Anda di halaman 1dari 33

BAB 2

SISTEM GAYA

Hasil Pembelajaran

 Menentukan besaran gaya dan arah gaya secara grafis dan analisis
 Menentukan gaya resultan dengan metode grafis maupun analisis
 Menentukan komponen gaya dengan menguraikan gaya terhadap sumbu x
dan y
 Menghitung besarnya momen dengan metode resultan
 Menentukan besarnya momen kopel dan menggabungkan gaya dengan
kopel

Kriteria Penilaian

 Menggambarkan gaya dalam metode grafis


 Menentukan besaran gaya dan arah gaya
 Menentukan resultan dua gaya dengan metode jajaran genjang
 Menentukan resultan beberapa gaya dengan metode poligon gaya
 Menentukan resultan gaya dengan metode analisis
 Menghitung gaya resultan dengan cara analisis
 Menentukan komponen gaya terhadap sumbu x dan y dengan cara grafis
Menghitung komponen gaya x dan y dengan cara analisis
 Menghitung besarnya momen terhadap titik yang ditinjau dengan cara tegak
lurus Menghitung besarnya momen dengan cara penguraian gaya
 Menentukan gaya kopel dan momen kopel dari titik yang ditinjau
 Menentukan gabungan kopel dan gaya untuk menghasilkan sebuah gaya
tunggal.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 17


2.1 Gaya

Gaya didefinisikan sebagai aksi suatu benda terhadap benda lainnya.


Gaya mempunyai besaran vektor, akibat yang ditimbulkan bergantung pada
arahnya selain hukum jajaran genjang dan kombinasi vektor.
Besar suatu gaya hanya ditunjukkan dengan satuan Newton, seperti yang
telah dibahas di bab 1 menurut satuan SI, sedangkan untuk satuan Amerika
menggunakan satuan pound (lb)

Arah suatu gaya ditentukan oleh garis aksi dan arah dari gaya garis aksi
adalah suatu garis tak berhingga yang menunjukkan arah gaya tersebut,
ditentukan oleh sudut yang dibentuk garis tersebut dengan sumbu tertentu.

Gambar 2.1

Seperti ditunjukkan pada gambar 2.1a dan 2.1b gaya mempunyai besaran
sebesar 100 N dengan arah ke atas berarti positif sedang arahnya kebawah
dianggap negatif, demikian juga jika arah nya kekanan berarti positif
sedangkan arahnya kekiri dianggap negatif. Sementara tidak ada yang
namanya gaya negatif dan gaya positif yang ada hanyalah arahnya saja.

Gaya itu sendiri dinyatakan oleh suatu segmen pada garis aksi dengan
menggunakan suatu skala, panjang segmen dapat dipilih untuk menyatakan
besar gaya tersebut, atau dengan istilah lain menjadi sebuah panjang gaya.

Untuk lebih mengenal dengan jelas, disini akan dibahas dengan dua cara
yaitu dengan metode grafis dan metode analisis. Keduanya mempunyai peran
yang sangat penting dan bahkan akan saling ketergantungan.

Metode grafis memberikan dasar statika secara nyata dan diselesaikan


dengan menggambar. Dengan pengalaman menggambar yang baik sangat

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 18


diperlukan untuk dapat membayangkan atau mengaplikasikan arah
penyelesaian suatu masalah dengan gambar. Gaya dapat dikatakan sesuai
dengan kebutuhan, dan tentunya akan memakan tempat yang sangat luas bila
persoalan gambar sudah sangat komplek. Hasil yang didapat dengan metode
grafis tidak sepenuhnya secara akurat. Tetapi yang diharap dengan metode
grafis adalah kecepatan dalam memberikan arah dan hasil akhir kemana
tujuan gaya dengan benar. Ketelitian yang akurat tentunya akan diselesaikan
dengan cara analisis atau perhitungan numerik.

2.2 Resultan gaya

Dua buah gaya F 1, dan F2 yang kongkruen (bekerja bersamaan dalam


satu bidang) dapat dijumlahkan menurut hukum jajaran genjang oleh
keduanya untuk mendapatkan jumlahnya atau resultan R, seperti terlihat pada
gambar 2.2.
F1

A Ѳ

F2

Gambar 2.2 ( a)

Pada gambar 2.2a dua buah gaya yang kongkruen tersebut terletak
pada bidang yang sama tetapi bekerja pada dua titik yang berbeda.

F1

A Ѳ

F2

Gambar 2.2 ( b)

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 19


F1

A α

F2

Gambar 2.2 (c)

Gambar 2.2 (d)

Dengan prinsip transmisibilitas, oleh gambar 2.2b masing-masing gaya


dapat digeser selama dalam satu garis kerja gaya atau lintasan gaya dan
bertemu menjadi satu dititik tangkap di A. Dengan hukum jajaran genjang
pada gambar 2.2c resultan gaya R dapat ditentukan. Secara matematis
jumlah kedua gaya dapat ditulis dengan persamaan vektor.

R = F1 + F2

Gaya tunggal R ditunjukkan seperti gambar 2.2d sebagai pengganti


atau ekivalen dari F1 dan F2.

2.2.1 Metode Grafis

Metode Grafis diperlukan untuk menyelesaikan resultan gaya dengan


cara menggambar. Sebelum mulai menggambar masing-masing gaya
diterjemahkan menjadi sebuah gaya yang berbentuk panjang garis dengan
nilai tertentu sesuai dengan skala yang ditentukan sebelumnya. Seperti
persoalan gambar 2.2b jika masing-masing gaya F1, dan F2 mempunyai

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 20


besaran 200N dan 300N dengan sudut Ѳ sebesar 45° berapakah besar Gaya
R dan berapa besar sudut α yang dibentuk terhadap garis sumbu x.

a. Cara I - Metode grafis dengan Jajaran Genjang

1. Buat skala gaya, 1 cm Ξ 50 N, (artinya panjang garis 1 cm sebanding


dengan 50N)

Jadi, panjang gaya, F1 = 200 N x = 4 cm


F2 = 300 N x = 6 cm

Gambar 2.3

2. Buat garis mendatar/horisontal sepanjang 6 cm untuk gaya F 2 , dan garis


miring 45° sepanjang 4 cm untuk gaya F 1 seperti gambar 2.3a.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 21


3. Selanjutnya buat garis bantu yang sejajar dengan garis gaya F2 diujung
gaya F1, demikian juga buat garis bantu yang sejajar dengan garis gaya
F1, diletakkan pada ujung gaya F 2, seperti gambar 2.3b,

4. Dari dua buah garis bantu tersebut terjadi titik perpotongan, maka dari
gambar terbentuk sebuah jajaran genjang. Kemudian tarik garis lurus dari
titik awal ke titik perpotongan tersebut, terlihat seperti gambar 2.3c.
Selanjutnya garis tersebut dinamakan garis gaya resultan yang besar
nilainya didapat dengan cara mengukur secara langsung pada gambar.

5. Besar, gaya resultan dari pengukuran didapat 92,7 mm atau 9,27 cm,
kemudian dikembalikan ke-skala semula, diperoleh sebagai berikut:

R = 9,27 cm x 50N/1cm

= 9,27 x 50N

= 463,5 N

Dan sudut α dari pengukuran diperoleh sebesar 17,80 dari garis sumbu x.

b. Cara ll - Metode Grafis dengan Polygon Gaya

Poligon gaya lebih dikenal dengan segi banyak gaya, digunakan untuk
menyelesaikan resultante gaya lebih mudah dan cepat. Prinsip kerjanya
hampir sama dengan setengah hukum jajaran genjang, gaya disusun
berurutan sesuai dengan besar dan arah yang sudah ditentukan dalam skala
gaya. Jika susunan gaya terakhir tidak bertemu dengan titik awal (terbuka),
artinya susunan poligon gaya terjadi sebuah resultan.

Besarnya resultan dihitung berdasarkan panjang garis yang menghubungkan


dari titik awal ke titik akhir poligon tersebut. Dan arah gaya resultan yang
terjadi adalah menuju titik akhir. Jika terjadi susunan yang menutup maka
gaya-gaya tersebut membuat kesetimbangan artinya R=0. (akan dibahas di
bab berikutnya).

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 22


Contoh soal 2.1:

Sebuah bidang bekerja tiga buah gaya dengan satu titik tangkap di A. Jika
gaya F1 = 300 N, F2 = 200 N dan F3 = 200 N. Tentukan besar Resultan R dan
besar sudut α terhadap sumbu X (horisontal).

Gambar 2.4

Penyelesaian:
1. Buat skala gaya untuk ketiga buah gaya tersebut dengan skala, 1 cm
berbanding 50 N. Maka didapat sebagai berikut:

F1 = 300x = 6


F2 = F3 = 200 x = 4

2. Buat garis gaya F1 sesuai dengan panjang gaya yang ditentukan yaitu
6 cm, beri tanda panah sesuai dengan arahnya.
3. Kemudian dilanjutkan dengan gaya kedua yaitu F2 dengan panjang 4
cm dengan arah gaya sebesar 600 dari sumbu X.
4. Dan dilanjutkan untuk gaya ketiga F3 dengan panjang gaya 4 cm
kearah sudut yang ditentukan.
5. Maka terjadi sebuah susunan gaya yang terbuka. Dari titik A (titik
tangkap) hubungkan garis putus-putus sebagai tanda gaya Resultan
(R) ke titik akhir dari susunan gaya tersebut.
6. Ukurlah panjang garis R dan sudut yang dibentuk terhadap sumbu x
hasilnya dapat dilihat seperti gambar 2.4b. Gambar 2.4c dan gambar
2.4d sebagai altematif atau cara lain untuk menyelesaikan resultan.
7. Untuk menyusun poligon gaya dapat dimulai dari mana saja, apakah
F1, F2 dan F3 atau dari F2, F3 dan F1 dan seterusnya yang jelas

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 23


hasilnya akan sama tentunya harus diimbangi dengan ketelitian
menggambar.

Gambar 2.5

c. Cara lll - Metode Grafis dengan Sistem Kutub

Sistem kutub adalah salah satu metode untuk menyelesaikan resultan


gaya jika gaya-gaya yang bekerja tidak dalam satu titik tangkap (sembarang).
Untuk menyusun beberapa buah gaya yang terletak sembarang (tidak dalam
satu titik tangkap) dalam sebuah bidang, maka mula-mula harus disusun dua
buah gaya diantaranya kemudian ditentukan resultan-nya dengan gaya
berikutnya dan seterusnya. Dengan cara seperti ini sudah kita lakukan
didepan, namun untuk jumlah gaya yang cukup banyak dan tidak dalam satu
titik tangkap akan sangat merepotkan dalam cara penggambarannya.
Perhatikan gambar 2.6a dan gambar 2.6b sebagai contoh dari beberapa
gaya sembarang dalam satu bidang dengan cara jajaran genjang.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 24


Contoh soal 2.2

Gambar 2.6a

Gambar 2.6b

Pertama tentukan resultan dari dua buah gaya F 1, dan F2 diperoleh


resultan R1, dengan cara yang sama tentukan resultan R2 dari dua buah gaya
F3 dan F4. Selanjutnya dengan cara jajaran genjang tentukan resultan R dari
dua buah resultan R1, dan R2 yang sudah diperoleh sebelumnya. Dengan cara
seperti di atas sebenarnya lebih mudah namun diperlukan-ketelitian dan
keragaman warna garis agar mudah untuk memberi tanda-tanda notasi dan
titik-titik potong garis, sehingga dapat dengan jelas membedakan hasil R1, R2
dan R.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 25


Kemudian akan ditunjukkan cara penyelesaian dengan Sistem Kutub
yang dapat dilihat pada gambar 2.7, yaitu sebuah resultan gaya R dari
beberapa gaya yang terletak pada suatu bidang dengan titik tangkap
sembarang (tidak satu titik tangkap). Adapun langkahnya adalah sebagai
berikut:

1. Buat kembali soal seperti gambar 2.6a

2. Buat susunan poligon gaya disamping soal, untuk mendapatkan nilai


besaran resultan R dan arah.

3. Membuat garis kutub dengan cara sebagai berikut:

 Tentukan titik kutub P bebas, hubungkan titik awal poligon gaya


(awal F4) ke titik kutub P selanjutnya diberi nama garis kutub 1,
 Hubungkan titik 2 (ujung F 4) ke titik kutub P selanjutnya diberi
nama garis kutub ll,
 Hubungkan titik 3 (ujung F 3 ) ketitik kutub P selanjutnya diberi
nama garis kutub lll,
 Hubungkan titik 4 (ujung F2) ketitik kutub P selanjutnya diberi
nama garis kutub IV dan
 Yang terakhir hubungkan titik 5 ujung (F 1,) ketitik kutub P
selanjutnya diberi nama garis kutub V.

4. Memindahkan garis kutub yang sudah di bentuk ke gambar utama


dengan cara sebagai berikut:

 Pindahkan garis kutub I ke garis kerja gaya F4 (sembarang),


sehingga akan terjadi garis potong selanjutnya beri nama titik a,
 Pindahkan garis kutub I temukan dengan titik a dan ujung yang lain
memotong garis kerja gaya F3 selanjutnya beri nama titik b,
 Pindahkan garis kutub III temukan dengan titik b dan ujung yang
lain memotong garis kerja gaya F2 selanjutnya beri nama titik c,
 Pindahkan garis kutub IV temukan dengan titik c dan ujung yang
lain memotong garis kerja gaya F, selanjutnya beri nama titik. d,
 Terakhir pindahkan garis kutub V pada titik d dan ujung yang lain
saling memotong dengan garis kutub 1 selanjutnya beri nama titik e.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 26


5. Selanjutnya pindahkan resultan gaya R dari poligon gaya ketitik e,
disinilah posisi letak lintasan garis kerja gaya resultan R yang bekerja
pada bidang kerja gaya.
6. Pada prinsipnya sistem Kutub adalah untuk mendapatkan letak atau
posisi dari Resultan Gaya R pada bidang tersebut.

Gambar 2.7 Metode grafis sistem kutub

Pada gambar 2.7 adalah contoh yang lain dari sistem kutub dalam
menentukan letak atau posisi resultan gaya-gaya yang bekerja dalam suatu
bidang dengan titik tangkap sembarang.

Contoh Soal 2.3


Diketahui: F1 = 400 N
F2 = 350 N
F3 = 300 N
F4 = 300 N
Ditanya : Tentukan besar R dan Ѳ
terhadap sumbu x dengan
menggunakan sistem kutub. Gambar 2.8a

Hasil Penyelesaian lihat gambar di


bawah atau pada gambar 2.8b

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 27


Gambar 2.8b

2.2.2 Penguraian Gaya

Untuk membuat komponen-komponen gaya dari sebuah gaya tunggal


menjadi dua buah gaya, biasa disebut menguraikan gaya. Gaya tunggal
diuraikan terhadap dua buah bidang yang ditentukan apakah terhadap sumbu
x dan sumbu y yang saling tegak lurus (dalam hal ini adalah sumbu cartesius)
atau bahkan dua buah bidang yang membentuk sudut miring.

Prinsip dari penguraian gaya ini masih menggunakan kaidah jajaran


genjang, seperti halnya menentukan resultan namun caranya dibalik. Pada
umumnya penguraian gaya ini lebih ditekankan pada bidang tegak lurus atau
dengan istilah komponen persegi panjang. Sesuai dengan kaidah jajaran
genjang, vektor F dalam gambar 2.9 dapat dituliskan sebagai berikut:

F = Fx + Fy (2.1)

dimana Fx dan Fy adalah komponen-komponen vektor dari F, yang selanjutnya


setiap dua komponen vektor dapat ditulis sebagai suatu skalar dikalikan vektor
satuan yang sesuai. Sehingga dalam menentukan vektor-vektor satuan i dan j;
pada gambar 2.8 tersebut dapat kita tuliskan sebagai berikut:

F=FXi + Fyj (2.2)

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 28


Gambar 2.9

dimana skalar-skalar Fx dan Fy merupakan komponen skalar x dan y dari vektor


F. Jika kita cermati dan perhatikan bahwa pada umumnya komponen skalar
dapat berupa positif atau negatif, tergantung pada kwadran dimana vektor F
tersebut berada. Namun demikian untuk membentuk konsep yang sama
terhadap arah gaya maupun komponen-komponen persegi panjang, bahwa arah
gaya kekanan adalah positif dan arah gaya kekiri adalah negatif, sedang arah
gaya ke atas positif dan arah gaya ke bawah adalah negatif.

Dari gambar 2.9 diatas pada komponen-komponen skalar x dan skalar y


adalah positif dan dapat dirumuskan besar dan arah dari gaya F sebagai
berikut:

Fx = F cos Ѳ

Fy = F sin Ѳ

F = +

Ѳ= ( ) ……………………………………….. (2.3)

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 29


Sebaiknya apabila sebuah gaya dan komponen vektornya digambarkan
dalam sebuah diagram, komponen-komponen vektor tersebut dinyatakan
dengan garis putus-putus, seperti terlihat pada gambar 2.9, dan gayanya
dengan garis penuh atau sebaliknya. Dengan cara demikian sebuah gaya dan
komponen-komponennya dapat digambarkan dengan jelas dan kesan sebagai
tiga buah gaya terpisah dapat ditunjukkan dengan garis vektor penuh. Pada
dasarnya, sumbu-sumbu acuan itu tidak ada, hal ini diperlukan dalam
penambahan sumbu acuan untuk memudahkan dalam penyelesaian, dan
penentuan sumbu-sumbu acuan ini sepenuhnya terserah pada para pembaca.

Pilihan yang logis biasanya ditunjukkan oleh cara bagaimana geometri


persoalan yang bersangkutan ditentukan. Misalkan, jika dimensi utama suatu
benda diberikan dalam arah horisontal dan vertikal, maka penentuan sumbu
acuan dalam arah ini umumnya mudah dilakukan. Namun jika dimensi tidak
selalu diberikan dalam arah horisontal dan vertikal, sudut tidak harus diukur
berlawanan arah jarum jam dari sumbu x, dan titik asal koordinat tidak perlu
terletak pada jalur garis kerja gaya. Oleh karena itu pada dasarnya kita dapat
menentukan komponen-komponen yang mudah diselesaikan dari sebuah gaya
tanpa mempedulikan bagaimana sumbu-sumbu tersebut diorientasikan atau
bagaimana sudut itu diukur.

Untuk lebih memudahkan dalam setiap perhitungan atau penyelesaian


persoalan kita lebih suka memakai komponen-komponen tegak lurus dalam
menentukan resultan R dari dua buah gaya sebidang yang kongruen (terjadi
bersamaan). Kita lihat dua buah gaya F1, dan F2 pada gambar 2.10 dibawah
ini yang akan diselesaikan dengan cara penguraian untuk mencari resultan R
sebagaimana pada persamaan 2.3.

y
F1

θ1
x
θ2
F2

Gambar 2.10

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 30


Gambar 2.11

Gambar 2.10 menggambarkan komponen-komponen F1 dan F2 secara


langsung terhadap sumbu x dan y yang saling tegak lurus. Sedangkan pada gambar
2.10 menggarnbarkan dua buah gaya F1 dan F2 yang disusun dengan metode polygon
dan kemudian dibuat susunan komponen-komponennya. Dari - dua buah cara tersebut
hasilnya sama saja. Yaitu secara vektor akan dibaca sebagai berikut:
FX = RX = F1X + F2x
…………………………………………………………. (2.4)
 F y = R y = F1y + F2y

Kata Fx , diartikan sebagai "jumlahkan semua komponen gaya yang searah
sumbu x " , dan Fy adalah " jumlahkan semua komponen gaya yang searah
sumbu y”. Dan perlu diperhatikan bahwa sesuai dengan perjanjian di awal bahwa
komponen gaya pada F2y karena arah nya ke bawah maka dianggap negatif.
Sehingga secara keseluruhan dapat dituliskan sebagai berikut:

FX = Rx = F1x + F2x

= F1 cos Ѳ1 + F2 cos Ѳ2

Fy = Ry = F1y + F2y

= F1 sin Ѳ1 + F2 sin Ѳ2

Setelah didapatkan FX dan Fy , selanjutnya tinggal menentukan besarnya


resultan R, yaitu dengan cara pytagoras seperti pada persamaan 2.3.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 31


Contoh Soal 2.4

Empat buah gaya bekerja pada titik A seperti terlihat pada gambar. Tentukan
resultan gaya dan sudut θ terhadap sumbu x

Penyelesaian:
Komponen x dan y dari setiap gaya
ditentukan secara trigonometris, seperti
terlihat pada gambar, kemudian
diselesaikan dengan persamaan 2.3 yaitu
sebagai berikut:

Fx = F1 Cos 30° + F4 cos 30° - F2 sin 20°


= 150 cos 30° + 100 cos 30° - 80 sin 20°
= 189,14 N

FY = F1 sin 30° + F2 cos 20° - F4 sin 30° - F3

= 150 sin30° + 80 cos20°- 100 sin30° -90


y
= 10,18 N

F
F= Fx + Fy = 189,14 + 10,18 Fy

θ
F = 189,41 kN
Fx x

Besar sudut Ѳ yang dibentuk oleh gaya F adalah:


Tan θ = ∑


θ= ∑

,
= ,

= 3,08o

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 32


Contoh Soal 2.5

Tentukan resultan gaya R dari dua buah


gaya P dan T, yang bekerja pada
bangunan tetap di B, seperti terlihat pada
gambar.

Penyelesaian:
Metode grafis

Membuat susunan jajaran genjang untuk


penjumlahan vektor gaya-gaya P dan T
seperti yang teriihat pada gambar
disamping. Sebelum membuat jajaran
genjang perlu diperhatikan bahwa sudut
θ harus ditentukan terlebih dahulu,
sehingga arahnya jelas.

Skala gaya: 1 cm = 50 N

6 60
tan = = = 0,866
3 + 6 cos 60

θ = (0,866)

= 40,90

Hasil pengukuran panjang R dan sudut θ


menghasilkan lebih kurang sebagai
berikut:

R= 52.5 N dan α = 49°

Metode geometrik

Segitiga untuk penjumlahan vektor T dan P ditunjukkan dalam gambar


disamping. Sudut θ dihitung seperti diatas. Hukum cosinus memberikan hasil
sebagai berikut:

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 33


R2 = (600)2 + (800)2 - 2(600)(800)cos 40,9 = 274.380,67

R = 523,81 N = 524 N

Dengan rnenggunakan Hukum sinus sudut α dapat diperoleh sebagai berikut:

= Sin α = 0,750 α = 48,6o


,

Metode Aljabar

Penye!esaian secara analis murni tetap malakukan pembuatan diagram uraian


terhadap sumbu -x dan -y, sebelum menguraikan menjadi komponen persegi
panjang sudut θ dihitung seperti contoh diatas. Selanjutnya kita dapat
menuliskan sebagai berikut:

Rx = ∑FX = 800 - 600 cos 40,90 = 346,49 N

Ry = ∑FY = -600 sin 40,9° = -392,84 N

Jadi besar dan arah gaya resultan R dapat diperoleh sebagai berikut:

R= + = (346,49) + (−392,84) = 523,81 N

1  Ry  1  392,84 
 = tan  Rx   tan  346,49 
 

  48,6 0

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 34


Soal –soal Latihan
2.1 Tentukan komponen vektor
terhadap sumbu –x dan sumbu –y dari
gaya F yang besarnya 500 N

2.2. Lengan batang kendali AB men-


stransmisikan gaya P sebesar 200 N ke
engkol BC. Tentukan komponen skalar –x
dan –y dari P.

2.3. Dalam soal 2.2 tentukan komponen-


komponen Pt dan Pn dari Gaya P yang
sumbu acuannya dari garis batang BC
dan garis tegak lurusnya.

2.4. Tentukan komponen-komponen gaya


t
Pt dan Pn dari gaya P yang berturut- turut
merupakan komponen tangen dan normal
terhadap garis OA (garis tegak lurus
terhadap OA).

2.5. Komponen y dari gaya F yang


dikenakan seseorang pada gagang kunci
inggris adalah 320 N. Tentukan komponen
–x dan besar gaya F

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 35


2.6. Besarnya sebuah gaya F yang bekerja
pada tombol sakelar dinding adalah 2 N.
Hitunglah komponen-komponen gaya F
yang sejajar dan tegak lurus terhadap OA
dari tombol.

2.7 Hitunglah besar resultan R dari dua


buah gaya yang ditunjukkan pada gambar
dengan:
- menerapkan kaidah jajaran genjang atau
grafis

- dengan sistem penguraian

2.8. Jika sudut  maksimum berapa besar


gaya F yang harus diarahkan agar
besaran komponennya sepanjang CA
tidak melebihi 80 persen besar komponen
sepanjang BC

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 36


2.3 Momen
Sebuah gaya mempunyai kecenderungan untuk menggerakkan sebuah
benda pada arah bekerjanya, juga mempunyai kecenderungan untuk memutar
suatu benda terhadap suatu sumbu. Sumbu ini dapat merupakan sembarang
garis yang tidak berpotongan maupun sejajar dengan garis kerja gaya tersebut.
Kecenderungan untuk berotasi ini dikenal sebagai momen M dari gaya tersebut.
Momen juga dikenal sebagai puntiran (torsi).

M= Fx d ………………………………….. ( 2.5)

Gambar 2.12

Pada gambar 2.12 a memperlihatkan sebuah benda dua dimensi yang


dikenal gaya F pada bidangnya. Besar momen atau kecenderungan gaya untuk
memutar benda pada sumbu O- O yang tegak lurus terhadap bidang benda
tersebut adalah sebanding dengan besar gaya dan lengan momen d, yang
merupakan jarak tegak lurus dari sumbu terhadap garis kerja dan lengan momen
d, yang merupakan jarak tegak lurus dari sumbu terhadap garis kerja gaya. Oleh
karena itu besar momen didefinisikan sebagai :

Momen adalah suatu vektor M yang tegak lurus terhadap bidang benda.
Arah M adalah tergantung pada arah berputarnya benda akibat gaya F. Kaidah
tangan kanan. Gambar 2.12 b, digunakan untuk menentukan arah ini dan momen
dari F terhadap O-O dapat digambarkan sebagai vektor yang ditunjukkan oleh
arah ibu jari dan jari- jari yang dilipat menunjukkan arah berputarnya benda.
Momen M mengikuti semua kaidah penjumlahan vektor dan dapat ditinjau
sebagai vektor gesek dengan garis kerja yang berimpit dengan sumbu momen.
Satuan dasar dari momen dalam satuan SI adalah newton meter (N.m ) dan
dalam sistem yang lazim di A.S adalah pon- kaki (lb-ft).

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 37


Sesungguhnya momen terhadap suatu sumbu yang tegak lurus terhadap
bidang dan melalui titik tersebut secara tak langsung telah dinyatakan. Jadi
momen akibat gaya F terhadap titik A dalam gambar 2.12 c mempunyai besar
M= Fd dan berlawanan dengan arah jarum jam. Arah momen dapat ditentukan
dengan menggunakan konvensi tanda, misalnya tanda plus (+ M) untuk yang
searah dengan arah jarum jam dan tanda minus (- M) untuk yang berlawanan
arah jarum jam, atau sebaliknya. Konvensi tanda yang konsisten dalam suatu
persoalan sangat penting. Untuk konvensi tanda yang konsisten daklam suatu
persoalan sangat penting. Untuk konvensi tanda dari gambar 2.12 c, momen
akibat F terhadap titik A (atau terhadap sumbu – z yang melalui titik A) adalah
negatif. Panah melengkung pada gambar tersebut merupakan cara yang baik
untuk menggambarkan momen dalam analisis dua dimensi.

Dalam sebagian persoalan dua dimensi dan kebanyakan persoalan tiga


dimensi, sebaiknya digunakan pendekatan vektor untuk perhitungan momen.
Momen akibat F terhadap titik A dari gambar 2.12 a dapat dinyatakan dengan
pernyataan perkalian silang ( cross- product )

M=rxF …………………………………. (2.6)

dimana r adalah suatu vektor dari titik acuan momen A ke sembarang titik
pada garis kerja F. Besar momen gayanya adalah

M= F.r sin  tidak tergantung pada sesuatu titik khusus pada garis kerja
terhadap mana vektor r diarahkan. Arah dan pengertian dari M. Apabila jari
tangan kanan dilipat dalam arah rotasi dari arah positif r dan arah positif F, maka
ibu jari menunjukkan arah negatif dari M.

Dalam menghitung momen akibat sebuah gaya terhadap suatu titik


pemilihan antara menggunakan pernyataan skalar akan sangat bergantung pada
bagaimana geometri persoalan yang bersangkutan ditentukan. Jika jarak tegak
lurus antara garis kerja dan pusat momen diberikan atau dengan mudah dapat
ditentukan, maka pendekatan skalar umumnya lebih sederhana.

Tetapi jika F dan r tidak tegak lurus dan dapat dinyatakan dengan mudah
dalam notasi vektor, maka perkalian silang seringkali lebih disukai.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 38


Teorema Varignon. Salah satu dari prinsip-prinsip mekanika yang paling
bermanfaat adalah teorema Varignon yng menyatakan bahwa momen gaya
terhadap suatu titik sama dengan jumlah momen dari komponen-komponen gaya
terhadap titik tersebut.

Untuk membuktikan teorema ini, tinjaulah gaya R yang bekerja pada bidang
benda yang diperlihatkan dalam Gambar 2.12 a. Gaya- gaya P dan Q mewakili
dua komponen tak tegak lurus dari R. Momen akibat R terhadap R titik O ialah :

M0= r x R

Karena, R = P + Q , kita dapat menulis

r x R = r x (P+Q)

Akhirnya dengan memakai hukum distribusi untuk perkalian silang, kita


memperoleh:

Mo = r x R = r x P + r x Q …………………….. (2.7)

Yang mengatakan bahwa momen akibat R terhadap O sama dengan


jumlah momen terhadap O akibat komponen P dan Q, jadi prinsip diatas terbukti.
Teorema Varignon tidak terbatas hanya untuk kasus dua komponen saja tetapi
juga berlaku untuk tiga komponen atau lebih. Setiap komponen dari R yang
bekerja bersamaan telah digunakan dalam bukti sebelumnya, Untuk memperjelas
arti fisis dari prinsip mengenai momen ini kita dapat menulis kesetaraan (scalar
equivalen) dari pernyataan vektor dalam Persamaan 2.7 dengan susunan seperti
tertera pada Gambar 2.12 sebagai berikut:

Mo = Rd = -p P + q Q

Gambar 2.13

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 39


Contoh Soal 2.6

Hitunglah besar momen terhadap titik


pangkal O akibat gaya sebesar 800 N

Penyelesaian cara I:

Momen yang terjadi pada titik O adalah :

Mo = F.d (N.m)

= 600 d (N m)

Dimana d adalah lengan momen yang


tegak lurus terhadap gaya 600 N yaitu
sebagai berikut :

D = 4 cos 40o + 2 Sin 40o


= 4,35 m

Jadi momen pada titik O , dapat diperoleh,


besarnya adalah :

Mo = 600. (4,35)
= 2610 (N.m)

Penyelesaian cara II:


A
Secara geometri gaya F yang terletak
dititik A diuraikan terhadap sumbu –x dan
–y menjadi F1 dan F2 adalah

F1 = F cos  = 800 cos 40o


= 460 N

Dan, F2 = F sin  = 600 sin 40o

= 386 N

Dengan teorema Varignon, momennya adalah,

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 40


Mo= F1 .4 + F2. 2 = 460 (4) + 386 (2)

=2610 (Nm)

Penyelesaian cara III:

Dengan menggunakan prinsip trasmi-


sibilitas bahwa gaya dapat dipindahkan
sepanjang garis lintasannya baik kedepan
maupun kebelakang, maka gaya 600 N
dipindahkan keatas atau mundur
kebelakang dan menyentuh garis vertikal
titik B, yang akan meniadakan momen dari
komponen F2. Maka lengan momen F1
adalah :

0
d1 = 4+2 tan 40 = 5,68 m

dan besar momen di O,

Mo = F1 . d1 = 600 cos 40 0 .5,68

= 2610 (Nm)

Penyelesaian cara IV:

Gaya F dipindahakn kedepan menurut garis kerjanya ketitik C untuk meniadakan


momen akibat komponen F1. Lengan momen F2 menjadi,

d2 = 2 + 4 sin 40o = 6,77 m

dan besar momen pada titik O,

0
Mo= F2. d2 = 600 sin 40 . 6,77

= 2610 (Nm)

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 41


Soal- soal latihan

2.9. Sebuah roda gigi dikenakan gaya F


sebesar 40 N. Hitunglah momen akibat
gaya F pada titik O.

2.10. Seperti pada contoh soal 2.5


hitunglah besar gaya F terkecil yang dapat
dikenakan pada titik A untuk
menghasilkan momen yang sama
terhadap titik O seperti yang dihasilkan
oleh gaya 600 N. Carilah sudut  antara F
dengan bidang horisontal.

2.11. Seperti soal 2.6 saklar tombol


diberikan dimensi lihat gambar disamping.
Hitunglah momen akibat gaya 1,6 N
terhadap poros O.

2.12. Hitunglah momen akibat gaya 250 N


pada gagang kunci inggris terhadap
pusat baut.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 42


2.13. Sebuah gaya sebesar 300 N
dikenakan pada ujung kunci baut untuk
mengencangkan baut yang menahan roda
pada porosnya. Tentukan momen M yang
dihasilkan oleh gaya ini terhadap pusat O
dari roda oleh kunci mur dengan posisi
yng diperluhatkan pada gambar.

2.14. Sebuah tiang bendera dengan


panjang 40 m, pada panjang 30 m dari
bawah sedang diupayakan untuk
didirikan, tarikan gaya T pada kabel harus
memberikan momen terhadap titik O
sebesar 80 kNm. Hitunglah gaya tersebut.

2.15. Hitunglah besar sudut  yang akan


memaksimumkan momen pada titik O
(Mo) akibat gaya 200 N terhadap sumbu
tangkai di O. Juga tentukan Mo.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 43


2.4. Momen Kopel

Kopel adalah sebuah momen yang dihasilkan oleh dua buah gaya yang
sama besar dan berlawanan arah. Kopel memiliki sifat unik tertentu dan
pemakaiannya dalam mekanika sangat penting. Dengan meninjau aksi dua buah
gaya yang sama dan berlawanan F dan – F yang dipisahkan dengan jarak d, lihat
gambar 2.14a. Kedua gaya ini tidak dapat digabungkan menjadi sebuah gaya
tunggal, karena jumlahnya dalam seluruh arah sama dengan nol. Pengaruh
kedua gaya ini hanya menghasilkan kecenderungan berotasi.

Momen gabungan akibat kedua gaya tersebut terhadap sebuah sumbu


yang tegak lurus terhadap bidangnya dan melalui titik O pada bidangnya adalah
kopel M. Besarnya adalah,

M = F (a+d) – Fa atau M = Fd

Yang akan tampak berlawanan arah jarum jam bila dilihat dari pandangan
atas. Dan perhatikan bahwa besar kopel tidak tergantung pada jarak a antara
gaya dan sebagainya dan pusat momen O. Ini berarti bahwa momen kopel
memiliki besar yang sama untuk semua pusat momen.

Gambar 2.14

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 44


Persamaan momen tidak tergantung pada jarak terhadap pusat momen O
dan karena itu, sama untuk semua pusat momen. Jadi dapat digambarkan M
sebagai vektor bebas seperti diperlihatkan dalam gambar 2.14c, dimana arah
momen adalah tegak lurus terhadap bidang kopel dan arah M ditetapkan dengan
memakai kaidah tangan kanan.

Karena vektor kopel M selalu tegak lurus terhadap bidang gaya–gaya


yang membentuk kopel tersebut, dalam analisis dua dimensi dapat digambarkan
arah sebuah vektor kopel sebagai searah jarum jam atau berlawanan dengan
arah jarum jam dengan konvensi yang diperlihatkan dalam gambar 2.14d.
Sebuah kopel akan berubah selama besar dan arah vektornya tetap
konstan. Sebagai akibatnya, suatu kopel tidak akan berubah bila besar F dan d
berubah selama hasil perkaliannya tetap sama. Demikian juga sebuah kopel
tidak akan terpengaruh apabila gaya-gayanya bekerja pada satu bidang yang
sejajar. Gambar 2.15 memperlihatkan empat buah susunan yang berbeda dari
kopel M yang sama. Dalam keempat kasus pada gambar tersebut kopel
digambarkan oleh vektor bebas yang sama, yang meggambarkan
kecenderungan untuk memutar benda yang sama .

Gambar 2.15

Pemisahan suatu gaya menjadi gaya dan momen kopel digambarkan pada
gambar 2.16, dimana vektor gaya F di titik A digantikan gaya F yang sama pada
titik B yang sama dan kopel M = Fd, yang berlawanan arah jarum jam

Gambar 2.16

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 45


Contoh Soal 2.7

Pada gambar ditunjukkan sebuah struktur


tegar dikenakan suatu kopel yang terdiri dari
dua buah gaya 100 N. Gantilah kopel ini
dengan kopel setara yang terdiri dari dua
buah gaya P dan –P, masing- masing
besarnya 400 N. Tentukan sudut 

Penyelesaian:

Kopel yang terjadi pada awalnya adalah


berlawanan arah jarum jam, dan bila bidang
gayanya dilihat dari atas, maka besarnya
kopel adalah :

Mk= Fd Mk = 100. 100

= 10.000 Nmm

Gaya P dan – P menghasilkan kopel yang


berlawanan arah jarum jam sebesar:

Mk = P.d

Dimana , Mk = 10.000 Nmm, maka d dapat dihitung sebagai berikut :

10.000 Nmm = 400 N x d

d = 10000/400

= 25 mm

Jadi sudut  dapat diperoleh dari,

Cos  = d/40

= 25/40

1
 = cos (25/40 )

0
= 51,3

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 46


Contoh Soal 2.8

Gaya horisontal 400N yang bekerja pada


pengungkit, gantilah dengan sistem setara
(ekuivalen ) yang terdiri dari sebuah gaya di
titik O dan sebuah kopel .

Penyelesaian:

Bila pada titik O diberikan dua buah gaya


yang sama besar dan berlawanan arah.
Maka kopel yang dibentuk arahnya
berlawanan arah jarum jam

M= Fd = 400 ( 200 sin 60 0 )

= 69,282 Nmm

= 69,3 Nm

Jadi gaya mula-mula adalah setara dengan


gaya di O dan kopel sebesar 69,3 Nm.
Sebagaimana ditunjukkan oleh gambar
ketiga dari tiga buah gaya gambar yang
setara.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 47


Soal –soal Latihan

2.16. Saat berbelok kekiri, seorang pe-


ngemudi mengenakan dua buah gaya masing-
masing sebesar 6N pada roda kemudi
sebagaimamana ditunjukkan dalam gambar.
Tentukan momen kopel akibat gaya ini.

2.17. Sebuah pintu masuk putar bila dilihat


dari atas. Dua orang secara serentak
mendekati pintu tersebut dan mengenakan
gaya yang sama besarnya sebagaimana
terlihat. Jika momen resultan terhadap sumbu
poros pintu di O adalah 15 Nm, tentukan
besar gaya- gaya tersebut.

2.18. Kunci sok digunakan untuk


mengencangkan baut berkepala per-
segi. Jika gaya sebesar 250 N dike-
nakan pada kunci sok tersebut,
seperti terlihat pada gambar,
tentukan besar F dari gaya-gaya
yang sama di keempat titik kontak
kepala baut 25 mm.
Pengaruh luarnya pada baut setara
dengan kedua gaya 250 N tersebut
diatas. Anggap gaya bekerja tegak
lurus terhadap permukaaan datar
kepala baut.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 48


2.19. Apabila baut kepala persegi pada
soal 2.18 diganti dengan baut berkepala
segi enam, tentukan besar F dari gaya-
gaya yang sama yang dikenakan pada
keenam titik kontaknya. Anggaplah semua
gaya bekerja tegak lurus terhadap
permukaan datar kepala baut.

2.20. Kunci mur mendapat gaya 200 N


dan gaya P sebagaimana terlihat dalam
gambar. Jika kedua gaya ini setara dengan
sebuah gaya R di O dan sebuah kopel yang
dinyatakan sebagai vektor M=20 Nm,
tentukan persamaan vektor untuk P dan R

2.21. Momen kopel 37,5 Nm dikenakan


pada poros vertikal yang dilas pada pelat
persegi panjang datar. Jika kopel tersebut
dan gaya 300 N digantikan oleh gaya
setara tunggal di B, tentukan jarak X.

Eko Widagdo-SISTEM GAYA hal. 49

Anda mungkin juga menyukai