1. Melakukan diferensiasi kompetitif. Perusahaan jasa wajib melakukan diferensiasi melalui inovasi
yang bersifat pre-emptive dalam jangka panjang. Pre-emptive di sini maksudnya adalah
implementasi strategi yang baru bagi bisnis tertentu, sehingga bisa menghasilkan keterampilan atau
aset yang dapat merintangi, mencegah atau menghalangi para pesaing untuk melakukan duplikasi
atau membuat tandingannya. Perusahaan jasa dapat mendiferensiasikan dirinya melalui citra di
mata pelanggan, misalnya melalui simbol-simbol dan merek yang digunakan. Selain itu, perusahaan
dapat melakukan diferensiasi kompetitif dalam penyampaian jasa service delivery) melalui 3 aspek
yang juga dikenal sebagai 3P tambahan (selain 4P berupa product, price, place, dan promotion)
dalam pemasaran jasa, yaitu melalui:
a) Orang (People). Personil yang menyampaikan jasa merupakan elemen kunci dalam
memberikan pengalaman positif dan berkesan bagi pelanggan. Oleh sebab itu, perusahaan
jasa dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih karyawan yang lebih
mampu dan lebih dapat diandalkan dalam berhubungan dengan pelanggan, daripada
karyawan pesaingnya.
b) Bukti fisik (Physical evidence). Pelanggan jasa acapkali sukar menilai kualitas jasa.
Implikasinya penyediaan bukti fisik kualitas jasa dalam wujud fitur fisik yang dapat dilihat
pelanggan (seperti dekorasi, brosur, seragam karyawan, kualitas komunikasi, ruang tunggu
yang nyaman, bentuk bangunan yang tampak megah dan profesional, fasilitas pendingin
ruangan, peralatan canggih yang digunakan, dan seterusnya) berperan penting dalam
meyakinkan pelanggan bahwa mereka menerima layanan berkualitas prima.
c) Proses (Process). Perusahaan jasa wajib merancang proses penyampaian jasa yang superior,
tidak birokrakratis, dan berorientasi pada pelanggan. Dalam high-contact services,
pelanggan terlibat dalam proses penyampaian jasa, sehingga mereka perlu memahami
perannya dengan baik. Sementara itu, teknologi memainkan peran strategik dalam
penyampaian layanan secara online.
2. Mengelola kualitas jasa. Cara lain untuk melakukan diferensiasi adalah secara konsisten
memberika kualitas jasa yang lebih baik dibandingkan para pesaing. Hal ini dapat tercapai dengan
memenuhi atau bahkan melampaui kualitas jasa yang diharapkan oleh pelanggan. Kualitas jasa
sendiri dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dipersepsikan (perceived service) dan jasa yang
diharapkan. Bila jasa yang diperepsikan kecil daripada yang diharapkan maka para pelanggan
menjadi tidak tertarik lagi pada penyedia jasa bersangkutan. Sedangkan apabila yang terjadi adalah
sebaliknya (perceived > epected), maka besar kemungkinan para pelanggan akan menggunakan
penyedia jasa itu lagi. Tiga pakar pemasaran jasa, Leonard L. Berry, A. Parasuraman, dan Valerie A.
Zeithaml, mengemukakan lima determinan kualitas jasa, yaitu reliabilitas, responsivitas, jaminan
(assurance), empati, dan bukti fisik (tangibles). Untuk konteks kualitas layanan online, Zeithaml,
Parasuraman, dan Malhotra mengajukan 11 dimensi yang terdiri atas akses, kemudahan navigasi,
efisiensi, fleksibilitas, reliabilitas, personalisasi, keamanan/privasi, responsivitas, jaminan/ trust,
estetika website, dan pengetahuan harga. Selain itu, Berry, Parasuraman, dan Zeithaml juga
mengicdentifikasi 5 gap yang berpotensi menyebabkan kegagalan penyampaian jasa:
a) Gap antara ekspektasi konsumen dan persepsi manajemen. Dalam praktik, pihak
manajemen sebuah perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang
dinginkan para pelanggan secara akurat. Akibatnya, manajemen tidak mengetahui
bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang
diinginkan konsumen. Contohnya, pengelola katering mungkin mengira para pelanggannya
lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantaran makanannya, padahal para pelanggan
tersebut mungkin lebih memperhatikan variasi menu yang disajikan.
b) Gap antara persepsi manajemen terhadap ekspektasi konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.
Ada kalanya manajemen mampu memahami secara akurat apa yang diinginkan oleh
pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja spesifik yang jelas. Hal ini bisa
dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas
jasa, kekurangan sumberdaya, atau karena adanya kelebihan permintaan. Sebagai contoh,
manajemen sebuah bank meminta para stafnya agar memberikan pelayanan secara ‘cepat’
tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat.
c) Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab
terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban
kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak mau
memenuhi standar yang ditetapkan. Selain itu, mungkin pula karyawan dihadapkan pada
standar-standar yang kadangkala saling bertentangan satu sama lain, misalnya para juru
rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah pasien,
tetapi di sisI lain mereka juga harus melayani para pasien dengan cepat
d) Gap antara Penyampaian jasa dan komunikasi ekstenal. Seringkali ekspektasi pelanggan
dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang
dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.
Misalnya, brosur sebuah lembaga pendidikan menyatakan bahwa lembaganya merupakan
yang terbaik; memiliki sarana kuliah, praktikum dan perpustakaan lengkap; dan staf
pengajarnya profesional. Akan tetapi, saat calon mahasiswa datang dan mempersepsikan
bahwa ternyata fasilitas praktikum dan perpustakaannya biasa-biasa saja (hanya memiliki
beberapa rak buku; jumlah komputer relatif sedikit; komputer yang tersedia relatif jadul;
judul dan eksemplar buku terbatas), maka sebenarnya komunikasi eksternal yang dilakukan
lembaga pendidikan tersebut telah mendistorsi ekspektasi konsumen dan menyebabkan
terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa lembaga bersangkutan.
e) Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila
pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga
keliru mempersepsikan kualitas jasa bersangkutan. Misalnya, seorang dokter bisa saja terus
mengunjungi pasiennya untuk menunjukkan perhatiannya. Akan tetapi, sang pasien
mungkin malah menginterpretasikannya sebagai indikasi bahwa ada yang tidak beres
berkenaan dengan penyakit yang dideritanya.
3. Mengelola produktivitas. Ada enam pendekatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
produktivitas jasa, yaitu:
a) Penyedia jasa bekerja lebih keras atau dengan lebih cekatan daripada biasanya.
b) Meningkatkan kuantitas jasa dengan mengurangi sebagian kualitasnya.
c) Mengindustrialisasikan jasa tersebut dengan menambah perlengkapan dan melakukan
standardisasi produksi.
d) Mengurangi atau menggantikan kebutuhan terhadap suatu jasa tertentu dengan jalan
menemukan solusi berupa produk, seperti halnya TV menggantikan hiburan luar rumah,
pakaian wash-and-wear mengurangi kebutuhan akan commercial laundries; DVD musik
menggantikan tayangan konser secara live, dan seterusnya.
e) Merancang jasa yang lebih efektif.
f) Memberikan insentif kepada para pelanggan untuk melakukan sebagian tugas perusahaan.
4. Mengelola penawaran dan permintaan jasa. Menyesuaikan kapasitas dan permintaan perusahaan
jasa umumnya sulit dilakukan, karena jasa bersifat tidak tahan lama (perishable). Selain itu,
variabilitas dalam kapasitas jasa juga sangat tinggi. Penyebabnya adalah partisipasi pelanggan dalam
penyampaian jasa, padahal setiap pelanggan bersifat unik. Sebagian besar operasi jasa memiliki
batas maksimum kapasitas produktif. Jika permintaan melampaui penawaran, maka ada
kemungkinan perusahaan akan kehilangan sebagian pelanggannya atau mungkin juga pelanggan
terpaksa menunggu. Kondisi ini kontras dengan keadaan bila penawaran melebihi permintaan, di
mana kapasitas produktif tersebut akan hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan. Oleh karena
itu, setiap perusahaan jasa perlu memahami faktor-faktor yang membatasi kapasitasnya dan pola
permintaan yang dihadapi.
2.5 Ancangan yang Bisa Dipilih Setiap Penyedia Jasa Dalam Hal Manajemen Permintaan Jasa
Kenyataannya, jasa atau layanan bisa menjadi salah satu aspek diferensiasi, yaitu service
differentiation (seperti kemudahan pemesanan, pengiriman, instalasi, pelatihan pelanggan,
konsultasi pelanggan, pemeliharaan dan reparasi). Pelanggan acapkali mengkhawatirkan tiga hal
berkenaan dengan layanan produk
Implikasinya, pemasar produk fisik wajib menyediakan product-support services yang andal dan
terpercaya. Hal itu, membutuhkan pemahaman atas strategic intent dan sumber keunggulan
kompetitif.