HIV/AIDS :
A. Pengertian HIV/AIDS
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah infeksi yang menyerang sistem
kekebalan tubuh, khususnya sel darah putih yang disebut sel CD4 (WHO, 2022). Menurut
Kemenkes, Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menginfeksi sel
darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Tahap paling lanjut dari infeksi HIV adalah Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS), yang dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk berkembang jika tidak diobati (CDC,
2022).
B. Etiologi
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan
sekret vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka target utama HIV adalah limfosit CD 4
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini akan mengubah
informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang
diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid) menjadi DNA (deoxyribonucleic acid)
menggunakan enzim reverse transcriptase. DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke
dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel yang
dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan.
E. Patofisiologi
Partikel-partikel virus HIV yang akan memulai proses infeksi biasanya terdapat di
dalam darah, sperma atau cairan tubuh lainnya dan dapat menyebar melalui sejumlah cara. Cara
yang paling umum adalah transmisi seksual melalui mukosa genital. Keberhasilan transmisi virus
itu sendiri sangat bergantung pada viral load individu yang terinfeksi (Suhaimi et al., 2019).
Viral load ialah perkiraan jumlah copy RNA per mililiter serum atau plasma penderita.
Apabila virus ditularkan pada inang yang belum terinfeksi, maka akan terjadi viremia transien
dengan kadar yang tinggi, virus menyebar luas dalam tubuh inang. Sementara sel yang akan
terinfeksi untuk pertama kalinya tergantung pada bagian mana yang terlebih dahulu dikenai oleh
virus, bisa CD4+, sel T dan manosit di dalam darah atau CD4+, sel T dan makrofag pada jaringan
mukosa. HIV juga dapat menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. HIV yang
mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T (Suhaimi et al., 2019).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Antibodi
2. Tes Antibodi-Antigen (Ab-Ag) Tes Serologi
3. Tes Virologis dengan PCR
G. Asuhan Keperawatan
1. Dx : Defisit nutrisi, luaran : status nutrisi, intervensi : manajemen nutrisi
2. Dx : Nyeri akut, luaran : tingkat nyeri, intervensi : manajemen nyeri
3. Dx : Intoleransi aktivitas, luaran : toleransi aktivitas, intervensi : manajemen energi
MALARIA :
A. Pengertian Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh spesies
Plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat intermiten, anemia, dan hepatosplenomegali
(Fauzi & Fajri, 2015). Menurut ahli lain malaria adalah penyakit infeksi akut maupun kronik yang
disebabkan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit ditandai dengan ditemukannya
bentuk aseksual dalam darah yang biasanya disertai dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan
pembesaran limpa (Fitriany, J & Sabiq, 2018).
B. Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah parasit plasmodium yaitu suatu parasit yang termasuk
dalam filum apicomplexa. Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu
parasit malaria yang biasa disebut Plasmodium dan nyamuk anopheles betina. Parasit malaria
memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan
host untuk tempatnya menumpang hidup, baik pada manusia maupun nyamuk anopheles (Fitriany,
J & Sabiq, 2018). Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi sel darah
merah manusia, yaitu :
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
D. Patofisiologi
1. Fase seksual. Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam
tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam
eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina.
Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina.
2. Fase aseksual. Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang
terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan
“sporozoid“ ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel
parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses
skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan
melepaskan beribu-ribu merozoit.
E. Faktor Risiko
1. Penggunaan Kelambu
2. Keberadaan Breeding Place
3. Kebiasaan Keluar Rumah Pada Malam Hari
4. Penggunaan Obat Anti Nyamuk
F. Pemeriksaan Penunjang
1. USG : pada penderita malaria kronis terdapat pembesaran limpa
2. Rontgen : pada penderita malaria kronis terlihat pembesaran hati dan limpa
3. Pemeriksaan Laboratorium:
Hitung leukosit darah rendah atau normal
Jumlah trombosit sering menurun terutama pada malaria berat
Laju endap darah sangat tinggi
Hemoglobin darah rendah
Plasmodium terlihat dalam sediaan
G. Asuhan Keperawatan
1. Dx : Hipovolemia, luaran : status cairan, intervensi : manajemen hipovolemia
2. Dx : Diare, luaran : eliminasi fekal, intervensi : manajemen diare