Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MANAJEMEN DAN KEEKONOMIAN PROYEK TEKNIK

MENUJU PEMERATAAN PEMBANGUNAN DI BIDANG TELEKOMUNIKASI

FEBRAN SURYAWAN
1706992236
Dosen : DR Ir Iwan Krisnadi MBA

MAGISTER MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah “ubha ahu Wata’ala atas segala karu ia ik at ya sehi gga akalah
pe didika ya g berjudul Me uju Pe erataa Pe ba gu a di Bida g Teleko u ikasi i i dapat
diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Manajemen dan Keekonomian Proyek Teknik yang diampu oleh DR. Ir. Iwan Krisnadi
MBA.

Pemilihan tema ini didasari atas kondisi infrastruktur telekomunikasi yang ada di Indonesia. Minimnya
infrastruktur telekomunikasi serta eksklusifnya para penyelenggara telekomunikasi dalam membuka
layanan jaringan telekomunikasi kepada para penyelenggara telekomunikasi lain menjadi kendala lain
dalam program pemerataan pembangunan di bidang telekomunikasi. Semoga dengan adanya makalah
pendidikan ini dapat membuka pola kir penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi EYD,
kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sekalian untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi.

Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide/gagasan yang menambah kekayaan
intelektual bangsa.

Jakarta, 11 November 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3

2.1 Regulasi Eksisting ...................................................................................................... 3

2.2 Tanggapan Industri Telekomunikasi ......................................................................... 4

2.3 Kategori Network Sharing ......................................................................................... 5

2.4 Optimalisasi Pemanfaatan Dana USO....................................................................... 9

2.5 Komitmen Pembangunan ......................................................................................... 9

BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 10

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 10

3.2 Penutup .................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 11


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Persebaran layanan telekomunikasi di Indonesia masih belum merata, sebagian daerah yang
memang kondisi perekonomiannya dalam kategori baik dan membutuhkan layanan
telekomunikasi yang tinggi untuk mendukung aktivitas perekonomiannya pengguna dapat dengan
mudah memilih layanan telekomunikasi yang dibutuhkan. Sedangkan pada daerah terpencil yang
memang aktivitas perekonomian belum berjalan sebagaimana mestinya, akan sangat sulit untuk
mencari layanan telekomunikasi yang dibutuhkan. Orientasi penyelenggaraan para penyelenggara
telekomunikasi yang masih sangat mempertimbangkan biaya investasi tinggi dan pasar yang
minim sehingga para penyelenggara tersebut enggan untuk menggelar layanan telekomunikasinya
pada daerah-daerah yang tidak memberikan dampak positif kepada bisnis perusahaan.

Keterbatasan jaringan telekomunikasi sebagai media penghantar layanan telekomunikasi menjadi


permasalahan krusial bagi para penyelenggara jasa telekomunikasi yang berakibat kepada
terhambatnya penetrasai layanan telekomunikasi di daerah-daerah terpencil. Saat ini
penyelenggara jaringan telekomunikasi yang menggelar jaringan telekomunikasi sampai ke
daerah-daerah terpencil sangatlah sedikit dan jaringan yang dibangun sebagian besar digunakan
untuk penyelenggaraan jasa telekomunikasi oleh anak perusahaan atau perusahaan yang
berafiliasi dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi tersebut maupun digunakan untuk
kepentingannya sendiri.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
struktur penyelenggaraan telekomunikasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi;


2. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi; dan
3. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus.

Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi


sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi pada Pasal 9 ayat (1), penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi terdiri dari dua jenis penyelenggaraan yaitu:

1. Penyelenggaraan jaringan tetap; dan


2. Penyelenggaraan jaringan bergerak.

Penyelenggara jaringan tetap berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, penyelenggaraan jaringan tetap dibedakan
menjadi:
1. Penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
2. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh;
3. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional; dan
4. Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.

Sedangkan berdasarkan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi, penyelenggaraan jaringan bergerak dibedakan menjadi:

1. Penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial;


2. Penyelenggaraan jaringan bergerak seluler; dan
3. Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.

Sementara penyelenggaraan jasa telekomunikasi diatur pada Pasal 14 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dimana
penyelenggaraan jasa telekomunikasi dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari:

1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar;


2. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi; dan
3. Penyelenggaraan jasa multimedia.

Para penyelenggara telekomunikasi dalam menyelenggarakan layanan jasa telekomunikasi kepada


pelanggan membutuhkan jaringan telekomunikasi berupa jaringan transmisi utama (backbone)
dari titik utama menuju titik sebar dengan menggunakan jaringan telekomunikasi yang disediakan
oleh penyelenggara jaringan tetap tertutup sementara untuk menghantarkan layanan
telekomunikasi dari titik sebar menuju pelanggan, penyelenggara jasa telekomunikasi
menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet
switched.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana peran Pemerintah dalam rangka network sharing?
2. Bagaimana industri telekomunikasi menanggapi isu network sharing?
3. Bagaimana skema network sharing yang ideal bagi industri telekomunikasi di Indonesia?
4. Apa saja yang sudah dilakukan pemerintah dalam mengatasi kesenjangan infrastruktur
telekomunikasi di Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah


Memahami pentingnya network sharing dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di bidang
telekomunikasi.
Mencari skema network sharing terbaik yang dapat memenuhi keinginan industri serta
mendukung tercapainya program pembangunan.
Merumuskan kebijakan terbaik dalam rangka pelaksanaan network sharing.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Regulasi Eksisting


Berdasarkan regulasi, penyelenggara jasa telekomunikasi sebenarnya dapat membangun sendiri
jaringan telekomunikasi namun peruntukannnya hanya untuk kepentingan layanan
telekomunikasi ke pelanggannya. Dengan kebutuhan kapasitas di daerah terpencil yang relatif
kecil tentunya penyelenggara jasa telekomunikasi tidak akan mau menggelar jaringan
telekomunikasi hanya untuk melayani pelanggan jasa telekomunikasinya, pilihan untuk
menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi merupakan
pilihan yang realistis dalam menyelenggarakan layanan telekomunikasi di daerah terpencil.

Sementara itu penyelenggara jaringan telekomunikasi lebih memprioritaskan memberikan


kapasitas jaringan telekomunikasinya kepada anak perusahaan, perusahaan afiliasi maupun
perusahaannya sendiri yang juga merupakan penyelenggara jasa telekomunikasi.

Saat ini para penyelenggara jasa telekomunikasi dalam melayani pelanggan telekomunikasi di
daerah terpencil sebagian besar memanfaatkan jaringan satelit karena terbatasnya jaringan fiber
optic yang tersedia ke daerah terpencil. Satelit menjadi pilihan yang dapat diunggulkan untuk
mencapai daerah-daerah terpencil namun tehnologi ini mempunyai banyak kelemahan
diantaranya kapasitas yang terbatas, kualitas jaringan yang tergantung kondisi alam dan biaya
sewa kapasitas satelit yang sangat mahal. Karena mahalnya biaya sewa satelit berdampak kepada
mahalnya harga layanan telekomunikasi dengan menggunakan media satelit yang di sediakan oleh
penyelenggara jasa telekomunikasi.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) telah menyadari
permasalahan ketersediaan jaringan telekomunikasi di luar pulau Jawa, karenanya saat ini
KOMINFO sedang melaksanakan pembenahan regulasi untuk mendukung penyebaran
infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia terkait aturan yang mewajibkan penyelenggara
telekomunikasi untuk melaksanakan network sharing sebagian jaringan telekomunikasi yang
dimilikinya dengan rencana perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2000 tentang
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit.

Dengan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang


Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2000 tentang
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit diharapkan ada pedoman yang jelas
tentang network sharing sehingga pemerataan persebaran layanan telekomunikasi dapat
terwujud secara efektif dan efisien.
Network sharing sebenarnya sudah mulai dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara
telekomunikasi namun masih sebatas berbagi infrastruktur pasif seperti penggunaan tower, BTS,
dan pasokan daya. Rencana pemerintah nantinya sharing infrastruktur juga akan menuju aktif
network sharing.

2.2. Tanggapan Industri Telekomunikasi

Aktif network sharing selain didukung oleh sebagian besar penyelenggara telekomunikasi namun
juga masih ada beberapa penyelenggara yang menentang kebijakan tersebut salah satunya adalah
PT Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL). Keberatan ini bukan tanpa alasan. Pada waktu yang lalu,
salah satu manajemen TELKOMSEL dalam sebuah forum diskusi menyampaikan bahwa ada
perbedaan karakteristik market share antara Indonesia dengan dua negara yang sudah
melaksanakan aktif network sharing yaitu Brasil dan Rusia. Di negara tersebut tidak ada operator
yang dominan dan aktif network sharing dilaksanakan antar operator yang setara dari sisi market
share. Bahkan, TELKOMSEL melihat bahwa Aktif network sharing ini tidak memberikan manfaat
lebih kepada pelanggan dan Operator. Padahal, untuk mendukung program percepatan pita lebar,
efisiensi biaya dari Aktif network sharing harus dialokasi kepada percepatan penggelaran jaringan.
Dalam Rencana Pita Lebar Indonesia (RPI), perlu adanya percepatan pembangunan BTS.
Setidaknya dapat menyamai layanan pitalebar seperti di negara-negara maju. Jika dibandingkan
dengan Negara lain, di Indonesia atau di TELKOMSEL satu BTS itu menanggung beban 1665
pelanggan. Sedangkan di Airtel India menanggung beban 1520. Di China Mobile menanggung 984
pelanggan. Di NTT DoCoMo Jepang menanggung sebanyak 724 pelanggan. Dan yang paling
longgar adalah di SK Telecom Korea sebanyak 573 pelanggan.

Selanjutnya, TELKOMSEL juga menyatakan bahwa Aktif network sharing tidak menjamin
kesetaraan dan keseimbangan pembangunan jaringan. Alasannya antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi menimbang Point b : bahwa


penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung
terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan
hubungan antar bangsa.
b. Lisensi 3G yang diberikan bersama-sama pada tahun 2006 tidak disertai dengan komitmen
pembangunan yang sama untuk semua operator sehingga beberapa operator hanya
membangun di daerah-daerah yang menguntungkan saja. Hal ini bertentangan dengan
semangat pemerataan pembangunan yang diamanatkan Undang-Undang. Terlihat adanya
kelemahan pada reward dan punishement.

Kebijakan network sharing harus memperhatikan komitmen pembangunan yang merata dan
seimbang bukan hanya sekedar efisiensi biaya usaha.
2.3. Kategori Network Sharing

GSMA (Global System for Mobile communications Association) telah mengklasifikasikan network
sharing ke dalam lima kategori:

 Site Sharing;
 Mast (menara) Sharing;
 RAN Sharing;
 Network roaming; dan
 Core network sharing.

Sharing pasif biasanya didefinisikan sebagai pembagian ruang atau infrastruktur pendukung fisik
yang tidak memerlukan koordinasi operasional aktif antara penyelenggara telekomunikasi
jaringan. Berbagi site dan menara dianggap sebagai bentuk pasif network sharing.

Kategori yang tersisa, yang tercantum di atas, dianggap sebagai bentuk aktif network sharing
karena mereka memerlukan penyelenggara telekomunikasi untuk berbagi elemen lapisan jaringan
aktif termasuk, misalnya, node akses radio dan transmisi. Untuk RAN sharing dan MNO tetap
mempertahankan pemisahan logical network dan tingkatan koordinasi operasional lebih rendah
dari type aktif network sharing lainnya.

Site Sharing

Berbagi site mungkin merupakan bentuk sharing yang paling mudah dan paling umum
dilaksanakan. Penyelenggara Telekomunikasi berbagi lokasi yang sama namun memasang
menara, antena, kabinet dan backhaul terpisah.

5
Pada gambar di atas, garis di sekitar peralatan dan menara merupakan batasan yang akan dimiliki
atau disewa oleh penyelenggara telekomunikasi sendiri. Di dalam site ini setiap penyelenggara
telekomunikasi biasanya memasang infrastruktur mereka sendiri secara terpisah dari
penyelenggara telekomunikasi lain. Namun, mereka mungkin memutuskan untuk berbagi
peralatan pendukung, termasuk tempat penampungan, catu daya dan pendingin ruangan. Bentuk
sharing ini biasanya sering dilakukan di daerah perkotaan dan pinggiran kota di mana terdapat
kekurangan lokasi yang tersedia atau persyaratan perencanaan yang komplek.

Mast Sharing

Saling berbagi menara merupakan langkah maju dari penyelenggara telekomunikasi lebih dari
sekedar berbagi tempat. Pada cara ini, biasanya penyelenggara telekomunikasi akan menyepakati
letak pembangunan menara. Di lokasi ini, penyelenggara telekomunikasi akan saling berbagi
menara dan frame antena, namun masih membangun antena dan BTS sendiri.

Pada metode mast sharing, terkadang menara yang dibangun harus dibuat lebih tinggi dari
menara biasa agar dapat mengakomodasi keberadaan lebih dari satu antena.

RAN Sharing

Metode ini merupakan metode paling komprehensif karena penyelenggara telekomunikasi saling
berbagi perangkat akses jaringan termasuk antena, menara dan perangkat backhaul.
Seperti yang dapat Anda lihat pada gambar di bawah, kedua penyelenggara telekomunikasi dapat
mendapatkan akses ke elemen jaringan yang sama, meski memiliki core network yang berbeda.

Dalam RAN sharing, ada empat elemen yang dibagi: perangkat radio, menara, tempat menara dan
perangkat backhaul.

Biasanya RAN Sharing pada jaringan yang sudah dibangun adalah hal yang sulit karena arsitektur
masing-masing penyelenggara telekomunikasi telah berkembang ke arah yang berbeda.

Core Network Sharing

Pada core network sharing, penyelenggara telekomunikasi saling berbagi penggunaan RNC (Radio
Network Controller) dan Node B. Selain itu, mereka juga saling berbagi frekuensi. Menurut
Telecom Cloud, salah satu kelemahan dari model ini adalah karena metode ini menggunakan
pembagian frekuensi.

Di Indonesia sendiri, penyelenggara telekomunikasi menggunakan frekuensi dengan model lisensi.


Spektrum yang dapat digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi bersifat terbatas.

Network Roaming

Roaming dianggap sebagai salah satu metode network sharing meski pada metode ini, tidak ada
infrastruktur yang digunakan bersama. Pada model ini, trafik dari satu penyelenggara
telekomunikasi dibawa melalui jaringan penyelenggara telekomunikasi lain. Untuk melakukan
roaming, tidak ada persyaratan khusus kecuali persetujuan antara kedua penyelenggara
telekomunikasi.

Roaming sendiri terbagi menjadi tiga tipe. Pertama adalah national roaming. National roaming
biasanya terjadi antara beberapa penyelenggara telekomunikasi yang beroperasi di kawasan yang
sama. Dengan melakukan national roaming, penyelenggara telekomunikasi dapat menyediakan
layanan di kawasan yang tidak terjangkau oleh jaringan mereka.

Tipe kedua adalah international roaming, yang memiliki karakteristik yang sama dengan national
roaming, hanya saja kerjasama yang terjadi merupakan kerjasama antara penyelenggara
telekomunikasi yang beroperasi di negara yang berbeda. Kategori terakhir adalah inter system
roaming, yang terjadi antara jaringan yang menggunakan standar yang berbeda seperti 3G dan
GSM.

Mengapa Network Sharing

GSMA menyebutkan beberapa alasan terjadinya network sharing adalah karena kebutuhan
ekonomi dan bukannya karena ada regulasi dari pemerintah. Network sharing sendiri telah
dilakukan baik di negara maju maupun negara berkembang.

Di negara berkembang, biasanya network sharing dilakukan untuk mengurangi biaya operasional
atau untuk memberikan kapasitas ekstra di kawasan yang sempit di mana tempat untuk
membangun menara dan BTS terbatas.
Sementara itu di negara berkembang termasuk Indonesia, biasanya network sharing dilakukan
untuk memperluas jangkauan jaringan. Selain itu, network sharing juga dapat digunakan di
kawasan yang sangat padat penduduk dan sulit untuk membangun menara baru.

Namun, network sharing sulit direalisasikan jika luas jangkauan jaringan merupakan pembeda
satu penyelenggara telekomunikasi dengan penyelenggara telekomunikasi lain. Jika pemerintah
memaksa untuk melakukan network sharing, hal ini dapat menurunkan minat investor untuk
melakukan investasi.

2.4. Optimalisasi Pemanfaatan Dana USO


Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib
memberikan kontribusi dalam pelayanan universal. Untuk memenuhi kewajiban Undang-Undang
dimaksud, para penyelenggara telekomunikasi setiap tahun menyetorkan 1,25% pendapatan
kotornya kepada pemerintah. Dana kewajiban kontribusi pelayanan universal atau Universal
Service Obligation (USO) digunakan oleh pemerintah untuk membangun infrastruktur
telekomunikasi di daerah terpencil yang minim infrastruktur telekomunikasi. Saat ini beberapa
proyek USO yang sedang dijalankan diantaranya adalah proyek Palapa Ring yang membangun
jaringan fiber optic untuk menghubungkan seluruh wilayah di Indonesia dan BTS di daerah
terpencil. Infrastruktur yang telah dibangun melalui dana USO nantinya dapat dimanfaatkan para
penyelenggara telekomunikasi untuk melayani penyelenggaraan telekomunikasi di daerah
terpencil di seluruh Indonesia.

2.5. Komitmen Pembangunan


Setiap penyelenggara telekomunikasi berdasarkan izin yang dimilikinya wajib memenuhi
komitmen pembangunan jaringan telekomunikasi di setiap 5 tahun penyelenggaraannya. Saat ini
komitmen pembangunan yang dituangkan dalam izin penyelenggaraan belum didasari oleh
perhitungan yang matang dalam rangka menuju pemerataan pembangunan bidang
telekomunikasi di seluruh Indonesia. Selain itu pemerintah belum memiliki regulasi yang dapat
memberikan sanksi kepada para penyelenggara telekomunikasi yang tidak memenuhi komitmen
pembangunan sesuai izin penyelenggaraan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ketersedian infrastruktur jaringan telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia termasuk daerah-


daerah terpencil merupakan kondisi wajib yang harus diciptakan oleh pemerintah dalam rangka
pemenuhan tujuan pembangunan nasional yang adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia.

Sudah ada program pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan infrastruktur


telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia diantaranya dengan memanfaatkan dana yang
dikumpulkan dari para penyelenggara telekomunikasi melalui program USO untuk membangun
infrastruktur jaringan telekomunikasi di daerah-daerah terpencil. Serta melalui aturan perizinan
yang sudah ada, pemerintah telah mewajibkan di dalam komitmen pembangunan kepada para
penyelenggara telekomunikasi untuk membangun jaringan telekomunikasi minimal sesuai
komitmennya.

Kebijakan komitmen pembangunan tentunya tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.


Karenanya regulasi yang mengatur tentang tata cara network sharing harus diterbitkan untuk
memaksa tata laksana bisnis telekomunikasi yang adil dan menguntungkan diterapkan oleh
seluruh penyelenggara pemilik infrastruktur jaringan telekomunikasi.

Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan


Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit juga akan menjadi perlindungan hukum terhadap para
penyelenggara telekomunikasi yang melaksanakan aktif network sharing. Belajar dari
dipidanakannya Direksi Indosat Mega Media (IM2) oleh Kejaksaan Agung terkait penggunaan
spektrum frekuensi radio untuk penggunaan bersama PT Indosat, Tbk. Perlindungan hukum
terhadap penyelenggara telekomunikasi yang melaksanakan aktif network sharing terkait
penggunaan frekuensi bersama harus dipersiapkan dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor
53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit sesuai dengan
kebutuhan pelaksanaan aktif network sharing diantara para penyelenggara telekomunikasi.

3.2. Penutup

Demikianlah isi makalah kami, atas kekurangan dan kesalahan kami dalam penulisana makalah ini,
kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Atas keritik teman-teman dan dosen
pembimbing mata kuliah Manajemen dan Keekonomian Proyek Teknik kami ucapkan terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia, 1999 Undang-Undang Telekomunikasi, Jakarta: Kementerian Komunikasi dan


Informatika

Republik Indonesia, 2000 Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, Jakarta:


Kementerian Komunikasi dan Informatika

https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/6668/Ini+Plus+Minus+%22Network+Sharing%22/0/soro
tan_media

https://inet.detik.com/telecommunication/d-3284941/network-sharing-tak-menguntungkan-semua-
operator

http://www.beritasatu.com/ekonomi/402187-ini-lima-manfaat-network-sharing-bagi-indonesia.html

http://www.indotelko.com/kanal_lipsus?c=lip&it=network-sharing-berbagi-numpang-jaringan

https://www.gsma.com/publicpolicy/wp-content/uploads/2012/09/Mobile-Infrastructure-sharing.pdf

Anda mungkin juga menyukai