Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“Pola Hidup Pancasila Sebagai Suatu Sistem Etika”


DOSEN PENGAMPU : Syafruddin, S.Sos.,M.H.

Disusun Oleh Kelompok 3:


Aldo Raihansyah Giri (2203110284)
Muhammad Ramzi Alqisthy (2203110016)
Rian Rama Putra (2203110017)
Roby Arya (2203110399)
Shanti Amalia (2203110285)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
1.1 Proses Pancasila Menjadi Sebuah Ideologi Negara

Pengertian Pancasila sebagai ‘ideologi negara’ adalah nilai-nilai yang


terkandung di dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam
penyelenggaraan negara. Secara luas, pengertian Pancasila sebagai ideologi
Negara Indonesia adalah visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia, yaitu terwujudnya kehidupan yang
menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan,
berkerakyatan, serta menjunjung tinggi nilai keadilan.

Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti sebagai cita-cita


bernegara dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang
konkret dan operasional aplikatif, sehingga tidak hanya dijadikan slogan belaka.

Pancasila dilihat dari sudut pandang politik merupakan sebuah


konsensus politik, yaitu suatu persetujuan politik yang disepakati bersama oleh
berbagai golongan masyarakat di Negara Indonesia. Dengan diterimanya
Pancasila oleh berbagai golongan dan aliran pemikiran, maka mereka bersedia
bersatu dalam negara kebangsaan Indonesia. Dalam istilah politiknya, Pancasila
merupakan common platform masyarakat Indonesia yang plural. Sudut pandang
politik ini teramat penting untuk bangsa Indonesia sekarang ini. Jadi,
sebenarnya perkembangan Pancasila sebagai doktrin dan pandangan dunia yang
khas tidak menguntungkan kalau dinilai dari tujuan mempersatukan bangsa.

Menurut Hamdan Mansoer, mewujudkan bangsa yang religius,


manusiawi, demokratis, bersatu, adil dan sejahtera pada dasarnya merupakan
upaya menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai cita-cita bersama. Bangsa yang
demikian merupakan ciri dari masyarakat madani Indonesia. Sebagai suatu cita-
cita, nilai-nilai Pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai nilai-nilai
ideal, penyelenggaraan negara hendaknya berupaya bagaimana menjadikan
kehidupan bernegara Indonesia ini semakin dekat dengan nilai-nilai ideal
tersebut.

Pada masa Orde Lama, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soekarno,
Pancasila mengalami ideologisasi. Artinya, Pancasila berusaha untuk dibangun,
dijadikan sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. Presiden
Soekarno menyampaikan bahwa ideologi Pancasila berangkat dari mitologi
yang belum jelas bahwa Pancasila itu dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke
arah kesejahteraan, tetapi Soekarno tetap berani membawa konsep Pancasila ini
untuk dijadikan ideologi bangsa Indonesia.

Lalu pada masa Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada
masa Orde Baru, pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik
terhadap Orde Lama yang menyimpang dari Pancasila, melalui program P4
(Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila).

Pemerintahan Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai


dasar dan ideologi negara sekaligus berhasil memberantas paham komunis di
Indonesia. Akan tetapi, implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan.
Beberapa tahun kemudian, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak
sesuai dengan jiwa Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan
kekuasaan pemerintah sehingga tertutup bagi tafsiran lain. Pancasila justru
dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden Soeharto menggunakan Pancasila
sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaannya.

Dan pada masa Reformasi, Pancasila yang pada dasarnya sebagai


sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara
digunakan sebagai alat legitimasi politik. Semua tindakan dan kebijakan
mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut
sangat bertentangan dengan Pancasila. Klimaks dari keadaan tersebut ditandai
dengan hancurnya ekonomi nasional, sehingga muncullah gerakan masyarakat
yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan, dan masyarakat sebagai gerakan
moral politik yang menuntut adanya reformasi di segala bidang, terutama di
bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.

Pancasila merupakan dasar filsafat Negara Indonesia, sebagai


pandangan hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan
pada kedudukan dan fungsinya. Pada masa Orde Lama, pelaksanaan negara
mengalami penyimpangan dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden
diangkat seumur hidup yang bersifat diktator. Pada masa Orde Baru, Pancasila
hanya dijadikan sebagai alat politik oleh penguasa. Setiap warga negara yang
tidak mendukung kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka
Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi bangsa agar tidak terjadi
anarkisme yang menyebabkan hancurnya  bangsa dan negara.

Eksistensi Pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik


yang substansinya belum mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum
berlangsung dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal
sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila
tetapi belum memahami makna yang sesungguhnya.

Pada Era Reformasi, Pancasila sebagai re-interpretasi, yaitu Pancasila


harus selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman,
berarti dalam menginterpretasikannya harus relevan dan kontekstual, serta
harus sinkron atau sesuai dengan kenyataan pada zaman saat itu.
Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah payung ideologi Pancasila.
Namun, faktanya masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum terjawab.
Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasipun dipertanyakan. Pancasila
di Era Reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila di masa Orde Lama dan
Orde Baru, karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila
dijadikan ideologi masih kerap terjadi.

Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan


menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu.
Pancasila banyak diselewengkan dan dianggap sebagai bagian dari pengalaman
buruk di masa lalu, dan bahkan ikut disalahkan menjadi sebab kehancuran.

Pancasila pada Era Reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila


pada masa Orde Lama dan Orde Baru, yaitu tetap ada tantangan yang harus di
hadapi. Tantangan itu adalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang
sampai hari ini tidak ada habisnya. Pada masa ini, korupsi benar-benar
merajalela. Para pejabat negara yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi.
Mereka justru merasa bangga, ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung
KPK dengan melambaikan tangan serta tersenyum seperti artis yang baru
terkenal.

Selain itu, globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa


Indonesia karena semakin lama ideologi Pancasila semakin tergerus oleh
liberalisme dan kapitalisme. Apalagi tantangan pada saat ini bersifat terbuka,
bebas, dan nyata.
1.2 Penerapan Pancasila dalam Pola Kehidupan
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila
Sila ke V yang harus diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut ( Soejadi, 1999 : 88- 90) :

1. Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain :
a. Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta
segala sesuatu dengan sifat-sifat yang sempurna dan suci seperti Maha
Kuasa, Maha Pengasih, Maha Adil, Maha Bijaksana dan sebagainya;
b. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan
semua perintah- NYA dan menjauhi larangan-larangannya. Dalam
memanfaatkan semua potensi yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha
Pemurah manusia harus menyadari, bahwa setiap benda dan makhluk
yang ada di sekeliling manusia merupakan amanat Tuhan yang harus
dijaga dengan sebaik-baiknya; harus dirawat agar tidak rusak dan
harus memperhatikan kepentingan orang lain dan makhluk-makhluk
Tuhan yang lain.

Penerapan Sila ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu: Misalnya


menyayangi binatang; menyayangi tumbuhtumbuhan dan merawatnya; selalu
menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa
Allah tidak suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi,
tetapi Allah senang terhadap orang-orang yang selalu bertakwa dan selalu
berbuat baik. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang
Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-
NYA yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap
dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia
serta makhluk hidup lainya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas Hidup
itu sendiri.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab terkandung nilai-nilai
perikemanusiaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
hal ini antara lain sebagai berikut :
 -Pengakuan adanya harkat dan martabat manusia dengan sehala hak
dan kewajiban asasinya;
 -Perlakuan yang adil terhdap sesama manusia, terhadap diri sendiri,
alam sekitar dan terhadap Tuhan;
 -Manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki
daya cipta, rasa, karsa dan keyakinan.

Penerapan, pengamalan/ aplikasi sila ini dalam kehidupan sehari hari


yaitu dapat diwujudkan dalam bentuk kepedulian akan hak setiap orang untuk
memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak setiap orang untuk
mendapatkan informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam
pengelolaan lingkungan hidup; hak setiap orang untuk berperan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuanketentuan hukum
yang berlaku dan sebagainya (Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 558).
Dalam hal ini banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk
mengamalkan Sila ini, misalnya mengadakan pengendalian tingkat polusi udara
agar udara yang dihirup bisa tetap nyaman; menjaga kelestarian tumbuh-
tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar; mengadakan gerakan penghijauan dan
sebagainya. Nilai-nilai Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab ini ternyata
mendapat penjabaran dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 di atas, antara
lain dalam Pasal 5 ayat (1) sampai ayat (3); Pasal 6 ayat (1) sampai ayat (2) dan
Pasal 7 ayat (1) sampai ayat (2). Dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan, bahwa setiap
orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
dalam ayat (2) dikatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak atas informasi
lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan
hidup; dalam ayat (3) dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak untuk
berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 6 ayat (1) dikatakan, bahwa
setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan
dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau
kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai
pengelolaan lingkungan hidup. Dalam Pasal 7 ayat (1) ditegaskan, bahwa
masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup; dalam ayat (2) ditegaskan, bahwa
ketentuan pada ayat (1) di atas dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;
2. Menumbuhkembangkan kemampauan dan kepeloporan masyarakat;
3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masya-rakat untuk melakukan pengwasan
sosial;
4. Memberikan saran pendapat;
5. Menyampaikan informasi dan/atau menyam-paikan laporan

3. Dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai persatuan bangsa, dalam arti
dalam hal-hal yang menyangkut persatuan bangsa patut diperhatikan aspek-
aspek sebagai berikut :
 -Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia serta wajib membela dan menjunjung tinggi (patriotisme);
 -Pengakuan terhadap kebhinekatunggalikaan suku bangsa (etnis) dan
kebudayaan bangsa (berbeda-beda namun satu jiwa) yang memberikan
arah dalam pembinaan kesatuan bangsa;
 -Cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia (nasionalisme).
Penerapan sila ini dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
dengan melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu
diperhitungkan dalam pengambilan kebijaksanaan dan pengendalian
pembangunan lingkungan di daerah dan mengembangkannya melalui
pendidikan dan latihan serta penerangan dan penyuluhan dalam pengenalan
tata nilai tradisional dan tata nilai agama yang mendorong perilaku manusia
untuk melindungi sumber daya dan lingkungan (Salladien dalam Burhan
Bungin dan Laely Widjajati , 1992 : 156-158). Di beberapa daerah tidak
sedikit yang mempunyai ajaran turun temurun mewarisi nilai-nilai leluhur
agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-
ketentuan adat di daerah yang bersangkutan, misalnya ada larangan untuk
menebang pohon-pohon tertentu tanpa ijin sesepuh adat; ada juga yang
dilarang memakan binatang-bintang tertentu yang sangat dihormati pada
kehidupan masyarakat yang bersangkutan dan sebagainya. Secara tidak
langsung sebenarnya ajaran-ajaran nenek leluhur ini ikut secara aktif
melindungi kelestarian alam dan kelestarian lingkungan di daerah itu.
Bukankah hal ini sudah mengamalkan Pancasila dalam kehidupan masyarakat
yang bersangkutan sehari-hari.

4. Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan Perwakilan terkandung nilainilai kerakyatan. Dalam hal ini
ada beberapa hal yang harus dicermati, yakni:
 -Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat;
 -Pimpinan kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal
sehat;
 -Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama;
 -Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh
wakilwakil rakyat.
Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain
(Koesnadi Hardjasoemantri, 2000 : 560 ) :
 Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam
pengelolaan lingkungan hidup;
 Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup;
 Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kemitraan
 masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

5. Dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai
keadilan sosial. Dalam hal ini harus diperhatikan beberapa aspek berikut,
antara lain :
a. Perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan terutama di bidang
politik, ekonomi dan sosial budaya;
b. Perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia;

c. Keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak milik


orang lain;
 -Cita-cita masyarakat yang adil dan makmur yang merata material
spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia;
 -Cinta akan kemajuan dan pembangunan.
Penerapan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur
masalah lingkungan hidup. Sebagai contoh, dalam Ketetapan MPR RI Nomor
IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H
yang mengatur aspekaspek pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan
sumber daya alam. Dalam ketetapan MPR ini hal itu diatur sebagai berikut
(Penabur Ilmu, 1999 : 40) :
 Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke
generasi;
 Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup
dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan pengunaan
dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan;
 Mendelegasikan secara betahap wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam
secara selektif dan pemeliharaan ling-kungan hidup, sehingga kualitas
ekosistem tetap terjaga yang diatur dengan undangundang;
 Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseim-bangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan,
kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang
yang pengaturannya diatur dengan undang-undang;
 Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian
kemampuan
1.3 Sistem Etika Pancasila

Pancasila sebagai sistem etika merupakan way of life bangsa


Indonesia, juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan
tuntunan atau panduan kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan
bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika, dimaksudkan untuk
mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap individu sehingga memiliki
kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral
guidance yang dapat diaktualisasikan ke dalam tindakan konkrit, yang
melibatkan berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila perlu
diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam putusan tindakan sehingga mampu
mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan moral-akademis.
Pancasila sebagai sistem etika mendasarkan penilaian baik dan buruk
pada nilai-nilai pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia
indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Meskipun nilai-nilai Pancasila
merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan,
maupun adat kebudayaan bangsa indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai
pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Nilai-nilai yang dimaksud ialah:
Pertama, Nilai Ketuhanan
Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai tertinggi karena menyangkut
nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu
perbuatan baik dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah
dan hukum tuhan.
Kedua, Nilai Kemanusiaan
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan,
Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan pancasila adalah keadilan dan keadaban.
Keadilan mensyaratkan keseimbangan,antara lahir dan batin,jasmani dan rohani.
Sedangkan keadaban mengindikasi keunggulan manusia di banding dengan
makhluk lain seperti tumbuhan, hewan, dan benda tak hidup. Karena itu, suatu
perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang
didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban dari nilai kemanusiaan
menghasilkan nilai kesusilaan contohnya seperti tolong menolong, penghargaan,
kerja sama dan lain lain.
Ketiga, Nilai Persatuan
Perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan.
Karena sangat mungkin seseorang seakan akan mendasarkan perbuatannya atas
nama agama, namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan
kesatuan maka pandangan dari etika pancasila bukan merupakan perbuatan baik.
Keempat, Nilai Kerakyatan
Dalam kaitan dengan kerakyatan terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu
nilai hikmat/kebijaksanaan dalam permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan
berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama
mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah di banding mayoritas.
Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk
orang banyak. Namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang di
dasarkan pada konsep hikmah/kebijkasanaan.
Kelima, Nilai Keadilan
Nilai keadilan pada sila kelima lebih di arahkan pada konteks sosial. Suatu
perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat
banyak. Menurut kohlberg, keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap
pribadi masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas
dan sama derajatnya. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi sistem etika
yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga
realistis dan aplikatif.
Etika merupakan cabang filsafat Pancasila yang dijabarkan melalui
sila-sila Pancasila dalam mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Etika Pancasila cenderung mendekati pada
pengertian etika kebajikan dalam sistem pemerintahan. Hal ini dikarenakan
konsep deontologis dan teologis terkandung di dalam Pancasila.
Deontologi artinya Pancasila mengandung kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh warga negara. Teleologi artinya Pancasila menjadi tujuan dari
negara Idonesia. Namun, Pancasila tetap bersumber pada etika kebajikan. Tidak
hanya berorientasi pada kewajiban dan tujuan.
Etika memiliki arti watak, sikap, adat atau cara berpikir. Secara
etimologi, etika mengandung arti ilmu mengenai segala sesuatu yang biasa
dilakukan. Etika sangat erat kaitannya dengan kebiasaan dan tata cara hidup yang
baik pada diri sendiri serta orang lain. Etika bertendensi dengan kata moral,
berarti berasal dari hati nurani setiap orang. Pada intinya, etika adalah struktur
pemikiran yang disusun guna memberi tuntunan kepada manusia dalam bersikap
dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika bersumber dari kehidupan
masyarakat berbagai etnik di Indoensia. Selain itu, Pancasila sebagai sistem etika
terdapat dalam norma dasar (grundnorm) yang digunakan sebagai pedoman
penyusunan peraturan.
Pancasila sebagai sistem etika memerlukan kajian kritis-rasional
terhadap nilai moral yang hidup agar tidak terjebak dalam pandangan yang
bersifat mitos. Misalnya korupsi terjadi karena pejabat diberi hadiah oleh seorang
yang membutuhkan sehingga urusannya lancar. Dia menerima hadiah tanpa
memikirkan alasan orang tersebut memberikan bantuan. Sehingga tidak tahu
kalua perbuatannya dikategorikan dalam bentuk suap. Hal yang sangat penting
dalam mengembangkan Pancasila sebagai sistem etika meliputi:
1. Menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan penentu sikap, tindakan
serta keputusan yang akan diambil setiap warga negara.
2. Pancasila memberikan pedoman bagi setiap warga negara agar memiliki
orientasi yang jelas dalam pergaulan regional, nasional dan internasional.
3. Pancasila menjadi dasar analisis kebijakan yang dibuat penyelenggara negara
sehingga mencerminkan semangat kenegaraan berjiwa Pancasila.
4. Pancasila menjadi filter terhadap pluralitas nilai yang berkembang dalam
berbagai bidag kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

Pusdatin, 8 Juli 2021. Bagaimana Pancasila Sebagai Sistem Etika. Diakses pada
tanggal 9 Desember
2022-06:55.https://bpip.go.id/berita/1035/804/bagaimana-pancasila-menjadi-
sistem-etika-simak-selengkapnya-berikut-ini.html#:~:text=Jakarta%3A%2D
%20Pancasila%20sebagai%20sistem,indonesia%20dalam%20semua
%20aspek%20kehidupannya.
Indriani, Retno. Mei 2017. Pancasila Sebagai Sistem Etika. Diakses pada tanggal 9
Desember 2022-07:10.
https://mahasiswa.yai.ac.id/v5/data_mhs/tugas/1844390017/03TUGAS1_PA
NCASILA_RETNO%20INDRIANI_1844390017.pdf.
Utama, Andrew Shandy. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia Serta
Perkembangan Ideologi Pancasila Pada Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Era
Reformasi, 1-20. https://osf.io/preprints/inarxiv/7y9wn/download
https://pancasila.weebly.com/penerapan-sila-dalam-kehidupan.html

Anda mungkin juga menyukai