Anda di halaman 1dari 23

“ HUBUNGAN ANTARA SIFAT GEMAR MELAKUKAN PERBANDINGAN SOSIAL

DAN PERILAKU MEMBANDINGKAN DIRI PADA KALANGAN REMAJA

PENGGUNA MEDIA SOSIAL TIKTOK”

PROPOSAL

Diajukan Oleh:

Maria Anjelina Letek Dawan

19090000105
BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Tiktok merupakan salah satu media sosial berbasis konten video singkat yang

saat ini sedang viral di dunia, termasuk di Indonesia. Hingga saat ini, jumlah

pengguna TikTok di seluruh dunia telah mencapai 689,17 juta pengguna aktif

dan angka ini terus berkembang (Rahadian, 2020). Di Indonesia, aplikasi TikTok

termasuk dalam aplikasi yang populer, khususnya di kalangan remaja. Jumlah

pengguna TikTok di Indonesia mencapai 5,5 juta pengguna aktif atau sekitar 8,5

persen. Oleh karenanya, penggunaan TikTok ini merupakan topik yang menarik

untuk diteliti.

Penggunaan media sosial memiliki berbagai dampak positif dan negatif (Fitri,

2017). Salah satu dampak negatifnya adalah kerentanan terjadinya tendensi

melakukan perbandingan sosial di media sosial karena keberagaman konten

yang terkandung disetiap postingan (Fauziah dkk, 2020). Perbandingan sosial

dalam konteks media sosial adalah tendensi individu untuk membandingkan

aspek-aspek di dalam dirinya (misal: penampilan, keterampilan, dll) dengan

orang lain, baik yang posisinya lebih tinggi (upward social comparison), maupun

lebih rendah (downward social comparison, Jiang & Ngien, 2020). Beberapa

bulan terakhir, aplikasi TikTok semakin populer karena melalui berbagai tagar (#)

yang viral, berbagai challenge menarik dan muatan konten yang dianggap

menghibur. Hal ini membuat para penggunanya semakin aktif membuat konten
dengan berbagai tujuan, baik yang sifatnya hiburan bagi diri sendiri maupun

upaya mendapatkan keuntungan finansial dari aplikasi ini.

Perkembangan pesat media sosial, termasuk TikTok juga memberikan

dampak negatif bagi para penggunanya dan salah satunya berdampak pada

kesehatan mental (Damayanti & Gemiharto, 2019). Kemudahan dalam

penggunaanya menjadikan TikTok sering disalahgunakan oleh oknum-oknum

yang tidak bertanggung jawab. Apabila ditelusuri lebih lanjut, banyak sekali

konten video bernuansa pornografi, porno aksi, (Damayanti & Gemiharto, 2019)

dan konten-konten negatif lainnya yang dapat membahayakan perkembangan

mental, terlebih kepada para penggunanya yang masih remaja (Adawiyah,

2020).

Pengguna media sosial khususnya TikTok tidak terlalu memperhatikan

kontenkonten yang ia lihat maupun ia unggah, sehingga berisiko terpapar

konten-konten negatif (misal: konten bernuansa kebencian), dan mengunggah

konten dengan tujuan membandingkan diri dengan orang lain di lingkungan

virtual yang sama (Cara bijak, 2020). Berdasarkan observasi peneliti di laman

beranda TikTok menunjukkan dari sekian banyaknya konten negatif yang

kerapkali muncul di beranda aplikasi ini, konten dengan bernuansa

perbandingan sosial yang ditunjukkan dengan membandingkan diri para

pengguna baik terhadap aspek penampilan, kemampuan, maupun kesuksesan

menjadi trend terbaru. Hal ini selaras dengan beberapa penelitian terdahulu yang

menyatakan bahwa media sosial memiliki korelasi dengan beberapa karakteristik


kepribadina berdasarkan big five personality (extraversion dan agreeableness)

(Tresnawati, 2016).

Selain itu, penggunaan media sosial juga memiliki korelasi positif dengan

perbandingan sosial (Fauziah dkk, 2020). Individu yang memiliki kecenderungan

membandingkan dirinya dengan orang lain atau lingkungan yang lebih luas,

cenderung lebih aktif dalam mempresentasikan dirinya melalui media sosial

(Jung & Zhou, 2019). Penelitian ini menggunakan sudut pandang yang sedikit

berbeda dengan berbasis pada pertanyaan, apakah muatan (konten) media

sosial individu dapat dijadikan acuan untuk menggambarkan sifat (trait)

kepribadiannya? Secara lebih spesifik, kami memilih konstruk perbandingan

sosial, karena lingkungan media sosial yang sangat membuka peluang

terjadinya interaksi antar individu secara luas, bahkan nyaris tak terbatas,

sehingga perbandingan sosial sangat mungkin terjadi.

Tipe perbandingan sosial yang banyak terjadi dalam konteks media sosial

saat ini adalah perbandingan sosial ke atas (upward social comparison) dan hal

ini didominasi oleh para remaja khususnya perempuan. Hal ini karena remaja

perempuan lebih berfokus pada penampilan (Febrina, Suharso, & Saleh, 2018)

sehingga ketika melihat postingan influencer TikTok yang dianggap memiliki

para cantik dan menawan akan membuat mereka merasa khawatir dan kurang

percaya diri. Hal ini dapat dilihat dari redaksi-redaksi pada kolom komentar yang

ditulis di postingan tersebut.

Apabila dilakukan penelusuran konten secara lebih lanjut, maka akan banyak

sekali kita temukan komentar-komentar bernada merendahkan diri karena


merasa insecure atau kurang percaya diri (“kalo aku yang melakukannya pasti

jelek, aku kan kentang (istilah dalam bahasa milenial yang berartikan jelek/tidak

good looking)”. Secara psikologis, perbandingan sosial ke atas dapat membawa

implikasi pada munculnya perasaan cemas dan menurunnya tingkat

kepercayaan diri (Wang, Wang, Gaskin, & Hawk, 2017). Konten video yang

muncul di beranda media sosial seperti TikTok seringkali mengandung konten

yang memicu kurangnya rasa percaya diri, malu, dan khawatir terhadap apa

yang ada pada dirinya (insecurity) serta merasa kurang dan menganggap dirinya

tidak lebih baik dari orang (influencer) yang ia tonton (S. M. Fitri, 2020).

Lebih lanjut, kurangnya rasa percaya diri para pengguna media sosial juga

diketahui karena luasnya relasi pertemanan sehingga memperbesar peluang

terpapar konten-konten yang memicu perbandingan sosial dengan orang atau

kelompok lain. Dengan kata lain, media sosial dapat menjadi salah satu

penyebab terjadinya perbandingan sosial pada diri individu (Florencia, 2020).

Terdapat beberapa contoh konten di TikTok yang peneliti temukan yang

berkaitan dengan membandingkan diri dengan orang lain yang berada di

atasnya (upward social comparison). Pada video tersebut terdapat redaksi-

redaksi berupa tulisan (“insecure doing? eh engga, insecure banget!”) yang

dicantumkan di dalam video yang mengindikasikan terjadi tipe perbandingan

sosial ke atas (pengunggah merasa kurang percaya diri (insecure) dengan

pengguna TikTok yang memiliki lebih banyak followers dan likes dibanding

dirinya). Namun demikian, perlu disadari bahwa media sosial hanyalah

lingkungan yang pada dasarnya bersifat netral (Nimda, 2012).


Sifat (trait) individual dapat dipandang sebagai faktor risiko munculnya

berbagai perilaku atau tendensi tertentu dalam lingkungan virtual tersebut

(Mulawarman & Nurfitri, 2017). Oleh sebab itu, hal ini cukup penting untuk diteliti

lebih lanjut, bagaimana suatu sifat (trait) individual (dalam hal ini adalah

perbandingan sosial) dapat mengarahkan pada kecenderungan melakukan

perbandingan sosial di media sosial, khususnya TikTok. Tidak ada alasan

khusus yang sifatnya teoritik mengenai pemilihan jenis media sosial ini, kecuali

bahwa TikTok menunjukkan tren peningkatan dalam hal popularitas, dan lebih

mengutamakan konten yang sifatnya audiovisual (Chandra Kusuma &

Oktavianti, 2020).

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian penjelasan tentang Sikap Gemar Melakukan

Perbandingan Sosial dan Perbandingan Diri Pada Kalangan Remaja Pengguna

Media Sosial Tiktok di atas, Penulis memperoleh rumusan masalah: “Bagaimana

keterkaitan antara perbandingan sosial sebagai konstruk individual (trait) dan

tendensi melakukan perbandingan sosial di TikTok?”

C. Tujuan dan Manfaat

a. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterkaitan/hubungan antara

perbandingan sosial sebagai konstruk individual dan tendensi melakukan

perbandingan sosial di TikTok oleh Kalangan Remaja.

b. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi landasan dalam pengembangan media

pembelajaran atau penerapan media pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai

referensi bagi pembaca mengenai materi tentang perbandingan sosial dan

perbandingan diri oleh remaja pengguna medsos tiktok. Selain itu juga menjadi

sebuah nilai tambah khasanah pengetahuan ilmiah dalam bidang pendidikan di

Indonesia.

Manfaat Praktis

Peneliti mampu menerapkan media yang sesuai dalam materi pembelajaran

mata kuliah Metpendas 1 dan pemenuhan terhadap tugas dari ata kuliah

tersebut. Serta peneliti mempunyai pengetahuan dan wawasan mengenai materi

Penelitian Kuantitatif.

D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Terkait dengan originalitas penelitian, akan diulas beberapa penelitian

sebelumnya yang menurut kami relevan. Penelitian mengenai perbandingan

sosial di media sosial banyak dilakukan sebelumnya. Diantaranya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Oktavianti (2020) dengan

menggunakan metode penelitian kualitatif pada pengguna aplikasi TikTok. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan aplikasi TikTok membentuk dua

konsep diri, yaitu konsep diri positif yang membantu meningkatkan kepercayaan

diri pengguna dan konsep diri negatif berupa kurangnya manajemen waktu

ketika menggunakan aplikasi tersebut.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Perbandingan Sosial

1. Definisi Perbandingan Sosial

Perbandingan sosial merupakan suatu proses evaluasi yang dilakukan

individu terhadap situasi, kemampuan, identitas dengan membandingkannya

terhadap orang lain berdasarkan informasi yang mereka peroleh (Jiang & Ngien,

2020). Festinger (1954) menjelaskan bahwa dalam perbandingan sosial,

seseorang melakukan perbandingan kepada orang atau kelompok tertentu, baik

yang dipersepsi berada di atasnya (upward social comparison), maupun di

bawahnya (downward social comparison). Individu juga cenderung melakukan

perbandingan sosial kepada orang atau kelompok yang dinilai memiliki faktor

kesamaan dengan nilai dirinya (Allan & Gilbert, 1995).

Festinger (1950, 1954) menyebutkan bahwa teori perbandingan sosial →

proses saling mempengaruhi & perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial

ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self evaluation).

Kebutuhan Kebutuhan ini dapat dipenuhi dipenuhi dengan membandingkan

membandingkan diri dengan orang lain. Ada 2 hal yang dibandingkan: Pertama,

Pendapat (opinion) A berbeda pendapat dengan B, bisa saja A yang mengubah

B atau sebaliknya. Perubahan pendapat lebih mudah terjadi daripada perubahan

kemampuan. Kedua, Kemampuan (ability).


Dalam perbandingan kemampuan terdapat dorongan searah menuju

keadaan yang lebih baik atau kemampuan yang lebih tinggi. A mampu mendapat

nilai 100, B mendapat nilai 70, maka B merasa harus meningkatkan kemampuan

agar dapat mendekati A. Dalam proses perbandingan manusia cenderung

memilih orang sebaya atau rekan sendiri untuk menjadi perbandingan. Untuk

mendapatkan penilaian yang seimbang, tidak berat sebelah terhadap apa yang

sedang dilakukannya.

B. Perilaku Perbandingan Diri

Perilaku membandingkan diri dipengaruhi oleh self esteem, dimana

seseorang yang memiliki self-esteem yang rendah atau yang mengalami stress

cenderung untuk membentuk perbandingan dengan orang yang dianggapnya

memiliki posisi atau keadaan yang lebih rendah dari dirinya (Kaplan dan Stiles,

2004). “Self Esteem” atau harga diri adalah sesuatu yang lebih mendasar

daripada yang terkait dengan naik turunnya perubahan situasi. Bagi orangorang

dengan harga diri yang baik, naik turun perasaan mereka tentang diri mereka

sendiri dapat menyebabkan fluktuasi sementara, tetapi itu hanya sampai batas

waktu tertentu saja. Sebaliknya, bagi orang-orang yang miskin harga diri atau

’self steem’, pasang surut ini secara drastis mempengaruhi cara mereka

memandang diri mereka (surbakti 2015). Berdasarkan kata selfesteem itu dapat

dikatakan sebagai penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri karena apa

yang ada pada diri seseorang itu adalah kekuatan yang mesti dihargai dan

dikembangkan.
Baron & Byrne (2004) mendefinisikan self-esteem sebagai sikap seseorang

terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif dan negatif. Kling & Gyde

(2001), dalam Matlin (2004) juga menyebutkan bahwa selfesteem merupakan

evaluasi terhadap sendiri dalam derajat negatif hingga positif. Self-esteem

adalah evaluasi diri yang mencakup persepsi fisik, sosial, dan psikologis pribadi.

Penilaian tersebut dibangun sejak awal pertama kali individu berinteraksi dengan

lingkungan melalui ibu atau pengasuh dan terbentuk berdasarkan pandangan

atau pendapat dari orang lain tentang diri individu tersebut dan pengalaman

spesifik yang dialami. Budaya juga dapat mempengaruhi sikap seseorang

terhadap dirinya.

Secara sederhana self-esteem dapat didefinisikan sebagai perasaan orang

tentang diri mereka sendiri terkait dengan pentingnya prestasi, hubungan

interpersonal yang positif, dan kesejahteraan psikologis (Vohs & Baumeister,

2016). Self-esteem terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungan

(Sandha, Hartati, & Fauziah, 2012), jika hubungan memberikan sesuatu yang

menyenangkan maka self-esteem menjadi positif, tapi jika lingkungan

memberikan sesuatu yang tidak menyenangkan maka self-esteem akan menjadi

negative. Self-esteem memiliki dua komponen yang saling berhubungan, yaitu

kemampuan dalam menjalani kehidupan yang mencakup rasa percaya diri.

Komponen selanjutnya adalah perasaan bahwa diri seseorang berguna dalam

kehidupan yang ditunjukkan dengan penghargaan terhadap diri sendiri. Dalam

pendapat lain Self-esteem dapat didefinisikan sebagai bentuk penerimaan diri,


penghargaan pribadi dan rasa hormat yang subjektif terhadap diri seseorang

sendiri (Morganett, 2005).

Self-estem tidak hanya menjadi bagian yang mendasar pada unsur

kesehatan mental, para ahli berpendapat bahwa itu juga melindungi dan

berkontribusi pada kesehatan dan kepercayaan diri, perilaku sosial, dan

menyangga efek berbahaya lainya. Self-esteem remaja merupakan bagian besar

yang ada pada diri mereka dan juga empati diri yang cenderung berfluktuasi dan

mudah untuk menerima pengaruh yang terbuka maupun rahasia. Self –esteem

secara luas didokumentasikan sebagai aspek vital psikologis yang bekerja pada

remaja. Masalah hidup yang penuh tekanan berkurang secara signifikan

dikalangan remaja yang mempunyai self-esteem tinggi.

C. Korelasi Antara Perbandingan Sosial dengan Sifat Perbandingan Diri

Perbandingan sosial dipandang sebagai sifat (trait) individual yang

diindikasikan oleh adanya perbedaan kecenderungan setiap individu untuk

membandingkan dirinya dengan orang lain atau kelompok tertentu yang berada

di lingkungan kehidupan sosialnya. Hal ini antara lain dijelaskan oleh

Baumeister, Tice, dan Hutton(1989) yang mengatakan bahwa orang dengan self-

esteem tinggi dan rendah memiliki pola perbandingan sosial yang berbeda.

Individu dengan self-esteem tinggi melakukan perbandingan sosial untuk

mendapatkan perhatian pada kemampuan dan bakat mereka. Sedangkan

individu dengan self-esteem rendah melakukan perbandingan sosial untuk

melindungi diri mereka dan meminimalisir persepsi orang lain terhadap

kelemahan mereka.
Perbandingan sosial terjadi tidak hanya dalam lingkungan yang sifatnya fisik,

melainkan juga lingkungan virtual. Keterkaitan antara perbandingan sosial dan

penggunaan media sosial telah dikaji dan dibuktikan keterkaitannya yang positif

(Fauziah dkk., 2020). Perilaku membandingkan diri di TikTok merupakan

kecenderungan motivasional individu untuk melakukan unggahan video tertentu

di TikTok yang bertujuan dalam rangka membandingkan dirinya dengan orang

lain. Hal ini tentu saja mencakup dimensi yang luas dalam hal apa saja yang

mungkin untuk dibandingkan, mulai dari keterampilan tertentu, penampilan,

kekayaan, penerimaan sosial, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, perbandingan sosial sendiri suatu hal yang normal terjadi

karena merupakan sebuah mekanisme adaptif yang dapat ditemui di setiap

individu. Perbandingan sosial dilakukan guna mengevaluasi diri untuk dapat

menyesuaikan keadaan diri dengan lingkungan kehidupan misalnya untuk

melihat kedudukan sosial dan status relatif individu serta untuk melihat

kesamaan diri secara relatif kepada orang lain (nilai agama, politik, usia, jenis

kelamin, dan pengalaman) (Allan & Gilbert, 1995). Hal ini bertujuan sebagai

salah satu upaya untuk pengembangan diri menjadi lebih baik (Vogel dkk,.,

2014)

Fenomena perbandingan sosial kerap kali menjadi sebuah perilaku yang

bertujuan untuk mengevaluasi diri namun ke arah yang negatif. Hal ini dapat kita

ketahui dari konten yang mereka unggah, terlihat dari penggunaa kata-kata pada

deskripsi yang dicantumkan di postingan tersebut dan juga redaksi-redaksi di

kolom komentar yang ada. Bahkan sebagian besar dilakukan hanya untuk
mencari keuntungan diri sendiri (viral dan terkenal, pamer, merendahkan orang

lain) dan juga dilakukan karena merasa rendah diri (insecure) sehingga

membutuhkan pengakuan dari orang lain untuk meyakinkan dirinya bahwa hal

tersebut tidaklah benar. Oleh karenanya meskipun pada dasarnya bersifat netral,

media sosial sebagai alat bantu berinteraksi sesungguhnya juga dapat menjadi

belati berujung dua.

Semua bergantung bagaimana motivasi awal para penggunanya dalam

bermedia sosial. Penelitian sebelumnya nyebutkan bahwa motivasi pengguna

dalam bermedia sosial berkorelasi positif signifikan dengan sikap yang

ditunjukkan mereka ketika bermedia sosial (Moriansyah, 2016). Hal ini

menunjukkan bahwa sifat (trait) pengguna juga dapat berperan penting dalam

menentukan bagaimana dampak yang didapatkan para pengguna dan

bagaimana mereka berperilaku di media sosial termasuk TikTok. Jika telah

diniatkan sebagai sarana yang positif, maka ia akan membawa dampak positif

pula. Sebaliknya, apabila ia diniatkan sebagai sarana negatif maka akan

memberikan dampak negatif pula kepada penggunanya, dan hal ini didukung

dari luasnya konten yang terkandung dan fasilitas yang disediakan media sosial

sangatlah luas (Yang, Holden, Carter, & Webb, 2018).

Jung dan Zhou (2019) menyebutkan bahwa media sosial menyediakan

fasilitas kepada para penggunanya untuk dapat membuat dan membagikan

pengetahuan mengenai para pengguna lain yang memiliki kesamaan baik pada

nilai-nilai tujuan dan perilaku. Aplikasi TikTok merupakan media sosial yang

berfungsi sebagai platform untuk mengunggah video pendek dengan durasi 15


sampai 60 detik dengan dilengkapi berbagai fitur editing video serta memiliki

banyak genre konten dengan ciri khas challenge dan tagar (#) viral sehingga hal

ini banyak dimanfaatkan para pengguna sebagai wadah untuk mengekspresikan

diri serta untuk mendapatkan pengakuan publik dan terkenal. Fauziah (2019)

menyatakan bahwa media sosial dapat menjadi wadah bagi mereka untuk

mengasah kreativitas diri, pencitraan diri dan mengekspresikan diri.

D. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana sifat (trait)

perbandingan sosial dapat memprediksi dan bagaimana pengaruhnya terhadap

perilaku membandingkan diri di media sosial pada aplikasi TikTok. Kami

berasumsi bahwa konten yang diposting melalui media sosial dapat

menunjukkan sifat (trait) individual, namun pada penelitian ini kami hanya

mengambil sampel kecil dari luasnya dimensi sifat-sifat individu dengan

menggunakan perbandingan sosial. Ada banyak kajian terdahulu yang

menunjukkan bahwa sifat kepribadian individu memiliki keterkaitan dengan

perilakunya di dalam lingkungan virtual. Misalnya, penelitian Li dkk (2019)

menunjukkan bahwa neurotisisme, openness to experience, dan extraversion

memiliki korelasi positif signifikan dengan perilaku menjaga privasi di media

sosial.

Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian Putro (2017) yang menyatakan

bahwa penggunaan media sosial terkait erat dengan kepribadian individu. Hal ini

khususnya berkaitan dengan berbagai konten yang dapat memicu terjadinya

perubahan perilaku yang sifatnya konsisten, seperti kecanduan, perilaku pamer,


dan jejaring pertemanan yang luas dalam lingkungan media sosial dapat memicu

adanya perbandingan sosial, khususnya pada kalangan remaja. Keterkaitan

antara sifat kepribadian dan perilaku di media sosial juga ditunjukkan oleh

Schwartz dkk (2013) yang menyatakan bahwa kata-kata yang digunakan dalam

status Facebook dapat dijadikan sebagai indikator kepribadian individu.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin menguji apakah hasil yang sama

juga didapatkan dari pengguna platform media sosial selain yang tersebut di

atas, yaitu pada aplikasi TikTok dengan menggunakan sampel berupa konstruk

perbandingan sosial sebagai sifat (trait) individual dan tendensi perilaku

membandingkan diri.

E. Hipotesis Penelitian

Ada keterkaitan positif antara sifat gemar melakukan perbandingan sosial

dengan perilaku membandingkan diri di TikTok. Semakin tinggi sifat gemar

melakukan perbandingan sosial individu, maka semakin tinggi pula tendensi

melakukan perbandingan sosial pada aplikasi TikTok. Sebaliknya, semakin

rendahsifat gemar melakukan perbandingan sosial individu, semakin rendah pula

tendensi melakukan perbandingan sosial pada aplikasi TikTok.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Identifikasi dan Operasionalisasi Variabel

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016:38). Sesuai dengan

judul penelitian yang dipilih penulis yaitu Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap

Budgetary Slack maka penulis mengelompokan variabel yang digunakan dalam

penelitian ini menjadi variabel independen (X) dan variabel dependen (Y).

Adapun penjelasannya sebagai berikut :

1. Variable bebas (independent variable)

Variable bebas (X) variable ini sering disebut sebagai variable stimulus,

predictor, abtecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variable

bebas. Variable bebas adalah variable yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen (terikat).

(Sugiyono, 2016 :39). Dalam penelitian ini variabel independen yang diteliti

adalah Perbandingan Sosial.

Pengertian perbandingan sosial menurut Festinger (1954) menjelaskan

bahwa dalam perbandingan sosial, seseorang melakukan perbandingan

kepada orang atau kelompok tertentu, baik yang dipersepsi berada di

atasnya (upward social comparison), maupun di bawahnya (downward social


comparison). Terdapat dua aspek perbandingan sosial yaitu Ability dan

Opinion.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat adalah variable yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variable bebas (Sugiyono, 2016:39). Dalam penelitian

ini variabel dependen yang diteliti adalah Sikap Perbandingan Diri.

Perbandingan sosial dipandang sebagai sifat (trait) individual yang

diindikasikan oleh adanya perbedaan kecenderungan setiap individu untuk

membandingkan dirinya dengan orang lain atau kelompok tertentu yang

berada di lingkungan kehidupan sosialnya. Hal ini antara lain dijelaskan oleh

Baumeister, Tice, dan Hutton (1989) yang mengatakan bahwa orang dengan

self-esteem tinggi dan rendah memiliki pola perbandingan sosial yang

berbeda. Individu dengan self-esteem tinggi melakukan perbandingan sosial

untuk mendapatkan perhatian pada kemampuan dan bakat mereka.

Sedangkan individu dengan self-esteem rendah melakukan perbandingan

sosial untuk melindungi diri mereka dan meminimalisir persepsi orang lain

terhadap kelemahan mereka.

Operasionalisasi variabel diperlukan guna menentukan jenis dan indikator

dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Disamping itu,

operasionalisasi variabel bertujuan untuk menentukan skala pengukuran dari

masing-masing variabel, sehingga pengujian hipotesis dengan menggunakan

alat bantu dapat dilakukan dengan tepat. Penelitian ini menggunakan dua

skala sebagai alat ukur, yaitu skala perbandingan sosial sebagai sifat
individual dan dan skala tendensi melakukan perbandingan sosial di TikTok.

Kedua skala memiliki sumber yang sama (Allan & Gilbert, 1995), hanya saja

untuk skala dalam konteks TikTok, kami melakukan penyesuaian konteks.

1. Skala Perbandingan Sosial

Skala perbandingan sosial atau social comparison scale merupakan

skala yang dikembangkan oleh Allan dan Gilbert (1995) yang mengukur

persepsi diri seseorang terhadap status sosial dan kedudukan sosialnya

secara relatif. Jumlah butir yang digunakan sebanyak 11 butir dengan

rentang respon skala dimulai dari angka 1 hingga 10 (Allan & Gilbert,

1995). Skala ini menggunakan metode Semantic differential yang

direpresentasikan oleh butir-butir respon terhadap pernyataan tidak

lengkap: “Dibandingkan orang-orang di sekitar saya, saya merasa

lebih……….”. Respon semantic differential ditunjukkan dengan kategori

sebagai berikut:

Inferior 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Superior

Menjadi Beban 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menjadi Solusi

Menyedihkan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menggembirakan

Diabaikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Diterima

Banyak Perbedaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Banyak

Persamaan

Tidak Berbakat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Berbakat

Lemah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kuat
Minder 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Percaya Diri

Tidak dikenali 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Populer

Tidak menarik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Menarik

Senang Menyendiri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Senang Bersama

Skoring dilakukan berdasarkan nilai yang dipilih pada setiap indikator

semantik yang digunakan. Skor variabel diperoleh dengan menghitung

rata-rata skor setiap butir respon yang diberikan. Skor yang tinggi

mengindikasikan bahwa individu melakukan perbandingan sosial dengan

19 memposisikan dirinya lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain.

Skala ini memiliki nilai koefisien reliabilitas yang memadai dengan

cronbach alpha (α = .901).

2. Perilaku membandingkan diri dalam penggunaan aplikasi TikTok

Perilaku membandingkan diri dalam penggunaan TikTok diukur

dengan menggunakan 11 butir yang diadaptasi dari social comparison

scale (Allan & Gilbert, 1995). Indikator yang digunakan sama dengan

indikator perbandingan sosial secara umum, hanya saja indikator tersebut

diletakkan dalam konteks posting konten di aplikasi TikTok, misalnya:

“Saya membuat dan memposting konten TikTok untuk menggambarkan

kemampuan saya dibandingkan orang lain”, “Saya membuat dan

memposting konten TikTok untuk menggambarkan bahwa saya mampu

memberikan solusi daripada menjadi beban”. Lima rating likert digunakan

untuk mengevaluasi jawaban responden pada masing-masing butir, yaitu


Tidak sesuai (1), Agak tidak sesuai (2), Agak sesuai (3), Sesuai (4), dan

Sangat sesuai (5). Skor pada level variabel diperoleh dengan menghitung

rata-rata skor butir. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan

semakin kuatnya tendensi untuk melakukan perbandingan sosial ketika

posting konten di TikTok. Skala ini memiliki nilai koefisien reliabilitas yang

memadai dengan cronbach alpha (α = .903).

B. Subjek Penelitian

Kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah individu yang secara aktif

memainkan dan mengunggah konten di aplikasi TikTok. Tidak ada kriteria

khusus yang diterapkan untuk proses seleksi partisipan selain bahwa

partisipan adalah pengguna yang secara aktif mengunggah konten di aplikasi

TikTok. Kriteria ini dipenuhi dengan self-report dan kesediaan partisipan

untuk memberikan akun TikToknya dalam survei. Namun demikian, kami

tidak akan melaporkan akun TikTok tersebut dalam penelitian ini sebagai

bentuk jaminan kerahasiaan partisipan. Pemilihan partisipan yang sudah

terkumpul kami lakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan manual dengan

mengecek satu persatu setiap akun partisipan. Partisipan yang tidak aktif

mengunggah video akan kami eliminasi. Kemudian setelah itu dilakukan

pemeriksaan kevalidan jawaban yang diberikan oleh partisipan melalui filtring

hasil self-report menggunakan SPSS.

C. Cara Pengumpulan Data

Karena penelitian dilakukan di masa pandemi, maka proses pengumpulan

data dilakukan dengan media daring menggunakan Google form. Proses


pengumpulan data dimulai dengan preliminasi skala kepada beberapa

individu yang memiliki kriteria identik dengan partisipan. Tujuannya adalah

untuk memastikan bahwa redaksi yang digunakan dalam butir pengukuran

dapat dengan mudah dipahami oleh partisipan dan tidak menimbulkan

kesalahpahaman. Setelah menerima umpan balik melalui preliminasi, peneliti

melakukan pemeriksaan dan perbaikan alat ukur. Setelah itu, kuesioner

disebarkan secara daring dengan memanfaatkan aplikasi media sosial dan

percakapan seperti Whatsapp, Instagram, Line, dan Twitter. Selain

melakukan pengunggahan survei secara umum, peneliti juga melakukan

kontak personal kepada kandidat partisipan melalui aplikasi-aplikasi tersebut.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasional yang

bertujuan untuk menganalisis keterkaitan antara perbandingan sosial sebagai

sebuah sifat kepribadian individu dan tendensi untuk melakukan

perbandingan sosial di dunia maya, khususnya melalui aplikasi TikTok.

E. Cara Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis yang diajukan.

Keterkaitan antara perbandingan sosial sebagai konstruk individual (VB) dan

tendensi melakukan perbandingan sosial dalam penggunaan aplikasi TikTok

(VT) dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil yang

akan dilaporkan dalam analisis adalah signifikansi keterkaitan antara variabel

bebas dan variabel tergantung (F-value) dan besaran varians variabel

tergantung yang dapat dijelaskan oleh varians variabel bebas (R²).

Anda mungkin juga menyukai