiran 10. Pengujian Normalitas Data X - Uji Galat

Taksir Y atas X1

…………………………………………………… x

Lampiran 11. Pengujian Normalitas Data X - Uji Galat

Taksir Y atas X2 …………………………………………………..

Lampiran 12. Pengujian Flomogenitas Variabel X1 dengan Y

…………………… x

Lampiran 13. Pengujian Homogenitas Variabel X2 dengan Y

…………………… x

Lampiran 14. Tabel Pengujian Hipotesis

………………………………………… x

Lampiran 15. Validasi Isi dan Keterbacaan Instrumen

…………………………… x

Lampiran 16. Surat Keterangan Penelitian ………………………………………

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan penggerak utama suatu proses perubahan,

dikatakan demikian karena perkembangan dan perubahan-perubahan

mendasar yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa penguasaan ilmu dan

teknologi yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan akan mendorong setiap

bangsa mencapai kesejahteraan dan kemakmuran yang dicita-citakan

bersama. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang

sering dirasakan belum memenuhi harapan. Hal ini nampak dimana lulusan

pendidikan formal yang belum dapat memenuhi kriteria tuntutan lapangan

kerja yang tersedia, apalagi menciptakan lapangan kerja baru sebagai

presentasi penguasaan ilmu yang diperolehnya dari lembaga pendidikan.

Kondisi seperti ini menggarnbarkan kualitas pendidikan di Indonesia

masih rendah, Mulyasa (2005:4) rnenyebutkan bahwa penataan SDM perlu

diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui sistem pendidikan

yang berkualitas baik dan jalur pendidikan formal, informal maupun

nonformal, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pcntingnya

perkembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih ditekankan,

karena berbagai indikator menunjukkan bahwa pendidikan yang ada belum

mampu mcnghasilkan sumbcr daya sesuai dengan perkembangan masyarakat

dan kebutuhan pembangunan.

Guru merupakan Sumber Daya Manusia pengelola pendidikan khususnya

di sekolah. Menurut Nanang Fattah (2003: 1) dalam Sagala (2010:70),

sekolah sebagai tempat proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang

kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya, sekolah bukan hanya dijadikan


tempat berkumpul guru dan murid, melainkan suatu tatanan sistem yang

rumit dan saling berkaitan. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dipandang

bahwa sekolah sebagai suatu kesatuan organisasi diharapkan mampu

memfungsikan seluruh sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.

Guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan disekolah,

karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Selain

itu guru merupakan komponen yang berpengaruh dalarn peningkatan mutu

pendidikan sekolah. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan dan kompetensi

profesional dan seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan. Peran

guru dalam penyelenggaraan pendidikan sangat dominan terhadap pencapaian

kualitas pendidikan, oleh karenanya upaya untuk mcrnpersiapkan sumber

daya manusia dalam hal ini seorang guru yang profesional perlu penegasan

yang konkret seperti yang tercantum dalam UU No. 14 tahun 2005 mengenai

guru dan dosen. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada

jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur

pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Salah satu faktor yang menjadi pendukung keberhasilan pendidikan

dalam suatu satuan pendidikan adalah kinerja guru. Kinerja guru adalah

kernampuan seseorang untuk melaksanakan tugasnya yang menghasilkan

hasil yang memuaskan, guna tercapainya tujuan organisasi kelompok dalam

suatu unit kerja. Selanjutnya Lamatenggo (Uno,2006:85) menyatakan bahwa

kinerja guru yang dimaksud adalah kinerja guru yang terefleksi dalam cara
merencariakan, melaksanakan, dan menilai proses belajar mengajar (PBM)

yang intensitasnya dilandasi oleh etos kerja serta disiplin profesional guru

dalam proses pembelajaran. Dengan demikian tugas guru bukan saja

mengajar semata, tetapi dimulai dan proses perencanaan sampai dengan

penilaian, tugas tersebut tidak mudah dilakukan apabila guru tidak merniliki

motivasi kerja yang baik serta koordinasi dari pihak kepala sekolah.

Disamping itu pula kinerja guru terkendala oleh beberapa faktor yang

sering dihadapi, antara lain guru yang bersikap tidak mau menerima

perubahan, sehingga enggan untuk rnengembangkan potensi yang dimiliki.

Selain itu adanya hubungan senionitas yang tercipta, dimana guru senior tidak

selalu memberi kesempatan dan peluang bagi guru junior untuk

mengernbangkan kinerjanya, schingga muncul rasa pesimis dalam

mengemukakan ide-ide yang dimiliki. Pada sisi yang lain, guru sebagai

tenaga pendidik belum mampu mengembangkan teknik dalam melakukan

kegiatan belajar mengajar. Teknik rncngajar ini meliputi variasi dalam

penggunaan metode pembelajaran, penggunaan tcknologi dalam pembelaj

aran dengan memanfaatkan komputer/laptop sehingga penggunaan

gambar/audio/video menjadi lebih menyenangkan.

Selain itu salah satu faktor utama yang memperngaruhi efektivitas guru

adalah kualitas kepemimpinan, tipe kepemimpinan dan manajemen yang

diterapkan kepala sekolah. Sebab itu para kepala sekolah memerlukan ide dan

sumber gagasan praktis tentang cara yang dapat dilakukan untuk menjadi

pemimpin atau manajer sekolah yang lebih baik. Kepala sekolah bertanggung
jawab untuk menyelemggarakan sekolah secara produktif dan hams

memahami bahwa teori kepemimpinan merupakan generalisasi dan perilaku

dari konsep kepemimpinannya dengan menitikberatkan pada latar belakang

historis, sebab akibat munculnya kepemimpinan dan sifat-sifat utama

kepemimpinan. Hal senada dikemukakan oleh Afifuddin (2014;15). Konsep

seorang pernimpin pendidikan tentang kepemimpinan dan kekuasan yang

memproyeksikan diri dalam bentuk sikap, tingkah laku dan sifat kegiatan

kepemimpinan yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan atau unit

administrasi pendidikan yang dipimpinnya akan mempengaruhi situasi keija,

mempengaruhi kerja anggota staf, sifat hubungan hubungan kemanusian

diantara sesama, dan akan mempengaruhi kualitas hasil kerja yang mungkin

dapat dicapai oleh lembaga atau unit administrasi pendidikan tersebut.

Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, pernimpin adalah semua

orang yang bertangggung jawab dalam proses pendidikan yang berada pada

semua level kelembagaan pendidikan yang bekerja secara bersama-sama

dalam rangka mewujudkan dan menunjang tujuan pendidikan (Kempa,

2010:9). Menurut Wahjosumidjo (Tuhenay, 2019:2) kepala sekolah yang

berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi

yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah

sebagai seorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin. Keberhasilan

sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah, kepala sekolah adalah seorang

manajer sehingga perlu mcnerapkan fungsi-fungsi manajemen antara lain

perencanaan, pengorganisasian, pengarah dan pengawasan. Selain itu gaya


atau tipe kepernimpinan kepala sekolah juga menentukan keberhasilan

sekolah.

Adanya tipe kepemimpinan kepala sekolah yang bermacam-macam

tersebut diharapkan mampu sebagai agen perubahan dalarn sekolah sehingga

mempunyai peran aktif dalarn meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk

meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah maka kepala sekolah sebagai

pimpinan hams mernpunyai kemampuan leadership yang baik.

Kepemimpinan yang baik adalah kepala sekolah yang mampu dan dapat

mengola sernua sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Narnun disadari pula bahwa kegagalan pendidikan dan pembelajaran

juga dikarenakan kepala sekolah kurang memahami tugas-tugas yang harus

dilakukannya. Disamping itu pula kepala sekolah harus menyadari sungguh

bahwa keberhasilannya bergantung pada orang-orang lain, seperti guru dan

tenaga kependidikan. Untuk itulah karakteristik pribadi kepala sekolah

memainkan peran penting dan merupakan bagian dalam keberhasilan atau

kegagalannya. Sering dijumpai kepala sekolah yang memiliki sikap otoriter

dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. selain itu ada pula sikap kepala

sekolah yang tidak terbuka dalarn menerima ide-ide dari bawahannya dan

menganggap bawahannya bukan sebagai mitra dalam menjalankan tugas

tugasnya. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi kinerja kelembagaan

terkhusus kinerja guru.

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja guru adalah ikiim organisasi.

Iklim organisasi rnerupakan lingkungan kerja yang bersifat psikis yang tidak
terlihat nyata tetapi dapat dirasakan oleh para anggotanya didalam organisasi

tersebut. Hal ini merupakan konsep yang menunjukkan isi dan kekuatan dan

pengaruh antara nilai, norma. sikap perilaku dan perasaan dari anggota yang

ada dalam organisasi. Faktor-faktor sikap, nilai dan perilaku serta motif-motif

yang dirniliki individu disadari ikut berperan penting dalain proses perseptual

ikiim organisasi tempat individu bekerja. Pengaruh iklim terhadap perilaku

karena dilandaskan oleh pendapat bahwa pada dasarnya orang cenderung

bertingkah berdasarkan pandangan mengenai lingkungan dan tidak selalu

berdasarkan keadaari bagairnana keadaan lingkungan sebenarnya. Artinya

iklim menjadi dasar bagi individu-individu untuk menentukan sikap dan

perilakunya didalam organisasi, semakin banyak kesesuaian yang terjadi,

maka sernakin baik atau positif menurut individu.

Penelitian yang dilakukan oleh Meliani Ferti, dkk (2015) pengaruhnya

secara parsial terhadap vaniabel kepemimpinan, iklim organisasi sekolah

berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru SMA Negeri 1 Pasir Penyu, Air

Molek. Hal ini dapat dilihat dan nilai thitung kedua vaniabel tersebut lebih

besar dan t tab, kepemimpinan: thitung (3,689) > t tabel (2,006), iklim

organisasi : t hitung (3,246) > t tabel (2,006). Sementara itu kedua variabel ini

diujikan secara bersamaan terhadap kinerja guru SMA Negeri 1 Pasir Penyu,

Air Molek. Maka kedua variabel berpengaruh signifikan terhadap variabel

terikatnya, hal ini dilihat dari nilai F hitung lebih besar dan F tabel : (28,531)

> F tabel (3,172). Dan pcrsamaan linier berganda dapat diketahui konstanta

sebesar 1,141, koefisien regresi variabel kepemimpinan sebesar 0,506,


variabel ikiim organisasi sebesar 0,273, berdasarkan nilai koefisien regresi ini

menunjukkan variabel yang dominan adalah variabel kepemimpinan sebesar

0,506.

Kabupaten Serarn Bagian Barat terdapat 15 Sekolah Menengah Kejuruan

yang terdiri dan 12 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta, khususnya di

Kecamatan Seram Barat ada lima Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yakni

SMK Negeri 3, SMK Negeri 8, SMK Negeri 10 Seram Bagian Barat, SMK

Kristen Seram Barat (Piru), SMK Tunas Timur Piru, kedua sekolah ini di

kelola oleh yayasan dan berstatus sekolah swasta sementara di Kecamatan

Kairatu Barat ada satu SMK, yaitu SMK Negeri 2 Seram Bagian Barat.

Selama ini ke tiga sekolah tempat penelitian sekolah negeri memiliki

kelulusan yang baik begitupun dengan sekolah swasta dengan kepala sekolah

dan tenaga pengajar adalah guru PNS dan guru honor yang semuanya

berijasah S1 sedangkan SMK Negeri 2 Seram Bagian Barat kepala

sekolahnya berijasah S2, sementara untuk kedua sekolah swasta tersebut

hanya SMK Tunas Timur Piru yang kepala sekolah dan tenaga pcngajarnya

sebagian besar adalah guru honorer hanya ada satu guru PNS. Memperhatikan

latar belakang pendidikan kepala sekolah yang ada dan kondisi kekinian serta

sesuai dengan peraturan yang berlaku saat ini, maka semua kepala sekolahnya

telah memiliki sertifikat sebagai kepala sekolah yang diterbitkan oleh

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan

Tenaga Kependidikan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala

Sekolah.
Selanjutnya dalam melaksanakan tugas kepala sekolah memiliki

manajemen kepernimpinan serta mampu menciptakan iklim organisasi yang

baik sehingga sekolah-sekolah berkembang sesuai tuntutan peraturan dan

kurikulum yang selalu mengalami perubahan, baik secara fisik maupun secara

akademik. ini terlihat sejak penulis menjabat kepala sekolah sudah 8 tahun

dan terlibat bersarna sama teman – teman kepala sekolah dalam MKKS

(Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMK Kabupaten Scram Bagian Barat.

Memang dalam penyusunan program keja ada sekolah yang menggunakan

Rencana Strategi (Renstra) tapi ada juga yang hanya menyusun program

sesuai kebutuhan sekolah per tahun (RKT) tanpa renstra, selain itu kepala

sekolah kadang kurang membangun interaksi dengan guru - guru pada ketiga

sekolah tersebut, sistem manajemen sekolah yang di bangun sangat

dipengaruhi oleh kemampuan kepala sekolah serta latar belakang pendidikan

yang di miliki.

Masalah yang didapati berkaitan dengan tipe kepemimpinai adalah: 1)

Visi, Misi sekolah sejak sekolah berdiri sejak tahun 2010 tidak di ubah

sampai kepala sekolah mengikuti Fit and Proper Test kepala sekolah 2021

baru di ganti tapi tidak melalui proses identifikasi masalah sampai pada

pengumpulan kata - kata kunci untuk mendapatkan Visi dan Misi, hanya di

buat sesuai keinginan kepala sekolah dengan wakil kepala sekolah, ini

terdapat pada SMK Negeri 8 Seram Bagian Barat dan SMK Kristen Seram

Barat yang berdiri pada tahun 2007 begitupun SMK Negeri 2 Seram Barat

yang berdiri sejak 2007 juga, sudah menggantikan tapi hanya melalui rapat
dewan guru dan kornite lalu di ganti tanpa melalui prosedur . 2) Kebijakan

kepala sekolah dengan keuangan sekolah yang tidak tertera pada RKAS tanpa

menginformasikan kepada semua guru hanya pada sebagian saja, sehingga

menimbulkan pro dan kontrak kepada kepala sekolah di kalangan dewan

guru, hal ini menunjukkan bahwa kepala sekolah belum mampu menciptakan

sauasana yang menyenangkan agar menumbuhkan moral kerja guru. 3)

Pengelolaan manajemen pendidikan hanya sebatas rutinitas saja tanpa

memperhatikan pola manajemen yang tepat. 4) Tidak melakukan supervise

kelas, padahal sebagian guru yang kritis menginginkan untuk mengukur

kinerja guru tersebut sehingga terkesan kepala sekolah kurang membimbing,

mengarahkan guru dalam melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik. 5)

Manajemen pembelajaran tidak di tata secara baik. Hal ini di dapati pada

ketiga sekolah tempat melakukan penelitian.

Selain itu tipe kepemimpinan kepala sekolah di beberapa SMK Negeri 8

Seram Barat, SMK Kristen Seram Barat dan SMK Negeri 2 Seram Bagian

Barat dipandang kurang terlaksana dengan baik. Hal ini didukung oleh data

perneriksaan administrasi guru dan supervisi yang dilaksanakan kurang

intensif bahkan bagi SMK Negeri 8 Seram Bagian Barat tidak rnelaksanakan

supervisi. Dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan

pendidikan hanya libatkan orang-orang tertentu.

Untuk iklim organisasi, ada beberapa masalah seperti: 1) kepala sekolah

belum maksimal dalam melakukan komunikasi yang efcktif dengan bawahan,

sehingga dalam berkomunikasi, bawahan cenderung untuk memilih diam dan


tidak bebas menggunakan ide-ide dalam pengembangan penyelenggaraan

pendidikan. 2) Tidak semua guru mengetahui program kerja sekolah, hanya

sebagian guru saja sehingga dalam implementasi program kadang kurang

maksimal dan kurang adanya kerjasama antara guru, bahkan juga dengan

siswa. 3) Pegawai atau tenaga administrasi kurang memahami tugasnya

schingga kadangkala dikerjakan oleh guru. 4) Guru senior lebih menopoli

pekerjaan dan lebih mendepankan senioritasnya dan pada kualitas kerja.

Selain itu iklim organisasi di SMK pada Kecamatan Seram Barat dan

Kairatu Barat kurang maksimal. Hal ini terlihat dan dimensi hubungan

beberapa guru dengan kepala sekolah kurang maksimal. Ada batasan-batasan

antara pimpinan dan bawahan. Hubungan antara sesama guru belum

menunjukkan hal yang signifikan. Komunikasi yang terbuka antar sesama

guru dan kepala sekolah kurang maksimal. Lingkungan fisik dalam hal ini

keadaan sarana prasarana penunjang pembelajaran juga kurang maksimal.

Berdasarkan wawancara awal dengan guru yang berada pada ketiga

sekolah dengan insial DR, LL, di SMK di Kecamatan Seram Barat yang

dilakukan pada Tanggal 1 September 2021 dan WL, RP di Kecamatan

Kairatu Barat yang dilakukan pada Tanggal 2 September 2021 ditemukan

bahwa kinetja guru kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya

guru yang terlambat masuk kelas pada jam mengajar, guru datang ke sekolah

semaunya tanpa memperhatikan jam mengajar bahkan tidak hadir tanpa

pemberitahuan, tidak disiplin administrasi pembelajaran atau tidak ada sama

sekali perangkat pembelajarannya, ketika mengajar tanpa arah hanya dengan


menggunakan buku teks. Disamping itu pula beberapa guru membuat rencana

pembelajaran yang seharusnya menjadi kewajiban bagi guru dalam

pelaksanaan pembelajaran hanya pada saat dikunjungi atau di supervisi.

Selain itu di era digital saat ini, masih ada guru yang mengajar denganpola

lama atau dengan memberikan catatan saja, belum menggunakan teknik yang

variatif serta metode yang sesuai dengan kurikulum saat ini, sementara guru

yang lain sudah menggunakan media elektronik untuk mengajar dan

mendesaian bahan ajar secara baik, menarik sehingga siswa terasa betah dan

tertarik untuk belajar. Kinerja guru harus terus dikontrol dan ditingkatkan

karena sangat berpengaruh langsung terhadap output peserta didik yang

dihasilkan. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan tipe

kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru belum signifikan, begitu

pula hubungan iklim organisasi dan kinerja guru belum terjalin dan terlaksana

secara maksimal serta hubungan tipe kepemimpinan kepala sekolah, ikiim

organisasi terhadap kinerja guru belum dapat telaksana dengan maksimal pula

pada SMK di Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Kairatu Barat.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut

tentang “Hubungan Tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim

Organisasi dengan Kinerja Guru SMK di Kecamatan Seram Barat dan

Kairatu Barat”.

B. Identitikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Kinerja guru SMK di Kecamatan Scram Barat dan Kecamatan Kairatu

Barat belum optimal hal ini terbukti dengan masih ada guru yang

membuat perangkat pembalajaran hanya pada saat akan di supervisi.

2. Hubungan kerjasama yang kurang antara pimpinan dan bawahan karena

didapati kepala sekolah tidak melibatkan semua guru dalam

melaksanakan tugasnya seperti tidak melakukan supervise kelas, padahal

sebagian guru kritis menginginkan untuk merigukur kinerja guru tersebut

sehingga terkesan kepala sekolah kurang membimbing, mengarahkan

guru dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.

3. Hubungan kerjasama antara sesama guru bahkan siswa belum optimal

Nampak pada pengelolaan manajemen pendidikan hanya sebatas rutinitas

saja tanpa memperhatikan pola manajmen yang tepat terlebih manajemen

pembeajaran sehingga akan merugikan siswa bahkan untuk kebijakan

keuangan sekolah yang tidak ada dalam RKAS tanpa menginformasikan

kepada semua guru hanya pada sebagian guru saja sehingga

menimbulkan pro dan kontra kepada kepala sekolah di kalangan dewan

guru.

4. Budaya senioritas yang mempengaruhi ikiim kerja organisasi, ini terlihat

bahwa guru senior lebih monopoli pekerjaan dan lehih mendepankan

senioritas daripada kualitas pekerjaan.


5. Suasana atau iklim organisasi sekolah yang belum maksimal didapati

tidak semua guru mengetahui program kerja sekolah, hanya sebagian saja

sehingga implementasi program kadang kurang maksimal dan kurang

adanya kerjasama antara guru, bahkan juga dengan siswa.

6. Kepala sekolah sebagai pemimpin belum mampu

mendorong,membimbing dan mengarahkan guru dalam melaksanakan

tugas dan fungsi dengan baik sebab belum ada Standar Opersional

Prosedur (SOP) dan tidak ada uraian tugas (tupoksi bagi guru secara

jelas).

Halaman 13 belum

1. Tipe kepemimpinan kepala sekolah pada SMK di Kecamatan Scram

Barat dan Kairatu Barat tentang bentuk sikap, tingkah laku serta sifat
kegiatan kepemimpinan yang dilaksanakan dalam lembaga yang di

pimpin.

2. Iklim organisasi, gambaran tentang kondisi, setuasi secara obyektif dan

suasana lingkungan organisasi (sekolah)

3. Kinerja guru, menunjukkan secara realistis tentang kualitas kerja,

ketepatan waktu meyelesaikan pekerjaan, prakarsa dalam meyelesaikan

pekerjaan, dan membina kerjasama dengan kepala sekolah, sesama guru

dan pegawai tata usaha.

D. Rumusan Masalah :

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirurnuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tipe kepemimpinan kepala sekolah pada SMK di Kecamatan

Seram Barat dan Kairatu Barat?

2. Bagairnana iklim organisasi sekolah pada SMK di Kecamatan Seram

Barat dan Kairatu Barat?

3. Bagaimana kinerja guru pada SMK di kecamatan Scram Barat dan

Kairatu Barat?

4. Apakah ada hubungan positif dan signifikan antara tipe kepemimpinan

kepala sekolah dengan kinerja guru pada SMK di kecamatan Seram Barat

dan Kairatu Barat?


5. Apakah ada hubungan positif dan signifikan antara iklim organisasi di

sekolah yang berorentasi pada kinerja guru SMK di kecamatan Seram

Barat dan Kairatu Barat?

6. Apakah ada hubungan positif dan signifikan secara bersama-sama antara

tipe kepemimpinan, iklim organisasi dengan kinerja guru pada SMK di

kecamatan Seram Barat dan Kairatu Barat?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan tipe kepemimpinan kepala sekolah pada SMK di

kecamatan Seram Barat dan Kairatu Barat

2. Mendeskripsikan iklim organisasi sekolah pada SMK di kecamatan

Seram Barat dan Kairatu Barat

3. Mendeskripsikan kinerja guru pada SMK di kecamatan Scram Barat dan

Kairatu Barat

4. Mengetahui hubungan antara tipe kepemimpinan kepala sekolah dengan

kinerja guru SMK di kecamatan Scram Barat dan Kairatu Barat

5. Mengetahui hubungan antara ikiim organisasi sekolah dengan kinerja

guru SMK di kecamatan Seram Barat dan Kairatu Barat

6. Mengetahui hubungan antara tipe kepemimpinan kepala sekolah dan

iklim organisasi dengan kinerja guru SMK di kecamatan Seram Barat

dan Kairatu Barat.


F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Secara Teoritis

Secara teoritik hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan terhadap ilmu pengetahuan dan menambah serta

memperkaya wawasan pemikiran, terutama untuk memperluas,

memperdalam kajian yang kaitannya dengan tipe kepemimpinan kepala

sekolah, iklim organisasi terhadap kineraj guru maupun untuk dijadikan

sebagai bahan informasi bagi pembaca pada umumnya.

2. Secara Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi

positif kepada

a. Kepala Sekolah

Sebagai informasi yang penting dan menjadi masukan bagi kepala

sekolah SMK di Kecamatan Seram Barat dan Kairatu Barat dalam

menentukan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan tipe

kepemimpinannya dengan baik dan menciptakan iklim organisasi

yang kondusif sehingga memotivasi kerja para guru yang berdampak

pada peningkatan kinerja guru

b. Guru

Memberi masukan bagi guru untuk dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dan sumbangan pemikiran guna meningkatkan kinerja

guru melalui semangat kerja yang berdampak pula bagi kualitas


peserta didik maupun pengembangan sekolah ke depan pada SMK

di Kecamatan Seram Barat dan Kairatu Barat

b. Untuk Dinas Pendidikan

Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku untuk

memotivasi dan mengarahakan kepala sekolah SMK agar mampu

menerapkan tipe kepemimpinan yang baik sehingga berdampak

positif bagi peningkatan kinerja guru.

c. Para Peneliti

Menjadi bahan kajian bagi peneliti lain terutama di bidang

pendidikan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan

menggunakan tiga variable yang sama dalam penelitian dengan

melibatkan ssampel yang lebih luas.

G. Penjelasan Istilah

1. Tipe kepemimpinan kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan dan

kekuasan yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap, tingkah laku

dan sifat kegiatan kepemimpinan yang dikembangkan dalam lembaga

pendidikan atau unit administrasi pendidikan yang dipimpinnya. Tipe

kepemimpinan dalam penelitian ini berorientasi pada tugas dan tipe

atau perilaku yang berorientasi pada hubungan kemanusiaan

2. Iklim organisasi adalah suatu konsep yang menggambarkan sifat

subjektif atau kualitas lingkungan organisasi. Iklim organisasi dalam


penelitian ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan sosial dan

lingkungan akademik.

3. Kinerja guru adalah perilaku yang menunjukkan kompetensi yang

relevan dengan tugas yang realistis dan gambaran perilaku difokuskan

pada konteks pekerjaan yaitu perilaku diwujudkan untuk memperjelas

deskripsi-deskripsi kerja menentukan kinerja yang akan memenuhi

kebutuhan organisasi yang diinginkan. Kinerja guru dalam penelitian

ini meliputi kualitas hasil kerja, ketepatan waktu menyelesaikan

pekerjaan, prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan, kemampuan dalam

menyelesaikan pekerjaan, kemapuan membina kerja sama dengan pihak

lain.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kinerja Guru

Kinerja dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari Bahasa

Inggris yaitu performance. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan

seseorang. Whitmore (Uno, 2014:59) secara sederhana mengemukakan,

kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang.

Kirkpatrick dan Nixon (Sagala, 2010:179) mengartikan kinerja sebagai

ukuran kesuksesan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

(direncanakan) sebelumnya. Senada dengan itu Sulistyorini (Agus, dkk,2013)

mengemukakan kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok

orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan

untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan. Harris, Meintyre,

Littleton dan Long (Sagala, 2010:180) juga menyatakan performansi/ kinerja

adalah perilaku yang menunjukkan kompetensi yang relevan dengan tugas

yang realistis dan gambaran perilaku difokuskan pada konteks pekerjaan yaitu

perilaku diwujudkan untuk memperjelas deskripsi-deskripsi kerja

menentukan kinerja yang akan memenuhi kebutuhan organisasi yang

diinginkan. Selanjutnya, Smith (Kempa, 2015:8) mendefinisikan kinerja

adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan tiap aspek pokok, yaitu

perilaku, hasil dan keefektifan merupakan langkah-langkah dalam


pertimbangan pelaksanaan kerja dan hasil kerja, organisasi menekankan pada

aspek proses kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja

atau performansi merupakan tingkatan usaha yang terukur dalam pelaksanaan

tugas-tugas yang relevan dengan fungsi dan peran sehingga tercapailah tujuan

organisasi yang telah ditetapkan.

Snell dan Wexley (Kempa, 2015:9) menyatakan bahwa kinerja

merupakan kondisi puncak dari tiga elemen yang saling berkaitan, yaitu:

keterampilan, upaya yang ditempuh, kondisi eksternal. Selanjutnya Kast dan

Rossenzweig (Kempa, 2015:9) menjelaskan bahwa kinerja merupakan suatu

kemampuan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan

sikap, pengetahuan dan keterampilan serta motivasi yang dimiliki oleh

karyawan. Karakteristik unjuk kerja yang dimaksud adalah melaksanakan

tugas sesuai dengan harapan suatu organisasi yang dianutnya, menggunakan

peralatan kantor yang tersedia, mempunyai semangat yang tinggi,

mempunyai hubungan kerja sama yang baik dengan atasannya maupun

dengan sejawat serta dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi

berkaitan dengan tugas-tugas rutin yang dilaksanakannya.

Kinerja merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk

melaksanakan, menyelesaikan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan

harapan dan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Undang-Undang RI

Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada bab 1 pasal 1

disebutkan bahwa:“Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan


mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” Keenam tugas utama

guru tersebut diatas dapat dijadikan dimensi pengukuran kinerja guru

professional.

Kempa (2015:10) menyatakan bahwa kinerja guru adalah keseluruhan

perilaku guru dalam mencapai tujuan terhadap pelaksanaan tugas yang

dibebankan kepadanya baik sebagai pengajar, pelatih, pembimbing, pembina

dan pendidik siswa, sehingga dari penguasaan tugas pokok tersebut dapat

meningkatkan profesionalitas guru dalam mengajar.

Berkaitan dengan kinerja guru, Rahabav (2014:147) menyatakan

bahwa seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap

positif terhadap kerja itu, dan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya

menunjukkan sikap negatif terhadap kerja itu. Hal ini memberikan gambaran

bahwa apabila seorang guru memiliki tingkat kepuasan yang baik, maka

kinerja yang dihasilkan akan meningkat, dan sebaliknya jika tidak puas maka

kinerjanya akan menurun. Untuk itu dibutuhkan perhatian penuh dari kepala

sekolah serta dtunjang dengan lingkungan kerja yang nyaman.

Kinerja guru dapat dilihat dari seberapa baik kualitas pekerjaan yang

dihasilkan, tingkat kejujuran dalam berbagai situasi, inisiatif dan prakarsa

memunculkan ide-ide baru dalam pelaksanaan tugas, sikap karyawan

terhadap pekerjaan dalam (suka atau tidak suka, menerima atau menolak),

kerjasama dan keandalan, pengetahuan dan ketrampilan tentang pekerjaan,


pelaksanaan tanggungjawab, pemanfaatan waktu secara efektif (Supardi,

2013:9).

Pendapat lain diutarakan Soedijarto (1993) menyatakan ada empat

tugas gugusan kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru.

Kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang guru, yaitu: (1) merencanakan

program belajar mengajar; (2) melaksanakan dan memimpin proses belajar

mengajar; (3) menilai kemajuan proses belajar mengajar; (4) membina

hubungan dengan peserta didik. Sedangkan berdasarkan Permendiknas No.

41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Menengah

dijabarkan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok: (1) merencanakan

pembelajaran; (2) melaksanakan pembelajaran; menilai hasil pembelajaran;

(4) membimbing dan melatih peserta didik; (5) melaksanakan tugas

tambahan. Kinerja guru dapat dilihat saat dia melaksanakan interaksi belajar

mengajar di kelas termasuk persiapannya baik dalam bentuk program

semester maupun persiapan mengajar. Berkenaan dengan kepentingan

penilaian terhadap kinerja guru. Georgia Departemen of Education telah

mengembangkan teacher performance assessment instrument yang kemudian

dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru

(APKG). Alat penilaian kemampuan guru, meliputi: (1) rencana pembelajaran

(teaching plans and materials) atau disebut dengan RPP (Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran); (2) prosedur pembelajaran (classroom

procedure); dan (3) hubungan antar pribadi (interpersonal skill).


Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk melaksanakan

tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program pengajaran,

pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran

(Depdiknas, 2008: 21). Menurut Nana Sudjana (2004: 19), kinerja guru

sebagai pengajar dapat dilihat dari kemampuan atau kompetensinya

melaksanakan tugas tersebut. Kemampuan yang berhubungan dengan tugas

guru sebagai pengajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan, yakni

merencanakan proses belajar mengajar, melaksanakan dan mengolah proses

belajar mengajar, menilai kemajuan proses belajar mengajar, menguasai

bahan pelajaran. Sejalan dengan Nana Sudjana, P2TK Ditjend Dikti dalam

Mulyasa (2008: 20) menguraikan tugas guru sebagai pengajar kedalam tiga

kegiatan yang mengandung kemampuan mengajar yaitu merencanakan

pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang mendidik, dan menilai

proses dan hasil pembelajaran.

Dengan demikian setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan

untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan

kinerja yang memuaskan dan memberikan konstribusi yang maksimal

terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut. Kinerja merupakan tingkat

keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar

kesuksesan yang telah ditetapkan (direncanakan) sebelumnya serta

melaksanakan tugas dengan menunjukkan komptensi diri yang dimiliki.


Selanjutnya menurut Sedarmayanti (2001:51) menjelaskan bahwa

ukuran kinerja adalah sebagai berikut:

1. Kualitas kerja adalah kualitas kerja yang dapat dicapai

berdasarkan syarat- syarat kesesua-ian dan kesiapannya yang

tinggi pada gilirannya akan melahirkan penghargaan dan

kemajuan serta perkembangan organisasi melalui peningkatan

pengetahuan dan keterampilan secara sistematis sesuai tuntutan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat

2. Ketepatan waktu yaitu berkaitan dengan sesuai atau tidaknya

waktu penyelesaian pekerjaan dengan target waktu yang

direncanakan. Setiap pekerjaan diusahakan untuk selesai sesuai

dengan rencana agar tidak mengganggu pada pekerjaan yang lain

3. Inisiatif yaitu mempunyai kesadaran diri untuk melakukan sesuatu

dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab. Bawahan

atau pegawai dapat melaksanakan tugas tanpa harus bergantung

terus menerus kepada atasan

4. Kemampuan yaitu diantaranya beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja seseorang, ternyata yang dapat diintervensi

atau diterapi melalui pendidikan dan latihan adalah faktor yang

dapat dikembangkan.

5. Komunikasi merupakan interaksi yang dilakukan oleh atasan

kepada bawahan untuk mengemukakan saran dan pendapatnya

dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Komunikasi akan


menimbulkan kerjasama yang lebih baik dan akan terjadi

hubungan-hubungan yang juga menimbulkan perasaan senasib

sepenanggungan.

Dari beberapa penjelasan tentang pengertian kinerja di atas dapat

disimpulkan bahwa Kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh

guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik

dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian

antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan

penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan

keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak

sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil

pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri

mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru.

Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pekerjaan

seseorang sesuai dengan bidang kemampuannya. Bagi seorang guru kinerja

dapat dilihat dari kemampuan melaksanakan tugas sebagai pengajar yang

harus dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, dan

penilaian proses belajar, selain itu harus memperhatikan tugas yang

dibebankan sebagai pengajar, pelatih, pembimbing, pembina dan pendidik

siswa, perlu juga mennjukkan kualitas pekerjaan yang dihasilkan , dengan

insiatif dan prakarsa yang dimunculkan dalam bentuk ide-ide yang


diberikan untuk peningkatan hasil kerja dengan tingkat kejujuran serta

kerjasama yang baik antar guru dengan kepala sekolah maupun dengan

sesama guru serta karyawan.

Kemampuan terdiri dari berbagai macam, namun secara konkrit dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang dibutuhkan

seseorang untuk menjalankan kegiatan mental, terutama dalam

penguasaan sejumlah materi yang akan diajarkan kepada siswa

yang sesuai dengan kurikulum, cara dan metode dalam

menyampaikannya dan cara berkomunikasi maupun tehknik

mengevaluasinya.

2. Kemampuan fisik adalah kapabilitas fisik yang dimiliki seseorang

terutama dalam mengerjakan tugas dan kewajibannya.

Standar beban guru mengacu pada Undang-undang Nomor 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam pasal 35 disebutkan bahwa beban

kerja guru mencakup kegiatan pokok, yaitu merencanakan pembelajaran,

melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran. membimbing dan

melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Berikut

uraian tugas guru :

1. Merencanakan Pembelajaran

Tugas guru yang pertama ialah merencanakan pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran harus dibuat sebaik mungkin karena

perencanaan yang baik akan membawa hasil yang baik pula. Guru wajib
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun

atau awal semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah. Kegitan

menyusun RPP ini diperkirakan berlangsung selama dua minggu atau 12

hari kerja. Kegiatan ini dapat diperhitungkan sebagai kegiatan tatap

muka.

Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk

mencapai suatu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan

telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling

luas mencakup satu kompetensi dasar yangterdiri atas satu atau

beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Komponen

RPP sekurang-kurangnya mencakup: identitas RPP, Standar

Kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator, tujuan pembelajaran,

sumber, bahan & alat belajar, dan penilaian hasil belajar.

2. Melaksanakan Pembelajaran

Tugas guru yang kedua ialah melaksanakan pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan ketika terjadi interaksi edukatif

antara peserta didik dengan guru, kegiatan ini adalah kegiatan tatap

muka yang sebenarnya. Guru melaksanakan tatap muka atau

pembelajaran dengan tahapan, sebagai berikut:

a. Kegiatan awal tatap muka

b. Kegiatan tatap muka

c. Membuat resume proses tatap muka


Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggarakan

pendidikanyang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas,

penggunaan media dan sumber belajar serta penggunaan metode dan

strategi pembelajaraan. Dalam mengelola kelas guru harus mampu

menciptakan suasana kondusif yang menyenangkan agar pembelajaran

dapat berlangsung lancar. Guru dapat memberlakukan kegiatan piket

kebersihan, melakukan presensi setiap mulai pelajaran dan mengatur

tempat duduk secara bergiliran.

3. Menilai Hasil Pembelajaran

Tugas guru yang ketiga adalah menilai hasil pembelajaran yang

merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan

menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang

dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi

informasi yang bermakna untuk menilai peserta didik maupun dalam

pengambilan keputusan lainnya. Dalam pelaksanaan penilaian

dilakukan dengan menggunakan tes dan nontes. Penilaian nontes dapat

dibagi menjadi pengamatan dan pengukuran sikap serta penilaian hasil

karya dalam bentuk tugas, proyek fisik, atau produk jasa.


4. Membimbing dan Melatih Peserta Didik

Tugas guru membimbing dan melatih peserta didik dibedakan menjadi tiga,

yaitu membimbing dan melatih dalam pembelajaran, intrakurikuler dan

ekstrakurikuler.

a. Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran. Kegiatan bimbingan dan

latihan ini dilakukan secara menyatu dengan proses pembelajaran.

b. Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler. Kegiatan ini terdiri dari

remedial dan pengayaan sesuai dengan mata pelajaran yang diampu guru.

Remidial ditujukan kepada siswa yang belum menguasai kompetensi yang harus

dicapai. Sementara pengayaan adalah kegiatan bimbingan dan latihanyang

ditujukan kepada siswa yang telah mencapai kompetensi. Kegiatan ini dilakukan

di kelas dengan jadwal khusus, sesuai dengan kebutuhan dan tidak harus dengan

jadwal yang tetap.

c. Bimbingan dan latihan pada kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ini merupakan

kegiatan pilihan dan bersifat wajib bagi siswa. Ada banyak kegiatan

ekstrakurikuler diantaranya, pramuka, olah raga, kesenian, olimpiade, paskibra,

UKS, Kerohanian, Bimbingan dan latihan, ini merupakan kegiatan yang

tergolong dalam tatap muka.

5. Melaksanakan Tugas Tambahan

Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu

tugas struktural dan tugas khusus. Tugas struktural adalah tugas tambahan

berdasarkan jabatan dalam organisasi sekolah. Sementara tugas khusus adalah tugas

tambahan yang dilakukan untuk menangani masalah khusus yang belum diatur

dalam peraturan yang mengatur organisasi sekolah.

Dengan melihat pandangan para ahli diatas, maka yang berhak menilai kinerja

guru adalah kepala sekolah, tetapi perkembangan sekarang ini, penilaian dapat

dilakukan melalui kombinasi antara atasan, diri sendiri, bawahan, bahkan teman

sekerja. Selanjutnya menurut Imron (Kempa, 2015:11) yang dinilai dari kinerja
guru adalah (a) kemampuan dalam merencanakan program, (b) kemampuan dalam

melaksanakan program pengajaran, (c) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi

dan (d) kemampuan dalam mengembangkan diri/profesi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah kemampuan

guru dalam mencapai tujuan kegiatan belajar mengajar yang meliputi dimensi

penyusunan program pembelajaran dengan indikator-indikatornya penyiapan materi

pembelajaran, penyiapan perangkat pembelajaran, dan merancang pelaksanaan

pembelajaran secara efektif dengan menggunakan media dan metode yang tepat.

Dimensi melaksanakan program pembelajaran dengan indikator- indikatornya

penggunaan gaya mengajar dalam menyampaikan materi pembelajaran, penguasaan

pendekatan, model, strategi dan metode dengan tepat, penggunaan sumber belajar

yang tepat, menggunakan media pembelajaran, menjelaskan materi dengan

menghadirkan masalah kontekstual, memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk mengembangkan ide-ide yang dimiliki, memperhatikan kemampuan peserta

didik dalam pemecahan masalah, menunjukkan sikap baik saat mengajar, dan

membimbing dan mengarahkan peserta didik dalam pembelajaran.

Dimensi dalam melaksanakan evaluasi dengan indikator-indikatornya

menyusun tes yang memenuhi standar kelayakan, objektif dalam menilai hasil kerja

peserta didik, memberikan hasil evaluasi dan pelaporan bagi peserta didik, mampu

mengidentifikasi kelemahan-kelemahan peserta didik melalui hasil tes,

melaksanakan perbaikan dan pengayaan, dan memiliki kemampuan merefleksikan

hasil belajar peserta didik. Selanjutnya Kempa, (2015:62), mengemukakan empat

dimensi kinerja guru dengan indikator :

a. Penyusunan program pembelajaran, dengan sub indikator :

1) Penyiapan perangkat pembelajaran

2) Penyiapan materi pembelajaran

3) Merancang pembelajaran dengan


b. Pelaksanaan pembelajaran, dengan sub indikator

1) Penggunaan gaya mengajar

2) Penggunaan pendekatan, model, strategi dan metode

3) Penggunaan sumber belajar

4) Penggunaan media pembelajaran

5) Penjelasan materi mengaitkan dengan masalah kontekstual

6) Guru memberikan kesempatan kepada siswa mengemukakan ide

7) Kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah

8) Membimbing dan mengarahkan peserta didik

c. Pelaksanaan evaluasi dengan sub indikator :

1) Menysusun tes sesuai standar

2) Penilaian hasil kerja secara objektif

3) Pelaporan hasil evaluasi kepada siswa

4) Mengidentifikasi kelemahan peserta didik melalui tes

5) Melaksanakan perbaikan dan pengayaan

6) Kemampuan merefleksikan hasil belajar peserta didik.

d. Mengembangkan diri profesi, dengan indikator :

1) Merefleksikan diri untuk pengembangan

2) Mengikuti KKG / MGMP/ pelatihan dan sejenisnya

3) Mengembangkan diri dengan melakukan karya ilmiah

4) Pemanfaatan TIK untuk pengembangan diri.

B. Tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah

1. Konsep Kepemimpinan

Konsep kepemimpinan pada dasarnya berasal dari kata pimpin yang artinya

bimbing atau tuntun. Dari kata pimpin melahirkan kata kerja “memimpin” yang

artinya membimbing atau menuntun dan kata benda “pemimpin” yaitu orang yang

berfungsi memimpin, atau orang yang membimbing atau menuntun. Sedangkan


kepemimpinan yaitu kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam

mencapai tujuan (Pasolong, 2011).

Kepemimpinan dalam birokrasi merupakan sesuatu yang sangat menentukan

berhasil tidaknya birokrasi. Karena pemimpin yang bertanggung jawab untuk

mengkoordinir dan mengorganisir sumber daya birokrasi sehingga menjadi satu

kesatuan yang utuh dan selaras satu sama lain. Coutoris menyatakan bahwa kelompok

atau birokrasi tanpa pimpinan seperti tubuh tanpa kepala, mudah tersesat, kacau

anarki. Selain itu, Yung berpendapat bahwa sebagian besar umat manusia

memerlukan pemimpin, bahkan mereka tidak menghendaki yang lain dari pada

pemimpin. Oleh karena itu, birokrasi sangat membutuhkan pemimpin yang vionir,

yaitu pemimpin yang mempunyai visi serta pemimpin yang mau melayani bukan

dilayani.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan dalam

suatu birokrasi sangat penting, oleh karena pemimpinlah yang dapat membuat

keputusan, memotivasi bawahan, melaksanakan keputusan yang telah dibuat, dan

pemimpinlah juga yang mengawasi pelaksanaan keputusan tersebut agar tercapai tujuan

yang telah ditentukan.

2. Defenisi Kepemimpinan

Robbins (2006 dalam Pasolong 2011), menyatakan kepemimpinan adalah

kemampuan untuk mempengaruhi kelompok untuk menuju pencapaian sasaran.

Kepemimpinan adalah kemampuan memperoleh pengikut. Lebih jauh Maxwell

menjelaskan bahwa pemimpin terkemuka suatu kelompok tertentu mudah ditemukan,

perhatikan saja orang-orang ketika mereka berkumpul.

Gibson dkk (dalam Pasolong, 2011) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah

suatu usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk

memotivasi individu dalam mencapai tujuan. Defenisi Gibson mengisyaratkan baahwa

kepemimpinan melibatkan penggunaan pengaruh dan semua hubungan dapat

melibatkan kepemimpinan. Stoner (dalam Pasolong 2011) mengatakan kepemimpinan


adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan

pekerjaan dari anggota kelompok.

Kouzes dan Posner (2004 dalam Pasolong 2011) mengatakan kepemimpinan

adalah penciptaan cara bagi orang untuk ikut berkontribusi dalam mewujudkan sesuatu

yang luar biasa. Boone dan Kurtz (1984 dalam Pasolong, 2011), yang mengemukakan

bahwa kepemimpinan adalah tindakan memotivasi orang lain atau menyebabkan orang

lain melakukan tugas tertentu dengan tujuan untuk mencapai tujuan spesifik.

Sedangkan Tzu dan Cleary (2002 dalam Pasolong, 2011) berpendapat lain tentang

kepemimpinan adalah sebuah persoalan kecerdasan, kelayakan untuk dipercaya,

kelembutan, keberanian dan ketegasan.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah

kemampuan atau keahlian seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang

tersebut dapat mengikuti kemauan pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi.

3. Fungsi Kepemimpinan

Adapun fungsi kepemimpinan menurut Usman Effendi (2011) antara lain :

a. Fungsi Instruktif

Kepemimpinan memiliki fungsi instruktif, yang berasal dari kata dasar

instruksi sehingga berarti perintah. Maksudnya, suatu perintah kepada seseorang atau

anggota kelompok dengan jelas sehingga orang yang diperintahkan menjalankan

tugasnya dengan baik. Fungsi instruktif ini menempatkan pemimpin sebagai

pengambil keputusan dan pemberi tugas kepada anggotanya. Sementara semua

anggotanya mempunyai tugas melaksanakan semua perintah yang diperintahkan

pemimpinnya.

b. Fungsi Konsultatif

Kepemimpinan juga memiliki fungsi konsultatif yang sifatnya dua arah.

Maksudnya, gaya kepemimpinan yang menganut kebiasaan mendengarkan pendapat

atau pertimbangan bawahannya sebelum mengambil keputusan.

Fungsi kepemimpinan ini menempatkan para anggota organisasi atau bawahan


bisa melakukan konsultasi dengan pemimpinnya untuk mencari solusi terbaik dalam

mencapai tujuan bersama. Dalam situasi ini, pemimpin haruslah sosok yang bijak

dan memiliki pengetahuan di bidang terkait atau sedang dikerjakan oleh organisasi

maupun perusahaannya. Sehingga, ia mampu memberikan solusi dan mengarahkan

bawahannya dengan baik.

Selain itu, pemimpin konsultatif adalah tipe pemimpin yang suka berdiskusi

dengan bawahannya sebelum membuat keputusan.

c. Fungsi Partisipasi

Kepemimpinan pun memiliki fungsi partisipasi, yang merupakan pengambilan

bagian atau pengikutsertaan. Menurut Keith Davis, partisipasi ada suatu

keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam mencapai sebuah tujuan bersama dan

turut bertanggung jawab di dalamnya. Sebenarnya partisipasi adalah suatu bentuk

demokrasi, di mana orang-orang diikutsertakan dalam suatu perencanaan dan

pelaksanaan, serta memikul tanggung jawab sesuai dengan kompetensi dan

kewajibannya. Fungsi partisipasi ini menempatkan seorang pemimpin yang mampu

mendorong semua anggota atau pengikutnya untuk berpartisipasi dan berinisiatif

dalam suatu proyek bersama. Jadi, fungsi partisipasi dalam kepemimpinan ini

membuat anggota organisasi atau bawahan di suatu perusahaan tidak hanya sekedar

mendengarkan dan menjalankan perintah pemimpin. Tetapi, mereka juga turut

mengambil andil dalam setiap proses pencapaian tujuan.

d. Fungsi Delegasi

Kepemimpinan juga memiliki fungsi delegasi, yakni memiliki arti perwakilan

atau utusan dengan proses penunjukkan secara langsung maupun musyawarah.

Penunjukkan ini bertujuan untuk mengutus seseorang menjadi salah satu perwakilan

suatu kelompok atau lembaga. Dalam kepemimpinan yang memiliki fungsi delegasi

ini, pemimpin untuk mendelegasikan suatu wewenang kepada orang lain atau

anggotanya yang memang sesuai dengan tugas tersebut. Jadi, pemimpin tak hanya

mampu memerintah anggotanya, tetapi juga harus bisa mengetahui dan memahami
tugas-tugas yang cocok untuk diberikan kepada bawahannya. Apalagi, setiap orang

pasti memiliki kompetensi yang berbeda-beda.

g. Fungsi Pengendalian

Kepemimpinan juga memiliki fungsi pengendalian pada anggotanya, yang

merupakan suatu proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu organisasi atau

perusahaan. Supaya, pelaksanaannya sesuai dengan perencanaannya. Fungsi

pengendalian dalam kepemimpinan ini artinya pemimpin mampu untuk

mengendalikan semua aktivitas atau pekerjaan anggotanya. Supaya, mereka

mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya secara efektif guna mencapai tujuan dan

tidak keluar dari aturan yang ditetapkan sebelumnya.

4. Dimensi Kepemimpinan

Menurut Thoha (2010:52), dimensi kepemimpinan dapat dilihat dari, fungsi

kepemimpinan dalam hubungannya dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi

organisasi, yaitu :

a. Fungsi kepemimpinan sebagai inovator

1. Kemampuan pimpinan dalam berinovasi

2. Kemampuan pimpinan dalam konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan

dalam upaya mempertahankan dan atau meningkatkan kinerja perusahaan.

b. Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator

1. Kemampuan menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi serta membangun

relasi.

2. Kemampuan pimpinan dalam memahami, mengerti dan mengambil intisari

pembicaraan serta membangun tim.

c. Fungsi kepemimpinan sebagai motivator

1. Kemampuan pimpinan mendorog pegawai untuk berkerja sesuai tanggung

jawabnya

2. Kemampuan pimpinan memberikan sumbangan terhadap keberhasilan

pencapaian tujuan organisasi


d. Fungsi kepemimpinan sebagai kontroler

1. Kemampuan pimpinan dalam melakukan pengawasan

2. Kemampuan pimpinan dalam pemakaian sumber daya

5. Hakikat Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan merupakan fenomena interaksi dalam organisasi.

Kepemimpinan menurut Robinson (Uno, 2012:55) mendefinisikan kepemimpinan

sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sesuatu kelompok agar tercapai tujuan

yang diharapkan. Hal senada juga dikemukakan oleh Gibson dkk (dalam

Sitaniapessy, 2017:17), kepemimpinan adalah upaya menggunakan berbagai jenis

pengaruh yang bukan paksaan untuk memotivasi anggota organisasi agar mencapai

tujuan tertentu. Rifai (Kempa, 2015:15) juga mengemukakan bahwa kepemimpinan

merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, sehingga orang lain itu

mengikuti, menurut, dan bersedia melaksanakan apa yang diharapkan daripadanya.

Kalau ada pemimpin (leader) harus ada pengikut (follower). Dengan demikian

kepemimpinan merupakan upaya atau kemampuan untuk mempengaruhi orang lain

dalam suatu organisasi atau kelompok dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Menurut Danim (Sitaniapessy, 2017:18) kepemimpinan adalah setiap

tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan

memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah

tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk

menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dengan

demikian membangkitkan kerjasama kearah tercapainya tujuan. Atmosudidjo

(Kempa, 2015:15) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu kepribadian

seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk

mencontohnya atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh tertentu,

suatu kekuatan atau wibawa, yang demikian rupa, sehingga membuat sekelompok

orang-orang mau melakukan apa yang dikehendakinya.


Selanjutnya Lovel (Kempa, 2015:15) mengemukakan bahwa pimpinan

merupakan anggota kelompok atau organisasi yang berpengetahuan luas, bervisi

kedepan, memenuhi syarat-syarat tertentu, dan mampu mempengaruhi kegiatan-

kegiatan dari kelompok serta mempunyai peran dalam menentukan ideologi

kelompok. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang mengintegrasikan

orientasi tugas dengan orientaasi antar hubungan manusia.

Dengan mengintegrasikan dan meningkatkan keduanya kepemimpinan akan

menjadi efektif, yaitu mampu mencapai tujuan organisasi tepat pada waktunya. Lebih

lanjut dikatakan bahwa kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan dan

kesiapan seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak,

menggerakan, dan bila perlu memaksa orang lain agar orang itu mau menerima

pengaruh dan berbuat sesuatu untuk membantu proses pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan. Dengan demikian kepemimpinan adalah suatu keinginan dan proses

mempengaruhi orang-orang untuk mengharapkan bantuan dengan sungguh-sungguh

dan tertib dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Unsur-unsur penting dalam kepemimpinan menurut Hasan (2014:18) adalah

sebagai berikut:

a. Pendayagunaan pengaruh, artinya efektivitas mempengaruhi semua orang yang

dipimpinnya,

b. Hubungan antar manusia, artinya keterampilan dan keahlian

mengintegrasikan seluruh orang yang dipimpinnya agar memahami tugasnya

masing-masing dan mampu bekerja sama untuk mencapai tujuan,

c. Proses komunikasi, artinya interaksi antar masyarakat yang dipimpinnya

merupakan proses melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing, yang antara

satu dan lainnya saling berhubungan secara integral,

d. Pencapaian tujuan, artinya seluruh pelaksanaan kepemimpinan yang

dioperasionalisasikan oleh seluruh masyarakat atau anggota yang dipimpinnya

tertuju pada pencapaian tujuan tertentu.


Menurut Gorton (Kempa, 2015:15) kepemimpinan pendidikan merupakan

kegiatan-kegiatan dalam mengorganisasikan sumber-sumber fisik untuk mencapai

tujuan organisasi pendidikan secara efektif dan efisien. Peranan utamanya adalah

untuk mengembangkan dan mengimplementasikan prosedur dan kebijaksanaan

pendidikan yang dapat menghasilkan efisiensi sekolah. Sementara Halpin (Kempa,

2015:15) menguraikan bahwa perilaku kepemimpinan kepala sekolah merupakan

perilaku kepemimpinan yang melukiskan hubungan antara dirinya sendiri dengan

guru dan karyawan dalam melaksanakan kegiatan organisasi sekolah, pola jalur

komunikasi, dan penggunaan metode dan prosedur yang jelas dalam organisasi

sekolah. Dengan demikian kepemimpinan pendidikan adalah merupakan kegiatan

dalam mengorganisasikan sumber daya insani dan sumber fisik guna mencapai

tujuan organisasi pendidikan yang dipimpinnya secara efektif dan efisien.

a. Sehubungan dengan arti kepemimpinan, maka Soekarto (Sitaniapessy, 2017:20)

mengemukakan fungsi kepemimpinan pada dasarnya dibagi atas dua (2) macam,

yaitu: a. fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai, dan b. fungsi

yang bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan yang sehat dan

menyenangkan.

Adapun fungsi pemimpin yang bertalian dengan tujuan yang hendak

dicapai adalah:

a. Pemimpin berfungsi memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan

kelompok serta menjelaskannya supaya anggota dapat bekerja sama

mencapai tujuan itu.

b. Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok

untuk menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan

kepemimpinan yang dapat memberi harapan baik. Kepemimpinan harus

cocok dengan situasi nyata, sebab kepemimpinan yang seefektifnya dalam

suatu demokrasi bergantung pada interaksi antar anggota dalam situasi itu.

Saran-saran positif yang akan diberikan oleh anggota akan membantu


pemimpin membawa anggota dalam mencapai tujuan bersama.

c. Pemimpin berfungsi membantu anggota kelompok dalam mengumpulkan

keterangan yang perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat.

d. Pemimpin berfungsi menggunakan kesanggupan dan minat khusus anggota

kelompok.

e. Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada setiap anggota kelompok

untuk melahirkan perasaan dan pikirannya dan memilih buah pikiran yang

baik dan berguna dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh kelompok

f. Pemimpin berfungsi memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggung

jawab kepada anggota dalam melaksanakan tugas sesuai dengan

kemampuan masing-masing demi kepentingan bersama.

Fungsi pemimpin yang bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan

yang sehat dan menyenangkan, antara lain:

a. Pemimpin berfungsi memupuk dan memelihara kebersamaan di dalam

kelompok, agar mempermudah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

b. Mengusahakan suatu tempat bekerja yang menyenangkan, sehingga dapat

dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas.

c. Pemimpin dapat menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa

mereka termasuk dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok.

d. Pemimpin dapat mempergunakan kelebihan yang terdapat pada pemimpin,

bukan untuk berkuasa atau mendominasi untuk memberi sumbangan kepada

kelompok menuju pencapaian tujuan bersama. Dalam suasana tersebut

pemimpin dapat juga mengembangkan kesanggupan anggotanya. Ia juga

harus mengakui anggotanya secara wajar.

6. Tipe Kepemimpinan Kepala Sekolah

Konsep seorang pemimpin pendidikan tentang kepemimpinan dan

kekuasan yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap, tingkah laku dan sifat
kegiatan kepemimpinan yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan atau

unit administrasi pendidikan yang dipimpinnya akan mempengaruhi situasi

kerja, mempengaruhi kerja anggota staff, sifat hubungan-hubungan kemanusian

diantara sesama, dan akan mempengaruhi kualitas hasil kerja yang mungkin

dapat dicapai oleh lembaga atau unit administrasi pendidikan tersebut.

Ditinjau dari pelaksanaan tugas maka kepala sekolah dalam menjalankan

kepemimpinannya dikenal dengan 3 tipe kepemimpinan menurut Basri

(2014: 22) yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tipe Otokrasi/ Otoriter

Otokrasi berasal dari kata oto yang berarti sendiri dan kratos berarti

pemerintah. Jadi otokrasi adalah mempunyai pemerintah dan menentukan

sendiri. Otokrasi merupakan pemerintahan atau kekuasaan yang dipegang

oleh seseorang yang berkuasa secara penuh dan tidak terbatas masanya.

Sedangkan yang memegang kekuasaan disebut otokrat yang biasanya

dijabat oleh pemimpin yang berstatus sebagai raja atau yang menggunakan

sistem kerajaan. Sedangkan dilingkungan sekolah bukan raja yang menjadi

pemimpin akan tetapi kepala sekolah yang memiliki gaya seperti raja yang

berkuasa mutlak dan sentral dalam menentukan kebijaksanaan sekolah.

Menurut (Hasan, 2014:22) dalam kepemimpinan yang otokrasi,

pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggota

kelompoknya. Pemimpin otokrasi adalah pemimpin yang memiliki

wewenang dari suatu sumber pengetahuan, kekuatan atau kekuasaan untuk

memberikan penghargaan atau menghukum. Ia menggunakan otoritasnya

sebagai pegangan atau hanya sebagai alat atau metode agar segala sesuatunya

dapat dijalankan serta diselesaikan.

Selanjutnya menurut (Hasan, 2014:23), seorang pemimpin yang otokasi

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi


2. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi

3. Menganggap bawahan sebagai alat semata

4. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat

5. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya

6. Dalam tindakan pergerakannya sering mempergunakan approach yang

mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum).

Selain itu, secara sederhana, gaya kepemimpinan kepala sekolah yang

bertipe otokrasi sebagai berikut :

1) Keputusan dan kebijakan selalu dibuat pemimpin, dimana gaya

kepemimpinan yang selalu sentral dan mengabaikan asas musyawarah

mufakat.

2) Pengawasan dilakukan secara ketat yaitu pengawasan kepala sekolah

yang tidak memakai prinsip partisipasi, akan tetapi pengawasan yang

bersifat menilai dan menghakimi

3) Prakarsa berasal dari pemimpin yaitu gaya kepala sekolah yang merasa

pintar dan merasa bertanggung jawab sendiri atas kemajuan sekolah

4) Tidak ada kesempatan untuk memberi saran, dimana kepala sekolah

merasa orang yang paling benar dan tidak memiliki kesalahan.

5) Kaku dalam bersikap yaitu kepala sekolah yang tidak bisa melihat situasi

dan kondisi akan tetapi selalu memaksakan kehendaknya.

Pemimpin otokrasi, dalam membawa pengikutnya ketujuan dan cita-

citabersama, memegang kekuasaan yang ada pada gaya secara mutlak. Dalam

gaya ini pemimpin sebagai penguasa dan yang dipimpin sebagai yang

dikuasai. Termasuk dalam gaya ini adalah pemimpin yang mengatakan segala

sesuatu harus dikerjakan oleh pengikutnya. Yang dilakukan oleh pemimpin

model ini, hanyalah memberi perintah, aturan, dan larangan. Para

pengikutnya harus tunduk, taat dan melaksanakan tanpa banyak pertanyaan.

Dalam gaya ini, mereka yang dipimpin dibiasakan setia kepada perintah dan
dengan betul-betul kritis, dimana kesempatan mereka yang dipimpin dibawah

kekuasaan orang yang memimpin.

Kepala sekolah yang otoriter biasanya tidak terbuka, tidak mau

menerima kritik, dan tidak membuka jalan untuk berinteraksi dengan tenaga

pendidikan. Ia hanya memberikan intruksi tentang apa yang harus dikerjakan

serta dalam menanamkan disiplin cenderung menggunakan paksaan dan

hukuman.

Kepala sekolah yang otoriter berkeyakinan bahwa dirinyalah yang

bertanggung jawab atas segala sesuatu, menganggap dirinya sebagai orang

yang paling berkuasa, dan paling mengetahui berbagai hal. Ketika dalam

rapat sekolahpun ia menentukan berbagai kegiatan secara otoriter, dan yang

sangat dominan dalam memutuskan apa yang akan dilakukan oleh sekolah.

Para tenaga pendidikan tidak diberi kesempatan untuk memberikan

pandangan, pendapat maupun saran. Mereka dipandang sebagai alat untuk

melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh kepala sekolah.

Pada situasi kepemimpinan pendidikan seperti ini dapat di bayangkan

suasana kerja yang berlangsung didalam kelompok tersebut bagaimana

hubungan-hubungan kemanusian yang berlangsung dan bagaimana konflik-

konflik antara pemimpin dan bawahan-bawahan dan antara anggota- anggota

staff kerja itu sendiri. Penyelidikan yang dilakukan oleh Leppit seorang ahli

kepemimpinan berkesimpulan bahwa konflik-konflik dan sikap-sikap atau

tindakan agresif yang terjadi dalam suatu lembaga di bawah pemimpin

seorang pemimpin otoriter kurang lebih 30 kali sebanyak yang timbul dari

pada dalam suasana kerja yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang

demokratis.

Tipe kepemimpinan pendidikan yang otoriter dengan segala

variasidanbentuknya yang lebih samar-samar, sangat mengingkari usaha-

usaha pencapaian tujuan lembaga pendidikan secara maksimal. Oleh karena


potensi-potensi yang sebenarnya ada dan dimiliki oleh masing-masing staf

kerja tidak terbangkit, tidak tergugah dan tidak tersalurkan secara bebas dan

kreatif. Penekanan kemampuan dan potensi riil dan kreatif dari pada

individu-individu yang dipimpin itu sejak dari proses penetapan “policy”

umum sampai pada pelaksanaan program kerja lembaga dimana pikiran-

pikiran dan “skill” inisiatif-inisiatif yang konstruktif-kreatif tidak

termanfaatkan secara baik. Suasana kerjasama yang dinamis dan kreatif

dikalangan anggota-anggota staff yang akan memudahkan pemecahan setiap

problema yang dihadapi, akan hilang lenyap karena situasi kepemimpinan

yang melumpuhkan itu.

Seseorang dengan gaya kepemimpinan seperti ini umumnya merasa

menang sendiri karena mempunyai keyakinan ia tahu apa yang harus

dilakukannya dan merasa jalan pikirannya paling benar. Dalam situasi

kerjasama, ia berusaha mengambil peran sebagai pengambil keputusan dan

mengharapkan orang lain mendukung ide dan gagasannya. Ia tidak ingin

dibantu apalagi dalam menentukan apa yang seharusnya ia lakukan.

Tipe otokrasi ini apabila diterapkan dalam dunia pendidikan tidak tepat

karena dalam dunia pendidikan, kritik saran dan pendapatorang lain itu sangat

perlu untuk diperhatikan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu

pendidikan.

b. Tipe Laissez-faire

Menurut (Hasan, 2014:25), gaya atau tipe kepemimpinan ini bebas

berkehendak. Organisasi dibentuk tanpa kejelasan aturan dan para anggota

dengan bebas mengungkapkan keinginan masing-masing. Gaya

kepemimpinan ini seolah-olah tidak mengenal hierarki struktural, atasan-

bawahan. Selain itu, pembagian tugas menjadi tidak jelas, dan tidak terjadi

proses kepemimpinan fungsional ataupun struktural. Kepemipinan tipe seperti


ini terlalu melepaskan tanggung jawab kepada bawahannya. Pemimpin hanya

mengambil sedikit tugas dan kewajiban, sedangkan bawahannya memikul

tugas dan kewajiban yang banyak karena dianggap mampu melaksanakan

tugas-tugas yang dibebankan. Dengan kata lain pemimpin dengan tipe ini

seolah-olah melepaskan tanggung jawab kepada bawahan dan ia jarang

berkomunikasi dengan bawahannya.

Pemimpin laissez-faire merupakan kebalikan dari kepemimpinan

otokratis, dan sering disebut liberal, karena ia memberikan banyak kebebasan

kepada paratenaga pendidikan untuk mengambil langkah- langkah sendiri

dalam menghadapi sesuatu. Jika pemimpin otokratis mendominasi, maka tipe

pemimpin laissez-faire ini menyerahkan persoalan sepenuhnya pada anggota.

Pada tipe kepemimpinan laissez-faire ini sang pemimpin praktis tidak

memimpin, sebab ia membiarkan kelompoknya berbuat semau sendiri. Dalam

rapat sekolah, kepala sekolah menyerahkan segala sesuatu kepada para tenaga

kependidikan, baik penentuan tujuan, prosedur pelaksanaan, kegiatan-

kegiatan yang akan dilakukan, serta sarana dan prasarana yang akan

digunakan. Kepala sekolah bersifat pasif, tidak ikut terlibat langsung dengan

tenaga pendidikan, dan tidak mengambil inisiatif apapun. Kepala sekolah

yang memiliki laissez-faire biasanya memposisikan diri sebagai penonton,

meskipun ia berada ditengah-tengah para tenaga pendidikan dalam rapat

sekolah, karena ia menganggap pemimpin jangan terlalu banyak

mengemukakan pendapat, agar tidak mengurangi hak dan kebebasan anggota.

Kedudukan pemimpin hanya sebagai simbol dan formalitas semata,

karena dalam realitas kepemimpinan yang dilakukan dengan memberikan

kebebasan sepenuhnya kepada orang yang dipimpinnya (bawahan) untuk

berbuat dan mengambil keputusan secara perorangan. Disini seorang

pemimpin mempunyai keyakinan bahwa dengan memberikan kebebasan yang

seluas-luasnya kepada bawahan, maka usahanya akan cepat berhasil. Dalam


suasana kerjayang dihasilkan oleh kepemimpinan pendidikan semacam itu,

tidak dapat dihindarkan timbulnya berbagai efek negatif, misalnya berupa

konflik-konflik kesimpang siuran kerja dan kesewenang-wenangan, oleh

karena masing-masing individu mempunyai kehendak yang berbeda-beda

menuntut untuk dilaksanakan sehingga akibatnya masing-masing adu

argumentasi, adu kekuasaan dan adu kekuatan serta persaingan yang kurang

sehat diantara anggota disamping itu karena pemimpin sama sekali tidak

berperan menyatukan, mengarahkan, mengkoordinir serta menggerakkan

anggotanya.

Adapun ciri-ciri khusus laissez-faire yaitu :

1) Pemimpin kurang bahkan sama sekali tidak memberikan sumbangan ide,

konsep, pikiran dan kecakapan yang dimilikinya.

2) Pemimpin memberikan kebebasan mutlak kepada staffnya dalam

menentukan segala sesuatu yang berguna bagi kemajuan organisasinya

tanpa bimbingan darinya.

Baik prestasi-prestasi kerja yang bisa dicapai oleh setiap individu,

maupun kelompok secara keseluruhan, tidak bisa diharapkan mencapai tingkat

maksimal, oleh karena tidak semua anggota staff pelaksana kerja itu memiliki

kecakapan dan keuletan serta ketekunan kerja sendiri tanpa pimpinan,

bimbingan, dorongan, dan koordinansi yang kontinyu dan sistematis dari pada

pimpinannya. Pada pihak lain lembaga kerja itu hampir sama sekali tidak

memberikan sumbangan ide-ide, konsepsi-konsepsi, pikiran-pikiran dan

kecakapan yang ia miliki yang justru sangat dibutuhkan oleh suatu lembaga

kerjasama yang dinamis dan kreatif.

Dari gaya kepemimpinan laissez-faire diatas dalam kontek pendidikan

Indonesia sangat sulit untuk dilaksanakan karena keadaan pendidikan kita

masihmengalami beberapa kendala mulai dari masalah pendanaan, sumber

daya manusia, kemandirian, dan lain sebagainya. Dalam tipe kepemimpinan


ini setiap kelompok bergerak sendiri-sendiri sehingga semua aspek

kepemimpinan tidak dapat diwujudkan dan dikembangkan. Menurut Imam

Suprayogo, Tipe kepemimpinan ini sangat cocok sekali untuk orang yang

betul-betul dewasa dan benar-benar tau apa tujuan dan cita-cita bersama yang

harus dicapai.

Beberapa sebab timbulnya “laissez faire” dalam kepemimpinan pendidikan

Indonesia antara lain:

1) Karena kurangnya semangat dan kegairahan kerja si pemimpin sebagai

penanggung jawab utama dari pada sukses tidaknya kegiatan kerja suatu

lembaga

2) Karena kurangnya kemampuan dan kecakapan pemimpin itu sendiri

Apalagi jika ada bawahan yang lebih cakap, lebih berbakat memimpin dari

pada dirinya, sehingga si pemimpin cenderung memilih alternatif yang paling

aman bagi dirinya dan prestise jabatan menurut anggapannya, yaitu dengan

memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada setiap anggota staff, kepada

kelompok sebagai satu kesatuan, untuk menetapkan “policy” dan program

serta cara-cara kerja menurut konsepsi masing-masing yang dianggap baik dan

tepat oleh mereka sendiri.

3) Masalah sulitnya komunikasi, misalnya karena letak sekolah yang

terpencil jauh dari kantor Pendidikan dan Kebudayaan tersebut terpaksa

mencari jalan sendiri-sendiri, sehingga sistem pendidikan atau tata cara

kerjanya, mungkin sangat menyimpang atau sangat terbelakang jika

dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang banyak mendapat bimbingan

dari petugas-petugas teknis kantor Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

c. Tipe Demokratis

Menurut (Hasan, 2014:26), tipe atau gaya kepemimpinan demokratis


disebut juga gaya atau tipe kepemimpinan modernis dan partisipatif. Dalam

pelaksanaan kepemimpinan, semua anggota diajak berpartisipasi

menyumbangkan pikiran dan tenaganya untuk mencapai tujuan organisasi.

Gaya atau tipe demokratis adalah kebalikan dari gaya otokratis. Selanjutnya

menurut (Hasan, 2014:26), pemimpin bertipe demokratis memiliki ciri-ciri:

1. Mengembangkan kreativitas kepada bawahan

2. Memberikan kesempata kepada bawahan untuk mengembangkan

keputusan

3. Mengutamakan musyawarah dan kepentingan Bersama

4. Mengambil keputusan sesuai dengan tujuan organisasi

5. Mendahulukan kepentingan yang darurat demi keselamatan jiwa anak

buahnya dan keselamatan organisasi yang dipimpinnya

6. Mengembangkan regenerasi kepemimpinan

7. Perluasaan kaderisasi agar anak buahnya lebih maju dengan menjadi

pemimpin masa depan

8. Memandang semua masalah dapat dipecahkan dengan usaha bersama.

Kepala sekolah yang demokratis menyadari bahwa dirinya merupakan

bagian dari kelompok, memiliki sifat terbuka, dan memberikan kesempatan

kepada para tenaga kependidikan untuk ikut berperan aktif dalam membuat

perencanaan, keputusan, serta menilai kinerjanya. Kepala sekolah yang

demokratis memerankan diri sebagai pembimbing, pengarah, pemberi

petunjuk, serta bantuan kepada para tenaga pendidikan. Oleh karena itu dalam

rapat sekolah, kepala sekolah ikut melibatkan diri secara langsung dan

membuka interaksi dengan tenaga pendidikan, serta mengikuti berbagai

kegiatan rapat sekolah. Kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya

hendaknya atas dasar musyawarah, unsur-unsur demokrasinya harus

nampak dalam seluruh tata kehidupan disekolah, misalnya :

1) Kepala sekolah menghargai martabat tiap anggota/guru yang


mempunyai perbedaan individu.

2) Kepala sekolah harus menciptakan situasi pekerjan sedemikian rupa

sehingga nampak dalam kelompok yang saling menghargai dan saling

menghormati.

3) Kepala sekolah hendaknya menghargai cara berfikir meskipun dasar

pemikiran itu bertentangan dengan pendapat sendiri.

4) Kepala sekolah hendaknya menghargai kebebasan individu.

Secara sederhana, gaya kepemimpinan kepala sekolah bertipe

demokratis dapat diperjelas sebagai berikut:

1) Wewenang tidak mutlak, artinya segala yang menjadi hak kepala

sekolah dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dasar

hukumnya.

2) Bersedia melimpahkan tugasnya pada orang lain dengan sistem

pembagian kerja yang jelas maupun sistem pendelegasian.

3) Keputusan yang dibuat bersama, artinya segala kebijakan yang dibuat

sekolah merupakan tanggung jawab bersama.

4) Komunikasi berlangsung timbal balik

5) Pengawasan secara wajar yang tidak mengunakan prinsip otokrasi yang

cenderung menilai dan menghakimi. Akan tetapi pengawasan yang

bersifat pengembangan dan mendidik.

6) Banyak kesempatan untuk menyampaikan saran kepada kepada

sekolah.

Selanjutnya dalam kepemimpinan yang demokrasi pemimpin dalam

memberikan penilaian, kritik atau pujian, ia berusaha memberikannya

atas dasar kenyataan yang seobyektif mungkin. Ia berpedoman pada

kriteria-kriteria yang didasarkan pada standar hasil yang semestinya

dapat dicapai menurut ketentuan target program umum sekolah yang

telah ditetapkan mereka bersama.


Dalam hasil research bahwa untuk mencapai kepemimpinan yang

demokratis, aktivitas pemimpin harus:

1) Meningkatkan interaksi kelompok dan perencanan kooperatif

2) Menciptakan iklim yang sehat untuk berkembangan individual dan

memecahkan pemimpin-pemimpin potensial.

Berdasarkan cara pelaksanaannya, Soekarto (Sitaniapessy,

2017:17) mengemukakan ada empat (4) tipe kepemimpinan, yaitu :

a. Kepemimpinan Otokartis

Seorang pemimpin yang otokratis ingin memperlihatkan

kekuasaannya dan ingin berkuasa. Ia berpendapat bahwa tanggung

jawabnya sebagai pemimpin besar sekali. Hanya dialah yang bertanggung

jawab dalam kepemimpinannya, maju mundurnya sekolah yang

dipimpinnya sangat
bergantung kepadanya. Sehubungan dengan itu, dengan bekerja keras dan

bersungguh-sungguh. Ia takut dan merasa cemas kalau-kalau pekerjaan yang

dilakukan bawahannya tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Oleh sebab

itu pengawasannya sangat ketat.

Suasana di sekolah selalu tegang, instruksi-instruksi yang diberikan

harus dipatuhi, dialah yang membuat peraturan yang harus ditaati, dia pula

yang mengawasi dan menilai pekerjaan bawahannya. Guru-guru tidak

diberikan kesempatan untuk berinisiatif dan mengembangkan daya kreatifnya,

dia sangat menentukan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara

mengerjakannya. Apa yang menurut pendapatnya benar itulah yang benar,

pendapat yang tidak dapat dibantah oleh guru-guru. Acara rapat dewan

disusunya sendiri, ia juga yang memimpin rapat itu dan ia tidak menghendaki

guru-guru keluar dari pokok pembicaraan dalam rapat itu. Ia memimpin rapat

secara tertib, teratur, tegas dan cepat. Mengingat besarnya tanggung jawab

terhadap sekolah, ia berpendapat bahwa ia adalah penghubung yang tepat dan

baik antara sekolah dan masyarakat. Pada umumnya situasi sekolah tidak akan

menggembirakan guru- guru. sebagai akibatnya mereka bersifat acuh tak acuh

atau memberontak, kecuali guru yang menjadi sahabat atau kesayangannya.

b. Kepemimpinan Pseudo-Demokratis

Seorang pemimpin yang bersifat pseudo-demokratis sering memakai

“topeng”. Ia pura-pura memperlihatkan sifat demokratis didalam

kepemimpinannya, ia memberi hak dan kuasa kepada guru-guru untuk

menerapkan dan memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia bekerja dengan


perhitungan. Ia mengatur siasat agar kemauannya terwujud kelak

(Sitaniapessy, 2017:24).

Dengan tingkah laku, bahasa yang dipakai, dan sikapnya, ia ingin

memberi kesan bahwa ia adalah pemimpin yang sungguh-sungguh

demokratis. Demikian pula dengan pekerjaannya di sekolah, ia berusaha di

dalam pergaulan disenangi dan disegani. Ia sangat sopan dan selalu ingin

memberi pertolongan kepada bawahannya, jika diminta; tetapi sifat-sifat dan

sikap itu ditonjolkan dengan maksud supaya mendapat kepercayaan diri dari

pihak guru yang dikasihinya.

Masalah-masalah yang dihadapi di sekolah diperbincangkan terlebih

dahulu dengan guru-guru yang berpengaruh sebelum dibawa kedalam sidang

dewan guru-guru. ia yakin bahwa setiap usul yang bertentangan dengan

perbincangan dan putusan bersama guru-guru itu pasti akan ditolak didalam

rapat. Acara rapat dewan disusun oleh suatu panitia yang bekerja sama dengan

kepala sekolah. Di dalam rapat ia banyak memberi kesempatan kepada guru

untuk mengemukakan pendapat dan saran. Ia ingin memberi kesan bahwa ia

sungguh-sungguh memperlihatkan pendapat dan saran itu, tetapi sebenarnya ia

licik sekali dan bermanipulasi sedemikian rupa sehingga pendapatnyalah yang

harus disetujui dan diterima rapat. Jika ada guru-guru yang tidak dapat

menyetujui pendapat, mereka tidak berani beraksi dan menentangnya. Sebagai

akibatnya, setiap tahun ada guru-guru yang meminta pindah ke sekolah lain.

Bagi pemimpin seperti itu, kepemimpinan demokratis berarti memberi

bimbingan dengan lemah-lembut dalam mengerjakan hal-hal yang


dikehendakinya seupaya mereka melakukannya. Demikianlah sifat seorang

pemimpin yang “pseudo-demokratis” (pseudo berarti palsu). Ia sebenarnya

bersifat otokratis, tetapi dalam kepemimpinannya ia memberi kesan

demokratis.

c. Kepemimpinan Laissez-faire

Menurut (Sitaniapessy, 2017: 26), pemimpin yang bersifat Laissez-faire

menghendaki supaya kepada bawahannya diberikan banyak kebebasan. Ia

berpendapat “Biarlah guru-guru bekerja sesuka hatinya, berinisiatif, dan

menurut kebijaksanaan sendiri. berikan kepercayaan kepada mereka, hargailah

usaha-usaha mereka masing-masing, jangan menghalang-halangi mereka

dalam pekerjaan, dan mereka tidak usah diawasi dalam melaksanakan tugas,

dan segala sesuatu pasti beres.”

Ia yakin bahwa guru-guru akan bekerja dengan kegembiraan. Pemimpin

tipe ini bekerja tanpa rencana. Dia berpendapat bahwa suatu rencana akan

mengekang kebebasan guru, oleh karena itu bimbingan pun tidak diberikan

kepada mereka. Karena ia membiarkan guru-guru bekerja sesuka hatinya,

pekerjaan mereka tentu tidak teratur. Karena pekerjaan guru tidak teratur,

pekerjaan secara keseluruhan di sekolah itu umumnya juga sangat tidak teratur

dan kacau balau.

Pemimpin bersikap acuh tak acuh terhadap tugas dan kewajibannya di

sekolah dan bersikap masa bodoh. Ia beranggapan bahwa dengan memberi

kebebasan kepada guru-guru, mereka akan lebih bersemangat dan bergembira

dalam melaksanakan tugas mereka. Ia telah memberi pengertian yang salah

dan kacau pada kata demokrasi. Ia sama sekali tidak menganakemaskan dan
menganaktirikan guru. Semuanya diperlakukan sama, semuanya merupakan

penasihat baginya. Ia memberi kesempatan banyak kepada para guru untuk

membicarakan pandangan mereka di kantornya.

Rapat dewan guru sering diadakan dan biasanya berlangsung lama.

Setiap guru ingin memperdengarkan suaranya di dalam rapat tersebut yang

berlangsung tanpa susunan acara yang tersusun dengan rapi dan sistematis.

Ada kalanya rapat diadakan jika diminta oleh seorang atau beberapa guru saja.

Kadang-kadang pimpinan rapat diserahkan kepada salah satu guru yang

dianggap cukup cakap. Sementara rapat berlangsung, kepala sekolah

meninggalkan rapat dan melakukan tugas lain. Sering rapat tersebut tidak

menghasilkan apa-apa karena pembicaraan tanpa arah dan bertele-tele. Guru-

guru tidak mengetahui rencana dan kehendak pimpinan sekolah, sehingga

mereka menjadi bingung dan ragu-ragu.

d. Kepemimpinan Demokratis

Menurut (Sitaniapessy, 2017: 26), macam kepemimpinan yang baik dan

sesuai dewasa ini ialah kepemimpinan demokratis. Semua guru di sekolah

bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Semua putusan diambil melalui

musyawarah dan mufakat serta harus ditaati. Pemimpin menghormati dan

menghargai pendapat tiap-tiap guru dan memberi kesempatan kepada guru-

guru untuk mengembangkan inisiatif dan kreatifitasnya. Pemimpin mendorong

guru- guru dalam mengembangkan keterampilannya yang bertalian dengan

usaha- usaha mereka untuk mencoba suatu metode baru yang akan

mendatangkan manfaat bagi perkembangan pendidikan dan pengajaran di

sekolah.
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan

bimbingan yang efesien kepada bawahannya. Terdapat koordinasi pekerjaan

semua bawahan dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal dan

kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis bukan terletak pada

person atau individu pemimpin, akan tetapi kekuatannya justru terletak pada

partisipasi aktif dari setiap anggota kelompok.

Pemimpin demokratis tidak melaksanakan tugasnya sendiri, ia bersifat

bijaksana dalam pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Dapat dikatakan

bahwa tanggung jawab terletak pada pundak dewan guru seluruhnya, termasuk

pemimpin sekolah. Ia bersifat ramah tamah dan selalu bersedia menolong

bawahannya dengan memberi nasehat, anjuran serta petunjuk jika dibutuhkan.

Ia menginginkan supaya guru-gurunya maju dan berusaha mencapai

kesuksesan.

Indikator penerapan kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis

antara lain:

1) Senantiasa meminta pendapat melibatkan guru dan staf

sebelum menetapkan kebijakan yang diambil

2) Menerapkan penghargaan bagi guru yang memiliki kompetensi bagus

dan pembinaan bagi guru dan staf yang malas

3) Kepala sekolah memberikan petunjuk yang jelas kepada seluruh

personil dalam pelaksanaan program kerja sekolah

4) Kepala sekolah senantiasa bekerjasama dengan segenap komponen di

sekolah dalam mengevaluasi setiap program yang telah berjalan


5) Kepala sekolah menerapkan kedisiplinan di sekolah

6) Kepala sekolah bertindak dengan menggunakan prinsip-prinsip keadilan.

Dalam bentuk lain, terhadap watak atau tipe kepemimpinan Danim

(Tuhenay, 2019:27) yang berdasarkan pada tiga orientasi yaitu tugas,

hubungan kerja, dan hasil yang efektif. Berdasarkan hal tersebut

dikembangkan ada 8 (delapan) tipe kepimpinan, yaitu:

1) Tipe pembelot (Deserter), pemimpin ini memiliki sifat-sifat bermoral

rendah, tidak memiliki rasa keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa

loyalitas dan ketaatan serta sukar diramalkan.

2) Tipe Birokrat, pemimpin memiliki sifat-sifat korek, patuh pada peraturan

dan norma-norma, manusia organisasi, tepat, cermat dan keras.

3) Tipe Inissionaris (Inisionary), pemimpin memiliki sifat terbuka, penolong,

lembut hati dan peramah.

4) Tipe Pembangun (Developer), pemimpin memiliki sifat-sifat kreatif,

dinamis, inovatif, memberikan/melimpahkan wewenang dengan baik

serta menaruh kepercayaan kepada bawahan.

5) Tipe Otokrat, pemimpin memilik wawasan sifat-sifat berorientasi kepada

kerja keras, diktatoris, mau menang sendiri, otoriter, keras kepala,

sombong, bandel, dan kuat terhadap kritikan dalam kesalahan yang

ditempuh.

6) Tipe Kompromiser, pemimpin memiliki sifat-sifat ambivalen selalu

mengikuti angin tanpa pendirian, tidak mempunyai keputusan yang jelas,

kadangkala mengambil keputusan yang tidak semestinya diputuskan.


7) Tipe Otokrat yang baik, pemimpin memiliki sifat-sifat dalam pelaksanaan

tugasnya berorientasi pada keputusan kerja yang lancar, tertib, ahli

dalam mengorganisir, besar rasa keterlibatan diri, memiliki rasa

handarbeni yang tinggi.

8) Tipe Eksekutif, pemimpin yang memiliki sifat-sifat yang bermutu tingi,

dapat memberikan motivasi yang baik, berpandangan jauh dan tekun.

Kepala sekolah dalam menjalankan tugas kepemimpinannya mampu

menempuh berbagai cara yang positif agar tujuan yang telah ditetapkan dapat

tercapai dengan memperhatikan tipe kepemimpinan yang diterapkan atau yang

dijalankan di sekolah serta memperhatikan sss fungsi kepemimpinan yang

tepat agar dapat meningkatkan professional diri sebagai pimpin di lembaga

pendidikan dan tidak menyulitkan orang lain maupun diri sendiri sebagai

pemimpin. Kepala sekolah sebagai pemimpin harus menempatkan diri dengan

tipe kepemimpinan yang tepat karena walapun pada kenyataannya ada yang

menggunakan tipe pseudo – demokratis yang hanya sebagai topeng bahwa

kepala sekolah tersebut telah menerapkan tipe demokratis tapi pada

kenyataannya tidak demokratis, hal ini merupakan penipuaan karakter sebagai

pemimpin, tipe ini sangat tidak professional. Selanjutnya untuk mengetahui

menerapkan tipe kepemimpinan yang tepat, maka dapat melakukan dengan

melaksanakan indikator :

a. Orientasi pada tugas, dengan sub indikator :

1) Standar kinerja

2) Instruksi dan koordinasi

3) Evaluasi kinerja
b. Orientasi pada hubungan kemanusian, dengan sub indikator :

1) Kesejahteraan guru dan pegawai

2) Mudah memahami

3) Bergaul dan bersosialisasi

4) Perubahan dan musyawarah

Anda mungkin juga menyukai