Anda di halaman 1dari 6

Tantangan dari Karakteristik Pemasaran Jasa

Karakteristik Jasa Tantangan Pemasaran


 Sulit bagi konsumen untuk mengevaluasi
kualitas, khususnya sebelum pembelian dan
konsumsi.
 Sulit menyampaikan karakteristik dan
manfaat jasa dalam promosi. Akibatnya,
Intangibility perusahaan didorong untuk menjual janji.
 Banyak jasa yang hanya memiliki sedikit
unit pengukuran baku. Karenanya, harga
jasa sulit ditetapkan dan dijustifikasi.
 Pelanggan tidak dapat memiliki jasa.
 Pelanggan atau barang miliknya harus
ada/hadir selama penyampaian jasa
(service delivery).
 Pelanggan lain dapat mempengaruhi hasil
jasa, termasuk kualitas layanan dan
kepuasan pelanggan.
 Karyawan jasa merupakan komponen
Inseparability penting karena mereka harus berinteraksi
dengan pelanggan dalam menyampaikan
jasa.
 Mengubah high-contact services menjadi
low-contact sevices bakal menurunkan
biaya, namun mengurangi kualitas layanan.
 Jasa seringkali sulit didistribusikan.
 Kualitas jasa bervariasi menurut waktu,
tempat, dan staf penyedia jasa. Akibatnya,
sangat sulit untuk menyampaikan jasa yang
baik secara konsisten.
 Peluang untuk membakukan penyampaian
Variability jasa amat terbatas.
 Banyak jasa cenderung ter-customized.
Hanya saja, customization dapat
meningkatkan biaya penyampaian jasa
secara dramatis.
 Jasa tidak dapat disimpan untuk pemakaian
di waktu mendatang. Oleh sebab itu,
kapasitas jasa yang tidak terpakai akan
hilang selamanya.
 Permintaan jasa sangat sensitive terhadap
Perishability waktu dan tempat. Konsekuensinya, sulit
menyeimbangkan permintaan dan
penawaran, terutama selama periode
permintaan puncak.
 Fasilitas dan peralatan jasa menganggur
selama periode permintaan sepi.
2.4 Aspek Utama dalam Strategi Pemasaran Jasa

1. Melakukan diferensiasi kompetitif. Perusahaan jasa wajib melakukan diferensiasi melalui inovasi
yang bersifat pre-emptive dalam jangka panjang. Pre-emptive di sini maksudnya adalah
implementasi strategi yang baru bagi bisnis tertentu, sehingga bisa menghasilkan keterampilan atau
aset yang dapat merintangi, mencegah atau menghalangi para pesaing untuk melakukan duplikasi
atau membuat tandingannya. Perusahaan jasa dapat mendiferensiasikan dirinya melalui citra di
mata pelanggan, misalnya melalui simbol-simbol dan merek yang digunakan. Selain itu, perusahaan
dapat melakukan diferensiasi kompetitif dalam penyampaian jasa service delivery) melalui 3 aspek
yang juga dikenal sebagai 3P tambahan (selain 4P berupa product, price, place, dan promotion)
dalam pemasaran jasa, yaitu melalui:

a) Orang (People). Personil yang menyampaikan jasa merupakan elemen kunci dalam
memberikan pengalaman positif dan berkesan bagi pelanggan. Oleh sebab itu, perusahaan
jasa dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih karyawan yang lebih
mampu dan lebih dapat diandalkan dalam berhubungan dengan pelanggan, daripada
karyawan pesaingnya.
b) Bukti fisik (Physical evidence). Pelanggan jasa acapkali sukar menilai kualitas jasa.
Implikasinya penyediaan bukti fisik kualitas jasa dalam wujud fitur fisik yang dapat dilihat
pelanggan (seperti dekorasi, brosur, seragam karyawan, kualitas komunikasi, ruang tunggu
yang nyaman, bentuk bangunan yang tampak megah dan profesional, fasilitas pendingin
ruangan, peralatan canggih yang digunakan, dan seterusnya) berperan penting dalam
meyakinkan pelanggan bahwa mereka menerima layanan berkualitas prima.
c) Proses (Process). Perusahaan jasa wajib merancang proses penyampaian jasa yang superior,
tidak birokrakratis, dan berorientasi pada pelanggan. Dalam high-contact services,
pelanggan terlibat dalam proses penyampaian jasa, sehingga mereka perlu memahami
perannya dengan baik. Sementara itu, teknologi memainkan peran strategik dalam
penyampaian layanan secara online.

2. Mengelola kualitas jasa. Cara lain untuk melakukan diferensiasi adalah secara konsisten
memberika kualitas jasa yang lebih baik dibandingkan para pesaing. Hal ini dapat tercapai dengan
memenuhi atau bahkan melampaui kualitas jasa yang diharapkan oleh pelanggan. Kualitas jasa
sendiri dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dipersepsikan (perceived service) dan jasa yang
diharapkan. Bila jasa yang diperepsikan kecil daripada yang diharapkan maka para pelanggan
menjadi tidak tertarik lagi pada penyedia jasa bersangkutan. Sedangkan apabila yang terjadi adalah
sebaliknya (perceived > epected), maka besar kemungkinan para pelanggan akan menggunakan
penyedia jasa itu lagi. Tiga pakar pemasaran jasa, Leonard L. Berry, A. Parasuraman, dan Valerie A.
Zeithaml, mengemukakan lima determinan kualitas jasa, yaitu reliabilitas, responsivitas, jaminan
(assurance), empati, dan bukti fisik (tangibles). Untuk konteks kualitas layanan online, Zeithaml,
Parasuraman, dan Malhotra mengajukan 11 dimensi yang terdiri atas akses, kemudahan navigasi,
efisiensi, fleksibilitas, reliabilitas, personalisasi, keamanan/privasi, responsivitas, jaminan/ trust,
estetika website, dan pengetahuan harga. Selain itu, Berry, Parasuraman, dan Zeithaml juga
mengicdentifikasi 5 gap yang berpotensi menyebabkan kegagalan penyampaian jasa:

a) Gap antara ekspektasi konsumen dan persepsi manajemen. Dalam praktik, pihak
manajemen sebuah perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang
dinginkan para pelanggan secara akurat. Akibatnya, manajemen tidak mengetahui
bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang
diinginkan konsumen. Contohnya, pengelola katering mungkin mengira para pelanggannya
lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantaran makanannya, padahal para pelanggan
tersebut mungkin lebih memperhatikan variasi menu yang disajikan.
b) Gap antara persepsi manajemen terhadap ekspektasi konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.
Ada kalanya manajemen mampu memahami secara akurat apa yang diinginkan oleh
pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja spesifik yang jelas. Hal ini bisa
dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas
jasa, kekurangan sumberdaya, atau karena adanya kelebihan permintaan. Sebagai contoh,
manajemen sebuah bank meminta para stafnya agar memberikan pelayanan secara ‘cepat’
tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat.
c) Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab
terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban
kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak mau
memenuhi standar yang ditetapkan. Selain itu, mungkin pula karyawan dihadapkan pada
standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain, misalnya para juru
rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah pasien,
tetapi di sisI lain mereka juga harus melayani para pasien dengan cepat
d) Gap antara Penyampaian jasa dan komunikasi ekstenal. Seringkali ekspektasi pelanggan
dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang
dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.
Misalnya, brosur sebuah lembaga pendidikan menyatakan bahwa lembaganya merupakan
yang terbaik; memiliki sarana kuliah, praktikum dan perpustakaan lengkap; dan staf
pengajarnya profesional. Akan tetapi, saat calon mahasiswa datang dan mempersepsikan
bahwa ternyata fasilitas praktikum dan perpustakaannya biasa-biasa saja (hanya memiliki
beberapa rak buku; jumlah komputer relatif sedikit; komputer yang tersedia relatif jadul;
judul dan eksemplar buku terbatas), maka sebenarnya komunikasi eksternal yang dilakukan
lembaga pendidikan tersebut telah mendistorsi ekspektasi konsumen dan menyebabkan
terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa lembaga bersangkutan.
e) Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila
pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga
keliru mempersepsikan kualitas jasa bersangkutan. Misalnya, seorang dokter bisa saja terus
mengunjungi pasiennya untuk menunjukkan perhatiannya. Akan tetapi, sang pasien
mungkin malah menginterpretasikannya sebagai indikasi bahwa ada yang tidak beres
berkenaan dengan penyakit yang dideritanya.

3. Mengelola produktivitas. Ada enam pendekatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
produktivitas jasa, yaitu:

a) Penyedia jasa bekerja lebih keras atau dengan lebih cekatan daripada biasanya.
b) Meningkatkan kuantitas jasa dengan mengurangi sebagian kualitasnya.
c) Mengindustrialisasikan jasa tersebut dengan menambah perlengkapan dan melakukan
standardisasi produksi.
d) Mengurangi atau menggantikan kebutuhan terhadap suatu jasa tertentu dengan jalan
menemukan solusi berupa produk, seperti halnya TV menggantikan hiburan luar rumah,
pakaian wash-and-wear mengurangi kebutuhan akan commercial laundries; DVD musik
menggantikan tayangan konser secara live, dan seterusnya.
e) Merancang jasa yang lebih efektif.
f) Memberikan insentif kepada para pelanggan untuk melakukan sebagian tugas perusahaan.
4. Mengelola penawaran dan permintaan jasa. Menyesuaikan kapasitas dan permintaan perusahaan
jasa umumnya sulit dilakukan, karena jasa bersifat tidak tahan lama (perishable). Selain itu,
variabilitas dalam kapasitas jasa juga sangat tinggi. Penyebabnya adalah partisipasi pelanggan dalam
penyampaian jasa, padahal setiap pelanggan bersifat unik. Sebagian besar operasi jasa memiliki
batas maksimum kapasitas produktif. Jika permintaan melampaui penawaran, maka ada
kemungkinan perusahaan akan kehilangan sebagian pelanggannya atau mungkin juga pelanggan
terpaksa menunggu. Kondisi ini kontras dengan keadaan bila penawaran melebihi permintaan, di
mana kapasitas produktif tersebut akan hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan. Oleh karena
itu, setiap perusahaan jasa perlu memahami faktor-faktor yang membatasi kapasitasnya dan pola
permintaan yang dihadapi.

2.5 Ancangan yang Bisa Dipilih Setiap Penyedia Jasa Dalam Hal Manajemen Permintaan Jasa

a. Tidak melakukan apapun. Dalam pendekatan ini, perusahaan membiarkan tingkat


permintaannya, tanpa melakukan pcngurangan ataupun penambahan. Akan ada tiga
kemungkinan yang bisa terjadi, yakni: Pertama, situasi kapasitas tidak memadai (permintaan
berlebihan). Akan terjadi antrean yang tidak teratur, sehingga berpotensi mengecewakan
Sebagian pelanggan dan membuat mereka tidak akan memanfaatkan jasa perusahaan lagi di
masa mendatang. Kedua, kapasitas layanan memadai (permintaan memuaskan) atau dapat
dimanfaatkan secara penuh. Ketiga, kapasitas berlebih (permintaan kurang). Sebagian
kapasitas terbuang percuma dan berpotensi membuat sebagian konsumen kecewa dan
mempersepsikan bahwa kualitas jasa cenderung jelek. Sebagai ilustrasi, restoran, bioskop,
obyek wisata, konser musik, dan pasar malam yang sepi pengunjung bisa menimbulkan
kesan bahwa kualitasnya jelek. Calon pengunjung atau penonton juga menjadi malas atau
enggan mendatanginya.
b. Mengurangi permintaan. Ancangan Ini dilaksanakan dengan cara mengurangi permintaan
pada periode permintaan puncak. Dalam kondisi permintaan jauh melampaui kapasitas,
penetapan harga yang lebih mahal dapat meningkatkan laba. Namun demikian, perusahaan
harus mempertimbangkan secara cermat elastisitas harga terhadap jasa perusahaan, yaitu
seberapa besar pengaruh perubahan harga terhadap perubahan volume permintaan
pelanggan atas jasa perusahaan. Setiap tipe pelanggan memiliki tingkat sensitivitas harga
yang berbeda. Contohnya, para eksekutif dan pelaku bisnis cenderung lebih berdaya beli dan
bersedia membayar lebih mahal untuk jasa penerbangan dibandingkan mahasiswa. Oleh
karena itu, dalam industri penerbangan sering dijumpai kelas pelayanan yang berbeda, yakni
kelas eksekutif dan kelas ekonomi. Tarif untuk kelas eksekutif lebih mahal, tetapi
mendapatkan beberapa fasilitas pelayanan yang lebih baik, seperti tempat duduk yang lebih
nyaman dan luas, pelayanan yang lebih personal, menu hidangan yang lebih bervariasi,
fasilitas hiburan on-flight, dan lain-lain. Selain itu, perusahaan perlu mendorong
pemanfaatan jasa pada waktu atau kesempatan lain. Cara yang ditempuh adalah
menerapkan diferential pricing atau menggunakan insentif harga, misalnya memberikan
potongan harga khusus untuk interlokal pada malam hari dan hari libur. Cara lain adalah
dengan melakukan demarketing pada periode sibuk, misalnya menggunakan iklan yang
mendorong agar konsumen berbelanja lebih awal, sehingga tidak perlu berdesak-desakan
pada saat-saat menjelang Lebaran. Iklan tersebut bişa juga disertai dengan potongan harga
khusus yang menarik.
c. Meningkatkan permintaan. Ancangan ini bertujuan meningkatkan permintaan pada saat
terjadi kapasitas berlebihan. Harga dapat diturunkan secara selektif agar semua biaya
relevan (relevant cost) tertutupi. Di samping itu, perusahaan juga perlu memantaatkan
komunikasi pemasaran dan distribusi (lokasi dan timing penyampaian jasa), serta
menciptakan variasi jasa (yang memberikan nilai tambah) agar dapat menaikkan tingkat
penggunaan jasa oleh pelanggan. Sebagai contoh, untuk menaikkan tingkat hunian sebuah
resort hotel selama periode sepi, hotel tersebut digunakan pula sebagai tempat retret.
Kapasitas berlebihan sering menjadi masalah utama pada fasilitas jasa yang sifatnya sangat
dipengaruhi oleh faktor musiman. Misalnya saja, pemakaian telepon, taman hiburan,
bioskop, jasa angkutan umum dalam kota dan luar kota, dan lain-lain. Permintaan pada
masa-masa sepi, di mana kapasitasnya menjadi berlebihan, dapat pula ditingkatkan dengan
cara penetapan harga diferensial.
d. Menyimpan permintaan dengan sistem reservasi dan janji (appointment). Ancangan ini
bertujuan ‘menyimpan’ permintaan sampai tersedia kapasitas yang memadai. Cara yang
ditempuh adalah membuat sistem reservasi atau janji, di mana pelanggan dijanjikan akan
dilayani pada waktu tertentu. Dengan demikian, pelanggan tidak perlu mengantre lama.
Sistem reservasi dan janji banyak diterapkan perusahaan-perusahaan penerbangan,
restoran, hotel dan motel, penyewaan mobil, bioskop, dokter, psikolog, dan konsultan.
Dalam praktik, untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kerugian akibat reservasi yang tidak
dipergunakan, tidak jarang perusahaan menerima reservasi melampaui tempat yang
tersedia. Namun, cara ini mengandung risiko, yaitu apabila semua reservasi akan digunakan
pada saat bersamaan. Untuk itu, perusahaan perlu mengembalikan uang pelanggan,
memberikan ganti rugi, dan/atau mencarikan pengganti jasa untuk pelanggan yang telah
memesan tetapi tidak terlayani. Misalnya, Penerbangan yang dibatalkan harus dicarikan
gantinya pada penerbangan berikutnya. Hotel yang telah terisi penuh mengalihkan sebagian
tamunya yang tidak tertampung ke hotel terdekat yang kualitasnya setara. Tak jarang
penyedia jasa menggunakan “sistem cadangan atau waiting list, seperti yang dilakukan
sekolah dan universitas semasa pendaftaran ulang calon siswa atau mahasiswa baru. Dalam
sistem reservasi maupun janji, perusahaan perlu pula mempertimbangkan sistem prioritas
bagi segmen-segmen pasar utama (yang paling diinginkan). Sedangkan pelanggan lainnya
diarahkan untuk mengubah/mengalihkan waktu konsumsinya ke periode tidak sibuk atau ke
periode puncak yang akan datang.
e. Menyimpan permintaan dengan antrean formal. Ancangan ini bertujuan ‘menyimpan’
permintaan dengan cara mengembangkan sistem antrean formal. Perusahaan perlu menjaga
kenyamanan selama pelanggan menanti gilirannya dilayani. Bacaan, makanan ringan,
minuman, ruang tunggu ber-AC, kursi nyaman dalam jumlah memadai, dan TV merupakan
beberapa hal yang mungkin perlu disediakan agar pelanggan tidak bosan selama menunggu.
Di samping itu, dibutuhkan pula upaya memprediksi secara akurat periode dan lamanya
menunggu.
f. Mengembangkan jasa atau pelayanan komplementer selama waktu sibuk. Jasa
komplementer disediakan untuk memberikan alternatif kepada para pelanggan yang sedang
menunggu, misalnya penggunaan ATM (Automatic Teller Machine) di bank-bank,
penambahan bar pada restoran, dan bioskop menyediakan pula videogame di lobby. Jasa
komplementer dapat memberikan beberapa macam manfaat. Pertama, kegelisahan
pelanggan yang sedang menunggu dapat berkurang karena waktu menunggunya bisa diisi
dengan aktivitas lain. Kedua, perusahaan bisa memperoleh penghasilan tambahan. Ketiga,
permintaan agregat terhadap jasa perusahaan bisa menjadi lebih seragam atau merata.
2.6 Strategi yang Bisa Dipilih Perusahaan Jasa Dengan Tingkat Permintaan yang Berfluktuas
a) Menggunakan karyawan paruh-waktu. Karyawan paruh-waktu banyak yang dipekerjakan
selama periode sibuk. Strategi ini banyak diterapkan pada jasa yang terstandarisasi dan
untuk tugas yang tidak terlalu banyak membutuhkan keterampilan khusus. Misalnya, toko-
toko busana, kantor pos, dan restoran siap saji mempekerjakan tenaga tambahan paruh-
waktu (misalnya para pelajar dan mahasiswa yang ingin mencari pengalaman atau
menambah penghasilan) pada waktu menjelang Hari Natal dan Tahun Baru, Lebaran, atau
saat-saat permintaan puncak lainnya.
b) Menyewa atau berbagi fasilitas dan peralatan tambahan. Untuk menghindari investasi
tambahan yang cukup mahal dan tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan, perusahaan jasa
dapat menyewa fasilitas atau peralatan tambahan yang dipergunakan selama periode
puncak/sibuk. Alternatif lainnya adalah mengembangkan shared services, misalnya beberapa
rumah sakit secara bersama-sama membeli peralatan medis tertentu untuk dipergunakan
bersama. Beberapa perusahaan penerbangan juga dapat memanfaatkan peralatan
penanganan bagasi, pintu masuk, konter check-in, dan berbagai fasilitas lainnya secara
bersama-sama.
c) Menjadwalkan aktivitas downtime selama periode permintaan sepi. Guna menjamin bahwa
seluruh kapasitas produktif perusahaan dapat tersedia selama periode puncak, maka
aktivitas-aktivitas seperti renovasi bangunan, reparasi, liburan karyawan, dan pelatihan
harus dijadwalkan selama periode permintaan diramalkan rendah. Dengan kata lain,
perusahaan menerapkan peak-time efficiency routines, di mana karyawan hanya melakukan
tugas-tugas pokok selama periode permintaan puncak. Di samping itu, perusahaan
menjadwalkan beberapa shift kerja dalam satu hari. Penjadwalan ini sangat penting
terutama bagi perusahaan jasa yang menghadapi permintaan siklikal, seperti rumah sakit,
bank, kepolisian, dan warnet atau game center.
d) Melakukan pelatihan silang (cross-training) terhadap karyawan. Para karyawan dilatih untuk
melakukan berbagai macam tugas, supaya mereka dapat saling membantu dan menunjang.
Hal ini sangat bermanfaat apabila terjadi bottleneck, di mana sebagian karyawan
menghadapi periode sibuk sementara karyawan lainnya relatif santai. Misalnya, di saat
sebagian karyawan bagian persediaan relatif santai (pekerjaannya relatif tidak banyak),
mereka akan diperbantukan pada bagian kasir bila antrean di kasir supermarket mulai
memanjang.
e) Meningkatkan partisipasi para pelanggan. Perusahaan dapat mengupayakan keterlibatan
pelanggan sebagai co-producer dalam tugas-tugas tertentu (komponen jasa yang bersifat
customer self-service), misalnya pasien mengisi sendiri catatan medisnya, konsumen
menaruh sendiri barang-barang belanjaannya di supermarket, dan pelanggan mengambil
sendiri makanan dan minuman yang dipesan di restoran siap saji.

Kenyataannya, jasa atau layanan bisa menjadi salah satu aspek diferensiasi, yaitu service
differentiation (seperti kemudahan pemesanan, pengiriman, instalasi, pelatihan pelanggan,
konsultasi pelanggan, pemeliharaan dan reparasi). Pelanggan acapkali mengkhawatirkan tiga hal
berkenaan dengan layanan produk

(a) Reliabilitas produk dan frekuensi kerusakan yang mungkin terjadi;


(b) Downtime dan biaya yang diakibatkannya; serta
(c) Out-of-pocket costs berkaitan dengan pemeliharaan dan reparasi.

Implikasinya, pemasar produk fisik wajib menyediakan product-support services yang andal dan
terpercaya. Hal itu, membutuhkan pemahaman atas strategic intent dan sumber keunggulan
kompetitif.

Anda mungkin juga menyukai