Anda di halaman 1dari 10

Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan Dewasa dan Lanjut Usia

Dosen Pebimbing : 1. Dian Novita Siswanti, S.Psi., M.Si., M.Psi., Psikolog

2. Wilda Ansar, S.Psi., M.A.

MAKALAH PERKEMBANGAN RELIGIUSITAS

Disusun oleh :

Nur Eka Pratiwi (1871042039)

Yunika Zhaffirah (1771042093)

Zhefanya Falentine N.P (1771042098)

Muhammad Iqbal (1871040005)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada hakekatnya akan mengalami perkembangan.


Perkembangan manusia diawali dengan manusia dilahirkan, sejak bayi,
balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan hingga akhir hayat mereka. Periode
perkembangan masa dewasa sangat penting bagi setiap individu. Setiap
individu harus dapat menuntaskan tugas perkembangannya pada tiap fase
termasuk pada fase perkembangan dewasa. Dalam perkembangan pada
dewasa dimulai pada fase dewasa awal yaitu usia pertengahan 20 tahun
hingga 40 tahun, dilanjutkan dengan fase dewasa tengah yaitu tahun-tahun
antara usia 40 tahun sampai dengan 65 tahun, dan terakhir pada fase
dewasa akhir yaitu usia 65 tahun hingga akhir hayat.
Dalam perkembangan individu banyak hal yang perlu diketahui
seperti, prinsip-prinsip perkembangan, faktor-faktor yang memperngaruhi
perkembangan, tugas-tugas perkembangan, aspek-aspek perkembangan
hingga karakteristik tiap fase perkembangan. Akan tetapi yang ingin dikaji
dan dipahami lebih mendalam mengenai religiusitas pada tiap fase dewasa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang diamksud dengan religiusitas?
2. Jelaskan perkembangan Religiusitas pada dewasa awal, dewasa tengah,
dan dewasa akhir.

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Religiusitas
2. Mengetahui perkembangan Religiusitas pada dewasa awal, dewasa
tengah, dan dewasa akhir.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI RELIGIUSITAS
Ancok dan Suroso (2001) mendefinisikan religiusitas sebagai
keberagaman yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang
bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual
(beribadah), tapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh
kekuatan supranatural. Sumber jiwa keagamaan itu adalah rasa
ketergantungan yang mutlak, adanya ketakutan-ketakutan akan ancaman
dari lingkungan alam sekitar serta keyakinan manusia itu tentang segala
keterbatasan dan kelemahannya. Rasa ketergantungan yang mutlak ini
membuat manusia mencari kekuatan sakti dari sekitarnya yang dapat
dijadikan sebagai kekuatan pelindung dalam kehidupannya dengan suatu
kekuasaan yang berada di luar dirinya yaitu Tuhan.
Glock dan Stark (dalam Jalaluddin, 2004) mengatakan bahwa
religiusitas adalah keseluruhan dari fungsi jiwa individu mencakup
keyakinan, perasaan, dan perilaku yang diarahkan secara sadar dan
sungguh-sungguh pada ajaran agamanya dengan mengerjakan lima
dimensi keagamaan yang didalamnya mencakup tata cara ibadah wajib
maupun sunat serta pengalaman dan pengetahuan agama dalam diri
individu.

B. PERKEMBANGAN RELIGIUS PADA MASA DEWASA AWAL,


TENGAH, DAN AKHIR
Tahapan perkembangan agama menurut Teori Fowler:

1. Intuitive-projective faith (Awal masa anak-anak)


2. Mythical-literal faith (Akhir masa anak-anak)
3. Synthetic-conventional faith (Awal masa remaja)

2
4. Individuative-reflective faith (Akhir masa remaja dan awal masa dewasa)
5. Conjunctive faith (Pertengahan masa dewasa)
6. Universalizing (Akhir masa)

MASA DEWASA AWAL


Ada dua indikator signifikan yang menandai tahap
individuative-reflective faith. Pertama, seseorang harus mengembangkan
kemampuannya untuk merefleksikan nilai-nilai, keyakinan, dan komitmen
secara kritis. Pemeriksaan ulang ini memegang keyakinan teguh ini dapat
menjadi suatu proses yang menyakitkan. Kedua, seseorang harus berjuang
mengembangkan identitas diri dan harga dirinya, mampu menerima
penilaian dalam suatu hubungan dengan individu, institusi, dan pandangan
dunia yang melekat pada seseorang sampai saat itu.
Pertanyaan representatif pada tahap ini meliputi: Siapa aku
ketika utamanya aku tidak didefinisikan sebagai anak perempuan
seseorang, putra, atau pasangan? Siapa aku terlepas dari identitas
pendidikan, atau pekerjaanku? Siapa aku di luar lingkaran pertemanan atau
komunitasku?
Keyakinan yang familiar dan tradisional, serta penerapan tidak
boleh ditolak atau dibuang, tetapi jika mereka dipertahankan, mereka
ditahan dengan kesadaran diri yang lebih jelas dan pilihan yang intensional
(Fowler, 1981, 1987).

MIDDLE ADULTHOOD
Tahap conjunctive faith adalah karakteristik dari seorang
pemikir dewasa yang reflektif, yang mengakui bahwa segala macam
kebenaran dapat didekati dari banyak perspektif dan iman itu harus
seimbang dan mampu mempertahankan ketegangan di antara berbagai
perspektif tersebut.
Individu dalam tahap konjungtif mengungkapkan minat prinsip
dan keterbukaan terhadap kebenaran tradisi budaya dan agama lainnya,

3
dan percaya bahwa perbincangan dengan orang-orang yang berbeda itu
dapat menghasilkan pemahaman yang mendalam dan wawasan yan baru
kedalam tradisi dan keyakinan mereka,
Paradoks lain yang dibahas dalam tahap ini termasuk
kenyataan bahwa seseorang yang tua dan muda, dengan kualitas maskulin
dan feminin, sadar dan tidak sadar, dan konstruktif yang intensional dan
makna yang baik, sementara di saat yang sama tidak sengaja merusak
beberapa aspek kehidupan dan keanggotaan komunitas. Satu adalah hal
yang tunggal dan individual, namun memiliki tingkat kesadaran yang
meningkat akan ketergantungan dan dalam solidaritas yang saling
bergantung baik dengan teman dan orang asing. Ini menghasilkan
keinginan seseorang untuk melakukan cara-cara baru untuk berhubungan
dengan Tuhan, dengan orang lain, dan diri sendiri (Fowler, 1981, 1987).
Pengaruh agama dalam kehidupan manusia dapat berubah saat
mereka berkembang (George, 2009; Sapp, 2010). Dalam investigasi
longitudinal yang dilakukan oleh John Clausen (1993), beberapa individu
yang sangat religius pada usia dewasa awal menjadi kurang begitu religius
pada usia pertengahan, sedangkan beberapa individu lain menjadi lebih
religius di usia pertengahan (Santrock, 2012).

Dalam sebuah studi longitudinal terhadap individu-individu


dari awal usia tiga puluhan hingga akhir enam puluhan /awal tujuh
puluhan, ditemukan peningkatan yang signifikan dalam spiritualitas terjadi
antara usia akhir pertengahan (pertengahan lima puluhan/awal enam
puluhan) dan akhir masa dewasa (Wink & Dillon, 2002). Berdasarkan
studi diatas, dapat diketahui pula bahwa spiritualitas wanita akan semakin
meningkat di paruh kedua kehidupan dibandingkan dengan pria (Wink &
Dillon, 2002).
Para peneliti telah menemukan bahwa komitmen agama dapat
membantu memoderasi tekanan darah dan hipertensi, dan kehadiran
religius dikaitkan dengan pengurangan pada hipertensi (Gillum & Ingram,

4
2007). Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa ada hubungan positif
antara partisipasi dalam agama dan umur panjang (Oman & Thoresen,
2006). Singkatnya, berbagai dimensi keagamaan dapat lebih efektif
membantu beberapa individu untuk mengatasi permasalahan kehidupan
mereka (Park, 2010a, b) (Santrock, 2012).

LATE ADULTHOOD

Individu yang telah masuk ke tahap universalizing adalah


orang yang prihatin akan penciptaan dan menjadi individu seutuhnya,
terlepas dari kebangsaan, kelas sosial, jenis kelamin, usia, ras, ideologi
politik, dan tradisi agama. Dalam tahap ini, diri ditarik keluar dari
keterbatasan dirinya sendiri menjadi sebuah landasan dan partisipasi dalam
pemahaman terkait Tuhan.
Sementara orang-orang dengan iman universal terus berlanjut
menjadi manusia, dengan kekurangan yang sama dan inkonsistensi,
mereka merupakan pengecualian dalam kekuatan minat mereka bahwa
semua ciptaan harus memanifestasikan kebaikan Tuhan dan semua umat
manusia itu menjadi kesatuan yang damai.
Kebanyakan orang akan setuju bahwa figure yang paling
terwujud dan nyata adalah Mohandas Gandhi, Bunda Teresa, Yang Mulia
Dr. Martin Luther Raja Jr., dan, mungkin beberapa orang akan
mengatakan mantan Presiden AS Jimmy Carter, Uskup Agung Desmond
Tutu, dan aktivis hukuman mati Sister Helen Prejean (Fowler, 1981,
1987).

Di banyak lingkungan masyarakat di seluruh dunia, orang


dewasa akhir merupakan pemimpin spiritual gereja dan komunitas mereka.
Misalnya, di Gereja Katolik kebanyakan paus telah dipilih saat usia
mereka delapan puluhan (Santrock, 2012).

5
Dalam Santrock (2012) diketahui bahwa penelitian baru-baru
ini mengungkapkan bahwa orang dewasa akhir yang berasal dari Afrika-
Amerika dan Karibia Hitam dilaporkan memiliki tingkat partisipasi
keagamaan, koping keagamaan, dan spiritualitas yang lebih tinggi
dibanding orang dewasa akhir non-Latin yang berkulit putih (Taylor,
Chatters, & Jackson, 2007). Suatu studi terbaru tentang orang dewasa
akhir yang tinggal di pedesaan, menemukan hasil bahwa
kerohanian/religiusitas mereka berkaitan dengan insidensi depresi yang
lebih rendah (Yoon & Lee, 2007).
Dalam suatu studi yang melibatkan wawancara dengan 1500
orang U.S berkulit putih dan Afrika-Amerika yang berusia 66 tahun keatas
(Krause, 2003). Orang dewasa akhir yang menemukan makna dalam hidup
melalui agama, memiliki tingkat kepuasan hidup, harga diri, dan
optimisme yang lebih tinggi. Orang dewasa Afrika-Amerika lebih
memungkinkan menemukan makna dalam agama daripada rekan-rekan
mereka yang berkulit putih (Santrock, 2012).
Dalam studi lain, praktik agama seperti doa dan pembacaan
kitab suci serta perasaan religius saling berhubungan dengan
kesejahteraan, terutama untuk wanita dan individu yang berusia 75 tahun
keatas (Koenig, Smiley, & Gonzales, 1988). Dalam satu studi mengenai
orang-orang Latin yang berpenghasilan rendah di San Diego, diketahui
bahwa orientasi keagamaan yang kuat dikaitkan dengan kondisi kesehatan
yanag lebih baik (Cupertino & Haan, 1999) (Santrock, 2012).
Agama dapat menyediakan beberapa kebutuhan psikologis
yang penting bagi orang-orang dewasa akhir, yaitu membantu mereka
menghadapi kematian yang akan datang, menemukan dan
mempertahankan makna kehidupan, dan menerima berbagai kehilangan
pada usia tua yang tak terhindarkan (Daaleman, Perera, & Studenski,
2004; McFarland, 2010).
Secara sosial, komunitas keagamaan dapat memberikan
beberapa fungsi bagi orang-orang dewasa akhir seperti kegiatan sosial,

6
dukungan sosial, dan kesempatan untuk mengambil peran kepemimpinan
dan mengajar. Orang dewasa akhir dapat menjadi diaken, sesepuh, atau
guru agama, dengan asumsi peran kepemimpinan yang mungkin tidak
dapat mereka ambil sebelum mereka pensiun (Cox & Hammonds, 1988)
(Santrock, 2012).
Hampir sebanyak 4.000 wanita dan pria berusia 65 tahun ke
atas, yang sebagian besar orang Kristen, ditanyai tentang kondisi
kesehatan mereka dan apakah mereka berdoa atau bermeditasi. Hasil studi
selama enam tahun menunjukkan bahwa orang-orang yang mengatakan
mereka jarang atau tidak pernah berdoa memiliki risiko 50 persen lebih
tinggi mengalami sekarat dibandingkan dengan mereka yang berdoa atau
bermeditasi setidaknya sebulan sekali. Dalam penelitian ini, para peneliti
mengontrol banyak faktor yang diketahui dapat membuat orang-orang
berisiko mengalami kematian, seperti merokok, minum, dan isolasi sosial.
Mungkin saja doa dan meditasi itu menurunkan angka kematian pada
orang dewasa akhir karena mereka mengurangi stres dan juga mengurangi
produksi hormon stres seperti adrenalin. Penurunan pada hormon stress
dihubungkan dengan sejumlah manfaat kesehatan, termasuk sistem
kekebalan tubuh yang lebih kuat (McCullough & lainnya, 2000)
(Santrock, 2012).

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ancok dan Suroso (2001) mendefinisikan religiusitas sebagai
keberagaman yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi
yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual
(beribadah), tapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh
kekuatan supranatural. Tahapan perkembangan agama menurut Teori
Fowler : Intuitive-projective faith (Awal masa anak-anak), Mythical-
literal faith (Akhir masa anak-anak), Synthetic-conventional faith
(Awal masa remaja), Individuative-reflective faith (Akhir masa remaja
dan awal masa dewasa), Conjunctive faith (Pertengahan masa dewasa),
dan Universalizing (Akhir masa)

B. SARAN
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat lebih
memahami perkembangan moral dan religius pada masa dewasa awal,
tengah, dan akhir.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludiin dan Suroso. (2001). Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka

Jalaluddin. (2004). Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Press.

Santrock, J.W. 2012. Life-span Development. 13th Edition. University of Texas,


Dallas:Mc Graw-Hill.

Papalia,E,D. 2008. Human Development ( Psikologi Perkembangan ). Jakarta :


Kencana

Anda mungkin juga menyukai