Anda di halaman 1dari 6

NILAI NILAI KETELADANAN H.M.

ISKANDAR
Oleh : Muh. Suharsono

Bagian 1
Masa Kecil
Kolonialisme Belanda dan Pergolakan DI/TII
Lahir untuk Memberi Keteladanan
Pendidikan dari sang Ibu
Iskandar Kecil
Hijrah Ke Ujung Pandang

Bagian 2
Awal Perjuangan
Petarung dan Tidak Mudah Menyerah
Jiwa Muda Yang Bergelora
Sosok yang Mandiri
Tolong-Menolong menjadi Kebiasaan

Bagian 3
Titik Balik Kehidupan
Memulai sebagai Guru SD
Jalan pengabdian sebagai Dosen
Kepedulian yang Mendalam
Pengorbanan sang Pemimpin

Bagian 4
Membangun Tanah Luwu
Golkar Menjadi Pilihan Politik
Berdirinya Persatuan Muballigh Indonesia Luwu (PERSAMIL)
Memimpin Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Pemimpin Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
Ketua Badan Amil Zakat
Ketua Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKAUB)
Ketua Dewan Pendidikan
Ketua Majelis Ulama Indonesia

Bagian 5
Keteladanan dan Tuntunan
Rektor Yang Baik Hati
Menjalankan Berbagai Usaha
Pemimpin Egaliter
Disiplin dengan Waktu
Kebijaksanaan
Pesantren Menjadi Pondasi Pendidikan Anak

Bagian 6
Menebus Mimpi
Profesor Dakwah Pertama Tanah Luwu
Gagasan Pendidikan Islam
Nilai Luhur Kebudayaan
Pemekaran Kota Palopo
Menanamkan Semangat Pemekaran Provinsi Luwu Raya
menjadi manusia harus menjalin hubungan dengan sesama dan dengan dunia.

Menjadi manusia berarti mengalami dunia sebagai realitas obyektif, yang tidak

tergantung kepada siapapun dan dapat dimengerti. Binatang hanyut dalam realitas

dan tidak dapat berhubungan dengan dunia. Mereka adalah makhluk yang hanya

“berinteraksi”. Sedangkan keterpisahan dan keterbukaan manusia terhadap dunia

mencirikan manusia sebagai ada yang terikat. Untuk mengatasi dimensi tunggal

manusia mampu menjangkau hari kemarin, mengenai hari ini dan menemukan hari

esok. Peranan moral manusia dalam dan dengan dunia bukanlah peranan yang

pasif. Manusia tidak terbatas pada suasana alami (biologis), melainkan berperanan

juga dalam dimensi kreatif, maka manusia dapat memasuki realitas dan dapat

mengubahnya. Dengan mewarisi pengalaman-pengalaman, mencipta dan

menciptakan kembali, mengintegrasikan diri dengan lingkungan, menanggapi

tantangn tantangan, melihat diri secara obyektif, merenung dan mengatasi, manusia

memasuki bidang yang khas manusiawi, yakni sejarah dan kebudayaan. Untuk

mewarisi pengalaman manusia dalam pendidikan yang membentuk kondisi saat ini

adalah keniscayaan mempelajari rekam jejak Tokoh Pendidikan untuk memetik nilai

nilai keteladanan sebagai upaya untuk membentuk tatanan masyarakat yang

tercerahkan, menyonsong masa depan. Mengutip kata Soekarno yaitu “Jas Merah”

jangan sekali kali melupakan sejarah.

H.M. Iskandar lahir dari keluarga yang taat beragama seorang petani yaitu

Bangngareng dan Abeng yang berdomisil di kampong Parigusi yang sekarang

secara administrative masuk dalam wilayah kecematan Latimojong kabupaten Luwu,

Muhammad Iskandar lahir 15 Desember 1940 di Ulusalu, Kecematan Bajo,

Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan dan wafat hari sabtu, 21 November 2009 jam

20.00 WITA dalam usia kurang lebih 70 tahun di Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusada Makassar. Orang tuanya tidak hanya dikenal oleh penduduk

setempat, tetapi sampai ke beberapa daerah seperti di kecematan Bajo, Belopa dan

daerah sekitarnya. Hal ini menujukkan bahwa pada masa itu masyarakat masih

sangat kuat tradisi mengetahui jalu-jalur genealogis seseorang (mattutu nene) atau

silsilah.

Setelah H.M. Iskandar berusia kurang lebih empat tahun ayahnya wafat,

suasana perasaan ketidak pastian menyelimuti jiwanya. Dalam konteks seperti ini,

Iskandar “kecil” meniti takdir kehidupannya. H.M. Iskandar adalah anak keenam dari

tujuh bersaudara, dari ketujuh bersaudara lima saudara perempuannya dan satu

saudara laki-lakinya.

Masa 1940 sampai 1960-an keaadan Indonesia dalam suasana bergolak

melawan kolonialis Belanda untuk kemerdekaan dan suasana revolusi. Selain itu,

kawasan Sulawesi pada umumnya juga terjadi pergolakan DI/TII termasuk di Tana

Luwu. Keadaan ini, dari sudut psikologi politik dapat mempengaruhi kejiwaan anak-

anak bangsa dan nuansa patriotism, ideologis dan cita-cita perjuangan yang

mendambakan kehidupan yang lebih baik. H.M. Iskandar tumbuh dan besar dalam

latar geopolitik seperti disebut di atas, membentuk sosoknya “petarung” dan tidak

mudah menyerah. Dia sangat memahami arti penting kerja keras, menolong dan

saling membantu sesame dalam kehidupan.

H.M. Iskandar menikah dengan Hurruyah Said tanggal 15 Juli 1971, dan

dikarunia oleh Allah empat anak, tiga putra dan satu putri, yaitu : M.Ishaq Iskandar,

M.Harun iskandar, Ahmad Syarief Iskandar dan Nurul Inayah Iskandar. Pada

Tanggal 12 Agustus 2005, H.M. Iskanar memperoleh penghargaan sebagai keluarga

sakinah teladan 1 tingkat Provensi Sulawesi Selatan dari Departemen Agama

Provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya untuk tingkat Nasional pasangan suami istri
H.M.Iskandar dan Hurriyah Said keduanya telah mengikuti acara pemilihan keluraga

sakinah teladan tingkat Nasional pada tahun 2005 yang diselenggrakan pada

tanggal 14-17 Agustus 2005 dan beliau terpilih dan ditetapkan sebagai kelurga

sakinah teladan tingkat Nasional.

Terpilihnya H. M. Iskandar sebagai keluarga sakinah bukan hanya karena beliau

sukses dalam membina kelurganya, tetapi kesuksesannya juga dalam meletakkan

nilai-nilai kebenaran ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil alamin di tengah-

tengah masyarakat. Mengenai realisasi pembinaan dalam rumah tangganya tampak

dari keempat anak beliau menggembirakan, anak-anaknya memilik sifat santu

kepada semua orang tanpa melihat latar belakangnya, sifat-sifat seperti itu sulit

ditemukan pada anak-anak pejabat. Hal ini, menunjukkan baha H.M. Iskandar

adalah sosok kepala rumah tangga yang sukses membina putra putrinya dalam

rumah tangga.

System pembinaan yang dipraktikan oleh H.M. Iskandar dalam membina putra

putrinya yaitu pendidikan melalui jalur pesantren sampai pada tingkat SMA. Sistem

pembinaan dan pembinaan dan pendidikan yang beliau terapkan terhadap putra

putrinya mearik untuk disimak dan dijadikan renungan dalam pembinaan generasi.

Dan untuk pendidikan tingkat perguruan tinggi beliau menawarkan kepada putra

putrinya memilih perguruan tinggi yang diminatinya. Pendidikan dari keempat putra

putrinya yaitu : Dr. dr. H. M. Ishaq Iskandar, M. Kes., Dr. dr. M.Harun Iskandar, SpP,

SpPD, K-P., Dr. Ahmad syarif Iskandar, SE.,MM., dan Nurul Inayah Iskandar. S.Si.,

Apt., dari keempat putra putrinya semuanya telah berstatus sebagai PNS.

Dari usianya menjelang 70 tahun, sekitar 40 tahun telah diabadikannya untuk

kepentingan umat dan masyarakat Tana Luwu. Pengabdiannya tidak hanya pada

profesinya sebagai dosen dengn ribuan mahasiswa, tetapi juga terjun di dunia
Politik, social keagamaan dan bahkan seebagai mubaligh sekaligus peimikur dan

pembaharu. Karena itu, meskipun beliau sejak hidupnya tidak pernah mengharap

untuk diberi apresiasi, tetapi sebagai manusia yang mengerti pentingnya

menghargai jasa pengabdian seseorang tidak ada salahnya diberi apresiasi wujud

terima kasih dan penghargaan terhadapnya. Ini dimaksud untuk mengenang tapak-

tapak kesejahteraan masyarakat sendiri.

Sosok H. M Iskandar dalam melaksanakan tugasnya sebagai PNS meliki

semangat dan etos kerja yang tinggi, sebagai seorang penentu kebijakan, beberapa

prinsip yang beliau ungkapkan. Pertama “pemimpin itu adalah pelayan masyarakat,

bukan untuk dilayani”. Kedua “ pemimpin harus terbuka dan bersedia untuk dikritik.

Ketiga, “pemimpin tidak boleh membeda-bedakan bawahannya. Keempat,

“pemmimpin harus memiliki tanggung jawab yang tinggi.” Kelima “pemimpin harus

berani mengambil kebijakan dan bersedia menanggung segala resiko yang telah

terjadi atas kebijakan yang diputuskan”. Keenam “ pemimpin swaktu waktu harus

turun mengontrol dan mengevaluasi kinerja bawahan”. Ketujuh, “pemimpin harus

selalu memberikan motivasi dan dorongan kerja bagi bawahan”.

Metode dakwah rasulullah yang meliputi ahlak mulia, memudahkan dan tidak

menyulitkan, siasat yang bijaksana, komunikasi kalbu untuk umat yang dijadikan

landasannya untuk menjalankan aktifitas dakwah dan pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai