Anda di halaman 1dari 17

Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No.

2, April 2021

Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani


Volume 5, Nomor 2 (April 2021)
ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)
http://www.sttintheos.ac.id/e-journal/index.php/dunamis
DOI: 10.30648/dun.v5i2.464

Submitted: 16 November 2020 Accepted: 1 Maret 2021 Published: 19 April 2021

Membangun Spiritualitas Digital bagi Generasi Z

Adhika Tri Subowo


Program Studi Magister Teologi Universitas Kristen Duta Wacana
adhika.subowo@students.ukdw.ac.id

Abstract
Generation Z is a generation that is close to digital technology, so the use of digital space as a
teaching tool is important for churches to do. The dichotomy of sacred and profane often colors
the perception of the church in seeing the digital space, so that digital space has not been fully
utilized. This research was intended propose the suitable digital spirituality for generation Z.
This study was conducted by literature study. Through this study it could be concluded that
cyberspace has become part of the generation Z spirituality, although the interactions and
conversations in it are not always spiritually charged, therefore, the church needs to be
involved in it to be able to provide guidance to generation Z.

Keywords: generation Z; cyberspace; digital spirituality; virtual church; virtual devotion

Abstrak
Generasi Z adalah generasi yang dekat dengan teknologi digital, sehingga penggunaan ruang
digital sebagai sarana pengajaran menjadi penting untuk dilakukan oleh gereja. Dikotomi sakral
dan profan seringkali mewarnai persepsi gereja dalam memandang ruang digital, sehingga
ruang digital belum dimanfaatkan dengan maksimal. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengusulkan spiritualitas digital yang tepat bagi generasi Z. Metode yang digunakan dalam
kajian ini adalah studi literatur. Melalui kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa cyberspace
telah menjadi bagian dari spiritualitas generasi Z, meskipun interaksi dan percakapan di
dalamnya tidak selalu bermuatan rohani, sehingga gereja perlu ikut terlibat di dalamnya untuk
dapat memberikan bimbingan kepada generasi Z.

Kata Kunci: generasi Z; ruang digital; spiritualitas digital; gereja virtual; ibadah virtual

379 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

PENDAHULUAN sehingga mereka adalah kelompok terbesar


kedua di Amerika setelah Katolik.4 Feno-
Kehidupan keagamaan di abad ke-
mena “bukan agama apa-apa” tumbuh seca-
20 diperhadapkan pada sebuah fenomena
ra merata di semua generasi. Namun peneli-
baru di mana banyak orang mengidentifika-
tian White mengungkap bahwa fenomena
si diri mereka tidak terikat pada agama ter-
ini semakin menguat pada usia muda. Di
tentu. Fenomena ini mula-mula disadari
usia milenial tua (older millenial), jumlah
oleh gereja-gereja di Amerika. Semakin ba-
“bukan agama apa-apa” sebanyak 33%,
nyak orang di Amerika mengidentifikasi di-
adapun di usia milenial muda (younger
ri mereka tidak beragama. Kondisi ini dise-
millenial) jumlah “bukan agama apa-apa”
but dengan the rise of the nones.1 The nones
meningkat hingga 36%.5 Kondisi ini mem-
atau yang selanjutnya kita sebut sebagai
buat gereja perlu melihat dengan seksama
“bukan agama apapun” adalah mereka yang
apa yang menjadi penyebab banyak kaum
tidak terhubung dengan agama. Bukan aga-
muda menjadi “bukan agama apa-apa” dan
ma apapun tidak sama dengan seorang ateis.
meninggalkan gereja.
Mereka ber-Tuhan, tidak seperti ateis, na-
Kaum muda saat ini diisi oleh gene-
mun mereka tidak ingin terikat oleh lemba-
ga agama tertentu. Manakala mereka dita- rasi Z. Mereka adalah yang pada tahun 2021

nya, apakah agama yang mereka yakini, ini berusia 11-26 tahun. Populasi generasi Z

mereka akan menjawab “I’m nothing.”2 cukup besar. Pada tahun 2017, White me-

Jumlah mereka terus bertambah dari waktu nyebut bahwa di Amerika jumlah generasi

ke waktu, hingga James Emery White me- Z adalah yang paling besar diantara gene-
nyebut bahwa 85% orang dewasa di Ame- rasi yang lain. Jumlah generasi Z pada tahun
rika dididik secara Kristiani, namun sepe- 2017 di Amerika mencapai 25,9% dari selu-
rempat dari mereka tidak lagi menginden- ruh populasi dan menjadi populasi terbesar
tifikasi diri mereka sebagai Kristen.3 Ketika di Amerika.6 Karena populasi generasi Z
White menyelesaikan bukunya yang berju- yang paling besar, maka generasi ini sedikit
dul “The Rise of the Nones,” White mene- banyak membentuk budaya di Amerika.
mukan data bahwa satu dari lima orang Oleh karenanya, ketika kita berbicara ten-
Amerika adalah “bukan agama apa-apa,” tang “bukan agama apa-apa,” tidak bisa ti-

1 3
James Emery White, Meet Generation Z: Ibid, 23.
4
Understanding and Reaching the New Post- Ibid, 21.
5
Christian World (Michigan: Baker Book House, Ibid, 24.
6
2017), 21. Ibid, 37.
2
Ibid.

380 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

dak kita harus menelisik lebih dalam ten- mencapai 13,7% pada usia 23-25.8 Ketika
tang generasi Z. ditanyakan apa yang menjadi alasan kaum
Apa yang terjadi di Amerika ternya- muda meninggalkan gereja, 52,7% menja-
ta lambat laun terjadi juga di Indonesia. Se- wab program gereja tidak menarik, 14,3%
buah penelitian yang dilakukan oleh Barna menjawab ada masalah kepemimpinan di
Group dan Bilangan Research Center pada gereja, sedangkan 5,6% menyebut gereja
tahun 2017 menyajikan sebuah data yang berisi kepura-puraan dan tidak otentik, ada-
mencengangkan. Barna melakukan peneliti- pun 16,2% menjawab tidak tahu. Persentase
an pada 1.500 responden pada rentang usia terbesar dari permasalahan kaum muda
18-35 tahun dari 25 negara. Hasilnya hanya yang meninggalkan gereja di Indonesia ada-
47% dari seluruh responden masih memper- lah karena alasan program gereja yang tidak
cayai hal-hal yang berkaitan dengan spiri- menarik.
tualitas. Adapun di Indonesia, sebanyak Seringkali gereja kurang menaruh
75% anak-anak muda di Indonesia percaya perhatian pada kaum muda. Apabila hal ini
hal-hal yang berkaitan dengan spirituali- terus menerus terjadi, maka bisa terjadi bah-
tas.7 Itu artinya, seperempat anak muda di wa semakin banyak kaum muda yang me-
Indonesia sudah tidak percaya pada hal ninggalkan gereja. Kaum muda saat ini se-
yang berkaitan dengan spiritualitas. Adapun bagian besar diisi oleh generasi Z, yang di
Bilangan Research Center melakukan pene- tahun 2021 ini berusia 11-26 tahun. Perhati-
litian pada 4.095 responden dengan rentang an pada generasi Z yang memiliki keterta-
usia 15-25 tahun dari 42 kabupaten dan kota rikan pada ruang digital tentu perlu ditang-
di seluruh Indonesia. Hasilnya 91.8% rema- kap oleh gereja. Generasi Z seringkali me-
ja Kristen di Indonesia masih rutin untuk nangkap beragam isu-isu dan realitas sosial
ikut ibadah di gereja, baik ibadah umum terkini melalui media sosial. Generasi Z
maupun pemuda atau remaja. Pada rentang adalah generasi yang dekat dengan realitas
usia 15-18 tahun jumlah remaja yang tidak sosial dan tanggap terhadap isu-isu terbaru
rutin beribadah sebanyak 7,7%, meningkat di sekitar mereka. Realitas sosial yang di-
menjadi 10,2% pada usia 19-22 tahun, dan maksud adalah beragam hal situasi yang

7
Anil Dawan, “Memahami Spiritualitas Generasi 8
Handi Irawan D. and Cemara A. Putra, “Gereja
Milenial Di ‘Church Leader Gathering,’” Wahana Sudah Tidak Menarik Bagi Kaum Muda,” Bilangan
Visi, last modified 2020, accessed April 18, 2021, Research Center, accessed April 18, 2021,
https://wahanavisi.org/id/media-materi/cerita/detail/ http://bilanganresearch.com/gereja-sudah-tidak-
memahami-spiritualitas-generasi-milenial-di-church menarik-bagi-kaum-muda.html.
-leader-gathering.

381 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

menyekitari gereja yang menjadi perhatian digital sebagaimana kebutuhan generasi Z,


masa kini, seperti isu-isu kemanusiaan, isu- serta usulan untuk menjadi gereja yang me-
isu kerusakan lingkungan, isu-isu perbinca- manfaatkan ruang digital sebagai bahan
ngan teologis yang berkembang pada kha- pembangunan spiritualitas bagi generasi Z.
layak umum baik melalui media sosial serta HASIL DAN PEMBAHASAN
media cetak, dan beragam realitas terkini
Mengenal Generasi Z
lainnya. Apabila gereja terus menjadi gagap
menanggapi realitas masa kini dan tidak Teori generasi bermula dari Ame-
terhubung dengan realitas sosial, tidak me- rika. Kategori dalam teori generasi ditentu-
nunjukkan kepedulian kepada mereka yang kan oleh beberapa indikator, diantaranya

ada di luar, gereja seperti halnya berada di berdasarkan kemajuan tekhnologi, tenaga

ruang hamba dan tidak terhubung pada rea- kerja, peristiwa penting di dunia seperti tra-

litas masa kini. Oleh karenanya penting ki- gedi dan perang serta perkembangan buda-

ranya gereja menggunakan ruang digital se- ya dan sosial lainnya.9 Dalam teori generasi

cara lebih maksimal sebagai sarana penga- dirumuskan demikian: generasi GI atau

jaran dalam rangka membangun spirituali- great generation adalah mereka yang lahir

tas melalui ruang digital. pada 1901-1927, silent generation bagi me-
reka yang lahir pada 1928-1945, generasi
METODE PENELITIAN
baby boomer bagi mereka yang lahir pada
Metode yang dipergunakan dalam 1946-1963, generasi X bagi mereka yang
penelitian ini adalah studi pustaka, di mana lahir pada 1964-1979, generasi Y atau mile-
penulis akan mengelaborasi karakteristik nial bagi mereka yang lahir pada 1980-1994
generasi Z melalui beragam pustaka yang dan generasi Z bagi mereka yang lahir pada
mendukung, serta mengusulkan terbangun- 1995-2010.10 Generasi Z adalah mereka
nya spiritualitas digital serta kesadaran pada yang terlahir setelah Gen X.
pentingnya ruang digital sebagai media pe- Mengenai kualifikasi Gen Z me-
ngajaran bagi generasi Z. Dalam rangka mang terdapat perbedaan pendapat. Ada
menghantar pada hal tersebut penting yang berpendapat bahwa mereka yang terla-
kiranya bagi kita untuk memahami karakte- hir dari tahun 1980-2000 adalah sebuah ke-
ristik generasi Z, membangun spiritualitas lompok besar yang disebut milenial/Gen Y,

9 10
Ernest J. Zarra, Helping Parents Understand the White, Meet Generation Z: Understanding and
Minds and Hearts of Generations Z (Lanham: Reaching the New Post-Christian World, 38.
Rowman & Littefield, 2017), 25.

382 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

adapun Gen Z adalah mereka yang terlahir masa kini.13 Itu membuat mereka berusaha
setelah tahun 2001.11 Namun, menurut secara mandiri untuk mempersiapkan masa
Bruce Tulgan pembagian ini tidak bisa di- depan dengan sebaik-baiknya, melalui bera-
terima karena dua alasan, yang pertama gam pekerjaan yang mereka jalani. Keman-
pembagian waktu yang demikian memuat dirian mereka juga tergambar dalam pilihan
jangkauan yang terlalu panjang, itu artinya kerja para generasi Z yang cenderung lebih
menyatukan mereka yang berusia 20 tahun memilih untuk menciptakan lapangan kerja
dengan 40 tahun dalam klasifikasi generasi mereka sendiri ketimbang menjadi pe-
yang sama. Yang kedua dari pembagian kerja.14
perkembangan teknologi pun tidak bisa di- Karakteristik yang kedua adalah
satukan karena sebagian besar tahun 1900- Gen Z menjadi aktif melalui WiFi. Generasi
an adalah pra-internet, sehingga tahun Y sering disebut sebagai “digital natives,”
1980-2000 memuat dua revolusi teknologi adapun generasi Z kerap kali disebut gene-
informasi.12 Oleh karenanya kita menggu- rasi “internet dalam saku.”15 Pada tahun
nakan klasifikasi sebagaimana dipakai oleh 1960 komputer masih menjadi barang yang
White, yakni Gen Z adalah mereka yang ter- langka. Hanya kelangan tertentu yang me-
lahir pada tahun 1995-2010. milikinya, misalnya tentara, pemerintah dan
Menurut White, Generasi Z memili- organisasi yang sangat besar. Namun pada
ki beberapa karakteristik, diantaranya: per- tahun 1970 organisasi-organisasi kecil mu-
tama, generasi Z adalah generasi yang man- lai memiliki komputer. Kemudian pada ta-
diri. Mereka terlahir pada masa resesi besar hun 1980 komputer sudah mulai dimiliki
di Amerika. Mereka bertumbuh pasca peris- oleh lebih banyak kalangan. Hingga pada
tiwa 9/11 yang menggoncangkan dunia. tahun 1990 komputer menjadi populer di
Hal-hal buruk yang terjadi di negara mereka kalangan masyarakat umum. Harga kompu-
membuat mereka syok. Alhasil Gen Z ber- ter lambat laun semakin terjangkau, sehing-
sikap distopia dalam memandang masa de- ga komputer mulai masuk ke rumah-rumah.
pan dan menjadikan mereka khawatir akan Dan pada tahun 2000 tidak hanya komputer,

11
Peter Menconi, The Intergenerational Church: Kerja),” in Proceeding Indonesian Carrier Center
Understanding Congregations from WWII to Network (ICCN) Summit 2019, 2019, 21–24,
Www.Com (USA: Mt. Sage Publishing, 2010), 123. accessed April 18, 2021, http://e-journals.unmul.
12
White, Meet Generation Z: Understanding and ac.id/index.php/ICCN/article/view/2721.
15
Reaching the New Post-Christian World, 38. White, Meet Generation Z: Understanding and
13
Ibid, 40. Reaching the New Post-Christian World, 41.
14
Dewi Rachmawati, “Welcoming Gen Z in Job
World (Selamat Datang Generasi Z Di Dunia

383 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

melainkan akses internet sudah mulai ba- minimalisir konflik. Celakanya ditengah era
nyak digunakan di negara-negara maju. Ge- post-truth ini, informasi yang keliru justru
nerasi Z lahir di era di mana komputer su- lebih menarik perhatian.18 Apa yang salah
dah banyak dipakai oleh orang. Bahkan ak- justru ditangkap sebagai kebenaran. Kondi-
ses internet menjadi kebutuhan banyak ka- si yang demikian sudah barang tentu mem-
langan. Generasi Z tumbuh ditengah kema- bawa pengaruh yang signifikan kepada pe-
juan teknologi digital yang semakin pesat. nerimaan informasi generasi Z.
Mereka menghabiskan banyak waktu de- Karakteristik keempat adalah gene-
ngan komputer dan akses internet. Banyak rasi ini tidak berbentuk dalam hal seksual
informasi yang mereka dapatkan melalui serta relasional. Kristen Stewart menyebut
internet. bahwa generasi Z tidak terlalu dipusingkan
Karakteristik yang ketiga adalah dengan kecenderungan seksualitas seseo-
bahwa terdapat jurang yang melebar antara rang, apakah mereka hetereroseksual atau
hikmat dan informasi. Chuck Kelley, pim- gay, itu tidak penting bagi mereka.19 Bah-
pinan dari Seminari Teologi Baptis di New kan penelitian di Inggris menjabarkan bah-
Orleans menyebutkan bahwa “Google telah wa hampir separuh orang muda berpikir
mengubah relasi orang menjadi informa- bahwa mereka tidak heteroseksual murni.20
si.”16 Gaya komunikasi generasi Z tidak lagi Hal ini terjadi karena nilai terbesar yang
konvensional, melainkan sangat cair.17 Da- mereka pegang adalah kebebasan individu.
lam hal penggunaan media sosial, generasi Karena terlahir di era perkembangan
Z berbeda dengan generasi sebelumnya teknologi informasi yang demikian pesat,
yang sering upload hal-hal yang bersifat banyak diantara generasi Z yang kehilangan
pribadi. Generasi Z lebih bisa memilah kon- masa kanak-kanak. Mereka bertumbuh
ten mana yang menurut mereka perlu di post menjadi dewasa di usia yang masih muda.
atau tidak. Generasi ini menggunakan me- Dan banyak diantara mereka terpapar por-
dia sosial untuk menyenangkan mereka nografi. Disebut kehilangan masa kanak-
yang melihat, sehingga sebisa mungkin me- kanak karena pada umumnya mereka tidak

16
Ibid, 42. 18
John Christianto Simon, “Pendidikan Kristiani Di
17
Lintang Citra Christiani and Prinisia Nurul Ikasari, Era Post-Truth: Sebuah Perenungan Hermeneutis
“Generasi Z Dan Pemeliharaan Relasi Antar Paul Ricoeur,” DUNAMIS: Jurnal Teologi dan
Generasi Dalam Perspektif Budaya Jawa,” Jurnal Pendidikan Kristiani 5, no. 1 (September 30, 2020):
Komunikasi dan Kajian Media 4, no. 2 (October 27, 93–110, accessed April 18, 2021, http://www.
2020): 84–105, accessed April 18, 2021, https:// sttintheos.ac.id/e-journal/index.php/dunamis.
19
jurnal.untidar.ac.id/index.php/komunikasi/article/vi White, Meet Generation Z: Understanding and
ew/3326/1602. Reaching the New Post-Christian World, 47.
20
Ibid.

384 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

lagi bisa membaca atau mendengarkan ceri- dari berbagai tempat.25 Beragam informasi
ta dengan tenang karena mereka besar da- dapat diakses dengan cepat oleh generasi
lam dunia yang berisi “distraksi tanpa ba- ini, sehingga generasi ini banyak dipengaru-
tas.”21 Bahkan permainan yang mengguna- hi dan digerakkan oleh informasi yang me-
kan waktu cukup panjang pun tidak lagi reka terima dalam jaringan sosial terhu-
menjadi menarik bagi mereka. Neil bung.26 Generasi Z akan merespon beragam
Postman menyebutkan dalam tulisannya realitas yang mereka konsumsi dalam me-
bahwa anak-anak telah dirampok kepolo- dia sosial. Media sosial menjadi salah satu

sannya, keluguannya, serta kemampuannya sarana kaum muda untuk mengenal realitas

untuk menjadi anak-anak.22 Anak-anak di- masa kini. Meskipun demikian tentu kaum

minta untuk merangkul isu dan tema dewa- muda perlu memilah beragam informasi

sa, bahkan pengalaman yang sebenarnya yang mereka terima dari media sosial, kare-
na tidak semua informasi yang muncul di
mereka belum siap menerimanya. Bahasa
media sosial adalah informasi yang benar
orang dewasa dengan anak-anak menjadi
dan sesuai dengan realitas yang sebenarnya.
sama. Perilaku, bahasa, sikap dan keinginan
Kepekaan kaum muda terhadap informasi
bahkan penampilan fisik dari orang dewasa
di media sosial tentu juga perlu ditangkap
dan anak kini tak dapat dibedakan.23 Gene-
oleh gereja melalui sapaan kepada mereka
rasi Z tumbuh menjadi generasi yang multi-
dalam ruang digital. Dengan demikian gere-
tasking atau dapat melakukan beragam hal
ja memiliki relasi yang terhubung tidak ha-
secara bersamaan, misalnya breolahraga
nya dalam gedung gereja namun pula dalam
sembari mendengarkan headset, sekaligus
ruang digital.
membalas wa melalui handphone.24
Penggunaan internet oleh generasi Generasi Spiritualis Digital

Z, membuat generasi ini hidup dalam jari- Generasi Z adalah generasi yang de-
ngan sosial terhubung. Generasi Z dapat ter- kat dengan teknologi digital. Bahkan David
hubung dengan banyak orang dan kalangan Bell menyebut bahwa generasi Z adalah

21
Ibid, 54. Generation Z Towards Workplace,” International
22
Ibid, 55. Journal of Management, Technology and
23
Ibid. Engineering 9, no. 1 (2019): 2804–2819.
24
Yanuar Surya Putra, “Theoritical Review : Teori 26
Sipra Mariana Gutandjala, Pengaruh Teknologi
Perbedaan Generasi,” Among Makarti 9, no. 2 (May Komunikasi Digital Terhadap Pertumbuhan
3, 2017): 123–134, accessed April 18, 2021, Karakter Generasi Net Di Indonesia,
https://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/vi INSTITUTIO:JURNAL PENDIDIKAN AGAMA
ew/142. KRISTEN, vol. 4, 2018, accessed April 18, 2021,
25
Shilpa Gaidhani, Lokesh Arora, and Bhuvanesh http://e-journal.iaknambon.ac.id/index.php/IT/
Kumar Sharma, “Understanding the Attitude of article/view/148.

385 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

generasi “internet-in-its-pocket” (internet nuh.30 Adapun spiritualitas digital adalah is-


ada di saku mereka).27 Hal ini menggambar- tilah baru yang muncul ditengah revolusi in-
kan betapa mereka dekat dengan teknologi dustri 4.0 dimana wilayah kehidupan rohani
digital. Dengan kesadaran demikian sudah seseorang mengalami perubahan atau per-
barang tentu gereja perlu merespon dengan geseran dari yang semula pada ruang ge-
kesadaran pentingnya ruang digital sebagai dung gereja menjadi ruang digital.31
sarana membangun spiritualitas. Kata spiri- Generasi Z adalah generasi yang be-
tual merupakan pembentukan kata baru dari gitu dekat dengan teknologi digital. Bahkan
kata benda “spirit” yang mendapat imbu- White menyebut bahwa generasi Z dapat
han “ualis” sehingga menjadi sebuah kata menghabiskan waktu hampir sembilan jam
sifat spirit(u)alis. Kata ini memiliki arti ro- dalam sehari dengan media komunikasi di-
hani, batin, kejiwaan, dan makna. Kata ini gital mereka.32 Dengan demikian spiritua-
kemudian dipakai sebagai suatu istilah tek- litas digital perlu dikembangkan oleh gere-

nis untuk membentuk bagi sesuatu yang si- ja. Untuk bisa menuju ke sana gereja perlu

fatnya eksistensial bagi kehidupan religius ada dalam kesadaran bahwa ruang digital

orang Kristen.28 Di dalam berbagai kala- juga adalah ruang yang sakral dan bisa di-

ngan agama istilah itu dipakai dengan argu- gunakan oleh gereja sebagai sarana peng-
ajaran.
mentasi yang berbeda. Pada umumnya isti-
lah ini dipakai untuk menunjukkan sikap hi- Ruang Digital sebagai Ruang Sakral
dup masing-masing orang sesuai dengan Dalam beberapa dekade terakhir, ki-
ajaran yang dianutnya. Pada kalangan Pie- ta telah melihat perubahan yang signifikan
tisme, istilah ini dipakai untuk menyebut pada perkembangan teknologi yang meng-
penganutnya, yakni orang-orang yang me- ambil peran komunikasi bahkan terhadap
nekankan kesalehan hidupnya, demikian ju- cara orang beragama. Sebagai contoh telah
29
ga di kalangan mistikisme. Spiritualitas lahir berbagai gereja cyber. Awal dari enti-
berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan tas cyberchurch adalah sebuah situs yang
kehidupan religius yang otentik dan pe- didirikan oleh kelompok independen de-

27
White, Meet Generation Z: Understanding and 31
Sonny Eli Zaluchu, “Opini Sonny Eli Zaluchu :
Reaching the New Post-Christian World, 33. Tantangan Spiritualitas Digital,” Tribun Jateng, last
28
Karl Rahner, Encyclopedia of Theology (London, modified 2020, accessed April 18, 2021,
1977), 1624. https://jateng.tribunnews.com/2020/01/02/opini-
29
Gordon’s Walkevield, A Dictionary of Christian sonny-eli-zaluchu-tantangan-spiritualitas-digital.
32
Spirituality (London: SCM Press, 1986), 361. White, Meet Generation Z: Understanding and
30
Aliester E. McGrath, Spiritualitas Kristen Reaching the New Post-Christian World, 34.
(Medan: Bina Media Perintis, 2007), 2.

386 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

ngan mengalihkan kehidupan gereja secara ajaran, internet juga dilihat sebagai sebuah
online. Perubahan yang radikal pada tekno- ladang baru yang perlu digarap secara serius
logi komunikasi telah turut pula merubah dan alat untuk memberikan pengajaran ke-
praktik orang beragama. Heidi A. Campbell pada umat.
menyebut realitas tersebut sebagai “digital Praktik keagamaan dalam ruang di-
religion.”33 Dalam tulisannya yang lain, gital menjadi hal yang tidak lagi asing. Mes-
Campbell mengutip Charles Henderson, se- kipun demikian, di antara ruang digital dan
orang pendiri First Church of Cyberspace gereja kadangkala masih dimaknai memili-
yang mengungkapkan perkembangan ko- ki nilai yang berbeda. Dikotomi sakral dan
munikasi melalui percetakan yang erat de- profan membuat pembedaan di antara ke-
ngan kehidupan gereja. Henderson me- dua ruang tersebut. Mircea Aliade menye-
nyatakan, “Melalui perkembangan perceta- but bahwa pada hakikatnya manusia memi-
kan, orang Kristen menjadi a people of the liki kecenderungan untuk menemukan dan
book. Sekarang, internet mengundang se- berelasi dengan yang sakral. Sesuatu yang
mua orang percaya untuk menjadi a people sakral diyakini memiliki realitas dan kekua-
of cyberspace.34 tan.35 Sakral adalah kebalikan dari yang
Praktik keagamaan digital tidak ha- profan. Sesuatu yang sakral diyakini memi-
nya menunjuk pada agama yang dibentuk liki kekhususan dibandingkan dengan yang
dan diartikulasikan secara online, namun profan. Dengan demikian, sesuatu yang sa-
bagaimana media digital dan ruang yang kral tidak ada pada semua hal atau sesuatu,
membentuk dan sedang dibentuk oleh prak- namun pada hal-hal tertentu saja. Jeanne
tik beragama yang baru tersebut. Internet Halgren Kilde penulis buku “Sacred Power,
menolong gereja mulai membayangkan Sacred Space” membuat pembedaan antara
cara-cara baru untuk bergereja di dalam je- dua pendekatan ke ruang sakral, yaitu
maat dunia maya dan interaksi secara online “substantif” dan “situasional.” Dalam pen-
dapat memperluas pemahaman mereka ten- dekatan “substantif,” ruang sakral menun-
tang tubuh Kristus secara global. Sama hal- juk pada ruang keagamaan, seperti gereja
nya dengan perkembangan percetakan di atau katedral. Gereja adalah pusat keaga-
Eropa sebagai salah satu cara untuk peng- maan yang dipergunakan untuk beribadah,

33
Heidi A. Campbell, “Introduction: The Rise of the 34
Ibid, 40.
Study of Digital Religion,” in Digital Religion: 35
Mircea Eliade, The Sacred and The Profane: The
Understanding Religious Practice in New Media Nature of Religion (New York: A Harvest Book,
Worlds, ed. Heidi A. Campbell (London & New 1987), 11.
York: Routledge, 2013), 1.

387 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

berdoa, menumbuhkan iman, dan memba- mengingatkan kita perihal dikotomi ruang
ngun komunitas. Gereja dianggap suci kare- sakral dan ruang profan yang seringkali
na kekuatan ilahi dipahami tinggal di da- menjadi perspektif gereja dalam menilai se-
lamnya. Di sinilah seringkali pelayanan suatu. Keith Anderson mengambil contoh
terlalu fokus dilakukan.36 Kilde menyebut- tentang Katedral Canterbury, gereja ter-
kan beberapa konsekuensi ketika ada ruang besar dan termegah di Inggris. Katedral
sakral, yaitu terdapat satu ruang tertentu Canterbury menjadi kebanggaan bagi gereja
yang suci, sedangkan yang lain tidak suci di Inggris dan persekutuan Anglikan.40
(profan). Selain itu, pendekatan substansial Robert Barron menyebut bahwa studi ten-
tidak menarik bagi mereka yang ada di luar tang katedral seringkali fokus pada bangu-
gereja. Sebaliknya, pendekatan "situasio- nan itu sendiri, dan hanya sedikit atau bah-
nal" lebih bersifat konstruktivis, ekspansif, kan tidak ada sama sekali perhatian pada
dan fleksibel. Dalam pendekatan ini, ruang orang-orang yang ada di sekitar katedral.41
sakral tidak terbatas pada lokasi tertentu, te- Bangunan gereja menjadi sangat penting se-
tapi dapat muncul di mana saja, tidak ter- hingga kita melupakan mereka yang ada di
batas pada gedung gereja saja.37 luar gereja. Menurut Anderson, tantangan
Stef Aupers dan Dict Houtman mi- pelayanan masa kini adalah masalah pers-
salnya menyebut bahwa pada masa kini kita pektif. Bagi pemimpin gereja, bangunan
harus terbuka bahwa semua hal yang bisa atau lembaga gereja menjadi fokus dari pe-
saja menjadi ruang sakral, termasuk di da- layanan. Para pemimpin gereja terlalu ba-
lamnya ruang digital.38 Menurut Aupers dan nyak menghabiskan waktu dan energi untuk
Houtman, teknologi memang pada waktu pembangunan spiritual. Hal ini tentu baik
kelahirannya dianggap sebagai hal yang se- dilakukan. Namun apabila kita terlalu fokus
kuler karena merupakan hasil dari rasionali- hanya pada pelayanan spiritual serta pelaya-
tas manusia.39 Sejalan dengan Stef Aupers nan internal, hal tersebut dapat membuat ki-
dan Dict Houtman, Keith Anderson, seo- ta lupa pada apa yang sedang terjadi di se-
rang pendeta Lutheran dari Pennsylvania, kitar kita. Kita membayangkan komunitas

36
Jeanne Halgren Kilde, “Sacred Power, Sacred Digital,” in Religions of Modernity: Relocating the
Space: An Introduction to Christian Architecture and Sacred to the Self and the Digital, ed. Dict Houtman
Worship,” in The Digital Cathedral: Networked and Stef Aupers (Boston: Brill, 2013), 25.
39
Ministry in a Wireless World, ed. Keith Anderson Ibid, 26.
40
(Oxford: Oxford University Press, 2008), 32. Keith Anderson, The Digital Cathedral:
37
Ibid, 33. Networked Ministry in a Wireless World (New York:
38
Dict Houtman and Stef Aupers, “Religions of Morehouse Publishing, 2015), 22.
41
Modernity: Relocating the Sacred to the Self and the Ibid, 23.

388 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

iman terlalu sempit, sehingga tidak mem- melepaskan manusia dari keterasingan, ka-
perhitungkan komunitas yang hidup di luar rena melalui teknologi digital manusia da-
kita. Orang-orang dalam pelayanan paro- pat mengakses beragam informasi serta ber-
kial mengutuk masalah dengan gereja se- bagi informasi dari manapun serta kapan-
bagai institusi, tetapi karena sangat terjebak pun dengan cepat dan mudah. Ruang media
dalam bingkai itu, maka mengusulkan solu- sosial tidak hanya menyajikan informasi
si institusional, ketika masalahnya adalah mengenai politik dan sosial saja, namun
institusionalisme itu sendiri. Katedral Digi- menampilkan pula informasi keagamaan
tal adalah undangan untuk mengubah pers- yang membangun spiritualitas. Mia
pektif tersebut. Ini adalah undangan untuk Lovheim bahkan menyebut bahwa media
melihat semua kehidupan sebagai “kate- sosial muncul seperti halnya “pasar spiri-
dral” dan membuka pemahaman yang jauh tualitas” yang dapat membentuk identitas
lebih luas tentang siapa yang menjadi ang- seseorang.45 Penggunaan media sosial oleh
gota komunitas kita, dan di mana gereja dan remaja memberikan ruang penting bagi
iman terjadi. Pekerjaan dimulai dengan me- identitas di luar kendali orang tua dan
nempatkan diri kita di luar gedung gereja, sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa iden-
baik secara digital maupun fisik.42 titas religius dalam masyarakat modern ma-
Pada abad kesembilan belas tekno- sih merupakan suatu hal yang bersifat sosi-
logi digital terus masuk ke dalam kehidupan al, tertanam pada situasi dan relasi sosial
manusia, bahkan menembus ruang-ruang yang diinginkan dan dibutuhkan individu
privat manusia.43 Pada era tahun 1950- untuk tetap terhubung guna menemukan
1960an, teknologi komputer dan jaringan makna dan tindakan dalam kehidupan seha-
internet hanya milik golongan tertentu saja, ri-hari. Sebagaimana dikemukakan oleh
yakni lembaga-lembaga pemerintah, militer Dawson, para sarjana agama dan internet
serta perusahaan besar saja, namun kini tek- perlu mengkontekstualisasikan penelitian
nologi tersebut telah masuk ke rumah-ru- mereka dalam bidang studi media baru yang
mah setiap orang bahkan melalui piranti ke- lebih luas. Namun dalam masyarakat digital
cil sebesar genggaman tangan, yakni mela- modern, agama tetap menjadi tempat pen-
lui handphone.44 Teknologi digital telah ting untuk memahami cara-cara baru mem-

42
Ibid, 24. 45
Mie Lovheim, “Identity,” in Digital Religion:
43
Houtman and Aupers, “Relig. Mod. Relocat. Understanding Religious Practice in New Media
Sacred to Self Digit,” 26. Worlds, ed. Heidi A. Campbell (London & New
44
Ibid, 27. York: Routledge, 2013), 43.

389 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

bentuk dan menampilkan identitas dalam plikasi penggunaan internet.49 Pertama, Tal
kehidupan kontemporer.46 Brooke dan Spiritual Counterfeits Projects
Ruang digital seringkali dianggap mengatakan dunia maya adalah tempat ber-
sebagai ruang profan karena beragam baha- kembang biaknya delusi dan menciptakan
ya negatif yang Jolyon Micthell menyebut keterasingan dari kenyataan dan Tuhan.
ada kecemasan di kalangan para pengguna Mereka mendeskripsikan dunia maya men-
ruang digital mengenai bahaya yang ditim- ciptakan realitas artifisial yang memperke-
bulkannya.47 Ruang digital yang begitu luas nalkan praktik dan konsepsi problematis
memang membuat penggunanya dapat ber- tentang realitas bagi mereka yang ingin
selancar mencari dan berbagi informasi se- hidup dengan kebenaran alkitabiah.
cara bebas dan terbuka. Senyatanya bahwa Timothy Leary mengungkapkan salah satu
apa yang disajikan pada media sosial tidak visi utama dunia virtual adalah membebas-
selalu berisi konten yang positif, ada pula kan manusia dari segala macam kungku-
konten yang negatif bahkan berisi informasi ngan kekuasaan dan otoritas yang menjadi-
bohong, menyesatkan dan provokatif. Ula- kan manusia tidak mempunyai kebebasan
san-ulasan seputar keagamaan juga disaji- untuk mengekspresikan diri secara maksi-
kan dalam ruang media sosial terkadang di- mal.50 Kebebasan semacam inilah yang ke-
sampaikan melalui informasi yang destruk- mudian dilihat oleh kelompok pandangan
tif. Karena bahaya yang ditimbulkannya, pertama ini sebagai peluang yang memung-
media sosial dipandang sebagai ruang pro- kinkan manusia menjauh dari jalan Tuhan
fan. Namun Mitchell mengingatkan bahwa dan pada akhirnya memperbesar kehancur-
selain bahaya, ada pula peluang yang terda- an spiritualnya. Oleh sebab itu, mereka me-
pat dalam ruang media sosial yang perlu nyarankan supaya orang Kristen untuk sa-
pula diperhatikan oleh kita semua.48 ngat membatasi, jika tidak mau langsung
Campbell dalam “When Religion menolak internet karena bahaya moral dan
Meets New Media” menjelaskan setidaknya spiritualitas yang dapat ditimbulkannya.
ada tiga pandangan yang muncul terkait im-

46
L. L. Dawson, “Researching Religion in 48
Ibid, 36.
Cyberspace: Issues and Strategies,” in Digital 49
Heidi A. Campbell, When Religion Meets New
Religion: Understanding Religious Practice in New Media (London: Routledge, 2010). 42-43.
Media Worlds, ed. Heidi A. Campbell (London & 50
Zanniro Sururi Hsb, “Agama Dan Virtualitas:
New York: Routledge, 2013), 55. Menelisik Aktivitas Khalayak Dalam Fenomena
47
Jolyon Mitchell, “Questioning Media and Sosial Dan Ritual Keagamaan Di Dunia Virtual,”
Religions,” in Between Sacred and Profane: Jurnal Komodifikasi 7, no. 1 (June 1, 2019): 118–
Researching Religions and Popular Culture, ed. 157, accessed April 18, 2021, http://103.55.216.56/
Gordon Lynch (London: I.B. Tauris, 2007), 34. index.php/Komodifikasi/article/view/10044/6974.

390 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

Kedua, Patrick Dixon yang melihat hari, sehingga tidak mengherankan bahwa
internet akan menciptakan jaringan global mereka menghabiskan lebih banyak uang
orang percaya yang mereproduksi aspek ke- untuk online dari pada generasi lainnya.51
hidupan gereja konvensional dengan cara Memang kecenderungan ini perlu kita was-
baru dan inovatif. Dixon berargumen bahwa padai karena beragam efek negatif menyert-
penggunaan alat-alat teknologi mutakhir ai kebiasaan tersebut. Misalnya, perubahan
berakar pada tradisi Kristen. Dixon men- konsep relasi yang dulu bersifat fisik dan
contohkan Paulus yang menggunakan tek- bertatap muka, kini di era digital mereka
nologi pada zamannya untuk hadir secara lebih suka membangun komunikasi melalui
“virtual” di berbagai gereja. Dengan demi- perangkat digital mereka dan mengurangi
kian gereja perlu berusaha untuk memasuk- kontak melalui mata dengan lawan bicara.52
kan teknologi ke dalam pelayanan lokal dan Efek samping lainnya dari penggunaan

berusaha untuk memiliki jangkauan global smartphone yang dirasakan saat ini ialah

juga. resiko kecelakaan. Gen Z menjadi rentan

Ketiga, Douglas Groothuis yang terhadap kecelakaan mengemudi karena

mengingatkan orang Kristen perlu berhati- menggunakan perangkat mereka saat ber-

hati dalam menggunakan internet. Senada kendara. Mereka lebih banyak melihat ke

dengan pendapat Mitchell tentang bahaya bawah pada layar perangkat mereka dan

dan peluang media sosial, Douglas meng- abai terhadap keamanan. Fenomena ini di-

ingatkan teknologi dapat menjadi bermasa- sebut dengan tech-neck (penyakit di mana

lah ketika penggunanya secara membabi bahu dan leher terasa kaku karena terlalu la-
ma melihat layar ponsel). Gen Z menggu-
buta mengikutinya sehingga tanpa sadar
nakan perangkat mereka setiap 7 detik. Gen
membuatnya kehilangan arah dan tujuan.
Z tampak telah kecanduan teknologi pintar.
Menjadi Gereja yang Memanfaatkan
Namun, sisi positifnya adalah gene-
Ruang-ruang Digital
rasi Z tumbuh menjadi generasi yang man-
Generasi Z adalah generasi yang be- diri, lebih mandiri dari pada generasi sebe-
gitu lekat dengan teknologi digital. Remaja lumnya. Mereka dapat mengakses beragam
masa kini dapat menghabiskan waktu 9 jam informasi melalui akses internet, sehingga
per hari untuk mengakses internet. Bahkan mereka mendapat beragam pengetahuan
sebanyak 92% dari mereka online setiap melalui tekhnologi digital ini. Bahkan

51 52
White, Meet Generation Z: Understanding and Zarra, Helping Parents Understand the Minds and
Reaching the New Post-Christian World, 41. Hearts of Generations Z, 74.

391 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

Ernest J. Zarra menyebut generasi Z sebagai pelayanan relasional bagi generasi Z. Ham-
“generasi global” karena generasi ini terhu- batan yang kadangkala muncul adalah per-
bung dengan beragam informasi dari berba- sepsi bahwa pembahasan tentang kehidupan
gai tempat dengan cepat melalui ponsel me- sehari-hari dianggap lebih rendah dari pada
reka.53 Tentu dalam menyikapi sisi negatif pembahasan mengenai spiritualitas. Mela-
maupun positif penggunakan teknologi di- kukan ibadah atau berkontemplasi dianggap
gital oleh generasi Z diperlukan pendampi- lebih sakral dibanding dengan kehidupan
ngan yang tepat bagi mereka. Dalam hal ini sehari-hari.55 Dikotomi sakral dan profan
kadangkala gereja kurang memberikan per- mewarnai penilaian terhadap hal-hal yang
hatian yang serius. Pendidikan bagi orang ada di dalam gereja dan di luar gereja, ter-
tua tentang bagaimana mendampingi anak masuk di dalamnya penilaian terhadap pe-
generasi Z untuk menjadi bijak ditengah ke- rangkat digital. Perangkat digital kerap kali
melakatan mereka pada smartphone masih masih dianggap sebagai ruang yang profan,
jarang dilakukan. Gereja juga seringkali be- sehingga gereja kurang memanfaatkan ru-
lum memberikan pendidikan kepada anak- ang ini dengan baik dan maksimal. Padahal
anak generasi Z untuk menjadi bijak dalam pemanfaatan ruang digital akan sangat ber-
menggunakan perangkat digital mereka. arti bagi generasi Z yang adalah generasi di-
Gereja perlu tumbuh menjadi gereja yang gital. Gereja bisa menyapa generasi Z mela-
cair, yang mampu merumuskan pengajaran lui ruang digital, melakukan sapaan, mela-
seturut dengan kondisi serta kebutuhan kukan perbincangan tentang kehidupan se-
umat yang terus mengalami perkembang- hari-hari dengan mereka. Perbincangan ge-
an.54 reja dengan generasi Z tidak harus melulu
Generasi Z banyak menggunakan tentang perbincangan Alkitab. Kehidupan
waktu mereka di ruang digital. Gereja perlu sehari-hari juga adalah ruang sakral untuk
menangkap kondisi ini sebagai peluang. diperbincangkan. Melalui sapaan ruang di-
Kita hanya berjumpa secara fisik dengan gital, generasi Z juga merasa diperhatikan
generasi Z pada hari Minggu, dan kemudian dan memiliki komunitas yang mengerti ke-
bagaimana dengan hari-hari yang lain? Kita butuhan mereka. Dengan pemanfaatan ru-
bisa memanfaatkan ruang digital sebagai ang digital itu juga berarti bahwa gereja pe-

53
Ibid, 72. accessed April 18, 2021, http://www.sttintheos.ac.id
54
Stella Yessy Exlentya Pattipeilohy, “Pendidikan /e-journal/index.php/dunamis.
55
Teologi Multikultur: Sebuah Sumbangan Pete Anderson, Digit. Cathedr. Networked Minist. a
Ward,” DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Wirel. World, 98.
Kristiani 5, no. 1 (October 17, 2020): 131–152,

392 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

duli kepada realitas sosial yang menjadi Campbell, Heidi A. “Introduction: The Rise
of the Study of Digital Religion.” In
konsen dari generasi Z. Anak-anak muda
Digital Religion: Understanding
bisa memakai ruang digital untuk menyam- Religious Practice in New Media
Worlds, edited by Heidi A. Campbell.
paikan pendapat mereka, menyampaikan
London & New York: Routledge,
pertanyaan mereka dan beragam kegunda- 2013.
han mereka kepada gereja. Melalui ruang ———. When Religion Meets New Media.
London: Routledge, 2010.
digital, gereja juga bisa merespon dengan
Citra Christiani, Lintang, and Prinisia Nurul
cepat serta membangun pelayanan relasio-
Ikasari. “Generasi Z Dan
nal yang menyentuh generasi Z. Melalui Pemeliharaan Relasi Antar Generasi
Dalam Perspektif Budaya Jawa.”
media sosial gereja dapat menjangkau pela-
Jurnal Komunikasi dan Kajian Media
yanan bagi gen Z dengan lebih optimal.56 4, no. 2 (October 27, 2020): 84–105.
Accessed April 18, 2021.
KESIMPULAN https://jurnal.untidar.ac.id/index.php/k
omunikasi/article/view/3326/1602.
Ruang digital pada era digital ini
D., Handi Irawan, and Cemara A. Putra.
adalah juga sebagai ruang spiritual. Inter- “Gereja Sudah Tidak Menarik Bagi
Kaum Muda.” Bilangan Research
aksi-interaksi dan percakapan yang ada di
Center. Accessed April 18, 2021.
dalamnya meskipun tidak selalu berisi http://bilanganresearch.com/gereja-
sudah-tidak-menarik-bagi-kaum-
muatan rohani, namun adalah merupakan
muda.html.
cerminan spiritualitas generasi Z. Ruang
Dawan, Anil. “Memahami Spiritualitas
digital menjadi ruang bagi generasi tersebut Generasi Milenial Di ‘Church Leader
Gathering.’” Wahana Visi. Last
untuk mengekspresikan imannya. Dengan
modified 2020. Accessed April 18,
demikian, gereja harus peka dan dapat 2021. https://wahanavisi.org/id/media-
materi/cerita/detail/memahami-
memberikan respon yang tepat terhadap spiritualitas-generasi-milenial-di-
ekspresi-ekspresi tersebut, sehingga gener- church-leader-gathering.
asi Z tidak terhilang di belantara digital. Dawson, L. L. “Researching Religion in
Cyberspace: Issues and Strategies.” In
DAFTAR PUSTAKA Digital Religion: Understanding
Religious Practice in New Media
Anderson, Keith. The Digital Cathedral: Worlds, edited by Heidi A. Campbell.
Networked Ministry in a Wireless London & New York: Routledge,
World. New York: Morehouse 2013.
Publishing, 2015.

56
Daniel Syafaat Siahaan, “Pendidikan Kristiani 2016): 123–138, accessed April 18, 2021,
Sebagai Instrumen Penyadaran Pentingnya http://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/
Pertumbuhan Spiritualitas Dalam Konteks Budaya gemateologika/article/view/218.
Populer,” GEMA TEOLOGIKA 1, no. 2 (October 31,

393 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

Eliade, Mircea. The Sacred and The Mitchell, Jolyon. “Questioning Media and
Profane: The Nature of Religion. New Religions.” In Between Sacred and
York: A Harvest Book, 1987. Profane: Researching Religions and
Popular Culture, edited by Gordon
Gaidhani, Shilpa, Lokesh Arora, and Lynch. London: I.B. Tauris, 2007.
Bhuvanesh Kumar Sharma.
“Understanding the Attitude of Pattipeilohy, Stella Yessy Exlentya.
Generation Z Towards Workplace.” “Pendidikan Teologi Multikultur:
International Journal of Management, Sebuah Sumbangan Pete Ward.”
Technology and Engineering 9, no. 1 DUNAMIS: Jurnal Teologi dan
(2019): 2804–2819. Pendidikan Kristiani 5, no. 1 (October
17, 2020): 131–152. Accessed April
Gutandjala, Sipra Mariana. Pengaruh 18, 2021. http://www.sttintheos.ac.id/
Teknologi Komunikasi Digital e-journal/index.php/dunamis.
Terhadap Pertumbuhan Karakter
Generasi Net Di Indonesia. Putra, Yanuar Surya. “Theoritical Review :
Teori Perbedaan Generasi.” Among
Institutio:Jurnal Pendidikan Agama
Makarti 9, no. 2 (May 3, 2017): 123–
Kristen. Vol. 4, 2018. Accessed April
134. Accessed April 18, 2021.
18, 2021. http://e-journal.iaknambon.
https://jurnal.stieama.ac.id/index.php/
ac.id/index.php/IT/article/view/148.
ama/article/view/142.
Houtman, Dict, and Stef Aupers. “Religions Rachmawati, Dewi. “Welcoming Gen Z in
of Modernity: Relocating the Sacred to Job World (Selamat Datang Generasi
the Self and the Digital.” In Religions Z Di Dunia Kerja).” In Proceeding
of Modernity: Relocating the Sacred to Indonesian Carrier Center Network
the Self and the Digital, edited by Dict (ICCN) Summit 2019, 21–24, 2019.
Houtman and Stef Aupers. Boston: Accessed April 18, 2021. http://e-
Brill, 2013. journals.unmul.ac.id/index.php/ICCN/
article/view/2721.
Kilde, Jeanne Halgren. “Sacred Power,
Sacred Space: An Introduction to Rahner, Karl. Encyclopedia of Theology.
Christian Architecture and Worship.” London, 1977.
In The Digital Cathedral: Networked Siahaan, Daniel Syafaat. “Pendidikan
Ministry in a Wireless World, edited Kristiani Sebagai Instrumen
by Keith Anderson. Oxford: Oxford Penyadaran Pentingnya Pertumbuhan
University Press, 2008. Spiritualitas Dalam Konteks Budaya
Populer.” GEMA TEOLOGIKA 1, no.
Lovheim, Mie. “Identity.” In Digital 2 (October 31, 2016): 123–138.
Religion: Understanding Religious Accessed April 18, 2021.
Practice in New Media Worlds, edited http://journal-theo.ukdw.ac.id/index.
by Heidi A. Campbell. London & New php/gemateologika/article/view/218.
York: Routledge, 2013. Simon, John Christianto. “Pendidikan
McGrath, Aliester E. Spiritualitas Kristen. Kristiani Di Era Post-Truth: Sebuah
Medan: Bina Media Perintis, 2007. Perenungan Hermeneutis Paul
Ricoeur.” DUNAMIS: Jurnal Teologi
Menconi, Peter. The Intergenerational dan Pendidikan Kristiani 5, no. 1
Church: Understanding (September 30, 2020): 93–110.
Congregations from WWII to Accessed April 18, 2021. http://www.
Www.Com. USA: Mt. Sage sttintheos.ac.id/e-journal/index.php/
Publishing, 2010. dunamis.

394 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)


Dunamis: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol. 5, No. 2, April 2021

Sururi Hsb, Zanniro. “Agama Dan Zaluchu, Sonny Eli. “Opini Sonny Eli
Virtualitas: Menelisik Aktivitas Zaluchu : Tantangan Spiritualitas
Khalayak Dalam Fenomena Sosial Digital.” Tribun Jateng. Last modified
Dan Ritual Keagamaan Di Dunia 2020. Accessed April 18, 2021.
Virtual.” Jurnal Komodifikasi 7, no. 1 https://jateng.tribunnews.com/2020/0
(June 1, 2019): 118–157. Accessed 1/02/opini-sonny-eli-zaluchu-
April 18, 2021. http://103.55.216.56 tantangan-spiritualitas-digital.
/index.php/Komodifikasi/article/view/ Zarra, Ernest J. Helping Parents
10044/6974. Understand the Minds and Hearts of
Walkevield, Gordon’s. A Dictionary of Generations Z. Lanham: Rowman &
Christian Spirituality. London: SCM Littefield, 2017.
Press, 1986.
White, James Emery. Meet Generation Z:
Understanding and Reaching the New
Post-Christian World. Michigan:
Baker Book House, 2017.

395 Copyright© 2021, Dunamis, ISSN 2541-3937 (print), 2541-3945 (online)

Anda mungkin juga menyukai