Anda di halaman 1dari 21

BAB I

DEFINISI

A. Pendahuluan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010
menggunakan istilah Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) yang terdiri dari
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur
Operasional (SPO). PNPK dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh
Menteri Kesehatan RI, sedangkan SPO dibuat di tingkat rumah sakit oleh profesi
medis dengan koordinator Komite Medik dan ditetapkan penggunaannya di rumah
sakit tersebut oleh pimpinan (direktur). Standar Prosedur Operasional untuk
profesi medis di rumah sakit tersebut dalam bentuk Panduan Praktik Klinis (PPK).
Proses selanjutnya setelah menyusun Panduan Praktik Klinis (PPK) adalah
membuat Clinical pathway. Clinical pathway (CP) adalah suatu konsep
perencanaan pelayanan terpadu/terintegrasi yang merangkum setiap langkah yang
diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis, standar pelayanan
keperawatan dan standar pelayanan profesional pemberi asuhan lainnya yang
berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama
pasien dirawat di rumah sakit. Penerapan Clinical pathway dapat menjadi salah
satu alternatif untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan dan juga tuntutan
akan pelayanan yang bermutu, efisien dengan biaya yang terkendali.

B. Tujuan
1. Umum : Memantapkan Clinical Pathway di Rumah Sakit Universitas Ahmad
Dahlan sebagai dasar pelaksanaan pelayanan kesehatan yang memenuhi
kendali mutu dan kendali biaya.
2. Khusus :
a. Clinical Pathway sebagai instrumen pelayanan berfokus kepada pasien
(patient-focused care), terintegrasi, berkesinambungan dari pasien masuk
dirawat sampai pulang sembuh (continuouscare), jelas akan dokter/perawat
penanggung jawab pasien (DPJP/PPJP) sebagai duty of care.
b. Dengan clinical pathway dapat diketahui utilitas pemeriksaan penunjang,
penggunaan obat obatan termasuk antibiotika, prosedur tindakan operasi.

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 1


c. Sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya medical errors (laten dan aktif,
nyaris terjadi maupun kejadian tidak diharapkan/KTD) dan pencegahan
kemungkinan cedera (harms) serta infeksi nosokomial dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety).
d. Clinical pathway dapat mendeteksi dini titik-titik potensial berisiko selama
proses layanan perawatan pasien (tracers methodology) dalam rangka
manajemen risiko (risks management).
e. Rencana pemulangan pasien (patient discharge) jelas dan
terkomunikasikan kepada pasien dan keluarga.
f. Upaya peningkatan mutu layanan berkesinambungan (continuous quality
improvement) baik dengan pendekatan tehnik TOC (Theory of Constraints)
untuk sistem maupun individu profesi.
g. Penulusuran kinerja (performance) individu profesi maupun kelompok
(team-work).

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 2


BAB II
RUANG LINGKUP

A. Prinsip – Prinsip Dalam Menyusun Clinical Pathway


Prinsip-prinsip menyusun clinical pathway di rumah sakit bersifat sebagai
berikut.
1. Seluruh kegiatan pelayanan yang di berikan harus secara terpadu/terintegrasi
dan berorientasi fokus terhadap pasien (patient focused care) serta
berkesinambungan (continous of care).
2. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat, bidan, farmasis, laboratoris, dan
lain-lain).
3. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan
penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat
inap) atau jam (untuk kasus rawat jalan di poli klinik dan gawat darurat di unit
emergensi).
4. Pencatatan clinical pathway seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada
pasien secara terpadu dan berkesinambungan dalam bentuk dokumen yang
merupakan bagian dari Rekam Medis (RM).
5. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan clinical pathway dicatat
sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
6. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta
atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).
7. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.

Clinical pathway tersebut dapat merupakan suatu Standar Prosedur Operasional


yang merangkum:
1. Profesi medis: Standar Pelayanan Kedokteran (PNPK/PPK) atau Standar
Pelayanan Medik (SPM ) dari setiap Staf Medis Fungsional (SMF) klinis dan
penunjang.
2. Profesi keperawatan: Asuhan Keperawatan.
3. Profesi farmasi: Individual Prescribing, Unit Dose Daily, Stop Ordering dan
Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 3


4. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Staf Medis
Fungsional (SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah Sakit.

Langkah-langkah dalam menyusun format clinical pathway yang harus


diperhatikan yaitu sebagai berikut.
1. Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari clinical pathway.
2. Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat
seperti data Laporan RL2 (Data Keadaan Morbiditas Pasien) yang dibuat rumah
sakit berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data
Rumah Sakit dan sensus harian untuk:
a. Penetapan judul/topik clinical pathway yang akan dibuat.
b. Penetapan lama hari rawat.
3. Untuk variabel tindakan dan obat-obatan mengacu kepada Standar Pelayanan
Medis, Standar Prosedur Operasional dan daftar standar Formularium yang ada
di rumah sakit.
Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CM untuk hal
tindakan prosedur sesuai profesi/SMF masing-masing.

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 4


B. Persiapan dalam Menyusun Cliniccal Pathway
Agar dalam menyusun clinical pathway terarah dan mencapai sasaran serta
efisien waktu, maka diperlukan kerjasama dan koordinasi antar profesi di SMF,
unit rawat inap dan rawat jalan (mulai dari poli klinik, gawat darurat,bangsal,
ruang tindakan, ruang operasi, ICU) dan sarana penunjang (instalasi gizi, farmasi,
rekam medik, akuntansi/keuangan, radiologi, dan sebagainya).
1. Profesi Medis:
a. Mempersiapkan PNPK dan PPK.
b. Prosedur tindakan sesuai dengan bidang keahliannya.
2. Profesi Rekam Medis:
a. Mempersiapkan buku ICD 10 dan ICD 9CM
b. Laporan RL 1 sampai dengan 6 (terutama RL2)
c. Daftar 5 – 10 penyakit utama dan tersering dari setiap divisi SMF/instalasi
dengan kode ICD 10.
d. Rerata lama hari rawat berdasarkan data laporan morbiditas RL2.
3. Profesi Perawat : Mempersiapkan Asuhan Keperawatan.
4. Profesi Farmasi:
a. Mempersiapkan Daftar Formularium
b. Individual Prescribing
c. Sistem unit dose
d. Stop ordering
e. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
5. Profesi Akuntansi/Keuangan : mempersiapkan Daftar Tarif rumah sakit.

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 5


BAB III
TATA LAKSANA

Berikut alur tata laksana clinical pathway

Gambar 1. Tata Laksana Clinical Pathway

A. Pemilihan Clinical Pathway


Tahap-tahap pemilihan clinical pathway adalah menetapkan 5 (lima) area
klinis per tahun berdasarkan tingkat morbiditas terutama yang bersifat high
volume, high cost, high risk dan problem prone. Menentukan topik clinical
pathway juga dapat berdasarkan jenis diagnosis/tindakan medis yang spesifik dan
predictable. Penetapan topik biasanya dilakukan pada rapat tahunan yang
dipimpin oleh ketua komite medik, jadi semua staf rumah sakit dapat
mengusulkan topik-topik apa yang akan diangkat sebagai topik clinical pathway.
Topik dapat berdasarkan rencana strategis rumah sakit dan hanya ada 2 jenis
yaitu diagnosis dan tindakan, untuk mengecek nama topik dapat di ICD 10 dan
ICD 9.Jika memungkinkan diusahakan seimbang antara jumlah topik “diagnosis”
dan topik “tindakan”.

B. Penyusunan Clinical Pathway


Tahap-tahap penyusunan clinical pathway adalah sebagai berikut.
1. Penunjukan Koordinator Tim

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 6


Koordinator utama bertugas sebagai fasilitator, sehingga tidaklah harus
memahami clinical pathway secara konten. Sebelum menunjuk koordinator,
terlebih dahulu dikumpulkan anggota yang berasal dari berbagai disiplin yang
terlibat dalam pemberi pelayanan pasien. tim multidisiplin tersebut wajib
menyampaikan item-item pelayanan yang diberikan kepada pasien
berdasarkan SPO kepada masing-masing tim profesi dan mengikuti rangkaian
rapat dalam kelanjutan membuat clinical pathway.

2. Penetapan Pemain Kunci


Clinical pathway disusun oleh tim yaitu semua pihak yang terlibat dalam
penanganan/diagnosis tertentu, yang kemudian juga akan berperan dalam
mengisi clinical pathway. Penanggungjawab clinical pathway adalah kepala
Staf Medik Fungsional (SMF), tetapi pelaksanaannya menjadi tanggung jawab
klinisi. Penanggungjawab clinical pathway secara umum adalah komite
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, tetapi jika sudah masuk clinical
pathway yang spesifik diagnosis atau tindakan menjadi tanggung jawab
kepala SMF.

3. Kunjungan Lapangan:
Kunjungan lapangan dapat dengan melihat ke rekam medis atau survey ke
ruangan yang terdekat. Saat kunjungan lapangan yang dilihat adalah
kesesuaian antara Panduan Praktik Klinis dengan rekam medik atau
pelaksanaan di lapangan, juga menilai hambatan yang terjadi dalam
menjalankan SPO atau SPM sehingga dapat dibuat rekomendasi dalam
menyusun clinical pathway.

4. Pencarian Literatur:
Kajian literatur adalah mengkaji Pedoman Nasional Praktek
Kedokteran/Clinical Guideline. Jika tidak ada yang di Indonesia dapat juga
dilihat literatur WHO atau jurnal internasional berdasarkan bukti ilmiah
terbaru untuk kasus yang akan kita buat clinical pathwaynya.

5. Pelaksanaaan Customer Focus Group:


Customer Focus Group dilakukan dengan mengundang pasien-pasien
yang pernah atau sedang mengalami kasus yang sesuai topik. Langkah ini
bertujuan untuk megidentifikasi kebutuhan pelanggan disesuaikan dengan

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 7


kemampuan rumah sakit sehingga kesenjangan antara harapan dan pelayanan
yang didapatkan pasien dapat diketahui dan diperbaiki.

6. Telaah Panduan Praktik Klinis (PPK):


Langkah awal dalam tahap ini adalah melakukan revisi PPK, jika
sebelumnya rumah sakit belum mempunyai PPK maka PPK harus dibuat
karena tidak ada clinical pathway tanpa adanya PPK. Penyusunan clinical
pathway berdasarkan Panduan Praktik Klinis (PPK), revisi PPK dilakukan
untuk melihat kesesuaian antara PPK yang sudah ada dan template yang ada
di Permenkes no. 1438 tahun 2010 bab V tentang SOP Pasal 10 ayat 5.
Berdasarkan Permenkes tersebut, PPK harus di-review setiap 2 tahun sekali.,
sehingga secara tidak langsung pembuatan clinical pathway dapat
meningkatkan kepatuhan review PPK. Jika saat menjalankan clinical pathway
ada PNPK baru yang diluncurkan, maka saat itu juga dilakukan revisi PPK
dan mengganti clinical pathway sesuai PNPK terbaru.

7. Analisis Casemix:
Hal yang perlu dilakukan yaitu identifikasi LoS suatu diagnosis, biaya per
kasus, penggunaan obat apakah sudah sesuai dengan formularium nasional,
maupun tes penunjang diagnostik suatu penyakit.

8. Penetapan Desain Clinical Pathway:


Dalam menetapkan desain, hal yang terpenting adalah beberapa informasi
yang harus ada dalam clinical pathway, yaitu kolom pencatatan informasi
tambahan, variasi, kolom tanda tangan, serta kolom verifikasi dari bagian
rekam medis. Kemudian ditetapkanlah item-item aktivitas dari masing-masing
penyakit sesuai dengan literatur yang telah dipilih dan disesuaikan dengan
keadaan rumah sakit. Contoh format clinical pathway dapat dilihat di bab
dokumentasi.

9. Sosialisasi dan Edukasi:


Tahap terakhir dalam menyusun clinical pathway adalah melakukan
sosialisasi dan edukasi kepada para pengguna, dalam hal ini berbagai profesi
yang berhubungan langsung pada pasien. Dalam tahap awal dapat dilakukan
uji coba penerapan clinical pathway yang telah disusun guna mendapatkan
feedback untuk mendapatkan bentuk yang user friendly serta konten yang
sesuai dengan kondisi di lapangan dalam rangka mencapai kepatuhan

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 8


penerapan clinical pathway yang lebih optimal. Sosialisasi clinical pathway
ini harus dilakukan intensif minimal selama 6 bulan.

C. Pelaksanaan Clinical Pathway


Pelaksanaan clinical pathway berupa implementasi pengisian clinical
pathway di Rekam Medik. Penjelasan pengisian clinical pathway sebagai berikut.
Pengantar
a) Timeline:
1) Timeline tidak hanya dalam bentuk hari, dapat juga dalam bentuk jam
(misal: untuk tindakan penanganan infark myocard) atau bulan (misal:
penanganan TB paru)
2) Jika dalam Standar Pelayanan Medis tidak ada petunjuk berapa lama
hari perawatan, berapa dosis obat yang harus diberikan, maka
digunakan petunjuk dari dokter spesialis/ konsulen.
3) Misal ada kebingungan berapa lama harus diberikan tindakan atau
dosisnya maka harus cari pendapat ahli atau kebiasaan rata-rata di
rumah sakit tetapi yang wajib adalah mencari literatur (evidence based
medicine)
4) Timeline diperbolehkan terdapat kombinasi antara jam dan hari.
Misalnya di kolom 1, 2, dan 3 berisi 6 jam pertama, 12 jam pertama,
dan 24 jam pertama, kemudian kolom 3, 4, 5, dan seterusnya (dst)
berisi hari I, II, III, dst, tergantung kebutuhan.
b) Kategori pelayanan atau aktivitas/ intervensi yang dilakukan.
c) Kriteria outcome jangka panjang dan menengah.
d) Pencatatan variasi yang ada.
e) Setelah dilakukan pemeriksaan dalam clinical pathway maka
keterangannya ditulis dalam formulir rekam medis. Misal di clinical
pathway harus memeriksa vital sign. Maka nilai vital signnya ditulis di
rekam medis.
f) Clinical pathway dapat dalam bentuk diagnosis atau tindakan tetapi tidak
boleh dalam bentuk outcome.
g) Jangan ada double pengisian antara medis dan keperawatan.

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 9


h) Clinical Pathways tidak perlu diisi semua. Misalnya memang kasusnya
tidak perlu konseling maka bagian konseling tidak perlu diisi.
i) Form clinical pathway yang kosong ditaruh di ruangan. Tetapi form
clinical pathway yang sudah diisi ditaruh di RM.
j) Semua clinical pathway harus dibuat list referensinya.
k) Penggunaan sebenarnya CP adalah saat tata laksana pasien.
l) Clinical pathway boleh dalam bentuk online (dimasukkan ke dalam SIM
RS).

Bagian Header:
a) Clinical pathway selalu punya batas waktu, oleh karena itu di judul clinical
pathway harus lebih spesifik, ini akan berpengaruh terhadap aktivitas-
aktivitas yang dimasukkan ke clinical pathway. Pilih topik spesifik untuk
pasien spesifik.
b) Nomor clinical pathway disesuaikan dengan nomor PPK.
c) Nomor revisi dikosongkan jika pertama kali digunakan atau belum ada
revisi.
d) Catatan khusus adalah catatan yang terkait kasus dalam topik clinical
pathway.
e) Formulir clinical pathway yang kosong (yang ditaruh di ruangan) jangan
diisi nama pasien dulu. Nanti jika sudah diisi dengan data pasien, akan
masuk ke rekam medis pasien.

Nomor 1. Penilaian dan Pemantauan Medis:


a) Harus detail dan berisi kata kerja, yaitu apa yang dilakukan dokter untuk
mengidentifikasi penyakit.
b) Untuk anamnesis/ detail kegiatan di clinical pathway dibuat detail sesuai
kebutuhan dan kondisi SDM di rumah sakit.
c) Untuk anamnesis umum tidak perlu dimasukkan ke clinical pathway.
Masukkan anamnesis khusus yang terkait kasus.
d) Jika dalam PNPK ada kata-kata “apabila diperlukan” maka tidak perlu
dicantumkan di PPK dan clinical pathway.
e) Jika ada aktivitas (dinomor 1 ini) yang didelegasikan oleh dokter ke
perawat, maka aktivitasnya tetap ditulis di nomor 1 ini.

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 10


Nomor 2. Penilaian dan Pemantauan Keperawatan:
a) Pilih 1 – 2 diagnosis (untuk kebutuhan pelatihan) misalnya diagnosis
hipertermia.
b) Yang dimasukkan bukan diagnosisnya tapi pemantauan apa yang dilakukan
untuk mengarah ke diagnosis.
c) Jika memang tidak ada tindakan keperawatan yang harus dilakukan untuk
kasus tersebut, maka tidak perlu dimasukkan tindakannya (dikosongkan
saja).

Nomor 3. Tatalaksana Medis:


a) Pada bagian tata laksana medis, bukan cairan RL atau obat yang
dimasukkan, namun kegiatan saat tindakan, misal pasien anak tidak bisa
disuntik akan dilakukan vena seksi.
b) Cairan RL atau obat-obatan masuk ke bagian medikasi.
c) Pastikan ada kaitan antara tindakan yang diberikan ditahapan ini dan
outcome (nomor 12).

Nomor 4. Tatalaksana Keperawatan:


Misalnya pemberian jalan nafas, pemberian 02, atau pemasangan kateter.

Nomor 5. Pemeriksaan Penunjang Medik (Lab, Radiologi, dsb):


a) Pemeriksaan laboratorium.
b) Untuk pemeriksaan laboratorium yang tidak satu paket, maka kotaknya
harus dipisah.

Nomor 6. Medikasi (Obat-obatan, cairan IV, transfusi, dsb):


a) Untuk bagian medikasi, masukkan jenis obat sampai ke generiknya, jangan
menyebut merk tetapi menyebut generiknya. Jangan hanya obat anti mual,
atau jangan hanya obat golongan sefalosporin.
b) Jangan lupa dosis obat juga dimasukkan.
c) Segala jenis terapi masuk medikasi.

Nomor 7. Nutrisi:
Misalnya pola makan untuk diet pasien.

Nomor 8. Kegiatan (aktivitas, toileting, pencegahan jatuh):


a) Kegiatan misalnya pelatihan fisik setelah operasi, pencegahan jatuh dan
lain-lain.
b) Olah raga masuk kegiatan ini.

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 11


Nomor 9. Konsultasi dan Komunikasi Tim:
a) Tidak semua diagnosis/ tindakan yang dibuat clinical pathway nya harus
dikonsulkan.
b) Untuk konseling dapat dilakukan oleh non medis (misalnya petugas sosial).
c) Komunikasi tim maksudnya adalah komunikasi lintas dokter ahli.

Nomor 10. Konseling Psikososial

Nomor 11. Pendidikan dan Komunikasi dengan Pasien/ Keluarga:


a) Untuk edukasi biasanya diberikan yang terkait psikososial pasien. Misalnya
terkait biaya, aspek psikologi, dan lain-lain. Yang memberi edukasi tidak
harus dokter, tetapi dapat psikolog.
b) Edukasi dibuat detail, edukasi apa saja yang diberikan kepada pasien.
Misalnya ada aktivitas kontrol, misalnya untuk pasien BBLR harus ada
konsultasi ke tim tumbuh kembang anak untuk pemeriksaan mata dan
THT, tetapi dilakukan di luar rentang waktu yang disepakati dalam clinical
pathway (misal clinical pathway hanya sampai 14 hari namun
konsultasinya dilakukan pada hari ke 28) maka konsultasinya dimasukkan
ke bagian edukasi. Bunyinya adalah “mengingatkan pasien untuk kontrol
pada hari ke 28”.
c) Pemberian motivasi kepada pasien masuk bagian ini.
d) Komunikasi juga dilakukan untuk perencanaan kegiatan klinis.

Nomor 12. Rencana Discharge:


a) Dalam clinical pathway harus ada outcome atau harapan perkembangan
yang harus dicapai.
b) Pada bagian ini harus ada perkembangan per hari dan harus ada outcome
pulang.
c) Outcome jangan hanya ditulis pada hari terakhir saja. Tiap setiap hari harus
ada perkembangannya.
d) Ada kalanya tanda kotak-kotak pada outcome diletakkan setiap hari (untuk
penyakit yang diharapkan ada perbaikan setiap hari). Namun ada kalanya
kotakannya hanya ditaruh di hari tertentu saja.

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 12


Kolom Variasi:
a) Clinical pathway didesain untuk sebagian besar pasien. Jadi misalnya
sebagian besar pasien DHF tidak dehidrasi berat dan tidak perlu vena seksi,
maka item vena seksi masuk variasi.
b) Untuk item-item yang dalam PNPK berbunyi “apabila diperlukan” maka
tidak perlu ditulis di isian nomor 1 – 12. Namun bila dilakukan, akan
masuk ke kolom variasi.

D. Audit Clinical Pathway


Gambar 2 menunjukkan bahwa clinical pathway dapat menurukan variance.

Gambar 2. Audit Clinical Pathway


Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan yang akan menggunakan clinical
pathway sebagai alat kendali mutu harus benar-benar merencanakan, menyusun,
menerapkan dan mengevaluasi clinical pathway secara sistematis dan
berkesinambungan. Setelah menerapkan clinical pathway, maka harus dilakukan
evaluasi clinical pathway dengan jalan melakukan audit intensif dalam waktu
yang ditentukan. Audit clinical pathway diperlukan guna:
1. Mendeskripsikan prosedur pelaksanaan clinical pathway dan evaluasinya.
2. Memfasilitasi penerapan Pedoman Praktik Klinis (PPK) serta evaluasinya.
Clinical pathway merupakan pengejawantahan dari PPK, dimana
penerapan serta audit rutinnya secara tidak langsung akan menciptakan
sistem yang memaksa rumah sakit harus melaksanakan PPK dan secara
rutin mengevaluasinya.
3. Mengurangi variasi yang tidak perlu dalam pelaksanaan praktik klinis.
Agar clinical pathway efektif (tidak terlalu banyak variasi yang tidak
perlu), maka sedari awal menyusun clinical pathway perlu ditentukan

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 13


kriteria inklusi dan eksklusi pasien dengan diagnosis yang sesuai dengan
clinical pathway yang akan diterapkan. Pada tahap awal penerapannya,
seluruh perbedaan dapat dicatat terlebih dahulu sebagai variasi untuk
kemudian dapat dievaluasi dan diperbaiki dalam audit selanjutnya.

Clinical pathway dapat diterapkan dengan baik jika perjalanan suatu


penyakit dapat diprediksikan, memiliki desain yang user friendly, serta didukung
oleh manajemen RS. Audit yang efektif akan menemukan data-data mengenai
kepatuhan penerapan clinical pathway, kendala-kendala penerapan clinical
pathway, serta hal-hal yang perlu diperbaiki dalam clinical pathway yang akan
diterapkan selanjutnya. Hal ini selain bertujuan untuk menilai kesesuaian
penyakit dan penatalaksanaannya sebagai upaya kendali mutu juga berperan
dalam mengendalikan biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit pada biaya-biaya
yang seharusnya tidak perlu sehingga lebih efisien tanpa merugikan pasien.
Dalam pelaksanaan audit clinical pathway perlu dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Koordinasi Komite Mutu dengan para Staf Medis Fungsional RS UAD
2. Tentukan parameter yang akan diaudit, misal penggunaan obat, terutama
antibiotika, LoS suatu penyakit, pemeriksaan penunjang diagnostik yang
digunakan, dan berbagai variasi yang terjadi selama pemberian pelayanan
kepada pasien.
3. Tentukan waktu pelaksanaan audit. Audit clinical pathway harus rutin
dilakukan dalam waktu yang ditentukan, misalnya minimal 3 bulan sekali.
4. Kumpulkan berkas rekam medis.
5. Pelaksaan audit. Dalam audit, hal yang juga perlu diperhatikan adalah
kepatuhan para pemberi pelayanan seperti dokter, ataupun perawat atau
profesi lain dalam menjalankan pelayanan sesuai dengan clinical pathway.
Perlu diidentifikasi hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam penerapan
clinical pathway.
6. Buat laporan dan rekomendasi kepada direktur RS UAD dan SMF. Setelah
seluruh tahap tersebut di atas, lakukan dokumentasi yang bertujuan untuk
pelaporan dalam pertemuan rutin manajemn dan direktur sehingga dapat
dilakukan perbaikan atau revisi clinical pathway.

Clinical pathway tidak selalu dapat diterapkan dan outcome klinis tidak
selalu sesuai harapan sebagaimana yang tertuang dalam clinical pathway.

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 14


Misalnya tidak seluruh pasien appendicitis akut non-komplikata yang dilakukan
apendiktomi dapat dipulangkan dalam waktu 3 hari sesuai yang disebutkan
dalam clinical pathway. Hal-hal tersebut dapat disebabkan oleh:
1. Perjalanan penyakit individual,
2. Terapi tidak diberikan sesuai ketentuan (misalnya tidak diberikan
antibiotik profilaksis, desinfeksi medan operasi tidak efektif, dsb),
3. Pasien tidak dapat mentoleransi obat,
4. Terdapat komorbiditas, dan lain-lain.

Jika kondisi seperti disebutkan di atas, fokus pelayanan kesehatan yang


diberikan tetap bersifat patient centered care. Tenaga medis tidak dapat
memaksakan pasien harus dirawat sesuai clinical pathway apabila tidak
memungkinkan.

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 15


BAB IV
DOKUMENTASI PELAPORAN

Berikut adalah contoh format Clinical Pathway.

Nomor CP :

Tanggalberlaku :

CLINICAL PATHWAY Nomorrevisi :


( Diagnosis / Tindakan )

Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Nomor Rekam Medis
Tanggal Lahir Tgl.Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl.Keluar Jam
Kode ICD: hari
Penyakit Utama Lama Rawat
Kode ICD :
Penyakit Penyerta Rencana rawat
Kode ICD: /
Komplikasi R.Rawat /Klas
Kode ICD : Ya / Tidak
Tindakan Rujukan
Dietary Counseling and Surveillance Kode ICD : Z71.3

HARI PENYAKIT

KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN


1 2 3 4 5 6 7
HARI RAWAT
1 2 3 4 5 6 7
1. ASSESMEN AWAL
a. ASSESMEN
AWAL MEDIS
b. ASSESMEN
AWAL
KEPERAWATAN

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 16


2. LABORATORIUM

Varian
3. RADIOLOGI/
IMAGING
4. KONSULTASI
5. ASSESMEN LANJUTAN

a. ASSESMEN
MEDIS
b. ASSESMEN
KEPERAWAT
AN

c. ASSESMEN
GIZI

d. ASSESMEN
FARMASI

6. DIAGNOSIS
a. DIAGNOSIS
MEDIS

b. DIAGNOSIS
KEPERAWA
TAN

c. DIAGNOSIS
GIZI

7 . DISCHARGE
PLANNING
8. EDUKASI TERINTEGRASI

a. EDUKASI/
INFORMASI
MEDIS

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 17


b. EDUKASI DAN
KONSELING
GIZI
a.
c. EDUKASI b.
KEPERAWATAN c.

d. EDUKASI
FARMASI
PENGISIAN
FORMULIR
INFORMASI DAN
EDUKASI Lembar Edukasi DTT Keluarga /
TERINTEGRASI Terintegrasi Pasien
9.TERAPI MEDIKA MENTOSA
a. INJEKSI
Varian
b. CAIRAN
INFUS Varian

c. OBAT ORAL
Varian

d. RECTAL

10. TATA LAKSANA / INTERVENSI ( TLI )

a. TLI MEDIS

b. TLI
KEPERAWAT
AN

Bentuk makanan,
kebutuhan zat
c. TLI GIZI gizi disesuaikan
dengan usia dan
kondisi klinis,
secara bertahap

d. TLI FARMASI Rekomendasi kepada Sesua dengan


DPJP hasil monitoring
11. MONITORING DAN EVALUASI ( Monitoring Perkembangan Pasien )

a. DOKTER DPJP Asesmen Ulang & Monitor

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 18


Review Verifikasi perkembangan
Rencana Asuhan pasien

Mengacu pada
NOC

b. KEPERAWAT
AN

c. GIZI

d. FARMASI Menyusun
12. MOBILISASI / REHABILITASI

a. MEDIS

b. KEPERAWAT
AN
c. FISIOTERAPI
13. OUTCOME / HASIL
a. MEDIS

a.
b.
b. KEPERAWAT c. Mengacu pada
AN d. NOC
e.
f.
g.
h. Dilakukan dalam
3 Shift

a. GIZI
Meningkatkan
b. FARMASI kualitas hidup
pasien

Status
14. KRITERIA pasien/tanda
PULANG vital sesuai
dengan PPK
15. RENCANA Pasien
PULANG membawa
/EDUKASI Surat pengantar kontrol Resume
Perawatan/

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 19


PELAYANAN
LANJUTAN

VARIAN

___________, _________, _______

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Perawat Penaggung Jawab Pelaksana


Verivikasi

( ___________________) ( ________________) (_______________)

Keterangan :

Yang harus dilakukan


Bisa atau tidak
 Bisa sudah dilakukan

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 20


1. Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2012. Panduan Penyusunan Dokumen
Akreditasi,IMR, Jakarta.
2. Pedoman Penyusunan Panduan Praktek Klinis dan Clinical Pathway dalam asuhan
terintegrasi sesuai standart Akreditasi Rumah Sakit 2012, Edisi 1 2015

Rumah Sakit Universitas Ahmad Dahlan 21

Anda mungkin juga menyukai