Ekonomi Pancasila pada dasarnya adalah suatu tawaran solusi moral dan politik untuk
dekonstruksi ekonomi menuju rekonstruksi sistem ekonomi nasional Indonesia.
Pandangan atau rumusan Ekonomi Pancasila dapat dikutip berikut ini:
a. Ekonomi Pancasila, Mubyarto (1981):
Menurut Mubyarto sistem ekonomi Pancasila berciri:
(1) Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral.
(2) Kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan pemerataan sosial
(egalitarianisme), sesuai asas-asas kemanusiaan..
(3) Prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang
tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijaksanaan ekonomi.
(4) Koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk paling
konkrit dari usaha bersama.
(5) Adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional
dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi dan sosial.
b. Ekonomi Pancasila, Sri-Edi Swasono (1981):
Landasan hukum Ekonomi Pancasila adalah Pasal 33 UUD 1945 yang. dilatarbelakangi oleh
jiwa Pembukaan UUD 1945 dan didukung/dilengkapi oleh Pasal-pasal 18, 23, 27 ayat (2) dan
34.
Sistem Ekonomi Pancasila menurut Sri-Edi Swasono dapat digambarkan sebagai sistem
ekonomi yang berorientasi atau berwawasan pada sila-sila Pancasila, yaitu:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa (adanya atau diberlakukannya etik dan moral. agama,
bukan materialisme; manusia beragama melaksanakan syariah berkat iman sebagai
hidayah Allah).
(2) Kemanusiaan (kehidupan berekonomi yang humanistik, adil dan beradab), tidak
mengenal pemerasan, penghisapan ataupun riba);
(3) Persatuan (berdasar sosio-nasionalisme Indonesia, kebersamaan dan berasas
kekeluargaan, gotong-royong, bekerjasama, tidak saling mematikan);
(4) Kerakyatan (berdasar demokrasi ekonomi, kedaulatan ekonomi, mengutamakan hajat
hidup orang banyak, ekonomi rakyat sebagai dasar perekonomian nasional);
(5) Keadilan sosial secara menyeluruh (kemakmuran rakyat yang utama, bukan
kemakmuran orang-seorang, berkeadilan, berkemakmuran).
tercapainya "sebesar-besar kemakmuran rakyat". Itulah sebabnya dengan sangat tepat Pasal
33 UUD 1945 sebarada pada Bab XIV UUD 1945 yang diberi judul KESEJAHTERAAN
SOSIAL (dalam artian societal welfare, bukan sekadar sosial welfare)³.
Ayat (4) Pasal 33 UUD 2002 yang asli (sebelum disisipkan perkataan "berkeadilan' di
belakang perkataan "efisiensi") merupakan upaya untuk membelokkan atau menghentikan
transformasi ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalan posisi temporer Ayat II Aturan
Peralihan UUD 1945. Masuknya draft Ayat (4) ini termasuk suatu upaya jahat "Perkinsian
Hit Man" yang sempat kita gagalkan. Bagaimanapun juga Ayat (4) UUD 2002 merupakan
ketentuan konstitusi yang absurd, yang tentu saja pantas ditanggalkan karena susunan kalimat
dan dasar idenya serba pop, tanpa mengandung substansi mendasar, sambil kita sekaligus
berupaya lagi mengembalikan judul Bab XIV pada aslinya.
Penutup
Itulah sebabnya, di Barat pun yang anti kerakusan, ketimpangan dan ketidakadilan ekonomi
menggugat ketidakmampuan sistem ekonomi pasar bebas dan menyatakan perlu diakhirinya
pasar bebas (the end of laissez faire, lihat catatan kaki 24, halaman 45 tulisan ini). Mengapa
setiap kali ditegaskan the end of laissez-faire, namun akhirnya stelsel ini muncul lagi
(sebagaimana dikumandangkan kembali oleh Ronald Reagan dan Margareth Tatcher pada
dekade akhir di Abad 20 ini, yang dikutuk keras oleh George Soros baru-baru ini?2 Jawabnya
adalah liberalisme dan pasar bebas adalah tempat hidupnya kapitalisme dan imperialisme
global. Demi hidupnya itu, berlaku prinsip survival of the fittest bagi homo-economicus.
Disitulah timbul ekonomi berkecamuk.
Sebagaimana dapat diperiksa pada bagian akhir dari Bagan (Lampiran I), cita cita kita adalah
menyusun Undang-undang Pokok Tentang Perekonomian Nasional (atau suatu Undang-
Undang Pokok tentang Demokrasi Ekonomi). Dengan demikian kita kembali ke khittah
nasional untuk perubahan dan kemajuan, artinya back to basics for change and progress. 27
Lampiran II
NASIONALISME INDONESIA:
Platform Nasional - I
Manifesto Budaya: Menegakkan Bhinneka Tunggal Ika. Ideologi Pancasila: Pancasila bagi
Indonesia yan pluralistik dan multicultural adalah "asas bersama" atau common denominator
untuk mempersatukan kebhinnekaan (pluralism) dalam satu keutuhan tunggal.
Platform Nasional - II
Kepentingan nasional adalah utama, tanpa mengabaikan tanggungjawab global (kita tetap
menganut politik luar negeri "bebas aktif").
Platform Nasional - IV
Yang kita bangun adalah rakyat, bangsa dan negara. Pembangunan ekonomi adalah derivat
untuk mendukung pembangunan rakyat, bangsa dan negara. Pemerintahan berdasar pada
kedaulatan rakyat. Posisi rakyat adalah sentral-substansial. Daulat rakyat tidak bisa digusur
oleh Daulat Pasar.
Platform Nasional - V
Platform Nasional - IX
Apa yang kita tuju adalah "Pembangunan Indonesia bukan sekedar "Pembangunan di
Indonesia". Dalam setiap kemajuan rakyat harus senantiasa terbawa-serta maju.
(Pembangunan menggusur kemiskinan bukan menggusur orang miskin).
Platform Nasional - X
Hutang luar negeri bersifat pelengkap dan sementara. Investasi asing berdasar pada asas
mutual benefit (investasi asing tidak dalam posisi dominan).