Anda di halaman 1dari 8

NAMA : BREFMAN.J.A.

SIAHAAN

NPM : 1801010220

M.KULIAH : BIMBINGAN DAN KONSELING

1.Pengertian anak bekelainan

Menurut para ahli (Kirk, 1970 ; Heward dan Orlansky, 1988 ) anak berkelainan di artikan
sebagai anak yang memilki kelainan penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal umumnya
dalam hal fisik, mental, maupun karakteristik prilaku sosialnya, atau menurat ahli lainnya
( Hallahan dan Kauffman 1991 ) anak berkelainan di defenisikan sebagai anak yang berbeda dari
rata-rata umumnya,dikarenakan ada permasalahan dalam kemampuan berfikir, penglihatan,
pendengaran, sosialisasi, dan bergerak.

2.Jenis jenis anak yang berkelainan

 Tunanertra
 Tunarungu wicara
 Tunadaksa
 Tunagrahita
 Tunalaras

3.Karakteristik masing-masing jenis anak berkelainan

1. Tunanetra

Anak-anak dengan gangguan penglihatan dapat diketahui dalam kondisi berikut:

a. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas.

b. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.

c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.

d. Terjadinya kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.

Bagi peserta didik yang memiliki sedikit atau tidak melihat sama sekali, jelas sekali mereka
harus mempelajari lingkungannya dengan menyentuh dan merasakannya. Perilaku untuk
mengatahui objek dengan cara mendengarkan suara dari objek yang akan diraih adalah perilaku
tunanetra dalam perkembangan mototiknya. Sedangkan perilaku menekan dan suka menepuk
mata dengan jari, kemudian menarik ke depan dan ke belakang, menggosok, dan memutarkan
serta menatap cahaya sinar merupakan perilaku tunanetra yang sering dilakukannya guna
mengurangi tingkat stimulasi sensor dalam melihat dunia luar. Untuk dapat merasakan perbedaan
dari setiap objek yang dipegangnya, tunanetra selalu merasakan dengan jari-jemarinya tekstur
dari objek, ukurannya, bentukny, apakah objek benda tersebut mempunyai suara adalah perilaku
tunanetra untuk menguasai dunia persepsi dengan menggunakan indera sensorik. Untuk
memasuki dunia persepsi bagi tunanetra sangat sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

menurut lowenfeld dalam tim terdapat tiga hal yang memiliki pengaruh buruk terhadap
perkembangan kognitifnya.

1. jarak dan beragamnya pengalaman yang dimiliki oleh anak tunanetra. Kemampuan ini terbatas
karena tunanetra mempunyai perasaan yang tidak sama dengan anak yang mampu melihat.

2. Kemampuan yang didapat akan berkurang dan akan berpengaruh terhadap pengalamannya
terhadap lingkungan.

3. anak tidak memiliki kendali yang sama terhadap lingkungan dan diri sendiri seperti yang
dilakukan oleh anak awas.

Dalam perkembangan sosialnya, anak tunanetra melakukan sosialisasi dengan sekelilingnya


dilakukan dengan cara menyentuh dan mendengar objeknya. Karena tidak ada kontak mata,
ekspresi wajah yang kurang, dan kurangnya pemahaman tentang lingkungannya sehingga
intetaksi tersebut kurang menarik bagi lawannya.

2. Tunarungu Wicara

Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tingkah I : Kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB, penderita hanya


memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secra khusus.

Tingkah II : Kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB, penderitanya


kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari-hari
memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.

Tingkah III : Kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB.

Tingkah IV : Kehilangan kemampuan mendengar dari 90 dB ke atas.

Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III sampai tingkat IV pada
hakekatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Andreas Dwijosumarto dalam T.S.
Somantri, 1996)

Bentuk mimik anak yang tunarungu berbeda dengan anak yang normal. Karena mereka tidak
pernah mendengar atau mempergunakan salah satu panca inderanya terutama telinga dan mulut.
Oleh sebab itu mereka tidak terlalu paham dengan apa yang dimaksudkan dan dikatakan orang
lain.

Perilaku yang muncul dari anak tunarungu wicara di sekolah secara dominan berkaitan dengan
hambatan dalam perkembangan bahasa dan komunikasi. Ciri-ciri umum antara lain adalah
sebagai berikut:

a. Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran di kelas

b. Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya ganti posisi telinga terhadap sumber bunyi,
seringkali ia meminta pengulangan penjelasan guru saat di kelas.

c. Mempunyai kesulitan untuk mengikuti petunjuk secara lisan.

d. Keengganan untuk berpartisipasi secara oral, mereka berkesulitan untuk berpartisipasi


secara oral dan dimungkinkan karena hambatan pendengarannya.

e. Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau intruksi saat di kelas.

f. Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara

g. Perkembangan intelektual peserta didik tunarungu wicara terganggu.

h. Mempunyai kemampuan akademik yang rendah, khususnya dalam membaca

3. Tunadaksa

Tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Kesadaran yang dibawa sejak lahir atau kesusahan yang merupakan keturunan, diantaranya
meliputi; (1) kaki seperti tongkat (club-foot), (2) tangan seperti tongkat (club-hand), (3) jari yang
lebih dari lima pada masing-masing tangan atau kaki (polydactylism), (4) kerdil/pendek sekali
(cretinism), (5) kepala kecil tidak normal (mycrocephalus), dan (6) kepala besar karena berisi
cairan (hydrocephalus).

b. Kerusakan pada waktu kelahiran yang meliputi; (1) kerusakan pada syaraf lengan akibat
tertekan atau tertarik waktu kelahiran (Erb’s palsy), dan (2) tulang yang rapuh dan mudah patah
(fragilitas osium).

c. Infeksi, meliputi diantaranya; (1) taerkolonis tulang (menyerang sendi paha sehingga
menjadi kaku), (2) osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum tulang karena
bakteri) dan (3) poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan kelumpuhan).

d. Kondisi traumatik atau kesusahan traumatik akibat; (1) amputasi dan (2) kecelakaan akibat
luka bakar.
e. Tumor : oxostosis (lemah tulang)

f. Pada kasus-kasus yang ringan anak spastic bisa mengembangkan keseimbangan tangannya
untuk sedikit mengendalikan gaya berjalan yang kikuk. Pada kasus tingkat sedang, peserta didik
spastic dapat memegang lengan untuk diarahkan ke tubuhnya, membengkokkan sikunya dengan
membengkokkan tangannya, dengan kaki yang diputar secara hati-hati pada lutut dan
menghasilkan jalan gaya gunting. sedangkan pada kasus tingkat berat, mereka memiliki
pengendalian yang lemah pada tubuhnya dan tidak mampu duduk, bediri, atau berjalan tanpa
bantuan alat penguat, tongkat penopang, alat bantu jalan, dan sebagainya.

g. Ciri utama anak ataxsia gerakannya kurang kuat, berjalan dengan langkah yang panjang dan
mudah jatuh karena sering kehilangan perasaan keseimbangan, terkadang mata tidak
terkoordinasi serta gerakan mata tertegun-tegun (nystagmus). Pada tremor dan rigid umumnya
mempunyai gangguan pada keseimbangan tubuh disebabkan karena adanya kelainan pada
postural dan akibat hambatan otot yang berlawanan.

4. Tunagrahita

Beberapa karakteristik umum anak tunagrahita yang dapat dipelajari sebagai berikut:

a. Keterbatasan intelegensi

b. Keterbatsan sosial, dengan ciri-ciri:

1) cenderung berteman dengan ana yang lebih muda dari usianya

2) ketergantungan terhadap orang tua sangat besar

3) tidak mampu memikul tanggung jawab

c. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya, seperti;

1) kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu

2) kurang mampu membedakan yang baik dan yang buruk dan yang benar dengan yang salah

3) tidak membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan

Klasifikasi anak tunagrahita dapat dikelompokan menjadi :

1) Tunagrahita ringan

2) Tunagrahita sedang

3) Tunagrahita kuat
5. Tunalaras

Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai anak yang mengalami kesukaran
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan yang mengalami emosi. Setiap jenis anak
tersebut dapat dibagi lagi sesuai dengan berat dan ringannya kelainan yang dialaminya.

Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu:

• Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan yang
kurang jelas obyeknya.

• Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu
tertentu. Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.

• Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada
mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti
mencukil hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti
mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti,
mengusap-usap rambut, mencabuti atau mencakar rambut.

Demikian pula gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan


mengrinyitkan muka, dan sebagainya.

• Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh keuntungan dan
kebahagiaan.

• Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak berfungsi.

• Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka kurang
berang menghadapi kenyataan pergaulan.

• Rendah diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena
perasaan tertekan.

Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah:

• Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena kurang
diterima oleh keluarganya.

• Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.

• Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara kehidupan
sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
• Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah.

• Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.

• Dari keluarga miskin.

• Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya
bersifat perkara.

4.Indentifikasi penyebab anak berkelainan.

•Faktor herediter

Faktor herediter sering terjadi karena kelebihan kromosom yang diakibatkan oleh kesamaan gen
pada pasangan suami istri. Selain itu, usia ibu sewaktu hamil juga sangat berpengaruh terhadap
kelahiran anak. Usia ibu hamil di atas 35 tahun memiliki resiko yang cukup tinggi untuk
melahirkan anak berkebutuhan khusus.

•Faktor infeksi

Merupakan suatu penyebab adanya berbagai serangan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan,
baik langsung maupun tidak langsung terjadinya kelainan seperti TORCH (toksoplasma, rubella,
cytomegalo virus, herpes), polio, meningitis dan sebagainya.

•Faktor keracunan

Keracunan dapat secara langsung terkena anak, maupun melalui ibu saat kehamilan. Munculnya
FAS (Fetal Alcohol Syndrome) adalah keracunan janin yang disebabkan ibu mengonsumsi
alkohol berlebihan. Kebiasaan ibu mengkonsumsi obat bebas, tanpa pengawasan dokter
merupakan potensi keracunan pada janin. Jenis makanan yang dikonsumsi bayi yang banyak
mengandung zat-zat berbahaya merupakan salah satu penyebab. Adanya polusi pada berbagai
sarana kehidupan, terutama pencemaran udara dan air juga sebagai faktor penyebab.

•Trauma

Kejadian tidak terduga yang langsung terjadi pada anak, seperti: proses kelahiran yang sulit,
sehingga memerlukan pertolongan yang mengandung resiko tinggi dan mengakibatkan
kekurangan oksigen pada otak. Bencana alam juga dapat menyababkan anak memiliki kebutuhan
khusus, seperti cacat fisik dan gangguan mental.

•Kekurangan gizi

Masa tumbuh kembang sangat berpengaruh tarhadap tingkat kecerdasan anak terutama pada 2
tahun pertama kehidupan. Kekurangan gizi dapat terjadi karena ada kelainan metabolisme
maupun penyakit parasit pada anak, seperti cacingan.
5.Teknik bimbingan khusus yang di kaitkan dengan anak berkelainan

a. Tuna Netra

Alternatif bantuan yang diberikan terutama pada saat memasuki lingkungan baru seorang anak
tuna netra harus diberikan bantuan tentang proses komunikasi verbal, mengembangkan
semangat, dan konsep diri yang positif (rasa percaya diri dan mau menerima ketunanetraannya)
serta mengenal gambaran lingkungan sekitarnya dengan sejelas-jelasnya.

b. Tuna Rungu

· Bimbingan komunikasi, bertujuan membantu anak dalam memperlancar komunikasi.

· Bimbingan pribadi, bertujuan agar anak dapat mengenal dirinya, menyadari kemampuan
dan kekurangannya, memiliki sikap positif terhadap keadaan dirinya, serta memiliki kestabilan
emosi.

· Bimbingan sosial, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anak agar dapat bergaul
dengan orang lain secara positif.

c. Tuna Daksa

Alternatif bantuan yang dapat diberikan kepada anak tunadaksa diantaranya :

· Mengembangkan diri sendiri.

· Menghargai anak dengan cara menerima apa adanya sehingga anak merasa bahwa dirinya
adalah sebagai sorang pribadi yang berharga.

· Dukungan keluarga dan masyarakat terhadap anak tuna daksa memiliki pengaruh yang
besar terhadap perkembangan kepribadiannya.

d. Tuna Grahita

Pemberian bantuan kepada anak tunagrahita lebih difokuskan kepada pihak orangtuanya. Kepada
mereka diberikan bimbingan tentang :

· Upaya menghilangkan perasaan kecewa karena memiliki anak yang cacat.

· Mengembangkan sikap respect terhadap anak.


· Mengembangkan kemandirian anak dengan cara tidak memberikan perlakuan yang
belebihan.

Sedangkan pemberian kepada anak secara langsung, sebagai berikut :

· Mengatasi kesulitan dalam mengurus dirinya sendiri.

· Mengatasi kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.

· Menggunakan kemampuannya untuk mendapatkan ketrampilan, dan kesanggupan kala


secara optimal.

e. Tuna Laras

Upaya pemberian bantuan yang diberikan kepada mereka, diantaranya :

· Memperhatikan kebutuhan anak.

· Membimbing kedisiplinan.

· Memberikan kesibukan sebagai pemanfaatan waktu luang.

· Membantu pengembangan konsep diri yang positif.

· Membantu anak dalam mengembangkan kesadaran untuk mentaati ajaran agama secara
intensif.

· Menghindarkan mereka dari ketergantungan dan penguatan ketakberdayaan.

· Merujuk anak kepihak yang lebih berwenang (seperti psikologi).

Anda mungkin juga menyukai