Anda di halaman 1dari 2

Liburan Sekolah

Minggu tanggal 20 desember adalah awal dari libur panjangku. Pagi itu aku seneng banget
bisa ketawa-tawa sambil nonton inbox di sctv. Acara inbox iklan, aku pun ke luar rumah
untuk menghirup udara liburan, meskipun liburan aku hanya di rumah saja tapi aku senang
karena bisa bermain dengan adik-adikku. Saat aku sedang bermain dengan adikku, tiba-tiba
ada dua orang pemuda datang sambil membawa traktor sebut saja namanya dangdang dan
panci.

Tiba-tiba dia mengajakku pergi ke sawah bapakku. Dia bilang dia mau membajak di sawah
bapakku tapi dia tidak tahu jalan untuk ke sana. Aku bingung, aku ikut atau tidak, karena aku
disuruh bapak dan ibuku yang pergi lebih dulu ke sawah untuk memongmong adikku. Aku
diajak berkali-kali dan aku memberi arah tentang jalan menuju sawah yang jauh di alas itu.
Tapi mereka memaksaku untuk ikut sebagai navigasi jalan. Akhirnya aku berpikir, okelah aku
ikut sembari liburan. Di sana kan suasananya pegunungan, lumayanlah. Sambil mencari
wanita juga hahaha siapa tahu ada yang cantik. Akhirnya aku berangkat ke sawah (alas) naik
traktor.

Awal perjalanan aku senang senang aja. Karena aku tidak jenuh. Dihibur oleh sikap jenaka
dangdang dan panci. Tapi lama kelamaan aku mulai bete alias sebel alias kesel. Karena jalan
mulai berbatu dan perjalanan yang sangat lama, perjalanan dari rumah sampai ke sawah
bapakku sekitar 3 jam. Akhirnya aku sampai juga di sawah. Mereka bilang sambil tertawa
kecil, “sudah sana pulang, sawahnya kan sudah diketemukan.” Dan aku menyahut, “mmm
enak saja, sawah sudah diketemukan terus aku disuruh pulang.”

Aku langsung ke sawah membantu ibuku yang sedang mengored sawah yang sudah di
panjai. Dan ayahku menunjukkan dangdang dan panci untuk membajak sawah yang belum
dibajak. Aku semangat membantu ibuku, meskipun itu jam 11 dan mulai panas. Aku merasa
kepanasan. Mukaku sudah mulai merah karena kepanasan dan kelelahan. Jam dua belas tiba,
hujan pun datang. Aku kedinginan, seluruh tubuhku terasa beku. Aku pergi ke gubuk dari
sawah.

Aku di gubuk sendirian, sedangkan bapak ibuku masih di tengah-tengah sawah. Jam 1 hujan
reda dan bapak ibuku pulang ke rumah, karena takut anak kecilnya nangis. Bapakku bilang
dia akan kembali lagi ke sawah. Jam 2 dangdang dan panci ngaso dari polahannya
(pekerjaannya). Hujan mulai lebat lagi, aku mau berwudu di danau kecil sana tapi hujan, mau
tidak mau akhirnya aku berwudu di danau karena waktu duhur juga tidak lama lagi habis.
Sesudah semuanya salat aku bilang sama dangdang, “kita pulang jam berapa?”
Mereka menjawab, “sore, tenang ajah lah slow.”
Jam setengah tiga dangdang dan panci pergi ke sawah lagi karena sawah masih belum
rampung dibajak. Aku di gubuk sendirian lagi. Rasanya aku mau teriak, lalu mengambil
golok untuk membacok diriku sendiri. Aku sumpah aku bete banget. Apakah ini liburan. Bete
ku bertambah saat hp-ku mati kehabisan baterai. Jarum kecil jam menunjuk ke arah 5, ayahku
datang dan aku lagi salat ashar.

Setelah salat ashar aku menunggu lagi mereka selesai membajak, karena traktor adalah
satu-satunya kendaraan yang akan membawaku pulang. Jam setengah 6 aku makin resah,
kesal, bete argghhh. Hujan juga terus menerus jatuh. Badan juga semakin menggigil. Jam 6
mereka baru selesai membajak. Kita tidak langsung pulang, kita salat maghrib dulu. Setelah
salat dangdang mengganti roda bergerigi traktor dengan roda biasa.

Mengganti roda ternyata lama, mungkin satu jam. Aku disuruh menerangi pakai senter
hp-nya. Azhan isya berkumandang kita telah memasang semuanya dan siap untuk balik ke
rumah. Aku tidak salat isya di sana. Ayahku bilang, “kamu naik traktor atau balik bareng
ayah naik motor.”
Aku menjawab, “traktor sajah ah pak” aku memilih naik traktor karena traktor jalan lebih
dulu dibanding bapak yang memilih balik ketika gerimisnya selesai

Malam di tengah alas (hutan), dan gerimis kita pulang. Jalan tidak terlihat sepenuhnya
karena di alas belum ada listrik, badanku semakin membeku. Alhamdulilah gerimis reda.
Ayahku menyalip traktor yang aku naiki. Setelah lama tersiksa dingin, akhirnya aku sampai
di rumah. Sampai di rumah jam setengah 11. Malam. Aku berwudu lalu tidur dan aku bangun
di pagi hari dengan badan yang pada sakit. Lengkap banget penderitaan, bukannya
senang-senang, ehh malah berderita.

Semuanya cuma karena mereka tidak tahu jalan ke alasku dan aku disuruh menjadi
pemandu jalan. Masalah sesepele itu berefek banyak, mending efeknya bagus, ini mah efek
buruk untukku tidak stres, dan untuk otakku tidak beku. Perjalanan di bak terbuka dan
gerimis di malam hari itu hanya membuatku masuk angin. Sebenarnya aku tidak mau cerita,
karena ini ceritanya tidak bagus, tapi aku pengen cerita. Dari pada cerita cinta, yang ngawur.

Anda mungkin juga menyukai