Anda di halaman 1dari 14

KELOMPOK 4

NAMA ANGGOTA :

1. Aluisya Brigita Sabua (2022021014192)


2. Lukas Haay ( 2022021014107 )
3. ALfaneta anouw (2022021014108)
4. Eki Dika Ersalda(2022021014141)
5. Rodina I jare(2022021014151)
6. Silviana Evelin Ansanay (2022021014129)
7. Yondris Walianggen(2022021014121)7.
8. Muhammad Rifaldy Hasibuan (2022021014152)
9. Gabriel hindom(2022021014026)
10. Anace y v awom (2022021014132)
11. Bastian sawaki(2022021014428)
12. Christina kh kafiar (2022021014168)
13. Timotius Boma( 2022021014167)
14. Brilian Hendrick Refasi(2022021014109)
15. Francin Gladies Mirino(2022021014454)
BAB
VII
PERJANJIAN PERKAWINAN
( Pasal 45-52 )
Pengertian
Secara umum perjanjian perkawinan adalah salah satu
bentuk dari perjanjian yang dibuat antara satu pihak dengan
pihak lainnya. Sebagai suatu perjanjian, maka perjanjian
perkawinan termasuk kedalam aspek muamalah. Dalam hal
muamalah pada dasarnya para pihak bebas melakukan
perbuatan apa saja selama perbuatan tersebut tidak dilarang
menurut hukum islam.

Menurut undang-undang No.1 Tahun 1974


didalam pasal 29 ayat (1) mengatur masalah-
masalah kapan dan dalam bentuk apa perjanjian
perkawinan diadakan. Perjanjian perkawinan
dapat diadakan oleh calon suami – istri pada
waktu perkawinan.
Bentuk perjanjian perkawinan dalam islam
Sebagaimana diterangkan dalam KHI, terdapat 2 bentuk perjanjian perkawinan
dalam islam, yaitu TAKLIK TALAK dan PERJANJIAN LAIN YANG TIDAK
BERTENTANGAN DENGAN HUKUM ISLAM

PERJANJIAN LAIN
TAKLIK TALAK YANG TIDAK
BERTENTANGAN
DENGAN HUKUM
ISLAM
PERJANJIAN PERKAWINAN DALAM KOMPILASI HUKUM
ISLAM
Pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai perjanjian perkawinan diatur pada bab VII pasal 45
sampai 52 tentang perjanjian perkawinan.

Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47


Kedua calon mempelai dapat (1.) Isi taklik talak tidak (1.) Pada waktu atau sebelum
mengadakan perjanjian bertentangan dengan hukum perkawinan dilangsukan kedua
perkawinan dalam bentuk: islam. calon mempelai dapat membuat
(1.) Ta’lik talak perjanjian tertulis yang disahkan
(2.) Perjanjian lain yang tidak pegawai pencatat nikah mengenai
bertentangan dengan hukum kedudukan harta dalam
islam. perkawinan.a

Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50


(1.)Apabila dibuat perjanjian (1.) Perjanjian percampuran (1.) Perjanjian perkawinan
perkawinan mengenai pemisahan harta harta pribadi dapat meliputi mengenai harta, mengikat
bersama atau harta syarikat, maka semua harta, baik yang dibawah kepada para pihak dan pihak
perjanjian tersebut tidak boleh masing-masing ke dalam ketiga terhitung mulai tanggal
menghilangkan kewajiban suami untuk perkawinan maupun yang dilangsungkan perkawinan di
memenuhi kebutuhan rumah tangga. diperoleh masing-masing hadapan Pegawai Pencatat
selama perkawinan. Nikah.
Dalam Kompilasi Hukum Islam, perjanjian perkawinan dapat dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan.
Bentuk dari perjanjian perkawinan Kompilasi Hukum Islam telah menetapkan harus dalam bentuk tertulis dan
pengesahannya pun dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
Isi perjanjian perkawinan yang terpenting adalah tidak melanggar atau bertentangan dengan hukum islam. Perjanjian
perkawinan mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga terhitung mulai tanggal di langsungkan
perkawinan di hadapan Pegawai Pencatatan Nikah. Selanjutnya, perjanjian perkawinan mengenai harta, dapat dicabut atas
persetujuan bersama suami isteri dan wajib mendaftarkannya di kantor Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan
dilangsungkan.
KESIMPULAN

Kesimpulannya bahwa “Perjanjian Perkawinan” menurut KHI bukan


hanya terbatas pada harta yang didapat selama perkawinan, akan
tetapi mencakup harta bawaan masing-masing suami isteri.
Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian perkawinan terhadap
harta bersama yaitu
perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat nikah,
perjanjian tersebut dibuat oleh calon suami isteri untuk
mempersatukan atau memisahkan harta kekayaan pribadi masing-
masing selama perkawinan berlangsung, tergantung dari apa yang
disepakati oleh para pihak yang melakukan perjanjian. Isi perjanjian
tersebut berlaku pula bagi pihak ketiga
sejauh pihak ketiga tersangkut.
BAB VII
KAWIN HAMIL
( Pasal 53-54)
PENGERTIAN

Kawin hamil ialah kawin dengan seseorang


Wanita yang hamil di luar nikah, baik
dikawini oleh laki-laki yang
menghamilinya maupun oleh laki-laki yang
bukan menghamilinya.
TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP KAWIN HAMIL

Perkawinan wanita hamil merupakan perkawinan yang


didahului dengan adanya sebab perzinaan yang
mengakibatkan kehamilan di luar perkawinan yang sah.

UU perkawinan hanya mengatur secara implisit


mengenai perkawinan wanita hamil yaitu dalam pasal 2
ayat (1) bahwa “perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaan itu.” Menurut hukum islam, suatu
perkawinan dianggap sah bilamana dilakukan dengan
memenuhi rukun dan syarat menurut hukum islam. Rukun
dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum terutama
yang menyangkut dengan sahatau tidak sahnya perbuatan
dari segi hukum.
KETENTUAN KAWIN HAMIL MENURUT KHI

PASAL 53 PASAL 54

(1.) Seorang Wanita hamil di luar nikah, dapat (1.) Selama seseorang masih dalam keadaan ihraam,
dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. tidak boleh melangsungkan perkawinan dan juga boleh
(2.) Perkawinan dengan Wanita hamil yang disebut bertindak sebagai wali nikah.
pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu (2.) Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram,
lebih dahulu kelahiran anaknya. atau wali nikahnya masih berada dalam ihram
(3.) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat perkawinannya tidak sah.
Wanita hamil, tidak diperlukan ulang setelah anak yang
dikandung lahir
STATUS ANAK DARI
PERKAWINAN WANITA HAMIL

KHI di Indonesia dalam pasal lain menjelaskan status anak. Dalam pasal itu
dinyatakan bahwa anak sah adalah anak yang lahir dalam atau akibat dari suatu
perkawinan yang sah. Dalam fenomena kawin hamil, akan muncul nilai yang
kontroversial.

Berdasarkan Pasal 99 KHI, dapat ditarik benang merah bahwa anak zina yang
lahir setelah ibunya dinikahi penghamilnya seperti diatur dalam Pasal 53 ayat
(1) KHI adalah anak sah. Karena anak tersebut dilahirkan dalam perkawinan
yang sah, bukan anak yang lahir di luar perkawinan. Untuk anak yang lahir di
luar perkawinan menurut Pasal 186 KHI hanya mempunyai hubungan saling
mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya. Oleh karena anak ini
dilahirkan dalam perkawinan yang sah, maka ia saling mewaris tidak saja
dengan ibu dan keluarga dari pihak ibunya, tetapi juga saling mewaris dengan
bapak dan keluarga dari pihak bapaknya. Dengan demikian, tidak ada
perbedaan antara anak ini dan anak yang lahir akibat perkawinan yang sah.
KESIMPULAN
Di zaman yang serba berkemajuan ini tidaklah sedikit problema
kawin hamil dikalangan masyarakat pedesaan
ataupun kota. Karena keadaan yang kurang pengawasan dan
pengetahuan, akhirnya banyak terjadi kebebasan pergaulan
sehingga mengakibatkan hamil diluar nikah.
Kasus kawin hamil masih menjadi isu penting yang perlu
diperhatikan dan diberikan solusi yang konstitusional, edukatif,
serta pemberdayaan sosial bersama efektif untuk menjaga hak-
hak anak, wanita, dan meminimalisir resiko buruk bagi semua
pihak yang terlibat.
Upaya preventif harus diterapkan secara penuh untuk
mengurangi insiden kawin hamil di masyarakat. Preventif lebih
efektif melibatkan sistem pendidikan dan layanan kesehatan
untuk memberikan informasi dan akses terhadap metode
kontrasepsi, pendidikan seks, dan pilihan hidup (life skills).-
Peranan media sosial dan edukasi keluarga juga dapat
memainkan peran penting dalam mencegah terjadinya
pernikahan kawin hamil.
Sesi tanya jawab

Kamu nanyeaa?
Kamu bertanyeAa
Tanyeaa? Ywudah sini
aku jawab…
Jangan susah susah
ya. Rawr….

Anda mungkin juga menyukai