Anda di halaman 1dari 12

TELAAH KHI

Pencatatan Perkawinan, Cerai, Dan Rujuk ;


Penceraian Melalui Pengadilan
Pencatatan Perkawinan,
Cerai dan Rujuk
Sebagaimana dikemukakan, peran lembaga pemerintah,
dalam hal ini adalah KUA, berfungsi juga sebagai sarana
untuk menjaga dan mewujudkan tujuan perkawinan.
Salah satu cara untuk menjaga dan mewujudkan tujuan
perkawinan tersebut adalah dengan menertibkan dan
mengatur administrasi perkawinan, yang salah satunya
adalah pencatatan nikah. Pencatatan ini merupakan
bukti.yang paling kuat bagi adanya ikatan suami isteri,
sehingga di samping masing-masing akan lebih bertanggung jawab juga
di kemudian hari tidak bisa ada yang mengingkarinya, baik dari pihak
suami isteri ataupun pihak lain. Oleh karena itu, KHI mengatur masalah
pencatatan perkawinan tersebut sebagaimana dalam beberapa pasal di
bawah ini.
PASAL 5
1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap
perkawinan harus dicatat.
2. Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh
Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diaturdalam Undang-
undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954
sehingga di samping masing-masing akan lebih bertanggung jawab juga
di kemudian hari tidak bisa ada yang mengingkarinya, baik dari pihak
suami isteri ataupun pihak lain. Oleh karena itu, KHI mengatur masalah
pencatatan perkawinan tersebut sebagaimana dalam beberapa pasal di
bawah ini.
PASAL 5
1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap
perkawinan harus dicatat.
2. Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh
Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diaturdalam Undang-
undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954
Dengan demikian, supaya berkekuatan hukum,
perkawinan di Indonesia harus dicatat di hadapan
pegawai pencatat nikah yang kemudian ditulis dalam
akta nikah. Akta nikah ini merupakan bukti yang
otentik bahwa telah terjadi pernikahan antara suami
dan isteri yang bersangkutan, sehingga tidak ada
pihak yang dapat mengingkarinya dan konsekuensi-
konsekuensi yang ditimbulkan dari perkawinan
ini menjadi berkekuatan hukum.
PASAL 6
1. Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai
Pencatat Nikah.
2. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.

PASAL 7
1. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat
oleh Pegawai Pencatat Nikah.
2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah,
dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
Sebagaimana pernikahan, perceraian juga harus dicatat dan
dibuktikan dengan surat cerai dari Pengadilan Agama, karena akan
memiliki konsekuensi dan hukum berbeda, khususnya berkaitan
dengan isteri dan anaknya.121 Oleh karena itu pasal 8 KHI
menyatakan:
Pasal 8
Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat
dibuktikan dengan surat cerai berupa putusan Pengadilan Agama baik
yang berbentuk putusan perceraian, ikrar talak, khuluk atau putusan
taklik talak.122
Begitu pula, apabila terjadi rujuk, yang berarti hak dan kewajiban
dalam perkawinan akan kembali lagi, maka juga harus dicatat di Kantor
Urusan Agama. Hal ini dikemukakan dalam beberapa pasal dalam KHI, yang
antara lain:
Pasal 166
Pasal 10
Rujuk harus dapat dibuktikan
Rujuk hanya dapat dengan Kutipan Buku Pendaftaran
dibuktikan dengan Rujuk dan bila bukti tersebut hilang
kutipan Buku atau rusak sehingga tidak dapat
Pendaftaran Rujuk dipergunakan lagi, dapat dimintakan
yang dikeluarkan duplikatnya kepada instansi yang
oleh Pegawai mengeluarkannya semula.124
Pencatat Nikah.123
Dari uraian di atas terlihat secara implisit bahwa tujuan
adanya pencatatan nikah, cerai dan rujuk ini adalah untuk menjaga
hak-hak dari masing-masing anggota keluarga, baik suami, isteri
maupun anak, sehingga secara metodologis dapat didasarkan
pada metode al-istis}la>h}, yaitu menetapkan hukum dengan
didasarkan pada kemaslahatan yang sesuai dengan tujuan syariah
(maqa>shid al-shari>‟ah), yaitu menjaga jiwa dan harta (h}ifẓ al-
nafs wa al-ma>l) dari masing-masing anggota keluarga, bahkan
menjaga kejelasan keturunan (h}ifẓ al-nasl).
Pencatatan nikah, cerai dan rujuk ini secara metodologis
bisa juga didasarkan pada metode al-qiya>s, yaitu analogi
terhadap pencatatan hutang piutang yang dinyatakan dalam QS.
Al-Baqarah (2) ayat 282.125 Ayat tersebut memerintahkan bahwa
apabila terjadi akad hutang piutang, maka harus ditulis.
PENCERAIAN MELALUI PENGADILAN
129Menurut KHI, dengan demikian, perceraian, baik melalui talak, gugat
cerai atau lainnya, selain cerai mati, baru terjadi setelah adanya keputusan
pengadilan yang tetap. Ketetapan KHI ini antara lain tertuang dalam
beberapa pasal sebagi berikut.
Pasal 46
(1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
(2) Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak betul-betul
terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh.Supaya talak
sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukan persoalannya ke
pengadilan Agama.
(3) Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada
setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan
tidak dapat dicabut kembali.130
Pasal 115 Pasal 123
Perceraian hanya dapat dilakukan Perceraian itu terjadi
di depan sidang Pengadilan terhitung pada saat
Agama setelah Pengadilan Agama perceraian itu dinyatakan di
tersebut berusaha dan tidak depan sidang pengadilan.132
berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.131
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai