Anda di halaman 1dari 3

SISTEM EKONOMI PANCASILA

(Mubyarto,UGM Press)

Pancasila yang menjadi ciri khas jati diri bangsa Indonesia. Pancasila itu yang menyatukan lima sila
Ideologi Nasional yaitu 1) penghayatan keyakinan agama, 2) kasih sayang dan penghargaan terhadap
harkat dan martabat manusia, 3) persatuan nasional, 4) pemerintahan perwakilan, dan 5) keadilan sosial
bagi seluruh warga negara. Pembahasan berikut merupakan upaya untuk menggambarkan hubungan
antara ilmu pengetahuan, ideologi dan agama, sejauh ketiganya memiliki kaitan dengan pemahaman dan
perkembangan sistem ekonomi Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Ekonomi Pancasila.

Istilah pertama yaitu sains. Hidayat Nataatmaja mendefinisikan ilmu sebagai kemampuan mistik atau
mukjizat yang hanya dimiliki oleh Allah dan dianugerahkan kepada umat manusia, sains, di sisi lain
adalah semata-mata hasil penalaran manusia dan didasarkan pada paradigma yang pasti. Paradigma
adalah dasar non-ilmiah yang digali oleh intuisi manusia. relevansi yang diuji dalam proses penciptaan
ilmu pengetahuan. Sains dalam pengertian yang terakhir yaitu sebagai pengetahuan yang diperoleh
melalui pemikiran yang sistematis. Kedua, ada ideologi, kata yang berasal dari kata eidos yang berarti ide,
bentuk, atau model, dan logi atau ilmu. Ideologi dapat diartikan sebagai sistem nilai atau sistem logika
yang membatasi nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi oleh suatu bangsa dalam kehidupansosialnya.
Ketiga, adanya agama, pencerahan ilahi yang membimbing seluruh pikiran, sikap, dan tindakan manusia
menuju kehidupan yang lebih sempurna di atas bumi. Sebagaimana dinyatakan dengan jelas dalam
pasal 29 UUD, bangsa kita didirikan di atas sila pertama Pancasila yaitu pengakuan keyakinan agama.

Di negara bagian lain, di mana agama dianggap sebagai urusan pribadi. Di Indonesia, Pancasila
sebagai nilai-nilai fundamental. Mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, sehingga dalam ayat 33
UUD misalnya menyatakan bahwa perekonomian diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan
asas kekeluargaan. Dalam pandangan Islam, bangsa adalah perpanjangan tangan dari keluarga, dan harus
bekerja sama dalam kehidupan ekonomi; tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam praktik yang berhasil
dengan membunuh sesama pesaing. Ini berbeda dengan liberalisme, di mana dianggap bahwa harmoni
sosial dan kesejahteraan sosial dihasilkan dari persaingan bebas. Pada kenyataannya, ajaran Islam dan
Kristenisasi berpisah dengan Marxisme dan liberalisme dalam banyak hal, salah satunya adalah
pandangan mereka tentang keberadaan sumber daya alam. Bagi Marxisme, yang tidak mengakui Tuhan
dan semua yang Dia ciptakan, negara harus menentukan semua 'aturan main' dalam pengembangan
sumber daya dan distribusinya. Dan negaralah yang memiliki hegemoni mutlak atas kepemilikan,
penguasaan, dan penggunaan faktor-faktor produksi. Yang dilarang adalah mengejar kekayaan materi
untuk tujuan merayakan diri sendiri di depan orang lain. Amal dan tugas keagamaan harus selalu
dikaitkan dengan aktivitas kita sehari-hari, terlepas dari apakah seseorang itu Kristen, Muslim, Hindu,
atau Buddha.

Ilmu ekonomi bersifat universal, jauh lebih universal dari Pancasila. Pada pertengahan Mei 1981
sebuah forum ekonomi Pancasila memicu diskusi panas, salah satu sorotan yang melibatkan lima fitur
dari jenis sistem ekonomi yaitu yang pertama ialah Insentif untuk Kegiatan Ekonomi. Poin ini mendapat
tinjauan yang cukup besar, terutama karena langsung menyentuh gagasan 'humanisme' Indonesia.
Berbagai pendapat dikemukakan apakah orang Indonesia memiliki tingkat tanggung jawab sosial dan
moral yang tinggi atau apakah mereka serakah seperti ciri 'binatang ekonomi' ekonomi liberal. Sila
pertama Pancasila tentunya menjadi landasan moral bagi perilaku ekonomi “ kemanusiaan” Indonesia.
Kedua, Egalitarianisme. Sila kedua Pancasila akan terwujud apabila semangat gotong royong dan rasa
saling menghargai di antara semua lapisan masyarakat ditemukan secara merata karena jika
ditransformasikan ke dalam solidaritas sosial, maka akan mengarah pada egalitarianisme . Ketiga,
Nasionalisme Ekonomi. Semangat nasionalisme politik dan ekonomi sangat kuat di kalangan masyarakat
Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya “ perang” dengan Belanda di berbagai daerah dan kerajaan
sepanjang masa penjajahan dan juga dari perjuangan menegakkan UUD 1945. Para ekonom klasik
mendukung Perdagangan Bebas karena baik untuk Inggris Rayatian, bukan karena itu baik untuk dunia.
Keempat, Koperasi. Sebagian besar kalangan ini menganggap rumusan Hatta dalam penjelasan pasal 33
UUD itu merupakan analisis visi yang luar biasa dan jauh jangkauannya. Sebagian lainnya, setelah
mengamati perkembangan koperasi selama ini, masih meragukan kemampuan organisasi bisnis jenis ini
untuk menjadi struktur kunci dalam perekonomian nasional. Kelima, Perencanaan dan Desentralisasi.
Mulai tahun 1969, pembangunan Indonesia dilaksanakan melalui serangkaian program lima tahunan yang
dikendalikan oleh pemerintah pusat. Dengan perencanaan Repelita inilah pemerintah mampu menggali
dan mengelola sumber daya alam secara sistematis. Dengan demikian, dalam sistem ekonomi Pancasila,
garis bawah kebijakan pembangunan adalah keseimbangan antara sentralisme dan desentralisasi. Yang
pertama menjamin efisiensi, sedangkan yang kedua menjamin efektifitas pembangunan dan partisipasi
aktif seluruh masyarakat daerah.

Secara umum, ada tiga pedoman dasar yang dengannya masyarakat dapat mengatur distribusi
pendapatan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan: 1) hak dan kewajiban, 2) timbal balik, dan 3)
kepuasan kebutuhan. Tentang hak dan kewajiban, keadilan akan terpelihara bila hak-hak individu dan
lembaga dilindungi melalui sepuluh aturan (tertulis dan tidak tertulis) yang dibuat oleh masyarakat itu
sendiri dan oleh pemerintah. Cara kedua untuk menegakkan keadilan adalah melalui adat atau tradisi
timbal balik. Dalam masyarakat yang masih sangat sederhana, orang merasa telah melakukan
ketidakadilan ketika mereka tidak berusaha untuk membalas kebaikan satu sama lain. Pada tingkat
pemerintahan atau kepemimpinan sosial, setiap orang yang melakukan suatu jasa akan mendapat
pengakuan yang setimpal dengan kontribusinya. Ini adalah keadilan. Juga adil untuk mengadili mereka
yang tindakannya merugikan orang lain secara pribadi atau masyarakat umum. Penghargaan dan
hukuman adalah lembaga yang menegakkan keadilan. Cara ketiga untuk menerapkan keadilan adalah
dengan inisiatif pemerintah dan organisasi sosial yang menyediakan kebutuhan anggota masyarakat.
Dalam hal ini, masyarakat dan bahkan keadaan bisa diibaratkan seperti keluarga versi makro dimana
kebutuhan setiap orang akan berbeda. Faktor-faktor produksi dikendalikan oleh negara agar barang-
barang kebutuhan pokok masyarakat dapat diproduksi.

Peningkatan kemakmuran ini terjadi dengan cara yang adil, dan ini mensyaratkan bahwa prinsip-
prinsip keadilan mendasari semua kebijakan dan program ekonomi. Untuk itu, pemerintah telah
melembagakan delapan titik kebijakan pemerataan (delapan jalur pemerataan) yaitu (1) Pemerataan dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan penekanan khusus pada pangan, sandang dan perumahan. (2)
Pemerataan akses terhadap fasilitas pendidikan dan pelayanan kesehatan. (3) Distribusi pendapatan yang
adil. (4) Kesempatan kerja yang sama. (5) Kesempatan yang sama untuk terlibat dalam kegiatan usaha. (6)
Kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi kaum muda dan
perempuan. (7) Pemerataan pembangunan di seluruh pelosok tanah air. (8) Akses yang sama terhadap
perwakilan di pengadilan sipil. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menutup kesenjangan yang ada
antara berbagai bagian dari populasi dalam mendapatkan pendapatan potensial dan standar hidup.

Ada tiga pasal dalam UUD yang membahas tentang kesejahteraan sosial dan keadilan sosial, baik
berupa hak warga negara maupun kewajiban negara terhadap warga negaranya. Ayat 2 pasal 27
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang sesuai dengan
harkat dan martabat manusia. Artinya, negara memang memiliki tanggung jawab (moral dan material)
untuk melakukan segala daya untuk menciptakan lapangan kerja bagi semua orang yang mau dan mampu
bekerja agar mereka dapat menikmati kualitas hidup keturunan. Menurut pasal 34, negara berkewajiban
untuk membantu mereka yang bekerja keras tetapi masih belum mampu untuk keluar dari kemiskinan,
termasuk anak-anak miskin dan tunawisma. Akhirnya, dalam pasal 33 tentang pengaturan ekonomi, yang
telah saya bicarakan panjang lebar, ada bagian tentang kesejahteraan sosial yang menyebutkan tujuan
meningkatkan kesejahteraan semua orang dan bukan hanya kekayaan individu. Inilah prinsip
egalitarianisme yang terkandung dalam GBHN, dan disinilah terlihat hubungan antara pembangunan,
pemerataan dan keadilan sosial merupakan suatu rangkaian yang sistematis dan logis. Seperti yang saya
katakan sebelumnya, 1981 adalah tahun "polemik" konsep ekonomi Pancasila. Ini dimulai dengan upaya
untuk mendefinisikan fitur sistem dan didorong oleh kritik di media berita meningkat menjadi debat
nasional.

Pemerintah sangat menyadari bahwa kenyataan tidak sesuai dengan harapan kami. Hal ini menjadi
salah satu pertimbangan pada tahun 1978 untuk MPR memutuskan untuk memulai program pelatihan P-4
secara teratur dan sistematis dalam upaya mengubah sikap masyarakat Indonesia dalam menghadapi
masalah ekonomi dan sosial.

Sistem ekonomi Pancasila memasukkan unsur-unsur etika dalam produksi dan konsumsi, dan pada
gilirannya mengandung banyak ajaran tentang keadilan sosial dalam distribusi pendapatan nasional.
Sistem ekonomi yang etis dan berkeadilan sosial memiliki banyak unsur normatif yang mengatur perilaku
manusia yang di dunia nyata tidak mudah dikaitkan dengan sanksi sosial yang jelas. Konsekuensinya,
sistem ekonomi Pancasila hanya akan benar-benar berjalan jika setiap anggota masyarakat telah
menjadikan prinsip-prinsip Pancasila sebagai model kehidupan sehari-harinya.

Daftar Pustaka
Mubyarto. 1985. Pancasila economic system : its feature and conceptual basis. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai