Anda di halaman 1dari 3

Cinta Dalam Diam

Bima masih mencintai Dara hingga kini. Meski caranya mencintai sangatlah tersembunyi.
Baik perasaan maupun cinta Bima pada Dara tidak diketahui oleh siapa pun. Cara Bima menatap
Dara pun masih sama. Ia terus-menerus dibuat kagum dengan apa yang dilakukan Dara. Cara Dara
tersenyum, cara Dara merespon orang yang bicara dengannya, cara Dara menatap seseorang.
Semuanya, Bima suka semuanya.

Namun terkadang Bima merasa patah hati ketika Dara bersama kekasihnya. Seperti dilanda
rasa cemburu. Bima sendiri tak sanggup mengungkapkan perasaannya pada Dara. Karena dia takut
mendapat penolakan. Sebelum mengungkapkan saja, Bima sudah mendapat penolakan secara halus
melalui rumor yang beredar di sekolahnya. Iya. Rumor tentang kedekatan Dara dengan kekasihnya.

Kini Bima dihadapkan sebuah pemandangan yang cukup mengenaskan. Di hadapannya ada
Dara yang sedang bermesraan dengan kekasihnya. Kalau tidak salah nama kekasihnya adalah Aldo.
Aldo berasal dari jurusan IPS. Diam-diam Bima tertawa hambar dalam hati. Lalu menundukkan
kepala. Ternyata begini ya rasanya mencintai seseorang dalam diam. Apalagi seseorang yang kita
cintai sudah memiliki kekasih. Dadanya terasa sesak melihat Dara bersama kekasihnya. Ditambah
lagi dengan Dara yang terlihat bahagia ketika bersama kekasihnya. Andai Bima bisa mendekatinya
dan membuatnya tersenyum selebar itu.

Tanpa disadari, Bima melamun. Temannya heran dengan sikap Bima. Temannya menepuk
bahu Bima kencang hingga Bima menoleh. Bima mengangkat sebelah alisnya. Seolah bertanya ada
apa. “Ada apa?” tanya teman Bima. Teman Rifki bernama Dino.

“Aku sedang memikirkan tugasku” jawab Bima lalu tertawa. Dino ikut tertawa terbahak-bahak
sambil memukul bahu Bima dengan kencang. “Kenapa perlu dipikir? Kau lucu sekali” balas Dino
setelah tertawa terbahak-bahak.

“Karena banyak sekali” ujar Bima. Lalu keduanya tertawa lagi. Padahal dalam hati, Bima sedang
berduka. Tak apa. Setidaknya rasa sedihnya tertutup oleh tawa.

“Do, enak nggak? Boleh aku coba?” tanya Dara seperti meminta ijin untuk mencicipi makanan yang
dipesan oleh Aldo. Aldo mengangguk pelan. Kemudian Aldo menyuapi Dara.

Dara mengangguk-angguk setelah mengunyah makanannya sampai habis. Aldo tersenyum


melihat tingkah Dara yang lucu. “Enak?” tanya Aldo memastikan. Dara mengangguk dan
mengacungkan jempol. Saking gemasnya dengan tingkah Dara, Aldo mengacak-acak rambut Dara.
Dara tertawa geli.

Ribuan pasang mata menatap Dara dan Aldo yang sedang bercumbu mesra. Mereka terlihat
iri dengan kemesraan Dara dan Aldo. Bahkan ada yang melihat dengan tatapan cemburu karena
beberapa dari mereka menyukai Dara. Namun mereka mengetahui bahwa Dara telah mempunyai
kekasih.

Usai makan berdua di kantin, Dara dan Aldo berjalan menyusuri sekitar kampus sambil
bergandengan tangan. Lagi-lagi ribuan pasang mata menatap keduanya. Akan tetapi keduanya tidak
peduli. Dara dan Aldo sudah dimabuk cinta. Hingga menganggap dunia milik berdua, lainnya
ngontrak.
Bima terus-menerus menatap ke bawah. Bima sedang menahan perih di hatinya. Bima
rasanya ingin keluar dari sekolah ini. Berulang kali dia melihat Dara yang bermesraan dengan

kekasihnya. Tetapi ini baru kelas 11. Masih tersisa 1 tahun supaya lulus sekaligus keluar dari sekolah
ini. Sementara Dara sebentar lagi akan lulus dikarenakan Dara saat ini kelas 12. Bima mengetahui
kabar itu karena tidak sengaja mendengar pembicaraan Dara dengan salah satu temannya.

Senang rasanya bisa tahu bahwa Dara sebentar lagi lulus dari sekolah ini. Kekasih Dara juga
dikabarkan akan lulus tahun ini. Bima tertawa dalam hati. Sebentar lagi dia takkan bertemu dengan
Dara. Namun disisi lain, Bima juga tidak akan melihat Dara dan kekasihnya sedang bermesraan setiap
hari. Ya. Ada perasaan sedih dan senang. Rasanya semua perasaan itu campur aduk menjadi satu.
Bagaimana Bima mengatasi perasaan yang campur aduk ini? Bima mengangkat bahu. Jawabannya
tidak tahu.

Ah iya. Bima hampir lupa. Tugas Bima masih banyak yang belum selesai. Apalagi jadwal
kegiatan organisasi yang saling bertabrakan. Alangkah baiknya Bima segera menyelesaikan tugasnya
satu-persatu. Tak lupa untuk mengutamakan kesehatan tubuhnya. Akhir-akhir ini dia tak bisa tidur
karena mengerjakan tugas. Kadang karena dia memikirkan perasaannya pada Dara yang tak kunjung
hilang.

Bila terus begini, nanti Bima bisa sakit. Bima harus mulai menata jadwal tidurnya yang
berantakan. Bima tidak ingin sakit. Masih banyak yang harus Bima urus.

Bima termenung untuk kesekian kalinya. Entah sudah keberapa kalinya dia seperti itu. dan
lagi-lagi Dino menyadari Bima yang termenung sangat lama. Ditatapnya Bima dengan lama.
Memikirkan apa yang terjadi dengan Bima. Sekaligus menebak-nebak. Mungkinkah ada yang
menyakiti hati Bima? Apa ada masalah dengan keluarga Bima? Bima sedang ada masalah dengan
dirinya sendiri? Ataukah ada yang mendesak Bima untuk mengumpulkan tugas hari ini? Atau
masalah lain? Dino memukul bahu.

Entahlah tak tahu. Bima selalu menjawab tidak ada apa-apa jika ditanya. Padahal Dino
sangat mengkhawatirkannya. Meski begitu, Dino tidak memaksa Bima untuk menceritakan masalah
yang dialaminya. Hanya saja Dino merasa khawatir jika Bima depresi dan tiba-tiba bunuh diri karena
terlalu sering memendam masalah. Dino menggeleng cepat. Tidak mungkin Bima menyerah secepat
itu pada kehidupan yang pahit ini.

“Dino” panggil Bima dengan suara lirih karena guru sedang menjelaskan materi. Dino menoleh
dengan cepat dan mengangkat sebelah alisnya dengan tinggi. Seolah bertanya ada apa pada Bima.

Kemudian Bima mendekatkan bibirnya ke telinga Dino. Seperti ingin membisikkan sesuatu
pada Dino.

“Kelasnya sampai jam berapa?” tanya Bima bisik-bisik. Dino pun menjawab dengan berbisik, “Jam
dua belas lebih lima menit.” Bima mengangguk lalu menjauhkan bibirnya dari telinga Dino. Bima
kembali fokus pada materi yang dijelaskan oleh guru.

Cuaca siang ini sedang hujan. Dara lupa membawa payung. Besok adalah hari pelaksanaan
kelulusan. Dara sangat senang. Keluarga Dara mungkin besok akan datang. Lalu merayakan hari
kelulusan Dara dengan meriah di rumah. Dara tersenyum riang sambil membayangkan hal yang
terjadi besok.

Dara mengusap pelan bahunya. Dara merasa kedinginan. Dara tak tahu jika akan turun
hujan. Jadi Dara hanya memakai kemeja tipis dengan dalaman kaos. Ternyata tak hanya perasaan
dan sikap manusia saja yang berubah, tetapi ramalan cuaca juga bisa berubah. Tiba-tiba ada
seseorang memberi payung pada Dara. Seseorang itu dari arah belakang Dara. Dara menoleh
seketika.

“Pakai payung ini” ujar lelaki itu lalu tersenyum tipis. Ya. Seseorang itu adalah lelaki. Lelaki yang tidak
dikenal oleh Dara. Dara menatap lelaki itu dengan heran. Namun wajah lelaki itu tidak asing.

“Sampai jumpa” ucapnya di akhir percakapan singkat dengan Dara, kemudian pergi meninggalkan
Dara. Dara menatap kepergian lelaki itu. Lelaki itu aneh menurutnya. Tiba-tiba memberi Dara
payung, sementara lelaki itu berlari menerobos hujan. Justru lelaki itulah yang butuh payung.

Bima berlari menerobos hujan yang deras. Matanya sedikit demi sedikit menetaskan air mata. Bima
merelakan payungnya seperti halnya dia merelakan hatinya demi kebahagiaan Dara dan kekasihnya.
Bima berucap janji dalam hatinya bahwa dia akan melupakan Dara. Ya. Pasti.

Anda mungkin juga menyukai