TUGAS 3
UNIVERSITAS TERBUKA
1.a. klasifikasi bentuk-bentuk kepedulian Gereja terhadap pembangunan dan Ekologi
b. ekologi
Sebagaimana sudah dikatakan di atas, pembangunan mengena terutama pada
manusia (tujuan) dan bumi atau alam ciptaan (obyek). Adalah keyakinan umum bahwa
demi mencapai kesejahteraan umum maka bumi mesti juga diolah. Mengolah bumi untuk
kehidupan dan kesejahteraan manusia, selaras dengan mandat awali penciptaan yakni:
menguasai dan menaklukkan bumi (bdk. Kej.1:28); mengelola dan mengusahakan bumi
(bdk. Kej.2:15).
b.1 mendorong teknologi
Sepanjang sejarah, Gereja tidak saja mendukung, tetapi malah memelopori
implementasi mandat awali penciptaan ini. Kehidupan monastic tidak terpisahkan dari
tugas mengolah bumi. Prinsip hidup “ora et labora” (berdoa dan bekerja) lahir dari
haribaan kehidupan monatik Gereja Katolik. Gereja bahkan terus menerus mendorong
manusia untuk mengolah bumi yang merupakan sumber kehidupan bagi manusia.
Mengolah bumi adalah sumber harta milik. ASG mengakui adanya hak milik pada
setiap orang, namun tetap mengingatkan ciri social dari harta milik. Sejak St.
Ambrosius (abad 4) sampai ASG mutakhir ciri sosial harta benda tetap ditegaskan
oleh Gereja. Dalam arti itu, Gereja mendorong upaya pembangunan dengan
mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber alam demi kehidupan
manusia. Gereja mendorong kemajuan teknologi yang semakin menolong manusia
memperoleh hasil optimal dalam pengelolaan alam ciptaan. “Tetapi zaman sekarang
ini, terutama berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, ia telah dan tetap masih
memperluas kedaulatannya atas alam semesta. … Dengan demikian banyak harta
nilai, yang dulu oleh manusia terutama di harapkan dari kekuatan-kekuatan atas bumi,
sekarang sudah diusahakannya melalui kegiatannya sendiri” (GS 33). Konsili Vatikan
II memuji kemajuan IPTEK yang semakin memampukan manusia mengusai bumi
demi pemenuhan kebutuhan kesejahteraannya.
b.2 kritis terhadap teknologi
Barulah pada tahun 1971, Gereja secara resmi menyatakan sikapnya terhadap
persoalan lingkungan hidup yang merupakan dampak langsung dari pembangunan.
Gereja mulai menyadari bahwa upaya pembangunan yang acak-acak dan tidak
komprehensif serta tidak integrative justru dapat mengancam keberlangsungan
kehidupan, bukan hanya manusia tetapi bumi seluruhnya (Bdk. OA 21). Sikap Gereja
ini kemudian disampaikan dalam Konfrensi Lingkungan Hidup Pertama di
Stolkholm(1972). Pernyataan Gereja Katolik di Stolkholm 1972 memperlihatkan
keprihatinan terhadap degradasi lingkungan hidup akibat pembangunan yang
menyebabkan bahwa bumi tidak bisa lagi menjadi rumah yang ramah bagi generasi
masa depan. Sikap kritis terhadap teknologi disampaikan sambil mengingatkan bahwa
pemanfaatan teknologi mesti disertai kesadaran moral agar teknologi tidak
menghancurkan, Untuk itu diperlukan perubahan mental secara radikal.
ASG selanjutnya terus menerus mengingatkan manusia, agar memanfaatkan
teknologi secara etis dan bertanggungjawab tidak saja untuk kehidupan manusia masa
kini, tetapi juga di masa depan. Yohanes Paulus II (1979) mengingatkan bahwa
kemajuan teknologi yang dicapai manusia justru membawa kepada “kesia-siaan”
karena menjadi ancaman terhadap manusia dan membawa kehancuran kepada alam
ciptaan. “Tidakkah kemajuan amat besar yang sebelum ini tak dikenal – dan
berlangsung khususnya abad ini – di bidang kedaulatan manusia atas bumi sendiri
menyingkapkan penaklukan ganda kepada kesia-siaan itu. Cukuplah mengingatkan
akan kendala-kendala tertentu, misalnya ancaman pencemaran lingkungan alam di
kawasan-kawasan industrialisasi yang pesat, atau konflik-konflik bersenjata yang
setiap kali pecah lagi, atau prapandangan-prapandangan penghancuran diri dengan
penggunaan senjata-senjata nuklir, zat air (hydrogen), neutron dan sebagianya….”
(RH 8). Beliau mengingatkan bahwa kemajuan pesat yang dicapai manusia menuntut
“perkembangan moralitas dan etika yang sepadan” (RH 15).
b.3. Perubahan Gaya Hidup
Perkembangan baru dalam dunia ekonomi, membawa serta bukan saja kemajuan
ekonomi, tetapi juga kehancuran dan kerusakan lingkungan hidup. Pembangunan
direduksi hanya pada ekonomi. Demi keuntungan ekonomi teknologi dimanfaatkan
untuk mengexploitasi alam secara sembrono. Kemajuan ekonomi menghasilkan
akumulasi harta dan manusia jatuh ke dalam bahaya konsumerisme. “Dari pilihan-
pilihan pelbagai hasil produksi dan barang-barang konsumsi nampaklah kebudayaan
tertentu, yang mencerminkan visinya tentang keseluruhan hidup. Dari situlah muncul
gejala konsumerisme. …bila yang langsung dianut ialah selera-selaranya sendiri,
sedangkan kenyataan pribadi yang berakal budi dan bebas tidak dihiraukan. Dapat
muncul sikap-sikap konsumeristis dan corak-corak hidup yang secara obyektif tidak
pantas atau merugikan kesehatan jiwa-raga” (CA 36).
1.b. sikap Gereja dalam menyikapi krisis ekologis seperti air berkualitas dan pengggunaan
plastik
Seperti kita ketahui bersama bahwa bumi sedang berada dalam situasi krisis. Banyak
keprihatinan yang terjadi misalnya polusi dan perubahan iklim, masalah air, hilangnya
keanekaragaman hayati, penurunan dan kemerosotan kualitas hidup manusia secara
global, dan sebagainya. Situasi krisis yang memprihatinkan itu tentu tidak hanya
disebabkan oleh faktor alamiah saja, tetapi justru terutama disebabkan oleh intervensi
yang berlebihan dari manusia. Paus Fransiskus mengangkat dua persoalan pokok sebagai
akar atau penyebab dari krisis ekologi global dewasa ini. Penyebab Pertama adalah
dominasi paradigma teknokratis.paus Fransiskus menegaskan bahwa “ilmu pengetahuna
dan teknologi adalah hasil yang indah dari kreativitas manusia yang diberikan Allah”
kepada manusia. Paus juga mengingatkan bahwa teknologi telah membantu manusia
dalam mengatasi keterbatasannya, terutama dibidang kedokteran. Teknik dan
komunikasi. Dan banyak juga upaya dari para ilmuan dan teknisi yang telah
menghasilkan pelbagai alternatif untuk pembangunan berkelanjutan (LS 102). Selain itu
hasil- hasil teknologi juga membangkitkan suatu cita rasa akan keindahan, antara lain
dalam ketakjuban akan keindahan pesawat terbang, bangunan bertingkat dan sederetan
karya seni (LS 103).
Penyebab kedua dari krisis ekologis global dewasa ini ialah penerimaan paham
antroposentrisme modern. Paham antroposentrisme modern yang dimaksudkan oleh Paus
Fransiskus ini bertolak belakang dengan paham antropologi kristiani tentang relasi
manusia dengan alam. Antroposentrisme modern menaruh pola pikir teknis di atas
realitas alam yang sebenarnya, dimana manusia melihat alam sebagai objek kegunaan
semata, sebagai ruang dan bahan untuk dieksploitasi. Kodrat alam sebagai ciptaan disini
tidak dihargai. Alam dipandang hanya sebagai barang mati, sementara yang hidup
hanyalah manusia yang berakal budi, kehendak bebas dan hati nuraninya, manusia
mestinya mengolah alam dengan penuh hormat.
2.a. bentuk keterlibatan Gereja Katolik dalam bidang politik Indonsia berkaitan dengan
Pancasila, Pemilu dan Politik.
Gereja Katolik tidak terikat pada suatu bentuk pemerintahan tertentu. Tetapi semakin
pola suatu pemerintahan sesuai dengan prinsip “kemanusiaan yang adil dan beradap”
maka Gereja Katolik semakin mendukung pola pemerintahan ini. Pada abad ke-21 ini
pemerintahan yang paling manusiawi adalah yang menjamin kebebasan, pengikutsertaan
dan kemakmuran seluruh rakyatnya. Dengan kata lain, bentuk pemerintahan Negara
Republik Indonesia adalah Demokrasi, pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Gereja Katolik Indonesia dengan senang hati mendukung
Pancasila, sebab di anggap baik dan merangkum beberapa nilai manusiawi dan Kristiani.
Maka Gereja Menunjang semua usaha dan upaya untuk mempertahankan Pancasila demi
uthnya martabat manusia, demi tegaknya hak- hak asasinya, dan demi kesatuan seluruh
rakyat Indonesia. Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari segi
keagamaan, sila ini yang paling penting, walaupun selalu dipandang dalam kesatuannya
dengan keempat sila yang lain. Mengapa paling penting? Sebab keTuhanan menjamin
kebebasan agama dan beragama/ berkepercayaan setiap warga negara. Sila ini mencegah
negara atau pemerintah mencampuri atau mengatur urusan intern (syariah atau ibadah
suatu agama) serta membatu usaha suatu umat beragama untuk lebih meningkatkan
hidup keagamaannya. Oleh karena itu Gereja Katolik memandang sila pertama sebagai
rumusan yang tepat dan bijaksana.
Secara hakiki Gereja Katolik terlibat dalam urusan dunia, yang dijalankan oleh kaum
awam Katolik dan tidak oleh hirarki Gereja Katolik karena fungsi dan tugas utamanya
yang berbeda. Keterlibatan kaum awam katolik merupakan salah satu bagian dari
keterlibatan Gereja Katolik Indonesia terhadap negara dan bangsanya. Berlandaskan
pada amanat Kitab Suci dalam Lukas 20:25, berikanlah kepada kaisar apa yang wajib
kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada
Allah. Kiranya tidak hanya dipahami sebagai tanggung jawab Gereja Katolik dalam
memberikan pajak kepada negara, tetapi konteks keseluruhan dapat dipahami sebagai
keterlibatan Gereja Katolik terhadap negara dan bangsanya, salah satunya adalah bidang
politik. Karena itu semua anggota Gereja Katolik, baik kaum Klerus, Hidup Bakti dan
terlebih kaum Awam, terpanggil kewajibannya untuk peduli terhadap negara dan
bangsanya dalam batas tugas dan fungsinya terhadap bidang politik yang dibahas dalam
materi ini. Kesadaran gereja Katolik terhadap tugas dasarnya dalam bidang politik
dewasa ini tidak lepas dari pengaruh Konsili Vatikan II. Kesadaran tersebut ditentukan
oleh tiga perkembangan. Pertama, Gereja Katolik mengkooptasi paham hak- hak asasi
manusia (dalam ensiklik Pacem in terris). Kedua, Gereja Katolik secara resmi dan hati-
hati menerima keanekaragaman masyarakat modern. Kedua posisi teologis tersebut di
satu pihak dapat memampukan Gereja untuk berperan dalam masyarakat majemuk,
namun di lain pihak gereja Katolik memperoleh pedoman etis yang jelas tentang apa
yang benar dan salah dalam berpolitik.
Berkaitan dengan Pancasila umat Katolik menerima Pancasila sebagai satu- satunya
asas kehidupan bernegara dan bermasyarakat bagi setiap warga dan setiap organisasi
yang bergerak dalam wilayah hukum Republik Indonesia. Atas dasar Pancasila itu,
pluralitas suku, budaya, agama dan sosial masyarakat seluruh nusantara sepakat untuk
bersatu dalam perbedaan. Berkaitan dengan pemilihan umum, hendaknya masing-
masing umat Katolik bertindak sebagai warga negara,berpikir demi kepentingan negara,
dan memilih sesuai dengan keyakinan sebagai orang Katolik. Pemilihan Umum
merupakan sebuah kesempatan untuk memperbaiki mutu kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam memilih suatu partai atau kelompok tertentu sebaiknya didasari oleh
pertimbangan bahwa partai atau kelompok tersebut akan mau dan sanggup
memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Pemahaman tersebut penting bagi umat Katolik
dalam usaha keterlibatannya dalam hidup politik.
Masih terkait dengan politik, umat Katolik hendaknya merasa wajib menjadi warga
negara yang aktif. Tetapi politik para tokoh dan kelompok atau Partai Katolik tidak boleh
hanya memperjuangkan kepentingan umat Katolik, melainkan yang utama iyalah
kesejahteraan bersama.