Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN BUKU

Judul Buku : Meet Generation Z: Understanding and Reaching The New Post-Christian
World
Pengarang : James Emery White
Penerbit : Baker Books
Tahun Terbit : 2017
Cetakan : Pertama
Kota Terbit : Grand Rapids, MI 49516-6287
Tebal Buku : 172 halaman
ISBN : 978-1-4934-0643

BAB I
Realita Baru
Nama : Jemmy Susanto
NIM : 20222004

1. Ide Utama
Tantangan baru dari globalisasi Kristen yang pada gilirannya membutuhkan tekad baru dan
dorongan spiritual.

2. Poin penting
a. Tantangan baru dari globalisasi Kristen
 Gerenasi Z dan stereotipnya yang berulang mencari makna tentang apa itu
pernikahan dan apa itu institusi keluarga itu.
 Kebangkitan Islam dan aksi teroris yang mengatas namakan agama.
 Bangkitnya ateis fungsional, yang ditandai dengan tumbuhnya kelompok Nones
yang berkembang pesat di Amerika dan Inggris.
b. Perkembangan dan perluasan kekristenan ke Afrika, Asia, dan Amerika Latin

3. Apa langkah-langkah/bagian-bagian di dalam bab ini


a. Menjelaskan tanda-tanda yang menyertai sebelum terjadinya post-Christian
b. Menyajikan hasil survei, yaitu :
 Survei Pew Research Center berdasarkan Studi Lanskap Keagamaan AS,
menunjukkan trend peningkatan kaum nones, orang tanpa agama, meningkat pesat
menjadi 23% pada tahun 2014 dan menjadi kelompok agama terbesar di Amerika
Serikat. Demikian pula di Inggris, kelompok Nones tumbuh pesat dari 3% pada tahun
1963, menjadi 44,7% pada tahun 2015.
 Survei tentang tren paralel sekularisasi (menghilangkan ciri khas agama dari ruang
publik), privatisasi (relegasi keyakinan agama ke rumah dan menjauh dari
kehidupan umum) dan pluralisasi (situasi data mengenai dinamika fenomena yang
berkembang)
 Survey Barna Group telah menyimpulkan, berdasarkan lima belas ukuran yang
berkaitan dengan iman, bahwa hampir setengah dari populasi orang dewasa di
Amerika (44%) sekarang dianggap post-Christian. Tingkat kehadiran di gereja pada
tahun 1994 adalah 62%, namun di tahun 2013 menurun, tersisa 52 %
c. Menyajikan kesimpulan dan rekomendasi.

4. Penjelasan isi
Eropa menjadi Kristen di abad Pertengahan, menjadi 'masyarakat bangsa-bangsa
dengan nilai moral yang sama dan tujuan spiritual yang sama. Namun kondisi ini mulai
berubah akibat revolusi Industri, yang menjadi periode pasca-Kristen dalam sejarah Eropa.
Kekristenan di Eropa tergerus oleh sekulerisasi yang menjadi kekuatan yang destruktif.
Sekularisasi berarti berkurangnya konteks yang mendukung iman. Privatisasi telah
menjadikan segala sesuatu yang berkaitan dengan iman menjadi urusan pribadi, seperti
memiliki warna atau makanan favorit. Tetapi yang paling menghancurkan adalah pluralisasi.
Kejatuhan Pertama menyebabkan Tuhan mengusir manusia Allah dari Taman Eden.
Kejatuhan kedua mengubah semua itu dan sekarang membentuk dunia tempat kita hidup.
Dalam skema perkembangan Dawson, membutuhkan langkah mundur - kembali ke
tahap Kristen, bukan dengan membangkitkan kembali kekeristenan abad pertengahan
secara harafiah, tetapi dengan menghubungkan instrumen budaya dengan tujuan spiritual
mereka yang sebenarnya, seperti yang telah dilakukan oleh Thomas Aquinas dan Albert
Magnus di masa kejayaan Kristen abad pertengahan, agar tidak melupakan jembatan
ideologis dan relasional, untuk menjangkau generasi Z.
BAB II
Menemui Generasi Z
Naulia Julitandari S
20222007

 Ide utama :
Dalam bab 2 buku “Meet Generation Z” memuat ide utama yaitu mengajak
pembaca untuk bertemu dan mengenali generasi Z (generasi yang lahir tahun 1995 – 2010)
yang memiliki ciri – ciri yang berbeda jauh dengan generasi sebelumnya.

 Poin penting :
Pemaparan penulis mengenai ciri – ciri generasi Z berdasarkan data dan pendapat
beberapa tokoh seperti Barna Group, Beloit Collage, dan Sparks & Honey. Tetapi, penulis
menyimpulkan ada 5 ciri utama generasi Z yaitu memiliki kemandirian yang kuat dan
semangat kewirausahaan, generasi “mengaktifkan wi-fi”, memiliki beragam ras, mendukung
pernikahan gay dan hak – hak transgender, serta mereka adalah Post-Christian.

 Langkah – langkah :
Pada bab ini dibuka dengan data dari Beloit College pada tahun 2015 memiliki
mahasiswa baru yang merupakan kelahiran 1997 atau termasuk generasi Z. Dari ciri – ciri
yang diamati Beloit, saya memaparkan beberapa hal seperti tidak mengenal tokoh – tokoh
penting di generasi sebelumnya seperti Putri Diana atau Bunda Teresa, erat dengan
Google, email merupakan alat komunikasi formal, dan guru berusaha membuat mereka
mencari sumber makalah selain dari online, wi-fi sebagai kebutuhan yang harus dimiliki.
Bab ini memiliki 2 sub-bab dimana pada sub-bab pertama merupakan keberadaan
generasi Z di Amerika dan sub-bab kedua adalah pemaparan definisi generasi Z
berdasarkan ciri – cirinya.

 Isi :
Sub-bab pertama berjudul “Generasi Z” dimulai dengan data populasi generasi Z
mencapai 25,9% di Amerika. David Pacman berpendapat generasi Z merupakan generasi
yang tumbuh dengan supercomputer di kantongnya (smartphone) yang dapat dihubungkan
dengan sebagian besar penduduk di dunia dan pengetahuan yang memiliki pola perilaku
berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini juga tumbuh pasca kejadian 9/11,
mengalami perubahan yang radikal terhadap teknologi, pemahaman tentang keluarga, seks,
dan gender. Generasi ini juga tinggal di rumah tangga multigenerasi (orang tua dan saudara
yang berbeda – beda generasi) serta populasi paling banyak dari generasi ini adalah multiras.
Pada sub-bab kedua “Mendefinisikan Generasi Z” penulis menyatakan bahwa
generasi Z lahir dan tumbuh di tengah kekacauan seperti kejadian 9/11 dan resesi ekonomi.
Meskipun begitu, menurut Sparks dan Honey kekacauan dan ketidakpastian yang dialami
oleh generasi ini menyebabkan mereka mengembangkan mekanisme koping dan kecerdasan
tertentu. Hal ini mendeskripsikan ciri pertama dari generasi Z yaitu generasi yang memiliki
kemandirian yang kuat dan semangat kewirausahaan. Ciri – ciri ini didukung oleh studi
Northeastern University bahwa 42% responden Generasi Z berharap untuk membangun
usahanya sendiri.
Ciri kedua dari generasi Z adalah generasi “mengaktifkan wi-fi”. David Bell, profesor
pemasaran di Wharton menyebut generasi ini adalah generasi “Internet-in-its-pocket”. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Bernstein dimana generasi Z adalah produk revolusi komunikasi
besar keempat dimana yang pertama adalah bahasa, yang kedua adalah tulisan, yang ketiga
adalah mekanisasi tulisan, dan yang keempat adalah penyandian informasi secara elektronik.
Dari data yang diperoleh, 92% dari mereka mengaku terus menerus online, 91% tidur dengan
menggunakan gawai mereka, dan lebih banyak menghabiskan uang secara online. Genenasi Z
menghabiskan hampir 9 jam sehari untuk menyerap media dan ada kecendrungan bahwa
orang tua mendukung hal tersebut. Di Amerika Serikat, anak-anak usia 4 – 7 tahun diberi
perangkat game dan TV, usia 8 – 11 tahun memiliki konsol game, pemutar musik digital,
tablet, atau e-reader, dan pada tahun 2015 dua puluh dua juta anak berusia 12 - 17 tahun
memiliki perangkat seluler. Tetapi Generasi Z juga menghadapi jurang yang semakin lebar
antara kebijaksanaan dan informasi. Mereka tidak bisa membedakan informasi yang benar
dan menurut Quentin Schultze informasi palsu dapat menyamar sebagai pengetahuan,
kebijaksanaan, dan bahkan kebenaran. Karena itu tugas pendidikan masa kini untuk
membantu siswa mengevaluasi informasi. Generasi Z membangun citra ideal berupa persona
yang berbeda untuk menyenangkan setiap audiens pada sosial media. Tetapi hanya 15%
generasi Z yang yang lebih memilih berinteraksi dengan teman-temannya melalui sosial
media dibandingkan tatap muka.
Ciri lain dari generasi Z adalah generasi yang paling beragam rasnya. Ciri keempat
adalah mereka mendukung kebebasan individu seperti pernikahan gay dan hak transgender.
Pertimbangan mereka dalam mendukung hal tersebut sangat dipengaruhi oleh pernyataan -
pernyataan dari idola mereka. Mereka berpendapat bahwa seksualitas harus dibebaskan dari
semua batasan.
Ciri terakhir generasi Z adalah mereka merupakan Post-Christian dimana 78% dari
mereka percaya adanya Tuhan, tetapi hanya 41% menghadiri ibadah mingguan, dan 8% yang
menyebut pemimpin agama sebagai panutan. Bahkan menurut survei Harvard Crimson
kepercayaan terbesar yang dianut di tahun 2019 adalah agnostik dengan 21,3%. Pew juga
berpendapat bahwa generasi Z tampaknya tidak semakin taat beragama seiring bertambahnya
usia sesuai dengan penelitian Barna Group bahwa semakin muda generasinya, maka semakin
Post-Christian. Sehingga di masa depan kita akan menghadapi generasi – generasi yang tidak
mempercayai kekristenan.
BAB III
Ketika Kristus dan Orang Suci-Nya Tidur

Nama : Elizabeth Latuperissa


NIM : 20220028

1. IDE UTAMA
Dalam bab 3 ini menjelaskan ada dinamika untuk memahami Generasi Z dan kondisi
spiritual mereka yang hampir seluruhnya diabaikan oleh orangtua yang seharusnya dapat
mempelajari karakter dan watak Generasi Z.

2. POIN PENTING
Dinamika yang terjadi pada Generasi Z adalah bagaimana generasi ini dibesarkan dengan
keadaan dan situasi di sekelilingnya tanpa pengawasan yang tepat dari orangtua dan
lingkungan sekitarnya sehingga membuat generasi Z ini sangat mandiri bahkan dewasa
sebelum waktunya dan membuat mereka kehilangan masa kanak-kanak mereka. Pada
intinya, Generasi Z merupakan generasi yang tersesat dan tidak memiliki pemimpin. Mereka
memiliki banyak sekali informasi tetapi sedikit kebijaksanaan, dan hampir tidak ada mentor.

3. LANGKAH-LANGKAH
Cara generasi Z dibesarkan dengan keadaan dan situasi sebagai berikut, yaitu :
1. Orangtua yang tidak protektif
2. Hilangnya masa kecil
3. Terlalu cepat Dewasa atau Dewasa sebelum waktunya.
4. Pengisi kehidupan mereka
5. Pornografi
6. Orangtua yang tidak ada

4. PENJELASAN ISI
Salah satu ciri khas Generasi Z adalah bahwa mereka dibesarkan dengan begitu banyak
diberikan ruang dan kebebasan daripada generasi lainnya sehingga Generasi Z sangat
mandiri. Ada beberapa dampak yang terjadi kepada Generasi Z karena beberapa hal seperti:
1. Orangtua yang tidak protektif
Dampak dari lingkungan keluarga yang kurang protektif saat ini telah membuat
banyaknya perundungan di sekolah dan pornografi internet, serta hubungan singkat
seksual tanpa terikat komitmen. Ketika anak-anak belum dewasa dan membutuhkan
kedewasaan orang tua, maka Orang tua harus diberi tahu, terlibat, dan bertanggung
jawab. Anak-anak bukanlah orang dewasa kecil; mereka anak-anak. Orangtua perlu
mempertimbangkan membuat daftar aturan yang harus diikuti orang tua terkait anak-
anak dan teknologi.
2. Hilangnya masa kecil
Kita saat ini dapat melihat bahwa bahasa orang dewasa dan anak-anak, termasuk yang
menjadi permbicaraan mereka telah menjadi sama. Hampir tidak dapat terbantahkan
bahwa perilaku, bahasa, sikap, dan keinginan berpenampilan orang dewasa dan anak-
anak menjadi hampir sama dan tidak dapat dibedakan. Bahkan anak-anak di TV
bertindak seperti orang dewasa.
3. Terlalu cepat Dewasa atau Dewasa sebelum waktunya.
Banyak orang tua yang menginginkan anak-anak mereka menyesuaikan diri dan mulai
mengalah, karena sebenarnya orang tua dapat dengan cepat menyerah pada perangkap
tekanan teman sebaya seperti:
 Orang tua belum ingin anaknya memiliki ponsel cerdas, tetapi setiap anak lain
memilikinya.
 Orang tua tidak ingin anak mereka menonton film itu, tetapi semua orang di kelas
mereka akan menontonnya selama akhir pekan dan membicarakannya pada Senin
pagi.
 Orang tua tidak tergila-gila dengan tren fesyen terkini, tetapi mereka tidak ingin anak
mereka dikucilkan.
4. Pengisi kehidupan mereka
Kita ketahui bahwa semua media sangat mempengaruhi kita dan begitu meresap dalam
kehidupan pribadi, politik, ekonomi, estetika, psikologis, moral, etika, dan sosial mereka
sehingga konsekuensinya bahwa tidak ada bagian dari diri kita yang tidak tersentuh dan
tidak terpengaruh. Tidak diragukan lagi bahwa aspek paling meresap dan berpengaruh
dari media yang membentuk Generasi Z adalah pornografi,
5. Pornografi
Pornografi mungkin merupakan bidang amoralitas terbesar yang dilakukan dan dikejar
oleh Generasi Z dan kita dapat menyatakan dengan jelas bahwa ini adalah dosa seksual.
Yesus memperjelas bahwa ketika kita menyerah pada nafsu, itu sama halnya dengan
tindakan seks itu sendiri. Tidak ada bedanya apakah kita mengenal orang itu atau tidak
karena nafsu tidak terikat pada hubungan. Jadi apa yang kita lihat dapat dengan cepat
menjadi apa yang kita lakukan. Salah satu efek pornografi yang paling meresahkan
adalah bahwa hal itu membuat jiwa kita tidak peka. Dosa seksual membuat kita
melanggar kesucian tubuh kita sendiri. Jadi Generasi Z adalah pasca-Kristen tidak hanya
dalam roh dan konteks, mereka juga secara unik tenggelam dalam dan merangkul suatu
bentuk dosa yang siap mematikan mereka secara rohani.
6. Orangtua yang tidak ada
Generasi Z ini memiliki orangtua yang spiritual tetapi tidak religius. Orangtua yang
pergi ke gereja namun tidak memiliki hubungan dengan Kristus sehingga tidak dapat
mengajarkan keimanan dan hubungan dengan Tuhan.
BAB IV
GEREJA KONTRA BUDAYA

Nama : Medi Yakub


NIM : 20222005

I. IDE UTAMA
Ide utama dalam Bab IV tentang Gereja kontra budaya adalah keberadaan gereja sering
kali berbenturan. Ini adalah masalah yang dihadapi oleh gereja karena didalam gereja sendiri
ada doktrin yang berbeda tentang sikap terhadap budaya yang ada. Ada pemercaya yang
bependapat bahwa gereja terpisah dari budaya, sehingga seringkali kebijakan yang diambil
oleh gereja bertentangan dengan kebudayaan yang berkembang didalam masyarakat, sebagai
akibatnya banyak orang yang tidak menyukai gereja, mereka menganggap gereja kuno, tidak
menyenangkan, membosankan, suka menghakimi orang berdosa, ekslusif terutama bagi
generasi Z

II. POINT PENTING


Dalam membahas gereja kontra budaya maka perlu dimengerti labih dahulu pengertian
gereja dan budaya.
Gereja berasal dari kata Yunani “ECCLESIA” yang berarti mereka yang dipanggil keluar.
Kata ini digunakan pada jaman Yesus ada pada waktu itu untuk menunjukkan suatu kelompok
atau perkumpulan yang memiliki suatu tujuan atau misi.Didalam Alkitab ada tiga pengertian
tentang gereja yaitu gereja local, gereja universal yaitu gereja yang ada di seluruh dunia, dan
gereja yang sebagaimana ada disepanjang waktu dan sejarah yang mempersatukan orang-
orang kudus suatu kelak nanti didalam sorga. Tetapi secara dominan kata gereja merujuk
kepada gereja local sebagai tubuh Kristus yang berkumpuk dalam kehendak dan ketertiban.
Selama beberapa abad berikutnya, gereja mendefinisikan dirinya dengan empat kata yang
sangat penting: satu, kudus, katolik, dan apostolik. Setiap kata membawa makna yang besar.4
Pertama, gereja harus menjadi satu, atau dipersatukan..
Kedua, menjadi gereja yang kudus, artinya dipisahkan bagi Allah dan terpisah dari dunia,
karena Allah sendiri adalah kudus. Gereja harus mencerminkan kekudusan ini sedemikian rupa
sehingga dapat diidentikkan dengan Allah sebagai kudus.
Ketiga, gereja harus bersifat katolik, yang berarti “universal”. Gereja itu dimaksudkan
untuk menjadi gereja yang mendunia, yang mencakup semua orang percaya di bawah
payungnya.
Akhirnya, gereja harus apostolik, yang berarti berkomitmen pada ajaran yang diwariskan
oleh Yesus melalui para rasul. Selain satu, kudus, katolik, dan apostolik, gereja lokal adalah
entitas yang memiliki definisi dan bentuk, struktur dan tujuan. Mereka tidak hanya melakukan
“komunitas” dalam pengertian yang paling luas, apalagi mengejar pelayanan.

Budaya adalah dunia tempat kita dilahirkan dan dunia yang lahir di dalam diri kita. Atau
dengan kata lain, dunia tempat kita hidup dan dunia yang hidup di dalam kita, yang artinya kita
berbicara tentang segalanya. Budaya adalah konteks yang komprehensif dan menembus yang
mencakup kehidupan dan pemikiran, seni dan ucapan, hiburan dan kepekaan, nilai dan
keyakinan. Sosiolog Clifford Geertz telah menulis beberapa definisi yang paling tajam dan
mendalam terkait dengan budaya, bahwa budaya itu “tebal”, artinya tidak dapat direduksi
menjadi satu hal. Sebaliknya, itu adalah seluruh cara hidup. Dan, tambahnya, itu sebagian
besar diciptakan sendiri. Budaya adalah sesuatu yang kita temukan, ciptakan, dan mode.

III. LANGKAH-LANGKAH DALAM BAB INI.


Pelayanan gereja sebagai perwujudan Kristus sendiri yang terus berlanjut di bumi, yang
disebut tubuh-Nya, sebuah gagasan yang sangat penting di sepanjang Perjanjian Baru.Gereja
adalah tempat kegiatan Kristus, dan Dia bekerja melalui gereja sekarang sebagaimana Dia
bekerja melalui tubuh fisiknya selama tiga puluh tiga tahun kehidupannya. Gereja kontra
budaya yang bertujuan untuk memenangkan jiwa-jiwa dimulai dengan menjadi benar-benar
seperti Kristus. Kita tidak dapat menyampaikan apa pun yang berkaitan dengan kebenaran
Kristus selain mencerminkan Kristus itu sendiri. Seperti saling mengasihi sebagaimana yang
dicatat Tertullian, reaksi orang kafir yang terpesona terhadap kehidupan komunal Kristen
adalah, “Betapa orang-orang Kristen ini tampaknya saling mencintai.”

IV PENJELASAN ISI
Isi bab IV memberitahu kita tentang peran gereja kontra budaya. Gereja hidup bersama
budaya, tidak bisa terpisah dari budaya tapi tetap harus kudus. Gereja yang bisa memenangkan
budaya akan membuat gereja itu bertumbuh sebagaimana terlihat dalam kehidupan gereja
mula-mula yang mempengaruhi budara bukan dipengaruhi budaya lewat cara hidup gereja
mula-mula yaitu salin mengasihi, bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, bersaksi, menginjil,
mengucap syukur. Jangan sampai gereja menajdi gereja yang ditinggalkan oleh generasi tetapi
gereja harus menjadi gereja yang memenangkan generasi.
BAB V
Mencari Suara Kita
Nama : Anjai Silalahi
NIM : 20222001

-Apa Ide Utama Bab: Ide utama dari bab lima ini adalah bagimana posisi
Alkitab dalam meyikapi pernikahan sesama jenis. Dalam buku ini memberikan
apa yang saya pikir merupakan keutamaan dari bab ini, dan tanggapan yang
sangat cerdik, buku ini menjelaskan bahwa sehubungan dengan hal pernikahan
semama jenis, ada tiga hal yang harus diperhatikan: “Ada dunia tempat kita
hidup, ada beban yang kita pikul, dan ada Firman yang kita hidupi.
-Apa poin penting: Secara alkitabiah, ada tiga suara utama yang berbicara ke
dalam budaya: kenabian, penginjilan, dan bidat.
 Suara kenabian: Seperti suara Yeremia, jelas dalam kecaman dan
peringatannya. Suara kenabian adalah suara teguran, “janganlah engkau”,
seruan yang nyaring untuk berpaling kepada Tuhan dan menjadi benar dengan
Tuhan. Itu bukan suara populer untu. Itulah mengapa itu bukan suara yang
populer untuk digunakan orang Kristen.
 Suara penginjilan: (Kis. 17). Paulus mencoba membangun jembatan melintasi
perbedaan budaya, untuk menjelaskan berbagai hal, untuk membuat kasus
apologetik. Suara penginjilan difokuskan pada panggilan orang untuk
berhubungan dengan Kristus sebagai Pengampun dan Pemimpin.
 Suara sesat: Yang pasti, suara-suara sesat dalam Alkitab tidak pernah
dirayakan, tetapi dicatat. Nabi-nabi palsu dari Perjanjian Lama dan guru-guru
palsu dari Perjanjian Baru sering dirinci. Seperti yang dinyatakan rasul Petrus,
“Akan ada guru-guru palsu di antara kamu. Mereka diam-diam akan
memperkenalkan ajaran sesat yang merusak” (2 Ptr. 2:1). Ini adalah suara yang
tidak hanya menentang Injil tetapi juga, lebih khusus lagi, upaya untuk
mendistorsi penyajian Injil kepada budaya itu sendiri.
-Langkah Bagian Bab V
 Mempelajari suara nubuatan: Tuhan memberikan arahan yang jelas kepada
Musa untuk orang Israel bahwa mereka “tidak boleh melakukan seperti yang
mereka lakukan di Mesir, tempat kamu dulu tinggal, dan kamu tidak boleh
melakukan seperti yang mereka lakukan di tanah Kanaan, ke mana aku
membawamu” (Im. 18:3). Misalnya, Tuhan mengarahkan orang Israel, “Jangan
melakukan hubungan seksual dengan binatang dan menajiskan dirimu
dengannya itu adalah penyimpangan” (Imamat 18:23).
 Budaya pelanggaran: Maksusnya disini adalah menggunakan suara kenabian
akan menyebabkan pelanggaran, khususnya dalam budaya "pelanggaran" yang
semakin meningkat atau budaya yangtidak searah dengan Alkitab. Namun yang
mau disampaikan oleh buku ii adalah jangan memiliki musuh karena tidak

1
berperasaan tetapi kalo karena suara kenabian itu menjadi sikap yang harus
dipegang teguh.
 Dari mana kita berasal dan siapa kita?”
-Isi: Bagian bab lima ini memiliki isi mengenai bagimana Alkitab bisa
diterjemahkan ke dalam era kemajuan zaman ini, khusunya untuk kalangan
generasi milenial. Ada pun usaha untuk menterjemahkan Alkitab, tujuannya untuk
bisa menyelesaikan gejala-gejala pernikaan sesama jenis. Tentu dengan tetap
menjaga otoritati Alkitab dan tidak mengorbankan apa yang telah di katakan
Alkitab.

2
BAB VI
Memikirkan Kembali Pemberitaan Injil

Nama : Yehezkiel Ratulangi


NIM : 20122015

- Apa ide utama bab:

Pentingnya penginjilan dan pendekatan terhadap generasi z untuk membawa mereka percaya
kepada Yesus dan Kasih Nya

- Apa poin penting

 Gereja harus memikirkan lagi tentang Penginjilan


 Penginjilan memiliki proses
 Pengenalan akan mesias dengan benar
 Keberanian untuk memberitakan injil
 Balajar firman Tuhan ( Alkitab )
 Menyatukan kaksih karunia dan kebenaran
 Memebangun hubungan
 Teknologi memudahkan dalam penginjilan
 Mengembangkan kreativitas dalam penginjilan
 Mengajak orang di sekitar kita untuk masuk dalam komunitas yang baik
 Memberdayakan setiap potensi / skill yang ada dalam diri kita

- Apa langkah-langkah/bagian-bagian di dalam bab ini

 Riset mengguakan data engan pengukuran skala


 Menggalai alkitab sebagi acuan
 Menerima pengajaran
 Membangan strategi
 Melihat kebutuhan
 Memanfaatkan teknologi
 Mengajak
 Memberdayakan dan pendekatan

- Penjelasan isi

Pertumbuhan gereja sangatlah dipengaruhi oleh penginjilan orang-orang yangada di dalam gereja
tersebut yaitu jemaat, majelis dan hamba Tuhan. Jikasistem pelayanan penginjilan berjalan
dengan baik, maka pelaksanaan perkembangan gerejaakan berjalan dengan baik dan yang paling
penting adalah tetap adanyahubungan yang intim dengan Tuhan. Jika adanya kerjasama yang baik
makasegala pelaksanaan pun akan berjalan dengan lancar. Penginjilan adalahtugas semua orang
percaya, Yesus telah memberikan tugas ini kepada kita.Ketika Yesus naik ke surga Ia
berpesan untuk memberitakan Injilkeselamatan itu kepada semua suku dan bangsa dan
membaptis di dalamnama-Nya, karena hanya di dalam Dia ada keselamatan. Tugas ini harus
adadi dalam hati setiap orang percaya agar kerajaan Allah semakin luas dan semakin banyak
orang yang mendengar berita keselamatan dan bolehpercaya untuk menerima keselamatan
itu. Orang yang paham tugas dantanggung jawab ini yang diberikan oleh Tuhan Yesus adalah
orang yangtelah lahir baru dan hidup sungguh di dalam Tuhan sehingga mampumelakukan tugas
dan tanggung jawab ini. Orang yang hidup didalampersekutuan bergaul akrab dengan Allah
akan membuat kita semakin sadarakan tugas dan panggilan kita sebagai orang percaya.
Pengenalan akan diri kitasebagai orang yang berhutang karena kita boleh percaya karena
pemberitaanorang lain juga membuat kita harus melakukan penginjilan.
Seorangpemberita dan pengajar Firman Tuhan haruslah seorang yang mau melayani yang
merdeka yaitu merdeka dalam memberitakan kehendak dan kebenaran Tuhansecara penuh.
Pelayanan yang bertumbuh adalah pelayanan yang hidup dan sehat. Bertumbuh secara
kualitas juga secara kuantitas. Suatu pertumbuhan kualitas kerohanian seseorang akan
mempengaruhi dirinyauntuk juga membawa orang lain datang dan mengenal Tuhan. Dilihat
daripergerakan Kisah Para Rasul yang sudah membawa pergerakan perintisanjemaat,
menceritakan kehidupan dan pengajaran Yesus maupun Kisah ParaRasul yang menceritakan
bagaimana pekerjaan Yesus telah berkembangmenjadi gerakan Kristen di seluruh dunia. Apalagi
dalam generasi Z yang ada yang di perhadapkan dengan perubahan dan situasi yang berbeda
sebagai pelayanan kita harus memilki strategi bahkna pendekatan yang baik untuk menginjil
orang – orang di generasi Z kita juga harus memberikan pemahaman bahkan pengetahuan tentang
Kristus secara dalam agarsupaya mereka tidak hanya memiliki pengetahuan yang cukup tentang
Allah dan Kristus, tetapi mereka memiliki keyakinan iman yang teguh dan kokoh bahwa hanya
Yesus Kristus satu-satunya Tuhan dan Juruselamat bagi umatmanusia, dan dengan kekuatan Roh
Kudus, mereka melakukan FirmanTuhan di dalam kehidupan sehari-hari. Dan kita harus
menjangkau mereka lewat teknologi yang ada yang memudahkan kita saat ini dalam penginjilan
apalagi generasi Z sangat sering dalam penggunakan teknologi media social, dan megajak meraka
untuk terlibat dan ini juga memudahkan kita untuk menjangkau mereka untuk masuk dalam
pelayanan sesuai dengan skill kebanyakan mereka dalam menggunakan teknologi untuk
memuliakan Tuhan, karena generasi Z ini lah yang akan menjadi generasi penerus selanjutnya.
BAB VII
Apologetika Untuk Generasi Baru

Nama : Fransiska D. Zai


NIM : 20222003

Ide Utama
Ide utama yang dibahasa dalam bab ini adalah tentang apologetika untuk
generasi mudah yang sedang krisis spiritual “buta rohani”, meragukan keberadaan
tuhan dan lebih tertarik dengan hal-hal gaib, sihir, hantu. Bagaimana sains
membawa pertimbangan tentang Tuhan kembali berperan dalam pikiran modern.
Juga membahas tentang jembatan yang hendak dipakai untuk kita berjalan,
berbicara, meyakinkan serta sebagai narasi iman bagi generasi baru.

Point Penting Dalam Bab


a. Point penting yang dibahasa dalam bab ini adalah “kehidpuan spiritual generasi
Z yang mengalami krisis/buta Rohani”
b. Tuhan Pasca-Empiris
Ilmuwan terkenal Ian Barbour pernah mengamati bahwa “ketika agama pertama
kali bertemu sains modern di abad ketujuh belas, perjumpaan itu ramah. “Pada
abad kedelapan belas banyak ilmuwan percaya pada Tuhan yang telah
merancang alam semesta, tetapi mereka tidak lagi percaya pada Tuhan pribadi
yang terlibat aktif di dalamnya dunia dan kehidupan manusia. Pada abad ke-19,”
Barbour menyimpulkan, "ilmuwan memusuhi agama."
c. Marianne Haaland Bogdanoff (Eropa), “meragukan tentang keberadaan Tuhan”
tetapi, “percaya pada hantu”
d. Gereja-gereja Norwegia, “kepercayaan kepada Tuhan menurun tajam, tetapi,
kepercayaan dan ketertarikan pada hantu dan roh melonjak tinggi”.

Langkah-langkah atau jembatan yang dipakai untuk menolong


mengarahkan generasi Z

a. Deklarasi Alam semesta


Di dalam dunia kita, ada rasa kagum dan takjub yang luar biasa mendalam
tentang semesta. Dan siapa yang paling merasakan ini? Milenial Muda, juga
dikenal sebagai Generasi Z. Keterbukaan terhadap spiritualitas melalui kosmologi
ini dikonfirmasi dalam penelitian yang dilakukan oleh lifeway “Hidup manusia
adalah bukti adanya Pencipta. Saya telah menemukan bahwa membahas
kekaguman dan keajaiban alam semesta, secara terbuka mengajukan banyak
pertanyaan seputar alam semesta dan kemudian mengajukan keberadaan Allah,
adalah salah satu apologetika/pra penginjilan yang paling berharga pendekatan
yang dapat ditempuh”.

b. Pendekatan Ledakan Besar


Pendekatan tentang big bang, beresonansi secara mendalam dengan orang-
orang yang belum percaya dan memberikan banyak kesempatan untuk menyajikan
kasus yang koheren dan meyakinkan tentang Allah. pendekatan ini cocok dengan
generasi muda, karena mereka lebih tertarik mendalami semua yang berkaitan
dengan kosmologi.

Rangkuman Isi
Apologetika zaman modern, pra-penginjilan hampir hilang di gereja-
gereja. Banyak yang melihat cara kerja dari dunia dan merasa seperti mereka
akan bertindak lebih adil daripada yang tampaknya Tuhan lakukan. Apologetika
harus bergulat dengan dakwaan besar yang dijatuhkan dunia terhadap gereja,
seperti penghakiman, kemunafikan, anti-intelektualisme, persepsi kurangnya
toleransi, dan legalisme. Terlebih untuk menyeleamatkan generasi muda dari
ketidak percayaan akan keberadaan Tuhan dibutukan jembatan-jembatan yang
menjadi alat dalam pendekatan pemahaman bagi generasi muda, seperti
pendekatan kosmologi, big bang dan lain sebagainya.
Kehidpuan spiritual generasi Z yang mengalami krisis/buta Rohani,
harus menjadi perhatian bagi gereja, dan lembaga pendidikan kristen. Karena,
Mereka tidak tahu apa yang dikatakan Alkitab. Mereka tidak mengetahui dasar-
dasar kepercayaan atau teologi Kristen. Mereka tidak tahu tentang makna salib.
Mereka tidak tahu apa artinya menyembah. Mereka lebih dari keadaan pasca-
Kristen. Mereka bahkan tidak memiliki ingatan akan Injil. Akibatnya, ada
kekosongan spiritual yang mendalam. Mereka tidak pernah bertemu Tuhan,
mengalami Tuhan. Mereka dibiarkan merasakan sakitnya penyakit dunia tanpa
narasi, tanpa cerita, tujuan. Mereka mengalami krisis nilai, mereka kekurangan
visi, dan tidak banyak yang menyadari bahwa mereka butuh ditolong,
didampingi dan diarahkan.

Anda mungkin juga menyukai