Anda di halaman 1dari 455

KATA PENGANTAR

Kemenristek/BRIN melalui Direktorat Sistem Inovasi, Deputi Bidang Penguatan Inovasi


telah menginisiasi penyusunan model pengukuran indeks daya saing daerah (IDSD) yang
diharapkan dapat menggambarkan kondisi dan kemampuan suatu daerah dalam
mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya melalui peningkatan produktifitas, nilai
tambah dan persaingan baik domestik maupun internasional demi kesejahteraan yang
tinggi dan berkelanjutan. IDSD juga dapat diartikan sebagai refleksi tingkat produktivitas,
kemajuan, persaingan dan kemandirian suatu daerah. Pentingnya IDSD sebagai alat
untuk menilai keberhasilan suatu daerah untuk dapat bersaing dengan daerah lain dan
mendukung daya saing nasional. Pengukuran IDSD diharapkan menjadi salah satu dasar
utama penyusunan dan penetapan kebijakan nasional maupun daerah yang mendorong
sinergi program antar sektor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kepemimpinan daerah yang inovatif.
Kegiatan Pemetaan IDSD di Tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia ini
ditahun 2020, dimulai dari penyusunan panduan, workshop sosialisasi, pengisian
instrument, verifikasi isian, masa sanggah, dan penilaian. IDSD yang disusun melalui
aplikasi ini akan selalu berubah menyesualkan data terbaru. Tentu saja basis data ini
masih banyak kekurangannya, sehingga kami berharap adanya masukan demi perbaikan
kedepannya.
Memperhatikan betapa pentingnya daya saing, maka daya saing tersebut menjadi tiga
prioritas penting dari sembilan visi, misi, dan program aksi Presiden Joko Widodo yang
dikenal dengan sebutan Nawacita. Tiga prioritas yang terkait dengan daya saing adalah
(1) meningkatkan kualitas hidup manusia; (2) meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar internasional; dan (3) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi dalam kajian ini, terutama kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota
yang telah melakukan pemetaan IDSD sehingga kajian ini bisa terlaksana. Kami berharap
agar kajian ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait dalam
upaya peningkatan daya saing dan penerapan inovasi dalam pembangunan daerah.

Jakarta, Desember 2020


Tim Penyusun

3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
1. PENDAHULUAN 7
1.1. Latar Belakang 7
1.2. Tujuan, Sasaran dan Kegunaan 8
1.3. Metoda Pendekatan 9
1.4. Pengertian dan Konsep 9
1.5. Landasan Hukum 15
1.6. Data dan Metode 19
1.7. Komponen Indeks Daya Saing Daerah (Aspek, Pilar, Dimensi dan Indikator) 21
1.8. Metode Perhitungan Indeks Daya Saing Daerah 29
1.9. Tahapan Pelaksanaan Pemetaan IDSD Tahun 2020 29
1.10. Penilaian Akhir Indeks Daya Saing Daerah 32
2. GAMBARAN IDSD TAHUN 2020 provinsi, Kabupaten dan KOTA 33
2.1. IDSD Tahun 2020 Tingkat Provinsi 33
2.2. IDSD Tahun 2020 Tingkat Kabupaten 36
2.3. IDSD Tahun 2020 Tingkat Kota 42
2.4. IDSD Tahun 2020 Tingkat Provinsi Berbasis Aspek 44
2.5. IDSD Tahun 2020 Tingkat Kabupaten Berbasis Aspek 48
2.6. IDSD Tahun 2020 Tingkat Kota Berbasis Aspek 57
3. IDSD 2020 tingkat provinsi 63
3.1. Provinsi Aceh 63
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 63
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 65
3.2. Provinsi Sumatera Utara 66
A. Identifikasi Peluang / Kendala dan Inventarisasi Urgensi 66
B. Pemetaan Sektor/Komponen Pembentuk Andalan 67
3.3. Provinsi Riau 71
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 71
B. Pemetaan Sektor Andalan 72
3.4. Provinsi Jambi 72
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 72
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 73
3.5. Provinsi Sumatera Selatan 75
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 75
B. Pemetaan Sektor Andalan 78
3.6. Provinsi Bengkulu 85

4
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 85
B. Pemetaan Sektor / Komponen Pembentuk Andalan 86
3.7. Provinsi Lampung 87
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 87
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 88
3.8. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 94
A. ldentifikasi Peluang/Kendala dan lnventarisasl Urgensi 94
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 95
3.9. Provinsi Kepulauan Riau 100
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 100
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 104
3.10. Provinsi DKI Jakarta 105
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 105
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 108
3.11. Provinsi Jawa Barat 110
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 110
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 112
3.12. Provinsi Jawa Tengah 116
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 116
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 122
3.13. Provinsi DI. Yogyakarta 123
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 123
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 138
3.14. Provinsi Jawa Timur 139
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi 139
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 200
3.15. Provinsi Banten 228
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 228
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 230
3.16. Provinsi Nusa Tenggara Timur 235
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 235
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 237
3.17. Provinsi Kalimantan Barat 239
A. Identifikasi Peluang/Kendala Dan Inventarisasi Urgensi 239
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 247
3.18. Provinsi Sulawesi Selatan 260
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 260
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan 261
3.19. Provinsi Maluku Utara 265
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi 265
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Unggulan 267

5
4. PILAR DAYA SAING DAERAH 270
4.1. Pilar Kelembagaan 270
4.2. Pilar Infrastruktur 270
4.3. Pilar Perekonomian Daerah 271
4.4. Pilar Kesehatan 271
4.5. Pilar Pendidikan dan Keterampilan 272
4.6. Pilar Efisiensi Pasar Produk 273
4.7. Pilar Ketenagakerjaan 274
4.8. Pilar Akses Keuangan 274
4.9. Pilar Ukuran Pasar 275
4.10. Pilar Dinamika Bisnis 275
4.11. Pilar Kapasitas Inovasi 276
4.12. Pilar Kesiapan Teknologi 277
5. STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN DAYA SAING 278
6. PENUTUP 283
6.1. KESIMPULAN 283
6.2. SARAN DAN REKOMENDASI 284
DAFTAR BACAAN 285

6
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengembangan wilayah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
harus dilakukan dengan suatu pembangunan yang berkelanjutan. Tingkat daya saing
(competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam konsep pembangunan
daerah berkelanjutan. Semakin tinggi tingkat daya saing suatu daerah, maka
tingkat kesejahteraan masyarakatnya pun semakin tinggi. Suatu daerah akan
memiliki reaksi yang berbeda dalam menyikapi dampak dari adanya fenomena
globalisasi ini, hal tersebut akan sangat menentukan posisi tawar masing-masing
daerah dalam kancah persaingan global yang semakin ketat. Keadaan tersebut
selanjutnya harus diartikan sebagai tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk
meningkatkan daya aing masing-masing daerah, dimana tingginya daya saing antar
daerah di Indonesia secara keseluruhan merupakan penentu bagi peningkatan daya
saing nasional ditengah tingginya tuntutan untuk dapat bersaing secara global.
Situasi global yang terus berkembang ke arah keterbukaan pasar dan pengintegrasian
perekonomian menuntut Indonesia terus menerus memperkuat daya saing dengan
memanfaatkan keunggulan yang dimiliki. Untuk itu, masyarakat Iptek yang terdiri
dari lembaga litbang, Perguruan Tinggi, badan usaha, dan seluruh pemangku
kepentingan bidang Iptek mengharapkan peran Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk meningkatkan dan memperkokoh daya
saing ekonomi nasional dengan mewujudkan program-program nyata.
Indonesia mempunyai potensi yang lebih besar untuk menjadi negara maju karena
mempunyai modal pembangunan yang siap untuk diolah. Sebagai negara kepulauan,
kekayaan laut Indonesia yang luas merupakan modal pembangunan yang dapat
didayagunakan. Biodiversitas tanaman, binatang yang hidup di hutan, serta
biodiversitas laut dapat diolah menjadi bahan pangan, energi, dan obat-obatan.
Sementara itu, Perguruan Tinggi, lemlitbang, dan industri menjadi pihak-pihak yang
kompeten untuk mengolah dan memberikan nilai tambah pada produk-produk
berbasis sumberdaya alam tersebut.
Kemenristek/BRIN melalui Direktorat Sistem Inovasi, Deputi Bidang Penguatan
Inovasi telah menginisiasi penyusunan model pengukuran indeks daya saing daerah
(IDSD) yang diharapkan dapat menggambarkan kondisi dan kemampuan suatu

7
daerah dalam mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya melalui peningkatan
produktifitas, nilai tambah dan persaingan baik domestik maupun internasional demi
kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. IDSD juga dapat diartikan sebagai
refleksi tingkat produktivitas, kemajuan, persaingan dan kemandirian suatu daerah.
Pentingnya IDSD sebagai alat untuk menilai keberhasilan suatu daerah untuk dapat
bersaing dengan daerah lain dan mendukung daya saing nasional. Pengukuran IDSD
diharapkan menjadi salah satu dasar utama penyusunan dan penetapan kebijakan
nasional maupun daerah yang mendorong sinergi program antar sektor untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan daerah yang inovatif.
Selain diperkuat oleh hasil kajian teoritik, model IDSD juga disusun dengan
mempelajari model indeks yang sedang dikembangkan atau dikeluarkan oleh lembaga
lain baik dalam maupun luar negeri seperti Indeks Inovasi Daerah (LAN); Indeks
Government Award (Kemdagri); dan Indeks Pembangunan Manusia ; Global
Competitiveness Index - World Economic Forum (GCI-WEF); Global Innovation Index
(GII - Johnson Cornell University, WIPO dan Insead) dan Asian Competitiveness Indeks
(ACI) yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia dan ketersediaan data
sampai level provinsi dan kabupaten/kota. Indeks ini menggunakan 4 aspek utama
yaitu lingkungan penguat, sumberdaya manusia, pasar dan ekosistem inovasi; 12
pilar yaitu Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan,
Pendidikan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar,
Adopsi Teknologi, Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi dengan 23 Dimensi dan 97
indikator (kuisioner).
IDSD juga dapat diartikan sebagai refleksi tingkat produktivitas, kemajuan,
persaingan dan kemandirian suatu daerah. Pentingnya IDSD sebagai alat untuk
menilai keberhasilan suatu daerah untuk dapat bersaing dengan daerah lain dan
mendukung daya saing nasional. Pengukuran IDSD diharapkan menjadi salah satu
dasar utama penyusunan dan penetapan kebijakan nasional maupun daerah yang
mendorong sinergi program antar sektor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan kepemimpinan daerah yang inovatif.

1.2. Tujuan, Sasaran dan Kegunaan


Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) memiliki asas: kebebasan akademik, partisipatif,
keterbukaan, akuntabilitas, manfaat serta keberlanjutan. Dengan tujuan dari
pengukuran Indeks Daya Saing daerah, antara lain adalah :

8
1. Mengukur pencapaian seluruh aktivitas di daerah dalam memanfaatkan segala
potensi yang dimiliki dengan mengoptimalkan ekosisten, potensi dan berbagai
hasil iptek dan inovasi untuk menciptakan daya saing dan kesejahteraan yang
tinggi dan berkelanjutan
2. Menjadi pendorong kepada seluruh stakeholder terutama para pelaku inovasi
(seluruh lembaga, daerah, dunia usaha dan masyarakat) agar dapat terpacu dalam
mewujudkan ide kreatif dalam penciptaan nilai tambah, baik sebagai individu
maupun melalui kemitraan dan kerjasama antar unsur inovasi dalam rangka
meningkatkan tingkat daya saing dan kesejahteraan yang tinggi dan
berkelanjutan.
3. Sebagai upaya untuk mendukung kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia;
4. Menjadikan dasar dalam perumusan, penetapan, evaluasi dan monitoring
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah.
5. Menjadi alat dalam proses harmonisasi berbagai kebijakan dan program
pembangunan baik pada level nasional dan daerah

1.3. Metoda Pendekatan


Metode yang digunakan dalam penyusunan model pengukuran indeks daya saing
di daerah adalah studi literatur, public hearing, Foccussed Group Discussion, expert
judgment, statistical analysis dan benchmarking terhadap model-model pengukuran
indeks beserta komponen dan indikatornya. Disamping itu, agar model yang
dihasilkan memiliki tingkat validitas yang tinggi, maka dilakukan validasi dan uji terap
di beberapa daerah terpilih.

1.4. Pengertian dan Konsep


Desentralisasi yang dilaksanakan di Indonesia merupakan upaya untuk
meningkatkan geliat pertumbuhan ekonomi di daerah. Kondisi ini membuka
kesempatan seluas-luasnya bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan
kemakmuran masyarakatnya melalui inovasi, peningkatan transparansi dan
akuntabilitas, serta menciptakan tata kelola ekonomi ke arah yang lebih kompetitif
dan berdaya saing tinggi. Pembentukan daya saing tentu tidak hanya mencakup
upaya untuk memperkuat sinergi berbagai sektor pembangunan daerah, tetapi juga
mencakup penyempurnaan secara struktural dalam sistem pembangunan daerah
agar pembangunan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara lebih
efektif dan efisien.

9
Daya saing daerah menurut Bank Indonesia didefinisikan sebagai kemampuan
perekonomian daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan
berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional.
Konsep dan definisi daya saing daerah yang dikembangkan dalam penelitian tersebut
didasarkan pada dua pertimbangan, yaitu: perkembangan perekonomian daerah
ditinjau dari aspek ekonomi regional dan perkembangan konsep dan definisi daya
saing daerah dari penelitian-penelitian terdahulu.
World Economic Forum (WEF) mendefinisikan daya saing nasional sebagai
kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkelanjutan.
Institute for Management Development (IMD) mendefinisikan daya saing nasional
sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka
menambah kekayaan nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan
agresivitas, globality dan proximity, serta model ekonomi dan sosial.
European Commission mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan untuk
memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi
dengan kemampuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan,
lebih umumnya adalah kemampuan (regions) untuk menciptakan pendapatan dan
kesempatan kerja yang relatif tinggi sementara terekspos pada daya saing eksternal.
Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan konsep comparative advantage, yakni
dimilikinya unsur-unsur penunjang proses produksi yang memungkinkan satu
negara menarik investor untuk melakukan investasi ke negaranya, tidak ke negara
yang lain. Konotasi advantage di sini adalah situasi yang memungkinkan pemodal
menuai keuntungan semaksimal mungkin. Misalnya dengan menyediakan lahan
murah, upah buruh murah, dan suplai bahan mentah produksi yang terjamin
kontinyuitasnya dengan harga yang lebih murah daripada harga yang ditawarkan oleh
negara lain. Artinya, kekuatan modal dan keunggulan teknologi menjadi kunci
penentu peningkatan daya saing (penjualan produk) satu negara.

10
Martin dan Tyler (2003)1 menyebutkan argumen mengapa daerah maupun negara
saling berkompetisi:
 untuk investasi, melalui kemampuan daerah untuk menarik masuknya modal
asing, swasta dan modal publik;
 untuk tenaga kerja, dengan kemampuan untuk menarik masuknya tenaga kerja
yang terampil, enterpreneur dan tenaga kerja yang kreatif, dengan cara
menyediakan lingkungan yang kondusif dan pasar tenaga kerja domestik;
 untuk teknologi, melalui kemampuan daerah untuk menarik aktivitas inovasi dan
transfer ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari konsep dan definisi mengenai daya saing di atas, dapat dimaknai bahwa daya
saing daerah dihasilkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor input, output dan
outcome yang ada di daerah masing-masing, dengan faktor input sebagai faktor utama
pembentuk daya saing daerah yaitu kemampuan daerah, yang selanjutnya akan
menentukan kinerja output yang merupakan inti dari kinerja perekonomian. Inti dari
kinerja perekonomian adalah upaya meningkatkan daya saing dari suatu
perekonomian yaitu meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat yang berada di
dalam perekonomian tersebut. Ukuran kesejahteraan memiliki makna yang sangat
luas, indikatornya dapat berupa produktivitas tenaga kerja, PDRB per kapita atau
tingkat kesempatan kerja.

DAYA SAING DAERAH


Sebuah negara atau sebuah region (Kabupaten/Provinsi) disebut kompetitif jika
mengembangkan perusahaan beroperasi untuk berkompetisi dengan penuh
keberhasulan dalam perekonomian global dan pada sisi lain mendukung peningkatan
upah dan standar kehidupan pada penduduk secara umum. Daya saing tergantung
pada produktivitas jangka panjang dimana bangsa atau region memberdayakan

1 Martin, R., Kitson, M., & Tyler, P. (Eds.). (2003). Regional competitiveness. Routledge.
11
sumber daya manusia, modalm dan sumber daya alamnya. Produktivitas diukur dari
peningkatan upah berkesinambungan (sustainable wagers), pertumbuhan
kesempatan kerja (job growth), dan standar hidup (standar of living). Daya saing
mengandung makna seberapa produktifnya industri sebuah region berkompetisi
dalam industri sejenis. Region berkompetisi dalam hal menawarkan sebuah
lingkungan yang lebih produktif untuk dunia usaha.
Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan keberhasilan dan
pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam peningkatan
pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Daya saing diidentifikasikan dengan masalah
produktifitas, yakni dengan melihat tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input
yang digunakan. Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah
input fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan dan
peningkatan teknologi (Porter, 1990 dalam Abdullah, 2002)2.
Pendekatan yang sering digunakan untuk megukur daya saing dilihat dari beberapa
indikator yaitu keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif, ada juga
keunggulan absolut. Menurut Tarigan (2005:75)3. Keunggulan komperatif adalah
suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi
pengmbangan daerah. Lebih lanjut menurut tarigan (2005:75) istilah comparative
adventage (keunggulan komparatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo
(1917). Dalam teori tersebut, Ricardo membuktikan bahwa apabila ada dua negara
saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk
mengeksport barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan yang komperatif
maka kedua negara tersebut akan beruntung. Teryata ide tersebut bukan saja
bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting di perhatikan
dalam ekonomi regional.
Keunggulan kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat diciptakan dan
dikembangkan. Ini merupakan ukuran daya saing suatu aktifitas kemampuan suatu
negara atau suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah atau luar

2 Abdullah, Petter. Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta: BPFE, 2002
3 Tarigan, S. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara.
12
negeri. Maka dari itu, menurut Tarigan (2005:75) seorang perencana wilayah harus
memiliki kemampuan untuk menganalisa potensi ekonomi wilayahnya. Dalam hal ini
kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki
keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor ini memilik
keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan
dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.
Pengertian daya saing mulai berkembang setelah Porter (1990) mendefenisikan daya
saing nasional: “luaran dari kemampuan suatu Negara untuk berinovasi dalam rangka
mencapai,atau mempertahankan posisi yang menguntungkan dibandingkan dengan
Negara lain dalam sejumlah sector-sektor kuncinya.”. Secara eksplisit, Porter (1990)
menyatakan bahwa konsep daya saing yang diterapkan pada level nasional tak lain
adalah “produktivitas” yang didefenisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan
oleh tenaga kerja.
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK BI) menggunakan definisi
“daya saing daerah dalam penelitiannya sebagai kemampuan perekonomian daerah
dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan
dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan Internasional”.
Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk
perusahaan dan negara. Selanjutnya konsep tersebut di kembangkan untuk tingkat
negara sebagai daya saing global, khususnya melalui lembaga World Economic Forum
(Global Comvetitiveness Report) dan International Institute for Management
Development (World Competitiveness Yearbook). Daya saing ekonomi suatu negara
seringkali merupakan cerminan dari daya siang ekonomi daerah secara keseluruhan.
Disamping itu, dengan adanya tren desentralisasi, maka makin kuat kebutuhan
untuk mengetahui daya saing pada tingkat daerah (PPSK BI, 2008).
Sedangkan untuk tingkat wilayah (region) konsep daya saing ekonomi dapat
didefenisikan oleh Departemen Pedagangan dan Industri Inggris (UKDTI) yang
menerbitkan “Regional Competitiveness Indicators”, serta Centre for Urban and
Regional Studies (CURDS), Inggris, dengan publikasi “The Competitiveness Project:
1998 Regional Bench-marking Report”. Daya saing daerah menurut defenisi yang
dibuat UK-DTI ialah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan
kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik
maupun internasional. Sedangkan pengertian konsep daya saing wilayah menurut
CURDS ialah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah
dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata
untuk penduduknya.
13
Terdapat dua karakteristik yang umumnya dimiliki oleh daerah-daerah yang
mempunyai daya saing tinggi. Pertama, daerah-daerah tersebut memiliki kondisi
perekonomian yang baik. Kedua, adalah daerah-daerah dengan kondisi keamanan,
politik, sosial dan budaya yang kondusif. Kondisi perekonomian daerah yang baik dan
ditunjang oleh kondisi keamanan, politik, sosial budaya dan birokrasi yang ramah
terhadap kegiatan usaha, akan menciptakan daya saing investasi daerah. Kondisi
yang baik pada faktor-faktor tersebut akan semakin mempengaruhi daya saing
investasi daerah jika didukung oleh ketersediaan tenaga kerja yang cukup dengan
kualitas yang baik dan infrastruktur fisik pendukung kegiatan usaha yang memadai.
The European Commission mendefenisikan daya saing sebagai “kemampuan untuk
memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional,
diiringi dengan kemempuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan
berkelanjutan, lebih umumnya adalah kemampuan (regions) untuk menciptakan
pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi sementara terekspos pada daya
saing eksternal” (European Commission, 1999 p.4. dalam PPSK-BI 2008).
Abdullah (2002) dalam penelitiannya mendefenisikan daya saing daerah “Kemampuan
perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang
tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan
internasional.” Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan konsep comparative
advantage, yakni dimilikinya unsur-unsur penunjang proses produksi yang
memungkinkan satu negara menarik investor untuk melakukan investasi ke
negaranya, tidak ke negara yang lain. Konotasi advantage di sini adalah situasi yang
memungkinkan pemodal menuai keuntungan semaksimal mungkin. Misalnya dengan
menyediakan lahan murah, upah buruh murah, dan suplai bahan mentah produksi
yang terjamin kontinyuitasnya dengan harga yang lebih murah daripada harga yang
ditawarkan oleh negara lain. Artinya, kekuatan modal dan keunggulan teknologi
menjadi kunci penentu peningkatan daya saing (penjualan produk) satu negara.
Konsep mengenai daya saing terdapat kesamaan esensi yang cukup jelas antara daya
saing daerah dan daya saing nasional. Kesamaan pandangan tersebut adalah bahwa
tujuan akhir dari upanya untuk meningkatkan daya siang dari suatu perekonomian
adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan (standart of living) dari masyarakat
yang ada di dalam perekonomian tersebut. Sementara itu, konsep dan tujuan
kesejahteraan memiliki makna yang sangat luas yang tidak hanya dapat diwakili oleh
kinerja pertumbuhan ekonomi saja, tetapi oleh banyak indikator-indikator ekonomi
dan non ekonomi yang menpengaruhinya. Sedangkan perbedaanya adalah terpusat
pada wilayah, dimana daya saing daerah mencakup daerah (bagian dari suatu negara),

14
sedangkan daya saing nasional mencakup negara. Dalam berbagai pembahasan
tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit maupun implisit, terangkum
relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya saing
daerah.

1.5. Landasan Hukum


Peningkatan daya saing berbasis kinerja dan kreatifitas dalam berinovasi dalam
lingkup nasional sangat dipengaruhi oleh peraturan perundang- undangan maupun
kebijakan di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah yang terkait. Oleh karena
itu diperlukan evaluasi dan analisis kebijakan berkenaan dengan peningkatan daya
saing dan penguatan inovasi dalam peraturan perundangundangan terkait. Peraturan
ini terutama terkait dengan peraturan perundangundangan di bidang ekonomi,
perdagangan dan industri, bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang
pendidikan, bidang ketenagakerjaan, serta peraturan perundang-undangan lainnya
berkaitan dengan infrastruktur sosial dan budaya.
Telaah dan evaluasi terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan produktivitas dan daya saing nasional merupakan perspektif masukan yang
mendasari kebutuhan hukum dalam penyusunan kebijakan pengukuran indeks daya
saing di daerah. Untuk itu, beberapa peraturan perundang-undangan yang terseleksi
antara lain:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Sistem
Nasional Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
pasal 34-38 tentang invensi dan inovasi, Kewajiban Pemerintah mengembangkan
invensi dan inovasi, Pelindungan atas Kekayaan Intelektual dan pemanfaatannya ,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menggunakan hasil Invensi dan
Inovasi nasional, Pemerintah Pusat wajib menjamin pemanfaatan hasil Penelitian,
Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan dalam bentuk Invensi dan Inovasi
untuk pembangunan nasional. Badan Usaha yang menghasilkan Invensi dan
Inovasi nasional dari pemanfaatan hasil Penelitian, Pengembangan, Pengkajian,
dan Penerapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 diberi insentif.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem
Nasional Penelitian, Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi

15
Pasal 4 Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi bertujuan memperkuat daya dukung ilmu
pengetahuan dan teknologi bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan
negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan
kepentingan negara dalam pergaulan internasional.
3. UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 31 bagian Penataan Daerah ayat 2 menjelaskan Penyelenggaraan
pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat dalam rangka peningkatan daya saing daerah.
4. PP 38 Tahun 2017 Tentang Inovasi Daerah
Pasal 2 menjelaskan sasaran Inovasi Daerah dilaksananakan dengan tujuan
peningkatan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Adapun sasaran
inovatif untuk dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah sebagai
berikut:
a) peningkatan Pelayanan Publik;
b) pemberdayaan dan peran serta masyarakat; dan
c) peningkatan daya saing Daerah.
Dalam pelaksanaannya, sasaran inovatif didasarkan pada beberapa prinsip sebagai
berikut:
a) peningkatan efisiensi; Inovasi Daerah yang dilakukan harus seminimal mungkin
menggunakan sumber daya dalam proses pelaksanaan Inovasi Daerah.
b) perbaikan efektivitas; sampai seberapa jauh tujuan Inovasi Daerah tercapai
sesuai target.
c) perbaikan kualitas pelayanan; Inovasi Daerah harus dapat memenuhi harapan
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang murah, mudah, dan cepat.
d) tidak menimbulkan konflik kepentingan; inisiator tidak memitiki kepentingan
pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain.
e) berorientasi kepada kepentingan umum; Inovasi Daerah diarahkan untuk
kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama rakyat dengan
memperhatikan asas pembangunan nasional serta tidak diskriminatif terhadap
suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, dan gender.

16
f) dilakukan secara terbuka; Inovasi Daerah yang dilaksanakan dapat diakses oleh
seluruh masyarakat baik yang ada di Pemerintah Daerah yang bersangkutan
maupun Pemerintah Daerah lain.
g) memenuhi nilai kepatutan; lnovasi Daerah yang dilaksanakan tidak
bertentangan dengan etika dan kebiasaan atau adat istiadat Daerah setempat.
h) dapat dipertanggungiawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri;
hasil Inovasi Daerah tersebut dapat diukur dan dibuktikan manfaatnya bagi
masyarakat.

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN


2015-2019
Peraturan tersebut disusun berdasarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini,
tantangan 20 tahunan mendatang, memperhitungkan modal dasar bangsa
Indonesia, dan amanat pembangunan dalam Pembukaan UUD 1945, visi
pembangunan nasional 2005–2025 adalah: Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil,
dan Makmur. Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada
pencapaian tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Visi
pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui
tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai.
Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8
(delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:
a. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan
karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara
kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi
antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur
budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam
rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan
bangsa.
b. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan
sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan
penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan
penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan; membangun infrastruktur
yang maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan

17
memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah
menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem
produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
c. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah
memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran
masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah;
menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam
mengomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan
struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum
secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
d. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun
kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di
kawasan regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan
meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi
masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak
kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra-intelijen
negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan kesiapan
komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kontribusi
industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta.
e. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan
pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh,
keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih
lemah; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis;
menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan
sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi
dalam berbagai aspek termasuk gender.
f. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan
pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara
pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan
dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang
yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi,
dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam
dan lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan;
memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta meningkatkan

18
pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar
pembangunan.
g. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari
bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi
kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan
kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan;
mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan
kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
h. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional
adalah memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan
kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap
pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional;
dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral
antarmasyarakat, antar kelompok, serta antar lembaga di berbagai bidang.

1.6. Data dan Metode


METODE PENYUSUNAN INDEKS DAYA SAING DAERAH
Melalui rangkaian aktivitas studi literatur dan Diskusi Kelompok Terfokus (Focus
Group Discussion), Kementerian Riset dan Teknologi mencoba menginisiasi
penyusunan model indeks daya saing daerah dengan pendekatan yang lebih holistik.
Secara teoritik, konfigurasi komponen indeks dibangun dari hasil penyesuaian dan
pengembangan model indeks yang dikeluarkan oleh kementerian dan lembaga yang
berkompeten, misalnya: Indeks Inovasi Daerah dari Lembaga Administrasi Negara
(LAN); Indeks Inovasi Daerah berdasarkan Perber Menristek dan Mendagri; Indeks
Government Award dari Kementerian Dalam Negeri; dan Indeks Reformasi Birokrasi
dan Inovasi Pelayanan Publik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi.
Secara umum, ruang lingkup pekerjaan penyusunan indeks daya saing di daerah
meliputi enam komponen: (1) Penentuan Pilar, Indikator dan Atribut Indeks Daya
Saing Daerah, (2) Penyusunan Kuesioner, (3) Perhitungan Indeks Daya Saing Daerah,
(4) Penyusunan Regulasi (Naskah Urgensi, RPerpres, dan Panduan Pengukuran
Indeks), (5) Penyusuna Database, dan (6) Disain Program Aplikasi dan Sistem
Informasi Indeks Daya Saing Daerah berbasis online.

19
TUJUAN PENYATUAN INDEKS
Tujuan penyatuan dan penyesuaian komponen utama (pilar), indikator dan atribut
dalam satu indeks daya saing daerah agar terjadi penyamaan visi dan persepsi
antarkementerian dan lembaga dalam menyusun kebijakan nasional yang
komprehensif dan saling bersinergi. Untuk itu, diperlukan regulasi dalam bentuk
Peraturan Presiden sebagai dasar hukum pelaksanaan pengukuran indeks daya saing
daerah yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, (lihat Gambar
3.1).

Gambar 1.1 Model Sinergi Indeks Daya Saing Daerah dengan Indeks Lain

Indeks umumnya dibangun dengan menggunakan beberapa komponen atau variabel


Komposit .Dengan demikian, isu utama dalam penyusunan Indeks dengan
menggunakan berbagai komponen adalah:
 Mencari atau menentukan variabel-variabel beserta indikator-indikator
penyusunnya yang tepat

20
 Menentukan bobot dari setiap komponen-komponen penyusun indeks.
 Menentukan metode untuk mengagregasi komponen-komponen penyusunan
indeks menjadi suatu indeks komposit.

Idealnya indeks disusun dengan menggunakan indikator-indikator penyusun yang


memiliki tipe data yang sama, namun dalam beberapa kasus dimungkinkan juga
penyusunan indeks di lakukan dengan menggunakan indikatorindikator yang
memiliki tipe pengukuran berbeda (Kategorik: Nominal/Ordinal dan Numerik: Interval
/Rasio). Metode penyusunan angka indeks tidaklah tunggal, melainkan meyesuaikan
dengan “konteks” indeks yang akan dibangun serta tipe data dari indikator-indikator
penyusunannya.
Metodologi dan pendekatan teori yang digunakan dalam penyusunan model
pengukuran indeks daya saing di daerah dilakukan melalui: (1) Studi Literatur (desk
study), (2) Diskusi Publik (Public Hearing), (3) Diskusi Kelompok Terfokus (Foccussed
Group Discussion), (4) Pendapat Ahli (Expert Judgment), dan (5) Penyesuaian dan
Perbandingan (benchmarking) terhadap model-model pengukuran indeks beserta
komponen dan indikatornya yang telah disusun dan dirilis oleh berbagai stakeholders
yang kompeten.

1.7. Komponen Indeks Daya Saing Daerah (Aspek, Pilar, Dimensi


dan Indikator)
Penyusunan Indeks ditujukan untuk dapat memberikan perbandingan suatu
“indikator”, baik antar waktu maupun antar entitas. Dengan demikian, salah satu
manfaat penyusunan indeks adalah untuk mengevaluasi proses pembangunan yang
sudah dan sedang berjalan bahkan dapat digunakan untuk memprediksi kemajuan
pembangunan pada tahun- tahun berikutnya.
Penyusunan daya saing daerah disusun atas Empat Aspek. Tiap Aspek memuat
beberapa Pilar. Selanjutnya setiap Pilar membuat beberapa Dimensi. Kemudian
Dimensi dipecah ke dalam Indikator. Setiap Indikator diterjemahkan ke dalam sebuah
pertanyaan dalam kuesioner.
Kuisioner dalam bentuk Database Aplikasi Indek Daya Saing Daerah terbagi atas 2
(dua) jenis data yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
berdasarkan hasil wawancara dengan instansi Pemerintah Daerah (Bappeda,
Disdagin, balitbangda, dan BKPM); Perguruan Tinggi, Dunia Usaha (Kadin) dan
21
Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang dan LPPM); sedangankan data
sekunder merupakan data statistika yang telah dipublikasi oleh Pemerintah Daerah
maupun Kementerian/Lembaga.

ASPEK 1
PILAR 1 DIMENSI 1
INDIKATOR 1 KUESIONER
ASPEK 2
PILAR 2 DIMENSI 2
INDIKATOR 2
ASPEK 3
DATA
PRIMER &
ASPEK 4 SEKUNDER
PILAR-n DIMENSI-n
INDIKATOR-n

Gambar 1.2. Kerangka Penyusunan Indeks Daya Saing Daerah

Komponen IDSD terdiri dari 4 Aspek, 12 Pilar, dan 23 Dimensi, 97 indikator.


Komponen terbanyak terletak pada aspek ekosistem inovasi. Komposisi ini dihasilkan
berdasarkan berbagai studi literature dan masukan para pakar (expert judgement). Ini
juga menunjukan bahwa aspek ekosistem inovasi diyakini menjadi aspek yang akan
sangat berpengaruh kepada tingkat daya saing suatu wilayah Pengisian kuesioner
Indeks Daya Saing Daerah melalui aplikasi database Indeks Daya Saing Daerah, terdiri
dari 97 pertanyaan terdiri dari pertanyaan dengan jawaban berbentuk data primer.

22
Gambar 1.3. Rekapitulasi Komponen IDSD

23
Berdasarkan aspek penilaian daya saing daerah yang dikelompokkan berdasarkan 4
aspek utama yaitu lingkungan penguat, sumberdaya manusia, pasar dan ekosistem
inovasi; 12 pilar yaitu Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan,
Pendidikan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar,
Kesiapan Teknologi, Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi dengan 23 Dimensi dan 97
indikator (kuisioner). Adapun penjelasan dari definisi dari kelompok aspek, sebagai
Berikut
1. Aspek Penguat/Enabling Environment: Pilar Kelembagaan, Pilar Infrastruktur,
dan Pilar Perekonomian Daerah
Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim social,
politik, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif
aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya
saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:
- Stabilitas sosial dan politik melalui system demokrasi yang berfungsi dengan
baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi
daerah yang berdaya saing.
- Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa
adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.
- Aktifitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal
tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.
Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator yang dapat mendukung aktivitas
perekonomian daerah yang bernilai tambah. Pengaruh faktor Infrastruktur ini
mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya
mendukung aktivitas ekonomi daerah.
- Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya juga mendorong aktifitas perekonomian daerah.
- Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung
berjalannya aktifitas bisnis di daerah yang berdaya saing
Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian
makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat
konsumsi, kinerja sektoral, perekonomian, sertatingkat biaya hidup. Pengaruh
faktor terhadap daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

24
- Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam
jangka pendek.
- Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam
jangka panjang.
- Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.
- Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi
suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka
akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara
internasional maupun domestik.

2. Aspek Pasar/Market: Pilar Efisiensi Pasar Produk, Pilar Ketenagakerjaan, Pilar


Akses Keuangan, dan Pilar Ukuran Pasar
Pilar Efisiensi Pasar Produk dalam pembangunan memiliki keunggulan antara lain
mendorong tingkat pertumbuhan, efisiensi dan daya saing yang lebih tinggi; karena
fokus terhadap interaksi pelaku usaha memperkuat sistem ekonomi. Dalam
indikator Efisiensi Pasar Produk pengukuran yang dilakukan dikaitkan dengan
pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelola dengan cara yang
inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang relevan
terhadap daya saing daerah diantaranya:
- Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan
kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah.
- Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya
saing daerah dimana perusahaan tersebut berada.
- Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan
menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan
yang kompetitif.
- Kewirausahaan sangat krusial bagi aktifitas ekonomi pada masa-masa awal.
- Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perushaan memerlukan keahlian
- dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha
Pilar Ketenagakerjaan dalam pembangunan memiliki keunggulan antara lain
mendorong tingkat pertumbuhan, dan efisiensi karena fokus terhadap interaksi
pelaku usaha memperkuat sistem ekonomi. Faktor Ketenagakerjaan untuk
menunjukkan bagaimana kebijakan ketenagakerjaan mampu menekan
pengangguran dengan merangsang terciptanya kesempatan kerja terutama pada
sektor formal

25
- Indikator system keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial
perbankan dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas
perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah
akan mempengaruhi alokasi faktor-faktor produksi yang terjadi di
perekonomian daerah tersebut. Indicator system keuangan ini mempengaruhi
daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas
perekonomian daerah.
- Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung
daya saing daerah.
Pilar Akses Keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan
non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang
memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi
alokasi faktor-faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut.
Pengaruh faktor Keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-
prinsip sebagai berikut:
- Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas
perekonomian daerah.
- Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung
daya saing daerah.
Pilar Ukuran Pasar menguatkan struktur industri yang menghasilkan nilai tambah
yang terus meningkat akibat berkembangnya knowledge dan teknologi. Pasar
Indonesia yang sangat besar menjadi peluang peningkatan produktivitas industri.
Pengaruh faktor Ukuran Pasar ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan
prinsip-prinsip berikut:
- Jumlah Penduduk Usia 17 Tahun menjadi faktor pendorong penumbuhan daya
saing daerah.
- Pertumbuhan ekspor, baik ke pasar global maupun ke pasar domestik sebagai
indikator produk yang dihasilkan mampu bersaing terhadap pesaing asing di
pasar global dan pasar domestik. Pasar Indonesia yang sangat besar menjadi
peluang peningkatan produktivitas industri,

3. Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital: Pilar Kesehatan dan Pilar


Pendidikan dan Keterampilan

26
Pilar Kesehatan merepresentasikan kualitas hidup manusia dan memiliki
hubungan dengan tingkat daya saing daerah. Pembentukan kualitas hidup
masyarakat akan mengalami kesulitan untuk daerah mencatat ketimpangan.
Pengaruh faktor kesehatan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-
prinsip sebagai berikut
- pembangunan harus mampu meningkatkan kualitas kesehatan penduduknya,
dan mampu menekan pertumbuhan penduduk agar strukturnya menjadi stabil,
dan pada akhirnya pembangunan harus mampu menekan kemiskinan
- Kelangsungan hidup diukur dari tingkat kematian bayi per seribu kelahiran,
angka harapan hidup, dan gap jender kelangsungan hidup.
- Kesehatan diukur antara lain dari kehidupan tidak sehat, tingkat kematian
dibawah umur 60 tahun, dampak bisnis dari penyakit menular dan tidak
menular.
- Layanan kesehatan meliputi, kualitas perawatan kesehatan, dan aksesibilitas
perawatan kesehatan
Pilar Pendidikan dan Keterampilan memiliki keterkaitan yang erat dengan
pembangunan ekonomi. Penegasan bahwa pendidikan dapat memberi kontribusi
pada pertumbuhan ekonomi berdasarkan asumsi pendidikan akan menciptakan
tenaga kerja produktif dengan kompetensi, keahlian, pengetahuan dan
keterampilan tinggi. Pengaruh faktor Pendidikan dan Keterampilan ini
mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
- Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya
saing suatu daerah.
- Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningkatkan
tenaga kerja yang berkualitas.
- Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing
suatu daerah.
- Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah
tersebut begitu juga sebaliknya.
- Jumlah fasilitas pendidikan yang meningkat jelas dapat mengindikasikan
kemajuan pembangunan

4. Aspek Ekosistem Inovasi: Pilar Dinamika Bisnis, Pilar Kapasitas Inovasi, dan
Pilar Kesiapan Teknologi.

27
Pada Pilar Dinamika Bisnis , Kemajuan sektor bisnis membuahkan penciptaan dan
perluasan lapangan kerja yang tentunya akan mengurangi tingkat pengangguran.
Perluasan produksi dan diversifikasi akan menumbuhkan integrasi sektor dan
industri sehingga menciptakan rantai nilai tambah yang akan menguatkan
struktur ekonomi dan income generation bagi pemerintah dan masyarakat.
Pengaruh faktor Dinamika Bisnis ini mempengaruhi daya saing daerah melalui
beberapa prinsip dibawah ini:
1. Investasi pada penelitian dasar dan aktifitas yang inovatif yang menciptakan
pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan
pembangunan ekonomi yang lebih maju.
2. Kemudahan perijinan untuk Iklim bisnis, investasi dan persaingan
3. Kebijakan deregulasi keuangan dan kebijakan industrial untuk membangun
daya tarik juga kerap dipersepsikan merugikan kepentingan pelaku usaha lokal.

Dalam Pilar Kapasitas Inovasi, Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur


kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya
dalam aktifitas ekonomi yang meningkatkan nilai tambah. Pengaruh faktor
Kapasitas Inovasi ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip
dibawah ini:
1. Investasi jangka pendek berupa R&D akan meningkatkan daya saing sector
bisnis.
2. Kegiatan R&D yang dimaksud adalah kegiatan yang berbasis ilmu pengetahuan
untuk menghasilkan alternatif solusi prioritas bukan hanya untuk solusi
masalah efisiensi atau produktivitas yang dihadapi, melainkan juga untuk
membangun daya saing.
3. R&D berperan penting dalam menumbuhkan kapasitas perusahaan dan
masyarakat untuk melakukan inovasi yang berorientasi pada penumbuhan
daya saing ekonomi

Pilar Kesiapan Teknologi, dimana Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui


aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif. Kesiapan Teknologi
merupakan faktor determinan bagi kemajuan teknologi informasi yang membantu
dalam penciptaan pasar pada pembangunan nasional. Pengaruh faktor Kesiapan
Teknologi mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip
dibawah ini:
1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang
sudah ada secara efisien dan inovatif.
28
2. kekuatan inovasi yang terus tumbuh disertai oleh kecepatan difusi informasi
dan komunikasi sejalan dengan kemajuan teknologi informasi yang membantu
dalam penciptaan pasar
3. Teknologi merupakan faktor penting peningkatan produktivitas dan
perbesaran kapabilitas industri

1.8. Metode Perhitungan Indeks Daya Saing Daerah


Angka Indeks merupakan agregat dari seluruh variabel yang digunakan. Karena
variabel mempunyai strata, maka perhitungan dilakukan sebagai berikut.
1. Dimensi merupakan rata-rata dari Indikator, dihitung dengan persamaan
∑𝑛𝑖=1 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟𝑖
𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 =
𝑛
2. Pilar merupakan rata-rata dari Dimensi
∑𝑛𝑖=1 𝐷𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖𝑖
𝑃𝑖𝑙𝑎𝑟 =
𝑛
3. Aspek merupakan rata-rata dari Dimensi
∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖
𝐴𝑠𝑝𝑒𝑘 =
𝑛

4. Indeks merupakan rata-rata dari Aspek


∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑠𝑝𝑒𝑘𝑖
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 =
𝑛
Perhitungan Indeks ini dilakukan pada seluruh Pemerintah Daerah di Tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota di Indonesia.

1.9. Tahapan Pelaksanaan Pemetaan IDSD Tahun 2020


Dalam pelaksanaan Pemetaan IDSD Tahun 2020 terdapat beberapa rangkaian
tahapan yang diselenggarakan selama 8 Juni sampai dengan 30 November 2020.
Rangkaian tahapan tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut ini :

29
Gambar 1.4. Tahapan pelaksanaan Pemetaan IDSD Tahun 2020

1. Sosialisasi Dan Bimtek


Guna Mendukung Penyesuaian pengembangan indikator pada pengukuran Indeks
Daya Saing Daerah (IDSD), Direktorat Sistem Inovasi, Deputi Bidang Penguatan
Inovasi, Kemenristek/BRIN melaksanakan Sosialisasi dan Bimbingan difokuskan
untuk memperoleh kesepamahan terhadap data indikator masing-masing institusi,
menyepakati indikator data serta ketersediaan data sesuai dengan poksi instansi
masing-masing untuk dapat diinput ke dalam Aplikasi Pengisian indikator Indeks
Daya Saing Daerah Tahun 2020. Kegiatan Diikuti Perwakilan Pemerintah Provinsi,
Kabupaten dan Kota melalui perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi
dibidang penelitian dan pengembangan dan/atau perencanaan pembangunan dalam
hal ini BAPPEDA/BAPPEDALITBANG secara daring (conference) dan dilakukan secara
2 tahap :
- Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara termasuk Bali,
Kepulauan Maluku, dan Papua)
- Kawasan Barat (Sumatera, Jawa dan Kalimantan)

30
2. Pengumpulan dan Pengisian Data
Pengumpulan dan Pengisian Data Indeks Daya Saing Daerah Tahun 2020 dilakukan
pada rentang Juni sampai dengan November 2020. Pengisian instrumen dilakukan
oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota melalui perangkat daerah yang
memiliki tugas dan fungsi dibidang penelitian dan pengembangan dan/atau
perencanaan pembangunan.
Kuisioner dalam bentuk Database Aplikasi Indek Daya Saing Daerah terbagi atas 2
(dua) jenis data yakni data primer dan data sekunder. Dari 97 indikator. dapat
diidentifikasi sumber datanya. Sebagian besar data sekunder terdapat atau berasal
dari BPS, Bappeda, Litbang dan Perguruan Tinggi, sementara sisanya tersebar di
beberapa kementerian Lembaga dan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
lainnya. Pengisian Data Indeks Daya Saing Daerah (kuisioner) yang ada pada
sistem aplikasi IDSD DIWAJIBKAN mengisi jawaban indikator (kuisioner) dengan
DILENGKAPI data dukung yang relevan dan valid. Jawaban dengan tanpa dilengkapi
data dukung berpotensi dianggap DISKUALKIFIKASI
3. Verifikasi dan Skoring
Data yang telah diisi oleh oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota melalui
perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi dibidang penelitian dan
pengembangan dan/atau perencanaan pembangunan, selanjutnya dilakukan
verifikasi atas seluruh jawaban oleh tim verifikasi dengan membandingkan dan
menganalisis antara jawaban dengan data dukung yang dilampirkan serta dokumen-
dokumen sumber lainnya. Verifikator berhak menganulir setiap jawaban jika tidak
sesuai dengan data dukung yang dilampirkan atau dokumen sumber lainnya.
4. Penyusunan Laporan
Tahapan ini adalah proses terakhir dari Pelaksanaan Pemetaan Data Indeks Daya
Saing Daerah Tahun 2020. Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota melalui
perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi dibidang penelitian dan
pengembangan dan/atau perencanaan menyusun analisis terhadap berbagai data dan
informasi hasil Pengukuran termasuk menyusun Laporan Hasil Pengukuran IDSD
yang diharapkan dapat memberikan informasi dan data yang ilmiah dan valid bagi
pemangku kepentingan dalam mengevaluasi, merumuskan dan mengintervensi
kebijakan pembangunan daerah kedepan.

31
1.10. Penilaian Akhir Indeks Daya Saing Daerah
Sementara untuk penilaian akhir atas peringkat indeks Daya Saing Daerah dilakukan
dengan mengklasifikasi 4 (empat) kategori. Empat kategori tersebut adalah SANGAT
TINGGI, TINGGI, SEDANG dan RENDAH. Katagori SANGAT TINGGI berada dalam
rentang skor 3,76 - 5, Katagori TINGGI berada dalam rentang skor 2,51 - 3,75,
Katagori SEDANG 1,26 - 2,5, dan Katagori RENDAH 3, 0 - 1,25. Indeks Daya Saing
Daerah Katagori RENDAH, salah satunya disebabkan oleh :
a) Buruknya kinerja perekonomian daerah yang tercermin dalam kinerjanya di
perdagangan, investasi, ketenagakerjaan dan stabilitas harga.
b) Buruknya efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan
pengelolaan keuangan negara dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai
peraturan dan perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya kordinasi
akibat kerangka institusi publik yang masih banyak tumpang tindih dan
kompleksitas struktur sosialnya.
c) Lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi
secara bertanggungjawab yang tercermin dari tingkat produktivitas yang rendah,
pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang
masih rendah serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional.
d) Keterbatasan di dalam infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi dan
infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan
pendidikan dan kesehatan.

Tabel 1.1. Klasifikasi Indeks Daya Saing Daerah


NO KATAGORI NILAI INDEX IDSD
1 SANGAT TINGGI 3,76 - 5
2 TINGGI 2,51 - 3,75
3 SEDANG 1,26 - 2,5
4 RENDAH 0 - 1,25

32
2. GAMBARAN IDSD TAHUN 2020
PROVINSI, KABUPATEN DAN KOTA
Hasil pemetaan IDSD Tahun 2020 berdasarkan 97 indikator untuk wilayah Provinsi,
Kabupaten dan Kota yang menggunakan 4 aspek utama yaitu lingkungan penguat,
sumberdaya manusia, pasar dan ekosistem inovasi; 12 pilar yaitu Kelembagaan,
Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan, Efisiensi Pasar Produk,
Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Kesiapan Teknologi, Dinamika
Bisnis, Kapasitas Inovasi dengan 23 Dimensi .
Tahun 2020 Sebanyak 301 Pemerintah Daerah yang melakukan pemetaan indeks
daya saing daerah (IDSD) yang terdiri dari 31 Provinsi, 216 Kabupaten dan 54 Kota.
Sebanyak 9% dari Pemerintah Daerah Provinsi , 48% Pemerintah Daerah Kabupaten
dan 45 % dari Pemerintah Daerah Kota tidak melakukan Pemetaan IDSD, hal ini
disebabkan kurang menyeluruhnya sosialisasi mengenai Pemetaan indeks daya saing,
Masih kurang kesadaran dari Pemerintah Daerah untuk Memetakan tingkat daya
saing daerah sebagai bagian dari upaya untuk mendukung kemandirian dan daya
saing bangsa Indonesia; Belum menjadikan Indeks daya saing daerah sebagai bahan
dalam perumusan, penetapan, evaluasi dan monitoring kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan daerah.
Berikut Hasil pemetaan indonesia, berdasarkan data tanggal 1 Desember 2020 dari
website https://indeks.inovasi.ristekbrin.go.id.Secara umum wilayah Indonesia
bagian barat memiliki nilai IDSD lebih baik dibandingkan dengan Indonesia bagian
timur.

2.1. IDSD Tahun 2020 Tingkat Provinsi


Dalam Indeks daya saing Daerah Tahun 2020 ini, skor akhir provinsi yang mencakup
4 aspek utama yaitu lingkungan penguat, sumberdaya manusia, pasar dan ekosistem
inovasi, secara umum memiliki katagori “TINGGI”. Dari 31 Provinsi di atas, 3 provinsi
memiliki skor dengan katagori “Sangat Tinggi” (3,76 – 5), 12 provinsi memiliki skor
dengan Katagori “Tinggi” (2,51 - 3,75) , 10 provinsi memiliki skor dengan Katagori
“Sedang” (1,26 - 2,5) dan Sebanyak 6 provinsi dengan Katagori “Rendah” (0 - 1,25)

33
Sepuluh provinsi dengan urutan skor terbaik adalah Jawa Tengah (4,5268), Jawa
Barat(4,1829), Jawa Timur (3,9753), Sumatera Selatan (3,589), Banten (3,4263),
Sulawesi Selatan (3,2389), Kepulauan Riau (3,2079), DKI Jakarta (3,1804), Sulawesi
Utara (3,1525) dan Nusa Tenggara Timur (3,0829). Untuk Skor provinsi secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Sebaran IDSD Provinsi hasil pengelompokan
disajikan dalam Gambar 2.1.

Tabel 2.1. Skor Indeks Indeks Daya Saing Daerah Provinsi 2020
KODE Nama Daerah Nilai KODE Nama Daerah Nilai
_ID Indeks _ID Indeks
11 Aceh 2,6683 51 Bali 1,084
12 Sumatera Utara 1,9432 52 Nusa Tenggara Barat 0,4968
13 Sumatera Barat 0,0208 53 Nusa Tenggara Timur 3,0829
14 Riau 2,2399 61 Kalimantan Barat 1,4057
15 Jambi 3,0615 62 Kalimantan Tengah 1,3352
16 Sumatera Selatan 3,589 63 Kalimantan Selatan 1,635
17 Bengkulu 2,78 65 Kalimantan Utara 1,8935
18 Lampung 2,4989 71 Sulawesi Utara 3,1525
19 Kepulauan Bangka Belitung 2,961 72 Sulawesi Tengah 2,4137
21 Kepulauan Riau 3,2079 73 Sulawesi Selatan 3,2389
31 DKI Jakarta 3,1804 74 Sulawesi Tenggara 1,431
32 Jawa Barat 4,1829 75 Gorontalo 0,757
33 Jawa Tengah 4,5268 81 Maluku 0,9903
34 DI. Yogyakarta 0,0972 82 Maluku Utara 2,6696
35 Jawa Timur 3,9753 91 Papua Barat 2,3194
36 Banten 3,4263

34
Gambar 2.1. Sebaran Wilayah Pemetaan Indeks Daya Saing Daerah di Indonesia untuk wilayah
Provinsi

Untuk Pemerintah Daerah tingkat Provinsi 9% dari 34 provinsi memiliki skor dengan
katagori “Sangat Tinggi” adalah Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur, 35%
memiliki skor dengan Katagori “Tinggi”, 29% memiliki skor dengan Katagori “Sedang”
dan Sebanyak 18% Katagori “Rendah” yaitu Bali, Maluku, Gorontalo, Nusa Tenggara
Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Sumatera Barat. Terdapat 3 (tiga) Propinsi
yang belum melakukan pemetaan Indeks Daya Saing Daerah yaitu Kalimantan Timur,
Sulawesi Barat dan Papua. (Gambar 2.1).
Provinsi-provinsi dalam Katagori “Rendah” diindikasikan oleh Aspek Ekosistem
Inovasi : Pertumbuhan ekonomi dan investasi, Penyerapan tenaga kerja,
Kesejahteraan masyarakat, Pembangunan ekonomi berbasis inovasi Budaya inovasi
daerah, Komersialisasi produk unggulan daerah, Kapasitas SDM era Digital dan SDM
berbasis Inovasi

35
PROVINSI

TIDAK
MENGISI SANGAT
9% TINGGI
9%

RENDAH
18%

TINGGI
35%

SEDANG
29%

Gambar 2.2. Distribusi IDSD Provinsi Tahun 2020

2.2. IDSD Tahun 2020 Tingkat Kabupaten


Dalam Indeks daya saing Daerah Tahun 2020 ini, skor akhir Kabupaten ang
mencakup 4 aspek utama yaitu lingkungan penguat, sumberdaya manusia, pasar dan
ekosistem inovasi, secara umum memiliki katagori “SEDANG”. Dari 216 Kabupaten
di atas, 1 Kabupaten memiliki skor dengan katagori “Sangat Tinggi” (3,76 – 5), 66
Kabupaten memiliki skor dengan Katagori “Tinggi” (2,51 - 3,75) , 71 Kabupaten
memiliki skor dengan Katagori “Sedang” (1,26 - 2,5) dan Sebanyak 78 Kabupaten
dengan Katagori “Rendah” (0 - 1,25)
Sepuluh Kabupaten dengan urutan skor terbaik adalah Kabupaten Wonogiri (3,9179),
Kabupaten Kendal (3,7486), Kabupaten Badung (3,6945), Kabupaten Bogor (3,6715),
Kabupaten Semarang (3,6468), Kabupaten Pekalongan (3,6125), Kabupaten
Pati(3,6118), Kabupaten Temanggung (3,5529), Kabupaten Banyumas (3,5333),
Kabupaten Karanganyar (3,4271). Untuk Skor kabupaten secara lengkap dapat dilihat
pada Tabel 2.2 dan Sebaran IDSD Kabupaten/Kota hasil pengelompokan disajikan
dalam Gambar 2.3.

36
Tabel 2.2. Skor Indeks Indeks Daya Saing Daerah Kabupaten Tahun 2020
KODE Nama Daerah Nilai KODE Nama Daerah Nilai
_ID Indeks _ID Indeks
1101 Kabupaten Simeulue 1,5421 3319 Kabupaten Kudus 3,265
1102 Kabupaten Aceh Singkil 1,5222 3320 Kabupaten Jepara 3,1248
1103 Kabupaten Aceh Selatan 0,7646 3321 Kabupaten Demak 2,8615
1104 Kabupaten Aceh Tenggara 0,0313 3322 Kabupaten Semarang 3,6468
1105 Kabupaten Aceh Timur 0,684 3323 Kabupaten Temanggung 3,5529
1106 Kabupaten Aceh Tengah 1,0945 3324 Kabupaten Kendal 3,7486
1107 Kabupaten Aceh Barat 2,3234 3325 Kabupaten Batang 3,3683
1108 Kabupaten Aceh Besar 0,8632 3326 Kabupaten Pekalongan 3,6125
1109 Kabupaten Pidie 1,5623 3327 Kabupaten Pemalang 3,063
1110 Kabupaten Bireuen 2,3092 3328 Kabupaten Tegal 3,0425
1111 Kabupaten Aceh Utara 1,4527 3329 Kabupaten Brebes 2,9319
1112 Kabupaten Aceh Barat Daya 1,3075 3404 Kabupaten Sleman 3,166
1114 Kabupaten Aceh Tamiang 0,6987 3502 Kabupaten Ponorogo 1,269
1115 Kabupaten Nagan Raya 1,3663 3503 Kabupaten Trenggalek 3,2741
1116 Kabupaten Aceh Jaya 2,7993 3504 Kabupaten Tulungagung 0,2894
1118 Kabupaten Pidie Jaya 1,4458 3505 Kabupaten Blitar 3,3483
1202 Kabupaten Mandailing Natal 2,1012 3506 Kabupaten Kediri 1,8672
1205 Kabupaten Tapanuli Utara 2,2837 3507 Kabupaten Malang 2,9625
1207 Kabupaten Labuhan Batu 2,001 3510 Kabupaten Banyuwangi 2,6226
1211 Kabupaten Karo 2,5495 3513 Kabupaten Probolinggo 1,9042
1212 Kabupaten Deli Serdang 2,432 3517 Kabupaten Jombang 2,8729
1214 Kabupaten Nias Selatan 0,589 3518 Kabupaten Nganjuk 0,2917
1216 Kabupaten Pakpak Bharat 1,8992 3519 Kabupaten Madiun 1,8429
1217 Kabupaten Samosir 2,5947 3520 Kabupaten Magetan 2,1062
1222 Kabupaten Labuhan Batu 0,7236 3521 Kabupaten Ngawi 0,5478
Selatan
1302 Kabupaten Pesisir Selatan 2,9048 3523 Kabupaten Tuban 2,7661
1304 Kabupaten Sijunjung 0,713 3525 Kabupaten Gresik 2,6895
1305 Kabupaten Tanah Datar 0,9454 3527 Kabupaten Sampang 1,5043
1306 Kabupaten Padang Pariaman 2,023 3528 Kabupaten Pamekasan 2,1707
1307 Kabupaten Agam 2,5146 3529 Kabupaten Sumenep 0,0208
1308 Kabupaten Lima Puluh Kota 0,8118 3601 Kabupaten Pandeglang 0,7553
1309 Kabupaten Pasaman 1,8877 3602 Kabupaten Lebak 1,0946

37
KODE Nama Daerah Nilai KODE Nama Daerah Nilai
_ID Indeks _ID Indeks
1310 Kabupaten Solok Selatan 1,2005 3604 Kabupaten Serang 0,3233
1401 Kabupaten Kuantan Singingi 0,2035 5101 Kabupaten Jembrana 2,5189
1402 Kabupaten Indragiri Hulu 1,4724 5103 Kabupaten Badung 3,6945
1403 Kabupaten Indragiri Hilir 1,1558 5104 Kabupaten Gianyar 2,6029
1406 Kabupaten Kampar 0,3554 5105 Kabupaten Klungkung 3,3615
1407 Kabupaten Rokan Hulu 2,6929 5107 Kabupaten Karang Asem 2,3493
1408 Kabupaten Bengkalis 1,3345 5108 Kabupaten Buleleng 2,6648
1502 Kabupaten Merangin 1,688 5204 Kabupaten Sumbawa 2,8679
1503 Kabupaten Sarolangun 1,4217 5304 Kabupaten Timor Tengah 1,199
Selatan
1504 Kabupaten Batang Hari 2,0127 5306 Kabupaten Belu 1,1312
1506 Kabupaten Tanjung Jabung 2,1176 5308 Kabupaten Lembata 0,9067
Timur
1508 Kabupaten Tebo 0,9137 5311 Kabupaten Ende 1,8846
1509 Kabupaten Bungo 2,338 5314 Kabupaten Rote Ndao 1,5835
1601 Kabupaten Ogan Komering Ulu 0,0822 5318 Kabupaten Nagekeo 1,6088
1602 Kabupaten Ogan Komering Ilir 0,1582 6101 Kabupaten Sambas 2,4457
1603 Kabupaten Muara Enim 2,9871 6105 Kabupaten Sanggau 2,4603
1605 Kabupaten Musi Rawas 1,1839 6106 Kabupaten Ketapang 2,138
1606 Kabupaten Musi Banyuasin 0,9614 6107 Kabupaten Sintang 1,5402
1607 Kabupaten Banyu Asin 1,7492 6108 Kabupaten Kapuas Hulu 1,0988
1608 Kabupaten Ogan Komering Ulu 2,2008 6109 Kabupaten Sekadau 1,8711
Selatan
1609 Kabupaten Ogan Komering Ulu 0,9253 6110 Kabupaten Melawi 1,0331
Timur
1610 Kabupaten Ogan Ilir 0,1134 6111 Kabupaten Kayong Utara 1,7794
1701 Kabupaten Bengkulu Selatan 2,141 6204 Kabupaten Barito Selatan 0,2831
1702 Kabupaten Rejang Lebong 1,772 6207 Kabupaten Lamandau 2,2507
1703 Kabupaten Bengkulu Utara 2,6606 6210 Kabupaten Pulang Pisau 0,1695
1704 Kabupaten Kaur 0,6166 6211 Kabupaten Gunung Mas 0,6068
1705 Kabupaten Seluma 0,0104 6305 Kabupaten Tapin 0,1563
1707 Kabupaten Lebong 0,4234 6306 Kabupaten Hulu Sungai 3,0748
Selatan
1708 Kabupaten Kepahiang 1,6949 6401 Kabupaten Paser 1,8817
1709 Kabupaten Bengkulu Tengah 0,9611 6403 Kabupaten Kutai 2,1037
Kartanegara

38
KODE Nama Daerah Nilai KODE Nama Daerah Nilai
_ID Indeks _ID Indeks
1802 Kabupaten Tanggamus 1,8506 6501 Kabupaten Malinau 0,8857
1803 Kabupaten Lampung Selatan 0,8679 6502 Kabupaten Bulungan 2,6925
1805 Kabupaten Lampung Tengah 2,293 6503 Kabupaten Tana Tidung 1,0638
1810 Kabupaten Pringsewu 1,5887 6504 Kabupaten Nunukan 1,4276
1811 Kabupaten Mesuji 0,9121 7103 Kabupaten Kepulauan 2,5605
Sangihe
1901 Kabupaten Bangka 2,7921 7104 Kabupaten Kepulauan 2,1388
Talaud
1902 Kabupaten Belitung 2,8475 7108 Kabupaten Siau 0,2332
Tagulandang Biaro
1903 Kabupaten Bangka Barat 1,9819 7109 Kabupaten Minahasa 0,4021
Tenggara
1904 Kabupaten Bangka Tengah 2,7943 7110 Kabupaten Bolaang 0,0093
Mongondow Selatan
1905 Kabupaten Bangka Selatan 2,704 7201 Kabupaten Banggai 0,7
Kepulauan
1906 Kabupaten Belitung Timur 1,5823 7202 Kabupaten Banggai 2,6188
2101 Kabupaten Karimun 0,1071 7204 Kabupaten Poso 0,0625
2102 Kabupaten Bintan 2,9788 7205 Kabupaten Donggala 0,0417
2103 Kabupaten Natuna 1,8445 7206 Kabupaten Toli-toli 1,1268
3201 Kabupaten Bogor 3,6715 7208 Kabupaten Parigi Moutong 1,9121
3202 Kabupaten Sukabumi 1,4935 7209 Kabupaten Tojo Una-una 0,381
3203 Kabupaten Cianjur 2,3675 7210 Kabupaten Sigi 0,3399
3204 Kabupaten Bandung 1,3676 7303 Kabupaten Bantaeng 0,0313
3205 Kabupaten Garut 2,6506 7305 Kabupaten Takalar 1,2
3207 Kabupaten Ciamis 2,7181 7306 Kabupaten Gowa 0,8515
3208 Kabupaten Kuningan 0,7198 7307 Kabupaten Sinjai 1,8899
3209 Kabupaten Cirebon 0,8871 7308 Kabupaten Maros 1,1548
3210 Kabupaten Majalengka 0,2431 7309 Kabupaten Pangkajene 2,2569
Dan Kepulauan
3211 Kabupaten Sumedang 2,594 7310 Kabupaten Barru 2,1197
3213 Kabupaten Subang 2,6717 7311 Kabupaten Bone 2,8957
3214 Kabupaten Purwakarta 2,7081 7313 Kabupaten Wajo 1,3937
3217 Kabupaten Bandung Barat 2,0966 7314 Kabupaten Sidenreng 2,1479
Rappang
3218 Kabupaten Pangandaran 2,4565 7315 Kabupaten Pinrang 2,0187

39
KODE Nama Daerah Nilai KODE Nama Daerah Nilai
_ID Indeks _ID Indeks
3301 Kabupaten Cilacap 3,2616 7316 Kabupaten Enrekang 1,1897
3302 Kabupaten Banyumas 3,5333 7322 Kabupaten Luwu Utara 0,2361
3303 Kabupaten Purbalingga 3,3297 7402 Kabupaten Muna 0,0417
3304 Kabupaten Banjarnegara 2,821 7406 Kabupaten Bombana 2,1715
3305 Kabupaten Kebumen 3,1 7408 Kabupaten Kolaka Utara 0,6912
3306 Kabupaten Purworejo 3,1617 7502 Kabupaten Gorontalo 0,0069
3307 Kabupaten Wonosobo 3,1985 7504 Kabupaten Bone Bolango 1,6383
3308 Kabupaten Magelang 3,2593 7603 Kabupaten Mamasa 0,4581
3309 Kabupaten Boyolali 3,2357 7606 Kabupaten Mamuju 0,555
Tengah
3310 Kabupaten Klaten 2,9675 8108 Kabupaten Maluku Barat 0,987
Daya
3311 Kabupaten Sukoharjo 3,404 8207 Kabupaten Pulau Morotai 1,5576
3312 Kabupaten Wonogiri 3,9179 9101 Kabupaten Fakfak 0,0833
3313 Kabupaten Karanganyar 3,4271 9102 Kabupaten Kaimana 0,839
3314 Kabupaten Sragen 3,2475 9103 Kabupaten Teluk 0,282
Wondama
3315 Kabupaten Grobogan 3,2584 9104 Kabupaten Teluk Bintuni 0,1589
3316 Kabupaten Blora 2,8045 9105 Kabupaten Manokwari 1,1013
3317 Kabupaten Rembang 3,3104 9111 Kabupaten Manokwari 1,1383
Selatan
3318 Kabupaten Pati 3,6118 9401 Kabupaten Merauke 0,8737

40
Gambar 2.3. Sebaran Wilayah Pemetaan Indeks Daya Saing Daerah di Indonesia untuk wilayah
Kabupaten/Kota

Untuk Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten hanya 1 Kabupaten yang memiliki skor
dengan katagori “Sangat Tinggi” yaitu Kabupaten Wonogiri, Selanjutnya sebanyak
16% memiliki skor dengan Katagori “Tinggi”, 17% memiliki skor dengan Katagori
“Sedang”, 19% memiliki skor dengan “Katagori Rendah”. Terdapat 200 (Dua ratus)
Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten yang belum melakukan pemetaan Indeks Daya
Saing Daerah (Gambar 5).
Kabupaten dalam Katagori “Rendah” diindikasikan oleh Aspek Sumberdaya Manusia
: Kesiapan sumber daya masyarakat dan Kapasitas Sumber Daya Manusia yang
berdaya saing, sehingga perlu upaya untuk Meningkatkan kapasitas SDM yang
berdaya saing

41
KABUPATEN
SANGAT
TINGGI
0% TINGGI
16%

TIDAK
MENGISI SEDANG
48% 17%

RENDAH
19%

Gambar 2.4. Distribusi IDSD Kabupaten Tahun 2020

2.3. IDSD Tahun 2020 Tingkat Kota


Dalam Indeks daya saing Daerah Tahun 2020 ini, skor akhir Kabupaten ang
mencakup 4 aspek utama yaitu lingkungan penguat, sumberdaya manusia, pasar dan
ekosistem inovasi, secara umum memiliki katagori “TINGGI”. Dari 54 Kota di atas, 3
Kota memiliki skor dengan katagori “Sangat Tinggi” (3,76 – 5), 23 Kota memiliki skor
dengan Katagori “Tinggi” (2,51 - 3,75) , 17 Kota memiliki skor dengan Katagori
“Sedang” (1,26 - 2,5) dan Sebanyak 11 Kota dengan Katagori “Rendah” (0 - 1,25)
Sepuluh kota dengan urutan skor terbaik adalah Kota Surakarta (4,3332), Kota
Semarang (3,898), Kota Cimahi (3,8196), Kota Tegal (3,755), Kota Pekalongan (3,6763),
Kota Magelang (3,6186), Kota Salatiga (3,5681), Kota Malang (3,521), Kota Depok
(3,4409) dan Kota Sukabumi (3,4202). Untuk Skor kota secara lengkap dapat dilihat
pada Tabel 2.3.

42
Tabel 2.3. Skor Indeks Indeks Daya Saing Daerah Kota Tahun 2020
KODE Nama Daerah Nilai KODE Nama Daerah Nilai
_ID Indeks _ID Indeks
1171 Kota Banda Aceh 2,0822 3278 Kota Tasikmalaya 1,8712
1172 Kota Sabang 0,5623 3279 KOTA BANJAR 0,5438
1173 Kota Langsa 2,4308 3371 Kota Magelang 3,6186
1174 Kota Lhokseumawe 2,2592 3372 Kota Surakarta 4,3332
1271 Kota Sibolga 0,527 3373 Kota Salatiga 3,5681
1371 Kota Padang 2,45 3374 Kota Semarang 3,898
1372 Kota Solok 1,1393 3375 Kota Pekalongan 3,6763
1374 Kota Padang Panjang 2,3765 3376 Kota Tegal 3,755
1375 Kota Bukittinggi 0,9627 3571 Kota Kediri 1,6502
1377 Kota Pariaman 3,0248 3573 Kota Malang 3,521
1471 Kota Pekanbaru 3,3223 3579 Kota Batu 1,6869
1571 Kota Jambi 3,1963 3671 Kota Tangerang 2,594
1671 Kota Palembang 2,5156 3672 Kota Cilegon 0,9847
1672 Kota Prabumulih 2,361 5171 Kota Denpasar 3,2801
1674 Kota Lubuklinggau 2,8405 5371 Kota Kupang 2,4252
1771 Kota Bengkulu 2,9614 6171 Kota Pontianak 1,5925
1871 Kota Bandar Lampung 0,7778 6172 Kota Singkawang 1,7386
1971 Kota Pangkal Pinang 2,5784 6474 Kota Bontang 3,3726
2171 Kota BATAM 2,467 6571 Kota Tarakan 2,9475
2172 Kota Tanjung Pinang 2,89 7171 Kota Manado 1,5222
3271 Kota Bogor 2,9174 7173 Kota Tomohon 0,3626
3272 Kota Sukabumi 3,4202 7174 Kota Kotamobagu 0,5322
3273 Kota Bandung 2,936 7372 Kota Parepare 3,0535
3274 Kota Cirebon 2,7727 7373 Kota Palopo 1,0315
3275 Kota Bekasi 2,7361 7472 Kota Baubau 0,6116
3276 Kota Depok 3,4409 8271 Kota Ternate 1,831
3277 Kota Cimahi 3,8196 9471 Kota Jayapura 1,2969

Untuk Pemerintah Daerah tingkat Kota 3% memiliki skor dengan Katagori “Sangat
Tinggi”, 24% memiliki skor denga Katagori “Tinggi”, 17% memiliki skor dengan
Katagori “Sedang” dan 11% memiliki Katagori “Rendah”. Sejumlah 45% atau 44 Kota
di Indonesia yang belum melakukan pemetaan Indeks Daya Saing Daerah.

43
Kota-kota dalam Katagori “Rendah” diindikasikan oleh Aspek Ekosistem Inovasi :
Pertumbuhan ekonomi dan investasi, Penyerapan tenaga kerja, Kesejahteraan
masyarakat, Pembangunan ekonomi berbasis inovasi Budaya inovasi daerah,
Komersialisasi produk unggulan daerah, Kapasitas SDM era Digital dan SDM berbasis
Inovasi
KOTA

SANGAT
TINGGI
3%

TINGGI
24%

TIDAK
MENGISI
45%

SEDANG
17%

RENDAH
11%

Gambar 2.5. Distribusi IDSD Kabupaten Tahun 2020

2.4. IDSD Tahun 2020 Tingkat Provinsi Berbasis Aspek


Pada bagian ini akan diuraikan tentang IDSD Tahun 2020 berbasis aspek di tingkat
Provinsi. Berdasarkan hasil penghitungan skor pada masing-masing aspek, yaitu
Penguat/Enabling Environment, Sumber Daya Manusia/Human Capital,
Pasar/Market, Ekosistem Inovasi, terdapat beberapa daerah yang termasuk kategori
daya saing sangat tinggi, sedang, dan rendah.
 Aspek Penguat/Enabling Environment
Pada Aspek Penguat/Enabling Environment, terdapat lima daerah yang digolongkan
ke dalam daerah dengan kategori daya saing sangat tinggi. Kelima daerah yang
memiliki skor di atas 3,76 ini adalah Jawa Tengah (4,4643), Jawa Barat (4,2044), Jawa
Timur (3,9722), DKI Jakarta (3,7837), Sulawesi Utara (3,7321). Sementara itu, pada
kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 13 daerah yang memenuhi kriteria
tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek
44
Penguat/Enabling Environment dari rentang 2,51 hingga 3,76. Dan sebanyak 10
daerah dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang
memiliki total skor Aspek Penguat/Enabling Environment dari rentang 1,26 hingga
2.50. Sementara untuk kategori daya saing yang terakhir, terdapat 3 daerah yang
berada pada daya saing rendah. Daerah yang masuk kategori ini adalah Gorontalo,
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sumatera Barat.

 Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital


Pada Sumber Daya Manusia/Human Capital, terdapat satu daerah yang digolongkan
ke dalam daerah dengan kategori daya saing sangat tinggi. Daerah tersebut yang
memiliki skor di atas 3,76 ini adalah Jawa Tengah (4,3036). Sementara itu, pada
kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 18 daerah yang memenuhi kriteria
tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki total skor Sumber
Daya Manusia/Human Capital dari rentang 2,51 hingga 3,76. Dan sebanyak 3 daerah
dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki total
skor Sumber Daya Manusia/Human Capital dari rentang 1,26 hingga 2.50. Sementara
untuk kategori daya saing yang terakhir, terdapat 9 daerah yang berada pada daya
saing rendah. Daerah yang masuk kategori ini adalah Maluku, Bali, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan Gorontalo.

 Aspek Pasar/Market
Pada Pasar/Market terdapat tiga daerah yang digolongkan ke dalam daerah dengan
kategori daya saing sangat tinggi. Ketiga daerah yang memiliki skor di atas 3,76 ini
adalah Jawa Tengah (4,5), Jawa Barat (4,1667) dan Jawa Timur (3,9375). Sementara
itu, pada kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 12 daerah yang memenuhi
kriteria tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki total skor
Pasar/Market dari rentang 2,51 hingga 3,76. Dan sebanyak 10 daerah dengan daya
saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki total skor
Pasar/Market dari rentang 1,26 hingga 2.50. Sementara untuk kategori daya saing
yang terakhir, terdapat 6 daerah yang berada pada daya saing rendah. Daerah yang
masuk kategori ini adalah Bali, Maluku, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sumatera Barat

45
 Aspek Ekosistem Inovasi
Pada Aspek Ekosistem Inovasi, terdapat empat daerah yang digolongkan ke dalam
daerah dengan kategori daya saing sangat tinggi. Keempat daerah yang memiliki skor
di atas 3,76 ini adalah JAWA BARAT (4,9321), JAWA TENGAH (4,8395), JAWA TIMUR
(4,4738) dan SUMATERA SELATAN (4,0833). Sementara itu, pada kategori daerah
daya saing tinggi, sebanyak 10 daerah yang memenuhi kriteria tersebut. Daerah yang
dimaksud adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek Ekosistem Inovasi dari
rentang 2,51 hingga 3,76. Dan sebanyak 6 daerah dengan daya saing sedang, Daerah
yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek Ekosistem Inovasi dari
rentang 1,26 hingga 2.50. Sementara untuk kategori daya saing yang terakhir,
terdapat 11 daerah yang berada pada daya saing rendah. Daerah yang masuk kategori
ini adalah Riau, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali,
Maluku, Kalimantan Barat, Gorontalo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara
Barat, dan Sumatera Barat.

JAWA TENGAH
5
NUSA TENGGARA 4,5
4 JAWA BARAT
TIMUR
3,5
3
2,5
2
SULAWESI UTARA 1,5 JAWA TIMUR
1
0,5
0

DKI JAKARTA SUMATERA SELATAN

KEPULAUAN RIAU BANTEN

SULAWESI SELATAN

Faktor Penguat/Enabling Environment Sumber Daya Manusia/Human Capital


Faktor Pasar/Market Ekosistem Inovasi

Gambar 2.6. Skor Teratas (“Top Ten”) dilihat dari 4 (empat) aspek IDSD tingkat Provinsi Tahun
2020

46
Tabel 2.4. IDSD Tahun 2020 Tingkat Provinsi berbasis aspek
KODE_ Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosiste
ID Penguat/Enabl Manusia/Hu Pasar/Mar m
ing man Capital ket Inovasi
Environment
11 ACEH 2,2817 2,8482 3 2,5432
12 SUMATERA UTARA 2,6687 1,6071 2,0833 1,4136
13 SUMATERA BARAT 0,0833 0 0 0
14 RIAU 2,9563 2,3125 2,5208 1,1698
15 JAMBI 2,8671 2,9732 3,125 3,2809
16 SUMATERA SELATAN 3,502 3,0625 3,7083 4,0833
17 BENGKULU 2,8829 2,9375 3,4583 1,841
18 LAMPUNG 3,004 2,6607 2,3958 1,9352
19 Kepulauan Bangka Belitung 3,0952 2,9911 3,2083 2,5494
21 KEPULAUAN RIAU 3,5913 3,0982 2,8333 3,3086
31 DKI JAKARTA 3,7837 2,9286 2,5417 3,4676
32 JAWA BARAT 4,2044 3,4286 4,1667 4,9321
33 JAWA TENGAH 4,4643 4,3036 4,5 4,8395
34 DAERAH ISTIMEWA 0,2222 0 0,0833 0,0833
YOGYAKARTA
35 JAWA TIMUR 3,9722 3,5179 3,9375 4,4738
36 BANTEN 3,6508 2,9464 3,4583 3,6497
51 BALI 1,5992 0,9375 1 0,7994
52 NUSA TENGGARA BARAT 1,3413 0,4375 0,2083 0
53 NUSA TENGGARA TIMUR 3,1925 2,8839 3,1875 3,0679
61 KALIMANTAN BARAT 2,8829 1,3571 0,875 0,5077
62 KALIMANTAN TENGAH 1,5397 0,4554 2,4583 0,8873
63 KALIMANTAN SELATAN 2,881 0,8304 1,4167 1,412
65 KALIMANTAN UTARA 2,2302 2,8839 1,4583 1,0015
71 SULAWESI UTARA 3,7321 3,4643 2,7083 2,7052
72 SULAWESI TENGAH 2,1786 2,5982 2,5417 2,3364
73 SULAWESI SELATAN 3,4226 3,3571 3,5417 2,6343
74 SULAWESI TENGGARA 1,4683 1,2589 2,125 0,8719
75 GORONTALO 1,0813 0 1,5625 0,3843
81 MALUKU 1,3333 1,0446 0,9167 0,6667
82 MALUKU UTARA 2,375 2,7411 2,8542 2,7083
91 PAPUA BARAT 1,9544 3,0446 2,6458 1,6327

47
2.5. IDSD Tahun 2020 Tingkat Kabupaten Berbasis Aspek
Pada bagian ini akan diuraikan tentang IDSD Tahun 2020 berbasis aspek di tingkat
Kabupaten. Berdasarkan hasil penghitungan skor pada masing-masing aspek, yaitu
Penguat/Enabling Environment, Sumber Daya Manusia/Human Capital,
Pasar/Market, Ekosistem Inovasi, terdapat beberapa daerah yang termasuk kategori
daya saing sangat tinggi, sedang, dan rendah.
 Aspek Penguat/Enabling Environment
Pada Aspek Penguat/Enabling Environment, terdapat tujuh daerah yang digolongkan
ke dalam daerah dengan kategori daya saing sangat tinggi. Ketujuh daerah yang
memiliki skor di atas 3,76 ini adalah Kabupaten Sleman (4,119), Kabupaten Badung
(4,1151), Kabupaten Trenggalek (3,9583), Kabupaten Pati ( 3,8175), Kabupaten
Kendal (3,8155), Kabupaten Boyolali (3,7917) dan Kabupaten Jepara (3,7698).
Sementara itu, pada kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 86 daerah yang
memenuhi kriteria tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki
total skor Aspek Penguat/Enabling Environment dari rentang 2,51 hingga 3,76. Dan
sebanyak 67 daerah dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah
wilayah yang memiliki total skor Aspek Penguat/Enabling Environment dari rentang
1,26 hingga 2.50. Sementara untuk kategori daya saing yang terakhir, terdapat 56
daerah yang berada pada daya saing rendah.

 Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital


Pada Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital, terdapat dua daerah yang
digolongkan ke dalam daerah dengan kategori daya saing sangat tinggi. Kedua Daerah
tersebut yang memiliki skor di atas 3,76 ini adalah Kabupaten Karanganyar (4,1042)
dan Kabupaten Wonogiri (3,8333).
Sementara itu, pada kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 77 daerah yang
memenuhi kriteria tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki
total skor Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital dari rentang 2,51 hingga 3,76.
Dan sebanyak 70 daerah dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah
wilayah yang memiliki total skor Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital dari
rentang 1,26 hingga 2.50. Sementara untuk kategori daya saing yang terakhir,
terdapat 67 daerah yang berada pada daya saing rendah.

48
 Aspek Pasar/Market
Pada Aspek Pasar/Market terdapat enam daerah yang digolongkan ke dalam daerah
dengan kategori daya saing sangat tinggi. Keenam daerah yang memiliki skor di atas
3,76 ini adalah Kabupaten Kendal (4,1875), Kabupaten Pekalongan (4,1667),
Kabupaten Kudus (4,125), Kabupaten Wonogiri (3,9583), Kabupaten Batang (3,8125),
Kabupaten Semarang (3,7917).
Sementara itu, pada kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 56 daerah yang
memenuhi kriteria tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki
total skor Aspek Pasar/Market dari rentang 2,51 hingga 3,76. Dan sebanyak 72 daerah
dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki total
skor Aspek Pasar/Market dari rentang 1,26 hingga 2.50. Sementara untuk kategori
daya saing yang terakhir, terdapat 82 daerah yang berada pada daya saing rendah.

 Aspek Ekosistem Inovasi


Pada Aspek Ekosistem Inovasi, terdapat lima daerah yang digolongkan ke dalam
daerah dengan kategori daya saing sangat tinggi. Kelima daerah yang memiliki skor di
atas 3,76 ini adalah Kabupaten Bogor (4,6852), Kabupaten Wonogiri (4,2747),
Kabupaten Rembang (3,9907), Kabupaten Pati (3,8796) dan Kabupaten Blitar (3,8318)
Sementara itu, pada kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 34 daerah yang
memenuhi kriteria tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki
total skor Aspek Ekosistem Inovasi dari rentang 2,51 hingga 3,76. Dan sebanyak 59
daerah dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang
memiliki total skor Aspek Ekosistem Inovasi dari rentang 1,26 hingga 2.50. Sementara
untuk kategori daya saing yang terakhir, terdapat 118 daerah yang berada pada daya
saing rendah.

49
Kabupaten Wonogiri
5
4,5
Kabupaten Karanganyar Kabupaten Kendal
4
3,5
3
2,5
2
Kabupaten Banyumas 1,5 Kabupaten Badung
1
0,5
0

Kabupaten Temanggung Kabupaten Bogor

Kabupaten Pati Kabupaten Semarang

Kabupaten Pekalongan

Faktor Penguat/Enabling Environment Sumber Daya Manusia/Human Capital


Faktor Pasar/Market Ekosistem Inovasi

Gambar 2.7. Skor Teratas (“Top Ten”) dilihat dari 4 (empat) aspek IDSD tingkat Kabupaten
Tahun 2020

Tabel 2.5 IDSD Tahun 2020 Tingkat Kabupaten berbasis aspek


KODE_ Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosist
ID Penguat/Enab Manusia/Hu Pasar/Mar em
ling man Capital ket Inovasi
Environment
1101 Kabupaten Simeulue 1,8036 1,7083 1,6875 0,9691
1102 Kabupaten Aceh Singkil 1,6052 1,5625 1,625 1,2963
1103 Kabupaten Aceh Selatan 1,6131 0,6042 0,7917 0,0494
1104 Kabupaten Aceh Tenggara 0,125 0 0 0
1105 Kabupaten Aceh Timur 0,5556 1,2292 0,8958 0,0556
1106 Kabupaten Aceh Tengah 1,1905 1,0625 0,9583 1,1667
1107 Kabupaten Aceh Barat 3,006 2,75 2,3125 1,2253

50
KODE_ Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosist
ID Penguat/Enab Manusia/Hu Pasar/Mar em
ling man Capital ket Inovasi
Environment
1108 Kabupaten Aceh Besar 1,1071 0,7917 1,5417 0,0123
1109 Kabupaten Pidie 2,5456 1,8125 1,4375 0,4537
1110 Kabupaten Bireuen 2,8571 2,6042 2,0625 1,713
1111 Kabupaten Aceh Utara 1,5893 1,4167 1,3542 1,4506
1112 Kabupaten Aceh Barat Daya 1,7857 2,4583 0,875 0,1111
1114 Kabupaten Aceh Tamiang 0,5417 0,5 0,875 0,8781
1115 Kabupaten Nagan Raya 1,754 1,9583 1 0,7531
1116 Kabupaten Aceh Jaya 2,8671 3,4792 2,6042 2,2469
1118 Kabupaten Pidie Jaya 2,3651 1,9583 1,0833 0,3765
1202 Kabupaten Mandailing Natal 2,7381 2,3125 1,5208 1,8333
1205 Kabupaten Tapanuli Utara 3,006 2,375 2,5208 1,233
1207 Kabupaten Labuhan Batu 1,9623 1,9375 1,9375 2,1667
1211 Kabupaten Karo 3,0714 2,3958 2,3542 2,3765
1212 Kabupaten Deli Serdang 3,4603 1,7708 2,0417 2,4552
1214 Kabupaten Nias Selatan 1,127 1,0208 0,2083 0
1216 Kabupaten Pakpak Bharat 2,0496 2,1458 1,75 1,6512
1217 Kabupaten Samosir 2,6726 2,8958 2,7917 2,0185
1222 Kabupaten Labuhan Batu 0,8056 1,0625 0,9583 0,0679
Selatan
1302 Kabupaten Pesisir Selatan 3,244 3,125 2,8333 2,4167
1304 Kabupaten Sijunjung 1,5774 0,875 0,0417 0,358
1305 Kabupaten Tanah Datar 1,8988 1 0,4583 0,4244
1306 Kabupaten Padang Pariaman 2,3591 2,75 1,25 1,733
1307 Kabupaten Agam 3,377 2,3958 2,3333 1,9522
1308 Kabupaten Lima Puluh Kota 1,1131 1,1667 0,875 0,0926
1309 Kabupaten Pasaman 2,4444 2,5417 1,6667 0,8981
1310 Kabupaten Solok Selatan 1,869 1,375 0,9375 0,6204
1401 Kabupaten Kuantan Singingi 0,131 0 0,6458 0,037
1402 Kabupaten Indragiri Hulu 1,6587 1,875 1,2708 1,0849
1403 Kabupaten Indragiri Hilir 1,3492 1,1875 1,5 0,5864
1406 Kabupaten Kampar 0,5595 0,3542 0,25 0,2577
1407 Kabupaten Rokan Hulu 2,6766 3,125 2,7292 2,2407

51
KODE_ Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosist
ID Penguat/Enab Manusia/Hu Pasar/Mar em
ling man Capital ket Inovasi
Environment
1408 Kabupaten Bengkalis 0,9821 2,5625 1,375 0,4182
1502 Kabupaten Merangin 2,3254 2,2708 1,4583 0,6975
1503 Kabupaten Sarolangun 1,1944 2,2292 1,1458 1,1173
1504 Kabupaten Batang Hari 1,9683 2 2,1458 1,9367
1506 Kabupaten Tanjung Jabung 2,4405 1,875 2,4375 1,7176
Timur
1508 Kabupaten Tebo 1,3909 0,5 0,75 1,0139
1509 Kabupaten Bungo 2,1984 3,3333 2,1042 1,716
1601 Kabupaten Ogan Komering Ulu 0,2917 0 0 0,037
1602 Kabupaten Ogan Komering Ilir 0,5 0 0,0833 0,0494
1603 Kabupaten Muara Enim 3,6429 2,7292 3,2292 2,3472
1605 Kabupaten Musi Rawas 1,9325 0,9375 1,2917 0,5741
1606 Kabupaten Musi Banyuasin 1,5238 0,4375 1,5833 0,3009
1607 Kabupaten Banyu Asin 2,881 2,1667 1,1667 0,7824
1608 Kabupaten Ogan Komering Ulu 1,8194 2,6667 2,3125 2,0046
Selatan
1609 Kabupaten Ogan Komering Ulu 0,9583 1,4583 1,2292 0,0556
Timur
1610 Kabupaten Ogan Ilir 0 0,0833 0,3333 0,037
1701 Kabupaten Bengkulu Selatan 2,7044 2,7292 1,8125 1,3179
1702 Kabupaten Rejang Lebong 2,1389 2,5625 1,6875 0,6991
1703 Kabupaten Bengkulu Utara 2,8591 2,875 2,9792 1,929
1704 Kabupaten Kaur 1,1647 0,6875 0,5 0,1142
1705 Kabupaten Seluma 0 0 0,0417 0
1707 Kabupaten Lebong 1,2738 0 0,1667 0,2531
1708 Kabupaten Kepahiang 1,8175 2 1,8958 1,0664
1709 Kabupaten Bengkulu Tengah 1,2123 0,9583 0,9792 0,6944
1802 Kabupaten Tanggamus 2,1607 2,1667 1,8958 1,179
1803 Kabupaten Lampung Selatan 0,8095 0,9375 1,3542 0,3704
1805 Kabupaten Lampung Tengah 2,9544 2,3333 2,0417 1,8426
1810 Kabupaten Pringsewu 2,5794 1,9375 1,375 0,463
1811 Kabupaten Mesuji 1,5119 1,5208 0,5417 0,0741
1901 Kabupaten Bangka 3,2897 3,0625 2,9167 1,8997

52
KODE_ Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosist
ID Penguat/Enab Manusia/Hu Pasar/Mar em
ling man Capital ket Inovasi
Environment
1902 Kabupaten Belitung 3,4286 3,125 3,125 1,7114
1903 Kabupaten Bangka Barat 2,9762 2,25 1,8125 0,8889
1904 Kabupaten Bangka Tengah 3,131 2,9792 3,1042 1,963
1905 Kabupaten Bangka Selatan 3,2996 3,0417 2,2292 2,2454
1906 Kabupaten Belitung Timur 1,2738 1,9375 2,1042 1,0139
2101 Kabupaten Karimun 0,4286 0 0 0
2102 Kabupaten Bintan 3,4663 3,3125 2,5625 2,5741
2103 Kabupaten Natuna 2,3611 1,7708 1,3958 1,8503
3201 Kabupaten Bogor 3,4385 3,0625 3,5 4,6852
3202 Kabupaten Sukabumi 1,2579 1,5 1,7917 1,4244
3203 Kabupaten Cianjur 3,0417 1,9375 2,0833 2,4074
3204 Kabupaten Bandung 2,6766 1,125 1,3542 0,3148
3205 Kabupaten Garut 3,6627 2,9167 2,2917 1,7315
3207 Kabupaten Ciamis 3,6766 2,8333 2,5417 1,821
3208 Kabupaten Kuningan 1,1786 0,4375 0,8125 0,4506
3209 Kabupaten Cirebon 1,6548 0,8333 0,625 0,4352
3210 Kabupaten Majalengka 0,3056 0 0 0,6667
3211 Kabupaten Sumedang 2,4802 2,625 2,6042 2,6667
3213 Kabupaten Subang 3,5516 2,3958 3 1,7392
3214 Kabupaten Purwakarta 3,621 3,0208 2,5625 1,6281
3217 Kabupaten Bandung Barat 3,2877 2,7708 1,5208 0,8071
3218 Kabupaten Pangandaran 3,1369 2,3333 2,5625 1,7932
3301 Kabupaten Cilacap 3,504 3,0208 3,4167 3,1049
3302 Kabupaten Banyumas 3,5714 3,125 3,7083 3,7284
3303 Kabupaten Purbalingga 3,625 2,875 3,6875 3,1312
3304 Kabupaten Banjarnegara 3,3373 2,3542 3,0833 2,5093
3305 Kabupaten Kebumen 3,4345 2,7083 3,1458 3,1111
3306 Kabupaten Purworejo 3,4702 3,125 2,6875 3,3642
3307 Kabupaten Wonosobo 3,5 2,75 3,3125 3,2315
3308 Kabupaten Magelang 3,629 2,7708 3,6667 2,9707
3309 Kabupaten Boyolali 3,7917 3,2708 2,8958 2,9846
3310 Kabupaten Klaten 3,3075 2,8958 3 2,6667

53
KODE_ Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosist
ID Penguat/Enab Manusia/Hu Pasar/Mar em
ling man Capital ket Inovasi
Environment
3311 Kabupaten Sukoharjo 3,6647 3,6875 3,7083 2,5556
3312 Kabupaten Wonogiri 3,6052 3,8333 3,9583 4,2747
3313 Kabupaten Karanganyar 3,5516 4,1042 3,4583 2,5941
3314 Kabupaten Sragen 3,6607 3,3333 2,9792 3,017
3315 Kabupaten Grobogan 3,4881 2,9792 3,5417 3,0247
3316 Kabupaten Blora 3,2004 2,7083 2,6042 2,7052
3317 Kabupaten Rembang 3,3135 2,2708 3,6667 3,9907
3318 Kabupaten Pati 3,8175 3,4583 3,2917 3,8796
3319 Kabupaten Kudus 3,3671 2,875 4,125 2,6929
3320 Kabupaten Jepara 3,7698 3,3542 2,5417 2,8333
3321 Kabupaten Demak 3,7083 2,8958 2,5625 2,2793
3322 Kabupaten Semarang 3,5595 3,5417 3,7917 3,6944
3323 Kabupaten Temanggung 3,6786 3,3958 3,7083 3,429
3324 Kabupaten Kendal 3,8155 3,3958 4,1875 3,5957
3325 Kabupaten Batang 3,5119 2,7292 3,8125 3,4198
3326 Kabupaten Pekalongan 3,4722 3,1875 4,1667 3,6235
3327 Kabupaten Pemalang 3,2897 2,8125 3,0833 3,0664
3328 Kabupaten Tegal 3,2956 2,8542 3,125 2,8951
3329 Kabupaten Brebes 3,2778 2,6667 3,0625 2,7207
3404 Kabupaten Sleman 4,119 2,7708 2,7708 3,0031
3502 Kabupaten Ponorogo 2,131 1,4375 0,9167 0,591
3503 Kabupaten Trenggalek 3,9583 2,8958 2,9167 3,3256
3504 Kabupaten Tulungagung 1,0833 0 0 0,0741
3505 Kabupaten Blitar 3,3948 2,8125 3,3542 3,8318
3506 Kabupaten Kediri 2,2798 2,4375 1,7917 0,9599
3507 Kabupaten Malang 3,6964 2,6667 2,5625 2,9244
3510 Kabupaten Banyuwangi 3,1964 2,6458 2,3333 2,3148
3513 Kabupaten Probolinggo 3,0179 2,0833 1,7083 0,8071
3517 Kabupaten Jombang 3,7183 2,625 2,4167 2,7315
3518 Kabupaten Nganjuk 0,125 0,625 0,4167 0
3519 Kabupaten Madiun 3,2202 1,9583 0,8333 1,3596
3520 Kabupaten Magetan 2,8254 2,4375 2,1667 0,9954

54
KODE_ Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosist
ID Penguat/Enab Manusia/Hu Pasar/Mar em
ling man Capital ket Inovasi
Environment
3521 Kabupaten Ngawi 0,5238 0,8125 0,3333 0,5216
3523 Kabupaten Tuban 3,3135 2,8333 2,7292 2,1883
3525 Kabupaten Gresik 3,7024 2,7708 2,4792 1,8056
3527 Kabupaten Sampang 1,748 1,4583 1,8542 0,9568
3528 Kabupaten Pamekasan 2,3651 2,375 2,375 1,5679
3529 Kabupaten Sumenep 0,0833 0 0 0
3601 Kabupaten Pandeglang 1,5754 0,625 0,6667 0,1543
3602 Kabupaten Lebak 1,2202 1,5 1,2292 0,429
3604 Kabupaten Serang 0,1667 0 0,375 0,7515
5101 Kabupaten Jembrana 3,6667 3,0208 2,1458 1,2423
5103 Kabupaten Badung 4,1151 3,5417 3,6875 3,4336
5104 Kabupaten Gianyar 3,5952 3,1458 1,7292 1,9414
5105 Kabupaten Klungkung 3,4345 3,5 3,5625 2,9491
5107 Kabupaten Karang Asem 2,2361 3,4583 2,6042 1,0988
5108 Kabupaten Buleleng 3,5456 2,3125 2,7917 2,0093
5204 Kabupaten Sumbawa 3,5694 3,0833 2,7708 2,0478
5304 Kabupaten Timor Tengah 2,4365 1,25 1,0417 0,0679
Selatan
5306 Kabupaten Belu 0,994 1,4375 1,2292 0,8642
5308 Kabupaten Lembata 1,3214 1,0625 1,1875 0,0556
5311 Kabupaten Ende 2,3849 1,9167 1,8125 1,4244
5314 Kabupaten Rote Ndao 1,7917 1,8333 1,5625 1,1466
5318 Kabupaten Nagekeo 2,4067 2,1042 1,375 0,5494
6101 Kabupaten Sambas 2,3671 3,1458 2,0833 2,1867
6105 Kabupaten Sanggau 2,4385 2,5 3,3333 1,5694
6106 Kabupaten Ketapang 2,9107 2,3542 2,125 1,162
6107 Kabupaten Sintang 1,4663 0,6458 2,6458 1,4028
6108 Kabupaten Kapuas Hulu 1,9206 1,0833 1,2292 0,162
6109 Kabupaten Sekadau 2,1667 1,6667 2,2083 1,4429
6110 Kabupaten Melawi 1,5536 2,2083 0,0417 0,3287
6111 Kabupaten Kayong Utara 2,2937 1,2083 2,2083 1,4074
6204 Kabupaten Barito Selatan 0,1369 0,0625 0,7292 0,2037

55
KODE_ Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosist
ID Penguat/Enab Manusia/Hu Pasar/Mar em
ling man Capital ket Inovasi
Environment
6207 Kabupaten Lamandau 2,9563 2,6875 2,1875 1,1713
6210 Kabupaten Pulang Pisau 0,131 0,3125 0 0,2346
6211 Kabupaten Gunung Mas 0,3571 1,1875 0,8333 0,0494
6305 Kabupaten Tapin 0 0,25 0,375 0
6306 Kabupaten Hulu Sungai 3,6964 3,3958 2,7083 2,4985
Selatan
6401 Kabupaten Paser 2,4881 2,625 1,2917 1,1219
6403 Kabupaten Kutai Kartanegara 3,1647 2,9167 1,1667 1,1667
6501 Kabupaten Malinau 1,5476 0,625 0,25 1,1204
6502 Kabupaten Bulungan 3,2262 3,1042 2,7917 1,6481
6503 Kabupaten Tana Tidung 0,9365 2,125 0,3958 0,7978
6504 Kabupaten Nunukan 1,5615 2,0417 2,0208 0,0864
7103 Kabupaten Kepulauan Sangihe 2,8869 2,875 2,4583 2,0216
7104 Kabupaten Kepulauan Talaud 2,4464 1,8125 2,6667 1,6296
7108 Kabupaten Siau Tagulandang 0,4583 0,4375 0 0,037
Biaro
7109 Kabupaten Minahasa Tenggara 1,0298 0,3125 0,1458 0,1204
7110 Kabupaten Bolaang 0 0 0 0,037
Mongondow Selatan
7201 Kabupaten Banggai Kepulauan 1,5972 0,0625 0,875 0,2654
7202 Kabupaten Banggai 3 2,875 2,2917 2,3086
7204 Kabupaten Poso 0 0 0 0,25
7205 Kabupaten Donggala 0,1667 0 0 0
7206 Kabupaten Toli-toli 1,7063 0,9583 1,5 0,3426
7208 Kabupaten Parigi Moutong 2,3313 2,0417 1,4375 1,838
7209 Kabupaten Tojo Una-una 1,1071 0,375 0,0417 0
7210 Kabupaten Sigi 0,5774 0 0,2917 0,4907
7303 Kabupaten Bantaeng 0 0,125 0 0
7305 Kabupaten Takalar 1,4306 2,375 0,3542 0,6404
7306 Kabupaten Gowa 1,3274 1,0417 0,6667 0,3704
7307 Kabupaten Sinjai 2,873 1,4167 1,7083 1,5617
7308 Kabupaten Maros 2,006 1,5833 0,7708 0,2593
7309 Kabupaten Pangkajene Dan 2,2083 2,2292 1,8542 2,7361
Kepulauan

56
KODE_ Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosist
ID Penguat/Enab Manusia/Hu Pasar/Mar em
ling man Capital ket Inovasi
Environment
7310 Kabupaten Barru 2,6171 2,7708 1,7083 1,3827
7311 Kabupaten Bone 3,0913 2,8125 3,0833 2,5957
7313 Kabupaten Wajo 2,4127 1,6042 0,7708 0,787
7314 Kabupaten Sidenreng Rappang 2,8433 2,5833 2,0833 1,0818
7315 Kabupaten Pinrang 3,0873 2,6875 1,1875 1,1127
7316 Kabupaten Enrekang 1,6548 1,0625 1,625 0,4167
7322 Kabupaten Luwu Utara 0,9444 0 0 0
7402 Kabupaten Muna 0,1667 0 0 0
7406 Kabupaten Bombana 2,7262 1,3125 2,3125 2,3349
7408 Kabupaten Kolaka Utara 1,744 0,6458 0,375 0
7502 Kabupaten Gorontalo 0 0 0 0,0278
7504 Kabupaten Bone Bolango 3,2044 1,4167 1,3333 0,5988
7603 Kabupaten Mamasa 0,5198 0,5208 0,4583 0,3333
7606 Kabupaten Mamuju Tengah 0,75 0,3333 1,0625 0,0741
8108 Kabupaten Maluku Barat Daya 1,2381 1,9583 0,7083 0,0432
8207 Kabupaten Pulau Morotai 1,6687 2,375 1,375 0,8117
9101 Kabupaten Fakfak 0,3333 0 0 0
9102 Kabupaten Kaimana 0,9187 1,2708 1,0833 0,0833
9103 Kabupaten Teluk Wondama 0,0238 0,5833 0,5208 0
9104 Kabupaten Teluk Bintuni 0,3155 0,0625 0,0417 0,216
9105 Kabupaten Manokwari 1,4345 2,125 0,8333 0,0123
9111 Kabupaten Manokwari Selatan 1,0556 1,9792 0,7917 0,7269
9401 Kabupaten Merauke 0,9107 1,6042 0,7917 0,1883

2.6. IDSD Tahun 2020 Tingkat Kota Berbasis Aspek


Pada bagian ini akan diuraikan tentang IDSD Tahun 2020 berbasis aspek di tingkat
Kota. Berdasarkan hasil penghitungan skor pada masing-masing aspek, yaitu
Penguat/Enabling Environment, Sumber Daya Manusia/Human Capital,
Pasar/Market, Ekosistem Inovasi, terdapat beberapa daerah yang termasuk kategori
daya saing sangat tinggi, sedang, dan rendah.
 Aspek Penguat/Enabling Environment

57
Pada Aspek Penguat/Enabling Environment, terdapat sembilan daerah yang
digolongkan ke dalam daerah dengan kategori daya saing sangat tinggi. Ke sembilan
daerah yang memiliki skor di atas 3,76 ini adalah Kota Semarang (4,1429), Kota Depok
(4,123), Kota Sukabumi (3,9524), Kota Salatiga (3,9524), Kota Bontang (3,9286), Kota
Bandung (3,9147), Kota Surakarta (3,8929), Kota Magelang (3,8155) dan Kota
Denpasar (3,8016)
Sementara itu, pada kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 23 daerah yang
memenuhi kriteria tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki
total skor Aspek Penguat/Enabling Environment dari rentang 2,51 hingga 3,76. Dan
sebanyak 14 daerah dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah
wilayah yang memiliki total skor Aspek Penguat/Enabling Environment dari rentang
1,26 hingga 2.50. Sementara untuk kategori daya saing yang terakhir, terdapat 8
daerah yang berada pada daya saing rendah. Daerah yang masuk kategori ini adalah
Kota Bukittinggi, Kota Bandar Lampung, Kota Sabang, Kota Tomohon, Kota Cilegon,
Kota Banjar, Kota Baubau dan Kota Sibolga

 Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital


Pada Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital, terdapat tiga daerah yang
digolongkan ke dalam daerah dengan kategori daya saing sangat tinggi. Ketiga Daerah
tersebut yang memiliki skor di atas 3,76 ini adalah Kota Surakarta (4,25), Kota
Salatiga (3,8958) dan Kota Parepare (3,7708).
Sementara itu, pada kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 34 daerah yang
memenuhi kriteria tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki
total skor Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital dari rentang 2,51 hingga 3,76.
Dan sebanyak 12 daerah dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah
wilayah yang memiliki total skor Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital dari
rentang 1,26 hingga 2.50. Sementara untuk kategori daya saing yang terakhir,
terdapat 5 daerah yang berada pada daya saing rendah. Daerah yang masuk kategori
ini adalah Kota Pontianak, Kota Bandar Lampung, Kota Tomohon, Kota Banjar dan
Kota Kotamobagu

 Aspek Pasar/Market
Pada Aspek Pasar/Market terdapat empat daerah yang digolongkan ke dalam daerah
dengan kategori daya saing sangat tinggi. Keempat daerah yang memiliki skor di atas

58
3,76 ini adalah Kota Surakarta (4,4167), Kota Pekalongan (4,25), Kota Tegal (3,9792)
dan Kota Cimahi (3,9583)
Sementara itu, pada kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 17 daerah yang
memenuhi kriteria tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki
total skor Aspek Pasar/Market dari rentang 2,51 hingga 3,76. Dan sebanyak 17 daerah
dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki total
skor Aspek Pasar/Market dari rentang 1,26 hingga 2.50. Sementara untuk kategori
daya saing yang terakhir, terdapat 16 daerah yang berada pada daya saing rendah.
Daerah yang masuk kategori ini adalah Kota Batu
Kota Jayapura, Kota Palopo, Kota Tasikmalaya, Kota Bukittinggi, Kota Bandar
Lampung, Kota Kediri, Kota Cilegon, Kota Manado, Kota Solok, Kota Banjar, Kota
Baubau, Kota Sibolga, Kota Sabang, Kota Tomohon, dan Kota Kotamobagu

 Aspek Ekosistem Inovasi


Pada Aspek Ekosistem Inovasi, terdapat empat daerah yang digolongkan ke dalam
daerah dengan kategori daya saing sangat tinggi. Keempat daerah yang memiliki skor
di atas 3,76 ini adalah Kota Surakarta (4,7731), Kota Cimahi (4,4938), Kota Semarang
(4,4907), Kota Tegal (3,9753)
Sementara itu, pada kategori daerah daya saing tinggi, sebanyak 12 daerah yang
memenuhi kriteria tersebut. Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang memiliki
total skor Aspek Ekosistem Inovasi dari rentang 2,51 hingga 3,76. Dan sebanyak 20
daerah dengan daya saing sedang, Daerah yang dimaksud adalah wilayah yang
memiliki total skor Aspek Ekosistem Inovasi dari rentang 1,26 hingga 2.50. Sementara
untuk kategori daya saing yang terakhir, terdapat 18 daerah yang berada pada daya
saing rendah. Daerah yang masuk kategori ini adalah Kota Batam, Kota Ternate, Kota
Lhokseumawe, Kota Jayapura, Kota Cilegon, Kota Singkawang, Kota Banda Aceh, Kota
Kediri, Kota Kotamobagu, Kota Bandar Lampung, Kota Banjar, Kota Solok, Kota
Sibolga, Kota Bukittinggi, Kota Palopo, Kota Baubau, Kota Sabang dan Kota Tomohon

59
Kota Surakarta
5
4,5
Kota Sukabumi Kota Semarang
4
3,5
3
2,5
2
Kota Depok 1,5 Kota Cimahi
1
0,5
0

Kota Malang Kota Tegal

Kota Salatiga Kota Pekalongan

Kota Magelang
Faktor Penguat/Enabling Environment Sumber Daya Manusia/Human Capital
Faktor Pasar/Market Ekosistem Inovasi

Gambar 2.8. Skor Teratas (“Top Ten”) dilihat dari 4 (empat) aspek IDSD tingkat Kota Tahun
2020

Tabel 2.6. IDSD Tahun 2020 Tingkat Kota berbasis aspek


KODE_I Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosiste
D Penguat/Enablin Manusia/Huma Pasar/Marke m Inovasi
g Environment n Capital t
1171 Kota Banda Aceh 2,7163 3,5417 1,4167 0,6543
1172 Kota Sabang 0,8115 1,4375 0 0
1173 Kota Langsa 2,873 2,4375 2,3125 2,1003
1174 Kota Lhokseumawe 2,3393 3,3542 2,3125 1,0309
1271 Kota Sibolga 0,0655 1,5625 0,375 0,1049
1371 Kota Padang 3,5278 2,6042 1,7917 1,8765
1372 Kota Solok 2,0317 1,6667 0,7292 0,1296
1374 Kota Padang Panjang 2,3631 3,3333 2,1875 1,6219

60
KODE_I Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosiste
D Penguat/Enablin Manusia/Huma Pasar/Marke m Inovasi
g Environment n Capital t
1375 Kota Bukittinggi 1,131 1,6458 1 0,0741
1377 Kota Pariaman 3,0952 3,2083 3,7292 2,0664
1471 Kota Pekanbaru 3,502 3,0833 3,2917 3,412
1571 Kota Jambi 3,6171 3,4375 3,1875 2,5432
1671 Kota Palembang 2,4921 3 2,6042 1,966
1672 Kota Prabumulih 3,0536 2,7292 2,2708 1,3904
1674 Kota Lubuklinggau 2,9861 3,0208 3 2,3549
1771 Kota Bengkulu 3,2321 3,1458 3,1667 2,3009
1871 Kota Bandar 0,994 0,8958 0,9792 0,2423
Lampung
1971 Kota Pangkal Pinang 2,6687 3,6042 2,3958 1,6451
2171 Kota B A T A M 3,506 2,9375 2,2917 1,1327
2172 Kota Tanjung Pinang 3,1825 3,2292 3,125 2,0231
3271 Kota Bogor 3,6409 3,4792 2,2917 2,2577
3272 Kota Sukabumi 3,9524 3,7292 2,8542 3,1451
3273 Kota Bandung 3,9147 3,1875 1,9167 2,7253
3274 Kota Cirebon 3,5198 3,6667 2,4167 1,4877
3275 Kota Bekasi 3,2738 2,7292 2,4167 2,5247
3276 Kota Depok 4,123 3,3542 3,2292 3,0571
3277 Kota Cimahi 3,5972 3,2292 3,9583 4,4938
3278 Kota Tasikmalaya 2,379 2,7083 1,0208 1,3765
3279 KOTA BANJAR 0,6429 0,625 0,7083 0,1991
3371 Kota Magelang 3,8155 3,75 3,3333 3,5756
3372 Kota Surakarta 3,8929 4,25 4,4167 4,7731
3373 Kota Salatiga 3,9524 3,8958 3,25 3,1744
3374 Kota Semarang 4,1429 3,3333 3,625 4,4907
3375 Kota Pekalongan 3,7599 3,3542 4,25 3,341
3376 Kota Tegal 3,5238 3,5417 3,9792 3,9753
3571 Kota Kediri 2,3353 2,8333 0,9583 0,4738
3573 Kota Malang 3,5556 3,7083 3,2708 3,5494
3579 Kota Batu 1,6012 2,6042 1,1875 1,3549
3671 Kota Tangerang 3,4286 2,7708 2,3542 1,8225
3672 Kota Cilegon 0,7381 1,5625 0,8125 0,8256

61
KODE_I Nama Daerah Faktor Sumber Daya Faktor Ekosiste
D Penguat/Enablin Manusia/Huma Pasar/Marke m Inovasi
g Environment n Capital t
5171 Kota Denpasar 3,8016 2,9375 3,2917 3,0895
5371 Kota Kupang 2,9762 3,0208 2,0833 1,6204
6171 Kota Pontianak 1,5952 1,1667 1,75 1,858
6172 Kota Singkawang 2,0933 2,5208 1,6042 0,7361
6474 Kota Bontang 3,9286 3,7083 3,2917 2,5617
6571 Kota Tarakan 3,2083 2,8958 3,2292 2,4568
7171 Kota Manado 1,619 2,1042 0,75 1,6157
7173 Kota Tomohon 0,7837 0,6667 0 0
7372 Kota Parepare 3,1647 3,7708 3,1875 2,091
7174 Kota Kotamobagu 1,7123 0 0 0,4167
7373 Kota Palopo 1,5635 1,5208 1,0417 0
7472 Kota Baubau 0,4048 1,3958 0,6458 0
8271 Kota Ternate 2,1349 2,5 1,6458 1,0432
9471 Kota Jayapura 1,6885 1,3958 1,1667 0,9367

62
3. IDSD 2020 TINGKAT PROVINSI

3.1. Provinsi Aceh


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Aceh memiliki luas wilayah darat 58.880,87 km2, wilayah lautan sejauh 12 mil seluas
7.478,80 Km2, dan garis pantai sepanjang 2.698,89 m2 atau 1.677,01 mil. Jumlah
penduduk pada tahun 2019, berjumlah 5.371.532 jiwa, dengan jumlah usia produktif
sebanyak 3,49 juta jiwa, serta kepadatan penduduk 95 orang/km2. Aceh terdiri dari
18 Kabupaten dan 5 (lima) Kota, 289 Kecamatan, 805 Mukim dan 6.497
Gampong/Desa.
Kondisi Aceh ditinjau dari sisi territorial capital dan human capital, berpeluang dalam
meningkatkan daya saing secara nasional dengan provinsi lain. Namun Aceh
terkendala peluang kesempatan kerja dengan tingginya pengangguran terbuka dan
kemiskinan sehingga iklim investasi dan tingkat pendidikan merupakan masalah
dalam pembangunan Aceh.Pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2019 sebesar 4,15
persen tumbuh melambat dibandingkan tahun 2018 sebesar 4,61 persen.Namun jika
dibandingkan dengan nasional pertumbuhan ekonomi aceh berada dibawah nasional
yaitu tahun 2018 sebesar 5,17 persen dan 5,02 persen pada tahun 2019. Terdapat
lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar secara berurutan yaitu pertanian,
kehutanan, dan perikanan sebesar 27,77 persen; perdagangan besar dan eceran;
reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 15,39 persen; kontruksi sebesar 9,31 persen;
administrasi, pemerintahan, pertanahan, dan jaminan sosial wajib sebesar 8,97
persen; dan transportasi dan pergudangan sebesar 7,47 persen (RKPA, 2021).
Di tahun 2020, perekonomian dunia termasuk Indonesia mengalami kemerosotan
akibat dampak pandemi covid-19. Ekonomi Indonesia triwulan II-2020 dibanding
triwulan II-2019 (y-on-y) mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 5,32 persen (BRS
Indonesia, 2020).
Hal tersebut dirasakan juga di Aceh meski tidak terdalam kontraksinya, ekonomi aceh
triwulan II-2020 mengalami kontraksi sebesar 1,82 persen. Penurunan terjadi hampir
pada seluruh lapangan usaha, kecuali konstruksi tumbuh sebesar 23,94 persen,
pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 23,32 persen, informasi dan
komunikasi tumbuh sebesar 17,26 persen, pengadaan listrik dan gas tumbuh sebesar
4,61 persen, jasa keuangan tumbuh sebesar 4,04 persen, jasa pendidikan tumbuh
63
sebesar 1,57 persen serta pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh sebesar 0,54
persen. Lapangan usaha transportasi dan pergudangan merupakan lapangan usaha
yang memiliki penurunan tertinggi sebesar 50,68 persen, diikuti penyediaan
akomodasi dan makan minum turun sebesar 15,38 persen serta perdagangan besar
dan eceran turun sebesar 9,38 persen. (BRS Aceh, 2020).
Menghadapi tantangan tersebut, maka peranan pemerintah Aceh menghadapi hal
tersebut dengan melakukan pengembangan strategi di sektor produktif dan
produktivitas pada sektor industri yang memiliki nilai tambah.
Ditinjau dari resources dan positioning Aceh dalam konstelasi ekonomi tersebut
berpeluang untuk berdaya saing tinggi, namun dengan penduduk yang besar selain
menjadi aset bagi pembangunan, tetapi menjadi tantangan dalam menjalankan
pembangunan terutama untuk peningkatan IPM, dan pengangguran. Kondisi ini
ditunjukkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2019 sebesar 71,90
poin atau berada di bawah nasional yaitu 71,92 poin, rendahnya peluang kerja
menyebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berada di bawah nasional yaitu
6,20 persen sedangkan nasional 5,28 persen pada Agustus 2019. (BPS Aceh, 2020)
Infrastruktur fisik yang tersedia di Aceh diantaranya: Bandara Sultan Iskandar Muda
Aceh Besar; Bandara Cut Nyak Dhien Nagan Raya; Bandara Lhok Sukon, Aceh Utara;
Bandara Maimun Saleh, Sabang; Bandara Malikus Saleh, Lhokseumawe; Bandara
Teuku Cut Ali, Tapaktuan; Bandara Syekh Hamzah Fansyuri, Singkil; Bandara
Rembele Bener Meriah; Bandara Lasikin Sinabang; Bandara Alas Lauser Kutacane;
Bandara Kuala Batee Blang Pidie. Infrastruktur pelabuhan: pelabuhan sabang;
pelabuhan lhokseumawe, pelabuhan malahayati, pelabuhan meulaboh dan
pelabuhan kuala langsa.
Jenis permukaan jalan baik sepanjang 1.297,35 km dan tol yang sedang dibangun
saat ini Tol Si Banceh sepanjang 74 km yang terdiri dari 6 seksi yaitu seksi 1 Padang
Tiji – Seulimeum sepanjang 25,7 km, Seksi 2 Seulimeum – Jantho sepanjang 6,3 km,
Seksi 3 Jantho – Indrapuri sepanjang 16 km, Seksi 4 Indrapuri – Blang Bintang
sepanjang 13,5 km, Seksi 5 Blang Bintang – Kuto Baro sepanjang 7,7 km, serta Seksi
6 KutobaroBaitussalam sepanjang 4,8 km.Saat ini Presiden Joko Widodo telah
meresmikan Jalan Tol Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) Seksi IV Indrapuri-Blang Bintang.
Infrastruktur ekonomi yang telah disiapkan adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Arun Lhokseumawe. Ketersediaan infrastruktur tersebut dapat meningkatkan
konektivitas antar wilayah dan antar provinsi serta internasional baik secara fisik
maupun ekonomi, sehingga Aceh berpeluang untuk meningkatkan daya saing.

64
Regulasi dalam meningkatkan investasi terdapat regulasi diantaranya: Qanun Aceh
Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2014
Tentang Retribusi Perizinan Tertentu; Peraturan Gubernur Aceh No. 60 Tahun 2017
Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Administrator Kawasan
Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe; Peraturan Gubernur Aceh No. 76 Tahun 2017
Tentang Pendelegasian Kewenangan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non
Perizinan kepada Administrator Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe;
Peraturan Gubernur Aceh No. 32 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Aceh; dan Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 31
Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pemberian Persetujuan oleh Dewan Kawasam Sabang
(DKS) kepada Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) untuk melaksanakan
Kewenangan dibidang Perizinan dan Kewenangan Lain.

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


Sektor unggulan adalah sektor atau kegiatan ekonomi yang mempunyai potensi, kinerja
dan prospek yang lebih baik dibandingkan dengan sektor lainnya sehingga diharapkan
mampu menggerakkan kegiatan usaha ekonomi turunan lainnya, dan pada akhirnya
akan dapat tercipta kemandirian pembangunan wilayah suatu daerah (Aswandi dan
Kuncoro, 2002 dan Peraturan Gubernur Aceh No. 530/963/2018 Tentang Penetapan
Komoditi Unggulan Kabupaten/Kota di Aceh Tahun 2018).
Berdasarkan kontribusi lapangan usaha terhadap PDRB Aceh maka sektor
konstruksi, sektor pertambangan dan penggalian, sektor informasi dan komunikasi,
sektor pengadaan listrik dan gas, sektor jasa keuangan, sektor jasa pendidikan serta
sektor pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan sektor andalan bagi Aceh.
Pengembangan sektor andalan tersebut disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Pemetaan Sektor Andalan


Sektor Sub sektor Pengembangan Sektor Andalan

Pengadaan Pengembangan 1. Pembangunan Jaringan Distribusi Listrik


listrik dan jaringan energi 2. Pemasangan instalasi listrik rumah sederhana
gas 3. Survey Energi Baru Terbarukan

65
Perikanan Pengembangan 1. Pengembangan bibit ikan unggul di Kab. Aceh Tengah dan
budidaya Kab Simeulue.
perikanan 2. Revitalisasi perikanan budidaya di kawasan budidaya air
payau di Kluet Selatan dan Pasi Raja (Kab.AcehSelatan).
Perikanan 1. Pembangunan tempat pelelangan ikan di Kab. Simeulue,
tangkap Kab.Aceh Singkil, Krueng Sabee (Kab. Aceh Jaya).
Pariwisata Pengembangan 1. Pengembangan objek pariwisata unggulan di Sukakarya
destinasi (Kota Sabang) Kota Jantho,Lhoknga, Pulau Aceh (Kab. Aceh
Besar), Meuraxa (Kota Banda Aceh), Penanggalan (Kota
Subulussalam).
Informasi Pengembangan 1. Pengadaan alat jaringan komunikasi di Kota
dan jaringan Lhokseumawe, Kab. Bener Meriah, Kab. Simeulue, Kab.
komunikasi Aceh Barat.
2. Penerapan sistem informasi dan teknologi informasi di
lingkungan Pemda di Kota Banda Aceh.
Kontruksi Pengembangan 1. Pembangunan Jalan yang terdiri dari Lanjutan Pembebasan
Jaringan Jalan Tanah Terusan T. Nyak Makam – Elak II, Lanjutan
dan Pembebasan Tanah Terusan Mr. Mohd.Hasan,
penanganan pembangunan Jalan Trienggadeng
jalan 2. Batas Bireuen, Pembangunan Jalan Bts. Pidie Jaya –
Samalanga, Pembangunan Jalan Lingkar Kota Langsa,
Pembangunan Jalan Trumon– BatasSingkil, Pembangunan
Jalan Nasrehe - Lewak–Sibigo
Sumber: RKPA, 2021

3.2. Provinsi Sumatera Utara


A. Identifikasi Peluang / Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Provinsi Sumatera Utara menempati posisi ke-enam ekonomi terbesar di Indonesia
setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Riau. Secara
Demografi memiliki keuntungan, seperti: populasi yang terus berkembang; lebih dari
setengah populasi berusia produktif; pendapatan perkapita penduduk mencapai 44
juta rupiah/tahun; peluang bisnis mencapai 70%; tenaga kerja terampil; dan, upah
minimum 40% dibawah DKI Jakarta.
Sektor ekonomi yang menjadi basis yaitu: pertanian, kehutanan, dan perikanan;
manufaktur, perdagangan, konstruksi, dan sektor lainnya. Persentase sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan terhadap ekonomi sebesar 22%, sedangkan,
persentase sektor manufaktur terhadap ekonomi sebesar 20%.

66
Provinsi Sumatera Utara juga memiliki produk unggulan yang diminati oleh pasar luar
negeri, yaitu: kopi; produk olahan kelapa sawit; produk hilirisasi karet; hasil laut
(ikan, udang, kakap putih, kerapu, kepiting lunak, nila, gurita, dan cumi); teh;
aluminium; produk tekstil; produk dari kayu; minyak atsiri; kerajinan tangan; serta,
produk pertanian (pinang biji, sayuran kubis, kelapa parut, asam jawa, nipah, karet,
rempah kayu manis dan arang). Kendala yang dihadapi dalam peningkatan daya saing
daerah, yaitu dari aspek ekosistem inovasi dan sumber daya manusia. Sedangkan
factor penguat dan pasar menjadi peluang untuk peningkatan daya saing daerah.
Pilar IDSD yang menjadi peluang dalam peningkatan daya saing daerah yaitu:
kelembagaan; perekonomian daerah; ketenagakerjaan; ukuran pasar; dan, kesiapan
teknologi. Sedangkan pilar IDSD yang menjadi kendala, adalah: infrastruktur;
Kesehatan; pendidikan dan keterampilan; efisiensi pasar produk; akses keuangan;
dinamika bisnis; dan, kapasitas inovasi.
Produk dan komoditi unggulan Provinsi Sumatera Utara yang beragam membutuhkan
strategi dan komitmen dalam pengelolaannya. Inovasi sebagai salah satu pendongkrak
nilai tambah produk/komoditi belum digunakan secara massal, seperti masih
minimnya industri pengolahan/pasca produksi yang menyebabkan rendahnya
pendapatan/nilai ekonomi dari produk/komoditi unggulan. Rendahnya indeks daya
saing daerah dari aspek sumber daya manusia, juga menjadi kendala dalam
peningkatan nilai tambah produk/komoditi.

B. Pemetaan Sektor/Komponen Pembentuk Andalan


Hasil Pemetaan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Sumatera Utara diperoleh sebesar
1,943. Adapun sektor/komponen pembentuk andalan terdiri dari empat aspek utama,
yaitu:
1. ASPEK PENGUAT / ENABLING ENVIRONMENT
a. Pilar Kelembagaan
Pada Pilar Kelembagaan diperoleh nilai 3,417. Termasuk kategori “cukup baik”.
Dimana nilai tersebut diperoleh dari Dimensi Tata Kelola Pemerintahan dengan
nilai 2,333 dan nilai Dimensi Keamanan dan Ketertiban sebesar 4,5. Hal ini
didukung oleh penilaian sektor Keamanan dan Ketertiban, dimana Tingkat
penyelesaian pelanggaran K3 tahun 2019 mencapai 93,26% dan Persentase
Penegakan Peraturanan Daerah (Perda) mencapai 57%. Pada sektor Tata Kelola
Pemerintahan didukung dengan dengan Hasil penetapan tingkat kinerja

67
penyelenggaraan Pemerintah Provins Sumatera Utara secara Nasional berdasarkan
Kementerian Dalam Negeri adalah "Tinggi"; Indeks Reformasi Birokrasi Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara adalah 60,05; dan Indeks Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik (SPBE) Prov. Sumatera Utara tahun 2019 berdasarkan Kementerian
PAN dan RB adalah 2,96.

b. Pilar Infrastruktur
Pada Pilar Infrastruktur diperoleh nilai 1,75. Termasuk kategori “baik”. Dimana
nilai tersebut diperoleh dari Dimensi Infrastruktur Transportasi dengan nilai 2,0
dan nilai Dimensi Infrastruktur Air Bersih, RTH dan Kelistrikan sebesar 1,5. Hal
ini didukung oleh Persentase Koefisien Daerah Hijau (KDH) > 25%. Sedangkan
terdapat kekurangan pada sektor Infrastruktur Transportasi dimana rasio panjang
jalan dengan jumlah kendaraan bermotor berdasarkan data BPS tahun 2020
sebanyak 206 unit/km.

c. Pilar Perekonomian Daerah


Pada Pilar Perekonomian Daerah diperoleh nilai 2,839. Termasuk kategori “cukup
baik”. Dimana nilai tersebut diperoleh dari Dimensi Keuangan Daerah dengan nilai
3,25 dan nilai Dimensi Stabilitas Ekonomi sebesar 2,429. Hal ini didukung oleh
sektor Keuangan Daerah dimana Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara
berdasarkan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan sebesar 5,22%; Indeks
Kapasitas Fiskal Provinsi Sumatera Utara tahun 2019 adalah 0,945 (tinggi); dan
Peningkatan nilai PAD terhadap total pendapatan daerah dari tahun sebelumnya
terjadi peningkatan sebesar 5,51%. Pada sektor Stabilitas Ekonomi didukung
dengan Nilai PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2019 sebesar Rp.
55.050.000; dan Jumlah nilai investasi berskala nasional PMDN tahun 2019
sebesar Rp. 19.749.000.000.

2. ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA / HUMAN CAPITAL


a. Pilar Kesehatan
Pada Pilar Kesehatan diperoleh nilai 1,87. Termasuk kategori “baik”. Dimana nilai
tersebut diperoleh dari Dimensi Kesehatan dengan nilai 1,875.Hal ini didukung
oleh nilai Angka Harapan hidup tahun terakhir sebesar 68,95 tahun; Rasio

68
puskesmas per 100.000 (seratus ribu) penduduk pada tahun terakhir sebesar
17,57 ; dan Rasio rumah sakit umum per 100.000 (seratus ribu) penduduk pada
tahun terakhir sebesar 1,53.

b. Pilar Pendidikan dan Keterampilan


Pada Pilar Pendidikan dan Keterampilan diperoleh nilai 1,339. Termasuk
mendekati kategori “baik”. Dimana nilai tersebut diperoleh dari Dimensi
Pendidikan dengan nilai 1,429 dan nilai Dimensi Keterampilan sebesar 1,25. Hal
ini didukung oleh Angka harapan lama sekolah tahun 2019 adalah 13 tahun 2
bulan; Rata-rata lama sekolah tahun 2019 adalah 9 tahun 5 bulan; dan persentase
Angka Partisipasi Kasar siswa Sekolah Menengah kejuruan diatas 80%.

3. ASPEK PASAR / MARKET


a. Pilar Efisiensi Pasar Produk
Pada Pilar Efisiensi Pasar Produk diperoleh nilai 1,50. Termasuk mendekati
kategori “baik”. Dimana nilai tersebut diperoleh dari Dimensi Pajak dan Retribusi
sebesar 3,0 dan nilai Dimensi Stabilitas Pasar sebesar 1,50. Hal ini didukung oleh
dimensi Kompetisi Dalam Negeri dimana Kelembagaan Pelaku Usaha
Poktan/Gapoktan yang aktif sebanyak 33 dari total 41, yaitu 80,49%. Pada sektor
Pajak dan Retribusi terdapat kontribusi pajak daerah terhadap PAD Sumut tahun
2019 sebesar 80.27%; pada dimensi Stabilitas Pasar ada regulasi untuk 8 sektor
usaha yang mendorong efisiensi pasar dan menekan laju inflasi di daerah, yaitu
sektor pangan (komoditi beras, cabai, bawang merah), sektor pariwisata, air
minum, kelistrikan, perkebunan (kelapa sawit), pertanian (pupuk), aneka industi
dan jasa, serta transaksi non tunai; dan Ada regulasi untuk 8 sektor usaha yang
mendorong efisiensi pasar dan menekan laju inflasi di daerah, yaitu sektor pangan
(komoditi beras, cabai, bawang merah), sektor pariwisata, air minum, kelistrikan,
perkebunan (kelapa sawit), pertanian (pupuk), aneka industi dan jasa, serta
transaksi non tunai.

b. Pilar Ketenagakerjaan
Pada Pilar Ketenagakerjaan diperoleh nilai 3,50. Termasuk melebihi kategori
“cukup baik”. Dimana nilai tersebut diperoleh dari Dimensi Ketenagakerjaan

69
dengan nilai 4,667 dan nilai Dimensi Kapasitas Tenaga Kerja sebesar 2,333. Hal ini
didukung oleh dimensir Ketenagakerjaan dimana Presentase Penduduk usia 15
tahun keatas yang merupakan angkatan kerja (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) sebesar 70,19%;
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada September 2019 adalah 5,41%, tingkat
pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2020 adalah 4,73%; dan Indeks
Pembangunan Gender (IPG) Provinsi Sumatera Utara tahun 2018 adalah 90,66.
Pada dimensi Kapasitas Tenaga Kerja terdapat Persentase jumlah tenaga kerja
terdidik terhadap total angkatan kerja sebesar 49,60%; Persentase Pekerja Penuh
Waktu (> 35 Jam) dalam Seminggu sebesar 67,32%; dan Peran Pemerintah Daerah
dalam pengembangan tenaga kerja terampil adalah dengan membuat Program
pelatihan tenaga kerja terampil yang tersertifikasi oleh dunia usaha.

c. Pilar Akses Keuangan


Pada Pilar Akses Keuangan diperoleh skor 0. Termasuk kategori “sangat kurang
baik”. Hal ini diakibatkan tidak validnya data yang diperoleh.

d. Pilar Ukuran Pasar


Pada Pilar Ukuran Pasar diperoleh nilai 3,333. Termasuk mendekati kategori
“sangat baik”. Dimana nilai tersebut diperoleh dari Dimensi Ukuran Pasar dengan
nilai 3,33 . Hal ini didukung oleh Rata-rata Rasio Jumlah Penduduk Usia 17 Tahun
keatas dibanding Jumlah Penduduk di Sumatera Utara sebesar 68.8% dan
persentase nilai neraca volume perdagangan diatas 80%

4. ASPEK EKOSISTEM INOVASI


a. Pilar Dinamika Bisnis
Pada Pilar Dinamika Bisnis diperoleh skor 0,5. Termasuk mendekati kategori
“baik”. Dimana nilai tersebut diperoleh dari Dimensi Kewirausahaan dengan nilai
1,0. Hal ini didukung oleh sektor Kewirausahaan terdapat Pertumbuhan usaha
industri kecil dan menengah sebesar 9,37%; Sistem manajemen produk hasil
industri kecil dan menengah Lebih dari 15 SOP dan sertifikat ISO; dan Sistem
manajemen produksi hasil industri besar Sudah ada lebih dari 25 SOP dan
sertifikat ISO.
70
b. Pilar Kapasitas Inovasi
Pada Pilar Kapasitas Inovasi diperoleh skor 1,241. Termasuk mendekati kategori
“baik”. Dimana nilai tersebut diperoleh dari Dimensi Interaksi dan Keberagaman
dengan nilai 1,50; nilai Dimensi Penelitian dan Pengembangan (R & D) sebesar
0,56; dan nilai Dimensi Komersialisasi sebesar 1,67. Hal ini didukung oleh sektor
Interaksi dan Keberagaman dimana Implementasi Program sistem Inovasi Daerah
dengan sudah adanya Roadmap SIDa Terintegrasi dengan RPJMD lengkap dengan
rencana aksi dan telah menghasilkan output produk inovasi dan telah terbentuk
kluster inovasi. Pada sektor Penelitian dan Pengembangan (R & D) didukung
dengan Jumlah Perguruan Tinggi dan Perangkat Daerah Kelitbangan lebih dari 20.
Pada sektor Komersialisasi didukung dengan terjalinnya link yang permanen
antara perguruan tinggi (akademisi), pelaku industri/bisnis/finansial, dan
pemerintah melalui technopark/ PUI.

c. Pilar Kesiapan Teknologi


Pada Pilar Kesiapan Teknologi diperoleh skor 2,50. Termasuk kategori “sangat
baik”. Dimana nilai tersebut diperoleh dari Dimensi Telematika dengan nilai 5,0
dan nilai Dimensi Teknologi. Hal ini didukung oleh Persentase penduduk yang
menggunakan HP/telepon/Smartphone > 70%; dan Proporsi rumah tangga dengan
akses internet di Sumut adalah 75,3.

3.3. Provinsi Riau


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai
pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka
pada persaingan dengan Provinsi lainnya yang berdekatan, nasional atau internasional.
Daya saing daerah sejalan dengan Visi Gubernur Riau tahun 2019-2024 yakni
Terwujudnya Riau yang Berdaya Saing, Sejahtera, Bermartabat dan Unggul di Indonesia
(Riau Bersatu). Berdasarkan hasil pemetaan dari Indeks Daya Saing Daerah tahun
(IDSD) 2019, peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Provinsi Riau adalah Aspek faktor
penguat/enabling environment dan aspek faktor pasar/market. Aspek faktor
penguat/enabling environment meliputi Pilar kelembagaan, infrastruktur dan
71
perekonomian daerah. Sedangkan Aspek faktor pasar/market mencakup Pilar Efisiensi
pasar produk, ketenagakerjaan, keuangan, dan ukuran pasar.
Sementara kendala yang dihadapi terdapat pada Aspek Sumber Daya Manusia/Human
Capital dan aspek ekosistem inovasi. Kelemahan pada aspek sumber daya manusia
tersebut meliputi dimensi kesehatan. Pada Aspek ekosistem inovasi, kelemahan ditemui
pada dimensi dinamika bisnis, kapasitas inovasi dan kesiapan teknologi.

B. Pemetaan Sektor Andalan


Sektor andalan Provinsi Riau terdiri dari migas dan non migas. Tabel 3.2 menampilkan
Matriks dari sektor-sektor yang menjadi unggulan daerah.

Tabel 3.2. Matriks Sektor Unggulan Daerah Provinsi Riau


Sektor Unggulan RPJMD 2019-2024

Pertambangan dan  Peningkatan pengembangan industri hilir berbasis sumberdaya


Penggalian lokal
Pertanian, kehutanan  Peningkatan kemandirian dan daya saing industri dengan
dan perikanan peningkatan produksi industri dan nilai tambah dan peningkatan
keunggulan kompetitif untuk pasar regional dan global
 Peningkatan daya Tarik investasi
 Peningkatan produksi pangan pokok untuk ketahanan pangan
Industri Pengolahan menuju kemandirian pangan
Sumber : RPJMD 2019 – 2024

Dengan melihat nilai SLQ (Static Location Quotient) pada RPJMD Provinsi Riau 2019 –
2024 dapat diketahui untuk saat ini ketiga sektor unggulan diatas masih mendominasi
di Provinsi Riau.

3.4. Provinsi Jambi


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Provinsi Jambi dibentuk berdasarkan UU Nomor 61 Tahun 1958 pada tanggal 25 Juli
1958 bersamaan dengan pembentukan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau
yang sebelumnya tergabung dalam Provinsi Sumatera Tengah. Terhitung sejak
terbentuknya Provinsi Jambi, pada tahun 1957 telah banyak kegiatan pembangunan
72
yang dilakukan secara terencana dan terarah. Dimulai dengan pembangunan pada
pemerintahan orde lama dilanjutkan dengan pemerintahan orde baru yang dikenal
dengan pembangunan jangka panjang tahap pertama (PJP I) periode 1969 -1993
hingga tahun 1997, kemudian pemerintahan reformasi dari tahun 1998 hingga saat
ini.
Secara geografis Provinsi Jambi terletak diantara 0º 74’– 20 46,16’ Lintang Selatan
dan 1010 12’ – 1040 44’ Bujur Timur. Provinsi Jambi terletak pada Bagian Tengah
Pulau Sumatera, berhadapan dengan Selat Karimata dan Selat Berhala serta berada
pada Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dan lalu lintas internasional. Posisi ini
menjadikan Provinsi Jambi masuk dalam rencana pembangunan tol laut di Indonesia
serta menjadi provinsi yang cukup strategis karena langsung berhadapan dengan
kawasan pertumbuhan ekonomi yaitu IMS-GT (Indonesia, Malaysia, Singapura Growth
Triangle).
Sejak mulai terbentuknya Provinsi Jambi hingga saat ini telah banyak keberhasilan
pembangunan yang dicapai yang merupakan fondasi dalam pembangunan Provinsi
Jambi untuk tahap berikutnya terutama dalam membangun fondasi ekonomi daerah
untuk mengjembangkan perekonomian yang lebih sejahtera dimasa mendatang.

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


Pembangunan Provinsi Jambi, tidak terlepas dari pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jambi 2016-2021, yang
penyusunannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004, Pasal 5 ayat
(2) dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pasal 71 ayat (2). Sesuai dengan aturan
tersebut maka dimuat visi dan misi serta program kepala daerah terpilih, yang
selanjutnya menjadi pedoman dalam penetapan dan Penyusunan Rencana Strategis
Perangkat Daerah. Adapun visi yang diemban seperti meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia Provinsi Jambi yang berdaya saing dan mampu menjadi modal sosial
bagi perwujudan perekonomian Provinsi Jambi, serta kemandirian ekonomi
masyarakat yang mampu bertahan terhadap goncangan ekonomi global dan mampu
bersaing secara global, berkembangnya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi
(IPTEKIN) serta pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Hasil pemetaan Indeks Daya Saing Provinsi Jambi Tahun 2020 oleh
Kemenristek/BRIN berdasarkan aspek indeks tertinggi pada aspek Ekosistem Inovasi
(3.28) dan terendah pada aspek penguat / Enabling Environment (2.87). Sementara
berdasarkan pilar, dari 12 pilar dimensi yang di ukur, dimensi ketenagakerjaan
73
memiliki nilai indeks tertinggi dibandingkan dengan ke 11 (sebelas) dimensi lainnya
yakni 4.50, dibanding dengan tahun sebelumnya (2019) nilai ini tidak mengalami
perubahan artinya Pemerintah Provinsi Jambi mampu mempertahankan dan
menstabilkan angka dimensi Ketenagakerjaan. Sementara untuk nilai terendah
berada pada dimensi ukuran pasar yakni 2.33, nilai ini menurun dibandingkan tahun
sebelumnya (2019) yang berada pada nilai indeks 5.33. Dari hasil penilaian diatas,
dapat disimpulkan bahwa kedepan potensi unggulan daya saing daerah Provinsi Jambi
berada pada aspek ekosistem inovasi dengan pilar ketenagakerjaan dan kesiapan
teknologi menjadi program unggulan utama yang menjadi perhatian pemerintah.
Namun pemerintah Provinsi Jambi perlu kitanya memperhatikan lebih potensi lain
yang masih lemah seperti sektor pasar dan pertumbuhan perekonomian daerah.
Pertumbuhan ekonomi tidak bisa dipisahkan dari pembangunan Provinsi Jambi,
keduanya bersinergi dan saling terkait. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator
yang dapat menggambarkan kinerja perekonomian suatu wilayah. Pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jambi tahun 2019 adalah sebesar 4,4%, terjadi perlambatan dari
tahun 2018 yang tumbuh sebesar 4,71%. Pertumbuhan ekonomi ini berada di bawah
pertumbuhan ekonomi nasional yang juga tumbuh melambat pada tahun 2019 yaitu
sebesar 5,02 %. Ditinjau dari sisi Inflasi yang menjadi indikator ekonomi penting
terutama untuk fokus kesejahteraan masyarakat. Tingkat inflasi Provinsi Jambi (Kota
Jambi) Tahun 2019 adalah 1,27 persen, di bawah tingkat inflasi nasional yang berada
pada 2,72 persen. Inflasi ini menurun bila dibandingkan dengan inflasi tahun 2018
yang berada di angka 3,02. Inflasi yang terjadi disebabkan oleh kenaikan indeks harga
pada enam kelompok pengeluaran yaitu kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga;
kelompok sandang; kelompok kesehatan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok
dan tembakau; kelompok bahan makanan; dan kelompok perumahan, air, listrik, gas.
Apabila dituangkan dalam analisa deskriptif SWOT (Strength, Weakness,
Opportunities, Threats) didapat rumusan sebagai berikut :

Tabel 3.2. Analisa Deskriptif SWOT


Faktor Internal Faktor Eksternal
Kekuatan (Strength): Peluang (Opportunity):
Banyak perusahaan yang memanfaatkan Tersedianya regulasi yang baik untuk
regulasi perizinan utk proses bisnis sector perizinan dalam hal biaya dan
Pertumbuhan usaha industri kecil, menengah waktu
dan industri besar yang baik Sistem manajemen
Adanya implementasi program sistem
produk hasil industri kecil, menengah dan

74
besar yang baik Tersedianya inovasi teknologi inovasi daerah
didaerah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Adanya penelitian yang dihasilkan
(TPAK) yang baik
perguruan tinggi, lembaga litbang, atau
Adanya kontribusi Pajak Daerah Dalam lembaga lainnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Persentase penduduk yang menggunakan
Keberadaan sektor usaha yang memberikan HP/ telepon Tersedianya Techno Park dan
kontribusi pada PDRB Pusat Unggulan Iptek (PUI)
Kelemahan (Weaknesess): Tantangan (Threat):
Kurangnya jumlah Pusat Kegiatan Belajar Pemrpov Jambi perlu meningkatkan
Masyarakat (PKBM) indeks gini untuk mengurangi
ketimpangan pendapatan dimasyarakat
Jumlah penduduk berpendidikan tinggi masih
secara menyeluruh demi stabilitas pasar
kurang
Meningkatkan IPM sector pendidikan
Kontribusi retribusi daerah dalam Pendapatan
Sudah ada pola dan karakteristik pola
Asli Daerah (PAD) yang rendah Minimnya bank
kemitraan diantara perusahaan
di daerah yang memberikan fasilitas layanan
Membentuk Lembaga Keuangan Bukan
pinjaman kepada dunia usaha
Bank (LKBB) yang memberi layanan
Minimnya pelaku usaha dan Industri yang pinjaman kepada dunia usaha
memiliki unit penelitian dan pengembangan
Infrastruktur jalan yang harus ditingkatkan
Jumlah nilai investasi berskala nasional
(PMDN/ PMA) yang masih rendah Persentase
UMKM yang masih rendah

3.5. Provinsi Sumatera Selatan


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu Provinsi dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berada di pulau Sumatera dengan luas wilayah sebesar
87.421,24 km2. Secara administratif Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 17 (tujuh
belas) kabupaten dan kota, yang terbagi atas 13 (tiga belas) kabupaten dan 4 (empat)
kota serta 232 kecamatan, 2862 desa dan 377 kelurahan. Jumlah penduduk di
Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2019 sebanyak 8.470.683 dan pada tahun
2020 sebanyak 8.567.923 jiwa (BPS Sumsel 2020, Data proyeksi penduduk provinsi
Sumatera Selatan menurut kabupaten/kota tahun 2010-2020). Jumlah penduduk
miskin di Sumatera Selatan pada bulan September 2019 mencapai 1.067,16 ribu
orang. Berkurang sebesar 6,58 ribu orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2019
yang sebesar 1.073,74 ribu orang dan berkurang 9,24 ribu orang dibandingkan

75
September 2018 yang sebesar 1.076,40 ribu orang. Komoditas makanan yang
berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di
perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam
ras, mie instan, gula pasir, kue basah, cabe merah, bawang merah, dan kopi bubuk
& kopi instan (sachet). Sedangkan komoditas bukan makanan adalah perumahan,
listrik, bensin, pendidikan, dan kesehatan.
Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan besaran Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku triwulan I- 2020
mencapai Rp 116,30 triliun dan atas dasar harga konstan mencapai Rp 79,44
triliun. Perekonomian Sumatera Selatan triwulan I 2020 tumbuh sebesar 4,98% (yoy)
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,69% (yoy).
Pertumbuhan ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Sumatera
maupun Nasional yang masing-masing 3,25% (yoy) dan 2,97% (yoy). Dari sisi
permintaan, perlambatan PDRB disebabkan oleh turunnya konsumsi rumah tangga
dan ekspor luar negeri yang terdampak pandemi wabah COVID-19, namun masih
dapat ditopang oleh investasi yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Dari sisi penawaran, Lapangan Usaha (LU) yang memberikan kontribusi
terbesar pada pertumbuhan ekonomi triwulan I 2020 adalah LU industri pengolahan,
LU pertambangan dan penggalian, dan LU pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Stabilitas sistem keuangan di Sumatera Selatan masih relatif terjaga. Kinerja
intermediasi perbankan di Sumatera Selatan mengalami perlambatan pada sektor
korporasi sejalan dengan kinerja perekonomian yang tumbuh melambat. Namun
sebaliknya, pertumbuhan kredit pada sektor rumah tangga cenderung meningkat dan
mayoritas digunakan untuk multiguna. Sektor rumah tangga dan korporasi masih
menunjukkan kondisi yang stabil yang salah satunya tercermin dari nilai Non
Performing Loan yang masih berada di bawah batas indikatif. Penyaluran kredit
meningkat, namun penghimpunan Dana Pihak Ketiga dan aset perbankan mengalami
perlambatan di triwulan I 2020. Adanya pandemi wabah COVID-19 menyebabkan
perlambatan konsumsi rumah tangga, ekspor luar negeri, dan investasi yang
disebabkan menurunnya aktivitas ekonomi untuk mengurangi tingkat penyebaran
wabah COVID-19. Namun demikian, peningkatan konsumsi pemerintah untuk
penanggulangan dampak wabah COVID-19 dan peningkatan kapasitas produksi pada
LU industri pengolahan diperkirakan mampu menahan perlambatan pertumbuhan
ekonomi. Adapun inflasi Sumatera Selatan tahun 2020 diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan inflasi tahun 2019, namun masih berada pada kisaran target inflasi
nasional 3,0%±1% (yoy).

76
Capaian IPM Sumatera Selatan pada tahun 2019 berada pada level 70.02, angka ini
meningkat sebesar 0,63 point atau tumbuh sebesar 0.9 % dibandingkan tahun 2018
pada level 69.39. Hal ini menempatkan Provinsi Sumatera Selatan berada pada
kategori IPM tinggi (70≤IPM<80). Capaian IPM Sumatera Selatan tersebut berada
diperingkat 23 tertinggi secara nasional.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat di Provinsi
Sumatera Selatan. Implementasi program Sistem Inovasi Daerah (SIDa) sudah cukup
baik didukung dengan sudah adanya Roadmap SIDa yang terintegrasi dengan RPJMD
lengkap dengan rencana aksi dan telah menghasilkan output produk inovasi. Sama
halnya dengan keberadaan dan pengembangan klaster inovasi berbasis Produk
Unggulan Daerah (PUD). PUD sudah terdapat dalam dokumen RPJMD (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dan terjadi kolaborasi pentahelix yang
efektif mendorong dihasilkannya Produk Unggulan Daerah (PUD). Model kolaborasi
pentahelix dengan penekanan terhadap kebijakan- kebijakan pembangunan
berdasarkan pada kekhasan daerah. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bersama
dunia usaha, masyarakat dan media selaku penggerak inovasi (innovation-driven) di
daerah memainkan perannya sebagai lokomotif pertumbuhan investasi bisnis dan
menciptakan iklim usaha yang kondusif bersinergi dengan perguruan tinggi dan
lembaga Litbang bersama para peneliti sebagai penghasil teknologi dapat membuka
jaringan, difusi teknologi dan penetrasi pasar produk.
Model kolaborasi pentahelix dibangun melalui SIDa berbasis kolaborasi antar
stakeholder tersebut untuk: 1) meningkatkan klaster komoditas unggulan daerah yang
berdaya saing tinggi, 2) meningkatkan jumlah wirausaha baru berbasis inovasi, 3)
meningkatkan kontribusi UKM terhadap PAD, dan 4) meningkatkan jumlah teknologi
baru yang diadopsi masyarakat dan dunia usaha. Stakeholder berbagi peran sesuai
dengan fungsinya untuk menciptakan inovasi teknologi PUD, dalam upaya
meningkatkan daya saing daerah. PUD Sumatera Selatan mencakup 7 bidang, yaitu:
1) Bidang Pertanian, 2) Bidang Perkebunan, 3) Bidang Peternakan, 4) Bidang
Perikanan, 5) Bidang Kehutanan, 6) Bidang ESDM, dan 7) Bidang Pariwisata. Melalui
Inovasi Teknologi, diharapkan terjadi percepatan peningkatan daya saing PUD karena
keunggulan suatu daerah harus diciptakan, bukan tercipta secara kebetulan. Dalam
3 tahun terakhir terdapat lebih dari 30 kolaborasi antara Perguruan Tinggi, Lemlit
dan Litbang dengan Pemda dalam pengembangan program teknologi dan inovasi.
Sedangkan jumlah PKS antara industri/dunia usaha dengan pemerintah sebanyak
kurang lebih 16-25 PKS.

77
Capaian kinerja IDSD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2020 meningkat dari tahun
2019 dimana pada tahun 2019 berada pada posisi top five (lima besar) anugerah
Budhipura tahun 2019. Jumlah Inovasi Pemerintahan (IGA) Provinsi Sumatera
Selatan tahun 2020 terdata sebanyak 619 Inovasi Pemerintahan Daerah yang terdiri
dari inovasi Pelayanan publik sebanyak 196 Inovasi, inovasi Tata Kelola sebanyak 70
inovasi dan inovasi Lainnya sebanyak 353 inovasi.
Provinsi Sumatera Selatan juga ikut berpartisipasi dalam lomba Inovasi dalam
menyongsong era new normal life yang di selenggarakan Kementrian Ristek/BRIN
melalui Video Inovasi Sumatera Selatan dalam menyonsong era new normal life dengan
mengirim 5 (lima) video inovasi, yang terdiri dari: 1) sektor pasar modern, 2) sektor
hotel, 3) sektor PTSP, 4) sektor tempat wisata, 5) sektor transportasi umum. Provinsi
Sumatera Selatan mendapat Juara Ketiga Kategori pasar tradisional Kota Palembang.
Peluang dan kendala yang dihadapi Provinsi Sumatera Selatan dari hasil pengukuran
ke-empat aspek utama daya saing daerah meliputi: lingkungan penguat, sumber daya
manusia, pasar dan ekosistem inovasi; yang mencakup dua belas pilar yaitu:
Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan, Efisiensi
Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Adopsi Teknologi,
Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi. Kerangka dasar model IDSD sangat dipengaruhi
oleh perkembangan Isu dan dinamika lingkungan strategis, seperti: bergulirnya
Revolusi Industri 4.0, MEA, AFTA dll, meliputi masih rendahnya atau belum
optimalnya beberapa indikator dari masing-masing aspek IDSD. Capaian Komponen
IDSD tahun 2020 terdiri dari 4 Aspek yaitu: 1) Aspek penguat/Enabling Environment;
2) Aspek Sumber Daya Manusia; 3) Aspek Pasar ;4) Aspek Ekosistem Inovasi. Ke empat
aspek tersebut terbangun oleh 12 pilar, 23 dimensi dan 97 indikator/kuesioner. Setiap
aspek terdiri dari beberapa pilar dan setiap pilar dibagi lagi menjadi dimensi yang di
terjemahkan dalam beberapa indikator. Hasil capaian skor nilai indeks Daya Saing
Sumatera Selatan pada tahun 2020 mencapai sebesar 35,9 dapat diklasifikasikan
sangat baik/tinggi.

B. Pemetaan Sektor Andalan


1. Capaian Skor IDSD Provinsi Sumatera Selatan
Capaian Komponen IDSD tahun 2020 terdiri dari 4 Aspek yaitu 1) Aspek
penguat/Enabling Environment; 2) Aspek Sumber Daya Manusia; 3) Aspek Pasar ;4)
Aspek Ekosistem Inovasi. Ke empat aspek tersebut terbangun oleh 12 pilar, 23
dimensi dan 97 indikator/kuesioner. Setiap aspek terdiri dari beberapa pilar dan
78
setiap pilar dibagi lagi menjadi dimensi yang di terjemahkan dalam beberapa indikator.
Hasil capaian skor nilai IDSD Sumatera Selatan pada tahun 2020 meningkat
signifikan menjadi 3,58903791 dari nilai IDSD tahun 2019 sebesar 0,67. Nilai Aspek
Hasil Pengukuran IDSD Provinsi Sumatera Selatan 2020 dibawah ini yang secara
umum menunjukkan indek daya saing daerah Provinsi Sumatera Selatan pada tahun
2020, meliputi empat aspek yang dinilai, aspek penguat/environment enabling, aspek
sumber daya manusia dan aspek pasar/market sudah cukup baik, dengan nilai
rata-rata indeks 3,3 dan aspek ekosistem inovasi nilai sangat baik dengan skor
indeks 4,08.
2. Capaian Skor IDSD Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Pilar
Komponen pilar merupakan pembentuk aspek. Dilihat dari 12 pilar pembentuk aspek
IDSD, tersebut, terlihat ada 3 (tiga) Aspek yang nilai Indeksnya Sangat baik, dengan
nilai rata-rata di atas 4 (empat), yaitu Ketenagakerjaan, Ukuran Pasar, Kapasitas
Inovasi dan Kesiapan Teknologi. Selanjutnya dapat dilihat ada aspek 7 (tujuh) pilar
yang berada sudah cukup baik. Dengan nilai indeks rata-rata diatas nilai 3. Adapun
ketujuh aspek tersebut adalah: kapasitas inovasi, dinamika bisnis, kapasitas
kelembagaan, infrastruktur, pendidikan dan ketrampilan dan efisiensi pasar produk
dan dinamika bisnis. Sedangkan pilar yang masih membutuhkan perhatian lebih
untuk dapat ditingkatkan adalah pilar akses keuangan dengan nilai indeks 2,1.
3. Capaian Skor IDSD Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Dimensi
Hasil Pengukuran IDSD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020, dengan nilai indeks
dimensi IDSD, dari hasil pengukuran nilai indikator pembentuk 23 Dimensi IDSD
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2020 dibawah ini, dimana untuk indikator dimensi
Ketenagakerjaan, Komersialisasi dan Teknologi terlihat sudah sangat baik dengan
nilai indeks 5. Untuk dimensi Infrastruktur Air Bersih, RTH dan Kelistrikan,
Keterampilan, Kompetisi Dalam Negeri, Pajak dan Retribusi, Stabilitas Pasar, Ukuran
Pasar, Kewirausahaan, Interaksi dan Keberagaman, Penelitian dan Pengembangan (R
& D), Tata Kelola Pemerintahan, Keamanan dan Ketertiban, Infrastruktur Transportasi
sudah cukup baik dengan nilai indeks rata-rata diatas 3,5-4,5. Adapun Dimensi yang
indikatornya masih perlu menjadi perhatian untuk ditingkatkan adalah antara lain
dimensi Pendidikan, Akses keuangan, regulasi dan Keuangan daerah dengan nilai
rata-rata indek 2-2,7.

79
Tabel 3.3. Nilai Indeks Dimensi Hasil Pengukuran IDSD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020
Hasil Pemetaan Dimensi
No. Dimensi Indeks
1 Tata Kelola Pemerintahan 3.83333
2 Keamanan dan Ketertiban 3.5
3 Infrastruktur Transportasi 3
4 Infrastruktur Air Bersih, RTH dan Kelistrikan 4.5
5 Keuangan Daerah 2.75
6 Stabilitas Ekonomi 3.42857
7 Kesehatan 3
8 Pendidikan 2
9 Keterampilan 4.25
10 Kompetisi Dalam Negeri 4
11 Pajak dan Retribusi 3
12 Stabilitas Pasar 4
13 Ketenagakerjaan 5
14 Kapasitas tenaga kerja 3.66667
15 Akses Keuangan 2.16667
16 Ukuran Pasar 4.66667
17 Regulasi 2
18 Kewirausahaan 4.5
19 Interaksi dan Keberagaman 4.16667

4. Capaian Kinerja Aspek IDSD Provinsi Sumatera Selatan


a. Aspek Penguat (Enabling Environment)
Dalam hal tata kelola pemerintahan yang meliputi kinerja penyelenggaraan daerah
secara nasional berdasarkan SK Kemendagri, tingkat partisipasi masyarakat dan
pelaku usaha dalam pengelolaan pembangunan daerah, hasil evaluasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP) hasilnya sangat baik (skor 5) dan perlu
dipertahankan.
Hasil penilaian sistem pemerintahan berbasis elektronik dan tingkat penyelesaian
pelanggaran K3 (Ketertiban, Ketentraman dan Keindahan) menunjukkan terjadi
penurunan. Hal ini mengindikasikan tingkat kesadaran masyarakat dan kinerja
pemerintah dalam mentaati tata tertib peraturan yang berlaku sudah cukup baik
80
dan minim konflik, baik yang mengarah pada konflik sara, anarkisme, maupun
sparatisme, penertiban ketertiban umum dan perlindungan masyarakat dilakukan
secara promotif dan preventif melalui pendekatan persuasif.
Kondisi infrastruktur yang terdiri dari infrastruktur transportasi dan infrastruktur
air bersih serta kelistrikan menunjukkan bahwa Sumatera Selatan sudah memiliki
infrastruktur cukup memadai, hal ini dibuktikan dengan rasio panjang jalan
terhadap jumlah kendaraan bermotor, dimana panjang jalan mengalami
peningkatan sehingga rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan mengalami
penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa moda transportasi publik sudah
dimanfaatkan oleh masyarakat, contohnya Light Rail Transport (LRT), Bus
Transmusi dan sarana transportasi umum lainnya. Dari segi infrastruktur air
bersih dan kelistrikan, diperoleh gambaran bahwa terjadi peningkatan jumlah
penduduk yang bisa mengakses air minum dan tingkat elektrifikasi masyarakat
meningkat. Hal ini ditunjang oleh meningkatnya infrastruktur terhadap akses
terhadap air bersih (PDAM) dan rumah tangga pengguna listrik. Nilai ini telah
mendekati 100% dari seluruh rumah tangga di Provinsi Sumatera Selatan.
Secara umum pertumbuhan ekonomi makro di Sumatera Selatan mengalami
peningkatan, baik dari pertumbuhan PDRB, Kapasitas Fiskal Daerah, PAD
terhadap pendapatan daerah, persentase APBD terhadap nilai investasi, PDRB per
kapita, dll. Ini ditunjang oleh peningkatan sektor riil seperti pertambangan,
industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, sinergis dengan penyelenggaraan
even ASIAN GAMES 2018. Sedangkan ditinjau dari stabilitas ekonomi mengalami
sedikit penurunan disebabkan penurunan harga komoditas unggulan daerah
terutama karet dan sawit, yang berimplikasi pada menurunnya Nilai Tukar Petani
(NTP).
b. Aspek Sumber Daya Manusia (Human Capital)
Persentase balita gizi buruk mengalami sedikit peningkatan dari 0,03% menjadi
0,04% yang dipengaruhi oleh masih adanya penyakit infeksi dan pengetahuan
tentang gizi keluarga yang rendah. Dari pilar pendidikan, indeks pembangunan
manusia mengalami peningkatan dari 68,86% menjadi 69,39%, Pada dimensi

81
keterampilan, angka pertisipasi kasar sekolah kejuruan terhadap sekolah
menengah umum meningkat, diiringi dengan peningkatan pusat kegiatan belajar
masyarakat. Peran pemerintah daerah dalam peningkatan literasi digital sudah
mulai dijalankan walaupun pemanfaatannya belum optimal.
c. Aspek Pasar (Market)
Pola karakteristik kemitraan antara perusahaan (industri kecil, menengah dan
besar) sudah tersebar pada banyak perusahaan dalam seluruh proses produksi,
distributor/keagenan hingga pemasaran. Terdapat 18 sektor usaha yang
berkontribusi pada PDRB diwilayah Kabupaten/Kota. Pada tahun 2018 terjadi
penurunan kontribusi Pajak daerah dalam PAD dibandingkan tahun 2017.
Sedangkan kontribusi retribusi daerah dalam PAD tidak mengalami kenaikan
ataupun penurunan. Pemda mendorong efisiensi pasar dan menekan laju inflasi
dengan membuat regulasi pada lebih dari 5 sektor usaha. Terjadi peningkatan
Indek Gini pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2017.
Tingkat partisipasi angkatan kerja pada tahun 2018 dan indeks pembangunan
gender (IPG) meningkat dibandingkan tahun 2017, tetapi tingkat pengangguran
terbuka mengalami penurunan. Jumlah tenaga kerja terdidik terhadap total
angkatan kerja mengalami peningkatan dari 34,88% menjadi 35,8% pada tahun
2018. Pemanfaatan Balai Latihan Kerja untuk profesionalisme angkatan kerja juga
meningkat. Sedangkan peran Pemda dalam pengembangan tenaga kerja terampil
dengan menyediakan modul- modul pelatihan tenaga kerja terampil yang akan di
sertifikasi oleh dunia usaha. Pemanfatan Balai Latihan Kerja untuk
profesionalisme angkatan kerja belum optimal.
Pertumbuhan kredit perbankan kepada UMKM untuk pengembangan usaha
menurun pada tahun 2018, sedangkan pertumbuhan kredit lembaga keuangan
bukan bank (LKBB) kepada UMKM untuk pengembangan usaha mengalami
peningkatan.

82
Rasio jumlah penduduk usia 17 tahun keatas meningkat dibanding jumlah
penduduk. Penurunan nilai ekspor halnya dengan penurunan persentase ekspor
terhadap impor pada tahun 2018.

d. Aspek Ekosistem Inovasi


Aspek Ekosistem Inovasi terbagi menjadi 7 dimensi, dimensi yang masih rendah
nilainya adalah dimensi telematika dan dimensi penelitian dan pengembangan
sedangkan dimensi yang sudah baik adalah dimensi komersialisasi. Dilihat dari
regulasi rata-rata durasi waktu pengurusan administrasi perijinan 5-6 hari kerja.
Jumlah perijinan usaha mengalami peningkatan pada tahun 2016 , persentase
industri yang memanfaatkan regulasi insentif pajak untuk proses bisnis mengalami
penurunan.
Pertumbuhan usaha industri Kecil, Menengah dan besar mengalami peningkatan.
Berkaitan dengan profesionalisme manajemen perusahaan sistem manajemen
produksi hasil industri kecil dan menengah sudah mempunyai 9 SOP sedangkan
pada industri besar sudah maksimal mempunyai lebih dari 15 SOP. Jumlah
perusahaan pemula berbasis teknologi yang terdaftar dalam indikator bisnis masih
rendah yaitu sekitar 21-30 perusahaan.
Implementasi program SIDa sudah cukup baik sudah ada Roadmap Sida provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2019-2023 yang terintegrasi dengan RPJMD Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2019-2023 lengkap dengan rencana aksi dan telah
menghasilkan output produk inovasi. Sama halnya dengan keberadaan dan
pengembangan klaster inovasi berbasis produk unggulan daerah (PUD). PUD sudah
terdapat dalam dokumen RPJMD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019-2023 dan
terjadi kolaborasi ABGCM yang efektif mendorong dihasilkannya PUD. Dalam 3
tahun terakhir terdapat lebih dari 30 kolaborasi antara Perguruan Tinggi, Lemlit
dan Litbang dengan Pemda dalam pengembangan program teknologi dan inovasi.
Sedangkan jumlah PKS antara industri/dunia usaha dengan pemerintah sebanyak
16-20 PKS. Kolaborasi penta helix antara Akademisi, Pemerintah,

83
Swasta/Pengusaha, Masyarakat dan Media (ABGCM) dalam program
pengembangan inovasi masih kurang. Untuk itu Balitbangda Provinsi Sumatera
Selatan telah mennyusun program dan kegiatan untuk meningkatkan sinergitas
antara Akademisi, Pemerintah, Swasta/Pengusaha , Masyarakat dan Media
(ABGCM) kedalam beberapa program dan kegiatan antaralain, Program Pembinaan
inovasi kemitraan dengan Tim Penggerak PKK, Program Riset bersama Lembaga
Penelitian, Pendampingan UKM sebagai tenant atau pengusaha pemula berbasis
inovasi dan teknologi, kerjasama dengan Bank Indonesia dalam hal pembinaan dan
bantuan untuk budidaya komoidtas pangan menyanggah inflasi seperti cabai,
bawang merah, Ayam,dan telur di Science Technopark Sumatera Selatan. Selain
itu Bapak Gubernur Sumatera Selatan telah mencanangkan eks ATP 3 Perikanan
yang berlokasi di Kecamatan Muara Belida Kabupaten Muara Enim akan
dikembangkan sebagai Pusat Difusi Teknologi Perikanan di Sumatera Selatan.
Artikel ilmiah yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang yang
dipublikasikan pada jurnal terakreditasi nasional maupun internasional pada 3
tahun terakhir sudah lebih dari 120 artikel dan sebanyak 21-30 hasil penelitian
telah memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Beberapa paten telah dimanfaatkan
oleh dunia industri, namun jumlahnya masih kurang maksimal. Persentase
anggaran penelitian terhadap total APBD masih rendah yaitu 0,13%. Lebih dari
90% kegiatan penelitian sudah berbasis Produk Unggulan Daerah. Persentase
jumlah peneliti dibandingkan hasil penelitian yang dipublikasikan sebesar 30%.
Perguruan Tinggi di Sumsel berada pada peringkat 29 yang disandang Universitas
Sriwijaya. Dunia usaha dan industri yang memiliki unit penelitian dan
pengembangan masih sedikit. Perguruan tinggi dan perangkat daerah kelitbangan
di Sumatera Selatan sudah cukup banyak, namun belum semuanya melakukan
komersialisasi inovasi. Sistem hak merk dagang yang telah teregistrasi juga sudah
banyak. Kondisi Techno Park dan Pusat Unggulan Iptek (PUI) sudah ada Techno
Park/PUI yang akan dikembangkan sehingga masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan dimensi telematika terdapat peningkatan persentase jumlah
penduduk yang menggunakan HP (handphone) pada tahun 2018, sedangkan
proporsi rumah tangga dengan akses internet tidak mengalami kenaikan tetapi
84
jumlahnya sudah cukup tinggi. Ketersediaan jumlah inovasi didaerah meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan Surat Keputusan
Gubernur Sumatera Selatan Nomor 311/ KPTS/ BAPPEDA/ 2019 tentang Produk
Unggulan Daerah Provinsi Sumatera Selatan, maka sektor andalan Sumatera
Selatan dapat dipetakan dalam 7 bidang usaha, yaitu meliputi : 1) Bidang Pertanian
dengan jenis komoditas unggulan antara lain: Padi, Jagung, Kedelai, Cabe, Bawang
Merah, Bawang Putih, Jeruk, Durian, Duku, Nanas, dan Manggis; 2) Bidang
Perkebunan dengan jenis komoditas unggulan antara lain: Karet, Sawit, Kopi,
Tebu, Lada, Kelapa, Coklat, Teh, Cabe Jawa (piper longum), Gambir dan Alpukat;
3) Bidang Peternakan dengan jenis komoditas antara lain: Sapi potong, Kambing,
Kerbau, Itik, Ayam Buras; 4) Bidang Perikanan dengan jenis komoditas antara lain:
Ikan Belida, Ikan Patin, Ikan Nila dan Udang; 5) Bidang Kehutanan dengan jenis
komoditas antara lain: Kayu (Jabon sengon dan Bambang), Madu, Sereh Wangi; 6)
Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral dengan jenis komoditas unggulan antara
lain: Minyak Bumi, Gas Bumi, Batubara, Panas Bumi, Energi Baru terbarukan
lainnya; dan 7) Bidang Ekonomi Kreatif dengan jenis komoditas antara lain:
Industri, Desain Produk, Fesyen, Kriya, Kuliner, Pariwisata, Fotografi, Musik, Seni
Pertunjukan, Seni Rupa, Kriya, Komunikasi dan Informatika, Aplikasi dan
Pengembangan Permainan Rakyat, Film, Animasi dan Video, Desain Komunikasi
Visual, Siaran Televisi dan Radio, Periklanan.

3.6. Provinsi Bengkulu


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Provinsi Bengkulu terletak di wilayah pantai barat Pulau Sumatera yang berhadapan
langsung dengan Samudera Hindia dengan garis pantai sepanjang 525 km. Wilayah di
bagian timur merupakan daerah berbukit-bukit yang merupakan bagian dari Bukit
Barisan yang membentang di sepanjang Pulau Sumatera dan bagian lainnya
merupakan wilayah yang relatif datar. Provinsi Bengkulu terdiri dari 9 (Sembilan)
Kabupaten dan 1 (satu) Kota, 128 (seratus dua puluh delapan) Kecamatan dan
Desa/Kelurahan. Adapun luas wilayahnya sendiri meocapat + 32.365,6 Kms dengan
85
luas daratan + 20.030,5 Km“ dan luas perairan (laut) mencapai + 12.335,2 Km* dengan
panjang garis pantai mencapai +525 Km yang seluruhnya terletak di bagian barat
Provinsi Bengkulu. Selain itu, Provinsi Bengkulu memiliki beberapa pulau kecil baik
yang berpenghuni seperti Pulau Enggano, serta pulau-pulau kecil yang tidak
berpenghuni seperti Pulau Dua, Pulau Merbau, Pulau Bangkai, Pulau Satu, Pulau
Mega dan Pulau Tikus.
Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Provinsi Bengkulu karena
merupakan sektor utama yang memberikan peranan terbesar dalam pembentukan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain pertanian tanaman pangan,
perkebunan juga merupakan salah satu sub sektor penyumbang PDRB yang cukup
besar di Provinsi Bengkulu.
Pada pemetaan IDSD Tahun 2020, Provinsi Bengkulu memperoleh nilai/skor IDSD
yaitu 2,78 dan masuk dalam Kategori Tinggi yang digambarkan dengan warna hijau.
Nilai IDSD tersebut diperoleh dari aspek pembentuk IDSD, yaitu Faktor Penguat
(2,8829), Sumber Daya Manusia/Human Capital (2,9375), Faktor Pasar/Market
(3,4583), dan Eksosistem lnovasi (1,8410).

B. Pemetaan Sektor / Komponen Pembentuk Andalan


Pemetaan Komponen pembentuk andalan nilai IDSD Provinsi Bengkulu Tahun 2020
dilihat dari komponen dimensi pembentuk IDSD, dimana komponen yang
memberikan kontribusi terbesar ada\ah dimensi ketenagakerjaan (5,0000), keamanan
dan ketertiban (5,0000), serta kapasitas tenaga kerja (4,3333). Sementara itu,
komponen yang memberikan kontribusi kecil adalah dimensi teknologi (0), telematika
(1,5000), dan kewirausahaan (1,5000).
Komponen dimensi andalan pembentuk nilai IDSD Provinsi Bengkulu dimana dimensi
ketenagakerjaan dengan tingkat pengangguran terbuka tahun 2019 yang sangat
rendah (3,22%), tingkat partisipasi angkatan kerja sangat tinggi (69,90%), lndeks
Pembangunan Gender sangat tinggi (9J, 9), serta peran pemerintah dalam
menyediakan program perlatihan tenaga kerja lerampil yang tersertifikasi oleh dunia
usaha. Kemudian untuk dimensi keamanan dan ketertiban dengan penyelesaian
pelanggaran K3 yang cukup tinggi serta penegakan peraturan daerah yang sangat baik.
Namun untuk dimensi teknologi terkait lnovasi teknok›gi di daerah masih sedikit, serta
dimensi telematika terkait penggunaan smartphone/telepon/HP dan rumah tangga
dengan akses internet masih sangat rendah.

86
Berdasarkan pilar pemetaan IDSD Provinsi Bengkulu tahun 2020 diketahui bahwa
pilar ketenagakerjaan (4,6667), kelembagaan (3,6667) serta ukuran pasar (3,6667)
merupakan komponen pembentuk andalan nilai IDSD Provinsi Bengkulu Tahun 2020.
Untuk pilar yang memberikan kontribusi kecil adalah pilar kapasitas teknologi (0,7500),
kapasitas lnovasi (2,1481), serta pendidikan dan keterampilan (2,2500).
Komponen Pembentuk Daya Saing Daerah Provinsi Bengkulu di(ihat dari aspek
pembentuk nilai 1DSD, dimana aspek andalannya adalah Faktor Pasar/Market dan
Sumber Daya Manusia/Human Capital, sementara komponen yang memberikan
kontribusi kecil adalah Ekosistem lnovasi. Aspek pembentuk andalan dari faktor
pasar/market memberikan kontribusi terbesar dalam JDSD Provinsi BengkuJu Tahun
2020, dimana faktor pasar/market ini merupakan kondisi/gambaran pelaku usaha di
Provinsi Bengku/u, dimana pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan
pelaku usaha Poktan/Gapoktan yang aktif memiliki persentase sangat tinggi (rata- rata
90% aktif}, kemudian didukung dengan penduduk usia produktif yang cukup tinggi
(72,72%), serta nilai neraca volume perdagangan tahun 2019 dengan nilai surplus
(86,73°/«). Namun, ekosistem lnovasi masih memberikan kontribusi yang rendah
dalam nilai IDSD Provinsi Bengkulu, sehingga aspek ini perlu mendapat dukungan
serta fokus pengembangan ke depannya. Hal ini terjadi karena masih belum
berkembangnya kegiatan lnovasi daerah, termasuk kolaborasi antara pemerintah
daerah dengan perguruan tinggi dan dunia usaha terkait pengembangan teknologi dan
inovasi. Persentase anggaran penelitian dan pengembangan terhadap total APBD juga
masih sangat kecil, serta jumlah peneliti dan hasil penelitian yang dipublikasikan
masih sangat rendah. Perguruan finggi di Provinsi Bengkulu juga belum melakukan
komersiatisasi inovasi, serta jumlah hak cipta/desain/merk/ paten/rahasia dagang di
daerah yang telah didaftarkan juga masih sangat sedikit.

3.7. Provinsi Lampung


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Provinsi Lampung merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua di
Pulau Sumatera, terdiri dari 13 wilayah kabupaten dan 2 kota. Pemerintah Provinsi
Lampung telah mengembangkan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) Provinsi Lampung,
yaitu “Agroekowisata Provinsi Lampung” dengan klaster unggulan perkebunan,
peternakan, perikanan, dan kerajinan rakyat. Kawasan kutub pertumbuhan ekonomi
meliputi Bandar Lampung, Lampung Selatan, Pringsewu, Pesawaran, Tanggamus,
Lampung Barat dan wilayah dataran gigirnya.

87
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan
Skor nilai indeks daya saing Provinsi Lampung menurut Kemenristek Dikti adalah
2.498 (Sedang) terdiri dari 4 aspek :
- Aspek penguat/Enabling Environment senilai 3.0;
- Aspek Sumber Daya Manusia senilai 2.66;
- Aspek Pasar senilai 2.39;
- Aspek Ekosistem Inovasi senilai 1.93.

1. Aspek Faktor Penguat /Enabling Environment


Aspek ini terdiri dari pilar ; kelembagaan, infrastruktur dan perekonomian daerah.
Dalam tata kelola pemerintahan, pemerintah Provinsi Lampung mendapat hasil
evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP) berperingkat B,
berdasarkan evaluasi Kementerian PAN dan RB Tahun 2019 yang berarti terdapat
potensi inefisiensi anggaran maksimal 30%. Selain itu hasil Indeks Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) berdasarkan Kementerian PAN dan RB
Tahun 2019 senilai 2,45 atau Cukup. Indeks ini mencerminkan tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan
publik yang berkualitas dan terpercaya.
Implementasi e-government telah dilakukan dalam kaitannya dengan pendapatan
daerah, yang diharapkan akan menekan praktik curang dalam birokrasi, seperti
pungutan liar, suap, bahkan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penguatan kebebasan
berpendapat dan keterwakilan diwakili oleh angka Indeks Demokrasi tingkat Provinsi
di capai pada nilai 68,67, tidak berbeda jauh dengan rata-rata nasional 72,39 yang
keduanya berada pada kategori sedang.
Untuk aspek keamanan dan ketertiban, dalam penegakan peraturan daerah dan
pelanggaran ketertiban keamanan, tingkat penyelesaian termasuk baik. 85,7% untuk
keamanan ketertiban umum, dan 100% untuk pelanggaran Peraturan daerah.
Infrastruktur transportasi masih dalam taraf baik, menempati level terendah
dalam perhitungan rasio kendaraan dengan panjang jalan. Rasio panjang jalan
kondisi baik dibanding total panjang jalan sebesar 67,33%. Infrastruktur energi
diantaranya akses kelistrikan memiliki rasio 93,83%. Infrastruktur air bersih
mengalami peningkatan dengan program Sistem Penyediaan Air Minum Provinsi
Lampung. Target pelayanan air minum melalui Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM)
88
wilayah Provinsi Lampung adalah sebesar 45% pada Tahun 2023. Dari pendataan
rumah tangga berakses air minum yang layak telah menghasilkan persentase sebesar
74,05% di seluruh Provinsi Lampung. Dari sisi lingkungan, ruang terbuka hijau
memiliki persentase 20,43% dari total tutupan lahan. Menurunnya daya dukung
lingkungan yang ditandai dengan semakin tingginya frekuensi terjadinya bencana
alam kekeringan dan banjir memerlukan peningkatan daya adaptasi perubahan iklim
di Lampung terhadap produk hayati.
Ekosistem perekonomian masih perlu membangun semangat inovasi secara merata,
sinergis, dan terintegrasi yang harus didukung melalui akses keuangan yang
memadai. Pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju pertumbuhan PDRB berada dalam
level cukup dengan nilai poin 1.7%dari data BPS dalam buku Lampung dalam Angka
2019. Kapasitas fiskal daerah menempati skor sedang yaitu 0,59 untuk tingkat
Provinsi yang mencerminkan kemampuan keuangan daerah. Walaupun terdapat
penurunan persentase Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2018 sebesar 0,06%.
Investasi perusahaan dalam negeri untuk Tahun 2019 sebesar Rp.
2.428.870.200.000,- termasuk dalam level tinggi. Di sisi lain, investasi perusahaan
asing masih tergolong sangat rendah sejumlah $164.164.439,9.
Maraknya penggunaan teknologi digital, yang meningkatkan e-commerce pada dunia
perdagangan berdampak pada meningkatnya daya kreatifitas masyarakat untuk
membentuk suatu produk baru, namun berdampak juga pada penurunan tenaga
kerja (yang terampil teknologi). Angka kemiskinan di Provinsi Lampung pada Maret
2020 mengalami kenaikan dibandingkan September 2019, dari 12,30% menjadi
12,34%. Kenaikan tersebut lebih rendah dari angka nasional. Stabilitas ekonomi
dlihat dari pertanian termasuk dalam level sedang dengan Nilai Tukar Petani sebesar
91,51% dan indeks ketahanan Pangan sebesar 71,36. Menjadi catatan bahwa data
Usaha Mikro Kecil dan Menengah terkait pemodalan, pertumbuhan kredit UKM dan
modal ventura bagi koperasi dan UKM belum tercatat secara holistik.

2. Aspek Sumber Daya Manusia / Human Capital;


Aspek ini memiliki pilar ; pendidikan, kesehatan, keterampilan dan kesiapan
teknologi. Jumlah penduduk Provinsi Lampung menurut BPS adalah 8.447.737 Jiwa,
dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2019 sebesar 69,57. IPM menjelaskan
bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Data persentase balita gizi
buruk dan balita stunting di Provinsi Lampung terhitung sangat rendah pada awal

89
Tahun 2020 (<3% dan 4,41%). Dengan angka kematian bayi per 1000 kelahiran
hidup berhasil ditekan menjadi 3,46. Untuk data keluhan kesehatan tahunan masih
belum ada, namun data usia harapan hidup termasuk baik, yaitu 68,27 tahun untuk
lelaki, dan 72,14 tahun untuk wanita.
Rasio puskesmas per 100.000 penduduk berada dalam level tinggi yaitu 3,6. Rumah
Sakit per 100.000 penduduk adalah 0,69 termasuk kategori sedang. Yang masih
harus diperhatikan adalah rasio dokter yang masih di bawah 50 per 100.000
penduduk (dokter umum 17,9 per 100.000 penduduk.
Provinsi Lampung didukung dengan rasio jumlah penduduk berpendidikan terhadap
total jumlah penduduk : Diploma I/II/III 1,24%, D4/S1 3,12%, S2 0,2%, dan terakhir
S3 0,01%. Angka ini merupakan catatan yang harus diperhatikan dikarenakan
menempati level yang lebih sedikit, kecuali untuk rasio pendidikan D4/S1. Walaupun
begitu jumlah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di seluruh Provinsi
Lampung sangat banyak yaitu sekitar 256 unit. Menjadi catatan bahwa jumlah
program PKBM tidak mengalami peningkatan dari tahun terakhir. Peningkatan
kemampuan dan pemanfaatan digital yang terorganisir merupakan pekerjaan rumah
yang masih perlu dibahas dalam kinerja pemerintah daerah. Sampai saat ini
pemerintah telah memfasilitasi pemasaran online dari berbagai UMKM di Provinsi
Lampung, layanan perpustakaan digital (digital library), dan e-learning (dimulai pada
Desember 2019). Literasi digital ini penting untuk dikembangkan sehingga
masyarakat dapat berkembang lagi secara mandiri khususnya dalam tingkat usia
produktif.
Dalam ranah pendidikan, angka harapan lama sekolah termasuk taraf tinggi yaitu
12,61 tahun namun rata-rata lama sekolah rendah yaitu 7,82 tahun. Angka
Partisipasi Kasar siswa Sekolah Menengah Kejuruan sekitar 35% . Angka partisipasi
perguruan tinggi sendiri memiliki level menengah atau sedang (119,21) dengan level
tertinggi > 143,02. Melihat dari kacamata sumber daya manusia yang tinggi maka
pendidikan keterampilan dan akses atas modal ventura harus dioptimalkan.
Pendidikan digital dan keuangan juga harus diarusutamakan untuk mendukung
ekosistem inovasi yang makin mutakhir.

3. Aspek Pasar /Market


Aspek ini terdiri atas pilar ; efisiensi pasar, ketenagakerjaan, akses keuangan dan
ukuran pasar. Terkait pilar pertama, regulasi yang mendorong efisiensi pasar/
menekan laju inflasi belum ada dalam level daerah, namun strategi penanganannya
90
telah dicanangkan bersama pusat terutama untuk bahan pangan yang terpengaruh
musim. Beberapa langkah yang dilakukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)
adalah : Mempermudah perizinan melalui Online Single Submission (OSS),
memberikan insentif fiskal, menciptakan skema Kredit Usaha Rakyat. Membentuk
Satgas Pangan dengan unsur penegak hukum. Beberapa TPID menginisiasi Pusat
Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Disamping itu Gubernur juga memberi
arahan untuk pemantauan program pengendalian inflasi, larangan impor beras dan
pemetaan potensi pembangunan unit prosesing beras.
Pemerintah Daerah dalam pengembangan tenaga kerja terampil menyediakan
pelatihan dengan sertifikasi yang telah ditentukan oleh asessor profesional. Potensi
pasar penduduk usia 15 Tahun keatas dibanding jumlah penduduk seluruhnya
adalah sejumlah 50,55% . Komponen kapasitas tenaga kerja dapat kita liat dari
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tinggi 69,09%. Pekerja Penuh Waktu (> 35
Jam) dalam seminggu 57,72%. Meskipun begitu tingkat Pengangguran terbuka (TPT)
4.03% dapat dibilang tinggi walau jumlah tenaga kerja terdidik terhadap total
angkatan kerja dalam level tinggi 95,97%. Disatu sisi nilai indeks pembangunan
gender sangat tinggi yaitu 90.57.
Kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tergolong baik yaitu
89,9% Kontribusi Retribusi Daerah Dalam PAD sebesar 27%. Kelembagaan pengusaha
pasar terdeteksi 72% untuk Kota Bandar Lampung saja, sedangkan daerah lain belum
terdapat data. UMKM aktif di seluruh Provinsi Lampung terdata sejumlah 110.359
UMKM.Ketimpangan ekonomi yang dilihat melalui Indeks GINI berada dalam level
sedang 0,33.
Di sisi akses keuangan, didapati bahwa Bank Daerah yang memiliki layanan pinjaman
untuk usaha cukup banyak. Belum ada data lengkap Lembaga Keuangan Bukan Bank
(LKBB) yang memberi layanan pinjaman untuk usaha begitu juga pertumbuhan kredit
LKBB (termasuk didalamnya modal ventura dan fund raising) kepada UMKM untuk
pengembangan usaha. Dari catatan Lampung Ventura (perusahaan permodalan
UMKM) didapat nilai 24,05% untuk pertumbuhan kredit modal ventura dari sejumlah
300 UMKM. Pertumbuhan kredit Perbankan kepada UMKM untuk pengembangan
usaha tergolong rendah 6.32% atau dibawah 20%. Pertumbuhan Kredit Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) tidak memiliki data, begitu juga modal ventura bagi struktur
permodalan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Selain itu terdapat kendala peningkatan kualitas komoditas ekspor. Hingga saat ini
komoditi ekspor Lampung terbesar ada pada lemak dan minyak hewan/nabati,
batubara, dan olahan dari buah-buahan/sayuran. Hal ini menyebabkan ekspor
91
Lampung masih rentan terhadap fluktuasi. Nilai ekspor Provinsi Lampung Tahun
2019 menurun 15,14% dari 2018 begitu juga neraca volume perdagangan. Komoditas
lain seperti gula dan pisang perlu mendapat perhatian sebagai pendukung ekspor
begitu juga produk-produk inovasi lain yang mendukung pasar internasional.

4. Aspek Ekosistem Inovasi


Pilar aspek ini terdiri dari ; dinamika bisnis, dan kapasitas inovasi. Regulasi tentang
pedoman dalam menentukan besaran biaya administrasi perizinan mulai dari
bisnis/industri kecil, menengah dan besar telah dibuat melalui Pergub dan Perda
Kab/Kota. Hal ini dapat membantu meminimalisir penyalahgunaan wewenang dalam
menentukan tarif perizinan. Pengurusan administrasi usaha tergolong sedang yaitu
rata- rata 3 hari kerja. Terjadi peningkatan 8% jumlah perizinan usaha di Tahun 2019
dengan total sejumlah 13.994 izin yang diterbitkan.
Di dunia industri, pemanfaatan kebijakan/regulasi insentif pajak untuk proses bisnis
dari total industri yang ada belum terdata. Pertumbuhan usaha industri kecil dan
menengah tetap 14% dengan persentase pertumbuhan usaha industri besar naik 0,5%
(dari 8,39% ke 8,89%). Sistem manajemen produk hasil industri kecil kebanyakan
masih berupa SOP belum berupa sertifikat ISO sehingga perlu ditingkatkan lagi.
Untuk industri menengah dan besar sudah memiliki berbagai sertifikat ISO contohnya
PT GGF, PT Sugar Group Companies, PT Bukit Asam, PT Sari Segar Husada dll.
Perusahaan yang bersifat sosial belum terdata, dan perusahaan pemula berbasis
teknologi (PPBT) / Startup yang terdaftar di inkubator perguruan tinggi memiliki
angka rendah (sejumlah 3 perusahaan).
Di sisi pemerintahan, sudah terdapat Roadmap SIDa yang Terintegrasi dengan RPJMD
lengkap dengan rencana aksi RPJMD 2019-2024 dengan SIDa Agroekowisata. Namun
di sisi lain, implementasi penguatan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) masih belum
menjadi arus utama di semua pemerintahan daerah, baik provinsi maupun
kabupaten/kota.
Produk unggulan singkong dikembangkan di Technopark Kabupaten Lampung
Tengah, BPPT, dan kebun pengembangan kopi di Kabupaten Lampung Barat. Namun
dalam pemerintahan Provinsi Lampung terkait APBD, anggaran penelitian/ studi/
pengkajian sejumlah Dinas/Badan terkait masih berjumlah <1% dari total APBD
Provinsi Lampung 2019 (Lampiran No.5).. Kegiatan penelitian dan pengembangan
berbasis produk unggulan daerah terhadap jumlah penelitian total hanya 1/12 dalam
kegiatan Balitbangda Provinsi Lampung sendiri.
92
Kolaborasi antara perguruan tinggi, Lembaga dan atau litbang dengan pemerintah
daerah dalam program pengembangan teknologi dan inovasi dalam 3 tahun terakhir
belum terdata secara baik. Begitu juga perjanjian kerja sama antara industri/dunia
usaha dengan pemerintah daerah dalam program pengembangan teknologi dan
inovasi dalam 3 tahun terakhir. Kolaborasi antara perguruan tinggi dan atau Lembaga
litbang, industri/dunia usaha dan pemerintah daerah (triple helix) dalam program
pengembangan teknologi dan inovasi dalam 3 tahun terakhir masi belum terdata.
Kapasitas R & D Jumlah kelitbangan diliat dari institusi perguruan tinggi sangat
banyak (Akademi 28, Politeknik 3, Sekolah Tinggi 68, Institut 5, Universitas 16).
Namun perguruan tinggi dan institusi kelitbangan di daerah yang telah melakukan
komersialisasi inovasi hanya terdata 2, yaitu Universitas Lampung (UNILA), dan
Universitas Bandar Lampung dengan jumlah hak cipta, desain, merk, paten, dan
rahasia dagang di daerah yang sudah didaftarkan >60. Dalam peringkat perguruan
tinggi secara nasional UNILA memiliki rangking 7. Penelitian yang dihasilkan
perguruan tinggi, lembaga litbang, dan atau lembaga lainnya yang masuk dalam
Kekayaan Intelektual (paten, merek, cipta, dan design Industri) terdapat lebih dari 26
dari Universitas Lampung saja di Tahun 2019.
Jumlah artikel ilmiah jurnal yang dihasilkan oleh perguruan tinggi dan atau lembaga
litbang setempat yang dipublikasikan dalam jurnal nasional terakreditasi /
internasional selama 3 tahun terakhir termasuk sangat baik (496). Jumlah peneliti
dibanding hasil penelitian 10 : 1, dengan hasil terindeks scopus sejumlah 508,dan
peneliti sejumlah > 4463 orang.
Namun di sisi lain tidak terdapat data paten yang telah dimanfaatkan di industri
maupun pembahasan paten yang akan dimanfaatkan di industri melalui ujicoba.
Dunia usaha dan Industri yang memiliki unit penelitian dan pengembangan terdata
lebih dari 3 yang diantaranya adalah PT Great Giant Fruit, PT Gunung Madu
Plantations,PT Nestle Indonesia Factory Lampung. Techno Park Lampung Tengah
dan Pusat Unggulan IPTEK (PUI) telah dikembangkan dan memiliki Gedung Pusat
Informasi Bisnis Teknologi Dan Technopark sebagai etalase informasi dan hub-
kerjasama produk unggulan singkong.
Potensi besar dalam ranah teknologi dan industri 4.0 dicerminkan dalam persentase
penduduk yang menggunakan HP/ telepon/ Smartphone>70% (data perkiraan awal)
walaupun proporsi rumah tangga dengan akses internet hanya <10% (84.683)
Masyarakat dan pemerintahan senantiasa melakukan inovasi teknologi didaerah yang
diselenggarakan salah satunya melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah

93
Provinsi Lampung. Hal ini didukung oleh berbagai lomba Apresiasi IPTEK di Kab/Kota
dan Provinsi Lampung sendiri. Beberapa hasil inovasi pemerintahan terdata seperti
pada lampiran 2. Sangat disayangkan indeks budaya literasi baca yang kecil (19,43
kedua terendah selain Papua) menggambarkan minimnya kunjungan ke
perpustakaan dan pemanfaatan bahan bacaan

3.8. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung


A. ldentifikasi Peluang/Kendala dan lnventarisasl Urgensi
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 27
Tahun 2000, terdiri dari 2 (dua) Kabupaten yaitu Bangka, Belitung dan 1 (satu) Kota
yaitu Pangkalpinang. Sesuai dengan tuntutan dan perkembangan pembangunan,
berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 2003 telah dibentuknya 4 (empat)
kabupaten baru yaitu Bangka Tengah, Bangka Barat, Bangka Selatan dan Belitung
Timur, sehingga saat ini jumlah kabupaten dan kota menjadi 6 (enam) Kabupaten dan
1 (satu) Kota.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terletak pada 104°50’ sampai 109°30’ Bujur
Timur dan 0°50’ sampai 4°10’ Lintang Selatan. Luas wilayah mencapai 81.725,23
km“. Luas daratan lebih kurang 16.424,23 km* atau 20,10 persen dari total wilayah
dan luas laut lebih kurang 65.301 km“ atau 79,90 persen dari total wilayah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
Bangka Belitung merupakan Provinsi Kepulauan di Pulau Sumatera yang mempunyai
potensi alam yang melimpah ruah. Apabila di lihat dari sisi pertambangannya, Bangka
Belitung merupakan daerah yang potensial dengan kekayaan alamnya. Selain
komoditas bahan galian logam dan mineral, daerah ini juga mempunyai potensi
sumber daya bahan galian industri yang cukup potensial dikembangkan secara
komersial. Saat ini tantangan yang dihadapi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak
hanya permasalahan politik, tetapi pertumbuhan ekonomi juga menjadi tantangan
terbesar.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi dengan tingkat
inflasi tinggi sehingga mengakibatkan lambatnya pertumbuhan ekonomi. Pemerintah
berusaha menekan laju inflasi agar pertumbuhan ekonomi meningkat.Tantangan lain
yang dihadapi Bangka Belitung antara lain konektivitas dan infrastruktur yang kurang
memadai, kurangnya pengelolaan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil,
ketergantungan provinsi dengan daerah lain, serta perubahan iklim dan degradasi

94
lingkungan yang begitu cepat. Hal ini tentu saja akan berdampak pada efektifitas
pertumbuhan ekonomi. Masyarakat Bangka Belitung tidak bisa hanya bergantung
pada tambang timah sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi. Namun, masih banyak
sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan dan dikelola sebagai sumber kehidupan.

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


1. Aspek Ekosistem Inovasi Pilar Oinamika Bisnis
Regulasi yang dijadikan pedoman dalam menentukan besaran biaya administrasi
perijinan berdasarkan Pergub, Perda Prov, Perda Kab/Kota, Perbup/Perwalkot
dengan rata-rata durasi waktu pengurusan administrasi perijinan untuk memulai
bisnis 1-2 hari kerja. Jumlah perizinan usaha pada tahun 2018 sebanyak 906 izin,
sedangkan pada tahun 2019 jumlah perizinan sebanyak 1.091 dengan persentase
peningkatan jumlah perizinan usaha dari tahun sebelumnya sebesar 20,41%.
Pertumbuhan usaha industri kecil dan menengah <10% dan industri besar tidak
tefjadi pertumbuhan/penurunan. Sistem manajemen produk hasil industri kecil
dan menengah sudah ada dokumen perencanaan dan pembahasan SOP dan untuk
industri besar sudah ada sertifikat ISO. Jumlah perusahaan sosial (sosial
enterprise) yang sudah terdaftar lebih dari 21 perusahaan.
a) Pilar Kapasitas Inovasi
Implementasi program SlDa yang ada dalam roadmap SIDa sudah terintegrasi dengan
RPJMD lengkap dengan rencana aksi dan telah menghasilkan output produk inovasi
dan telah terbentuk klaster inivasi lada putih yang bertokasi di Kecamatan Air Gegas,
Kabupaten Bangka Selatan. Keberadaan dan pengembangan klaster inovasi berbasis
Produk Unggulan Daerah (PUD) sebagai bentuk kolaborasi antara pemerintah, dunia
usaha, perguruan tinggi dan atau lembaga litbang dan masyarakat sudah terdapat
dalam dokumen
RPJMD dan terjadi kolaborasi antara Akademisi, Bisnis dan Pemerintah yang efektif
mendorong dihasilkannya PUD. Sudah ada kolaborasi antara perguruan tinggi,
lembaga dan atau litbang dengan pemerintah daerah dalam program pengembangan
teknologi dan inovasi.
lndeks inovasi Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2019
dengan nilai score 280 (kurang inovatif}. Jumlah perguruan tinggi dan perangkat
daerah kelitbangan lebih dari 20. Jumlah penelitian yang dihasilkan perguruan tinggi,
lembaga litbang dan atau lembaga lainnya yang masuk kekayaan intelektual masih

95
kurang, begitu juga jumlah paten yang telah dimanfaatkan oleh industri, sedangkan
jumlah anggaran penelitian dan pengembangan terhadap total APBD Pemerintah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sangat kecil yaitu kurang dari 1%.

b) Pilar Kesiapan Teknologi


Persentase penduduk yang menggunakan HPAelepon/smartphone <70% dan proporsi
rumah tangga dengan akses internet lebih dari 70%. Sedangkan jumlah inovasi
teknologi kurang dari 50%. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah
meningkatkan pelayanan publik melalui layanan pemerintahan elektronik atau e-
government guna mempercepat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pelayanan publik seperti dukcapil, kesehatan, perizinan sudah
menerapkan pelayanan publik berbasis online.

2. Aspek Sumber Daya Manusia


a) Pilar Kesehatan
Persentase baiita gizi buruk <5% dan jumlah balita stunting di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung teijadi penurunan pada tahun 2019 sedangkan Angka Kematian Bayi
(AKB) kurang dari 28 bayi. Penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan lebih dari
15% dengan angka Harapan Hidup di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 67 sampai
dengan 74. Jumlah puskesmas 64, jumlah rumah sakit 25 dengan jumlah dokter dan
medis 791 Orang.

b) Pilar Pendidikan dan Keterampilan


Angka Harapan Lama Sekolah laki-laki 11,78 dan perempuan 12,13 dengan Rata-Rata
Lama Sekolah (RLS) 79,8. Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi 14,27, sedangkan
jumlah penduduk berpendidikan Diploma I/II/III 26.369 orang, D4/S1 40.324 orang,
S2 2.061 orang dan berpendidikan S3 96 orang.
Persentase Angka Partisipasi Kasar siswa SMK 34,92%. Kenaikan jumlah program
latihan BLK untuk profesional angkatan ke/ja tahun 2019 dan 2018 terjadi kenaikan
jumlah program pelatihan pada Balai Latihan Kerja (BLK) lebih dari 30%. Jumlah
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) hanya 46 PKBM, sedangkan peran
Pemerintah Daerah dalam peningkatan literasi digital penduduk sudah ada

96
perencanaan, serta pemanfaatan digital sudah dilaksanakan dengan baik dan
terorganisir secara mandiri.

3. Aspek Pasar
a) Pilar Efisiensi Pasar Produk
Sudah ada bentuk kemitraan diantara Perusahaan untuk industri kecil dan menengah
dalam bentuk modal usaha dengan Perusahaan, Perbankkan serta penyertaan modal
dana bergulir Pemerintah Daerah melalui Bank yang ditunjuk. Kontribusi pajak
daerah terhadap PAD lebih dari 90% sedangkan kontribusi retribusi daerah terhadap
PAD lebih dan 1”/o. Regulasi Pemerintah Daerah untuk mendorong efisiensi pasar
dan menekan laju inflasi ada lebih dari 16 sektor usaha. Tingkat ketimpangan
ekonomi (lndeks Gini) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2019
sebesar 0,269.

b) Pilar Ketenagakerjaan
Tingkat partisipasi angkatan kedja (TPAK) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
lebih dari 65°/» sedangkan Tingkat Penganguran Terbuka (TPT} lebih kecil dari 4%.
Indeks Pembangunan Gender (IPG) kurang dari 90. Program peJatihan tenaga kerja
terampil sudah tersertifikasi oleh dunia usaha. Jumlah tenaga kerja terdidik terhadap
total angkatan kerja kurang dari 60°A dan persentase pekefja paruh waktu (»35 Jam)
dalam seminggu kurang dari 70°4.

c) Pilar Akses Keuangan


Persentase pertumbuhan kredit Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) termasuk
didalamnya modal ventura dan fund rising kepada dunia usaha, UMKM, petani dan
atau nelayan untuk pengembangan usaha masih sangat rendah.

d) Pilar Ukuran Pasar


Rasio jumlah penduduk usia 17 Tahun keatas dibanding jumlah penduduk cukup
tinggi sebesar 69,84 dan pertumbuhan nilai ekspor sangat kecil kurang dari 3%.

97
4. Aspek Enabling/Penguat
a) Pilar Kelembagaan
Peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi secara
nasional mempunyai nilai skor 2,8269 (Tinggi) pada peringkat ke-17. Hasil Indeks
Reformasi Birokrasi dengan predikat B (Sangat Baik). Tingkat akuntabilitas atau
pertanggungjawaban atas hasil (outcome) terhadap penggunaan anggaran dalam
rangka terwujudnya pemerintahan yang berorientasi kepada hasil (result oriented
government) nilai evaluasi SAKIP 70,26 predikat BB. Hasil Indeks Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) 3,05 (Baik) pada tahun 2018. Hasil Indeks
Persepsi Anti Korupsi (IPAK) Tingkat Provinsi menggunakan estimasi nasional,
sedangkan capaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tingkat Provinsi tahun 2018
sebesar 73,43 mengalami penurunan dari tahun 2017. Untuk tingkat penyelesaian
Pelanggaran K3 (Ketertiban, Ketentraman, dan Keindahan) 100%, begitu juga
persentase penegakan Peraturan Daerah lebih dari 70%.

b) Pilar infrastruktur
Rasio panjang jalan dengan jumlah kendaraan bermotor 291 Unit/KM. Rasio panjang
jalan dalam kondisi baik dibanding total panjang jalan baru 47,90%. Persentase
penduduk berakses air minum layak kurang dari 90%. Sedangkan rasio elektrifikasi
di Bangka Belitung yaitu 99,99 % hampir 100%.

c) Pilar Perekonomian Daerah


Pertumbuhan ekonomi mencapai 3,32%, lndeks Kapasitas Fiskal Daerah (IKFD)
0,264. Pesentase nilai PAD terhadap total pendapatan daerah tidak terjadi
peningkatan persentase nilai PAD, sedangkan persentase APBD terhadap nilai
investasi pemerintah daerah dibagi PDRB ADHB dari tahun 2018 tidak terjadi
peningkatan.
Nilai PDRB perkapita ADHB pada tahun 2019 Rp.50.933.000. Jumlah nilai investasi
berskala nasional PMDN sebesar 2,9 triliun, sedangkan berskala nasional PMA
sebesar 88,7Juta US$ . terjadi peningkatan persentase UMKM terhadap UKM kurang
dari 10%. Serta terjadi penurunan persentase angka kemiskinan dari tahun
sebelumnya dari 4,77% pada tahun 2016 menjadi 4,50% pada tahun 2019. Persentase
Nilai Tukar Petani (NPT) 83,01%, sedangkan untuk Indeks Ketahanan Pangan (IKP)
sebesar 56,03 peringkat 29 secara nasional.
98
Tabel 3.4. Permasalahan dan Tantangan yang dihadapi
No. Permasalahan Kendala Tantangan/lsu Strategis
1. Angka kemiskinan dan pengangguran Penangana kemiskinan dan penciptaan lapangan
kedja
2. Pemenuhan pelayanan dasar pendidikan, Pengoptimalan pemenuhan pelayanan dasar
kesehatan, pekeğaan umum, perumahan pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum,
rakyat, ketentraman ketertiban umum, perumahan rakyat,ketentraman, ketertiban
dan perlindungan masyarakat serta sosial umum, dan perlindungan masyarakat serta sosial
3. Pemerataan pembangunan antar wilayah Pengembangan dan pembangunan infrastruktur
antar wilayah
4. Pelaksanaan reformasi birokrasi, Optimalisasi pelaksanaan reformasi birokrasi,
Kualitas dan akses pelayanan publik peningkatan kualitas dan akses pelayanan publik

5. Daya beli masyarakat, nilai tambah Peningkatan nilai tambah ekonomi dari
ekonomi dari pemanfaatan hasil pemanfaatan hasil pertanian, industri dan
pertanian, industri dan perdagangan, perdagangan serta pariwisata dan jasa produktif
serta pariwisata dan jasa produktif lainnya
lainnya masih rendah
6. Masih rendahnya realisasi investasi Peningkatan iklim usaha dan investasi bagi
daerah (PMA dan PMDN) dan pendapatan penguatan ekonomi lokal serta peningkatan
daerah pendapatan asli daerah

Struktur perekonomian mencerminkan peranan lapangan usaha terhadap


pembentukan PDRB dan menggambarkan lapangan usaha unggulan yang
menggerakan perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Peranan setiap
lapangan usaha terhadap PDRB dapat dilihat dari sumbangan yang diberikan oleh
lapangan usaha tersebut terhadap pembentukan PDRB setiap tahunnya.

Tabel 3.5. Distribusi Persentasi PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung AHDB Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2015-2019
KATEGORI 2015 2016 2017 2018 2019
1. Pertanian, Kehutanan dan 19,78 20,17 18,81 18,00 17,94
Perikanan
2. Pertambangan dan penggalian 12,68 11,90 11,71 10,60 9,49
3. Industri Pengolahan 21,13 20,10 20,37 20,60 19,59
4. Pengadaan Listrik dan gas 0,08 0,10 0,11 0,12 0,12

99
5. Pengadaan Air, Pengelolaan 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
6. Konstruksi 8,63 8,85 9,12 9,72 10,37
7. Perdagangan besar dan eceran, 14,16 14,79 15,52 15,69 15,79
reparasi mobil dan sepeda
8. Transportasi dan Pergudangan 4,04 4,06 4,15 4,25 4,46
9. Penyediaan Akomodasi dan 2,39 2,47 2,48 2,59 2,91
Makan Minum
10. Informasi dan Komunikasi 1,54 1,59 1,62 1,72 1,89
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 1,80 1,84 1,83 1,94 1,99
12. Real Estate 3,22 3.24 3,27 3,44 3,46
13. Jasa Perusahaan 0,28 0,27 0.28 0,30 0,31
14. Administrasi Pemerintahan, 5,69 5,81 5,90 6,04 6,34
Pertanahan dan Jaminan Sosial
Wajib
15. Jasa Pendidikan 2,69 2.86 2.81 2,91 3,06
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan 1,17 1,17 1,21 1,24 1,35
Sosial
17. Jasa Lainnya 0,70 0,76 0,79 0,82 0,91
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka 2020

Berdasarkan tabel 2, untuk PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun
2019 disumbang oleh beberapa sektor antara lain yang terbesar adalah sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan, sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda. Sedangkan sektor terkecil
disumbang oleh sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang.

3.9. Provinsi Kepulauan Riau


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Provinsi Kepulauan Riau terbentang dari Selat Malaka sampai dengan Laut China
Selatan. Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
memiliki wilayah perbatasan langsung dengan wilayah negara lain yaitu, Vietnam,

100
Malaysia, Kamboja dan Singapura. Dengan kondisi geografis yang demikian, Provinsi
Kepulauan Riau memiliki peran yang strategis sebagai salah satu titik lalu lintas
perdagangan dunia.
Secara administratif, Provinsi Kepulauan Riau terdapat dua kota yaitu Kota
Tanjungpinang sebagai ibukota provinsi dan Kota Batam, dan lima kabupaten, yaitu
: Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga dan
Kabupaten Kepulauan Anambas.
Dilihat dari jumlah penduduk, diketahui bahwa jumlah penduduk usia produktif (15-
64 tahun) lebih banyak dibandingkan usia non produktif (0-14 tahun dan 65+ tahun).
Jumlah penduduk kelompok umur 0-14 tahun (usia anak-anak) mencapai 644.297
jiwa, kemudian penduduk kelompok umur 15-64 tahun (usia produktif) sebanyak
1.486.370 jiwa dan kelompok umur lebih dari 65 tahun (usia sudah tidak produktif)
berjumlah 58.986 jiwa. Rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk Provinsi
Kepulauan Riau pada tahun 2019 mencapai 47,32%. Artinya setiap 100 orang yang
berusia produktif (angkatan kerja) mempunyai tanggungan 47 penduduk tidak
produktif (usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun keatas).

Gambar 3.1. Posisi Relatif Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau dengan Provinsi Lain
di Wilayah Sumatera Tahun 2019 (Sumber: BPS Provinsi Kepri (BRS “Pertumbuhan Ekonomi
Kepulauan Riau Triwulan IV-2019”)

101
Kondisi perekonomian di Provinsi Kepulauan Riau jika dilihat dari tingkat
pertumbuhan ekonomi telah berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi wilayah-
wilayah di Pulaua Sumatera, namun masih di bawah capaian rata-rata nasional.
Pertumbuhan ekonomi memberikan gambaran mengenai dampak dari pembangunan
yang telah dilaksanakan oleh pemerintah, khususnya dalam rangka pengembangan
bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi di
suatu wilayah tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan menjadi
salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2017 mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga
mencapai 2,01%. Kemudian pada tahun 2018 perekonomian Provinsi Kepulauan Riau
mulai menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 4,56%, dan pada tahun 2019
kembali meningkat menjadi sebesar 4,89%.
Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau ditopang oleh tiga sektor yang
memberikan kontribusi besar dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tiga
sektor tersebut adalah industi pengolahan (37,57%), kontruksi (19,49%), dan
pertambangan dan penggalian (13,11%).
Pengembangan pabrik pengolahan dan pemurnian bahan tambang, khususnya
bauksit serta turunanya memiliki peluang yang sangat besar. Sebagai penghasil
bauksit, hingga saat ini Indonesia belum memiliki pabrik pengolahan bauksit menjadi
alumina sehingga seluruh bijih bauksit di ekspor ke luar negeri (Jepang dan Cina),
sedangkan alumina sebagai bahan baku untuk pembuatan aluminium harus diimpor
dari negara lain (Australia).
Selain itu cadangan potensi tambang yang cukup besar merupakan peluang investasi
bagi investor untuk eksplorasi bauksit ,karena masih banyak lahan bauksit yang
belum dimanfaatkan. Peluang investasi di sektor pertambangan batuan dan Iogam di
Provinsi Kepulauan Riau meliputi:
 Usaha pertambangan batuan  Usaha perdagangan hasil tambang
dan Iogam; batuan;
 Usaha pengangkutan hasil  Jasa konstruksi pekerjaan Persiapan
tambang; Lapangan untuk Lahan Pertambangan
 Usaha industri pengolahan hasil  Jasa penelitian potensi tambang.
tambang;

102
Sebagai sebuah wilayah yang sebagian besar berupa perairan dan kepulauan, Provinsi
Kepulauan Riau juga memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Pengembangan
budidaya perikanan (akuakultur), terutama budidaya laut (marikultur) menjadi
sebuah potensi yang sangat layak dikembangkan. Diperkirakan terdapat kurang lebih
455.7799 ha areal laut yang berpotensi untuk pengembangan marikultur, yang terdiri
dari 54.672,1 ha untuk marikultur pesisir (coastal marine culture) dan 401.1079 ha
untuk marikultur lepas pantai (offshore marine culture) yang tersebar hampir di setiap
kabupaten/kota, Potensi pengembangan marikultur yang tinggi adalah Kabupaten
Lingga, yakni mencapai 19.054 ha untuk coastal marine culture dan sekitar 226.538
ha untuk offshore marine culture.
Selain perikanan, potensi kelautan di Provinsi Kepulauan Riau juga dapat
dikembangkan untuk sektor pariwisata. Sumberdaya kelautan meliputi ekosistem
terumbu karang, pantai dan pulau kecil tersebar di beberapa lokasi di Provinsi
Kepulauan Riau. Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau memiliki kondisi ekosistem
terumbu karang yang potensial untuk dikembangkan menjadi daerah wisata bahari,
dengan prioritas kawasan yaitu: Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, Kota Batam,
Kabupaten Bintan, dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Beberapa lokasi memiliki
ekosistem terumbu karang yang indah, masih dalam kondisi baik dan jenis-jenis ikan
karang yang cukup banyak dengan bentuk dan warna yang menarik. Lokasi tersebut
diantaranya yaitu, Natuna Bagian Selatan (Selat Lampa) tepatnya di Pulau Burung
dan Pulau Setahi, Natuna Bagian Utara (Teluk Buton) tepatnya di Pulau Panjang dan
Pulau Pendek, Natuna Bagian Timur tepatnya Selat Senua dan Pulau Senua, serta
Natuna Bagian Timur Laut tepatnya di Pulau Sahi.Provinsi Kepulauan Riau memiliki
potensi pantai yang tinggi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata dengan
kategori rekreasi pantai. Hal ini didukung dengan banyaknya pulau kecil yang dimiliki
oleh Kepulauan Riau. Beberapa pantai yang potensial untuk dikembangkan menjadi
kawasan wisata dengan kategori rekreasi pantai, tersebar di Kabupaten Natuna,
Kabupaten Kepulauan Anambas. Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kota
Batam, Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang.
Selain potensi-potensi terebut di atas, pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau juga
ditopang oleh kualitas sumberdaya manusianya yang semakin meningkat. Indeks
Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015 hingga tahun 2019
mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2015 sebesar 73,75 meningkat menjadi
75,48 pada tahun 2019.

103
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan
Daya saing (competitiveness) suatu daerah merupakan salah satu parameter dalam
konsep pembangunan daerah berkelanjutan. Semakin tinggi tingkat daya saing suatu
daerah, diharapkan akan semakin mempercepat kemampun daerah dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Peningkatan daya saing dilakukan
dengan menetapkan kebijakan pemerintah pusat dan daerah, memperkuat
kelembagaan dan tatakelola, dan membangun infrastruktur.
Upaya peningkatan daya saing harus didukung dengan pengembangan sektor- sektor
unggulan yang dimiliki oleh daerah. Beberapa sektor yang dihasilkan dari pemetaan
tipologi sektor di Provinsi Kepulauan Riau adalah:

Tabel 3.6. Pembagian Tipologi Sektor di Provinsi Kepulauan Riau


Kategori Sektor
Unggulan 1. Konstruksi
2. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang
Potensial 1. Pertambangan dan Penggalian
2. Industri Pengolahan
Berkembang 1. Pengadaan Listrik, Gas
2. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
3. Transportasi dan Pergudangan
4. Penyedia Akomodasi dan Makan Minum
5. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
6. Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7. Real Estate
8. Informasi dan Komunikasi
9. Jasa Pendidikan
10. Jasa Lainnya
Terbelakang 1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
2. Jasa Keuangan
3. Real Estate
4. Jasa Perusahaan
Sumber : Dokumen SIDa Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018-2021

104
3.10. Provinsi DKI Jakarta
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
mengamanatkan bahwa Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi,
dimana Provinsi DKI Jakarta memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan
tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat
kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
Kota Jakarta secara geografis mempunyai letak yang strategis, hal tersebut
menjadikan Jakarta sebagai pintu gerbang (entrance point) wisatawan mancanegara
yang berkunjung ke Indonesia dan menjadikan Jakarta sebagai salah satu destinasi
pariwisata sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain sebagai ibu
kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta memiliki peranan penting dalam
perekonomian nasional, dimana Jakarta memberikan kontribusi terbesar terhadap
perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari besarnya persentase PDRB terhadap
PDB sebesar 17,94 persen pada tahun 2019. Peran tersebut menempatkan Jakarta
sebagai pusat perekonomian di Indonesia.
Keberadaan kota Jakarta sebagai kota metropolitan, tidak lepas dari berbagai masalah
perkotaan, diantaranya yaitu:
1. Ketimpangan Pendapatan
Banyaknya masyarakat yang tertarik untuk mendapatkan penghidupan yang lebih
layak di DKI Jakarta menarik seluruh lapisan masyarakat baik yang memiliki
kapasitas tinggi maupun tidak. Hal ini berdampak pada tersisihnya masyarakat
dengan kapasitas yang lebih rendah dalam mencari pekerjaan, dan mereka akan
memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya walaupun dengan timbal
balik yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketimpangan pendapatan secara
menyeluruh dalam suatu daerah dapat diukur menggunakan Indeks Gini. Pada
tahun 2012, angka Indeks Gini DKI Jakarta berada di atas Indeks Gini Nasional.
Hal tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan ketimpangan pendapatan
dalam struktur masyarakat DKI Jakarta. Namun setelah itu, Indeks Gini DKI
Jakarta mengalami tren yang menurun hingga tahun 2019. Tabel 1 Indeks Gini
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2019

105
Tabel 3.7. Indeks Gini Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2019
Kelompok Penduduk
Indeks Tingkat
Tahun Gini Ketimpangan 40% 40% 20%
Terendah Menengah Teratas
2012 0,397 Sedang 15,67 33,94 50,39
2013 0,364 Sedang 17,59 31,51 50,90
2014 0,436 Sedang 14,83 31,83 53,34
2015 0,421 Sedang 16,57 33,48 49,95
2016 0,397 Sedang 16,49 37,29 46,22
2017 0,409 Sedang 17,16 34,30 48,54
2018 0,390 Rendah 17,42 36,33 46,25
2019 0,391 Rendah 17,52 35,46 47,01
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2020

2. Tingkat Kemiskinan
Persentase penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta selama periode tahun 2012
sampai dengan tahun 2019 menunjukkan tren yang menurun. Pada periode
tersebut, tingkat kemiskinan telah berkurang sebesar 0,29 persen dari sebelumnya
sebesar 3,71 persen pada tahun 2012 menjadi 3,42 persen pada tahun 2019,
sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1 berikut:

Gambar 3.2. persentase penduduk miskin provinsi dki jakarta, pulau jawa dan nasional tahun
2012-2019 sumber: badan pusat statistik provinsi dki jakarta, 2020 sumber: badan pusat
statistik provinsi dki jakarta, 2020

106
3. Masalah menahun yang selalu terjadi dan perlu untuk segera diatasi agar tidak
menghambat pembangunan kota, antara lain:
a. Banjir
Bencana banjir menjadi perhatian khusus bagi Jakarta karena memiliki
implikasi yang kompleks. Banjir di Jakarta utamanya disebabkan oleh curah
hujan lokal yang tinggi, curah hujan yang tinggi di daerah hulu sungai yang
berpotensi menjadi banjir kiriman, dan rob atau air laut pasang yang tinggi di
daerah pesisir dan kepulauan serta tingginya sedimentasi akibat erosi. Selain
itu, terjadinya banjir di Jakarta juga disebabkan oleh sistem drainase yang tidak
berfungsi dengan optimal, tersumbatnya sungai dan saluran air oleh sampah
dan berkurangnya wilayah-wilayah resapan air akibat dibangunnya hunian
pada lahan basah atau daerah resapan air.
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
menanggulangi banjir, antara lain merevitalisasi Kanal Banjir Barat. Sejak
tahun 2016 daerah genangan di Jakarta mengalami penurunan luasan daerah
genangan. Berikut luasan banjir berdasarkan luas RW terdampak: tahun 2016
seluas 152,5 Km2, tahun 2017 seluas 139,12 Km2 , tahun 2018 seluas 79,71
Km2, dan tahun 2019 seluas 84,46 Km2.
b. Kemacetan
Penambahan ruas jalan yang hanya sekitar 0,01 persen per tahun tidak
sebanding dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang mencapai sekitar 12
persen per tahun. Kondisi ini menyebabkan terganggunya kelancaran lalu lintas
dan menimbulkan titik-titik kemacetan. Hampir semua ruas jalan arteri di
Jakarta sudah mengalami kemacetan. Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta terus meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik, antara lain
penambahan koridor dan armada Bus Rapid Transit (BRT), pembangunan Mass
Rapid Transit (MRT), serta pembangunan Light Rail Transit (LRT).
c. Backlog Perumahan
Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi dengan backlog
perumahan terbesar di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik, sebanyak 1,3
juta rumah tangga di Jakarta belum memiliki rumah. Berbagai upaya dilakukan
pemerintah maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah menyediakan
hunian bagi masyarakat, namun demikian, upaya tersebut menghadapi kendala
utama, yaitu keterbatasan lahan dan mahalnya harga lahan. Dalam rangka

107
mengurangi backlog perumahan, terdapat beberapa potensi pemenuhan
penyediaan perumahan rakyat 2018-2022 melalui skema pendanaan:
- APBD, untuk pembangunan rumah susun dan penataan kawasan
permukiman/kampung.
- APBN, untuk pembangunan rumah susun milik (rusunami) dan skema
pembiayaan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP),
serta penataan kawasan kumuh melalui program Kota Tanpa Kumuh
(Kotaku)
- Skema Kewajiban Pengembang, untuk pembangunan rusun Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR).
- Peran serta swasta, yakni untuk pembangunan rusun MBR dan hunian
komersial.
Penyelesaian masalah menahun tersebut menjadi prioritas Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta sehingga tidak menjadi beban pembangunan berkepanjangan.
Penyelesaian masalah menahun tersebut dilakukan dengan mengoptimalkan
seluruh potensi sumber daya yang dimiliki, serta menjajaki solusi inovatif sehingga
Kota Jakarta memiliki daya saing global, sejajar dengan kota-kota besar dunia.

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


Potensi sumber daya ekonomi di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat dari sektor Produk
Domestik Regional Bruto, sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.3. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2019 (Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta,
2020)
108
Dari Gambar 3.3 tersebut, dapat dilihat kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB,
dimana sektor pedagang besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor
memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta, dengan nilai
kontribusi berada pada kisaran 16 persen selama periode 2012-2019. Sektor ekonomi
yang mengalami tren peningkatan kontribusi yaitu sektor informasi dan komunikasi,
jasa perusahaan, jasa lainnya, transportasi dan pergudangan, jasa keuangan dan
asuransi, dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Dari enam sektor tersebut
peningkatan tren paling siginfikan ditunjukkan oleh sektor informasi dan komunikasi.
Gambar berikut juga memperlihatkan struktur ekonomi Provinsi DKI Jakarta, dimana
perekonomian Provinsi DKI Jakarta lebih ditunjang oleh sektor perdagangan besar
dan eceran; konstruksi; industri pengolahan, informasi dan komunikasi, serta jasa
keuangan dan asuransi. Hal ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi Provinsi DKI
Jakarta pada saat ini terletak pada kelima sektor tersebut. Dengan demikian, strategi
dan kebijakan pembangunan ekonomi Provinsi DKI Jakarta dapat diarahkan untuk
menunjang kegiatan perekonomian kelima sektor tersebut.

Gambar 3.4. Persentase Kontribusi Sektor terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta (Atas Dasar
Harga Konstan Tahun 2010) Tahun 2012-2019 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI
Jakarta, 2020

109
3.11. Provinsi Jawa Barat
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Provinsi Jawa Barat mempunyai luas ±37 juta km², terdiri atas 18 Kabupaten dan 9
Kota (627 Kecamatan, 645 kelurahan, dan 5.312 desa). Jumlah penduduk Jawa Barat
pada Tahun 2019 mencapai ±49 juta jiwa, dengan penduduk usia produktif
(15-64 tahun) mencapai 33,23 juta orang dan 23,8 juta orang diantaranya merupakan
angkatan kerja. Gambar 1 memperlihatkan Profil Singkat, Peluang/Kendala dan
Inventarisasi Urgensi Jawa Barat.

Gambar 3.5. Profil Singkat, Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi Jawa Barat

Kondisi Jawa Barat ditinjau dari sisi Territorial Capital & Human Capital, berpeluang
dalam meningkatkan daya saing secara nasional dibandingkan dengan provinsi
lainnya. Provinsi Jawa Barat secara geografis berbatasan dengan DKI Jakarta
sehingga berfungsi sebagai penyangga Ibukota Republik Indonesia.
Ditinjau dari aspek Resources, di Jawa Barat terdapat 12 Perguruan Tinggi Negeri dan
389 Perguruan Tinggi swasta. Dengan fasilitas tersebut, masyarakat Jawa Barat
110
diharapkan semakin meningkat tingkat pendidikannya, hal ini juga didukung dengan
meningkatnya Angka Partisipasi Kasar (APK) di level menengah sebesar 77,82 (2019),
meningkat sebesar 75,31 (2018). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat
sebesar 72,03 poin (2019) atau berada di atas nasional yaitu 71,92 poin.
Ditinjau dari aspek ekonomi, Jawa Barat mempunyai basis produksi sektor primer
pada usaha pertanian (peternakan, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan),
sektor sekunder industri jasa dan manufaktur, dan sektor tersier pada industri
pengolahan. Perekonomian Provinsi Jawa Barat tumbuhsebesar 5,07% (2019).
Pertumbuhan didukung hampir semua lapangan usaha, kecuali pertambangan dan
penggalian serta pengadaan listrik dan gas. Dari aspek investasi, Jawa Barat masih
menjadi provinsi tujuan utama PMA secara nasional, sejalan dengan banyaknya
industri dan kawasan industri yang berkembang di Provinsi Jawa Barat. Pada tahun
2019, Jawa Barat menempati posisi pertama sebagai tujuan PMA dengan pangsa
terhadap nasional mencapai 20,8%.
Jawa Barat memiliki infrastruktur handal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,
diantaranya: Bandar Udara Internasional Kertajati, Husen Sastranegara, dan
Nusawiru, Pelabuhan Perikanan Nasional di Sukabumi, Cirebon, dan Pelabuhan Laut
Patimban. Kehandalan transportasi darat didukung oleh Jalan Utama (25.365 km)
dalam kondisi mantap sebesar 91,90%. Jalan tersebut di luar jalan tol Purbaleunyi,
Cipali, dan jalan tol yang sedang dibangun saat ini yaitu Tol Bocimi, Tol Cisumdawu,
dan Cikampek elevated. Infrastruktur ekonomi lainnya yang telah disiapkan yaitu
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Wilayah Bogor, Purwakarta dan Cirebon serta
Kawasan Sain dan Teknologi (KST) di beberapa tempat.
Namun demikian Jawa Barat masih dihadapkan pada berbagai kendala. Sebagai
penyangga ibukota, Jawa Barat terkendala dengan tingginya migrasi dari provinsi
lain sehingga menimbulkan permasalahan ekonomi dan sosial yang cukup signifikan.
Tingginya migrasi penduduk menyebabkan laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat
mencapai 1,62 atau diatas angka nasional yaitu 1,42, Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) mencapai 7,99%, rendahnya kualifikasipekerja di Jawa Barat yang didominasi
oleh lulusan SD mencapai 40,23% serta tingginya tingkat kemacetan sehingga
menjadi kendala dalam distribusi produk Jawa Barat.
Hasil IDSD berdasarkan Score Pilar sebagaimana ditampilkan pada Gambar 2 Spider
Web Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Pilar menunjukan
bahwa hampir seluruh pilar memiliki score > 3,75 yang mengindikasikan memiliki
daya saing sangat tinggi. Namun demikian, dua pilar yang ada, yaitu pilar kesehatan

111
dan pilar pendidikan, walaupun memiliki score tinggi (3,5 dan 3,35), tapi perlu
menjadi prioritas semua pihak.

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


1. Aspek Penguat/Enabling Environment
Aspek Faktor Penguat (Enabling Environment) yang terdiri dari 3 Pilar, 6 Dimensi, 24
Indikator IDSD dengan pencapaian score 4,20. Pada Dimensi Tata Kelola
Pemerintahan dan Dimensi Keamanan dan Ketertiban, daya saing Jawa Barat relatif
cukup kuat, ditandai tata kelola pemerintahan yang smart dan akuntabel serta
kondisi keamanan dan ketertiban yang kondusif. Hal ini terindikasi dari capaian
Tingkat Kinerja Pemerintahan Daerah yang mencapai nilai sangat baik, Indeks
Persepsi Anti Korupsi lebih dari 92%, predikat “A” untuk SAKIP, nilai “BB” untuk
Indeks Reformasi Birokrasi, dan tingkat penyelesaian pelanggaran K3 serta persentase
penegakan Peraturan Daerah yang lebih dari 75%. Namun demikian, setidaknya
masih terdapat dua indikator pada dimensi tata kelola pemerintahan yang masih
harus ditingkatkan, yaitu capaian Indeks Demokrasi dan Indeks Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik.
Pada Dimensi Infrastruktur Transportasi, Dimensi Infrastruktur Air Bersih, RTH dan
Kelistrikan, daya saing Jawa Barat didukung oleh ketersediaan infrastruktur air
bersih, Ruang Terbuka Hijau dan kelistrikan serta infrastruktur transportasi berupa
kemantapan jalan provinsi yang berada pada level tinggi. Indikator yang masih perlu
menjadi perhatian adalah masih rendahnya rasio panjang jalan terhadap kendaraan
bermotor.
Secara umum, daya saing Jawa Barat pada Dimensi Keuangan Daerah dan Dimensi
Stabilitas Ekonomi cukup baik. Stabilitas ekonomi ditopang oleh pertumbuhan UMKM
pada Tahun 2019 yang sangat signifikan (lebih dari 300%) dibandingkan tahun
sebelumnya. Sektor pertanian juga mengambil peran penting dengan capaian Indeks
Ketahanan Pangan sebesar 76,4 dan Nilai Tukar Petani mencapai 104,48. Nilai
investasi baik yang berasal dari PMDN maupun PMA cukup tinggi, dimana investasi
PMDN di Jawa Barat berkontribusi sebesar 27% terhadap total investasi PMDN secara
nasional. Selain itu Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri mencatat peningkatan
APBD terhadap nilai investasi yang cukup besar (12,8%) dibandingkan tahun 2019.
Faktor-faktor tersebut merupakan salah satu pendorong bagi pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat sehingga dapat tumbuh diatas rata-rata nasional (5,41%) dengan kategori
Kapasitas Fiskal Daerah sangat tinggi (3,2).
112
Namun demikian, pada dimensi stabilitas ekonomi Jawa Barat masih dihadapkan
dengan persentase angka kemiskinan yang masih tinggi, sedangkan pada dimensi
keuangan daerah khususnya indikator nilai PDRB per kapita dan kontribusi PAD
terhadap total pendapatan daerah masih berada pada level rendah.

2. Aspek Sumber Daya Manusia


Aspek Sumber Daya Manusia (Human Capital) yang terdiri dari 2 Pilar, 3 Dimensi, 19
Indikator IDSD dengan pencapaian score 3,42. Pada Dimensi Kesehatan, Jawa Barat
sudah mencapai level cukup baik dalam hal penanganan balita gizi buruk,
penanggulangan kematian bayi dan pemenuhan tenaga medis. Pada indikator jumlah
balita stunting dan Angka Harapan Hidup, Jawa Barat telah berada pada level yang
cukup tinggi. Namun demikian masih ada tiga indikator kesehatan lainnya yang masih
berada pada level yang rendah, yaitu angka morbiditas, rasio puskesmas terhadap
penduduk serta rasio rumah sakit terhadap penduduk. Hal ini disebabkan karena
pertumbuhan penduduk di Jawa Barat setiap tahunnya meningkat diakibatkan
urbanisasi penduduk dari daerah lain sehingga rasio puskesmas terhadap penduduk
serta rasio rumah sakit terhadap penduduk menjadi rendah.
Pada Dimensi Pendidikan, indikator Angka Harapan Lama Sekolah dan jumlah
penduduk berpendidikan Diploma I/II/III berada pada level yang tinggi. Sementara
angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS), APK Perguruan Tinggi, jumlah penduduk
berpendidikan D4/S1, berpendidikan S2 dan S3 masih berada pada level rendah dan
menengah. Banyaknya penduduk yang tidak laporkan kembali jenjang pendidikan
terakhir yang diraihnya, menyebabkan data jumlah penduduk berpendidikan tinggi
menjadi kecil.
Pada Dimensi Keterampilan, indikator kenaikan Balai Latihan Kerja (BLK), jumlah
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) serta peran pemerintah daerah dalam
peningkatan literasi digital masing-masing berada pada level yang tinggi.
Perencanaan, kemampuan dan pemanfaatan digital sudah sangat optimal antara lain
melalui program Desa Digital, Jabar Quick Response, CANDIL (Maca Dina Digital
Library), e-samsat, Aplikasi Sambara (Samsat Jawa Barat Juara), Aplikasi Samping
Katepel, Si Rampak Sekar dan Warna Jabar. Satu indikator yang masih berada pada
level rendah adalah APK siswa SMK dimana jumlah siswa SMK hanya berjumlah
45,15% dibandingkan total penduduk usia 15-18 tahun di Jawa Barat. Hal ini
disebabkan karena Angka RLS di Jawa Barat masih rendah. Namun demikian,
capaian APK siwa SMK masih lebih tinggi dibandingkan APK siswa SMA yang hanya

113
mencapai 27,57%, yang berati bahwa pendidikan menengah berbasis vokasi telah
banyak diminati oleh masyarakat Jawa Barat.

3. Aspek Pasar
Aspek Pasar (Market) yang terdiri dari 4 Pilar, 7 Dimensi, 23 Indikator IDSD dengan
pencapaian score 4,16. Pada Dimensi Kompetensi Dalam Negeri, secara umum Jawa
Barat menunjukan daya saing yang relatif baik, yang dapat diidentifikasi dari
beberapa indikator antara lain: keberadaan industri kecil dan menengah maupun
industri besar yang relatif banyak, dan telah terjadi pola kemitraan yang cukup baik
antara Industri kecil, menengah dan industri besar di dalam proses produksi,
distribusi, maupun pemasaran sehingga mendorong terciptanya efisiensi produksi
dan pemasaran. Hal ini juga didukung oleh keberadaan pelaku usaha asosiasi
perdagangan dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang jumlahnya cukup
banyak dan aktif.
Pada Dimensi Pajak dan Retribusi, kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) juga sangat tinggi mencapai 92,38% hal ini menunjukkan bahwa
penduduk Jawa Barat sudah taat pajak. Kesuksesan tersebut tentunya tidak terlepas
dari adanya regulasi yang cukup baik dari pemerintah daerah dalam penciptaan
efisiensi pasar dan menekan laju inflasi. Namun demikian, kontribusi retribusi
terhadap PAD masih rendah hanya mencapai 0,26%. Hal ini dikarenakan terbatasnya
kewenangan Pemerintah Provinsi dalam penarikan retribusi daerah.
Pada Dimensi Stabilitas Pasar, pemerintah daerah telah menerbitkan regulasi guna
mendorong efisiensi pasar dan menekan laju inflasi di daerah untuk 13 sektor usaha
yaitu sektor pertanian, peternakan, perkebunan dan perdagangan. Namun demikian,
Indeks Gini di Jawa Barat masih relatif tinggi yang menggambarkan tingkat
pemerataan pembangunan masih kurang baik.
Pada Dimensi Ketenagakerjaan dan Dimensi Kapasitas Tenaga Kerja, beberapa
indikator sudah menunjukan level tinggi yaitu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan
Indeks Pembangunan Gender, jumlah tenaga kerja yang bekerja penuh mencapai
diatas 70% dan tingginya dukungan pemerintah dalam pengembangan tenaga
terampil melalui program pelatihan tenaga kerja terampil yang tersertifikasi oleh dunia
usaha. Namun demikian masih terdapat beberapa Indikator yan relatif lemah antara
lain Tingkat Pengangguran Terbuka yang masih relatif tinggi dan proporsi jumlah
tenaga kerja terdidik (formal maupun formal) terhadap angkatan kerja masih belum
memuaskan.
114
Pada Dimensi Akses Keuangan, indikator akses dunia usaha terhadap Lembaga
Keuangan sudah sangat baik. Hal ini ditunjukan oleh keberadaan lembaga keuangan
baik Bank maupun lembaga bukan Bank yang jumlahnya sudah cukup banyak
sehingga memudahkan bagi masyarakat dalam mengakses permodalan usaha. Terkait
dengan kondisi tersebut, maka pertumbuhan kredit dari lembaga keuangan Bank
maupun lembaga bukan Bank terhadap industri kecil dan menengah menjadi cukup
tinggi. Dukungan berbagai lembaga keuangan terhadap dunia usaha tersebut telah
mencptakan pertumbuhan dunia usaha di Jawa Barat cukup baik.
Pada Dimensi Ukuran Pasar, Neraca Perdagangan Jawa Barat pada Triwulan I (Jan-
Mar) Tahun 2020 sangat baik dimana Nilai Ekspor mencapai 7.384,55 Juta USD dan
Nilai Impor mencapai 2.684,57 Juta USD. Walaupun pertumbuhan nilai ekspor di
Jawa Barat per Oktober 2019 hanya mengalami kenaikan sebesar 4,90% dibanding
dengan September 2019, namun secara absolut bahwa nilai eksport Jawa Barat sudah
cukup tinggi, sehingga secara nominal, nilai ekspor Jawa Barat sangat baik yaitu
mencapai 7.384,55 Juta USD.

4. Aspek Ekosistem Inovasi


Aspek Ekosistem Inovasi yang terdiri dari 3 Pilar, 7 Dimensi, 31 Indikator IDSD dengan
pencapaian score 4,93. Dari 31 indikator yang membentuk Aspek Eksositem Inovasi,
29 indikator berada di level 5, 1 indikator berada di level 4 dan 1 indikator berada di
level 1. Dari 30 indikator yang membentuk Aspek Eksositem Inovasi, 29 indikator
berada di level 5 dan 1 indikator berada di level 4. Ini mengindikasikan bahwa Jawa
Barat memiliki ekosistem yang kondusif dan terintegrasi sehingga berbagai
keanekaragaman dari berbagai sumber daya dan pihak- pihak yang terlibat dapat
terhubung dan melakukan inovasi dengan baik.
Pada dimensi regulasi tersedia dengan sangat baik, sehingga dimensi kewirausahaan
dapat tumbuh dan berkembang. Kebijakan regulasi insentif pajak, pelayanan dan
durasi perijinan sangat mendukung kewirausahaan di Jawa Barat. Sebagai contoh,
jumlah Industri kecil dan menengah (IKM) dan pertumbuhan jumlah industri besar
pada Tahun 2019 mengalami pertumbuhan sebesar 25,43% dan 16,9%. Sehingga
tidak heran bila PMA dan PMDN Provinsi Jawa Barat menempati posisi pertama secara
nasional.
Pada Dimensi Interaksi dan Keberagaman, terdapat 17 indikator yang berada pada
level sangat baik. Adanya perencanaan SIDa Jawa Barat yang telah terintegrasi
dengan RPJMD, menjadikan kolaborasi Academic-Bussiness- Government (triple
115
helix) yang efektif yang dapat mendorong dihasilkannya produk unggulan daerah,
world class university dan berbagai lembaga kelitbangan, jumlah perjanjian kerja
sama (PKS) antara industri/dunia usaha (triple helix) dalam program pengembangan
teknologi dan inovasi berada pada level menuju arah yang sangat menggembirakan.
Namun demikian, masih ada 1 indikator yang berada pada level rendah, yaitu
rendahnya persentase anggaran penelitian dan pengembangan terhadap total APBD
yang hanya mencapai 0,54%. Namun demikian, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah
menganggarkan anggaran penelitian dan pengembangan di Jawa Barat yang cukup
tinggi mencapai Rp. 210.055.484.349,-.
Pada Dimensi Telematika dan Teknologi, seluruh indikator berada pada level sangat
baik. Terdapat ±70% penduduk Jawa Barat memiliki HP/smart phone dan ±70%
rumah tangga di Jawa Barat memiliki akses terhadap internet.

3.12. Provinsi Jawa Tengah


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk
mencegah penyebaran pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap kondisi
perekonomian global, nasional dan daerah. Perekonomian Jawa tengah pada kuartal I
dan II tahun 2020 terganggu penyebaran Covid-19. Pelemahan pertumbuhan ekonomi
terutama didorong penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga, investasi, dan
ekspor luar negeri. Pada sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi terjadi pada
lapangan usaha utama yaitu industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan.
Sehingga tema rencana kerja pembangunan Jawa Tengah Tahun 2020 adalah
“Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial”

116
Gambar 3.6. Peta Administratif Provinsi Jawa Tengah

Tema, prioritas dan arahan kebijakan pembangunan Jawa TengahTahun 2020


mempertimbangkan sinkronisasi pembangunan nasional, kondisi pandemi covid-19
dan pasca covid- 19, program unggulan dan program strategis RPJMD.
Arahan kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Tengah 2020, adalah “Percepatan
Pemulihan Perekonomian dan Kesejahteraan Masyarakat Didukung Penguatan Daya
Saing SDM”. Sedangkan Prioritas Pembangunan Jawa Tengah Tahun 2020:
1. Peningkatan pertumbuhan dan ketahanan Ekonomi dengan memperhatikan
keberlanjutan lingkungan hidup.
2. Peningkatan percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran.
3. Pemulihan dan Peningkatan kualitas hidup dan kapasitas sumber daya manusia
Menuju SDM Berdaya Saing
4. Penguatan ketahanan bencana.
5. Pemantapan tata kelola pemerintahan dan kondusivitas wilayah serta peningkatan
kapasitas dan ketahanan fiskal daerah.
Pembangunan wilayah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
harus dilakukan dengan pembangunan yang berkelanjutan. Tingkat daya saing
(competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam konsep kota berkelanjutan.
Sejalan dengan peningkatan daya saing kota/kabupaten, maka dapat diartikan tingkat
kesejahteraan masyarakat akan semakin tinggi.

117
Sebagai gambaran umum Aspek Daya Saing Daerah berisi mengenai peluang dan
tantangan yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Tengah:
1. Faktor Penguat/Enabling environment.
a) Kelembagaan
Pencapaian skor Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Jawa Tengah pada 2018
mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2017. IDI Jawa Tengah 2018 berada di
angka 72,17 dalam skala 0 sampai 100. Adapun pada 2017, IDI di posisi 70,85.
Angka tersebut menunjukkan kinerja demokrasi Jawa Tengah berada pada kategori
sedang. Aspek kebebasan sipil naik 7,14 poin dari 69,07 menjadi 76,21; hak politik
turun 0,32 poin menjadi 66,92; dan aspek lembaga demokrasi turun 3,4 poin dari
78,82 menjadi 75,42.

b) Infrastruktur
Total panjang jalan yang menjadi kewenangan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
di Jawa Tengah pada tahun 2019 sepanjang 30.556,80 km. Jalan di Provinsi Jawa
Tengah sebagian besar merupakan jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota sepanjang 26.633,97 km (87,16 persen). Sehingga kinerja sistem
jaringan jalan di Jawa Tengah sangat dipengaruhi oleh kinerja dari jalan yang
merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Panjang jalan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Provinsi sepanjang 2.404,741 km atau 7,87 persen.
Sisanya merupakan jalan kewenangan Pemerintah Pusat sepanjang 1.518,09 km
(4,97 persen). Pada tahun 2019 masih terdapat jalan dalam kondisi rusak di Jawa
Tengah yang terdiri dari rusak ringan sebesar 10,98 persen dan rusak berat sebesar
8,67 persen. Untuk jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah sudah tidak ada lagi jalan dalam keadaan rusak. Sedangkan pembangun
infratruktur pendukung lainnya berupa akses pelayanan air minum hingga tahun
2019 telah mencapai 86,82 persen untuk air minum perkotaan, 76,71 persen untuk
air minum perdesaan, dan capaian sanitasi sebesar 89,57 persen. Angka ini
meningkat dibandingkan tahun 2018, dimana tahun 2018 untuk akses air minum
perkotaan sebesar 82,89 persen, air minum perdesaan sebesar 74,78 persen, dan
sanitasi sebesar 82 persen. Selain itu, penyediaan akses listrik sudah mencapai
99,88 % pada tahun 2019. Pembangunan infrastruktur strategis ini memberikan
peluang bagi percepatan pembangunan di Jawa Tengah.

118
c) Perekonomian
Perekonomian Jawa Tengah pada Triwulan I dan II tahun 2020 terganggu
penyebaran COVID-19. Ekonomi Jawa Tengah pada Triwulan II-2020 mengalami
kontraksi sebesar -5,94 persen (y-on-y), padahal Triwulan II-2019 mampu tumbuh
sebesar 5,52 persen. Dari sisi produksi, kontraksi terdalam dialami oleh lapangan
usaha Transportasi dan Pergudangan, sebesar -62,95 persen. Sementara dari sisi
pengeluaran, hampir semua komponen terkontraksi. Komponen yang terkontraksi
paling dalam terjadi pada Komponen Impor sebesar -24,60 persen.

2. Sumber Daya Manusia


a) Kesehatan
Kualitas kesehatan masyarakat Jawa Tengah secara umum semakin membaik
berdasarkan rata-rata usia harapan hidup yang semakin panjang. Angka Harapan
Hidup Jawa Tengah dalam lima tahun terakhir meningkat dari 73,96 tahun pada
tahun 2015 menjadi 74,23 tahun pada tahun 2019, dengan rerata pertumbuhan
0,09%. Angka tersebut menggambarkan bahwa secara rata-rata, anak yang
dilahirkan dapat bertahan hidup hingga usia 73-74 tahun.

b) Pendidikan dan Ketrampilan.


Cakupan penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah
adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. RLS Provinsi Jawa Tengah dalam kurun
waktu tahun 2015-2019 meningkat dari 7,03 tahun menjadi 7,53 tahun, dengan
rerata pertumbuhan 1,73%. Namun demikian, rata-rata lama sekolah Jawa Tengah
masih dibawah nasional. Hal ini menggambarkan bahwa rata-rata penduduk usia
25 tahun ke atas di Jawa Tengah menjalani jenjang pendidikan sampai tingkat SD
atau maksimal SMP (setara kelas VII).

3. Pasar / Market
a) Efisiensi Pasar
Total Ekspor Jawa Tengah Juli 2020 sebesar US$ 710,91 juta, dibandingkan bulan
yang sama pada tahun sebelumnya naik 2,28%, Total impor Jawa Tengah Juli 2020
sebesar US$ 675,59 juta, dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya turun
sebesar 40,79 %.

119
b) Ketenagakerjaan
Apabila dilihat dari jumlah penduduk menurut kelompok umur tahun 2019
diketahui bahwa jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak
dibandingkan usia non produktif (0-14 tahun dan 65+ tahun), dengan komposisi
23,52 juta jiwa penduduk usia produktif (67,73%) dan 11,20 juta jiwa penduduk usia
non produktif (32,27%). Sehingga angka rasio ketergantungan di Jawa Tengah tahun
2019 sebesar 47,64 yang artinya bahwa setiap 100 penduduk usia produktif
menanggung sekitar 47 orang penduduk usia tidak produktif. Kondisi ini juga
menunjukkan bahwa di Jawa Tengah telah mengalami bonus demografi, dimana
jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan penduduk usia non
produktif.

c) Akses keuangan
Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah tercatat sebesar Rp295,46 Triliun,
menunjukkan pertumbuhan yang melambat (2,75%; yoy) dibandingkan triwulan
lalu (6,88%; yoy). Penurunan kinerja kredit di Jawa Tengah juga berlangsung pada
kontributor perekonomian lainnya di kawasan Jawa, khususnya provinsi Jawa Barat
dan provinsi Jawa Timur yang yang telah mengalamiperlambatan penyaluran kredit
sejak semester II 2019 (www.bi.go.id).

d) Ukuran pasar
Pandemi Covid-19 sangat berpengaruh terhadap perekonomian Jawa Tengah,
ditandai dengan merosotnya pertumbuhan ekonomi year on year dari 5,52 persen
pada Triwulan II-2019 menjadi minus 5,94 persen pada Triwulan II- 2020. Laju
pertumbuhan minus pada Triwulan II-2020 dicatat oleh sebagian besar kategori
lapangan usaha. Dari sisi produksi, kontraksiterdalam dialami oleh lapangan usaha
Transportasi dan Pergudangan, sebesa -62,95 persen. Sementara dari sisi
pengeluaran, hamper semua komponen terkontraksi. Komponen yang terkontraksi
paling dalam terjadi pada Komponen Impor sebesar -24,60 persen. Diantara tujuh
belas kategori lapangan usaha, tujuh puluh persennya mengalami kontraksi. Namun,
lima kategori lapangan usaha masih mampu tumbuh positif. Kategori Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan mencatat pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 10,69
persen. Kategori lain yang menunjukkan pertumbuhan positif meliputi kategori
Informasi dan Komunikasi sebesar 9,15 persen; Pengadaan Air, Pengelolaan

120
Sampah, Limbah, dan Daur Ulang sebesar 1,51 persen; Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial sebesar 1,31 persen; dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
Jaminan Sosial Wajib sebesar 0,79 persen.(www.bps.go.id)

4. Ekosistem Inovasi
Pengembangan ekosistem inovasi saat ini sebagai langkah strategis dalam
mengimplementasikan revolusi industri. Kemampuan inovasi bertumpu terhadap
lembaga litbang untuk menyokong ekosistem inovasi.
a) Dinamika bisnis
Ekonomi Jawa Tengah pada Triwulan II-2020 mengalami kontraksi sebesar -5,94 persen
(y- on-y), padahal Triwulan II 2019 mampu tumbuh sebesar 5,52 persen. Dari sisi
produksi, kontraksi terdalam dialami oleh lapangan usaha Transportasi dan
Pergudangan, sebesar -62,95 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, hampir semua
komponen terkontraksi. Komponen yang terkontraksi paling dalam terjadi pada
Komponen Impor sebesar -24,60 persen. Penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah
tercatat sebesar Rp295,46 Triliun, menunjukkan pertumbuhan yang melambat (2,75%;
yoy) dibandingkan triwulan lalu (6,88%; yoy).

b) Kapasitas inovasi
Provinsi Jawa Tengah dalam pengembangan ekosistem inovasi memiliki beberapa sarana
seperti HKI, Krenova dan SIDa. Kebijakan penataan unsur SIDa Jawa Tengah berkaitan
dengan tujuan menciptakan iklim daerah yang kondusif, khususnya bagi aktivitas
pemerintahan, aktivitas ekonomi masyarakat pedesaan, dan dunia usaha.
Pengembangan SIDa di jawa Tengah diatur melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Tengah Nomor 3 Tahun 2019 Penyelenggaraan Inovasi Daerah Provinsi Jawa Tengah.

c) Kesiapan teknologi
Salah satu implementasi penerapan iptek dan inovasi daerah di Jawa Tengah adalah
pembangunan sejumlah kawasan Technopark. Dalam kurun waktu 2015 sampai
dengan 2017 telah terbangun dan beroperasi 8 (delapan) Technopark di Jawa Tengah.
Pengelolaan kawasan sains dan teknologi di Jawa Tengah diatur melalui Peraturan
Gubernur Nomor 76 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kawasan Sains dan Teknologi
di Provinsi Jawa Tengah.
121
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan
Tahapan pencapaian kesejahteraan dan keberlanjutan pembangunan daerah perlu
mengoptimalkan potensi yang dimiliki untuk menciptakan daya saing daerah.
Pembentuk daya saing daerah dapat dihitung dari empat aspek (Faktor Penguat,
Sumber Daya Manusia, Faktor Pasar dan Ekosistem Inovasi), aspek ini di dukung oleh
12 pilar dan 23 dimensi (78 indikator).
Aspek Ekosistem Inovasi di Provinsi Jawa Tengah merupakan nilai aspek yang paling
unggul sebesar 4.84, dengan pilar kesiapan teknologi memiliki nilai tertinggi, diikuti pilar
kapasitas inovasi dan pilar dinamika bisnis. Meningkatnya inovasi teknologi di daerah
mendorong tingginya pilar kesiapan teknologi di Jawa Tengah.
Aspek Pasar merupakan nilai aspek kedua tertinggi sebesar 4,50. Pilar pendukung
dengan nilai tertinggi adalah ukuran pasar diikuti pilar ketenagakerjaan. Pilar ukuran
pasar di Jawa Tengah didukung oleh pertumbuhan nilaiekspor. Peningkatan FOB
sebesar 5,01%, sedangkan peningkatan volume ekspor sebesar 15,12%. Ekspor Jawa
Tengah per November 2019 berada di urutan kedelapan tertinggi dibandingkan
provinsi lain. Jawa Tengah berkontribusi terhadap 5,18 % ekspor nasional.
Aspek Penguat/Enabling Environment, memiliki nilai 4,46, dengan pilar bernilai
tertinggi adalah pilar infrastruktur, diikuti pilar kelembagaan dan perekonomian
daerah. Aspek penguat merupakan aspek tertinggi ketiga, yang dipengaruhi oleh
penyediaan infrastruktur berupa coverage infrastruktur air bersih, ruang terbuka hijau
dan rasio elektrifikasi. Sedangkan pilar kelembagaan didukung tata kelola
pemerintahan utamanya pada tingkat kinerja penyelenggaraan Pemerintah Daerah,
serta keamanan dan ketertiban. Pilar perekonomian didukung oleh kondisi keuangan
daerah dan stabilitas ekonomi.
Aspek Sumber Daya Manusia menjadi aspek terendah dengan nilai 4,30, yang didukung
oleh pilar Kesehatan dan Pendidikan, ketrampilan. Pada pilar kesehatan jumlah
penderita stunting selama tahun 2019 masih cukup tinggi, terdapat sejumlah 30% dari
2,5 juta balita, dan balita gizi buruk tercatat 0,05%. Target balita penderita stunting
dan gizi buruk dibawah 20%. Sedangkan pilar Pendidikan dan ketrampilan di Jawa
Tengah, dipengaruhi oleh Harapan Lama Sekolah (HLS) 12,68 tahun, dan Rata-rata
Lama Sekolah (RLS) selama 7,53 tahun.
Perdagangan pada 2018 justru menunjukkan perlambatan pertumbuhan yang
disebabkan oleh turunnya margin perdagangan untuk barang-barang yang berasal dari
impor (KEKR, 2019). Pendukung aspek-aspek andalan daerah yang berupa pilar-pilar
daya saing daerah yang memiliki nilai lebih dari rata-rata antara lain: Pilar
122
Infrastruktur, Ukuran Pasar, Kesiapan Teknologi, Kapasitas Inovasi, Dinamika Bisnis,
dan Kelembagaan.
Pilar Infrastruktur di Jawa Tengah merupakan pilar dengan nilai tertinggi 5.00 ini
merupakan hasil dari kebijakan terkait infrastruktur transportasi, infrastruktur air
bersih, ruang terbuka hijau dan kelistrikan. Pendukung infrastruktur transportasi
berupa rasio panjang jalan dengan jumlah kendaraan bermotor di jawa tengah sebesar
378,79 unit/km, dan rasio Panjang jalan denagn kondisi baik dibangding totalpanjang
jalan sebesar 81,17% (Dina PU Bina Marga dan Cipta Karya Prov. Jateng, 2020).
Infrastruktur air bersih berupa akses terhadap layanan sumber air minum layak dan
berkelanjutan di Jawa Tengah sebesar 90,80% (BPS.go.id)
Pilar Ukuran Pasar yang menjadi andalan daya saing daerah Jawa Tengah dilihat dari
rasio jumlah penduduk usia 17 tahun keatas dibanding jumlah penduduk ,
pertumbuhan nilai ekspor, dan persentase nilai neraca volume perdagangan. Rasio
jumlah penduduk usia 17 tahun keatas dibanding jumlah penduduk sebesar 78,23%,
merupakan jumlah pasar potensial dari 35,8 juta penduduk Jawa Tengah.
Pertumbuhan nilai ekspor Jawa Tengah tahun 2019 mencapai 15,12% dibanding tahun
sebelumnya. Volume ekspor Jawa Tengah tahun 2019 mencapai 3,91 juta ton dengan
nilai FOB US$ 8,67 milyar. Nilai ekspor meningkat dibanding tahun 2018 yang sebesar
US$ 8,26 milyar.(BPS, 2020). Dengan persentase nilai neraca volume perdagangan
sebesar 80,24%.
Salah satu pilar yang memiliki nilai diatas rata-rata adalah Pilar Kesiapan Teknologi
dengan nilai 5,00. Kesiapan teknologi dengan dimensi pembentuknya adalah telematika
dan teknologi. Telematika didukung oleh tingginya proporsi rumah tangga dengan akses
internet, kemudahan akses komunikasi dan persentase penduduk yang menggunakan
telepon/smartphone. Teknologi didukung oleh kebijakan pengembangan inovasi
teknologi di daerah.

3.13. Provinsi DI. Yogyakarta


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Daya saing suatu daerah merupakan petunjuk terkait kemampuan suatu daerah
dalam menciptakan nilai tambah dalam konteks persaingan secara domestik dan
internasional yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakatnya
secara berkelanjutan. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi

123
dengan luas wilayah paling kecil di Indonesia. Luas wilayah DIY adalah 3,185,800 km2
(DDA, 2019) hanya 0,164% dari keseluruhan luas wilayah Indonesia.
Secara pemerintahan, wilayah kabupaten/kota DIY dibagi menjadi 4 kabupaten dan
1 kota yaitu Kabupaten Gunungkidul, Sleman, Bantul dan Kulon Progo serta Kota
Yogyakarta. Sementara struktur pemerintah di bawah kabupaten/kota meliputi 78
kecamatan dan terdapat 438 desa/kelurahan. Wilayah kabupaten/kota di DIY yang
terluas adalah Kabupaten Gunungkidul, yaitu meliputi 46,63% dari luas DIY
sedangkan wilayah terkecil adalah Kota Yogyakarta, yaitu sebesar 1,02% yang secara
lengkap perbandingan luasan antara wilayah disajikan pada gambar 3.8.

Gambar 3.7. Peta Administratif DIY

124
Bantul;

Gunung
Kulon

Yogyakart Sleman;

Gunungkidul Sleman Yogyakarta


Gambar 3.8. Persentase Luas Wilayah DIY menurut Kabupaten/Kota

Seperti juga provinsi-provinsi lain di Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta juga


menghadapi berbagai tantangan dan hambatan dalam melakukan pembangunan di
berbagai bidang. Terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing suatu
daerah dapat di jelaskan sebagai berikut :
1. Faktor Perekonomian Daerah (Nilai PDRB dan Kinerja Sektoral)
Kinerja perekonomian DIY triwulan I-2020 dibanding triwulan I-2019 (y-on-y)
mengalami kontraksi sebesar 0,17%, berbeda arah dibanding triwulan yang sama
tahun sebelumnya yang tumbuh cukup tinggi, yaitu 7,51%. Kontraksi tersebut dipicu
oleh terjadinya penurunan kinerja di 11 kategori. Kontraksi tertinggi terjadi pada
kategori Konstruksi yaitu sebesar 9,75%, disusul kategori Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan, sebesar 8,92%. Curah hujan yang tidak menentu menyebabkan
kekeringan di beberapa wilayah di DIY dan juga mundurnya musim tanam padi
sehingga panen raya belum terjadi di triwulan I-2020 ini. Akibat kemarau yang
panjang tersebut banyak komoditas pertanian yang menurun produksinya, terutama
komoditas padi dan palawija, serta beberapa komoditas hortikultura. Kontraksi
berikutnya terjadi pada Jasa Perusahaan yaitu 7,48%, Pertambangan dan Penggalian
sebesar 6,91%, dan Transportasi 3,23%. Struktur perekonomian DIY triwulan I-2020
dapat dilihat dari kontribusi yang beragam dari setiap kategori usaha. Pangsa
kontribusi terbesar adalah lapangan usaha Industri Pengolahan, yaitu 12,90%.
Kontribusi terbesar berikutnya adalah Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yaitu
sebesar 11,35%; Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum 9,89%; Konstruksi
125
sebesar 9,13%; dan Jasa Pendidikan sebesar 8,58%. Dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya struktur PDRB mengalami sedikit pergeseran karena urutan lima
besar pangsa kontribusi sebelumnya adalah Industri Pengolahan; Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan; Konstruksi, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum;
dan Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.
Selain pertumbuhan sektoral seperti pada Gambar 3 diatas, kinerja perekonomian
dapat dilihat dari andil pertumbuhan masing-masing lapangan usaha. Andil terbesar
terhadap kontraksinya perekonomian DIY triwulan I 2020 adalah Konstruksi, yaitu
minus 0,98%. Andil kontraksi terbesar berikutnya adalah Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan sebesar minus 0,91. Andil kontraksi terbesar ketiga adalah Industri
Pengolahan yaitu sebesar minus 0,19%; Transportasi minus 0,16%; dan Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum sebesar minus 0,12%.

Gambar 3.8. Pangsa dan Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (TW 1-2020 (y on y)

126
Gambar 3.9. Pertumbuhan Ekonomi DIY (TW 1-2020 (y on y)

Gambar 3.10. Andil Pertumbuhan Kategori Usaha terhadap Pertumbuhan PDRB DIY (TW 1-2020
(y on y)

127
Sementara kategori yang tumbuh positif sehingga mampu menghambat kontraksi
tidak menjadi lebih dalam adalah Informasi dan Komunikasi yang memberikan andil
pertumbuhan tertinggi, yaitu 1,22%, diikuti oleh Jasa Pendidikan sebesar 0,52%, dan
Real Estat sebesar 0,31%.

2. Faktor Infrastruktur dan Sumber Daya Alam (Modal Alamiah dan Fisik)
Sejumlah kawasan ditetapkan dalam rangka mendorong investasi, baik domestik
maupun PMA. Kawasan-kawasan tersebut adalah kawasan infrastruktur dimana
kawasan ini dipersiapkan dalam rangka mewujudkan kawasan industri dan bandara
Yogyakarta Internasional Airport (YIA). Kawasan industry yang telah ditetapkan terdiri
dari kawasan Piyungan, Sedayu dan Sentolo. Kawasan pertanian memiliki kawasan
yang lebih luas dimana meliputi semua kawasan pertanian di semua wilayah
kabupaten. Sebagai daerah yang tidak terlalu banyak memiliki sumber daya alam,
tidak heran jika DIY menempatkan sektor pariwisata menjadi salah satu sektor
utamanya. Karena itulah, pembangunan infrastruktur di DIY masih saja
memprioritaskan untuk proyek-proyek pendukung sektor pariwisata. Pembangunan
infrastruktur merupakan suatu persyaratan penting dalam pembangunan sosial
ekonomi sebagai sarana penghubung, input, maupun output dari berbagai macam
kegiatan sosial dan ekonomi. Selain pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta
di Kabupaten Kulon Progo juga di lakukan pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan
(JJLS), sekaligus melakukan penataan di sejumlah titik. Pembangunan Bedah
Menoreh yang menghubungkan Kulon Progo dengan kawasan strategis pariwisata
nasional Borobudur juga tengah dilakukan, yang diharapkan mampu menggerakkan
perekonomian masyarakat. Selanjutnya sebagai penyeimbang pembangunan
pelebaran jalan Ngeplang-Nanggulan-Kalibawang-Borobudur yang dilakukan
Pemerintah Pusat, Pemda DIY juga membangun kawasan Agroteknopark di Wijimulyo,
Nanggulan, Kulonprogo.Selain kawasan infrastruktur dan pertanian, kawasan budaya
dan pariwisata berpotensi untuk pengembangan investasi industri kreatif seperti film,
photografi, arsitektur dan desain. Pengembangan kawasan pendidikan dapat
berpotensi dikembangan sebagai kawasan riset dan pengembangan.

128
Tabel 3.8. Daftar Rencana Strategis Pengembangan Kawasan di Yogyakarta
No Kawasan Sektor
1 Bandara Internasional (NYIA) Infrastuktur
2 Daerah Sentra Industri Kerajinan Bantul Ekonomi Kreatif
3 Industri Pengolahan Kakao Pangan dan Hasil Bumi
4 Industri Pengolahan Salak Pondoh Pangan dan Hasil Bumi
5 Industri Tepung Ikan Pangan dan Hasil Bumi
6 Kawasan Industri Piyungan Bantul Infrastuktur
7 Kawasan Industri Sentolo Infrastuktur
8 Edu-Tourism Museum Gunung Merapi (MGM) Pendidikan
9 Kawasan Peruntukan Industri Sentolo Infrastuktur
10 Kawasan Peruntukan Industri Pertanian Pangan dan Hasil Bumi
11 Kawasan Peruntukan Industri Sedayu Infrastuktur
12 Kawasan Wisata Nglanggeran Budaya dan Pariwisata
13 Mineral Andesit Energi
14 Mineral Batu Gamping Energi
15 Mineral Marmer Energi
16 Obyek Wisata Tematik Desa Sumberarum Budaya dan Pariwisata
17 Pariwisata Geopark / Karst Gunungsewu Budaya dan Pariwisata
18 Pariwisata Pantai Di Kabupaten Bantul Budaya dan Pariwisata
19 Pariwisata Pantai Di Kab Gunung Kidul Budaya dan Pariwisata
20 Pelabuhan Tanjung Adikarto Infrastuktur
21 Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Energi
22 Pengembangan Fasilitas Pendidikan Pendidikan
23 Pengembangan Lahan Wedi Kengser Pangan dan Hasil Bumi
24 Pengembangan Wisata Puncak Suroloyo Budaya dan Pariwisata
25 Pengembangan Pariwisata Waduk Sermo Budaya dan Pariwisata
26 Pengembangan Seed Center Krisan Pangan dan Hasil Bumi
27 Pengolahan Kayu Jati Pangan dan Hasil Bumi

129
28 Pengolahan Kelapa Terpadu Pangan dan Hasil Bumi
29 Pengolahan Padi, Cabai & Bawang Merah Pangan dan Hasil Bumi
30 Pengolahan Ubi Kayu Pangan dan Hasil Bumi
31 Perikanan Tangkap Pangan dan Hasil Bumi
32 Peternakan Dan Penggemukan Sapi Pangan dan Hasil Bumi
33 Peternakan Kambing Peranakan Etawa Pangan dan Hasil Bumi
34 Power Plant Energi
35 Sentra Kerajinan Sleman Ekonomi Kreatif
36 Taman Hutan Raya Bunder Pendidikan
37 Water Plant Energi
38 Wediombo Resort Budaya dan Pariwisata
39 Wisata Dirgantara Pantai Depok Budaya dan Pariwisata
40 XT – Square Budaya dan Pariwisata
Sumber: BPKM DIY, 2017

3. Faktor Sumber Daya Manusia (Ketenagakerjaan dan Pendidikan)


a) Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur capaian
pembangunan manusia mencakup dimensi umur panjang dan sehat, pengetahuan,
serta kehidupan yang layak. Hal ini menunjukkan perkembangan baik dalam
pembangunan di DIY. IPM merangkum tiga dimensi pembangunan manusia yang
paling mendasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life),
pengetahuan (knowledge), dan standard hidup layak (decent standard of living).
Dimensi umur panjang dan hidup sehat digambarkan oleh Usia Harapan Hidup pada
saat lahir (UHH) yaitu jumlah tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh bayi yang
baru lahir untuk hidup, dengan asumsi bahwa pola angka kematian menurut umur
pada saat kelahiran sama sepanjang usia bayi. Dimensi pengetahuan diukur
menggunakan indikator Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah
(HLS). RLS menggambarkan rata-rata lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun ke
atas dalam menjalani pendidikan formal. HLS menggambarkan lamanya (tahun)
sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan/dijalani oleh anak pada umur
tertentu di masa mendatang. Standar hidup yang layak digambarkan oleh
pengeluaran per kapita riil disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran per

130
kapita dan paritas daya beli (purchasing power parity). IPM dihitung berdasarkan rata-
rata geometrik indeks kesehatan, indeks pengetahuan, dan indeks pengeluaran.
Penghitungan ketiga indeks dilakukan melalui proses standardisasi menggunakan
nilai minimum dan maksimum masing-masing komponen indeks. IPM merupakan
indikator yang sangat berguna untuk melihat perkembangan capaian pembangunan
dalam jangka panjang. Untuk melihat kemajuan pembangunan manusia, terdapat
dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu tingkat kecepatan dan status pencapaian.
Capaian pembangunan manusia D.I. Yogyakarta sampai dengan tahun 2018 berada
pada level 79,53. Secara umum, capaian ini terus mengalami kemajuan selama
periode 2010 hingga 2018. IPM D.I. Yogyakarta meningkat dari 75,37 pada tahun 2010
menjadi 79,53 pada tahun 2018 atau rata-rata tumbuh sebesar 0,67% setiap tahun.
Perkembangan ini menggambarkan kualitas pembangunan manusia yang semakin
membaik.

Gambar 3.11. Perkembangan Nilai IPM DIY dan Nasional Tahun 2010 - 2018

131
Level IPM selama periode 2010-2018 selalu berada dalam kategori IPM tinggi
(70≤IPM<80). Dibandingkan dengan level IPM nasional, capaian IPM D.I. Yogyakarta
tercatat selalu lebih tinggi dan selalu menempati peringkat kedua tertinggi di antara
34 provinsi di Indonesia.

Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Di
78, 79, 79,
77, 78,
76,

70, 71, 71,


69, 70,
68,

2014 20 20 20 20 20
15 16 17 18 19
DI
DI Indon
Linear (DI Yogyakarta)
Gambar 3.12. Perkembangan Nilai IPM DIY dan Nasional Tahun 2014 – 2019

Selain antara DIY dengan Nasional, IPM antar-Kabupaten/Kota adalah seperti yang
ditunjukkan oleh gambar berikut:

Perbandingan Nilai IPM Antar


Kab/Kota
Tahun 2015-2019
1
0
0
9
0
1 2 3 4 5
Kota Yogyakarta 84,5 85,3 85,4 86,1 86,6
201 201
Kabupaten Bantul 77,9 78,4 78,6 8 9
9 2 7
Kabupaten Kulon 79,4 80,
71,5 72,3 73,2
Progo Kabupaten 5 01
2 8 3

Gambar 3.13. Perbandingan Nilai IPM antar Kab/Kota di DIY Tahun 2015-2019

132
Daya saing suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dari kualitas SDM yang dimiliki
sebagai salah satu modal dasar pembangunan bangsa. Pendidikan tertinggi yang
ditamatkan merupakan salah satu ukuran kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin luas pengetahuan serta
ketrampilan/keahlian yang tinggi. Semakin meningkat keterampilan/keahlian, maka
semakin berkualitas modal yang dimiliki penduduk untuk bersaing dalam konstelasi
tenaga kerja. Namun demikian, ijazah yang dimiliki terkadang bukan menjadi jaminan
untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Keterampilan dan keahlian yang
dimiliki seseorang selalu perlu dilatih dan di praktekkan dalam dunia kerja.

Gambar 3.14. Distribusi Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas Menurut Ijazah Tertinggi yang
Dimiliki, Jenis Kelamin dan Wilayah, 2018 (%)

b) Angka Partisipasi Kasar (APK)


Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan indikator pembangunan pendidikan yang
digunakan untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah pada tiap jenjang
pendidikan. Semakin tinggi capaian APK semakin tinggi tingkat partisipasi sekolah
pada suatu jenjang pendidikan. Perkembangan APK DIY menurut jenjang pendidikan
bervariasi. Capaian APK jenjang SD/MI/sederajat lebih tinggi dibandingkan capaian
pada jenjang SMP/MTs/sederajat dan SMA/SMK/MA/Paket C. Selama kurun 2015-
2019 APK jenjang SD/MI/sederajat memiliki tren menurun. Pada tahun 2015 APK SD
sederajat mencapai 106,69% turun menjadi 106,28% pada tahun 2019. Sementara
itu, APK SMP sederajat dan SMA sederajat cenderung berfluktuasi. Namun pada tahun
2019, capaian APK SMP sederajat mengalami kenaikan penurunan dari 96,98%
menjadi 95% sedangkan APK SMA sederajat mengalami kenaikan dari 87,43% menjadi
89,07%.

133
Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan indikator pembangunan pendidikan yang
digunakan untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah pada tiap jenjang
pendidikan. Semakin tinggi capaian APK semakin tinggi tingkat partisipasi sekolah
pada suatu jenjang pendidikan. Perkembangan APK DIY menurut jenjang pendidikan
bervariasi. Capaian APK jenjang SD/MI/sederajat lebih tinggi dibandingkan capaian
pada jenjang SMP/MTs/sederajat dan SMA/SMK/MA/Paket C. Selama kurun 2014-
2018 APK jenjang SD/MI/sederajat memiliki tren menurun. Pada tahun 2014 APK SD
sederajat mencapai 109,1% turun menjadi 105,8% pada tahun 2018. Sementara itu,
APK SMP sederajat dan SMA sederajat cencerung berfluktuasi. Namun pada tahun
2018, capaian APK SMP sederajat mengalami kenaikan dari 94,8% menjadi 97%
sedangkan APK SMA sederajat mengalami penurunan dari 93,4% menjadi 87,4%.

11
0
106,6 106,7 106,2 105,8 106,1
10 97,8
9 94,77 96,9
93,15 9
9 89,0
87,4
8
82,6
8
0

201 201 201 201 201


APK APK SMP/ MTs/ APK

Gambar 3.15. Perkembangan Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang Pendidikan di DIY (%),
2015 – 2019 (Sumber : BPS, 2020)

Capaian APK SD sederajat berada di atas 100%. Hal tersebut menunjukan bahwa
penduduk yang bersekolah pada jenjang SD tidak hanya penduduk yang bersekolah
pendidikan SD (7-12 tahun) tetapi mencakup penduduk berusia di atas 12 tahun dan
di bawah 7 tahun. Capaian APK tidak mencerminkan bahwa penduduk usia 7-12
tahun sudah bersekolah semua. Sementara itu, APK jenjang SMP sederajat dan SMA
sederajat berada di bawah 100% berarti bahwa jumlah penduduk yang sedang
menempuh pendidikan pada jenjang tersebut proporsinya kurang dari jumlah
penduduk pada kelompok usia jenjang pendidikan tersebut.Capaian APK SD sederajat
berada di atas 100%. Hal tersebut menunjukan bahwa penduduk yang bersekolah
pada jenjang SD tidak hanya penduduk yang bersekolah pendidikan SD (7-12 tahun)
tetapi mencakup penduduk berusia di atas 12 tahun dan di bawah 7 tahun. Capaian
134
APK tidak mencerminkan bahwa penduduk usia 7-12 tahun sudah bersekolah semua.
Sementara itu, APK jenjang SMP sederajat dan SMA sederajat berada di bawah 100%
berarti bahwa jumlah penduduk yang sedang menempuh pendidikan pada jenjang
tersebut proporsinya kurang dari jumlah penduduk pada kelompok usia jenjang
pendidikan.

c) Angka Partisipasi Murni (APM)


Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan indikator untuk mengetahui seberapa
banyak penduduk usia sekolah yang sudah memanfaatkan atau mengakses fasilitas
pendidikan di suatu jenjang pendidikan tertentu tanpa melihat berapa usianya. Jika
seluruh penduduk yang berusia sekolah dapat bersekolah tepat waktu, maka APM
akan mencapai nilai 100. Perkembangan APM semua jenjang pendidikan di DIY
selama 2015-2019 memiliki pola yang sama dengan kecenderungan meningkat. Pada
tahun 2019, APM SD sederajat mencapai 99,53%, APM SMP sederajat mencapai
84,04% dan APM SMA sederajat sebesar 70,49%. Capaian APM SD sederajat 99,53%
menunjukkan bahwa masih ada 0,047% penduduk berusia 7-12 tahun yang tidak
bersekolah pada jenjang SD karena terlambat masuk sekolah atau sudah bersekolah
di jenjang SLTP. Sementara itu, capaian APM SMP sederajat dan SMA sederajat berarti
bahwa masih ada 15,96% penduduk berusia 13-15 tahun yang statusnya tidak
bersekolah pada jenjang SMP dan terdapat 29,51% penduduk berusia 16-18 tahun
yang tidak bersekolah pada jenjang SMA. Pada jenjang SMA sederajat teridentifikasi
bahwa sebesar 14,4% masih bersekolah pada jenjang SMP, 7,4% bersekolah pada
jenjang perguruan tinggi dan 7% berstatus putus sekolah. Angka Partisipasi Murni
(APM) merupakan indikator untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia
sekolah yang sudah memanfaatkan atau mengakses fasilitas pendidikan di suatu
jenjang pendidikan tertentu tanpa melihat berapa usianya. Jika seluruh penduduk
yang berusia sekolah dapat bersekolah tepat waktu, maka APM akan mencapai nilai
100.
Perkembangan APM semua jenjang pendidikan di DIY selama 2014-2018 memiliki
pola yang sama dengan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2018, APM SD
sederajat mencapai 99,50%, APM SMP sederajat mencapai 83,61% dan APM SMA
sederajat sebesar 70,22%. Capaian APM SD sederajat 99,5% menunjukkan bahwa
masih ada 0,5% penduduk berusia 7-12 tahun yang tidak bersekolah pada jenjang SD
karena terlambat masuk sekolah atau sudah bersekolah di jenjang SLTP. Sementara
itu, capaian APM SMP sederajat dan SMA sederajat berarti bahwa masih ada 16,4%
penduduk berusia 13-15 tahun yang statusnya tidak bersekolah pada jenjang SMP
135
dan terdapat 29,8% penduduk berusia 16-18 tahun yang tidak bersekolah pada
jenjang SMA. Pada jenjang SMA sederajat teridentifikasi bahwa sebesar 14,4% masih
bersekolah pada jenjang SMP, 7,4% bersekolah pada jenjang perguruan tinggi dan 7%
berstatus putus sekolah.

11
0
99, 99, 99,
99, 99,
9
83, 84,
8 82, 83, 83,

7 70, 70,
68, 68, 69,
6
0

20 20 20 20 20
APM APM APM
Gambar 3.16. Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) DIY Menurut Jenjang Pendidikan di
DIY (%), 2015-2019 (Sumber : BPS, 2020)

Berdasarkan perkembangan data APM menurut jenjang pendidikan tersebut dapat


disimpulkan bahwa diperlukan upaya untuk meningkatkan capaian APM pada jenjang
SMP sederajat dan SMA sederajat. Upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat agar berkemauan untuk bersekolah pada jenjang yang lebih tinggi serta
upaya-upaya untuk menambah fasilitas dan kemudahan bagi masyarakat khususnya
masyarakat kurang mampu agar dapat melanjutkan pendidikan pada jenjang yang
lebih tinggi perlu ditingkatkan. Untuk indikator ketenagakerjaan, berdasarkan hasil
Sakernas bulan Februari 2018, jumlah penduduk berusia kerja di DIY tercatat
sebanyak 2,97 juta jiwa. Dibandingkan dengan hasil Sakernas Agustus 2017, jumlah
penduduk berusia kerja meningkat sebanyak 0,21%. Sementara, jika dibandingkan
dengan Sakernas Februari 2017 jumlahnya sebesar 0,93%. Komposisi angkatan kerja
berdasarkan Sakernas Februari 2018 tercatat sebanyak 2,14 juta jiwa. Rinciannya
adalah 2,08 juta jiwa berstatus bekerja dan 66 ribu jiwa berstatus menganggur.
Kelompok bukan angkatan kerja tercatat sebanyak 824 ribu jiwa dengan rincian
berstatus sekolah 254 ribu jiwa, mengurus rumah tangga 481 jiwa, dan lainnya 90
ribu jiwa.

136
Gambar 3.17. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas di DIY menurut Aktivitas, 2010-2018

4. Urusan Penelitian dan Pengembangan


Program/kegiatan Litbang yang lebih efektif menunjang pembangunan daerah,
membutuhkan upaya peningkatan jumlah dan kualitas program/kegiatan penelitian
dan pengembangan yang lebih berbobot pula, sehingga diharapkan dapat memberi
manfaat bagi upaya pemecahan masalah-masalah dalam pencapaian tujuan, Hal ini
perlu disadari bersama, bahwa program/kegiatan pembangunan pada hakekatnya
diselenggarakan untuk tujuan memecahkan masalah-masalah yang terjadi dan
dihadapi dalam lingkungan masyarakat bangsa. Dalam kerangka mewujudkan fungsi
dan tugas bidang kelitbangan, peranan Unit Litbang Pemerintah Daerah antara lain
adalah sebagai dapur kebijakan (think tank) penyelenggaraan pemerintah daerah
dengan memfasilitasi berbagai langkah kerja dan penyiapan bahan perumusan
kebijakan pembangunan pada umumnya maupun secara khusus dalam kerangka
peningkatan kinerja kelitbangan di daerah. Dalam hal ini, upaya pengelolaan kegiatan
penelitian dan pengembangan seharusnya dilakukan dalam sistem dan prosedur
pengelolaan litbang satu pintu. Untuk mewujudkan hal tersebut, disadari bahwa

137
masih terdapat sejumlah masalah dan tantangan yang dihadapi berkaitan
masalahkelitbangan, termasuk diantaranya adalah persoalan klasik berkenaan
eksistensi dan peran litbang. Dalam hal ini, eksistensi dan peran unit kelembagaan
Litbang di daerah pada umumnya dirasakan masih belum berdaya memenuhi
ketentuan kebijakan bidang kelitbangan dan ristek, antara lain Permendagri 20 tahun
2011, Permendagri 36 tahun 2012, Peraturan Bersama Menristek dan Mendagri
tentang Penguatan SIDa. Terbitnya Perpres Nomor 32 tahun 2011 tentang MP3EI,
berimplikasi pada munculnya kewajiban bagi Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia
untuk melakukan pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIDa). Bahwa dalam
rangka peningkatan kapasitas Pemda, daya saing daerah, dan pelaksanaan
Masterplan MP3EI 2011-2025 diperlukan penguatan Sistem Informasi Daerah (SIDa)
secara terarah dan berkesinambungan, Dengan adanya penguatan Sistem Informasi
Daerah (SIDa), maka daerah-daerah diharapkan dapat mewujudkan interaksi
kemitraan yang strategis diantara pelaku-pelaku inovasi dalam membangun sistem
inovasi. Sementara itu, kebijakan-kebijakan regulatif dan perangkat instrumen
pendukung kebijakan di bidang Litbang dan Ristek secara umum belum kondusif
dapat dimplementasikan secara efektif di daerah-daerah, Hal tersebut kiranya tidak
dapat dipisahkan pula dengan persoalan komitmen dan persepsi yang muncul di
kalangan aparatur daerah yang masih belum sesuai kehendak melakukan
pemberdayaan unit kelembagaan Litbang di daerah-daerah, Dalam kondisi demikian
sesungguhnya pula berhubungan erat dengan persoalan masih kurangnya informasi
karena terbatasnya sosialisasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam bidang kelitbangan dan ristek. Di sisi lain, terdapat banyak potensi
kelitbangan di wilayah DIY baik berupa kelembagaan litbang, lemlit, serta sumberdaya
manusia tenaga ahli/peneliti dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi dengan
beragam gagasan inovasi yang sangat kreatif. Kita juga telah banyak mendengar,
mengetahui dan menyaksikan fenomena bermunculannya beragam hasil-hasil kajian
teknologi tepat guna, produk inovasi baru dan industri kreatif yang dapat
dikembangkan untuk kemanfaatan dan kesejahteraan masyarakat bangsa.

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


Aspek Daya Saing Daerah
Saat ini, penguatan daya saing semakin menentukan keunggulan daerah dan sangat
diperlukan dalam rangka akselerasi pembangunan ekonomi. Daya saing daerah
mencakup upaya untuk memperkuat sinergi berbagai sektor pembangunan daerah.

138
Selain itu juga mencakup penyempurnaan secara struktural dalam sistem
pembangunan daerah agar pembangunan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan
rakyat secara lebih efektif dan efisien. Investasi merupakan salah satu aspek yang
penting agar daya saing daerah meningkat. Investasi yang masuk dalam suatu daerah
diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat.

3.14. Provinsi Jawa Timur


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi
1. Aspek Ekosistem Inovasi.
Aspek Ekosistem Inovasi pada tahun 2019 Provinsi Jawa Timur memilki nilai 2,28280.
Untuk meengetahui peluag dan kendala serta permasalahan yang bersifat penting dan
strategis dalam aspek ekosistem Inovasi akan diurai dalam 3 (tiga) pilar yakni, Pilar
Dinamika bisnis, Pilar Kapasitas Inovasi dan pilar kesiapan teknologi, sebagaimana di
urai berikut ini.
a) Pilar Dinamika bisnis.
Salah satu variabel penting pendorong pertumbuhan ekonomi adalah investasi.
Investasi dapat dipengaruhi oleh investasi asing dan domestik.. Faktor yang dapat
mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam
menanamkan modalnya, antara lain : Pertama faktor Sumber Daya Alam, Kedua
faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna
menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat faktor kebijakan pemerintah, Kelima
faktor kemudahan dalam peizinan. Perkembangan Minat Investasi yang
dipresentasikan dengan nilai ijin prinsip dan nilai realisasi investasi ditunjukkan oleh
tabel berikut :
Tabel 3.9. Ijin Prinsip dan Realisasi Investasi di Jawa Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Ijin Prinsip 110,63 172,57 61,43 328,15 49,11 (SM I)
Realisasi Investasi 145,03 163,68 155,04 152,39 155,65
Sumber : Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jatim

Capaian realisasi investasi di Jawa Timur tahun 2015-2016 terus menunjukkan


penurunan, yaitu dari Rp. 163,68 triliyun pada tahun 2015 menjadi Rp. 155,04

139
triliyun pada tahun 2016. Sedangkan pada tahun 2017 turun menjadi Rp. 152,39
triliyun dan meningkat kembali pada tahun 2018 menjadi Rp. 155,65 triliyun. Capaian
realisasi investasi dimaksud telah melampaui target yang ditetapkan, namun
demikian capaian tersebut lebih didominasi oleh Penanaman modal non fasilitas yaitu
sebesar Rp. 104,44 Trilyun dari total realisasi sebesar Rp.155,65 Trilyun, sedangkan
PMA (Penanaman Modal Asing) sebesar Rp.17,87 Trilyun dan PMDN (Penanaman
Modal Dalam Negeri) sebesar Rp.33,33 trilyun. Bila dibandingkan antara ijin prinsip
dengan realisasi investasi (PMA dan PMDN) hal ini menunjukkan adanya lag /
kesenjangan antara ijin prinsip (minat investasi) hal ini antara lain disebabkan oleh
belum efisiennya proses pelayanan perijinan yaitu waktu penyelesaian melebihi SOP
yang telah ditetapkan (7 hari), iklim penanaman modal yang kurang kondusif akibat
kurang sinkronnya regulasi penanaman modal, masih belum optimalnya
pengendalian pelaksanaan penanaman modal, Namun demikian sebagai langkah awal
untuk peningkatan investasi, maka upaya peningkatkan minat investasi / ijin prinsip
harus terus dilakukan, dan upaya ini belum optimal antara lain disebabkan oleh :
Rendahnya daya saing penanaman modal; Kurang tersedianya data dan informasi
penanaman modal yang memadai; kurangnya pemanfaatan teknologi informasi yang
mendukung kemudahan penanaman modal; kurang optimalnya promosi dan
kerjasama penanaman modal.
Kedepannya Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan terus berupaya untuk menyiapkan
kawasan industri di tiap-tiap daerah sesuai yang telah ditetapkan dalam Perda nomor
3 tahun 2019 tentag RPIP Provinsi Jawa Timur. serta mengoptimalkan regulasi
perizinan agar prosesnya tidak terlalu panjang.
Industri Pengolahan merupakan kontributor utama dan tertingi dalam Perekonomian
Jawa Timur, dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, yaitu tahun 2013
memberikan kontribusi sebesar 28,79%; Tahun 2014 sebesar 28,95%, 2015 sebesar
29,28%, 2016 sebesar28,92%; 2017 sebesar 29,03% dan 2018 sebesar 29,73 %. Selain
sebagai penopang perekonomian, Industri pengolahan juga memberikan kontribusi
terhadap penyediaan lapangan kerja. Untuk menjaga performa perekonomian Jawa
Timur agar terus tumbuh dan meningkat maka pertumbuhan indutri pengolahan
harus dijaga agar selalu diatas pertumbuhan ekonomi Jawa Timur secara
keseluruhan.

140
Tabel 3.10. Persentase Pertumbuhan PDRB Kategori Industri Pengolahan
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Pertumbuhan PDRB Kategori 7,67 5,30 4,51 5,69 7,55
Sumber : Disperindag Provinsi Jawa Timu

Persentase pertumbuhan industri pengolahan di Jawa Timur pada tahun 2014


sebesar 7,67 persen, kemudian menurun tahun 2015 dan 2016, yaitu masing- masing
5,30 persen (2015) dan 4,51 persen (2016) dan kembali meningkat pada tahun 2017,
yaitu tumbuh sebesar 5,69 persen serta terakselerasi pertumbuhannya meningkat
sebesar 7,55 persen pada tahun 2018. Peningkatan pertumbuhan PDRB kategori
Industri Pengolahan harus terus dipertahankan, Tantangan untuk mewujudkan hal
tersebut diantaranya adalah masih rendahnya daya saing indsutri dikarenakan masih
tingginya ketergantungan pada bahan baku impor (lebih dari 80%), banyak produk
IKM yang belum memenuhi standard dan belum tersertifikasi.

Tabel 3.11. Perusahaan/Industri Formal Yang Menerapkan Standarisasi dan HKI di Jawa Timur
Tahun 2010-2017
TAHUN 2013 2014 2015 2016 2017
Jumlah Perusahaan Jatim yang telah
1.281 1.312 2.417 2.155 1.888
menerapkan tandarisasi dan HKI
Total Industri Formal 17.548 17.641 20.282 20.467 22.677
Persentase Industri yang telah menerapkan
7,30 7,44 11,92 10,53 8,33
standarisasi dan HKI
Sumber : Disperindag Jatim

Keterbatasan penguasaan Teknologi Industri khusunya bagi para pelaku usaha IKM
menjadi tantangan yang cukup berat terutama dalam menghadapai perkembangan
persaingan global di era Revolusi Industri 4.0. Dan yang tidak kalah penting adalah
belum optimalnya penataan struktur industri yang mengintegrasikan keterkaitan
antara industri hulu-industri antara dan industri hilir.

b) Pilar Kapasitas Inovasi.

141
Untuk meningkatkan daya saing daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur membangun
infrastruktur sektor inoavi melalui Sistem Inovasi Daerah (SIDa). Sistem ini
merupakan kesatuan yang utuh antar pelaku, antar sektor dan antar wilayah di Jawa
Timur.
Untuk menjaga keberhasilan SIDa Jawa Timur Pemerintah Provinsi melalui Badan
Litbang, tiap tahunnya menyelenggarakan Rakor SIDa dan menyelenggarakan
kegiatan fasilitasi penguatan SIDa Kabupaten/Kota. Secara implementatif Roadmap
SIDa di tuangkan dalam program dan kegiatan Perangkat Daerah dengan menjalin
kerjasama kemitraan dengan Perguruan Tinggi yang ada di Jawa Timur. Selain hal
tersebut penguatan SIDa juga dilakukan melalui forum Jaringan Penelitian dan
Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Inovasi Teknologi dan Sosial Budaya dengan
agenda diskusi, desiminasi hasil kelitbangan dan divusi Inovasi Teknologi.
Dalam konteks Inovasi Daerah yang merupakan bentuk pemebaharuan
penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dalam bidang tata kelola
pemeintahan, pelayanan publik dan inovasi bentuk lainnya sesuai kewenangan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur selalu menekankan kepada OPD untuk berinovasi.
Hasil dari hal tersebut adalah Jawa Timur selalu tampil sebagai juara atau
mendapatkan penghargaan dan sekaligus mengukuhkan sebagai Provinsi “sangat
inovatif” dengan Indeks Inovasi Daerah 12.794 pada tahun 2019.
Untuk memberikan daya dorong terhadap penelitian dan pengembangan Pemeritah
Provinsi Jawa Timur sajak tahun 2000 sudah membentuk Perangkat Daerah
penyelenggara fungsi kelitbangan secara tunggal, tidak menyatu dengan fungsi
lainnya. Perangkat Daerah tersebut bernomenklatur Badan Penelitian dan
Pengebangan Provinsi Jawa Timur atau disingkat Balitbang. Untuk merelefansikan
terhadap perkembangan dan aturan perundangan pada tahun 2020 formula Balitbang
dibangun kembali dengan pendekatan output bukan proses seperti pada masa
sebelumnya. Pembentukan Balitbang Provinsi Jawa Timur dengan formula baru
tersebut ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 12 tahun 2020
tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi dan Tata Kerja
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur.
Struktur Balitbang Provinsi Jawa Timur yang baru dirancang untuk kaya fungsi,
Bidang Inovasi dan Teknologi yang tadinya tidak terakumudir dengan jelas sekarang
menjadi lebih konkrit. Dengan struktur baru Balitbang dapat lebih optimal dalam
penyelenggaraan kelitbangan, inovasi dan teknologi karena hasilnya tidak saja berupa
buku/dokumen laporan melainkan dapat juga berupa pengembangan inovasi

142
teknologi dan memungkinkan untuk melakukan difusi inovasi teknologi yang
dihaslkan oleh Perguruan Tinggi maupun masyarakat.
Selain dari penyelenggaraan kelitbangan, inovasi dan teknologi Balitang juga memiliki
media desiminasi berupa Jurnal manual maupun e-Jurnal yang terbit berkala 1 (satu)
semester dan terakir pada tahun 2019 mendirikan Sentra HAKI yang bertugas
memfasilitasi perolehan Hak Kekayaan Intelektual dari hasil kelitbangan, inovasi dan
teknologi yang dilakukan oleh Perangakat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota serta
masyarakat di Jawa Timur. Untuk mengoptimalisasikan daya tarik investasi dan
pendayagunaan industry sebagai bentuk upaya peningkatan daya saing Pemerintah
Provinsi Jawa Timur berusaha semaksimal mungkin menyediakan Sumber Daya
Manusia yang adaptif terhadap inovasi dan penguasaan teknologi. Usaha tersebut
diimplementasikan dengan pendirian beberapa Science Technopark, salah satunya
adalah Coffee And Cacao Science Techno Park (CCSTP) yang menjadi satu- satunya
rujukan penelitian budidaya dan pengolahan hasil Kopi dan Kakao di Indonesia.
Keberadaan CCSTP tersebut telah berhasil mencetak banyak Mitra Start Up baru
berbasis Kopi dan Kakao yang mempunyai daya saing di pasar lokal. Fasilitasi
peningkatan daya saing Start Up baru tersebut, dapat ditingkatkan dengan
melakukan pendampingan tenaga ahli, bantuan perbaikan desain dan kemasan,
bantuan mesin dan peralatan, bantuan kemudahan perijinan, Standard Produksi,
baik PIRT, SNI maupun ISO, bantuan publikasi hingga pemasaran.

Tabel.3.12 Persentase hasil penelitian dan pengembangan yang dimanfaatkan


Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase hasil penelitian dan pengembangan yang
30 26 67 75 79,55
dimanfaatkan
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur

c) Kesiapan Teknologi.
Peningkatan daya saing antar daerah merupakan agenda yang sangat penting dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, inovasi dalam pembangunan
yang berjalan secara komprehensif serta terjadinya kolaborasi antar aktor
pembangunan merupakan faktor kunci peningkatan daya saing. Sistem inovasi
merupakan suatu jaringan lembaga di sektor publik dan swasta yang interaksinya
memprakarsai dan mendifusikan teknologi-teknologi baru.
143
Sistem Inovasi Daerah yang selanjutnya disingkat SIDa adalah keseluruhan proses
dalam satu sistem untuk menumbuhkembangkan inovasi yang dilakukan antar
institusi pemerintah, pemerintahan daerah, lembaga kelitbangan, lembaga
pendidikan, lembaga penunjang inovasi, dunia usaha,dan masyarakat di daerah. Pada
tahun 2015, Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang telah melakukan inisiasi dan
pengembangan SIDa sebesar 24 persen dan meningkat pada tahun 2018 menjadi
54,62 persen.

Tabel.3.13. Indikator Pengukuran Sistem Inovasi Daerah Jawa Timur


Indikator Tahun
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Kabupaten/Kota di Jawa 9 24 18,42 36,84 54,62
Timur yang telah melakukan inisiasi dan
pengembangan SIDa
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur

2. Aspek Sumberdaya Manusia/Human Capital.


Aspek Sumberdaya Manusia/Human Capital pada tahun 2019 Provinsi Jawa Timur
memiliki nilai 5,69330. Untuk meengetahui peluag dan kendala serta permasalahan
yang bersifat penting dan strategis dalam aspek Sumberdaya Manusia/Human Capital
akan diurai dalam 2 (dua) pilar yakni, Pilar Kesehatan dan Pilar Pendidikan dan
Keterampilan.
Pilar Dinamika bisnis, Pilar Kapasitas Inovasi dan pilar kesiapan teknologi,
sebagaimana di urai berikut ini.
a) Pilar Kesehatan.
Pembangunan sektor kesehatan akan menjawab tantangan terkait jaminan
kesehatan, pelayanan kesehatan baik primer maupun rujukan, dan membangun
upaya kesehatan masyarakat, serta mencakup aspek kelembagaan, sumber daya
manusia dan sarana prasarana. Terkait jaminan kesehatan, direncanakan
pembentukan Kantor Gabungan (Joint Office) Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan
BPJS Kesehatan yang akan menjadi crisis center 24 jam untuk menindaklanjuti
kesulitan yang dihadapi pasien BPJS. Prinsipnya, pasien BPJS tidak boleh mendapat
pelayanan yang berbeda dengan pasien non BPJS. Pemerintah Provinsi Jawa Timur
diposisikan untuk dapat mengambil keputusan menjamin kelanjutan pelayanan

144
(guarantor) apabila ada kendala dalam menyikapi situasi pengobatan yang urgent.
Dalam menyikapi kendala arus kas akibat selisih waktu dalam pencairan klaim rumah
sakit ke BPJS, diprogramkan sistem dengan perbankan untuk kesinambungan kas
operasional berbasis piutang BPJS. Warga kurang mampu perlu dijamin akses ke
kesehatan gratis berkualitas. Ini ditempuh dengan program bantuan iuran BPJS dan
pemberian bantuan biaya pengobatan untuk warga yang belum masuk dalam
cakupan Kartu Indonesia Sehat. Selain itu didorong sumber pembiayaan terpadu
untuk membantu anggota keluarga yang mendampingi pengobatan dan harus
kehilangan pencaharian sehari- hari selama pengobatan, serta penyediaan rumah
singgah untuk warga yang berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) provinsi
seperti yang berada di Surabaya dan Malang.
Untuk pelayanan kesehatan primer, maka dilakukan penguatan tenaga medis di
daerah yang relatif kurang dari segi aksesibilitas. Ini termasuk tunjangan tambahan
untuk dokter umum yang mengabdi di kecamatan yang relatif jauh dari akses.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga senantiasa melakukan langkah aktif mendorong
penugasan dokter spesialis untuk kabupaten dan kota agar tercapai kehandalan
pelayanan kesehatan, hal ini termasuk penguatan program beasiswa dokter spesialis.
Puskesmas dengan cakupan strategis yang bisa ditingkatkan menjadi Rumah Sakit
(RS) Pratama termasuk dengan konsep dokter spesialis tamu (visiting specialist) juga
didorong melalui sinergi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Program penugasan perawat Pondok Kesehatan Desa (Ponkesdes) di desa-desa yang
belum memiliki Puskesmas Pembantu (Pustu) diperluas secara signifikan. Untuk
melayani daerah kepulauan, maka unit pelayanan terapung (poliklinik terapung)
menjadi solusi. Terkait sistem rujukan berjenjang, penguatan kelembagaan, tenaga
medis dan sarana prasarana di RS rujukan terutama RS rujukan regional seperti Unit
Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan RSUD yang ada di
beberapa titik strategis wilayah seperti Madura, Tapal kuda dan Mataraman terus
didorong. Ini akan mendekatkan layanan berkualitas kepada masyarakat dan
mengatasi beban berlebih pada RS rujukan utama. Khusus terkait RSUD Dr. Soetomo,
diprogramkan peningkatan menuju RS berstandar internasional. Ini akan menjadi
embrio sentra pengobatan (medical center) yang diharapkan bisa bersaing dengan
Penang Malaysia dan Singapura, dengan bidang medis yang dapat menjadi fokus yaitu
diantaranya pengobatan regeneratif untuk penyakit degeneratif, stroke center, organ
transplant center serta radiotherapy. Kawasan seluas 50 hektar di kaki jembatan
Suramadu juga diprogramkan sebagai lokasi masa depan kawasan pelayanan medis
terintegrasi (integrated medical complex), sehingga keterbatasan kapasitas tampung
yang ada saat ini dapat diatasi. Upaya promotif preventif tetap menjadi fokus dari

145
upaya kesehatan masyarakat. Ini akan ditingkatkan dengan pemanfaatan teknologi
untuk daya jangkau promotif preventif terutama dalam meminimalisir insiden
Penyakit Tidak Menular, sinergi dengan pendamping Program Keluarga Harapan
(PKH), pemberdayaan organisasi masyarakat, serta upaya perbaikan gizi (bantuan
nutrisi) bagi masyarakat terutama ibu hamil dan balita yang berasal dari golongan
kurang mampu. Ruang laktasi juga didorong keberadaannya untuk memastikan
asupan gizi yang terbaik bagi bayi. Dalam kaitan dengan penguatan SDM, maka perlu
ada perhatian kepada tenaga kesehatan terutama yang berada di daerah terluar atau
terpencil, termasuk dalam memberi kesempatan pengembangan profesi dan
pendidikan. Penguatan sertifikasi keperawatan dan kebidanan menjadi pilar
penguatan kualitas pelayanan kesehatan serta dalam mensukseskan Program
Kesehatan Nasional. Kearifan lokal terkait pengobatan tradisional juga diberikan
perhatian sembari menjaga kepatuhan terhadap standar prosedur tindakan medis.
Selanjutnya, ringkasan permasalahan urusan kesehatan sebagai berikut :
- Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular (Kusta, HIV
dan AIDS, TBC) dan tidak menular (hipertensi, jantung dan diabetes);
- Status Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak Balita yang masih rendah;
- Masih rendahnya kualitas layanan kesehatan disebabkan banyak fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan belum mampu memberikan pelayanan sesuai
standar yang ditetapkan;
- Masih dibutuhkannya peningkatan standar kualitas RSUD Dr.
Soetomo sebagai rumah sakit berstandar internasional;
- Belum meratanya jumlah, jenis, dan mutu sumber daya manusia di bidang
kesehatan;
- Belum tercapainya universal coverage jaminan kesehatan;
- Masih tingginya angka stunting; dan
- Masih rendahnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat.
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada
umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu
negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya
beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu
memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik
sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada
gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang
usia harapan hidupnya.

146
Definisi Angka Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang
masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu
tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.
Angka usia harapan hidup pada waktu lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata
penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. Angka
Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat
kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah
harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya
termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program
pemberantasan kemiskinan

Tabel. 3.14 Angka Harapan Hidup (AHH) di Jawa Timur


Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Angka Harapan Hidup (AHH) 70,45 70,68 70,74 70,80 70,97
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Perkembangan Angka Harapan Hidup di Jawa Timur cenderung mengalami


peningkatan selama periode lima tahun (2014-2018), yaitu dari 70,45 pada tahun
2014 menjadi 70,97 pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan peningkatan
kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada
khususnya dan dalam kurun waktu tersebut, secara rata-rata umur harapan hidup
tumbuh sebesar 0,2 persen per tahun atau naik 0,14 tahun per tahunnya. Ini
menunjukkan adanya perbaikan pembangunan kualitas kesehatan di Jawa Timur.
Masyarakat semakin menikmati pembangunan di bidang kesehatan.
Kondisi gizi buruk merupakan bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun. Sedangkan persentase balita gizi buruk merupakan persentase balita
dalam kondisi gizi buruk (berat badan sangat kurang) terhadap jumlah keseluruhan
balita. Dimana kondisi ini dapat dilihat dari keadaan tubuh anak atau bayi
berdasarkan berat badan menurut umur. Untuk status gizi balita secara sederhana
dapat diketahui dengan melakukan perbandingan antara berat badan menurut umur
maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan.
Bila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, maka anak disebut berstatus
gizi baik. Bila sedikit berada di bawah standar maka disebut berstatus gizi kurang.
147
Masyarakat di Jawa Timur pada umumnya masih dihadapkan pada masalah gizi
kurang dalam bentuk Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY), Anemia Gizi Besi (AGB), dan Kurang Vitamin A (KVA), serta masalah
gizi lebih yang erat kaitannya dengan regeneratif dan masalah gizi kronis terjadi sejak
janin dalam kandungan sampai dengan usia 2 tahun yaitu stunting. Sedangkan jika
jauh di bawah standar dikatakan berstatus gizi buruk.
Tabel.3.15. Persentase Balita Gizi Buruk di Jawa Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Balita Gizi Buruk 0,90 0,76 0,79 0,74 0,77
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Jumlah balita berstatus gizi buruk di Jawa Timur terus mengalami penurunan. Dari
laporan rutin gizi balita yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi jawa Timur pada
tahun 2014 di Jawa Timur terdapat 0,90 persen balita berstatus gizi buruk dan terus
menurun hingga tahun 2018 menjadi 0,77 persen.

b) Pilar Pendidikan dan Keterampilan


Tingkat kemajuan peradaban suatu wilayah dapat dilihat dari kualitas pendidikan di
suatu wilayah. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.
Penduduk dengan pendidikan yang tinggi akan mampu meningkatkan produktivitas
ekonomi di wilayahnya, sebaliknya daerah dengan rata-rata pendidikan penduduknya
yang rendah, mempunyai produktivitas yang rendah pula.
Tabel. 3.16 Indeks Pendidikan di Jawa Timur
Indikator Tahun
2014 2015 2016 2017 2018
Indeks pendidikan 0,58 0,59 0,60 0,61 0,61
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur;

Indeks pendidikan merupakan salah satu komponen dalam perhitungan Indeks


Pembangunan Manusia (IPM), yang variabelnya terdiri dari rata-rata lama sekolah dan
harapan lama sekolah. Pada tahun 2014 indeks pendidikan mencapai 0,58 kemudian
capaiannya meningkat pada tahun 2018 menjadi 0,61. Peningkatan ini,
menggambarkan semakin membaiknya kualitas pendidikan di Jawa Timur sehingga
148
berdampak produktifitas ekonomi daerah. Semakin tinggi nilai indeks pendidikan,
maka semakin besar kontribusinya terhadap nilai indeks pembangunan manusia
Pendidikan Menengah

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Usia 16 – 18 Tahun


Salah satu pengukuran daya serap sekolah terhadap penduduk yang sekolah dapat
dilihat dari indikator Angka Partisipasi Sekolah (APS). Tingkat partispasi sekolah
penduduk pada suatu wilayah menunjukkan terbukanya peluang untuk mengakses
pendidikan secara umum pada suatu wilayah tersebut. APS usia 16 – 18 tahun adalah
jumlah penduduk kelompok usia pendidikan menengah (16-18 tahun) yang masih
menempuh pendidikan per jumlah penduduk usia pendidikan 16-18 tahun. APS
merupakan indikator dasar yang digunakan untuk melihat akses penduduk pada
fasilitas pendidikan khususnya bagi penduduk usia sekolah. Semakin tinggi APS pada
suatu kelompok usia di wilayah tertentu menunjukkan terbukanya peluang yang lebih
besar bagi penduduk di wilayah tersebut untuk dapat mengenyam pendidikan
menurut jenjang tertentu.

Tabel. 3.17. Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 16 – 18 tahun di Jawa Timur
Indikator Tahun
2014 2015 2016 2017 2018
Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 16 – 18 tahun 71,23 72,14 72,76 73,27 74,49
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

Selama periode 2014-2018, Perkembangan APS usia 16 – 18 tahun di Jawa Timur


menunjukan peningkatan. Pada tahun 2014 capaiaanya sebesar 71,23 persen,
kemudian terus meningkat hingga tahun 2018 menjadi 74,49 persen. Hal tersebut
menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan yang
lebih tinggi sudah semakin tingginya, karena jenjang pendidikan menengah pada
umumnya disyaratkan pada dunia kerja formal.
Angka Putus Sekolah - SMA/MA/SMK
Tantangan upaya pemenuhan pendidikan salah satunya adalah permasalahan adanya
anak sekolah yang mengalami putus sekolah sebelum menuntaskan pendidikannya
dengan berbagai alasan seperti tidak adabiaya, karena bekerja, ataupun alasan lain.
Gangguan belajar pada siswa sekolah, baik yang disebabkan oleh faktor internal
149
(kurangnya motivasi sekolah, keterbatasan kemampuan belajar), maupun yang
disebabkan faktor eksternal, dapat mengakibatkan siswa menjadi putus/berhenti
sekolah. Kondisi ekonomi keluarga yang minim, menuntut siswa untuk bekerja
membantu mencari nafkah keluarga, cara pandang yang sempit terhadap pendidikan
menganggap pendidikan bukanlah yang utama, tidak ada sarana dan prasarana yang
memadai merupakan beberapa alasan banyaknya siswa memutuskan untuk berhenti
sekolah/putus sekolah.
Tabel. 3.18 Angka Putus Sekolah SMA/MA/SMK di Jawa Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Angka Putus Sekolah SMA/MA/SMK 0,65 0,62 0,58 0,54 0,50
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

Pada periode 2014-2018 di Jawa Timur Angka Putus Sekolah pada jenjang
SMA/MA/SMK menunjukkan kecenderungan menurun, yaitu masing-masing 0,65
persen (2014); 0,62 persen (2015); 0,58 persen (2016); 0,54 persen (2017), dan 0,50
(2018).

Angka Kelulusan Sekolah - SMA/MA/SMK


Angka kelulusan menjadi salah satu indikator atau tolak ukur tingkat keberhasilan
sekolah dalam melaksanakan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Angka
kelulusan tinggi bisa pula dianggap sebuah prestasi sehingga kebanggaan bagi
sekolah yang bersangkutan. Tidak sampai disitu, angka kelulusan yang tinggi bisa
juga menjadi bahan promosi untuk menarik minat calon siswa baru. Tidak
mengherankan angka kelulusan ini menjadi begitu penting dan berharga bagi sekolah,
terlebih apabila diumumkan sebagai sekolah dengan tingkat kelulusan atau nilai
tertinggi. Kelulusan sebenarnya terkait erat dengan mutu pembelajaran, karena anak
dapat lulus jika daya serap mereka cukup bagus, sehingga lulus ujian akhir yang
diikuti. Oleh karena itu upaya meningkatkan angka kelulusan akan paralel dengan
peningkatan mutu pembelajaran.

150
Tabel. 3.19. Angka kelulusan sekolah SMA/MA/SMK di Jawa Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Angka kelulusan sekolah SMA/MA/SMK 98,52 98,57 98,63 98,68 98,73
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

Angka kelulusan sekolah setingkat SMA/MA/SMK dalam empat lima tahun terakhir
(2014- 2018) terus meningkat, yaitu masing-masing 98,52 persen (2014); 98,57
persen(2015); 98,63 persen (2016); 98,68 persen (2017); dan 98,73 persen (2018). Hal
ini memberikan gambaran adanya peningkatan kualitas jenjang pendidikan
SMA/MA/SMK di Jawa Timur, Hal ini disebabkan secara umum angka kelulusan
meningkat mendekati angka sempurna yaitu 100 persen.

Persentase guru jenjang SMA, SMK, dan PK-LK berkualifikasi minimal S1/D4
Hal lain yang turut menentukan capaian kualitas output pendidikan adalah faktor
Guru, tidak hanya dari pemenuhan aspek kuantitas saja, namunjuga kualitas dari
seorang Guru menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan. Salah satu indikator yang
menunjukkan kualitas guru secara umum ditentukan dari tingkat pendidikannya.
Dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh
seorang guru, maka akan berpengaruh pada kualitasnya dalam memfasilitasi proses
belajar-mengajar murid di kelas. Diharapkan semakin tinggi pendidikan seorang guru
maka akan memiliki pengetahuan yang lebih baik. Sejalan dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah,
yang substansinya membahas mengenai perubahan kewenangan urusan dari
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ke Provinsi dan dari Provinsi ke Pusat, bidang
pendidikan juga terkena imbasnya.
Dampak penerapan Undang – Undang Nomor 23 tersebut di bidang pendidikan
adalah beralihnya kewenangan pengelolaan pendidikan dasar dan pendidikan non
formal ke Pemerintah Kabupaten/Kota, dan pengelolaan pendidikan menengah serta
pendidikan khusus menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penyesuaian indikator pendidikan, salah satunya adalah indikator
Persentase Pendidik Berkualifikasi Minimal D4/S1. Pada tahun 2014 – 2016, variabel
yang diukur adalah pendidik seluruh jenjang (SD, SMP, SMA/SMK, dan PK-PLK) yang

151
berkualifikasi minimal D4/S1, sementara pada tahun 2017, variabel yang diukur
hanya pendidik jenjang SMA, SMK, dan PK-PLK yang berkualifikasi minimal D4/S1.

Tabel. 3.20. Persentase Guru Jenjang SMA, SMK, Dan PK-LK Berkualifikasi Minimal S1/D4 di
Jawa Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Guru Jenjang SMA, SMK, dan Masih Menggunakan
98,80 98,40
PK-LK Berkualifikasi Minimal S1/D4 Perhitungan SD, SMP,SMA
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

Pada tahun 2018, Persentase Guru Jenjang SMA, SMK, Dan PK-LK Berkualifikasi
Minimal S1/D4 di Jawa Timur sebesar 98,40 persen, turun dari tahun 2017
dikarenakan ada guru yang sudah pensiun. Dengan semakin tingginya kualifikasi
guru minimal S1/D4, diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu
pendidikan di Jawa Timur secara berkelanjutan.

Angka Partisipasi Murni (APM) - SMA/Sederajat


Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan perbandingan penduduk yang sedang
sekolah dengan usia tertentu pada jenjang tertentu sesuai dengan jenjang
peruntukannya. Sehingga dengan kata lain APM dapat digunakan untuk mengetahui
kesesuaian usia dengan tingkat pendidikan yang dijalani oleh penduduk tersebut saat
ini. APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap
jenjang pendidikan dan juga merupakan salah satu indikator tonggak kunci
keberhasilan terhadap pemerataan serta perluasan akses pendidikan.
Tabel. 3.21. Angka Partisipasi Murni (APM) - SMA/ Sederajat di Jawa Timur
Indikator Tahun
2014 2015 2016 2017 2018
Angka Partisipasi Murni (APM) Sederajat 65,78 65,83 68,21 68,65 69,92
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

Secara umum dalam rentang tahun 2014- 2018, Perkembangan APM SMA/Sederajat
di Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan, yaitu masing- masing 65,78 persen
152
(2014); 65,83 (2015); 68,21 (2016); 68,65 (2017); dan 69,92 (2018). Peningkatan APM
ini menunjukkan semakin tingginya kesadaran masyarakat Jawa Timur akan
pentingnya sekolah pada jenjang Pendidikan SMA/ Sederajat.

Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/Sederajat.


Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan perbandingan antara jumlah murid
penduduk yang menempuh pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu dengan
penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dan dinyatakan dalam
persentase. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu
tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk
mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.
Tabel. 3.22 Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/ Sederajat di Jawa Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/ Sederajat 78,23 79,14 81,42 82,80 84,94
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

Pada tahun 2014- 2018, perkembangan APK SMA/ Sederajat di Jawa Timur terus
menunjukkan peningkatan, yaitu dari 78,23 persen pada tahun 2014 menjadi 84,94
persen tahun 2018. Kondisi ini mencerminkan pemerataan dan perluasan akses
pendidikan serta daya tampung satuan pendidikan di Jawa Timur semakin membaik,
yang pada akhirnya dapat memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta
didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda secara sosial, ekonomi, gender,
geografis wilayah, serta tingkat kemampuan fisik serta intelektual.

Rasio SMK terhadap SMA.


Salah satu harapan masyarakat adalah peluang kerja yang diawali dengan pendidikan
kejuruan atau SMK yang lulusannya siap kerja. Dari 3000 lebih sekolah menengah,
proporsi murid SMK terhadap SMA saat ini mencapai sekitar 59%:41%, dan Pemprov
menargetkan menjadi 70%:30%.
Dari pengamatan langsung di lapangan beberapa SMK terutama yang negeri biasanya
lebih diminati lulusannya oleh perusahaan dan sudah "di-indent" sejak sebelum lulus,
sedangkan banyak SMK yang kesulitan membangun relasi dengan perusahaan. Di
153
tahun 2017 ada hampir 300 ribu murid yang tersebar di hampir 300 SMK negeri, dan
sekitar 400 ribu murid yang tersebar di sekitar 1700 SMK swasta.
Pada tabel dibawah menunjukkan bahwa rasio SMA dibanding SMK pada tahun 2016
(37,99 : 62,01), tahun 2017 (38,00 : 62,00), dan tahun 2018 (41,94 : 58,06), sehingga
masih perlu adanya upaya dari pemerintah untuk meningkatkan rasio SMK terhadap
SMU agar mencapai target 70:30.

Tabel. 3.23. Rasio SMK terhadap SMA


No. U r a i a n Satuan 2016 2017 2018

1. SMK :
- Jumlah sekolah Unit 1.914 1.975 2.037
- Jumlah Murid Orang 681.590 701.029 709.306
- Jumlah Guru Orang 72.229 68.336 55.524
- Jumlah Kelas Unit 21.447 17.368 25.860
2. SMA
- Jumlah sekolah Unit 1.519 1.566 1.533
- Jumlah Murid Orang 505.284 505.837 512.298
- Jumlah Guru Orang 44.311 42.240 40.984
- Jumlah Kelas Unit 15.735 15.652 17.875
3. Rasio murid SMA dibanding SMK Prosen 7,99 : 62,01 8,00 : 62,00 41,94 : 58,06
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

Jumlah sekolah yang sudah bersertifikasi ISO.


Pemerintah berusaha meningkatkan mutu pendidikan melalui standar nasional
pendidikan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi tuntutan dari perkembangan
pasar bebas. Usaha yang dilakukan sekolah adalah selain membenahi pelaksanaan
sesuai standar nasional, sekolah juga melakukan pembenahan manajemen mutu
sekolah. Sistem Manajemen Mutu yang diterapkan oleh sekolah-sekolah sekarang
adalah Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.

154
Tabel. 3.24 Jumlah SMK berdasarkan status standarisasi ISO TA 2017/2018
Sertifikasi SMK Negeri SMK Swasta Total
9001 2000 9 21 30
9001 2008 164 203 367
Proses sertifikasi 13 137 150
Belum sertifikasi 104 1.294 1.398
TOTAL 290 1.655 1.945
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

Pada tahun anggaran 2017/2018 tercatat SMK yang telah mempunyai sertifikasi 9001
2000 dan 9001 2008 adalah 397 lembaga dari 1.945 lembaga SMK. Sedangkan yang
belum tersertifikasi sebanyak 1.398 lembaga. Diharapkan setiap tahun lembaga yang
tersertifikasi tiap tahunnya bertambah untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Terkait dengan sertifikasi masih ada sekitar 700 SMK bidang teknologi informasi dan
komunikasi yang belum terakreditasi serta hampir 600 SMK bidang teknologi dan
rekayasa yang belum terakreditasi. Dari segi jurusan, juga ada ketidakcocokan dengan
arah industri prioritas diantaranya kemaritiman, pariwisata dan teknologi pangan.
Sekitar 130 ribu murid mengambil jurusan terkait otomotif, dan sekitar 160 ribu
murid mengambil jurusan terkait teknologi informasi.
Persentase Anak Berkebutuhan Khusus yang Mendapat Layanan Pendidikan
Pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus bukan hanya meliputi panyandang
cacat yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah luar biasa atau Pendidikan
Khusus (PK). Pendidikan dengan cara khusus atau dinamakan Pendidikan Layanan
Khusus (PLK) juga dibutuhkan untuk melayani anak-anak cerdas istimewa/berbakat
istimewa.

Tabel. 3.25 Persentase ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) Yang Mendapat Layanan Pendidikan di
Jawa Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase ABK yang mendapat layanan
21,65 23,99 25,15 25,58 28,08
pendidikan
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

155
Pada tahun 2014-2018, Persentase ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang mendapat
layanan pendidikan di Jawa Timur terus menunjukkan peningkatan, yaitu dari 21,65
persen pada tahun 2014 menjadi 28,08 persen tahun 2018. Kondisi ini mencerminkan
bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan
pelayanan pendidikan khususnya pada Anak yang berkebutuhan Khusus.

3. Aspek Pasar
Aspek Pasar capital pada tahun 2019 Provinsi Jawa Timur memiliki nilai 1,08360.
Untuk meengetahui peluag dan kendala serta permasalahan yang bersifat penting dan
strategis dalam aspek Pasar akan diurai dalam 4 (empat) pilar yakni, Pilar Efisiensi
Pasar Produk, Pilar Ketenagakerjaan, Pilar Akses Keuangan dan Pilar Ukuran Pasar.
a) Pilar Efisiensi Pasar Produk.
Posisi geografis Jawa Timur yang sangat strategis sebagai penghubung antara
Indonesia Barat dan Indonesia Timur menjadi modal pendorong kegiatan ekonomi
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor.
Sektor ini memberikan kontribusi cukup besar dalam pembentukan PDRB Jawa
Timur dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Besarnya jumlah
penduduk juga menjadi salah satu faktor pendukung besarnya kegiatan perdagangan
di Jawa Timur.

Tabel. 3.26. Persentase Pertumbuhan PDRB Kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Pertumbuhan PDRB Kategori Perdagangan Besar 5,01 5,55 5,81 6,26 6,29
dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda
Sumber : Disperindag Provinsi Jawa Timur

Pada tahun 2018, Persentase pertumbuhan PDRB kategori perdagangan besar dan
eceran; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 6,29 persen, lebih tinggi jika
dibandingkan tahun 2014 sebesar 5,01 persen. Hal ini mengindikasikan naiknya
kembali daya beli masyarakat pasca kenaikan harga beberapa barang dan jasa akibat
kenaikan harga bahan bakar minyak.

156
Upaya peningkatan kinerja perdagangan dihadapkan pada beberapa kondisi yang
dapat menghambat upaya tersebut, yaitu : Tingginya biaya logistik yaitu biaya untuk
mengirim barang antardaerah dalam negeri lebih mahal dibanding pengiriman dari
dan ke luar negeri, hal berdampak pada rendahnya daya saing produk lokal di banding
produk impor. Belum optimalnya jejaring pasar dan kerjasama perdagangan berakibat
kurang berkembangnya pasar ekspor. Selain itu belum optimalnya pemanfaatan
teknologi informasi dalam perdagangan dan pemasaran sehingga IKM kurang dapat
memanfaatkan peluang pasar melalui media online. Keterbatasan infrstruktur antar
daerah di Jawa Timur berdampak pada asimetri informasi fluktuasi harga barang dan
jasa.
Sesuai amanah Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
konsumen, bahwa ada 5 asas yang harus diingat sebagai pelaku usaha maupun
sebagai konsumen, yaitu (1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan
bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan. (2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh
rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil. (3) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil ataupun spiritual. (4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen
dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan. (5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik
pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Tabel 3.27. Jumlah Barang beredar yang diawasi


Tahun Wilayah Surabaya Wilayah Malang Wilayah Jember Wilayah Bojonegoro Wilayah Kediri
2017 32.302 29.750 21.352 18.472 25.752
2018 40.243 38.291 36.517 34.430 40.455

Sementara itu, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mendorong pelaku


usaha untuk tertib niaga agar konsumen dapat terlindungi. Implementasi dari
kebijakan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Timur melaksanakan pengawasan

157
terhadap peredaran barang dan jasa yang ada di Jawa Timur, sehingga konsumen
dapat terlindungi dari potensi kerugian akibat mengkonsumsi / menggunakan barang
dan jasa yang tidak sesuai standar, namun demikian jumlah barang beredar yang
diawasi masih sangat terbatas.
Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 50 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan yang
melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak
daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Pendapatan daerah dikelompokkan atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen dari pendapatan
daerah sebagai sumber penerimaan pendapatan yang merupakan otoritas daerah
dimana pelaksanaannya diorientasikan dan berbasis kepada potensi daerah, oleh
karenanya PAD sering dijadikan parameter kemandirian fiskal suatu daerah dalam
aspek kemampuan keuangan daerahnya. Peningkatan PAD pada dasarnya adalah
merupakan upaya internal suatu daerah untuk memperkecil celah fiskal (fiscal gap).
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berupaya menjadikan komponen PAD sebagai
sumber dana yang terus ditingkatkan penerimaannya guna lebih memantapkan
pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab serta
menciptakan kemandirian daerah dalam pembiayaannya. Oleh karena itu pemerintah
daerah selalu dan terus meningkatkan hasil PAD setiap tahunnya dalam rangka
mendukung sektor belanja APBD untuk memenuhi berbagai kebutuhan pemerintah
dan masyarakat di Provinsi Jawa Timur. Pendapatan Asli Daerah dibagi menurut jenis
pendapatan yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan serta Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 285 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 21 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah pada dan Pasal 26 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah beberapa
158
kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Ketentuan terkait Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dengan Undang- Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta
pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Daerah. Dalam hal ini Pemerintah Daerah
dilarang melakukan pungutan diluar yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam pasal 286 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Reformasi peraturan
perundang-undangan sudah memberikan perubahan yang mendasar, hal ini dapat
kita cermati pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Di dalam Undang-Undang tersebut mengubah sistem yang
semulanya open list menjadi close list. Pemerintah Daerah hanya dapat melakukan
pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana yang tercantum dalam
Undang-Undang tersebut. Kebijakan Pemerintah Pusat melalui Undang-Undang
memberikan kewenangan Pemerintah Daerah dengan memperluas coverage Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dalam hal kewenangan penetapan tarif. Dalam hal
pengawasan pungutan daerah telah diubah dari represif menjadi preventif yaitu setiap
Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus mendapat
persetujuan dari Pemerintah Pusat.
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah yang menjadi
kewenangan Pemerintah Provinsi untuk melaksanakan pungutan meliputi Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok.
Terhadap pungutan tersebut sesuai amanat Pasal 94 ayat (1) Undang- Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat kewajiban
Pemerintah Provinsi untuk membagihasilkan sebagian perolehan pungutan Pajak
Daerah kepada Kabupaten/Kota di wilayah provinsi yang bersangkutan.
Di sisi lain, Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Sedangkan jenis
pendapatan dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan merupakan

159
Jenis pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik daerah/BUMD, milik pemerintah/BUMN dan perusahaan milik
swasta. Peran BUMD dalam peningkatan pendapatan asli daerah sangat dibutuhkan
dalam menggerakan ekonomi. Kinerja BUMD dari sisi internal, harus mampu menjadi
pemacu utama pertumbuhan dan pengembangan ekonomi, sedangkan dari sisi
eksternal BUMD dituntut untuk menarik investasi asing maupun domestik agar
pertumbuhan ekonomi di daerah memberikan multiplier effect yang besar.
Pendapatan dari jenis ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mencakup antara
lain: Laba Atas Penyertaan Modal pada BUMD, Laba Atas Penyertaan Modal pada
BUMN dan Laba Atas Penyertaan Modal pada Perusahaan Patungan/Milik Swasta.
Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah merupakan Jenis pendapatan yang
dianggarkan untuk menampung penerimaan daerah yang tidak termasuk jenis pajak
daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Jenis pendapatan ini antara lain: Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan,
Jasa Giro, Pendapatan Bunga Deposito, Tuntutan Ganti Kerugian Daerah, Komisi,
Potongan dan Selisih NIlai Tukar, Pendapatan Denda Atas Keterlambatan Pelaksanaan
Pekerjaan, Pendapatan Denda Pajak, Pendapatan Denda Retribusi, Pendapatan Hasil
Eksekusi Atas Jaminan, Pendapatan dari Pengembalian, Fasilitas Sosial dan Fasiltas
Umum, Pendapatan dari Angsuran/Cicilan Penjualan dan Hasil Pengelolaan Dana
Bergulir termasuk didalamnya Pendapatan atas layanan pada Perangkat Daerah/Unit
Kerja yang melaksanakan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
(PPK BLUD).
Selanjutnya, Dana perimbangan sesuai ketentuan pada Pasal 1 angka 8 Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan merupakan dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Kelompok pendapatan
dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Dana Bagi Hasil menurut Pasal
1 angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum menurut Pasal 1 angka 23 Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari

160
pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus menurut Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional.
Alokasi target pendapatan Dana Perimbangan baik Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum serta Dana Alokasi Khusus setiap tahun mempedomani Peraturan Presiden
tentang Rincian APBN. Sedangkan terkait pelaksanaannya mempedomani Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Kelompok Pendapatan Daerah yang terakhir adalah Lain-Lain Pendapatan Daerah
Yang Sah. Sesuai ketentuan pada Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah bahwa Lain-Lain Pendapatan Daerah
Yang Sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain Pendapatan Asli Daerah dan
Dana Perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang
ditetapkan pemerintah.
Perkembangan Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengalami
progress yang baik dengan ditandai selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Selain Pajak Daerah karena pembatasan objek pungutan, jenis pendapatan
lain utamanya Retribusi Daerah serta Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah relatif
mengalami diversifikasi objek pungutan serta perubahan tarif layanan yang
ditetapkan baik melalui Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur dan Keputusan
Gubernur. Sebagai ilustrasi realisasi pada Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp 20,77
Triliun lebih dan terus mengalami peningkatan. Sedangkan pada Tahun Anggaran
2018 berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran per 21 Februari 2019 yang belum
diaudit realisasi Pendapatan Daerah sebesar Rp. 31,95 Triliun atau mengalami
kenaikan 53,85% dibandingkan realisasi Pendapatan Daerah pada Tahun Anggaran
2014. Komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Timur Tahun Anggaran 2014-
2018 (unaudited) masih didominasi oleh kontribusi dari Pajak Daerah (81,73%),
diikuti dengan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah (15,21%), Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (2,23%), dan yang terakhir adalah
Retribusi Daerah (0,83%).

161
Kontribusi Retribusi Daerah yang masih minim menjadi perhatian tersendiri.
Mengantisipasi hal tersebut terus dilakukan optimalisasi objek pendapatan dari sektor
Retribusi Daerah termasuk menambah dan menyesuaikan tarif melalui Rancangan
Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Retribusi Daerah Terhadap Dana Perimbangan jika dilihat dari tren realisasi pada
Tahun Anggaran 2014 sampai dengan 2018 terdapat tren kenaikan paling signifikan
pada Tahun Anggaran 2016 jika dibandingkan dengan Realisasi Tahun Anggaran
2015. Hal ini disebabkan pergeseran kodifikasi pendapatan pada Bantuan
Operasional Sekolah yang semula termasuk dalam jenis Pendapatan Lain-Lain
Pendapatan Daerah Yang Sah, terhitung sejak Tahun Anggaran 2016 dialihkan ke
Dana Perimbangan Jenis Dana Alokasi Khusus Objek Dana Alokasi Khusus Non Fisik,
sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 17 Februari 2016 Nomor
905/501/SJ Perihal Petunjuk Teknis Penganggaran Dana Alokasi Khusus Non Fisik
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016.
Komposisi pendapatan yang berasal dari jenis Pendapatan Lain-Lain Pendapatan
Daerah Yang Sah berdasarkan realisasi pada Tahun Anggaran2014 sampai dengan
2018 mengalami penurunan signifikan pada Tahun Anggaran 2016 jika dibandingkan
dengan Realisasi Tahun Anggaran 2015, hal ini juga diakibatkan oleh pergeseran
kodifikasi pendapatan pada Bantuan Operasional Sekolah tersebut.
Sebagaimana diuraikan di atas, terhadap gambaran kinerja Pendapatan Daerah
secara garis besar utamanya terhadap Pendapatan Asli Daerah perlu dilakukan
optimalisasi sumber penerimaan melalui strategi pendapatan yang tepat sehingga
diharapkan melalui arah kebijakan yang sesuai dengan kondisi makro ekonomi
regional dan daerah maka Pendapatan Daerah dapat dioptimalkan lagi.

b) Pilar Ketenagakerjaan.
Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Agustus 2018 sebanyak 21,30 juta orang,
naik 0,36 juta orang dibanding Agustus 2017. Dalam hal ini, komponen pembentuk
angkatan kerja adalah penduduk bekerja dan pengangguran. Pada Agustus 2018,
sebanyak 20,45 juta orang penduduk di Jawa Timur bekerja sedangkan sebanyak 0,85
juta orang menganggur. Dibanding setahun yang lalu, jumlah penduduk bekerja
bertambah 0,35 juta orang dan penganggur bertambah 0,01 juta orang. Sejalan
dengan naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di
Jawa Timur juga meningkat. TPAK pada Agustus 2018 tercatat sebesar 69,37 persen,
meningkat 0,59 poin dibanding setahun yang lalu. Kenaikan TPAK memberikan

162
indikasi adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi pasokan tenaga kerja. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar
kerja. TPT Jawa Timur pada Agustus 2018 sebesar 3,99 persen, mengalami
penurunan 0,01 poin dibanding TPT Agustus 2017 sebesar 4,00 persen.

Tabel. 3.28. Kondisi Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
No. Jenis Kegiatan Utama Jumlah
Laki- Perempu
Angkatan Kerja 12.601. 8.699. 21.300.423
> Berkerja 12.074. 8.375. 20.449.949
> Pengangguran 526. 324.11 850.474
Bukan Angkatan 2.408. 6.995. 9.404.062
Sekolah 1.139. 1.188. 2.327.947
Mengurus Rumah 600. 529. 1.129.262
Lainnya 668. 508. 1.176.853
Penduduk Usia 15-Ke 15.009. 15.694. 30.704.485
Tingkat PartisipasiAngkatan Kerja 83,96 55,43 69,37
Tingkat Pengangguran Terbuka 4,18 3,73 3,99

Tabel. 3.29. Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan JenisKelamin,
2018
No. Lapangan Usaha_1 Laki-Laki Perempuan Jumlah
A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 4007488 2636055 6643543
B Pertambangan dan Penggalian 155281 19531 174812
C Industri Pengolahan 1835228 1412309 3247537
D Pengadaan Listrik dan Gas 47415 5471 52886
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, 49952 24197 74149
dan Daur Ulang
F Konstruksi 1421046 23330 1444376
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan 1798996 1897518 3696514
Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan 567851 31551 599402
I Penyediaan Akomodasi an Makan Minum 485090 794681 1279771
J Informasi dan Komunikasi 72881 39530 112411
K Jasa Keuangan dan Asuransi 155000 81427 236427

163
L Real Estat 25184 10830 36014
M Jasa Perusahaan 163580 50354 213934
N Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 360204 111346 471550
Jaminan Sosial Wajib
O Jasa Pendidikan 386558 523341 909899
P Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 91015 138076 229091
Q Jasa Lainnya 452174 575459 1027633
R Informasi dan Komunikasi 1207 943 8375006 20449949
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2018

c) Pilar Akses Keuangan


Lembaga keuangan memilki peran yang besar dalam penigkatan daya saing daerah,
keberadaannya memberikan kontribusi terhadap permodalan usaha baik itu besar
kecil dan menengah. Keberadaan lembaga keuangan juga sangat dibutuhkan bagi
sektor usaha non industri misalnya pertanian, perkebunan dan lain-lain.
Di Jawa Timur jumlah lembaga perbankan sangat banyak, berdasarkan data Bank
Indonesia jumlahnya hampir 5.000. Dari sebagian besar jumlah terebut melakukan
jasa perlayanan penyaluran perkreditan untuk berbagai macam usaha.

Tabel 3.30. Jumlah Bank dan Kantor Bank Menurut Kelompoknya di Provinsi Jawa Timur, 2017
Kelompok Bank Jumlah Kelompok Bank Jumlah Kantor Bank
Bank
A. Bank Konvensional A. Bank Konvensional
A.1 Jumlah Bank Umum A.1 Jumlah Bank Umum
I. Bank Umum Devisa I. Bank Umum Devisa
1.1 Bank Pemerintah - 1.1 Bank Pemerintah 2 505
1.2 Pembangunan Daerah 1 1.2 Pembangunan Daerah 423
1.3 Swasta Nasional 1 1.3 Swasta Nasional 1 026
Swasta/Asing/Campuran - Swasta Asing/Campuran 31
II. Bank Umum BukanDevisa II. Bank Umum Bukan Devisa
2.1 Bank Pemerintah - 2.1 Bank Pemerintah -
2.2 Pembangunan Daerah - 2.2 Pembangunan Daerah -
2.3 Swasta Nasional 2 2.3 Swasta Nasional 165
A.2 Bank Perkreditan Rakyat A.2 Bank Perkreditan Rakyat
1. Perkreditan Rakyat 312 1. Perkreditan Rakyat 560

164
2. Lainnya 82 2. Lainnya -
B. Bank Syariah B. Bank Syariah
1. Bank Umum 10 1. Bank Umum 194
2. Bank Perkreditan Rakyat 29 2. Bank Perkreditan Rakyat 50
Jumlah 437 4 954
Sumber: Bank Indonesia, Surabaya

Untuk memberikan dorongan terhadap geliat perekonomian Pemerintah Provinsi Jawa


Timur mendirikan Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur yang disebut PT. Bank
Jatim. PT. Bank Jatim bergerak di bidang perbankan, didirikan dengan Akta Notaris
Anwar Mahajudin, Nomor 91 Tanggal 17 Agustus 1961. Sehubungan dengan terbitnya
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah yang mengatur bahwa Bank Pembangunan Daerah didirikan
dengan Peraturan Daerah, maka ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur
Nomor 2 Tahun 1976 tentang Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur. Seiring dengan
perkembangan perekonomian dan dalam rangka memperkuat permodalan, maka
ditetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 1 Tahun
1999 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa
Timur Dari Perusahaan Daerah Menjadi Perseroan Terbatas Bank Pembangunan
Daerah Jawa Timur, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Propinsi
Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 1 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Badan
Hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Dari Perusahaan Daerah Menjadi
Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur.
Sampai dengan Desember 2018 PT. Bank Jatim memiliki 41 kantor cabang
konvensional, termasuk 1 Unit Usaha Syariah (UUS) yang memiliki 7 cabang syariah,
serta 160 kantor cabang pembantu konvensional, 9 kantor cabang pembantu syariah,
207 kantor kas, 203 payment point, 8 payment point syariah, dan 191 kantor layanan
syariah.
Untuk memperkuat permodalan usaha di Provinsi Jawa Timur dibentuk pula PT. BPR
Jatim, didirikan dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Nomor 16 Tahun 1994 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kredit
Usaha Rakyat Kecil Jawa Timur dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10
Tahun 2000 tentang Penggabungan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum
Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kredit Usaha Rakyat Kecil Jawa Timur
Menjadi Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat Jawa Timur, serta akte
165
pendirian Perseroan Terbatas Nomor 72 Tanggal 21 Desember 2000 yang dibuat
dihadapan Notaris Kosidi Wirjohardjo, SH dan telah disahkan oleh Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-15080 HT.01.01
TH 2001 tanggal 5 Desember 2001. Jaringan kantorm Per tanggal 31 Desember
2018 memiliki 32 kantor cabang konvensional, serta 112 kantor kas, 32 mobil
kas keliling, 3 payment point, dan 35 Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tersebar di
seluruh wilayah Jawa Timur.

d) Pilar Ukuran Pasar


Pilar ukuran pasar penting untuk mengukur penyaluran produksi Provinsi Jawa
Timur. Jumlah penduduk yang besar di Jawa Timur juga merupakan pasar potensial
yang layak dicukupi. Disamping dalam Provinsi Jawa Timur pasar nasional dan global
juga menjadi daya tarik usaha. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Timur, ekspor
Jawa Timur selama Januari- Desember 2019 turun dibandingkan periode Januari-
Desember 2018. Pada tahun 2019 ekspor Jatim mencapai USD 20,28 Miliar atau
turun 0,49 persen dibanding tahun 2018 sebesar USD 20,38 miliar. Sedangkan, Impor
Jatim selama 2019 mencapai USD 23,34 miliar atau turun sebesar 9,32 persen
dibandingkan tahun 2018 yang mencapai USD 25,73 miliar. Pada tahun 2019
terdapat 10 (sepuluh) negara tujuan ekspor Jawa Timur sebegaimana tabel berikut;

Gambar 3.18. Negara Tujuan Ekspor Terbesar di Provinsi Jawa Timur, 2019

166
Tabel 3.31. Volume Dan Nilai Ekspor irinci Menurut Jenis Komoditi di Provinsi Asal di Provinsi
Jawa Timur, 2018 dan 2019

4. Aspek Enabling/Penguat
Aspek Aspek Enabling/Penguat pada tahun 2019 Provinsi Jawa Timur memiliki nilai
1,07810 Untuk meengetahui peluag dan kendala serta permasalahan yang bersifat
penting dan strategis dalam aspek Sumberdaya Manusia/Human Capital akan diurai

167
dalam 3 (tiga) pilar yakni, Pilar Kelembagaan, Pilar Infrastruktur dan Pilar
Perekonomian Daerah.

a) Pilar Kelembagaan.
Setelah Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
ditetapkan kelembagaan pemerintahan daerah berubah dan pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah pusat daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi
jelas.
Aparatur Sipil Negara (ASN) pada hakikatnya merupakan pelayan masyarakat. Sesuai
dengan apa yang dicita-citakan dan digariskan oleh Undang- Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara, maka keberadaan PNS (Pegawai Negeri Sipil)
maupun P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
- Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 memberikan
tantangan kepada pembangunan daerah Provinsi Jawa Timur untuk :
- Pengelolaan dan penataan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) yang efektif dan
efisien;
- Pembinaan ASN yang melayani, disiplin dan bersih; dan
- Pengelolaan keuangan daerah dengan prioritas pemenuhan pelayanan dasar
secara efektif, efisien dan akuntabel.
Sistem pengendalian pemerintah dapat dibagi menjadi pengendalian intern dan
ekstern. Pengendalian intern meliputi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan
pengawasan intern adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung
jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga; Inspektorat Provinsi dan
Inspektorat Kabupaten/Kota. Sedangkan pengawas ekstern pemerintah seperti BPK
(Badan Pengawas Tertinggi Keuangan), DPR dan DPRD (pengawasan politis),
pengawasan masyarakat (wasmas) dan lembaga peradilan (pengawasan yudikatif).
Sistem Pengendalian Intern menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern

168
yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, sedangkan Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan
audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan
yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Salah satu indikator Kinerja RPJMN
Tahun 2015-2019 dalam bidang reformasi birokrasi adalah Tingkat Kematangan
Implementasi SPIP, dengan target tingkat maturitas SPIP K/L/P pada tahun 2019
sebesar 3 dari skor 1-5. Sebagai salah satu upaya meningkatkan level kematangan
penyelenggaraan SPIP diperlukan strategi dan program Peningkatan Maturitas SPIP di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Sesuai arahan Presiden RI melalui Kementerian PAN-RB menegaskan bahwa
keseriusan dan komitmen Bupati/Walikota dan Sekretaris Daerah sangat diperlukan
untuk mendorong percepatan implementasi reformasi birokrasi. Kepala Daerah
diharapkan memberikan perhatian untuk terciptanya tata kelola pemerintahan yang
baik dan sekaligus berorientasi hasil. Adapun arahan Presiden RI terkait
permasalahan efisiensi birokrasi:
- E-Government, dalam sistem pemerintahan elektronik, rakyat dapat mengakses
dokumen-dokumen pemerintah, dan semua hal dapat dilihat secara transparan,
termasuk soal anggaran publik;
- Money Follow Program, alokasi anggaran harus digunakan untuk program
pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat, misalnya : infrastruktur,
pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan (pemerintahan berorientasi
hasil);
- Stop Pemborosan Anggaran, seberapa pun anggaran yang diberikan kepada
K/L/Pemda pasti habis, tetapi tujuan (hasil) tidak tercapai.
- ASN fokus bekerja bukan fokus menyelesaikan SPJ.
- Fokus Kinerja bukan SPJ
Evaluasi tiap tahun perlu dilakukan untuk mengukur perkembangan efektivitas
implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di instansi
pemerintah (pusat dan daerah) guna efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran
pada instansi pemerintah. Keberhasilan dalam implementasi SAKIP sangat
berdampak pada efisiensi dalam penggunaan anggaran. SAKIP yang selama ini
dianggap sebagai kumpulan dokumen semata ternyata mempengaruhi efektivitas dan

169
efisiensi penggunaan anggaran negara yang pada hakikatnya adalah dana yang
terkumpul dari rakyat.
Demokrasi kewargaan berhubungan hak demokrasi dan kewajiban warga Negara
dalam menjalankan aktifitasnya dengan mendapatkan perlakuan yang adil di depan
hukum dan pemerintahan. Demokrasi meliputi komponen yaitu Kebebasan sipil, hak-
hak politik dan partispasi politik. Kebebasan sipil meliputi: kebebasan berkumpul dan
berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, dan diskriminasi. Hak-
hak politik terdiri dari hak memilih dan dipilih. Partisipasi politik dalam pengambilan
keputusan dan pengawasan pemerintah meliputi : lembaga demokrasi, pemilu yang
bebas adil, peran DPRD, peran partai politik, peran birokrasi pemda dan peradilan
yang independen. Pemerintah bersama aparatur memberikan jaminan hak warga
berdasarkan prinsip kebhinekaan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Demokrasi
kewargaaan juga mengutamakan hak-hak bagi perempuan dan anak, orang terlantar
dan kelompok marginal lainnya.
Isu strategis lainnya antara lain : berkaitan dengan Pengarusutamaan Gender dan
Pengarusutamaan Hak Anak belum menjadi dasar/prioritas pertimbangan dalam
pelaksanaan pembangunan Provinsi Jawa Timur; masih belum terpenuhinya Jaminan
Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Dasar Perempuan dan Anak;
Rendahnya Komitmen dan Pemahaman dari lintas sektor dan masyarakat umum
tentang tindak kekerasan dan perdagangan orang; Masih tingginya laju pertumbuhan
penduduk di Jawa Timur Tahun 2017 Data Statistik sebesar 0,56%; Masih rendahnya
kesadaran penduduk akan pentingnya dokumen kependudukan (eKTP, Akte
Kelahiran dan Akte Kematian); Kartu Identitas Anak (KIA) Tahun 2019 sudah harus
serentak di berlakukan; serta Peningkatan Pelayanan dengan Go-Digital – Tanda
Tangan Elektronik (TTE).

b) Pilar Infrastruktur.
Hubungan antara satu wilayah dan wilayah lain senantiasa dihubungkan oleh jalur-
jalur transportasi sehingga membentuk pola jaringan transportasi, pendukung
kekuatan dan intensitas interaksi antarwilayah adalah kondisi prasarana transportasi
yang menghubungkan suatu wilayah dengan wilayah lain di sekitarnya. Jumlah dan
kualitas prasarana jalan, baik jalan raya, jalur udara, maupun laut, tentunya sangat
memperlancar laju dan pergerakan distribusi manusia, barang, dan jasa antarwilayah.
Tingkat kompleksitas jaringan yang menghubungkan berbagai wilayah merupakan
salah satu indikasi kuatnya arus interaksi.

170
Untuk mengukur kinerja jalan antarwilayah di Jawa Timur disusun parameter berupa
Indeks konektivitas, parameter ini merupakan Indikator baru dalam penyelenggaraan
pembangunan daerah Jawa Timur, sehingga belum ada angka capaiannya. Indek
konektivitas ini di dukung oleh variabel Tingkat Pelayanan Jalan (Level Of Services),
jalan yang memenuhi persyaratan teknis dan kondisi kemantapan jalan, yang masing
– masing variabel mempunyai tingkat dukungan yang berbeda tetapi memberikan
pengaruh yang kuat sehingga semakin tinggi nilai masing-masing variabel akan
semakin tinggi nilai indek konektivitas.
Analisis indeks konektivitas ini diharapkan dapat memberikan gambaran peningkatan
hubungan suatu wilayah dengan wilayah-wilayah lainnya, dimana semakin
meningkatnya hubungan suatu wilayah dengan wilayah-wilayah lainnya dapat
memperlancar arus pergerakan manusia, barang, dan jasa yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jawa Timur.
Tingkat pelayanan jalan LOS (Level of Service) adalah salah satu metode yang
digunakan untuk menilai kinerja jalan yang menjadi indikator dari kemacetan,
dimana suatu jalan dikategorikan mengalami kemacetan apabila hasil perhitungan
LOS menghasilkan nilai mendekati 1. Dalam menghitung LOS di suatu ruas jalan,
terlebih dahulu harus mengetahui kapasitas jalan (C) yang dapat dihitung dengan
mengetahui kapasitas dasar, faktor penyesuaian lebar jalan, faktor penyesuaian
pemisah arah, faktor penyesuaian pemisah arah, faktor penyesuaian hambatan
samping, dan faktor penyesuaian ukuran kota. Kapasitas jalan (C) sendiri sebenarnya
memiliki definisi sebagai jumlah kendaraan maksimal yang dapat ditampung di ruas
jalan selama kondisi tertentu (MKJI, 1997).
Volume adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak per
satuan waktu yang biasanya digunakan satuan kendaran per waktu (Morlok, 1978).
Satuan yang digunakan dalam menghitung volume lalu lintas (V) adalah Satuan Mobil
Penumpang (SMP). Untuk menunjukkan volume lalu lintas pada suatu ruas jalan
maka dilakukan dengan pengalian jumlah kendaraan yang menggunakan ruas jalan
tersebut dengan faktor Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP).
Level of Service (LOS) dapat diketahui dengan melakukan perhitungan perbandingan
antara volume lalu lintas dengan kapasitas dasar jalan (V/C). Dengan melakukan
perhitungan terhadap nilai LOS, maka dapat diketahui klasifikasi jalan atau tingkat
pelayanan pada suatu ruas jalan tertentu. Adapun standar nilai LOS dalam
menentukan klasifikasi jalan adalah sebagai berikut:

171
Tabel. 3.32 Standar Nilai LOS dalam Menentukan Klasifikasi Jalan
NO FAKTOR UKURAN KOTA BATAS LINGKUP V/C TINGKAT
1 Kondisi arus lalu lintas bebas dengan 0,00 – 0,20 A
kecepatan tinggi dan volume lalu lintas
rendah
2 Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai 0,20 – 0,40 B
dibatasi oleh kondisi lalu lintas
3 Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak 0,45 – 0,74 C
kendaraan dikendalikan
4 Arus mendekati stabil, kecepatan masih 0,75 – 0,84 D
dapat dikendalikan V/C masih dapat
ditolerir
5 Arus tidak stabil kecepatan terkadang 0,85 – 1.00 E
terhenti,permintaan sudah mendekati
kapasitas
6 Arus dipaksakan, kecepatan rendah, ≥ 1,00 F
volume diatas kapasitas, antrian panjang
(macet)

Persentase Jalan Provinsi Dalam Kondisi Mantap.


Kriteria jalan kondisi mantap adalah jalan yang memiliki kerataan permukaan jalan
memadai untuk dapat dilalui oleh kendaraan dengan cepat, aman dan nyaman. Nilai
kondisi jalannya diukur menggunakan alat ukur kerataan jalan (menghasilkan nilai
IRI) atau diukur secara visual (menghasilkan nilai RCI). Sedangkan menurut
Peraturan Menteri PU No. 13 Tahun 2011 disebutkan kriteria kondisi jalan mantap
meliputi kondisi jalan baik dan sedang, kriteria kondisi jalan tidak mantab meliputi
kondisi rusak ringan dan rusak berat.
Kewenangan penyelenggaraan jalan di Jawa Timur mengalami perubahansejak
terbitnya SK Menteri PUPR no: 290/KPTS/M/2015 tentang Penetapan ruas jalan
menurut statusnya sebagai jalan nasional tanggal 5 Mei 2015 dan SK Gubernur Jawa
Timur No: 188/128/KPTS/013/2016 tentang Penetapan ruas – ruas jalan menurut
statusnya sebagai jalan provinsi tanggal 12 Februari 2016. Perubahan itu terkait
adanya perubahan status beberapa ruas jalan di Jawa Timur yang berubah dari status
jalan provinsi menjadi jalan nasional ataupu kabupaten/ kota dan status jalan
kabupaten/ kota menjadi jalan provinsi atau jalan nasional.
Kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menyelenggarakan Jalan
provinsi di Jawa Timur sejak diterbitkannya SK tersebut menjadi 1.421 Km.

172
Tabel. 3.33 Persentase Jalan Provinsi Dalam Kondisi Mantap di Jawa Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Jalan Provinsi Dalam Kondisi
87,68 89,43 88,87 90,31 91,08
Mantap
Sumber : Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur

Persentase jalan provinsi dalam kondisi mantap selama 5 (lima) tahun terakhir terus
mengalami peningkatan, pada tahun 2014 sebesar 87, 68 persen dan pada tahun
2018 mencapai 91,08 persen. Namun pada tahun 2016 mengalami penurunan
persentase sebesar 0,56 persen dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 88,87 persen.
Penurunan kemantapan ini dikarenakan adanya perubahan panjang jalan provinsi
yang mengalami perubahan fungsi dan status jalan dari 1.760 km menjadi 1.421 km.
Kedepannya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan terus meningkatkan pencapaian
target untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi sistem konektivitas secara global di
Jawa Timur antara lain meningkatkan kelancaran arus barang, jasa, dan informasi,
menurunkan biaya logistik, mengurangi ekonomi biaya tinggi, mewujudkan akses
yang merata di seluruh wilayah, dan mewujudkan sinergi antara pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi.

Persentase Pembangunan Jalan Menuju Kawasan Potensial


Kawasan potensial adalah kawasan yang memiliki sumberdaya alam atau sumberdaya
manusia baik yang telah di mobilisir maupun yang belum yang dapat mendukung
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat suatu kawasan.

Tabel. 3.34. Persentase Penyelesaian Pembangunan Jalan Menuju Kawasan Potensial di Jawa
Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Penyelesaian Pembangunan Jalan
40,63 44,50 47,36 47,36 47,36
Menuju Kawasan
Sumber : Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur

173
Perkembangan persentase penyelesaian pembangunan jalan menuju kawasan
potensial pada tahun 2014 sebesar 40,63 persen, selanjutnya meningkat pada tahun
2015 menjadi 44,50 persen. Pada tahun 2016, persentasenya meningkat kembali
menjadi 47,36 persen dan tahun 2017-2018 tidak mengalami perubahan. Tidak
adanya penambahan dalam pembangunan jalan menuju kawasan potensial pada
tahun 2016-2018 dikarenakan pembangunan difokukan pada pemenuhan jalan
provinsi yang memenuhi persyaratan teknis jalan dalam sistem jaringan jalan primer.
Selanjutnya terhadap indikator persentase penyelesaian pembangunan jalan menuju
kawasan potensial terjadi penyesuaian formulasi penghitungan sehingga ada
perubahan indikator yang baru yaitu menjadi panjang jalan yang terbangun untuk
mendukung kawasan strategis potensial.

Persentase Ketersediaan dan Kebutuhan Air Baku


Air merupakan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia beserta makhluk hidup
lainnya. Kebutuhan air baku untuk berbagai keperluan terutama untuk pertanian,
domestik, dan industri cenderung semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan laju pembangunan di berbagai sektor. Air baku dapat berasal
dari berbagai macam sumber air salah satunya adalah air permukaan yang terdiri dari
sungai, waduk, dan embung dan tampungan air baku lainnya. Ketersediaan air baku
sesuai dengan kebutuhan dan secara berkelanjutan sangat dibutuhkan dalam
mendukung kelangsungan hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya dalam
suatu wilayah.
Tabel. 3.35. Persentase Ketersediaan Dan Kebutuhan Air Baku di Jawa Timur
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Ketersediaan Dan Kebutuhan Air Baku n.a 87,61 87,78 87,84 87,84
Sumber : Dinas PU Sumber Daya Air Provinsi Jawa Timur

Capaian ketersediaan dan kebutuhan air baku di Jawa Timur pada tahun 2017
cenderung meningkat dibandingkan tahun 2016 namun relatif tetap pada tahun 2018.
Penurunan ketersediaan air baku disebabkan karena belum terselesaikan
pembangunan beberapa waduk dan tampungan air baku lainnya serta penurunan
kapasitas sumber air permukaan eksisting yang disebabkan oleh tingginya

174
sedimentasi. Di sisi lain Pemerintah Provinsi Jawa Timur terus melakukan beberapa
upaya untuk meningkatkan ketersediaan air baku diantaranya melalui fasilitasi
percepatan pembangunan waduk dan tampungan air baku skala besar lainnya yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat serta normalisasi sumber air permukaan.
Di sisi lain air baku merupakan sumber untuk pemenuhan kebutuhan air bersih
untuk kegiatan domestik (mandi, cuci dan sanitasi) termasuk juga untuk air minum
dengan mengalami pengolahan tambahan. Kebutuhan air domestik cenderung
meningkat seiring dengan adanya peningkatan laju pertumbuhan penduduk. Dalam
pemenuhan kebutuhan air domestik di Jawa Timur dilakukan penentuan status daya
dukung air bersih dengan dengan membandingkan antara ketersediaan air bersih
dengan kebutuhan air untuk domestik.
Pada dokumen KLHS RPJMD Provinsi Jawa Timur, penyediaan air bersih untuk
kebutuhan domestik di Jawa Timur sebagian besar sumber air bakunya diperoleh dari
air tanah namun pada wiilayah yang kondisi air tanahnya kurang baik, umumnya
memanfaatkan air permukaan sebagai sumber air baku, seperti Kota Surabaya,
Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Sidoarjo. Ketersediaan air bersih dihitung
berdasarkan jumlah air hujan yang meresap dalam tanah sebagai sumber air baku
sehingga ketersedian air bersih di Jawa Timur sebesar 29.981.559.476 m3/tahun.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009, kebutuhan
air untuk hidup layak, yaitu 1.600 m3 air/ kapita/ tahun yang mencakup kebutuhan
pangan, domestik dan lainnya. Pada dokumen KLHS RPJMD Provinsi Jawa Timur,
standar kebutuhan air yang digunakan adalah 100 liter/hari/orang untuk domestik
dan 778,35 m3/tahun untuk konsumsi sehingga kebutuhan air bersih di Jawa Timur
sebesar 1.125.364.378 m3/tahun.

Tabel. 3.36 Status Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan untuk Air Bersih Pada Tahun
2017
No Kabupaten/Kota Kebutuhan Ketersediaan Daya Ketersediaan Status Daya
Dukung
1 Kab. Pacitan 15.906.44 731.356.40 Surplus 45,98 Sangat tinggi
2 Kab. Ponorogo 25.021.84 898.249.95 Surplus 35,90 Tinggi
3 Kab. Trenggalek 19.909.29 943.687.92 Surplus 47,40 Sangat tinggi
4 Kab. 29.551.70 876.212.80 Surplus 29,65 Sedang
5 Kab. Blitar 33.111.64 1.533.268.18 Surplus 46,31 Sangat tinggi
6 Kab. Kediri 44.766.28 1.638.154.52 Surplus 36,59 Tinggi

175
7 Kab. Malang 73.747.44 2.849.022.78 Surplus 38,63 Tinggi
8 Kab. Lumajang 29.770.50 1.261.740.52 Surplus 42,38 Sangat
9 Kab. Jember 69.667.20 1.545.548.58 Surplus 22,18 Sedang
10 Kab. 46.074.55 1.095.796.04 Surplus 23,78 Sedang
11 Kab. 22.034.70 862.614.79 Surplus 39,15 Tinggi
12 Kab. Situbondo 19.390.52 629.154.46 Surplus 32,45 Tinggi
13 Kab. 33.062.74 870.119.00 Surplus 26,32 Sedang
14 Kab. Pasuruan 45.898.07 525.510.38 Surplus 11,45 Rendah
15 Kab. Sidoarjo 61.933.88 816.248.73 Surplus 13,18 Rendah
16 Kab. Mojokerto 31.394.16 359.926.20 Surplus 11,46 Rendah
17 Kab. Jombang 35.922.32 930.069.30 Surplus 25,89 Sedang
18 Kab. Nganjuk 30.106.80 969.575.06 Surplus 32,20 Tinggi
19 Kab. Madiun 19.526.19 1.008.397.78 Surplus 51,64 Sangat tinggi
20 Kab. Magetan 18.085.93 480.529.23 Surplus 26,57 Sedang
21 Kab. Ngawi 23.889.02 1.138.889.45 Surplus 47,67 Sangat tinggi
22 Kab. 35.723.03 980.724.20 Surplus 27,45 Sedang
23 Kab. Tuban 33.361.17 1.295.821.85 Surplus 38,84 Tinggi
24 Kab. Lamongan 34.219.95 924.584.53 Surplus 27,02 Sedang
25 Kab. Gresik 36.596.21 730.283.37 Surplus 19,96 Rendah
26 Kab. Bangkalan 27.727.86 1.002.033.99 Surplus 36,14 Tinggi
27 Kab. Sampang 27.291.28 527.218.98 Surplus 19,32 Rendah
28 Kab. Pamekasan 24.600.78 367.242.64 Surplus 14,93 Rendah
29 Kab. Sumenep 31.011.98 991.137.74 Surplus 31,96 Tinggi
30 Kota Kediri 8.120.96 99.901.71 Surplus 12,30 Rendah
31 Kota Blitar 4.006.57 45.367.25 Surplus 11,32 Rendah
32 Kota Malang 24.664.60 170.586.65 Surplus 6,92 Sangat
33 Kota 6.656.02 43.200.36 Surplus 6,49 Sangat
34 Kota Pasuruan 5.650.61 21.094.91 Surplus 3,73 Sangat
35 Kota Mojokerto 3.640.43 11.994.47 Surplus 3,29 Sangat
36 Kota Madiun 5.057.48 56.151.83 Surplus 11,10 Rendah
37 Kota Surabaya 82.437.29 588.019.80 Surplus 7,13 Sangat
38 Kota Batu 5.826.78 162.122.98 Surplus 27,82 Sedang
Total 1.125.364.37 29.981.559.47 992,5
Sumber : KLHS RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2019 – 2024)

176
Secara umum kebutuhan air domestik di Provinsi Jawa Timur dapat tercukupi dengan
ketersediaan potensi air tanah yang ada di Provisi Jawa Timur sehingga daya dukung
air Provinsi Jawa Timur mengalami surplus namun apabila ditinjau dari klasifikasi
status daya dukung air berdasarkan ketersediaan air tanah yang ada pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, maka dapat dibagi menjadi 5 (lima) kelompok
yang meliputi:
- Sangat Rendah, meliputi Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota
Mojokerto, dan Kota Surabaya.
- Rendah, meliputi Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kota Kediri, Kota
Blitar, dan Kota Madiun.
- Sedang, meliputi Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Jember, Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jombang, Kabupaten Magetan,
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, dan Kota Batu.
- Tinggi, meliputi Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang,
Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten
Tuban, Kabupaten Bangkalan, dan Kabupaten Sumenep.
- Sangat Tinggi, meliputi Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten
Blitar, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Ngawi.

Persentase Pelayanan Air Untuk Irigasi


Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi
air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Pelayanan air irigasi ditujukan
untuk mendukung produktivitas lahan dalam rangka meningkatkan produksi
pertanian.

Tabel 3.37. Persentase Pelayanan Air Untuk Irigrasi di Jawa Timur


Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Pelayanan Air Untuk Irigrasi n.a 82,00 82,20 82,82 84,71
Sumber : Dinas PU Sumber Daya Air Provinsi Jawa Timur

177
Tercapainya peningkatan pelayanan air irigasi merupakan hasil dari kegiatan
rehabilitasi serta operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi yang dilaksanakan
secara partisipatif dengan melibatkan para petani pemakai air
(HIPPA/GHIPPA/IHIPPA) secara langsung sehingga turut mendukung pertumbuhan
dan perkembangan tanaman komoditas pertanian yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produktifitas pertanian.

Persentase Jaringan Irigasi dalam Kondisi Baik


Kondisi jaringan irigasi akan makin menurun seiring dengan waktu dan
penggunaannya dalam mendukung peningkatan produktivitas pertanian. Upaya
pemeliharaan jaringan irigasi sangat diperlukan untuk menjaga dan mengamankan
jaringan irigasi agar dapat berfungsi dengan baik Melalui pemeliharaan jaringan irigasi
diharapkan kondisi jaringan irigasi dapat dioperasikan sesuai dengan fungsinya
dan/atau dapat dikembalikan sesuai dengan fungsinya sama seperti sebelum terjadi
kerusakan.

Persentase Jaringan Irigasi Dalam Kondisi Baik di Jawa Timur


Tabel 3.38. Persentase Jaringan Irigasi DalamKondisi Baik
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Jaringan Irigasi Dalam Kondisi Baik n.a 68,35 68,50 69,32 68,70
Sumber : Dinas PU Sumber Daya Air Provinsi Jawa Timur

Capaian jaringan irigasi dalam kondisi baik di Jawa Timur pada tahun 2015 sampai
dengan tahun 2017 cenderung meningkat menjadi 69,32 persen namun pada tahun
2018 kembali menurun menjadi 68,70 persen. Melalui pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi jaringan irigasi diharapkan dapat mengembalikan fungsi layanan irigasi
sehingga penyediaaan dan pengaturan air untuk irigasi dalam menunjang proses
produksi pertanian di Jawa Timur berlangsung dengan optimal.

178
Persentase Penanganan Luas Daerah Genangan Banjir.
Banjir merupakan peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena terjadinya peningkatan volume air. Penanggulangan banjir harus
dilakukan oleh berbagai pihak baik itu pemerintah maupun masyarakat .yang dapat
diawali dari perencanaan tata ruang dan wilayah termasuk didalamnya berupa
perencanaan saluran air yang memadai, serta perubahan perilaku masyarakat
menjadi lebih bijak terhadap lingkungan.

Persentase Penanganan Luas Daerah Genangan Banjir di Jawa Timur

Tabel 3.39. Persentase Penanganan Luas Daerah Genangan Banjir


Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Penanganan Luas Daerah Genangan Banjir n.a n.a 72,37 67,62 69,51
Sumber : Dinas PU Sumber Daya Air Provinsi Jawa Timur

Capaian penanganan luas daerah genangan banjir di Jawa Timur pada tahun 2017
cenderung menurun dibandingkan tahun 2016 namun kembali meningkat pada
tahun 2018. Peningkatan capaian penanganan luas daerah genangan banjir
merupakan hasil dari adanya pelaksanaan kegiatan penanggulangan banjir yang
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur diantaranya adalah pembangunan
instalasi pompa banjir sungai, operasi pemeliharaan dan rehabilitasi sungai serta
pelaksanaan program penghijauan.
Penataan Ruang Rencana tata ruang wilayah atau RTRW adalah hasil perencanaan
ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif.
Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan dokumen acuan spasial yang
dijadikan dasar dalam melakukan pembangunan. Kinerja penyelenggaraan penataan
ruang di Jawa Timur dilihat dari Persentase luas kawasan peruntukannya sesuai
dengan RTRW menunjukkan kesesuaian dengan angka 90 ditahun 2018. meskipun
angka ditahun 2018 menunjukkan penurunan di tahun 2017, angka capaian ini
relatif bagus.

179
Tabel 3.40. Persentase luas kawasan yang peruntukannya sesuai dengan RTRW
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase luas kawasan yang peruntukannya
92 90 89 92 90
sesuai dengan RT/RW
Sumber : Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Prov. Jatim

Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Tahun 2011-2031 diundangkan pada tanggal 22 Juni 2012, pada tahun 2017 telah
dilaksanakan Peninjauan Kembali RTRW Provinsi sebagaimana diamanatkan didalam
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sampai dengan saat
ini sedang dilaksanakan proses revisi RTRW Provinsi. Selain itu Pemerintah Provinsi
Jawa Timur telah menyusun Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis, dan saat ini
sedang dalam proses penerbitan Persetujuan Substansi oleh Menteri Agraria dan Tata
Ruang, dokumen Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi dimaksud adalah
- Kawasan Kaki Jembatan Suramadu dan Kawasan Khusus Madura
- Kawasan Agropolitan Regional Bromo Tengger Semeru
- Kawasan Segitiga Emas Pertumbuhan Tuban – Lamongan – Bojonegoro
- Kawasan Agroindustri Gresik – Lamongan.

Persentase Capaian Infrastruktur Dasar Perumahan Permukiman


Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun perdesaan pada hakekatnya
untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (livible), aman,
nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Pembangunan perumahan
permukiman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal,
baik dalam jumlah maupun kualitasnya dalam lingkungan yang sehat serta
kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman, damai tentram
dan sejahtera. Prasarana perumahan meliputi drainase, persampahan, sanitasi, dan
air bersih. Persentase capaian infrastruktur dasar perumahan dan permukiman di
Jawa Timur pada tahun 2015 sebesar 44,87 persen, kemudian meningkat pada tahun
2018 menjadi 73,72 persen. Semakin meningkatnya capaian infrastruktur dasar
perumahan dan permukiman di Jawa Timur maka secara tidak langsung akan
meningkatkan berbagai kegiatan sosial dan ekonomi dalam skala lingkungan
perumahan permukiman.

180
Tabel 3.41. Persentase Capaian Infrastruktur Dasar Perumahan Dan Permukiman
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Capaian Infrastruktur
41,97 44,87 47,77 54,36 73,72
Dasar Perumahan Permukiman
Sumber : Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Prov. Jatim

Sampai dengan tahun 2018, Jumlah Rumah Tangga yang membutuhkan rumah
sebanyak 10.916.166 rumah tangga, dan sebanyak 9.547. 465 Rumah Tangga telah
memiliki rumah, sehingga jumlah kebutuhan rumah tangga yang membutuhkan
rumah sebanyak 1.368.701 Rumah tangga.
Kebutuhan penanganan Rumah Tidak Layak Huni sebanyak 324.000
unit.Penanganan Rumah Tidak Layak Huni sudah dilakukan sejak tahun 2009
melalui2 (dua) sumber pembiayaan yaitu APBN dan APBD Provinsi. Capaian
penanganan Rumah Tidak Layak Huni menghasilkan 125.220 unit rumah yang
dikerjakan antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan bekerjasama dengan pihak
militer (Kodam V Brawijaya dan Lantamal V Surabaya). Kemudian sebanyak 104.292
unit rumah yang dikerjakan oleh APBN Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS). Sehingga jumlah rumah tidak layak huni yang belum tertangani sebanyak
94.488 unit rumah. Kebutuhan penanganan kawasan permukiman kumuh seluas
1.792,59 Ha, dalam kurun waktu 2016-2018 penanganan kawasan kumuh perkotaan
seluas 1.382,42 Ha, sehingga masih perlu penanganan kawasan kumuh seluas 410,17
Ha yang tersebar di Jawa Timur.

Tabel 3.42. Capaian Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan


Luasan Capaian Capaian Capaian 2018 Sisa
NO. KOTA/KAB. Kumuh 2016 (Ha) 2017 (Ha) (Ha) Kumuh
(Ha) (Ha)
1 Bangkalan 10.48 0.00 0.00 10.48 0.00
2 Banyuwangi 20.63 0.00 0.54 20.09 0.00
3 Blitar 30.20 0.00 8.35 15.85 6.00
4 Bojonegoro 13.52 0.00 1.28 9.90 2.34
5 Bondowoso 59.64 0.00 0.50 36.97 22.17
6 Gresik 102.79 6.23 18.26 64.11 14.19
7 Jember 4.20 0.00 0.00 4.20 0.00

181
8 Jombang 12.07 0.00 1.67 10.40 0.00
9 Kediri 25.98 0.00 22.97 3.01 0.00
10 Lamongan 18.22 0.00 2.30 10.82 5.10
11 Lumajang 15.76 0.00 2.78 12.98 0.00
12 Madiun 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
13 Magetan 0.06 0.00 0.00 0.06 0.00
14 Malang 18.87 0.00 1.30 10.82 6.75
15 Mojokerto 26.37 0.00 1.11 24.17 1.09
16 Nganjuk 48.38 0.00 1.58 35.09 11.71
17 Ngawi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
18 Pacitan 14.22 0.00 0.00 6.81 7.41
19 Pamekasan 60.91 0.00 9.45 41.05 10.41
20 Pasuruan 33.99 0.00 0.00 19.36 14.63
21 Ponorogo 30.07 0.11 6.00 23.96 0.00
22 Probolinggo 4.10 0.00 0.00 4.10 0.00
23 Sampang 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24 Sidoarjo 24.59 0.00 0.00 1.50 23.09
25 Situbondo 13.83 0.00 3.12 10.71 0.00
26 Sumenep 35.39 0.00 4.18 24.11 7.10
27 Trenggalek 69.94 0.00 30.02 37.92 2.00
28 Tuban 46.14 0.00 11.19 28.89 6.06
29 Tulungagung 127.77 28.69 29.05 53.19 16.84
30 Kota Batu 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
31 Kota Blitar 12.58 0.00 7.70 1.63 3.25
32 Kota Kediri 24.75 0.00 18.51 6.24 0.00
33 Kota Madiun 55.34 0.00 36.47 15.45 3.42
34 Kota Malang 466.03 65.41 23.16 221.81 155.65
35 Kota Mojokerto 24.23 0.00 10.77 5.13 8.33
36 Kota Pasuruan 58.87 0.00 8.38 39.66 10.83
37 Kota Probolinggo 172.81 4.87 32.18 102.79 32.97
38 Kota Surabaya 109.86 1.29 25.40 44.34 38.83
JAWA TIMUR 1,792.59 106.60 318.22 957.60 410.17
Sumber : Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Prov. Jatim

182
Bangunan Gedung Negara
Penetapan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung sampai dengan tahun2018
belum semua Kabupaten/Kota yang telah menetapkan Peraturan daerah Bangunan
Gedung antara lain Kota Batu dan Kota Blitar. Selain itu juga belum banyak Kab/kota
yang telah memiliki Tenaga Ahli Bangunan Gedung serta Sertifikat Laik Fungsi ,
kecuali Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Probolonggo, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sumenep, Kota Malang dan
Kota Probolinggo.

Tabel 3.43. Daftar Kabupaten/Kota yang telah menetapkan Perda tentang Bangunan Gedung,
Tenaga Ahli Bangunan Gedung dan Sertifikat Layak Fungsi
No Kabupaten/Kota Perda Bangunan Gedung TA BG SLF
1 Bangkalan -
2 Banyuwangi Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014
3 Blitar Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017
4 Bojonegoro Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2013
5 Bondowoso Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2017
6 Gresik Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2011 1 1
7 Jember Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015
8 Jombang Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011
9 Kediri Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011
10 Lamongan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 1 1
11 Lumajang Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2016
12 Madiun Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2017
13 Magetan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015
14 Malang Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018
15 Mojokerto Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016
16 Nganjuk Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017
17 Ngawi Peraturan Daerah Nomor 37 Tahun 2011
18 Pacitan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012
19 Pamekasan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2015
20 Pasuruan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2017
21 Ponorogo Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 1
22 Probolinggo Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2015 1
23 Sampang Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2016

183
24 Sidoarjo Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 1
25 Situbondo Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2018
26 Sumenep Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 1
27 Trenggalek Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2015
28 Tuban Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015
29 Tulungagung Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2011
30 Kota Batu -
31 Kota Blitar -
32 Kota Kediri Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014
33 Kota Madiun Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010
34 Kota Malang Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 1 1
35 Kota Mojokerto Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2017
36 Kota Pasuruan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2015
37 Kota Probolinggo Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 1 1
38 Kota Surabaya Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 1 1
Sumber : Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Prov. Jatim

Persentase Capaian Layanan Air Minum


Sampai Tahun 2018 capaian layanan air minum mencapai 75,20 %, hal ini
menunjukkan peningkatan 3,96% dari tahun 2015 yang capaian layanannya adalah
sebesar 71,24 % yang antara lain dilaksanakan melalui penyediaan sarana prasarana
air minum pada daerah rawan air dan operasionalisasi SPAM Regional Mojolamong.
Disisi lain berdasarkan data 422 desa rawan kekeringan, didapatkan data sebanyak
199 desa rawan kekeringan yang tidak memiliki potensi air dan sebanyak 223 desa
terdapat potensi air. Saat ini upaya yang dapat dilalukan untuk penanganan 199 desa
rawan kekeringan yang tidak memiliki potensi air berupa droping air bersih, dan
belum mampu menyelesaikan permasalahan yang ada.

Tabel 3.44. Persentase Capaian Layanan Air Minum


Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Capaian Layanan Air Minum 61,96 71,24 72,06 73,44 75,20
Sumber : Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Prov. Jatim

184
Persentase Capaian Layanan Air Limbah
Untuk layanan air limbah, pada tahun 2018 telah mencapai sebesar68,84% dan
hal ini mengalami peningkatan sebesar 5,46% dari capaian layanan pada tahun 2015
sebesar 63,38%. Sampai saat ini Kabupaten/Kota di Jawa Timur belum ada yang
memiliki pelayanan pengolahan sistem air limbah terpusat.
3,45 Persentase Capaian Layanan Air Limbah
Tahun
Indikator
2014 2015 2016 2017 2018
Persentase Capaian Layanan Air Limbah 63,97 63.38 65.31 5,95 68,84
Sumber : Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Prov. Jatim

Identifikasi Peluang.
Dari gambaran umum dan gambaran potesni sektoral Provinsi Jawa Timur dapat
disimpulkan beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan dalam penguatan daya saing
daerah, diantaranya adalah :
a. Sektor Pertanian merupakan peluang terbesar dalam menyerap tenaga kerja
terutama masyarakat yang berada di perdesaan.
b. Provinsi Jawa Timur menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
seluas kurang lebih 1.017.549,72 Ha dengan rincian lahan basah seluas 802.357,9
Ha dan lahan kering seluas 215,191.83 Ha merupakan peluang pemenuhan
kebutuhan pangan nasional.
c. Kebutuahan akan Produksi ikan tangkap nasional maupun global yang semakin
meningkat dapat menjadi peluang tersendiri bagi Jawa Timur. Untuk menangkap
peluang tersebut khususnya ikan Tuna dibutuhkan revitalisasi Pelabuhan Ikan
yang dikhususkan untuk penangkapan Ikan Tuna pada Wilayah Pantai Selatan
yaitu Muncar di Kabupaten Banyuwangi, Pondok Dadap di Malang dan Tamperan
di Pacitan.
d. Kebutuhan pangan dunia merupakan peluang besar bagi industri olahan makanan
yang terus meningkat.
e. Di tahun 2018, harapan lama sekolah di Jawa Timur telah mencapai 13,10 tahun
yang berarti bahwa anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk menamatkan
pendidikan mereka hingga lulus D1.
f. Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 16 –18 tahun tahun 2018 adalah 74,49.

185
g. Proporsi murid SMK terhadap SMA yang besar saat ini mencapai sekitar 59%:41%,
dan Pemprov menargetkan menjadi 70%:30%.
h. Jumlah penduduk yang masih didominasi pada kelompok umur 10-14 dan 15-19
yaitu 22,51% dan 69,57% dari total penduduk. Angka ini diproyeksikan dalam
waktu 5 (lima) tahun ke depan menjadi kelompok usia angkatan kerja yang siap
menghadapi MEA.
i. Isu demografi menjadi peluang tersendiri bagi Provinsi Jawa Timur dalam
menghadapi MEA. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, jumlah
penduduk Provinsi Jawa Timur Tahun 2018 menurut kelompok umur masih
didominasi pada kelompok umur 10-14 dan 15-19 yaitu 22,51% dan 69,57% dari
total penduduk. Angka ini diproyeksikan dalam waktu 5 (lima) tahun ke depan
menjadi kelompok usia angkatan kerja.
j. Hadirnya kecerdasan buatan, robot, dan penerapan pada revolusi industri 4.0 ini
malah akan membuka banyak jenis lapangan kerja yang baru, artinya bukan pada
pengangguran massal. Otomatisasi pada beberapa ruang lingkup industri
bukanlah menjadi penghalang untuk mendapatkan pekerjaan, namun akan
membuka peluang kerja pada bidang yang lain.
k. Banyaknya penduduk yang memilki HP/Smartphone menjadi peluang untuk
media pemasaran online.

Indentifikasi Kendala dan Permasalahan.


Berdasarkan gambaran umum dan gambaran dan potensi sektoral ditambah dengan
potensi daya saing daerah Provinsi Jawa Timur maka dapat diidentifikasikan kendala
dan permasalahan sebagai berikut:
a) Pertanian
- Nilai tambah produksi hasil pertanian rendah;
- Belum optimalnya produksi dan produktivitas pertanian (tanaman pangan dan
hortikultura);
- Belum optimalnya kualitas mutu, produk, komoditas, Sumber Daya Manusia
(SDM) aparatur dan non aparatur serta sarana dan prasarana pertanian;
- Belum optimalnya ketersediaan dan penggunaan benih/bibit unggul
bersertifikat;
- Rendahnya pola kemitraan kelembagaan petani dan/atau pengembangan
usaha pertanian;

186
- Pertanian tanaman pangan dan hortikultura:
- Rendahnya ketersediaan prasarana dan sarana pertanian;
- Belum optimalnya nilai tambah produk tanaman pangan dan hortikultura;
- Kurangnya implementasi sinergi antarsektor antarwilayah dalam
pengembangan pertanian (agropolitan / Kawasan Pertanian Terpadu); dan
- Tingginya alih fungsi lahan pertanian.

b) Perkebunan
- Rendahnya nilai tambah produksi hasil perkebunan;
- Belum optimalnya produksi dan produktivitas pertanian (tanaman semusim
dan tanaman tahunan);
- Belum optimalnya kualitas mutu, produk, komoditas, Sumber Daya Manusia
(SDM) aparatur dan non aparatur serta sarana dan prasarana
perkebunan;
- Kurangnya penggunaan benih unggul bersertifikat (GAP);
- Belum optimalnya penanganan hama penyakit tanaman;
- Kurangnya pengelolaan tata niaga perkebunan (pemasaran); dan
- Kurangnya implementasi sinergi antarsektor dan antarwilayah dalam
pengembangan perkebunan (agropolitan / Kawasan Pertanian Terpadu).

c) Peternakan
- Rendahnya nilai tambah produksi hasil peternakan;
- Belum optimalnya kualitas mutu, produk, pemasaran hasil dan investasi
usaha agribis peternakan yang memenuhi standar kesehatan masyarakat
veteriner dan kesejahteraan hewan;
- Rendahnya sistem perkandangan dan sistem pakan bergizi yang dihasilkan;
- Masih adanya pemotongan sapi betina produktif;
- Kurangnya unit usaha produk hewan yang memenuhi standar ASUH (Aman,
Sehat, Utuh dan Halal); dan
- Kurangnya implementasi sinergi antarsektor antarwilayah dalam
- pengembangan peternakan (agropolitan / Kawasan Pertanian Terpadu).

187
d) Ketahanan Pangan
- Belum optimalnya ketersediaan (food availaibility), akses (food access),
pemanfaatan (food security) dan stabilitas (food stability) dan penyerapan (food
utilization);
- Masih ditemui daerah rentan pangan di beberapa daerah di Jawa Timur;
- Belum optimalnya pemanfaatan potensi sumber daya pangan lokal; dan
- Pola konsumsi pangan masyarakat belum beragam, bergizi seimbang dan aman
berdasarkan Pola Pangan Harapan (Skor PPH).

e) Kelautan dan Perikanan.


- Rendahnya nilai tambah produksi hasil kelautan dan perikanan;
- Belum optimalnya kualitas mutu, produk, komoditas, Sumber Daya Manusia
(pembudidaya ikan, nelayan, petambak garam) serta sarana dan prasarana
kelautan dan perikanan;
- Belum optimalnya alokasi pemilihan jenis ikan, produksi dan produktivitas
perikanan budidaya dan tangkap;
- Rendahnya kapasitas pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan
(pembudidaya ikan, nelayan, petambak garam);
- Rendahnya kesejahteraan nelayan;
- Rendahnya Ketersediaan stok Sumber Daya Ikan (SDI), Kualitas dan kuantitas
benih dan induk, produksi benih ikan unggul;
- Belum optimalnya Penanganan mutu komoditas ekspor dengan Cold Chain
System (CCS), pengolahan serta pemasaran produk kelautan dan perikanan;
- Rendahnya produksi, implementasi teknologi dan kualitas garam rakyat;
- Belum optimalnya pengelolaan ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil serta
maraknya kegiatan ilegal, unreported and unregulated fishing; dan
- Kurangnya implementasi sinergi antarsektor antarwilayah dalam
pengembangan kelautan dan perikanan (minapolitan).

f) Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah


- Rendahnya daya saing KUKM;
- Lemahnya akses pembiayaan bagi KUKM (pemberdayaan koperasi perempuan,
koperasi nelayan dan koperasi petani);
- Kurang optimalnya kelembagaan dan pengawasan bagi KUKM;
- Belum optimalnya akses pemasaran bagi KUKM;

188
- Lemahnya restrukturisasi usaha (OVOP, communal branding, standarisasi,
inklusi UKM dan retail modern);
- Lemahnya ekosistem digital bagi KUKM;
- Rendahnya kualitas SDM KUKM (program vokasi);
- Rendahnya minat kaum milenial dalam berkoperasi;
- Rendahnya akurasi data KUKM; dan
- Lemahnya pemberdayaan ekonomi desa melalui restorasi desa dan
kemitraan antara UKM dan BUMDES).

g) Industri.
- Belum berkembangnya daya saing ekonomi yang menumbuhkan industri
unggulan Jawa Timur Seiring berkembangnya isu deindustrialisasi prematur di
era revolusi Industri 4.0. industrialisasi potensi masa depan yang mengarah
pada bidang maritim,
- Rendahnya daya saing industri;
- Tingginya ketergantungan pada bahan baku impor;
- Belum optimalnya struktur industri (hulu-antara-hilir);
- Belum optimalnya antisipasi terhadap berkembangnya revousi industri 4.0;
- Kurangnya produk IKM yang terstandarisasi (SNI, Halal, Barcode, ISO);
- Masih rendahnya kualitas, desain dan kemasan produk IKM; dan
- Lemahnya penerapan teknologi industri pada IKM.

h) Perdagangan.
- Belum terbentunya Science Techno Park di Kawasan Industri;
- Belum terintegrasinya Science Techno Park dengan Kawasan Industri:
- Lemahnya daya saing ekspor;
- Rendahnya akses pelaku usaha terhadap peluang ekspor;
- Belum optimalnya pengembangan sector unggulan berpotensi ekspor;
- Belum optimalnya pengendalian impor;
- Belum efisiennya perdagangan dalam negeri;
- Belum optimalnya kerjasama perdagangan internasional;
- Kurangnya promosi dan kerjasama perdagangan dalam dan luar negeri;
- Terjadinya asimetri informasi pada fluktuasi harga barang pokok dan penting;
- Maraknya produk yang beredar tidak sesuai dengan standar;
- Belum optimalnya perlindungan konsumen dan tertib niaga; dan,

189
- Keterbatasan layanan penilaian kesesuaian dan kalibrasi (mutu barang dan
jasa).

i) Penanaman Modal.
- Belum efisiennya proses pelayanan perizinan;
- Tingginya kesenjangan/lag antara minat investasi (NIB) dan realisasi investasi;
- Rendahnya Daya Saing Penanaman Modal;
- Iklim Penanaman Modal Yang Kurang Kondusif;
- Kurang tersedianya data dan informasi Penanaman Modal yang memadai;
- Kurangnya Optimalnya Promosi dan Kerjasama Penanaman modal;
- Lemahnya pengendalian pelaksanaan penanaman modal; dan,
- Kurangnya pemanfaatan teknologi informasi yang mendukung kemudahan
penanaman modal.

j) Pariwisata.
- Belum optimalnya pertumbuhan ekonomi sektor Pariwisata;
- Masih lemahnya pengembangan destinasi wisata;
- Lemahnya branding pariwisata yang berkelanjutan serta kurangnya promosi
/pemasaran pariwisata yang sinergis dan kolaboratif;
- Rendahnya SDM pelaku industri kepariwisataan;
- Lemahnya data serta informasi pariwisata;
- Rendahnya ekosistem digital dalam mendukung pembangunan kepariwisataan,
khususnya pendekatan-pendekatan yang bersifat out of the box;
- Belum optimalnya pengembangan pariwisata berbasis lingkungan (ecotourism),
pariwisata berbasis historical/budaya (misal : restorasi Trowulan Majapahit)
dan berbasis religi (religion tourism);
- Masih rendahnya daya tarik pariwisata dan pengelolaan potensi wisata
khususnya yang berbasis pemberdayaan masyarakat;
- Belum terpenuhinya variabel pendukung pembangunan kepariwisataan
yaitu access (akses), attraction (daya tarik pariwisata), amenities (sarana
prasarana) dan accomodation (akomodasi); dan,
- Rendahnya akselerasi dan integrasi pembangunan kepariwisataan.

k) Kehutanan.
- Belum optimal pengelolaan nilai tambah hutan produksi dan hutan rakyat;
190
- Belum optimalnya tata kelola hutan dan pemantauan kawasan hutan;
- Belum optimalnya pelaksanaan penatausahaan hasil hutan;
- Belum optimal konservasi sumber daya hutan dan ekosistem;
- Belum optimalnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan perhutanan sosial;
- Belum optimalnya pemanfaatan potensi perbenihan tanaman hutan;
- Tingginya gangguan hutan dan perambahan hutan; dan,
- Belum optimalnya upaya perlindungan dan Pengawetan Kawasan Tahura serta
Pemberdayaan Masyarakat Tahura Raden Soerjo.

l) Enegi dan Sumberdaya Mineral.


- Rendahnya bauran energi dari Energi Baru Terbarukan;
- Rendahnya bauran energi dari Energi Baru Terbarukan;
- Rendahnya bauran energi dari Energi Baru Terbarukan;
- Rendahnya bauran energi dari Energi Baru Terbarukan;
- Rendahnya bauran energi dari Energi Baru Terbarukan;
- Belum optimalnya pemanfaatan energi terbarukan;
- Belum optimalnya pemanfaatan energi terbarukan;
- Belum optimalnya pemanfaatan energi terbarukan;
- Belum optimalnya konsumsi listrik, masih dominan untuk kebutuhan rumah
tangga;
- Belum meratanya akses infrastruktur ketenagalistrikan;
- Masih rendahnya rasio elektrifikasi di beberapa wilayah;
- Belum optimalnya pemanfaatan dan pengolahan potensi sumberdaya mineral
yang berwawasan lingkungan;
- Tingginya penambangan tanpa ijin yang menimbulkan kerusakan
lingkungan; dan,
- Belum optimalnya pengelolaan air tanah dan masih tingginya pengambilan air
tanah tak berizin.

- Kondisi sarana-prasarana, fasilitas pelatihan dan jumlah instruktur baik dari


sisi jumlah ataupun ragam keahlian di 16 (enam belas) UPT Pelatihan Kerja
(BLK) belum sepenuhnya memadai sehingga masih harus terus dilakukan
revitalisasi sebagai salah satu upaya antisipasi menghadapi Revolusi Industri
4.0;
- Kebijakan pengetatan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Jawa
Timur ke luar negeri, khususnya pada jabatan informal seperti Penata Laksana
191
Rumah Tangga (PLRT) sebagai upaya perlindungan Pekerja Migran Indonesia
(PMI);
- Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur secara
signifikan berimbas pada sulitnya kondisi dunia usaha di Jawa Timur,
berpotensi menyebabkan tingginya angka PHK yang berkontribusi signifikan
terhadap kenaikan kasus perselisihan hubungan industrial;
- Rendahnya kualitas tenaga kerja dan rendahnya permintaan (pasar) tenaga
kerja pada kebutuhan sekarang ataupun di era Revolusi Industri 4.0;
- Belum optimalnya penyerapan tenaga kerja baru dari kegiatan perluasan
kesempatan kerja di sektor informal di Kabupaten/Kota; dan,
- Kurang optimalnya pengawasan terhadap ketenagakerjaan
(lembaga/perusahaan, dan pekerja) serta lemahnya pengendalian terhadap
masuknya tenaga kerja asing.

m) Transmigrasi.
- Alokasi penempatan bagi peserta program transmigrasi belum memadai
dibandingkan jumlah masyarakat yang berminat terhadap program
transmigrasi; dan
- Kuota penempatan transmigran asal Jawa Timur yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat relatif terbatas dibanding jumlah masyarakat Jawa Timur
yang telah mendaftar untuk mengikuti program transmigrasi.

n) Urusan Sosial
- Belum optimalnya penanganan pengentasan penduduk miskin, 26 Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya, baik di Panti maupun Non
Panti/Jalanan;
- Tingginya angka peredaran dan penyalahgunaan narkoba dikalangan anak,
remaja, dan orang tua, bahkan di semua tingkatan dan kalangan masyarakat;
- Belum semua pemerintah Kabupaten/Kota menyediakan shelter atau tempat
penampungan sementara bagi PMKS terlantar khususnya Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) atau gelandangan psikotik;
- Belum optimalnya pemanfaatan Basis Data terpadu (BDT) untuk penanganan
keluarga fakir miskin;
- Belum terintegrasi pola pendampingan keluarga miskin yang dilakukan
oleh pemerintah provinsi maupun Kabupaten/Kota;
- Masih tingginya stigma masyarakat terhadap eks ODGJ; dan
192
- Menurunnya nilai-nilai kesetiakawanan, kepedulian dan kegotongroyongan di
masyarakat.

o) Permasalahan Tata Kelola Pemerintahan


Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil
- Belum optimalnya pelaksanaan E-KTP;
- Lemahnya pengendalian pertumbuhan penduduk sebagai upaya meningkatkan
kualitas penduduk; dan
- Banyaknya keluhan masyarakat pada pelayanan administrasi kependudukan dan
pencatatan sipil.

Statistik
- Belum Optimalnya penyampaian data dari produsen data karena Belum adanya
juknis pengumpulan data, Belum adanya standar pengisian bagi produsen data,
dan belum adanya tools untuk penyampaian data via web.

Persandian
- Lemahnya pengamanan penyelenggaraan persandian untuk pengamanan
informasi; dan
- Teknologi persandian yang relative kurang mampu mengikuti perkembangan
jaman.

Perpustakaan
- Masih Rendahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya perpustakaan;
- Terbatasnya kuantitas dan kualitas SDM pengelola perpustakaan; dan
- Terbatasnya sarana dan prasarana perpustakaan.

Kearsipan
- Belum optimalnya penataan tertib arsip; dan
- Terbatasnya kuantitas dan kualitas SDM pengelola kearsipan.

193
Kesekretariatan
- Implementasi SAKIP pada beberapa Kabupaten/Kota masih stagnan, belum ada
perkembangan. Hal tersebut dikarenakan SAKIP tidak menjadi perhatian oleh
Kepala Daerah. Kepala Daerah dan PD di lingkungan pemerintah daerah tersebut
belum menyadari pentingnya implementasi SAKIP dan masih banyak Kepala
Daerah yang belum memahami sepenuhnya bagaimana cara melakukan
sinkronisasi antara janji politik dengan dokumen RPJMD;
- Program/kegiatan di Kabupaten/Kota yang seringkali tidak mendukung
program/kegiatan di provinsi karena kurangnya dukungan dari instansi terkait di
daerah tersebut, kurangnya koordinasi antarinstansi, tidak tersedianya anggaran
di daerah sehingga membuat program yang seharusnya dilakukan berjalan lambat;
- Mengubah pola pikir dan budaya kerja Aparatur Pemerintah menjadi budaya yang
mengembangkan sikap dan perilaku kerja yang berorientasi pada hasil (outcome);
- Kompetensi Sumber Daya Aparatur Pemerintah yang belum sesuai dengan jabatan
yang dipangku; dan
- Terbatasnya kompetensi Sumber Daya Aparat Pengawasan.

Kepegawaian
- Terbatasnya jumlah ASN yang memiliki kompetensi terkait pelayanan publik;
- Belum meratanya distribusi ASN sesuai dengan formasi dan kebutuhan;
- Masih terdapatnya penempatan ASN yang kompetensinya tidak sesuai tugas dan
fungsi jabatan yang diduduki;
- Belum terbangunnya sistem perencanaan dan rekruitmen ASN berdasarkan
kebutuhan formasi jabatan dan standar kompetensinya;
- Belum optimalnya Sistem Informasi Kepegawaian dalam pengintegrasian data
pegawai seluruh Jawa Timur; dan
- Evaluasi kinerja ASN belum berlandaskan pada sistem penilaian kinerja berbasis
merit sistem.

Perencanaan Pembangunan
- Implementasi penyusunan perencanaan pembangunan daerah melalui
pendekatan Holistik, Integratif, Tematik, Spasial belum optimal; dan Pelaksanaan
pengendalian dan evaluasi rencana pembangunan daerah belum optimal.

194
Pemerintahan Umum, Perangkat Daerah dan Administrasi Keuangan
- Belum sinkronnya Pengumpulan data agregasi pada LPPD Kabupaten/ Kota
dengan data PD Provinsi Jawa Timur dalam pelaksanan urusan wajib dan pilihan;
- Banyaknya kasus pelanggaran kepegawaian (Disiplin, pidana/gratifikasi/tipikor) di
Kabupaten/Kota yang penjatuhan hukumannya tidak sesuai ketentuan yang
berlaku;
- Banyaknya kasus pengaduan masyarakat terkait dengan pelayanan publik;
- Belum optimalnya penerapan tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan
publik;
- Kurangnya Sarana dan Prasarana Aparatur Negara;
- Kurangnya kapasitas kelembagaan pemerintah daerah;
- Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pemilu;
- Rendahnya persentase Kabupaten/Kota yang telah menyusun database
inventarisasi asset hasil P3D secara lengkap dan akurat;
- Belum optimalnya implementasikan SPM dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah;
- Masih banyaknya fasilitasi penyelesaian permasalahan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum;
- Terbatasnya jumlah personil yang memenuhi kualifikasi jurnalistik, IT dan
Protokoler;
- Terbatasnya media yang dapat mempublish informasi melalui press release;
- Kompleksibilitaspelayanan kunjungan tamu VIP yang cenderung meningkat;
- Belum berkembangnya inovasi daerah; dan
- Rendahnya pemanfaatan hasil kelitbangan.

Komunikasi dan Informatika


- Masih belum adanya database pemetaan dan monitoring isu publik di media, hal
ini disebabkan karena masih terbatasnya Sumber Daya Manusia yang terampil dan
profesional serta perangkat yang mampu menyediakan database monitoring media
dan isu publik masih belum tersedia;
- Belum optimalnya kehumasan pemerintah daerah karena belum terbentuknya unit
kehumasan di tingkatan perangkat daerah;
- Belum optimalnya sinergi pemberdayaan Kelompok Informasi
- Masyarakat (KIM) dengan kelompok masyarakat (Pokmas) lainnya di daerah karena
kurangnya koordinasi dan strategi komunikasi pemberdayan kelompok
masyarakat yang terintegrasi di daerah;
195
- Belum adanya peraturan teknis turunan Rencana Induk Tata Kelola
- Teknologi Informasi Komunikasi (Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 30
Tahun 2016) seperti rencana induk smart province karena terbatasnya
sumberdaya manusia yang terampil dan profesional, Kurangnya kemampuan
mengintegrasikan Sistem Informasi dan Database PD, Kurangnya kemampuan
memberdayakan potensi komunikasi masyarakat, dan belum optimalnya
pengembangan aplikasi TIK; dan
- Kurangnya pemeliharaan pemilik akun hosting dan colocation karena terbatasnya
ketersediaan storage dan space rak server, bandwidth internet, keamanan sistem
dari data dan belum adanya tata kelola.

Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri


- Belum optimalnya kesadaran masyarakat akan nilai-nilai luhur bangsa dan
pemahaman wawasan kebangsaan;
- Kurangnya kesadaran masyarakat untuk berdemokrasi dalam proses politik;
- Belum optimalnya pembentukan Forum Kewaspadaan Dini
- Masyarakat (FKDM) di Kecamatan, Kelurahan dan Desa;
- Kurang berdayanya kelembagaan demokrasi dan rendahnya upaya peningkatan,
pemajuan, perlindungan, pemenuhan dan penegakan HAM; dan,
- Lemahnya penegakan supremasi hukum, rendahnya kesadaran hukum pada
masyarakat dan kurangnya perhatian terhadap kelompok masyarakat yang
rentan akan pelanggaran HAM.

Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat


- Masih rendahnya koordinasi dan konsultasi antarpihak terkait dalam penanganan
keamanan dan ketertiban;
- Masih terjadinya demonstrasi dalam penyampaian aspirasi;
- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap ketertiban umum; dan
- Rendahnya sarana prasarana pendukung operasional ketentraman dan ketertiban
umum.

196
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
- Belum optimalnya akses, partisipasi serta kesempatan perempuan sebagai
pengambil keputusan, perempuan dalam politik dan peminggiran ekonomi
perempuan;
- Masih banyaknya kasus trafficking dan kekerasan terhadap perempuan dan anak;
- Masih tingginya perkawinan anak di Jawa Timur yang terjadi di hampir seluruh
kabupaten/kota.
- Masih belum optimalnya upaya-upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak;
- Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) masih
belum optimal dan belum tersistem dengan baik;
- Kurang sinergisnya antarsektor dalam mendukung pengarusutamaan gender
perlindungan anak.

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa


- Lemahnya pemahaman aparatur desa terhadap pengelolaan pemerintahan desa;
- Kurangnya keberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam membangun desa;
- Belum optimalnya penggunaan basis data terpadu dalam upaya penanggulangan
kemiskinan;
- Masih Tingginya angka kemiskinan di perdesaan dibandingkan angka kemiskinan
perkotaan;
- Masih terdapat Desa Tertinggal dan Sangat Tertinggal di Jawa Timur masih cukup
tinggi Belum optimalnya kelembagaan ekonomi masyarakat desa dalam upaya
keberdayaan ekonomi desa; dan
- Kurang optimalnya kerjasama desa dalam pembangunan Kawasan Pedesaan.

Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera


- Lemahnya koordinasi lintas program dalam mewujudkan KB yang responsive
Gender;
- Masih banyak usia remaja (sekolah) di Jawa Timur yang belum mendapatkan
fasilitasi pengembangan kualitas diri melalui wadah/forum PIKR dan BKR;
- Rendahnya minat akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP); dan,
- Tingginya laju pertumbuhan penduduk.

197
p) Permasalahan Pembangunan Infrastruktur
- Masih minimnya pemenuhan sarana dan prasarana layanan transportasi,
kebutuhan kelayakan jalan yang belum memenuhi standar dan
ketidakseimbangan tingkat pertumbuhan kendaraan dengan peningkatan
kapasitas jalan serta belum optimalnya angkutan massal dan logistic
antarwilayah.
- Belum tuntasnya pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS) Jawa Timur serta
belum optimalnya pengembangan pelabuhan–pelabuhan di pesisir selatan dan
akses menuju pelabuhan.
- Pada layanan transportasi laut, masih ada ketimpangan pelayanan
pelabuhan di sisi utara dan sisi selatan Jawa Timur sehingga efektivitas dan
efisiensi penurunan biaya logistik belum tercapai. Selain itu masih minimnya
sarana prasarana dan pelayanan angkutan laut perintis membatasi aksesibilitas
masyarakat wilayah kepulauan.
- Pelayanan transportasi udara, baik bandara domestik maupun internasional
masih belum diimbangi oleh sarana dan prasarana yang memadai untuk
pelayanan penumpang dan logistik. Keamanan, kecepatan dan ketepatan waktu
merupakan hal penting bagi masyarakat dalam pemilihan moda transportasi
udara.
- Terkait dengan keselamatan transportasi, masih tingginya angka kecelakaan
transportasi darat dan di perlintasan sebidang kereta api. Adapun faktor
penyebab laka lantas selain karena perilaku pengemudi yang tidak tertib juga
disebabkan kurangnya fasilitas pelengkap jalan, seperti Early Warning Sistem.
Di sisi lain juga masih terjadi kecelakaan pada angkutan penyeberangan sungai
dan laut yang disebabkan sarana dan prasarana yang ada belum memenuhi
standar kelayakan.
- Belum terpenuhinya kebutuhan air baku untuk kegiatan domestik masyarakat,
pertanian, industri, dan kegiatan lainnya;
- Belum optimalnya operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sehingga
berpengaruh terhadap belum terpenuhinya kebutuhan air untuk irigasi yang
menyebabkan terjadinya pengambilan air baku dengan menggunakan pompa
pada sungai maupun air tanah dangkal dan air dalam tanah; dan,
- Belum optimalnya penanganan banjir yang ditandai dengan masih adanya lokasi
rawan banjir permanen terutama pada kawasan strategis, seperti banjir
Bengawan Solo Hilir, Kali Welang , Kali Kemuning, dan Kali Tanggul.

198
- Masih tingginya backlog rumah, masih rendahnya tingkat pemenuhan
kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau serta menurunnya kualitas
permukiman sehingga tumbuh kawasan kumuh di perkotaan.
- Masih banyaknya kondisi rumah tidak layak huni yang memerlukan
penanganan utamanya di kantong-kantong kemiskinan dan kawasan pesisir.
- Belum terpenuhinya pemenuhan cakupan layanan air minum di perkotaan,
perdesaan, lintas wilayah dan daerah rawan air khususnya kawasan yang tidak
memiliki potensi sumber air masih di wilayah Madura dan Kawasan Pesisir Utara
Jawa Timur, belum terpenuhinya pemenuhan cakupan layanan air limbah
perkotaan dan perdesaan, serta belum optimalnya pengembangan pelayanan
pengolahan sistem air limbah terpusat (system sewerage).
- Terbatasnya jumlah Tenaga Ahli Bangunan Gedung dan Sertifikat Layak Fungsi
Bangunan Gedung.
- masih adanya terdapat beberapa dinamika pembangunan yang berkembang saat
ini belum terakomodasi dalam RTRW Provinsi, serta belum optimalnya rencana
tata ruang wilayah sebagai acuan pembangunan, pengawasan dan pengendalian
pemanfaatan ruang didaerah, sehingga perlu dilakukan revisi RTRW Provinsi,
dan penyusunan/penetapan rencana rinci tata ruang kawasan- kawasan
strategis provinsi di Jawa Timur.
- Belum optimalnya pelaksanaan urusan pemerintahan daerah bidang
pertanahan (Reforma Agraria), hal ini dikarenakan belum jelasnya pembagian
kewenangan pelaksanaan urusan pertanahan antara Pemerintah Provinsi
dengan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.
- Masih terjadinya pencemaran air sungai pada sungai kewenangan Provinsi
maupun yang lintas Provinsi yang bersumber dari kegiatan permukiman dan
industri terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang belum
dilengkapi dengan IPAL yang memadai;
- Penurunan kualitas udara yang dipicu oleh peningkatan konsumsi energi fosil
pada sektor tranportasi, industri, dan rumah tangga serta belum optimalnya
pengelolaan sampah dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Pengelolaan sampah di Jawa Timur sebagian besar masih menggunakan sistem
controlled landfill dan belum menggunakan sanitary landfill serta belum
tersedianya pusat pengelolaan limbah B3;
- Masih terjadinya tekanan terhadap tutupan lahan seperti deforestasi dan
kebakaran hutan diantaranya pada kawasan Selingkar Wilis dan kawasan
Bromo Tengger Semeru (BTS) yang berperan dalam siklus air sebagai daerah

199
resapan dan tangkapan air dari mata air Umbulan meskipun telah dilakukan
berbagai upaya rehabilitasi dan konservasi.
- Perilaku manusia dan aspek keterbatasan informasi terkait bencana meliputi
sikap/perilaku yang menyebabkan menurunnya kualitas Sumber Daya Alam
sehingga mengakibatkan terjadinya bencana, kurangnya pemahaman terhadap
karakteristik bencana, kurangnya informasi/pengetahuan dini yang
mengakibatkan ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi bencana.

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


Komponen pembentuk sektor andalan terdiri dari 4 (empat) aspek, antara lain; aspek
sumber daya manusia, aspek ekosistem inovasi, aspek pasar aspek enabling/penguat.
Aspek Kompnen
Identifikasi
Pilar Pembentuk Proses dan
N0 Permasalahan/isu daya
Demensi Daya Saing Mekanisme
saing
Indikator Daerah
I. Aspek Ekosistem Inovasi
A. Pilar Dinamika Bisnis
A.1 Demensi Regulasi
1 Regulasi perijinan - DPRD - Perizinan online Permasalahan
memulai - Biro Hukum terpadu - Rendahnya daya saing
bisnis/industri - UPT P2T penanaman modal;
kecil, menengah - Kurang tersedianya data
dan besar dan informasi
penanaman modal yang
memadai;
- kurangnya pemanfaatan
teknologi informasi yang
mendukung kemudahan
penanaman modal;
- kurang optimalnya
promosi dan kerjasama
- penanaman modal.
2 Rata-rata durasi UPT P2T SOP (pelayanan Permasalahan :
waktu pengurusan maksimal 7 hari) - Belum efisiennya proses
administrasi pelayanan perijinan;
perijinan usaha - iklim penanaman modal
(Domisili, SIUP, yang kurang kondusif
TDP, dll) untuk akibat kurang
memulai bisnis sinkronnya regulasi
(industri kecil, penanaman modal,

200
menengah dan masih belum optimalnya
besar) setelah pengendalian
tercukupi pelaksanaan penanaman
persyaratan modal
3 Jumlah UPT P2T SOP Permasalahan :
peningkatan izin - Kesenjangan antara ijin
prinsip (minat investasi)
4 Persentase industri Dinas PP no. 45 th. 2019 Permasalahan :
yang Perindustrian - Program Kemitraan DUDI
memanfaatkan Perdagangan dalam praktek kerja
kebijakan/regulasi dan Pasar. sekolah vokasi.
insentif pajak
untuk proses
bisnisnya dari total
industri yang ada

A.2 Dimensi Kewirausahaan


5 Presentase - Dinas Penyiapan kawasan Permasalahan.
Pertumbuhan Koperasi dan Industri - Keterbatasan
usaha industri UKM penguasaan Teknologi
kecil dan - Dinas Industri khusunya bagi
menengah Perindustrian para pelaku usaha IKM;
dan adalahbelum optimalnya
Perdagangan penataan struktur
dan Pasar. industry yang
mengintegrasikan
keterkaitan antara
industri hulu- industri
antara dan industri hilir

Peluang :
- persaingan global di era
Revolusi Industri 4.0.
6 Persentase DinasPerindust Pembentukan Tatangan :
perkembangan rian dan kawasan Industri - Masih rendahnya daya
Usaha Industri Perdagangan Perda nomor 3 tahun saing indsutri
Besar dan Pasar; 2019 tentag RPIP dikarenakan masih
Provinsi Jawa Timur. tingginya
ketergantungan pada
bahan baku impor (lebih
dari 80%), banyak
produk IKM yang belum
memenuhi standard dan
belum tersertifikasi.
- Keterbatasan

201
penguasaan
7 Sistem manajemen - Dinas - Service point, Tantangan:
produk IKM Koperasi dan - Pelatihan, Investasi, - Masih rendahnya daya
UKM Co- working space saing indsutri
- Biro dan pemberdayaan dikarenakan masih
Perekonomian masyarakat tingginya
- Bakorwil I-V - Pengembangan ketergantungan pada
produk pangan bahan baku impor
berbasis agro (lebihdari 80%), banyak
- Communal Branding produk IKM yang belum
memenuhi standard dan
belum tersertifikasi.
8 Sistem manajemen Dinas - Berdasarkan Permasalahan :
produk Industri Perindustrian Peraturan Daerah - Rendahnya daya saing
Besar dan Nomor 5 Tahun industri;
Perdagangan 2012 tentang - Tingginya
Rencana Tata ketergantungan pada
Ruang Wilayah bahan baku impor;
Provinsi Tahun
2011-2031
- Pengembangan
Industri Agro
9 Jumlah - Dinas Tenaga Penempatan dan Permasalahan :
perusahaan Jasa Kerja dan Perluasan - Kurangnya perusahan
Transmigrasi Kesempatan Kerja- sector jasa
- Bakorwil I-V - Kurangnya keahlian
tanaga kerja
10 Perusahaan - Dinas - Pengembangan Permasalahan-
pemula berbasis Perindustrian teknis keterampilan - Belum adanya jaringa
teknologi (PPBT) / dan kejuruan (inkubator) dan konektifitas
Startup yang Perdagangan - Pengembangan
terdaftar di - Dinas teknis keterampilan Peluang :
inkubator bisnis Pendidikan kejuruan (inkubator) - Inkubator ekonomi
perguruan tinggi, - Balitbang (anjungan cerdas) serta
Balitbangda dan STP (Science Tehno Park)
inkubator bisnis Atsiri:
swasta - Penganggaran Balitbang
B. Pilar Kapasitas Inovasi
B.1 Dimensi Interaksi dan Keberagaman
11 Implementasi Balitbang Pengembangan SIDa; Permasalahan.
Program sistem Integrasi Roadmap - Masih banayak
Inovasi Daerah SIDa dalam RPJMD Kabupaten/kota yang
belum mengembangkan
SIDa;
- Masih banayak
202
Kabupaten/kota yang
belum menyusun
Roadmap dan
membentuk Tim
Koordinasi.
12 Keberadaan dan - Balitbang; - Raoadmap SID; Permasalahan.
pengembangan - Biro - Pemetaan - Rendahnya kemitraan
klaster inovasi Perekonomia pengembangan nusaha hulu-hilir;
berbasis Produk - Bakorwil I-V; klaster wilayah - Lemahnya SIDa;
Unggulan Daerah - Bappeda industri berbasis - Ego sektoral.
(PUD) sebagai - Dinas SIDa.
bentuk interaksi Perindustrian
dan kolaborasi dan
antara Perdagangan
Pemerintah, Dunia - Perguruan
Usaha, Perguruan Tinggi
Tinggi dan atau
Lembaga Litbang
dan Masyarakat
13 Jumlah Kolaborasi - Balitbang; Pengembangan dan Permasalahan.
antara perguruan - Biro kemitraan inovasi - Belum berkembangnya
tinggi, Lembaga Perekonomia daerah inovasi daerah; dan
dan atau litbang - Bakorwil I-V; - Rendahnya pemanfaatan
dengan pemerintah - Bappeda hasil kelitbangan.
daerah dalam
program
pengembangan
teknologi dan
inovasi dalam 3
tahun terakhir
14 jumlah perjanjian - Balitbang - Pengembangan Permasalahan.
kerja sama antara - Bakorwil I-V; Kemitraan dan - Belum berkembangnya
industri/dunia - Bappeda Kerjasama Penta inovasi daerah; dan
usaha dengan helix; - Rendahnya pemanfaatan
Pemerintah Daerah - Pengembangan dan hasil kelitbangan.
dalam program kemitraan inovasi
pengembangan daerah
teknologi dan
inovasi dalam 3
tahun terakhir
15 Jumlah kolaborasi - Balitbang - Pengembangan Permasalahan.
antara perguruan - Bakorwil I-V; Kemitraan dan - Belum berkembangnya
tinggi dan atau - Bappeda Kerjasama Penta inovasi daerah; dan
Lembaga litbang, helix; - Rendahnya pemanfaatan
industri/dunia - Pengembangan dan hasil kelitbangan.

203
usaha dan kemitraan inovasi
pemerintah daerah daerah
(triple helix) dalam
program
pengembangan
teknologi dan
inovasi dalam 3
tahun terakhir
16 Jumlah Indeks - Balitbang Pengembangan dan Permasalahan.
Inovasi Daerah - Seluruh OPD kemitraan inovasi - Belum ada data yang
tahun terakhir daerah baik
B.2 Dimensi Penelitian dan Pengembangan.
17 Jumlah Jumlah - Balitbang Penguatan Permasalahan.
artikel ilmiah - Perguruan Kelitbangan Kebijakan - Belum ada data yang
jurnal yang Tinggi baik
dihasilkan oleh
Perguruan Tinggi
dan atau lembaga
litbang setempat
yang
dipublikasikan
dalam jurnal
nasional
terakreditasi /
internasional
selama 3 tahun
terakhir
18 Jumlah penelitian - Balitbang - Pembentukan Sentra Permasalahan.
yang dihasilkan - Perguruan HaKI Balitbang Prov. - Belum ada data
perguruan tinggi, Tinggi Jatim; terintegrasi yang baik
lembaga litbang, - ARD.
dan atau lembaga
lainnya yang
masuk Kekayaan
Intelektual (paten,
merek, cipta, dan
design Industri)
secara
keseluruhan yang
dihasilkan dalam 3
tahun
terakhir
19 Jumlah paten yang - Dinas - Millennial Job Center Permasalahan.
telah dimanfaatkan Perindustrian - Service point, - Lemahnya
di industry dan Pelatihan, Investasi, restrukturisasi usaha

204
Perdagangan Co- working space (OVOP, communal
- Balitbang dan pemberdayaan branding, standarisasi,
- Dinas KUKM masyarakat inklusi UKM dan retail
- Biro - Standardisasi dan modern);
Perekonomian Desain Produk - Lemahnya SDM.
Bakorwil I-V Industri Pada UPT
PMPI dan TK Malang
20 Persentase Balitbang - Penguatan Permasalahan.
anggaran Kelitbangan; - Belum adanya standart
penelitian dan - ARD. anggaran.
pengembangan - Terbatasnya kegiatan
terhadap total kelitbangan;
APBD - Masih rendahnya
pemanfaatan
21 Persentase Balitbang - Roadmap SIDa. Permasalahan.
kegiatan penelitian - Pemetaan klaster - Belum adanya standart
dan Pengembangan yang jelas.
pengembangan wilayah. - Terbatasnya kegiatan
berbasis produk - ARD kelitbangan;
unggulan daerah
terhadap jumlah
penelitian
22 Persentase jumlah Balitbang Penguatan Permasalahan.
peneliti di kelitbangan - Belum adanya data yang
perguruan tinggi terintegrasi dengan baik.
dan perangkat
daerah kelitbangan
dibanding hasil
penelitian yang
dipublikasikan
23 Peringkat Balitbang Penguatan data Permasalahan.
perguruan tinggi di - Belum adanya data yang
daerah secara terintegrasi dengan baik.
nasional
24 Jumlah dunia Dinas Penguatan data Permasalahan.
usaha dan Industri Perindustrian - Belum adanya data yang
yang memiliki unit dan terintegrasi dengan baik.
penelitian dan Perdagangan
pengembangan Balitbang
25 Jumlah Perguruan Balitbang Penguatan data Permasalahan.
Tinggi dan - Belum adanya data yang
Perangkat Daerah terintegrasi dengan baik.
Kelitbangan
B.3 Dimensi Komersialisasi
26 Jumlah Perguruan Balitbang Penguatan data Permasalahan.
205
tinggi dan institusi Belum adanya data yang
kelitbangan di terintegrasi dengan baik.
daerah yang telah
melakukan
komersialisasi
inovasi
27 Jumlah hak cipta, - Balitbang; Pembentukan Sentra Permasalahan.
desain, merk, - Dinas HaKI Balitbang Prov. Belum adanya data yang
paten, dan rahasia Perindustrian Jatim; terintegrasi dengan baik.
dagang di daerah dan
yang Perdagangan;
sudah didaftarkan - Dinas
Koperasi dan
UKM
28 Kondisi Techno - Dinas Science Techno Park Permasalahan.
Park dan Pusat Perkebunan; Dream Team Masih terbatas sektor dan
Unggulan Iptek - Dinas jangkauan wilayah.
(PUI) Pertanian dan
Ketahanan
Pangan;
- Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan
- Balitbang;
- Bakorwil 1-V
C Pilar Kapasitas Teknologi
C.1 Dimensi Telematika
28 Persentase Dinas Kominfo Pengelolaan Permasalahan.
penduduk yang komunikasi publik Belum adanya data yang
menggunakan pasti.
HP/telepon/Smart
phone
29 Proporsi rumah Dinas Kominfo Pengelolaan Permasalahan.
tangga dengan komunikasi publik Belum adanya data yang
akses internet pasti.
C.2 Dimensi Teknologi
30 jumlah inovasi - Balitbang Pengelolaan data Permasalahan.
teknologi didaerah - Bakorwil 1-V Inovasi Belum adanya data yang
pasti.
II Aspek Sumber Daya Manusia
A. Pilar Kesehatan
A.1 Dimensi kesehatan

206
31 Balita gizi buruk Dinas - Penyediaan Permasalahan :
Kesehatan pelayanan kesehatan Data tidak akurat
gratis dan
berkualitas
(TANTISTAS)
- Perluasan akses dan
penguatan fasilitas
- kesehatan
2 Balita stunting Dinas - Penaganan melalui Permasalahan :
Kesehatan penganggaran - Angka stunting tinggi
kampanye dan - Rendahnya akses
program terpadu terhadap makanan
dalam pencegahan bergizi rendahnya
stunting sebagai asupan vitamin dan
sebuah gerakan mineral, dan buruknya
bersama; keragaman pangan dan
- perbaikan status gizi sumber protein hewani.
mikro pada ibu - Rendahnya akses
hamil, program terhadap pelayanan
layanan pra-nikah kesehatan termasuk
terpadu, program akses sanitasi dan air
perbaikan sanitasi bersih menjadi salah
lingkungan dan satu faktor yang sangat
penyediaan air mempengaruhi
bersih. pertumbuhan anak
- Data tidak akurat
33 Angka Kematian Dinas - Kampanye dan Permasalahan :
Bayi/Balita (AKB) Kesehatan program terpadu Angka kematian bayi
Per 1000 Kelahiran dalam pencegahan absolut masih tinggi
Hidup Angka Kematian
Bayi/Balita sebagai
sebuah gerakan
bersama;
34 Angka Kesakitan / Dinas - Pengendalian dan Permasalahan :
Morbiditas/Pendud Kesehatan kampanye - Angka
uk Yang Kesakitan/Morbiditas
Mempunyai /Penduduk Yang
Keluhan Kesehatan Mempunyai Keluhan
Kesehatan masih tinggi
- Imunisasi

207
35 Angka Harapan Dinas - Penguatan Peluang :
hidup Kesehatan kesehatan Peningkatan daya beli
masyarakat masyarkat
- Perbaikan
pembangunan
kualitas kesehatan
di Jawa Timur
36 Rasio puskesmas Dinas - Pemetaan Permasalahan.
per 100.000 Kesehatan puskesmas - Tidak meratanya akses
(seratus ribu) kabupaten kota kes.
penduduk - Perluasan akses dan
penguatan fasilitas Peluang :
kesehatan - Puskesmas dengan
cakupan strategis yang
bisa ditingkatkan
menjadi Rumah Sakit
(RS) Pratama Untuk
melayani daerah
kepulauan, maka unit
pelayanan terapung
(poliklinik terapung)
menjadi solusi;
37 Rasio rumah sakit Dinas - Pemetaan RSU Permasalahan.
umum per 100.000 Kesehatan standar pelayanan - Tidak meratanya akses
(seratus ribu) rumah sakit yang kes.
penduduk berlaku untuk
meningkatkan mutu Peluang :
pelayanan rumah - Puskesmas dengan
sakit secara cakupan strategis yang
berkesinambungan ; bisa ditingkatkan
- Perluasan akses dan menjadi Rumah Sakit
penguatan fasilitas (RS) Pratama
kesehatan
38 Rasio dokter dan Dinas Pemetaan dokter dan Permasalahan :
medis terhadap Kesehatan tenaga medis - Masih terdapat sebaran
per100.000 dokter dan tenaga medis
(seratus ribu) di kabupaten yang belum
penduduk merata

Peluang :
- Program beasiswa dokter
B Pilar Pendidikan dan Ketrampilan
B.1 Dimensi
Pendidikan

208
39 Angka Harapan Dinas - Standar Pelayanan Peluang :
Lama Sekolah Pendidikan Minimal (SPM) - Anggaran pendidikan
pendidikan sekurang- kurangnya
menengah dan 20% dari APBD
khusus: berdasarkan Undang-
- Sistem pendidikan Undang No 20 Tahun
nasional; 2003 tentang Sistem
- Bantuan SPP bagi Pendidikan Nasional
siswa SMA/SMK dan
PK-PLK
40 Rata-Rata Lama Dinas - Standar Pelayanan Permasalahan
Sekolah (RLS) Pendidikan Minimal (SPM) - Masih rendahnya rata-
pendidikan rata lama sekolah:
menengah dan
khusus:
- Sistem pendidikan
nasional;
- Bantuan SPP bagi
siswa SMA/SMK dan
PK-PLK
41 Angka Partisipasi Dinas - Membangun tim Peluang :
kasar (APK) Pendidikan integrasi lulusan Banyaknya jumlah
perguruan tinggi perguruan tinggi Perguruan Tinggi di Jawa
Timur
42 Penduduk Dinas - Membangun tim
berpendidikan Pendidikan integrasi lulusan
Diploma I/II/III Diploma I/II/III
terhadap total
jumlah penduduk
43 Penduduk Dinas Peluang :
berpendidikan Pendidikan - Banyaknya jumlah
D4/S1 terhadap Perguruan Tinggi di Jawa
total jumlah Timur
Penduduk - Program beasiswa.
B.2 Dimensi Ketrampilan
44 Partisipasi Kasar Dinas - kerja bersama Permasalahan :
siswa Sekolah Pendidikan Lembaga - Masih banyak SMK yang
Menengah Penjaminan Mutu sulit membangun relasi
kejuruan Pendidikan (LPMP) dengan peusahaan.
akan mendorong - Jurusan SMK Ketidak
kesuksesan program cocokan dengan arah
ini, dimana 8 industri;
(delapan) Standar - Kesenjangan jumlah SMK
Nasional Pendidikan dan SMU;

209
(SNP) - Hampir 600 SMK bidang
menitikberatkan teknologi dan rekayasa
lulusan yang tidak yang belum terakreditasi.
hanya pintar "text-
book" tapi juga
terampil dan
berkarakter serta
kreatif;
- beasiswa Praktek
Kerja Lapangan
(PKL);
- mendorong link and
match serta minat
murid di jurusan
prioritas;
- boarding school
berbasis pesantren
45 Jumlah program Dinas Tenaga - Pembentukan Permasalahan
latihan Balai Kerja Science Techno Park - Kondisi sarana-
Latihan Kerja - Dream Team; prasarana, fasilitas
untuk - Belanova; pelatihan dan jumlah
profesionalisme - Pelatihan kerja di 16; instruktur baik dari sisi
angkatan kerja - Pelatihan intensif jumlah ataupun ragam
480 jam 16 UPT BLK keahlian di 16 (enam
UPT BLK belas) UPT Pelatihan
- Pengembangn Kerja (BLK) belum
kapasistas BLK yang sepenuhnya memadai;
intensif;
- Pemenuhan standart Isu Strategis:
yg sesuai; - MEA
- Job Market Fair; MTU - Revolusi Industri 4.0
(Mobile Training
Unit)
- Revitalisasi UPT
BLK;
- Program Vocational
46 Jumlah Pusat - Dinas Isu daya saing :
Kegiatan Belajar Pendidikan - Menjamin kualitas
Masyarakat (PKBM) Dinas Sosial pendidikan inklusif, adil
- Dinas dan mempromosikan
Perpustakaan kesempatan belajar
dan seumur hidup untuk
Kearsipan semua

210
47 Peran Pemerintah - Dinas - Penyediaan bahan Isu.
Daerah dalam Perpustakaan bacaan yang lebih - Amanat dalam Undang-
Peningkatan dan banyak, variatif, dan Undang Nomor 4 Tahun
Literasi Digital Kearsipan menggerakkan 1990 tentang Serah
Penduduk Dinas kegiatan promosi, Simpan Karya Cetak dan
Pendidikan publikasi, pameran, Karya Rekam
- Dinas Sosial mobil perpustakaan
keliling, dan
menginisiasi
masyarakat untuk
membentuk sudut
baca, taman bacaan
masyarakat serta
meningkatkan
pelayanan
perpustakaan
selama 7 hari, 24
jam dengan
perpustakaan
digital/ e-librarynya.
III Aspek Pasar
A. Pilar Efisiensi Pasar Produk
A.1 Dimensi Kompetisi Dalam Negeri
48 Pola dan Dinas - Penguatan Permasalahan.
karakteristik pola Perindustrian kemitraan - Lemahnya
kemitraan diantara dan - KoperasiUMKM pemberdayaan ekonomi
perusahaan perdagangan dengan BUMDesa desa melalui restorasi
(industri desa dan kemitraan
kecil, menengah antara UKM dan
dan besar BUMDES)
49 Persentase Dinas dan Meningkatkan lahan Permasalahan
Kelembagaan Pertanian pertanian - Berkurangnya lahan
Pelaku Usaha Ketahanan berkelanjutan pertanian akibat alih
Poktan/Gapoktan Pangan fungsi lahan
yang
aktif
50 Persentase Dinas Efisiensi Perdaganag Permasalahan
Kelembagaan Peindustraian an Dalam negeri - Lemahnya jejaring pasar
Pelaku Usaha dan -
asosiasi pedagang Perdagangan
pasar

211
51 Persentase Dinas Koperasi - Millennial Job Permasalahan
Kelembagaan dan UKM Center (MJC) - Lemahnya jejaring pasar
Pelaku Usaha
Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM)
yang aktif
A.2 Dimensi Pajak dan Retribusi
52 persentase Badan Pengendalian Isu
kontribusi Pendapatan operasional, Meningkatnya
pajak daerah administrasi pajak, kemandirian fiskal.
terhadap dan retribusi daerah
Pendapatan Asli
Daerah
(PAD)
53 Kontribusi Badan Pengendalian Isu
Retribusi Pendapatan operasional, - Meningkatnya
Daerah Dalam administrasi pajak, kemandirian fiskal.
Pendapatan Asli dan retribusi daerah
Daerah (PAD)
A.3 Dimensi Stabilitas Pasar.
54 Regulasi Biro Keputusan Gubernur
pemerintah daerah Perekonomian Jawa Timur nomor
yang mendorong 188/ 198 /kpts/013
efisiensi pasar dan /2015 tentang
menekan laju Pelaksana operasi
inflasi di daerah pasar pengendalian
dan stabilisasi harga
pasar bahan pokok
55 Tingkat Biro - komitmen Permasalahan
ketimpangan Perekonomian pemerintah Jawa - Angka gini rasio daerah
ekonomi (Indeks Timur dalam perkotaan selalu
Gini) menurunkan menunjukkan lebih tinggi
kesenjangan antara dibanding daerah
si kaya dan si perdesaan
miskin.
B. Pilar Ketenagakerjaan
B.1 Dimensi Ketenagakerjaan
56 Presentase Dinas Tenaga Peningkatan Indeks Isu
Penduduk usia 15 Kerja Pembangunan - Bonus demografi,
tahun keatas yang Manusia. - Revolusi Industri 4.0
merupakan
angkatan
kerja (Tingkat
Partisipasi

212
Angkatan Kerja
(TPAK))

57 Tingkat Dinas Tenaga - landasan kebijakan Isu


Pengangguran Kerja pembangunan - Bonus demografi,
terbuka (TPT) ketenagakerjaan - Revolusi Industri 4.0
melalui 5 kebijakan
program yaitu,
Peningkatan Kualitas
dan Produktivitas
Tenaga Kerja,
Penempatan dan
Perluasan
Kesempatan Kerja,
Pengembangan
Hubungan Industrial
dan Jaminan Sosial;
- Service point,
Pelatihan, Investasi,
Co- working space
dan pemberdayaan
masyarakat,
58 Indeks Dinas P3AK Penguatan Isu
Pembangunan pengarusutamaan - Mendorong kesetaraan
Gender (IPG) gender gender dan
pemberdayaan
perempuan
B.2 Dimensi Kapasitas tenaga kerja
59 Persentase jumlah Dinas Tenaga - Pembentukan Permasalahan
tenaga kerja Kerja. Science Techno Park - Kondisi sarana-
terdidik terhadap Dream Team; prasarana, fasilitas
total angkatan - Belanova; pelatihan dan jumlah
kerja - Pelatihan kerja di 16; instruktur baik dari sisi
- Pelatihan intensif jumlah ataupun ragam
480 jam 16 UPT BLK keahlian di 16 (enam
UPT BLK belas) UPT Pelatihan
- Pengembangn Kerja (BLK) belum
kapasistas BLK yang sepenuhnya memadai;
intensif;
- Pemenuhan standart Isu Strategis:
yg sesuai; - MEA

213
- Job Market Fair; MTU - Revolusi Industri 4.0
(Mobile Training
Unit)
- Revitalisasi UPT
BLK;
- Program Vocational
60 Persentase Pekerja Dinas Tenaga - Pembentukan Permasalahan
Penuh Waktu (> 35 Kerja. Science Techno Park - Kondisi sarana-
Jam) dalam - Dream Team; prasarana, fasilitas
Seminggu - Belanova; pelatihan dan jumlah
- Pelatihan kerja di 16; instruktur baik dari sisi
- Pelatihan intensif jumlah ataupun ragam
480 keahlian di 16 (enam
- jam 16 UPT BLK UPT belas) UPT Pelatihan
BLK Kerja (BLK) belum
- Pengembangn sepenuhnya memadai;
kapasistas BLK yang
intensif; Isu Strategis:
- Pemenuhan standart - MEA
yg sesuai; - Revolusi Industri 4.0
- Job Market Fair;
- MTU (Mobile
Training Unit)
- Revitalisasi UPT
BLK;
- Program Vocational
61 Peran Pemerintah - Dinas Tenaga - Pembentukan Permasalahan
Daerah dalam Kerja. Science Techno Park - Kondisi sarana-
pengembangan - Dream Team; prasarana, fasilitas
tenaga kerja - Belanova; pelatihan dan jumlah
terampil - Pelatihan kerja di 16; instruktur baik dari sisi
- Pelatihan intensif jumlah ataupun ragam
480 keahlian di 16 (enam
- jam 16 UPT BLK UPT belas) UPT Pelatihan
BLK Kerja (BLK) belum
- Pengembangn sepenuhnya memadai;
kapasistas BLK yang
intensif; Isu Strategis:
- Pemenuhan standart - MEA
yg sesuai; - Revolusi Industri 4.0
- Job Market Fair; MTU
(Mobile Training
Unit)
- Revitalisasi UPT
BLK;

214
- Program Vocational

C Pilar Akses Keuangan


C.1 Dimensi Akses Keuangan
62 Persentase jumlah - Dinas Service point, Permasalahan.
Bank di Daerah Koperasi dan Pelatihan, Investasi, - Sulitnya mekanisme,
yang Memberi UKM, Co- working space dan prosedur dan persyaratan
Layanan Pinjaman - Biro pemberdayaan kredit usaha
Kepada Dunia Perekonomian masyarakat
Usaha Bakorwil I-V
63 Persentase jumlah - Dinas Service point, Permasalahan.
Lembaga Keuangan Koperasi dan Pelatihan, Investasi, - Sulitnya mekanisme,
Bukan Bank UKM, Co- working space dan prosedur dan persyaratan
(LKBB) yang - Biro pemberdayaan kredit usaha
Memberi Layanan Perekonomian masyarakat
Pinjaman kepada Bakorwil I-V
Dunia Usaha
64 Persentase - Dinas Service point, Permasalahan.
Pertumbuhan Koperasi dan Pelatihan, Investasi, - Sulitnya mekanisme,
Kredit Perbankan UKM, Co- working space dan prosedur dan
kepada UMKM - Biro pemberdayaan persyaratan kredit usaha
untuk Perekonomian masyarakat
Pengembangan Bakorwil I-V
Usaha
65 Persentase - Dinas Service point, Permasalahan.
Pertumbuhan Koperasi dan Pelatihan, Investasi, - Sulitnya mekanisme,
Kredit Lembaga UKM, Co- working space dan prosedur dan persyaratan
Keuangan Bukan - Biro pemberdayaan kredit usaha
Bank (LKBB) Perekonomian masyarakat
(termasuk Bakorwil I-V
didalamnya modal
ventura dan fund
raising) kepada
UMKM untuk
Pengembangan
Usaha
66 Persentase - Dinas Service point, Permasalahan.
Pertumbuhan Koperasi dan Pelatihan, Investasi, - Sulitnya mekanisme,
Kredit Lembaga UKM, Co- working space dan prosedur dan
Keuangan Mikro - Biro pemberdayaan persyaratan kredit usaha
(LKM) kepada Perekonomian masyarakat
Petani dan/atau Bakorwil I-V
Nelayan

215
67 Ketersediaan - Dinas Service point, Permasalahan.
modal ventura bagi Koperasi dan Pelatihan, Investasi, - Sulitnya mekanisme,
struktur UKM, Co- working space dan prosedur dan
permodalan - Biro pemberdayaan persyaratan kredit usaha
Koperasi dan Perekonomian masyarakat
Usaha Kecil dan Bakorwil I-V
Menengah
C Pilar Ukuran Pasar
C.1 Dimensi Ukuran Pasar
68 Rasio Jumlah Dinas P3AK Isu
Penduduk Usia 17 - Bonus Penduduk
Tahun keatas
dibanding Jumlah
Penduduk
69 Presentase Dinas Program Penguatan Pemasalahan.
pertumbuhan nilai Perindustrian produksi dan - Lemahnya daya saing
ekspor dan restrukturisasi usaha ekspor;
Perdagangan - Rendahnya akses pelaku
usaha terhadap peluang
ekspor;
- Belum optimalnya
pengembangan sektor
unggulan berpotensi
ekspor;
- Belum optimalnya
pengendalian impor;
- Belum efisiennya
perdagangan dalam
negeri;
- Belum optimalnya
kerjasama perdagangan
internasional;
- Kurangnya promosi dan
kerjasama perdagangan
dalam dan luar negeri;

Isu.
- MEA

216
70 Persentase nilai Dinas Program Penguatan Pemasalahan.
neraca volume Perindustrian produksi dan - Lemahnya daya saing
perdagangan dan restrukturisasi usaha ekspor;
Perdagangan - Rendahnya akses pelaku
usaha terhadap peluang
ekspor;
- Belum optimalnya
pengembangan sektor
unggulan berpotensi
ekspor;
- Belum optimalnya
pengendalian impor;
- Belum efisiennya
perdagangan dalam
negeri;
- Belum optimalnya
kerjasama perdagangan
internasional;
- Kurangnya promosi dan
kerjasama perdagangan
dalam dan luar negeri;

Isu.
- MEA
IV ASPEK FAKTOR PENGUAT/ENABLING ENVIRONMENT
A Pilar Kelembagaan
A.1 Dimensi Tata Kelola Pemerintahan
71 Hasil penetapan Sekretariat - Menyelenggarak an Permasalahan.
tingkat kinerja Daerah pemerintahan yang - Belum optimalnya
penyelenggaraan Bersih, Efektif dan penerapan tata kelola
Pemerintah Daerah Anti Korupsi pemerintahan yang baik
secara Nasional dan pelayanan publik;
berdasarkan
Kementerian Isu.
Dalam Negeri Reformasi Birokrasi.
72 Hasil Indeks Sekretariat - Menyelenggarak an Permasalahan.
Reformasi Daerah pemerintahan yang - Belum optimalnya
Birokrasi Bersih, Efektif dan penerapan tata kelola
berdasarkan Anti Korupsi pemerintahan yang baik
Kementerian PAN dan pelayanan publik;-
dan RB
Isu.
Reformasi Birokrasi.

217
73 Hasil hasil evaluasi Sekretariat Menyelenggarak an Permasalahan.
Sistem Daerah pemerintahan yang - PD di lingkungan
Akuntabilitas Bersih, Efektif dan pemerintah daerah
Kinerja Pemerintah Anti Korupsi tersebut belum
(SAKIP) menyadari pentingnya
berdasarkan implementasi SAKIP;
Kementerian PAN - Masih banyak Kepala
dan RB Daerah yang belum
memahami sepenuhnya
bagaimana cara
melakukan sinkronisasi
antara janji politik
dengan dokumen RPJMD
74 Indeks Sistem Dinas Kominfo Aplikasi E Permasalahan.
Pemerintahan Government berbasis - Kurangnya pemahaman
Berbasis CETTAR (Aplikasi penyelenggara akan
Elektronik (SPBE) CETTAR) pentingnya pemerintahan
berdasarkan tentang berbasis SPBE.
Kementerian PAN
dan RB Isu.
Reformasi Birokrasi.
75 hasil Indeks Sekretariat Menyelenggarak an Permasalahan.
Persepsi Anti Daerah pemerintahan yang - PD di lingkungan
Korupsi (IPAK) Bersih, Efektif dan pemerintah daerah
Tingkat Provinsi Anti Korupsi tersebut belum
menyadari pentingnya
implementasi SAKIP;
- Masih banyak Kepala
Daerah yang belum
memahami sepenuhnya
bagaimana cara
melakukan sinkronisasi
- antara janji politik
dengan dokumen RPJMD
76 Capaian Indeks - Bakesbangpol Upaya peningkatan, Permasalahan.
Demokrasi pemajuan, - Kurangnya kesadaran
Indonesia (IDI) perlindungan, masyarakat untuk
Tingkat Provinsi pemenuhan dan berdemokrasi dalam
penegakan HAM proses politik;
- Kurang berdayanya
kelembagaan demokrasi
dan rendahnya upaya
peningkatan, pemajuan,
perlindungan,
pemenuhan dan

218
penegakan HAM.

78 Tingkat - Dinas Pol PP Ketentraman dan Permasalahan.


penyelesaian Ketertiban serta - Masih rendahnya
pelanggaran K3 Perlindungan koordinasi dan konsultasi
(ketertiban, masyarakat. antarpihak terkait dalam
ketentraman, penanganan keamanan
keindahan dan ketertiban;
- Masih terjadinya
demonstrasi dalam
penyampaian aspirasi;
- Rendahnya kesadaran
masyarakat terhadap
ketertiban umum;
- Dan Rendahnya sarana
prasarana pendukung
operasional ketentraman
dan ketertiban umum
B Pilar Infrastruktur.
B.1 Dimensi Infrastruktur Taransportasi.
Rasio panjang Dinas Penanganan Jalan - Masih minimnya
jalan dengan Pekerjaan dan Jembatan pemenuhan saranadan
jumlah kendaraan Umum Bina prasaranalayanan
bermotor Marga transportasi, kebutuhan
kelayakanjalan yang
belum memenuhi standar
dan etidakseimbangan
tingkat pertumbuhan
kendaraan dengan
peningkatan kapasitas
jalan serta belum
optimalnya angkutan
massal dan logistic antar
wilayah.
- Belum tuntasnya
pembangunan
JalurLintas Selatan (JLS)
Jawa Timur serta belum
optimalnya
pengembangan

219
pelabuhan–pelabuhandi
pesisir selatan dan akses
menuju pelabuhan.

80 Rasio panjang Dinas Penanganan Jalan - Masih minimnya


jalan kondisi baik Pekerjaan dan Jembatan pemenuhan sarana dan
dibanding total Umum Bina prasarana layanan
panjang jalan Marga transportasi, kebutuhan
(tidak kelayakan jalan yang
termasuk jalan tol) belum memenuhi standar
dan ketidakseimbangan
tingkat pertumbuhan
kendaraan dengan
peningkatan kapasitas
jalan sertabelum
optimalnya angkutan
massal dan logistic
antarwilayah.
- Belum tuntasnya
pembangunan Jalur
Lintas Selatan (JLS)
Jawa Timur serta belum
optimalnya
pengembangan
pelabuhan– pelabuhan di
pesisir selatan dan akses
menuju pelabuhan.
B.2 Dimensi Infrastruktur Air Bersih, RTH dan Kelistrikan
Dimensi Keuangan Daerah

220
81 Persentase rumah Dinas Penyelenggaraan - Belum terpenuhinya
tangga berakses air Perumahan Perumahan dan kebutuhan air baku
minum layak Rakyat, Kawasan Permukiman untuk kegiatan domestik
Kawasan masyarakat, pertanian,
Permukiman industri, dan kegiatan
dan Cipta lainnya;
Karya - Belum terpenuhinya
pemenuhan cakupan
layanan air minum di
perkotaan, perdesaan,
lintas wilayah dan daerah
rawan air khususnya
kawasan yang tidak
memiliki potensi sumber
airmasih di wilayah
Madura dan Kawasan
Pesisir Utara Jawa Timur
82 Besar persentase - Dinas Penataan Lingkungan Permasalahan.
Koefisien Daerah Lingkungan dan Perlindungan - Belum optimalnya
Hijau (KDH) Hidup. Sumber Daya Alam pemanfaatan dan
- Dinas pengolahan potensi
Penataan sumberdaya mineral yang
Ruang. berwawasan lingkungan;
- Tingginya penambangan
tanpa ijin yang
menimbulkan kerusakan
Lingkungan
83 Rasio elektrifikasi. Dinas ESDM Peningkatan Rasio Permasalahan.
Elektrifikasi - Belum optimalnya
konsumsi listrik, masih
dominan untuk
kebutuhan rumah
tangga;
- Belum meratanya akses
infrastruktur
ketenagalistrikan;
- Masih rendahnya rasio
elektrifikasi di beberapa
wilayah.
C Pilar Perekonomian Daerah
C.1 Dimensi Keuangan Daerah

221
84 Pertumbuhan - Biro Supplay Demand Permasalahan.
ekonomi Perekonomian Channel - Belum berkembangnya
; daya saing Ekonomi yang
- Dinas menumbuhkan industri
Perindustrian unggulan Jawa Timur
dan Seiring berkembangnya
Perdagangan;
- Dinas isu
Koperasi dan - deindustrialisasi
UKM. prematur di era revolusi
Industri 4.0.
- industrialisasi potensi
masa depan yang
mengarah pada bidang
maritim,
- Rendahnya daya saing
industri;
- Tingginya
ketergantungan pada
bahan baku impor.
85 Indeks Kapasitas BPKAD Optimalisasi kapasitas Permasalahan.
Fiskal daerah fiskal daerah. - Lemahnya akses
pembiayaan bagi KUKM
(pemberdayaan koperasi
perempuan, koperasi
nelayan dan koperasi
petani);
86 Persentase Bapenda Pengendalian Permasalahan.
penurunan/pening operasional, - Kurangnya kesadaran
katan nilai PAD administrasi pajak, wajib pajak.
terhadap total dan retribusi daerah
pendapatan daerah
dari tahun
sebelumnya
87 Persentase - BPKAD Pemenuhan pelayanan Permasalahan.
penurunan/pening - Bapenda dasar dan - Tidak efektif dan
katan anggaran peningkatan daya efisiennya anggaran.
pemerintah daerah saing daerah,
(APBD) terhadap melalui penguatan
PDRB atas dasar akses pelayanan
harga berlaku dasar, optimalisasi
(ADHB) dari tahun pendapatan daerah
sebelumnya non APBD dan
peraturan daerah
C.2 Dimnsi Stabilitas Ekonomi

222
92 Nilai PDRB per - Biro - Kebijakan Permasalahan.
kapita atas dasar Perekonomian pembangunan yang - Masih terdapat
harga berlaku - Dinas memprioritaskan ketimpangan PDRB antar
(ADHB) untuk Perindustrian pada daerah yang kabupaten/kota
tahun dan relatif tertinggal
terakhir Perdagangan; tanpa mengabaikan
- Dinas KUKM daerah yang sudah
maju dan tumbuh
pesat;
- konsolidasi antar
daerah atau
kabupaten dengan
pemerintahan
provinsi perlu
dilakukan dengan
membuat
perencanaan
pembangunan yang
jelas agar
pelaksanaan
pembangunan dapat
terlaksana secara
menyeluruh
sehingga pemerataan
pembangunan dapat
tercapai dan
ketimpangan
terhadap
pembangunan
ekonomi dapat
diminimalisir;
- membangun
konektivitas ekonomi
antar daerah dengan
pembangunan
93 Jumlah nilai - Dinas Service point, Permasalahan.
investasi berskala Koperasi dan Pelatihan, Investasi, - Tingginya
nasional PMDN UKM, Co- working space dan kesenjangan/lag antara
Berdasarkan Data - Biro pemberdayaan minat investasi (NIB) dan
Terakhir Perekonomian masyarakat realisasi investasi;
- Bakorwil I-V - Rendahnya Daya Saing
Penanaman Modal;
- Iklim Penanaman Modal
Yang Kurang Kondusif;
- Kurang tersedianya data

223
daninformasi Penanaman
Modal yang memadai;
- Kurangnya Optimalnya
Promosidan Kerjasama
Penanaman modal;
- Lemahnya pengendalian
pelaksanaan penanaman
modal; dan,
- Kurangnya pemanfaatan
teknologi informasi yang
mendukung kemudahan
penanaman modal.

94 Jumlah nilai - Dinas Service point, Permasalahan.


investasi berskala Koperasi dan Pelatihan, Investasi, - Tingginya
nasional PMA UKM, Co- working space dan kesenjangan/lag
Berdasarkan Data - Biro pemberdayaan antaraminat investasi
Terakhir Perekonomian masyarakat (NIB) danrealisasi
- Bakorwil I-V investasi;
- Rendahnya Daya Saing
Penanaman Modal;
- Iklim Penanaman Modal
Yang Kurang Kondusif;
- Kurang tersedianya data
dan informasi
Penanaman Modal yang
memadai;
- Kurangnya Optimalnya
Promosidan Kerjasama
Penanaman modal;
- Lemahnya pengendalian
pelaksanaan penanaman
modal; dan,
- Kurangnya pemanfaatan
teknologi informasi yang
mendukung kemudahan
penanaman modal.
95 Persentase Dinas Koperasi - Penguatan produksi Permasalahan.
peningkatan/penur dan UKM dan restrukturisasi - Rendahnyadaya saing
unan UMKM usaha KUKM;
terhadap UKM dari - Lemahnya akses
tahun pembiayaan bagi KUKM
sebelumnya (pemberdayaan koperasi
perempuan, koperasi
nelayan dan koperasi

224
petani);
- Kurang optimalnya
kelembagaan dan
pengawasan bagi KUKM;
- Belum optimalnya akses
pemasaranbagi KUKM;
- Lemahnya
restrukturisasi usaha
(OVOP, communal
branding, standarisasi,
inklusi UKM dan retail
modern);
- Lemahnya ekosistem
digital bagi KUKM;
- Rendahnya kualitas SDM
KUKM (program vokasi);
- Rendahnya minat kaum
milenial dalam
berkoperasi;
- Rendahnya akurasi data
KUKM.
96 Persentase Angka - Dinas Penanggulangan Permasalahan.
Kemiskinan dari Pemberdayaa Kemiskinan - Belum optimalnya
tahun terakhir n Masyarakat penggunaan basis data
dan Desa terpadu dalam upaya
- Dinas penanggulangan
Perindustrian kemiskinan;
dan - Masih Tingginya angka
Perdagangan, kemiskinan di perdesaan
- Dinas dibandingkan angka
Pertanian dan kemiskinan perkotaan;
Ketahanan
Pangan
- Dinas
Kelautan dan
Perikanan
- Dinas
Peternakan
Dinas
Perkebunan
- Dinas
Perpustakaan
dan
Kearsipan

225
93 persentase Nilai Dinas Program Prasarana Permasalahan.
Tukar Petani (NTP) Pertanian dan dan Sarana Pertanian - Nilai tambah produksi
Ketahanan Pengolahan dan hasil pertanian rendah;
Pangan Pemasaran - Belum optimalnya
produksi dan
produktivitas pertanian
(tanaman pangan dan
hortikultura);
- Belum optimalnya
kualitas mutu, produk,
komoditas, Sumber Daya
Manusia (SDM) aparatur
dan non aparatur serta
sarana dan prasarana
pertanian;
- Belum optimalnya
ketersediaan dan
penggunaan benih/bibit
unggul bersertifikat;
- Rendahnya pola
kemitraan kelembagaan
petani dan/atau
pengembangan
- usaha pertanian;
Pertanian tanaman
pangan dan hortikultura:
- Rendahnya ketersediaan
prasarana dan sarana
pertanian;
- Belum optimalnya nilai
tambah produk tanaman
pangan dan hortikultura;
- Kurangnya implementasi
sinergi antarsektor
antarwilayah dalam
pengembangan pertanian
(agropolitan / Kawasan
Pertanian Terpadu); dan
- Tingginya alih fungsi
lahan pertanian.

226
94 Indeks Ketahanan Dinas Program Prasarana Permasalahan.
Pangan (IKP) tahun Pertanian dan dan Sarana Pertanian - Nilai tambah produksi
terakhir Ketahanan Pengolahan dan hasil pertanian rendah;
Pangan Pemasaran - Belum optimalnya
produksidan
produktivitas pertanian
(tanaman pangan dan
hortikultura);
- Belum optimalnya
kualitas mutu, produk,
komoditas, Sumber Daya
Manusia (SDM)
aparaturdan non
aparatur serta sarana
danprasarana pertanian;
- Belum optimalnya
ketersediaan dan
penggunaan benih/bibit
unggul bersertifikat;
- Rendahnya pola
kemitraan kelembagaan
petani dan/atau
pengembangan usaha
pertanian;
- Pertanian tanaman
pangan dan hortikultura:
- Rendahnya ketersediaan
prasarana dan sarana
pertanian;
- Belum optimalnya Nilai
tambah produk tanaman
pangan dan hortikultura;
- Kurangnya implementasi
sinergi antarsektor
antarwilayah dalam
pengembangan pertanian
(agropolitan / Kawasan
Pertanian Terpadu); dan
- Tingginya alih fungsi
lahan pertanian.

227
3.15. Provinsi Banten
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Provinsi Banten yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000,
terdiri atas 8 (delapan) kabupaten/kota yang memiliki potensi kekayaan sumber daya
alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Posisinya sangat strategis karena
terletak pada lintasan perdagangan nasional dan internasional yakni Selat Sunda
yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Selain itu Provinsi Banten
yang berdekatan dengan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara, juga
merupakan pintu gerbang yang menghubungkan antara Pulau Jawa dengan Pulau
Sumatera.

Gambar 3.19. Peta Administratif Provinsi Banten (Sumber:


https://petatematikindo.wordpress.com/2 013/03/24/administrasi-provinsi- banten/)

228
Aspek daya saing yang paling tinggi dari Provinsi Banten adalah Ekosistem Inovasi dan
Faktor penguat. Aspek ekosistem inovasi terdiri dari pilar kesiapan teknologi, pilar
kapasistas inovasi dan pilar dinamika bisnis. Di antara ketiga pilar tersebut, Kesiapan
teknologi merupakan pilar yang skor IDSD paling tinggi (5,0) didukung oleh dimensi
telematika dan teknolog. Sementara itu, kapasitas inovasi yang didukung oleh dimensi
interaksi dan keberagaman, penelitian dan pengembangan, serta komersialisasi masih
perlu banyak ditingkatkan walaupun masih di atas rata-rata.
Aspek yang lain yang menjadi kelebihan Provinsi Banten adalah faktor penguat yang
didukung oleh pilar kelembagaan, infrastruktur, dan perekonomian daerah. Dengan
tingkat akuntabilitas kinerja 2018 dan 2019 berturut-turut 60,20 dan 65,56 (Katagori
B), status Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah peringkat 16 pada tahun 2019,
dan indek reformasi birokrasi 60,12 (Katagori B), memungkinkan Pemerintah Provinsi
Banten mengelola pemerintahan yang baik untuk kesejahteraan masyarakat, yang
juga juga didukung pilar infrastruktur dan perekonomian daerah yang sudah
memadai dengan skor IDSD di atas 3.0 (Gambar 2 dan 3).
Selain kelebihan yang ada, Provinsi Banten memiliki sejumlah kekurangan terutama
pada aspek sumberdaya manusia dan faktor pasar, di antaranya adalah
permasalahan kesehatan seperti gizi buruk dan stunting, serta masih tingginya tingkat
kemiskinan dan Tingkat Pengangguran Terbuka, yaitu belum optimalnya penyerapan
tenaga kerja diantara banyaknya usaha mikro, kecil, menengah dan industri besar
yang ada di Provinsi Banten. Realisasi indikator makro pembangunan pada Tahun
2019 menunjukkan IPM 72,44 point, Tingkat kemiskinan 4,94% (641.420 jiwa),
Pertumbuhan ekonomi 5,41%, dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,11%, Gini
Rasio 0,361, dan Inflasi 3,73% (BPS Provinsi Banten, 2020).
PDRB Provinsi Banten Tahun 2019 atas dasar harga berlaku sebesar 664,96 triliun
rupiah. Tiga sektor utama penyumbang PDRB Provinsi Banten terbesar adalah adalah
sektor industri pengolahan sebesar 203,41 triliun rupiah (30,59%), disusul sektor
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 85,48 triliun
rupiah (12,85%) dan sektor konstruksi sebesar 73,50 triliun rupiah (11,05%) (BPS
Provinsi Banten, 2020).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
mengamanatkan penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat dalam rangka peningkatan daya saing
daerah. Untuk mewujudkan peningkatan daya saing daerah, Pemerintah Provinsi
Banten menyusun Program/kegiatan yang telah ditetapkan dalam dokumen
229
perencanaan daerah seperti RPJMD dan RKPD sebagai upaya pemberian pelayanan,
pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat di Provinsi Banten.

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


1. Aspek Ekosistem Inovasi
Upaya pemerintah daerah dalam mendukung pertumbuhan usaha di Provinsi Banten
sudah baik yaitu dengan diterbitkannya regulasi daerah berupa Pergub dan Perda
Provinsi Banten serta Perbup/Perwal dan Perda Kab/Kota. Pelaku industri di Provinsi
Banten sebanyak 23,9% telah memanfaatkan regulasi insentif pajak. Iklim usaha yang
perlu di kembangkan adalah pola usaha perusahaan pemula berbasis teknologi
(PPBT/startup), sehingga perlu dukungan inkubator baik dari lembaga swasta
maupun perguruan tinggi Pada Tahun 2019, nilai indeks inovasi daerah dalam
kategori sangat inovatif (14230) sangat mendukung pilar kapasitas inovasi. Jumlah
artikel yag dihasilkan dan jumlah penelitian ada pada nilai maskimal.namun pada
aspek kolaborasi dan kerjasama antara perguruan tinggi,lembaga dan litbang dengan
pemerintah daerah dan dunia usaha masih belum maksimal. Potensi yang belum digali
juga ada pada penelitian yang berbasis produk unggulan daerah. ke depannya dalam
usaha meningkatkan daya saing daerah perlu jalinan kerjasama dan kolaborasi antar
institusi terutama dalam kajian atau kegaiatan yang berbasis produk ungguulan
daerah,sehingga akan menaikan nilai jual hasil produk yang bisa diarahkan untuk
komersialisasi kedepannya.
Pilar kesiapan teknologi di Provinsi Banten sudah cukup baik dimana penggunaan
internet dan HP/telepon sudah diatas 70% begitupun dengan jumlah teknologi di
daerah sudah banyak hasil yang dilaksanakan. Kedepannya angka 70% masyarakat
kita sudah melek internet perlu di edukasi lagi dalam segi kebermanfaatan
penggunaan internet bahwa kondisi dunia yang semakin tidak tersekat ini perlu
dimanfaatkan dalam pengembangan usaha dan meningkatkan kapasitas/skill dengan
lebih mudah mendapatkan ilmu lewat informasi digital.

2. Aspek Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas diyakini secara luas sebagai faktor
terpenting penentu daya saing suatu negara atau daerah. Oleh karenanya,
pembangunan SDM menjadi salah satu fokus utama RPJMD Provinsi Banten Tahun
2017-2022. Dalam RPJMD tersebut, pembangunan SDM tertuang pada dua misi

230
pembangunan, yaitu misi ke-3 dan misi ke-4: Meningkatkan Akses dan Pemerataan
Pendidikan Berkualitas, serta Meningkatkan Akses dan Pemerataan Pelayanan
Kesehatan Berkualitas. Sebagai fokus pembangunan daerah, di samping karena
amanat Undang-Undang, belanja daerah diarahkan pada pembangunan pendidikan
dan Kesehatan untuk meningkatkan kualitas SDM daerah, dengan prioritas pada
faktor-faktor yang memberikan daya ungkit optimal.
Keberhasilan dalam upaya pembangunan pendidikan dan Kesehatan dapat dilihat
dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2019, IPM Banten mencapai
72,44, atau meningkat 0,49 poin dibandingkan capaian tahun 2018 yang sebesar
71,95. Capaian IPM tersebut berada pada peringkat 8 secara nasional, atau peringkat
ke-4 provinsi di Pulau Jawa.
Peningkatan IPM Banten terjadi pada semua komponen pada tiga dimensi dasar
pembentuk IPM. Umur Harapan Hidup warga masyarakat Banten tahun 2019, pada
dimensi umur panjang dan hidup sehat, mencapai 69,84 tahun, meningkat
dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 69,64 tahun. UHH yang meningkat
mencerminkan Angka Kematian Bayi/Balita (AKB) dan Angka Kesakitan yang relatif
rendah. Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah, pada dimensi
pengetahuan, juga meningkat. Harapan Lama Sekolah pada tahun 2019 telah
mencapai 12,88 tahun, meningkat dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 12,85
tahun. Rata-rata Lama Sekolah pada tahun 2019 telah mencapai 8,74 tahun,
meningkat dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 8,62 tahun. Demikian halnya
dimensi standar hidup layak. Pengeluaran per Kapita Disesuaikan masyarakat Banten
pada tahun 2019 mencapai 12,3 juta per tahun, meningkat dibandingkan tahun 2018
yang sebesar 11,9 juta per tahun.
Meskipun secara capaian meningkat, pembangunan manusia di Provinsi Banten
masih memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat dari kesenjangan
antar daerah kabupaten/kota yang masih relatif tinggi, termasuk kesenjangan gender,
masih adanya beberapa kabupaten/kota dengan prevalensi stunting yang tinggi, Rasio
puskesmas per 100.000 (seratus ribu) penduduk yang masih belum optimal, Rasio
rumah sakit umum per 100.000 (seratus ribu) penduduk yang masih belum memadai,
tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), terutama dari lulusan SMK, serta APK
perguruan tinggi yang masih relatif rendah.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, Pemerintah Provinsi Banten telah melakukan
beberapa upaya. Dalam rangka mengurangi kesenjangan antar kabupaten/kota,
Pemerintah Provinsi Banten menerapkan prinsip afirmasi dalam mengalokasikan
bantuan keuangan dan menetapkan lokasi-lokasi untuk kegiatan prioritas, terutama
231
untuk daerah entas. Untuk mengatasi kesenjangan gender, Pemerintah Provinsi
Banten secara terus menerus memperkuat pengarusutamaan gender dalam
pembangunan melalui kebijakan formal dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi
Banten Nomor 10 tahun 2005 tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan
Daerah dan Peraturan Gubernur Banten Nomor Nomor 80 Tahun 2014 tentang
Percepatan Pengarustamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran
Responsif Gender di Provinsi Banten. Upaya Pengarusutamaan Gender ini diapresiasi
oleh Pemerintah dengan anugerah Parahita Ekapraya Kategori Utama sebanyak enam
kali berturut-turut sejak 2015 (https://diskominfo.bantenprov.go.id/post/raih-
penghargaan-ape-6-kali-wagub-bukti- pembangunan-banten-responsif-gender).
Upaya mengurangi prevalensi stunting, Pemerintah Provinsi secara aktif melakukan
monitoring terhadap aksi konvergensi intervensi penurunan stunting. Sedangkan
untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas Kesehatan, Pemerintah
Provinsi Banten memberikan specific grant kepada Kabupaten/Kota untuk
membangun fasilitas kesehatan tingkat pertama, serta akan membangun rumah sakit
di Banten bagian Selatan.
Pada bidang Pendidikan, untuk mengurangi TPT lulusan SMK, Pemerintah Provinsi
meningkatkan revitalisasi SMK, termasuk membangun ruang praktek siswa untuk uji
kompetensi, bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri dalam rangka
meningkatkan kompetensi, dan merevitalisasi BLKI. Sedangkan untuk meningkatkan
APK Perguruan Tinggi sekaligus mengatasi kekurangan tenaga Kesehatan, Pemerintah
Provinsi Banten aktif mendorong Universitas Sultan Ageng Tirtayasa untuk membuka
fakultas Kesehatan, dengan memberikan hibah. Pemerintah Provinsi Banten juga
akan memberikan beasiswa bagi warga masyarakat Banten, yang akan menjadi tenaga
Kesehatan, untuk menempuh Pendidikan di sana.

3. Aspek Pasar
Provinsi Banten mampu berkompetisi dalam negeri jika dilihat dari kelembagaan
pelaku usaha kelompok tani dan gabungan kelompok tani aktif dan pelaku Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang semuanya aktif. Selan itu juga kontribusi
pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tergolong tinggi 95,01%. Namun
stabilitas pasar masih rendah karena regulasi penekan inflasi dan indeks gini masih
rendah.
Kelebihan lain dari aspek pasar di Provinsi Banten adalah tenaga kerja. Persentase
jumlah tenaga kerja terdidik terhadap total angkatan kerja dan persentase pekerja
232
penuh Waktu dalam Seminggu tergolong tinggi berturut-turut 91,89% dan 79,37%.
Akses keuangan yang mudah bagi dunia usaha juga memungkinkan pertumbuhan
pasar yang cepat. Semua Bank di Daerah dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
yang memberi layanan pinjaman kepada dunia usaha dan UMKM.
Dari aspek ukuran pasar Provinsi banten juga termasuk katagori tinggi. Rasio Jumlah
Penduduk Usia 17 Tahun keatas dibanding Jumlah Penduduk adalah 73,93%,
Sementara pertumbuhan nilai ekspor 8,43% dan persentase nilai neraca volume
perdagangan 100%. Dengan demikian dari aspek pasar, Provinsi Banten memiliki daya
saing yang tinggi.

4. Aspek Enabling/Penguat
Aspek Faktor Penguat/Enabling Environment terdiri atas tiga pilar, enam dimensi, dan
24 (dua puluh empat) indikator. Pada pilar kelembagaan Pemerintah Provinsi Banten
mendapatkan sejumlah nilai yang cukup hingga tinggi untuk Dimensi Tata Kelola
Pemerintahan. Dengan capaian yang tinggi untuk tingkat kinerja penyelenggaraan
Pemda (2,8319), Indeks Persepsi Anti Korupsi (2), dan Indeks Demokrasi (73,78),
sementara yang lainnya sedang/cukup untuk Indeks Reformasi Birokrasi (60,12),
SAKIP (B), dan SPBE (1,83).
Adapun untuk Dimensi Keamanan dan Ketertiban, Pemerintah Provinsi Banten
mendapatkan level yang tertinggi, baik untuk tingkat penyelesaian pelanggaran K3
(100%) maupun untuk Penegakan Perda (75%). Hal ini menunjukkan Pemerintah
Provinsi Banten secara Pilar Kelembagaan memiliki daya saing daerah yang baik
dalam membentuk sejumlah sektor unggulan/andalannya, baik industri pengolahan,
perdagangan besar dan eceran, maupun transportasi dan perdagangan. Namun tentu
saja beberapa indikator yang masih cukup/sedang perlu ditingkatkan.
Pemerintah Provinsi Banten telah menyiapkan berbagai infrastruktur baik
transportasi, air bersih, RTH dan Kelistrikan. Untuk Rasio Panjang Jalan Kondisi
Baik, Koefisien Daerah Hijau, dan Rasio Elektrifikasi mempunyai nilai yang tinggi
yaitu secara berurutan 78,53%, 20,095%, dan 99,20%. Adapun untuk Rasio Panjang
Jalan dengan Jumlah Kendaraan Bermotor, dan Persentase Rumah tangga Berakses
Air Minum Layak, mempunyai nilai yang cukup/sedang yaitu secara berurutan dan
816,47 Unit/KM, dan 71,10%.
Pada Dimensi Keuangan Daerah, Pemerintah Provinsi Banten mendapatkan sejumlah
nilai tinggi, baik untuk pertumbuhan ekonomi (5,532%) dan Indeks Kapasitas Fiskal

233
Daerah (1,135). Namun untuk peningkatan nilai PAD terhadap total pendapatan
daerah dari tahun sebelumnya, dan peningkatan APBD terhadap PDRB ADHB masih
perlu ditingkatkan. Demikian pula untuk dimensi Stabilitas Ekonomi, Pemerintah
Provinsi Banten mendapatkan level yang tinggi hingga tertinggi pada sejumlah
indikator yaitu jumlah nilai investasi berskala nasional PMDN (Rp.
20.708.660.000.000), jumlah nilai investasi berskala PMA ($ 1.868.178.500), angka
kemiskinan (5,06%), dan Indeks Ketahanan Pangan (74,40).
Dengan kondisi sejumlah indikator pada Pilar Perekonomian Daerah tersebut di atas,
menunjukkan Pemerintah Provinsi Banten memiliki daya saing daerah yang baik
dalam membentuk sejumlah sektor unggulan/andalannya.
Selain itu, terdapat juga sektor-sektor yang menjadi unggulan di Provinsi Banten yang
disajikan dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 3.46. Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Banten


No. Sektor Kekuatan Peluang
Unggulan
1 Industri Memiliki 19 Kawasan Didukung Rencana Pengembangan Industri (PP
Pengolahan Industri No. 14/ Tahun 2015) Pengembangan Wilayah
Pusat Pertumbuhan Industri Cilegon Serang
Tangerang, dan termasuk Proyek Strategis
Nasional (Kawasan Industri Wilmar)
2 Perdagangan Memiliki jumlah tenaga Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan
besar dan kerja yang besar, dan Kota Tangerang Selatan termasuk dalam
eceran, daya beli masyarakat kawasan Jabodetabek dengan jumlah
reparasi yang tinggi. penduduk yang besar.
mobil dan Kepemilikan mobil dan
sepeda sepeda motor yang tinggi
motor (5.516.360 kendaraan
pada akhir tahun 2019)
3 Transportasi Pintu gerbang yang Garis pantai yang panjang memungkinkan
dan menghubungkan antara pembangunan TUKS (Terminal Untuk
perdagangan Pulau Jawa dengan Kepentingan Sendiri) pada sejumlah lokasi
Pulau Sumatera. industri.
Dapat diakses melalui Pembangunan sejumlah ruas jalan tol dan
darat (jalan tol), laut jalur kereta api (dan reaktivasi) termasuk
(pelabuhan) dan udara akses ke Bandara Soekarno Hatta.
(bandara).

234
3.16. Provinsi Nusa Tenggara Timur
A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Sebagai wilayah terdepan di Selatan Indonesia, posisi Nusa Tenggara Timur (NTT)
sangat strategis karena berbatasan darat dengan Timor Leste (sebelah Timur) dan
berbatasan laut dengan Australia (sebelah Selatan, Samudera Hindia/Lautan
Indonesia). Di sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan
sebelah Utara dengan Laut Flores. Secara geografis, Provinsi NTT merupakan provinsi
kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar, yakni Pulau Timor, Flores, Sumba, Alor,
dan Lembata, dengan luas wilayah daratan seluas 47.931,54 km2.

Gambar 3.20. Peta Administrasi Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT

Wilayah administratif Provinsi NTT sampai dengan kondis bulan Desember Tahun
2019, terdiri dari 21 Kabupaten dan 1 Kota, 309 Kecamatan, 327 Kelurahan dan 3.026
Desa (Permendagri, Nomor 72 Tahun 2019). Data demografis menunjukkan bahwa
jumlah penduduk Provinsi NTT Tahun 2019 sebanyak 5.439.367 jiwa, dengan laki-
laki 2.730.716 dan perempuan sebanyak 2.708.651 (Kemendagri, 2019). Jumlah ini
mengalami peningkatan sebesar 28.055 jiwa (0,52%) bila dibandingkan dengan tahun

235
2018 yaitu sebanyak 5.411.312 jiwa. Sedangkan, kepadatan provinsi NTT tahun 2019
mencapai 112 jiwa/km² dan proyeksi laju pertumbuhan penduduk tahun 2020
sebesar 1,56% (BPS NTT, 2020).
Dari jumlah penduduk tersebut, kondisi jumlah penduduk angkatan kerja pada tahun
2018 sebanyak 2.486.281 jiwa atau 70,17 % terhadap penduduk usia kerja (Penduduk
Usia Kerja 15 tahun ke atas sebanyak 3.543.119 orang) dengan lapangan usaha yang
paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian, diikuti sektor jasa dan
perdagangan (NTT dalam Angka, 2019). Dari jumlah tersebut, sebanyak 411.533 orang
atau 96,99% berstatus bekerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Agustus
2019 sebesar 3,35% dari total angkatan kerja. Angka ini naik 0,34 poin dibanding
Agustus 2018 sebesar 3,01%. Secara nasional TPT Indonesia pada Agustus 2018
mencapai 5,28% (Berita Resmi Statistik BPS, Keadaan Ketenagakerjaan NTT Agustus
2019). Di NTT, lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah
sektor pertanian diikuti oleh sektor jasa dan perdagangan. Sebanyak 639.223
penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja berstatus pekerja tidak dibayar (pekerja
keluarga).
Potensi sumber daya alam kemaritiman di wilayah Provinsi NTT berpeluang menjadi
lumbung garam nasional dengan dengan luas lahan 24.501 ha. Di samping itu, laut
NTT kaya akan hasil ikan dan rumput laut serta didukung pula dengan kondisi alam
NTT yang indah dan kekayaan budayanya yang beragam akan memberikan kontribusi
bagi pembangunan pariwisata. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi sektor
pariwisata yang didukung dengan lapangan usaha, akomodasi, makan minum dan
transportasi. Kontribusi sektor ini menunjukkan kenaikan yang cukup baik dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2017 kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB NTT
mencapai angka 0,74% meningkat pada tahun 2019 menjadi 0,94%. Sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan berkontrbusi paling besar (24,8%) dalam lapangan usaha
terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto. Meskipun sumber daya
alam berlimpah, namun NTT mempunyai kendala dalam hilirisasi komoditas.
Sebagian besar sumber daya alam masih dijual atau diekspor dalam bentuk bahan
baku. Untuk itu diperlukan hadirnya industri dan memerlukan peran investor dari
dalam dan luar negeri.

Hasil pengukuran Indeks Daya saing Daerah (IDSD) Provinsi NTT tahun 2020 yaitu
sebesar 3,083. Hal ini menjadi sangat penting untuk menarik investor guna
peningkatan nilai investasi di NTT. Perubahan atas kondisi ini memerlukan kerja
keras dan fokus dalam pemilihan komoditas untuk hilirisasi yang tentunya
236
harusberbasis inovasi teknologi dan memerhatikan berbagai aspek yang
memengaruhi nilai IDSD. Indeks aspek-aspek pembentuk IDSD Provinsi NTT tahun
2020 terlihat pada tabel 3 dan grafik 1 berikut ini:

Tabel 3.47. Indeks Aspek IDSD Provinsi NTT tahun 2020


No. Aspek Indeks
1 Faktor Penguat/Enabling Environment 3,192
2 Sumber Daya Manusia/Human Capital 2,884
3 Faktor Pasar/Market 3,187
4 Ekosistem Inovasi 3,068
Skor IDSD Provinsi NTT tahun 2020 3,083

Skor keempat aspek IDSD Provinsi NTT tahun 2020 di atas menunjukkan bahwa dari
aspek sumber daya manusia/human capital, yang memerlukan perhatian khusus
karena indeksnya masih rendah (2,884). Untuk meningkatkan aspek ini, maka pilar
pembentuk aspek tersebut yang harus menjadi perhatian serius Pemerintah Proinsi
NTT yaitu: Kesehatan, Pendidikan dan Keterampilan. Secara rinci, gambaran indeks
pilar pembentuk masing-masing aspek IDSD Provinsi NTT tahun 2020 yang perlu
menjadi perhatian untuk ditingkatkan yaitu yang memiliki indeks dibawah 3,000

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTT
tahun 2018-2023 telah ditetapkan 7 (tujuh) prioritas pembangunan sebagai berikut:
(1) penurunan tingkat kemiskinan dan stunting; (2) peningkatan pendapatan
masyarakat; (3) pelestarian lingkungan hidup; (4) pengembangan pariwisata dan
industri pariwisata; (5) penyelesaian infrastruktur jalan dalam waktu tiga tahun; (6)
peningkatan aksesbilitas dan kualitas SDM melalui pendidikan dan kesehatan; (7)
reformasi birokrasi. Pembangunan pariwisata di provinsi NTT menjadi primemover
program-program prioritas pembangunan daerah. Untuk itu harus didukung dengan
kolaborasi multi pihak guna mengembangkan potensi sektor andalan dari masing-
masing wilayah penyangga yang berada disekitar lokasi pariwisata, yaitu dengan
menghasilkan produk-produk unggulan daerah yang kompetitif dan berdaya saing
tinggi. Interpendensi dan keterkaitan antara berbagai sektor diharapkan dapat

237
menggerakkan roda pembangunan di provinsi NTT semakin lebih cepat dari waktu ke
waktu dan akhirnya meningkatkan IDSD provinsi NTT ditingkat nasional maupun
internasional. Produk unggulan daerah yang sesuai dengan sektor-sektor andalan
provinsi NTT terlihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 3.48. Produk unggulan daerah sesuai sektor andalan Provinsi NTT
No Sektor Andalan Produk Unggulan Daerah
1 Sektor pertanian Jagung, Sorgum, Bawang
2 Sektor peternakan Sapi, Kambing, Babi dan Ayam
3 Sektor perkebunan Kopi, Jambu Mente, Kakao
4 Sektor Kelautan dan Perikanan Garam, Ikan (Tuna dan Kerapu, Kakap Putih, Bandeng),
dan Rumput Laut
5 Sektor Kehutanan Kayu (Jati dan Cendana), HHBK (Bambu, Madu,
Marungga, Porang, dan Jahe Merah)
6 Sektor ekonomi kreatif Tenunan, Destinasi Pariwisata, dan Produk UMKM

Pemetaan sektor andalan diatas merupakan kekuatan yang mendukung


pengembangan aspek pasar/market melalui pengembangan produk unggulan daerah
dan differensiasi produk olahannya. Untuk itu, peningkatan aspek sumber daya
manusia dalam pengembangan produk olahan komoditas unggulan difokuskan pada
peningkatan pendidikan dan keterampilan yang menguasai inovasi dan teknologi.
Pemerintah daerah Provinsi NTT juga terus berkomitmen meningkatkan aspek
penguat/enebling environment (pilar kelembagaan, infrastruktur, dan perekonomian
daerah) dan aspek ekosistem inovasi (pilar dinamika bisnis, kapasitas inovasi dan
kesiapan teknologi). Penguasaan inovasi dan teknologi merupakan determinan utama
dalam menghasilkan differensiasi produk ikutan yang berkualitas, sehingga dapat
bersaing dengan produk-produk lainnya.
Dari pemetaan indeks pilar IDSD Provinsi NTT tahun 2020, penguatan produk olahan
komoditas unggulan berimplikasi terhadap penguatan pilar perekonomian daerah
(2,161) masih memerlukan terobosan inovasi untuk dikembangkan karena
memengaruhi indeks aspek pasar secara menyeluruh. Disamping itu, pilar lainnya
yang memiliki skor dibawah 3,000 juga tetap harus menjadi perhatian pemerintah
daerah provinsi NTT.

238
3.17. Provinsi Kalimantan Barat
A. Identifikasi Peluang/Kendala Dan Inventarisasi Urgensi
1. Letak Wilayah
Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara
garis 2o08 LU serta 3005 LS serta di antara 108o0 BT dan 114o10 BT pada peta bumi.
Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini, maka daerah Kalimantan Barat dilalui
oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0o) tepatnya di atas Kota Pontianak. Karena
pengaruh letak ini pula, maka Kalimantan Barat adalah salah satu daerah tropik
dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi. Ciri spesifik
lainnya adalah bahwa wilayah Kalimantan Barat termasuk salah satu Provinsi di
Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, yaitu Negara Bagian
Serawak, Malaysia Timur. Bahkan dengan posisi ini, daerah Kalimantan Barat secara
resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari negara asing
dengan telah terbukanya jalan darat antar Negara dari Pontianak-Entikong-Kuching
(Sarawak, Malaysia) sepanjang 400 km. Hal ini dapat memberikan peluang bagi
perekonomian antara dua negara dan dapat ditempuh sekitar 6 (enam) sampai 8
(delapan) jam perjalanan.
Batas-batas wilayah daerah Provinsi Kalimantan Barat, yaitu :
- Bagian Utara berbatasan langsung dengan Sarawak (Malaysia timur) dan
Provinsi Kalimantan Timur;
- Bagian Selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi Kalimantan Tengah;
- Bagian Timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur;
- Bagian Barat berbatasan dengan Laut Natuna (Provinsi Kepri) dan Selat
Karimata.
Untuk wilayah pesisir dan kepulauan terdiri atas Kabupaten dan Kota yang berada di
wilayah pesisir yakni Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Mempawah,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten
Ketapang, dan Kabupaten Kayong Utara. Sedangkan untuk wilayah pedalaman terdiri
atas Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten
Sekadau, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Landak, dan Kabupaten Ketapang.
Sementara itu, di sebelah utara Kalimantan Barat terdapat kabupaten yang
berbatasan langsung dengan negara Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten
Bengkayang Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu,
yang membujur sepanjang Pegunungan Kalingkang – Kabupaten Kapuas Hulu.

239
2. Luas Wilayah
Sebagian besar wilayah Kalimantan Barat merupakan daratan berdataran rendah
dengan luas sekitar 147.307 km2 atau 7,53 persen dari luas Indonesia atau 1,13 kali
luas pulau Jawa. Wilayah ini membentang lurus dari Utara ke Selatan sepanjang lebih
dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur. Dilihat dari luasnya wilayah,
maka Kalimantan Barat termasuk Provinsi terbesar ketiga setelah Provinsi Papua
(319.036 km2) dan Provinsi Kalimantan Tengah (153.564 km2), sedangkan keempat
adalah Provinsi Kalimantan Timur (129,873 km2 setelah Provinsi Kalimantan Utara
membentuk Provinsi baru yang beribukota di Tanjung Selor).

Gambar 3.21 Peta Batas Administrasi Provinsi Kalimantan Barat

Sedangkan luas wilayah Kalimantan Barat menurut Kabupaten/kota, maka yang


terbesar adalah Kabupaten Ketapang (31.240 km2) kemudian diikuti Kabupaten
Kapuas Hulu (29.842 km2) dan Kabupaten Sintang (21.638 km), sedangkan sisanya
tersebar pada 9 (sembilan) kabupaten/kota lainnya. Secara administratif Provinsi

240
Kalimantan Barat terdiri dari 14 (empat belas) Kabupaten/Kota yaitu 12 (dua belas)
Kabupaten dan 2 (dua) Kota. 14 (empat belas) kabupaten/kota ini terbagi menjadi 174
Kecamatan, 99 Kelurahan, dan 2031 Desa.

3. Topologi
Secara umum, daratan Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dan mempunyai
ratusan sungai yang aman bila dilayari, sedikit berbukit yang menghampar dari Barat
ke Timur sepanjang Lembah Kapuas serta Laut Natuna/Selat Karimatan Wilayah
daratan ini diapit oleh dua jajaran pegunungan yaitu, Pegunungan
Kalingkang/Kapuas Hulu di bagian Utara dan Pegunungan Schwaner di Selatan
sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Dipengaruhi oleh daratan
rendah yang amat luas, maka ketinggian gunung- gunung di Kalimantan Barat relatif
rendah dan non aktif. Adapun gunung yang paling tinggi adalah gunung Baturaya di
Kecamatan Ambalau Kabupaten Sintang dengan ketinggian 2.278 meter dari
permukaan laut dan terendah adalah gunung Cabang dengan ketinggian 103meter di
Kecamatan Pulau Maya Karimata Kabupaten KayongUtara. Sekitar 29,21 persen atau
4.287.880 Ha wilayah Provinsi Kalimantan Barat berada pada kelas lereng <2 persen
atau cenderung landai. Sementara itu sekitar 33,34 persen atau Ha berada pada kelas
lereng 2-15 persen atau cenderung bergelombang. Sedangkan 21,31 persen atau
3.127.844 Ha wilayah Provinsi Kalimantan Barat berada kelas lereng 15-40 persen
atau cenderung curam dan sekitar 16,15 persen atau 2.370.634 Ha wilayah Provinsi
Kalimantan Barat berada pada kelas lereng >40 persen atau cenderung sangat curam.

241
Gambar 3.22 Peta Kelas Lereng Provinsi Kalimantan Barat

4. Daerah Aliran Sungai dan Danau


Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dijuluki Provinsi Seribu
Sungai. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai
besar dan kecil yang merupakan sarana transportasi daerah pedalaman, walaupun
prasarana jalan darat telah menjangkau sebagian besar wilayah kecamatan.
Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama
untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat
menjangkau sebagian besar kecamatan. Sungai besar utama di Kalimantan Barat
yaitu Sungai Kapuas, yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia (1.086 km),
sepanjang 942 km dapat dilayari. Sungai-sungai besar lainnya yaitu Sungai Melawi,

242
(dapat dilayari 471 km), Sungai Pawan (197 km), Sungai Kendawangan ( 128 km),
Sungai Jelai (135 km), Sungai Sekadau (117 km), Sungai Sambas (233 km), Sungai
Landak (178 km).
Jika sungai-sungai sangat menonjol jumlahnya di Kalimantan Barat, maka sebaliknya
yang terjadi dengan danau. Danau yang ada hanya dua dan cukup berarti yaitu Danau
Sentarum dan Danau Luar I yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu. Danau
Sentarum mempunyai luas 117.500 hektar yang kadang-kadang nyaris kering apabila
di musim kemarau, serta Danau Luar I yang mempunyai luas sekitar 5.400 hektar.
Kedua danau ini mempunyai potensi perikanan yang baik dan sebagai objek
pariwisata.

Gambar 3.23 Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Kalimantan Barat

5. Gunung-Gunung
Wilayah Kalimantan Barat dipengaruhi oleh dataran rendah yang amat luas, maka
ketinggian gunung yang ada relatif rendah serta non aktif. Gunung yang paling tinggi
adalah gunung Baturaya di Kecamatan Serawai Kabupaten Sintang dengan ketinggian
2,778 meter dari permukaan laut, jauh lebih rendah dibandingkan Gunung Semeru

243
(Jatim,3.676 meter) atau Gunung Kerinci (Jambi, 3.805 meter). Gunung Lawit yang
berlokasi di Kapuas Hulu, Kec. Embaloh Hulu hanya menempati urutan tertinggi
ketiga dengan ketinggian 1.767 meter. Sedangkan tertinggi kedua adalah Gunung
Batusambung (Kec. Ambalau) dengan ketinggian mencapai 1.770 meter.

6. Geologi
Dilihat dari tekstur tanahnya, sebagian besar daerah Kalimantan Barat memiliki jenis
tekstur tanah Sedang yakni seluas 6.714.126 Ha, sementara 3.439.943 Ha
merupakan jenis tekstur tanah halus, 2.762.006 Ha merupakan jenis tekstur tanah
Kasar, 1.543.752 Ha merupakan jenis tekstur tanah Gambut dan 220.873 Ha
merupakan jenis tekstur tanah rawa, dapat dilihat pada Gambar 1.4 Peta Gambut
Provinsi Kalimantan Barat.

Gambar 3.24 Peta Gambut Provinsi Kalimantan Barat

Sementara itu pada Gambar 1.4 dapat dilihat dari kandungan tanah, sebesar
5.806.633 Ha memiliki kandungan tanah Kwarter. Sedangkan 3.102.464 Ha memiliki
kandungan tanah Carboniferous jenis Effusive, dan 1.468.680 Ha memiliki

244
kandungan tanah intrusif dan plutonik asam. Beberapa wilayah lainnya memiliki
kandungan tanah Naegon, Kapur, Jura, Trias, Permokarbon Trias Atas, dan beberapa
jenis Carboniferus
lainnya.

Gambar 3.25 Peta Jenis Tanah Wilayah Provinsi Kalimantan Barat

7. Kependudukan
Berdasarkan data Agregat Kependudukan yang terdapat pada Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Provinsi Kalimantan Barat, jumlah penduduk Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2019 semester I berjumlah sekitar5.427.075 jiwa yang terdiiri dari jenis
kelamin laki-laki sebanyak 2.792.628 jiwa 51,46 % dan jenis kelamin perempuan
sebanyak 2.634.447 jiwa atau 48,54 %. Dengan luas wilayah147.307 Km2, maka
kepadatan penduduk Kalimantan Barat tahun 2019 yaitu sekitar 37 jiwa per kilometer
persegi.
Berdasarkan data sebaran penduduk, pada tahun 2019 (Semester I) Kota Pontianak
merupakan daerah dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar yaitu sebesar 6.188
jiwa per kilometer persegi. Sedangkan Kabupaten Kapuas Hulu merupakan daerah
dengan tingkat kepadatan penduduk terkecil yaitu hanya sebesar 8 jiwa per kilometer
persegi. Jika dilihat dari jumlah penduduk tiap kabupaten kota di Kalimantan Barat,
Kota Pontianak memiliki proporsi jumlah terbanyak yaitu 667.053 jiwa, dan
Kabupaten Kayong Utara yang memiliki proporsi jumlah penduduk terkecil yaitu

245
sebanyak 126.599 jiwa. Data jumlah dan kepadatan penduduk per Kabupaten/
Kota di Kalimantan Barat Tahun 2019 tercantum dalam Tabel 1.1.

Tabel 3.49 Jumlah dan Kepadatan Penduduk PerKabupaten/Kota di Kalimantan Barat Tahun
2019 (Semester I)
Jumlah Luas Kepadatan
No Kabupaten/ Kota Laki-Laki Perempuan Penduduk iWlayah Jiwa
(Jiwa) (KM) (Jiwa/KM)
1 Kab. Sambas 326.481 310.134 636.615 6.716,52 95
2 Kab. Mempawah 156.805 148.613 305.418 2.797,88 109
3 Kab. Sanggau 253.097 234.018 487.115 12.857,80 38
4 Kab. Ketapang 296.859 274.815 571.674 31.240,74 18
5 Kab. Sintang 211.979 197.987 409.966 21.638,20 19
6 Kab. Kapuas Hulu 126.009 119.547 245.556 29.842,00 8
7 Kab. Bengkayang 149.309 138.405 287.714 5.075,48 57
8 Kab. Landak 209.659 190.567 400.226 8.915,10 45
9 Kab. Sekadau 110.713 102.754 213.467 5.444,20 39
10 Kab. Melawi 120.187 112.819 233.006 10.640,80 22
11 Kab. Kayong Utara 65.322 61.277 126.599 4.568,26 28
12 Kab. Kubu Raya 311.089 294.698 605.787 6.958,22 87
13 Kota Pontianak 334.172 332.881 667.053 107,8 6,188
14 Kota Singkawang 120.947 115.932 236.879 504 470
Kalimantan Barat 2.792.628 2.634.447 5.427.075 147.307,00 37
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Kalimantan Barat, 2019.

8. Sosial Budaya dan Agama


Secara umum di Wilayah Kalimantan Barat terdapat enam agama dan aliran
kepercayaan dan berdasarkan data, mayoritas penduduk Kalimantan Barat beragama
Islam dengan jumlah sebesar 3.251.481 jiwa atau 59,91%, penganut agama Katolik
sebesar 1.203.137 jiwa atau 22,17%, penganut agama Protestan sebesar 623.839 jiwa
atau 11,49%, penganut agama Budha sebesar 330.638 jiwa atau 6,09%, penganut
agama Hindu sebesar 2.998 jiwa atau 0,06%, penganut agama Konghuchu sebesar
13.093 jiwa atau 0,24% dan penganut Aliran Kepercayaan sebesar 1.889 jiwa atau
0,03%.

246
B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan
Pemetaan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah dari sisi keberhasilan penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Khususnya dalam
memenuhi linerja pada aspek kesejahteraan, layanan dan daya saing. Hal ini
ditunjukkan dari dari akumulasi pencapaian indikator outcome program
pembangunan daerah setiap tahun atau indikator capaian yang bersifat tahun,
sehingga kondisi kinerja yang diinginkan pada dasarnya dirumuskan dengan
mengambil indikator dari program prioritas yang telah ditetapkan (outcomes) atau
kompositnya (impact). Adapun penyajian indikator kinerja daerah disampaikan dalam
table 1.2 di bawah ini :

Tabel 3.50. Penetapan Indikator Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah


Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
1.1 Indeks Infrastruktur 56,61 59,928 62,996
1.2 Indeks Reformasi Birokrasi B B B
1.3 Nilai SAKIP Provinsi Kalimantan Barat B B B
1.4 Indeks Pembangunan Manusia 66,26 67,2 67,87
1.5 Pertumbuhan Ekonomi 5,06 5,2 5,35
1.6 Gini Rasio 0,33 0,33 0,32
1.7 Desa Mandiri 1 63 159
1.8 Tingkat Pengangguran Terbuka 4,26 3,9 3,63
1.9 Angka Kemiskinan 7,37 6,92 6,43
1.10 Konfilk Sosial 0 0 0
1.11 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 66,1 66,2 66,4
ASPEK PELAYANAN UMUM
LAYANAN URUSAN WAJIB PELAYANAN
DASAR
1 Pendidikan
1.1 Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 7,48 7,78 8,2

247
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
1.2 Harapan Lama Sekolah (tahun) 12,5 12,9 13,2
1.3 Angka Melek Aksara 98,24 98,3 98,34
2 Kesehatan
2.1 Angka Kematian Ibu melahirkan per 95 95 94
100.000 Kelahiran Hidup
2.2 Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran 7 7 7
Hidup
2.3 Angka Kematian Balita per 1000 8 8 8
Kelahiran Hidup
2.4 Angka Harapan Hidup (Tahun) 69,92 69,95 69,97
2.5 BOR 60-80% 60-80% 60-80%
2.6 LOS (hari) 6-9 hari 6-9 hari 6-9 hari
2.7 TOI (Hari) 1-3 hari 1-3 hari 1-3 hari
2.8 BTO (Kali) 40-50 40-50 40-50
2.9 NDR <50/1000 <50/1000 <50/1000
2.10 GDR <75/1000 <75/1000 <75/1000
2.11 BOR 81,4 60-85% 60-85%
2.12 LOS (hari) 132 100 100
2.13 TOI (Hari) 5,2 3 3
2.14 BTO (Kali) 2,7 40-50 40-50
2.15 NDR 9,38 < 3/1000 < 3/1000
2.16 GDR 9,38 < 10/1000 < 10/1000
2.17 BOR 80 60-80 60-80
2.18 LOS (hari) 50 50 50
2.19 TOI (Hari) 2 2 2
2.20 BTO (Kali) 40-50 40-50 40-50
2.21 NDR 0 < 3/1000 < 3/1000
2.22 GDR 0 < 10/1000 < 10/1000
3 Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
3.1 Peningkatan persentase kemantapan 49,71 56,68 62,38
jalan provinsi (%)
3.2 Persentase irigasi Provinsi dalam kondisi 46,76 48,26 49,83
baik (%)

248
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
3.3 Persentase peningkatan/ pemeliharaan 46,76 49,47 52,46
sungai sebagai pengendalian banjir (%)
3.4 Persentase Berkurangnya pantai kritis. 56,85 56,52 56,14
(%)
3.5 Persentase rumah tangga berakses 48,38 51,02 54,63
sanitasi (%)
3.6 Jumlah Kabupaten yang tertangani 12 12 12
Infrastruktur Jalan Permukiman
Pedesaan sesuai dengan Indeks Desa
Membangun (Kab)
3.7 Jumlah Permukiman Perkotaan yang 2 2 4
tertangani Infrastrukturnya (Kab/Kota)
3.8 Bangunan Gedung Pemerintah yang 14,39 22,1 21
terbangun (%)
3.9 Persentase Tenaga Kerja Ahli Konstruksi 67,92 67,92 69,29
yang bersertifikat (%)
3.10 Presentase data yang tersedia di SIPJAKI 21,43 35,71 50
(%)
3.11 Persentase peningkatan pelayanan mutu 66 66 78
jasa konstruksi (%)
3.12 Persentase Produksi Konstruksi (%) 0 52 70
3.13 Persentase Ketaatan Terhadap Rencana 50 55 60
Tata Ruang (%)
4 Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman
4.1 Jumlah Proposan Penyediaan dan 0 1 1
Rehabilitasi Rumah Korban Bencana dan
yang Terkena Relokasi Program
Pemerintah Daerah Provinsi
4.2 Jumlah Penyediaan Penataan Kawasan 0 1 1
Permukiman
5 Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan
Perlindungan Masyarakat
5.1 Jumlah masyarakat yang memperoleh 0 100 100
layanan dalam penegakkan
Perda/Perkada (%)

249
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
5.2 Persentase pembentukan 9,8 27,84 45,88
Pokmas/Destana di daerah rawan
bencana (%)
5.3 Persentase Jumlah orang yang 3,01 22,4 41,8
dilatih/diberi pengetahuan (%)
5.4 Rata-rata waktu respon kejadian 11 11 11
bencana (jam)
5.5 Persentase penyelesaian rehabilitasi dan 100 100 100
rekonstruksi di daerah pasca bencana
5.6 Skor Indeks Demokrasi Aspek Kebebasan 97,15 97,35 97,55
Sipil
6 Sosial
6.1 Persentase PMKS, PSKS dan 0 50,46 56,62
Penyeleggara Kesejahteraan Sosial
Lainnya yang mendapatkan penanganan
dan pemberdayaan
6.2 Persentase Penanaman Nilai- Nilai 0 0 100
Kepahlawanan, Keperintisan dan
Kesetiakawanan
LAYANAN URUSAN WAJIB NON
PELAYANAN DASAR
1 Tenaga Kerja
1.1 Persentase Penempatan Tenaga Kerja 0 35,37 35,82
Terlatih
1.2 Persentase Hubungan Industrial yang 0 60 70
harmonis dan kondusif (%)
2 Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
2.1 Indeks Pembangunan Gender (IPG) 68,5 68,5 70
2.2 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 64,46 64,46 65,96
2.3 Rasio Kekerasan terhadap perempuan 100 100 100
dan anak
3 Pangan
3.1 Skor PPH (Pola pangan Harapan) 79,43 83,62 85,71
4 Pertanahan
5 Lingkungan Hidup

250
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
5.1 Indeks Kualitas Air 55,8 56,2 56,6
5.2 Indeks Kualitas Udara 87,9 87,914 87,928
6 Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil
6.1 Persentase kepemilikan dokumen 38,99 48,66 61,32
kependuduk-an, akurasi data
kependuduk-an, kerjasama dan
pemanfaatan data dan dokumen
kependuduk- an di Kalimantan Barat (%)
7 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
7.1 Persentase Status Perkembangan 33,42 66,86 75,08
Desa/Kelurahan (%)
7.2 Persentase Indeks Desa Membangun 52,96 50,06 60,79
8 Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana
8.1 Persentase fasilitasi penyelenggaraan 3,33 15 30
program KB, KS dan Pengendalian
Penduduk (%)
9 Perhubungan
9.1 Persentase Ketersediaan Sarana 56,85 59,2 61,61
Perhubungan Darat (%)
9.2 Persentase Ketersediaan Sarana 27 32 37
Perhubungan Laut dan SDP (%)
9.3 Persentase Penurunan Jumlah Laka 6,69 6,5 6,31
Lantas per tahun (%)
9.4 Ratio Jumlah Terminal Terhadap 1170312,5 936250 780208,33
Penumpang Angkutan Umum
9.5 Persentase penurunan Jumlah Laka SDP 27 32 37
per tahun (%)
9.6 Ratio Jumlah Pelabuhan Terhadap 635788 635788 569756
Penumpang Angkutan SDP
9.7 Persentase Pengembangan Sistem 10 33,47 50,06
Tranportasi (%)
9.8 Persentase Kecukupan angkutan umum 80 83,7 86,7
dan prasarana yang layak (%)
10 Komunikasi dan Informatika

251
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
10.1 Kategori Keterbukaan Informasi 0 Kategori Kategori
Perangkat daerah dengan penilaian Informatif / Informatif /
masuk dalam Kategori Informatif (Zona Zona Hijau / Zona Hijau /
Hijau/nilai 80- 100) nilai 80-100 nilai 80- 100
10.2 Indeks SPBE 2,55 2,6 2,6
10.3 Jumlah Desa yang didukung 0 79 159
pembangunan fasilitas infrastruktur
Teknolofi Informasi dan Komunikasi
(Desa)
11 Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
11.1 Prosentase Koperasi Berkualitas (%) 0,21 23 25
11.2 Prosentase Pelaku Usaha Mikro dan Kecil 0 0,91 1,82
yang Naik Kelas (%)
12 Penanaman Modal
12.1 Jumlah Nilai Investasi (Triliun) 13,18 18,75 19,41
13 Kepemudaan dan Olah Raga
13.1 Angka Harapan Hidup (Tahun) 69,92 69,95 69,97
13.2 Indeks pembangunan pemuda 47,5 48,2 48,6
14 Statistik
14.1 Persentase OPD yang data statistik 15 70 80
sektoral terinventarisasi, terupdate, valid
dan terintegrasi
15 Persandian
15.1 Persentase penerapan pengamanan 15 30 50
informasi dengan pola hubungan
komunikasi sandi antar Perangkat
Daerah provinsi (%)
16 Kebudayaan
16.1 Jumlah peningkatan warisan budaya 3 5 5
benda dan tak benda yang diapresiasi
17 Perpustakaan
17.1 Cakupan Kunjungan Perpustakaan 0 96.696 106.365 orang
orang
17.2 Koleksi Daerah yang dilestarikan 0 5.492 Judul 5.792 Judul
18 Kearsipan

252
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
18.1 Persentase perangkat daerah dalam 6,67 13,33 20
pengelolaan arsip dengan kategori cukup
(%)
18.2 Persentase Lembaga Kearsipan Daerah 20 29 43
Kab/Kota dalam pengelolaan kearsipan
dengan kategori cukup
LAYANAN URUSAN PILIHAN
1 Pariwisata
1.1 Pertumbuhan Sektor Pariwisata di dalam 10,22 10,5266 10,842398
PDRB
2 Pertanian
2.1 Jumlah Wilayah Terkendali PHMS/ 4 5 6
Zoonosis
2.2 Jumlah Produksi Daging Peternakan 71560 76111 76873
(Ton)
2.3 Jumlah Produksi Telur (Ton) 34689,0226 35382,79674 36090,45541
2.4 Pertumbuhan PDRB Sektor Peternakan 3,98 4 4,25
(%)
2.5 NTP Peternakan 93,95 95,16 96,37
2.6 Pertumbuhan PDRB Sektor Perkebunan 4 4,47 4,52
ADHK (%. )
2.7 Jumlah Produksi Perkebunan (Ton) 3315686 3439714 3568561
2.8 NTP PR 94,44 95,55 96,66
2.9 NTP Tanaman Pangan 94,41 96,06 96,54
2.10 Jumlah Produksi Tanaman Pangan (Ton) 1549989 1607700 1655920
2.11 Laju Pertumbuhan PDRB Tanaman 3,5 3,64 3,7856
Pangan (%)
2.12 Jumlah Produksi Tanaman Hortikultura 385220 396770 408670
(Ton)
2.13 NTP Hortikultura 101,02 102,03 102,08
2.14 Laju Pertumbuhan PDRB Tanaman 8,4 8,82 9,261
Hortikultura (%)
3 Kehutanan
3.1 Produksi Kayu Bulat (M³) 981200 1050000 1100000

253
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
3.2 Pertumbuhan PDRB Sektor Kehutanan 1,5 1,55 1,6
ADHK
3.3 Indeks Tutupan Hutan (ITH) Pembentuk 0 47,09 47,15
Indeks Kualitas Tutupan Lahan (%)
4 Energi dan Sumber Daya Mineral
4.1 Rasio Elektrifikasi (%) 83 85 87
4.2 Daya Mampu Listrik di Kalbar (MW) 0 670 915
4.3 Laju Pertumbuhan PDRB Sektor 7,45 7,47 7,49
Pertambangan ADHK (Persen)
5 Perdagangan
5.1 Pertumbuhan Sektor Perdagangan 4,45 4,8 5,2
Terhadap PDRB
6 Perindustrian
6.1 Pertumbuhan Sektor Industri di dalam 0 5,25 6,5
PDRB
8 Transmigrasi
8.1 Persentase Areal Transmigrasi hasil 0 1175,699 1199,28
pengukuran HPL (Ha)
9 Kelautan dan Perikanan
9.1 Produksi Perikanan (Ton) 240294 249614,34 254606,6268
9.2 Laju Pertumbuhan PDRB atas dasar 3,17 3,22 3,27
harga konstan sub sektor perikanan (%)
9.3 NTP Perikanan (%) 103,5 104 104,5
PENUNJANG URUSAN
1 Sekretariat Daerah
1.1 Kualitas Pengendalian Administrasi Baik Baik Baik
Pembangunan di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Barat
1.2 Proses Pengadaan memenuhi prinsip- 100 100 100
prinsip pengadaan Barang/Jasa (%)
1.3 Persentase Pengelolaan Barang Milik 100 100 100
Daerah (%)
1.4 Prosentase Dokumentasi dan Publikasi 77,5 85 89,5
Pemberitaan melalui Media Cetak

254
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
Elektronik, Online dan Media Luar Ruang
(%)
1.5 prosentase Pelayanan pimpinan 82,5 90 93,5
Pemerintah Provinsi kalbar dan Tamu
Pimpinan sesuai Standart Pelayanan (%)
1.6 Penataan perundang-undangan (%) 100 100 100
1.7 Pengelolaan Penyelenggaraan 100 100 100
Pemerintahan (%)
1.8 Pembentukan Provinsi Kapuas Raya AMPRES 0,2 0,4
(Status Hukum)
1.9 Pembentukan Kabupaten 3 AMPRES 0,2 0,4
1.10 Segmen Batas Daerah 27 3 3
1.11 Jumlah Perangkat Daerah dan 100 100 100
Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan
kerjasama dengan daerah lain dan pihak
ketiga di Dalam Negeri dan Luar Negeri
1.12 Persentase peningkatan pengelolaan 100 100 100
wilayah perbatasan (%)
1.13 Persentase pelayanan pelayaman umum 87,81 100 100
dan pimpinan (%)
1.14 Persentase pengelolaan administrasi 100 100 100
keuangan dan aset di lingkungan
Sekretariat Daerah dan Rumah Jabatan
(%)
1.15 Prosentase kelembagaan perangkat 41 46 51
daerah yang ditata tepat fungsi dan tepat
ukuran(%)
1.16 IKM Provinsi Kalimantan Barat (Baik/ 80,33 83 85
Sangat Baik)
1.17 Prosentase Perangkat Daerah yang 20 20 40
melakukan penataan sistem manajemen
SDM Aparatur berdasarkan merit sistem
(%)
1.18 Komponen SAKIP Nilai pelaporan kinerja 0 10,5 11
1.19 Persentase Peningkatan Kualitas 39,61 100 100
Kebijakan Bidang Agama

255
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
1.20 Persentase Peningkatan Kualitas 99,6 100 100
Kebijakan Bidang Pendidikan,
Kebudayaan , Pemuda dan Olahraga
1.21 Persentase Peningkatan Kualitas 99,6 100 100
Kebijakan di Bidang Kesehatan dan
Keluarga Berencana (%)
1.22 Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi 5,28 5,28 5,39
yang meningkat
1.23 Terkendalinya Inflasi Daerah 3,6 3,6 5,32
1.24 Persentase Peningkatan Kualitas 92,5 100 100
Kebijakan Bidang Kesejahteraan Sosial
.25 Persentase orang atau kelompok 100 100 100
masyarakat miskin yang memperoleh
bantuan hukum litigasi dan non litigasi
(%)
2 Perencanaan Pembangunan
2.1 Nilai SAKIP Komponen Perencanaan 21,04 21,07 22
Kinerja
2.2 Nilai SAKIP Komponen Capaian Kinerja 12,61 13 14
3 Keuangan
3.1 Opini BPK terhadap laporan Keuangan WTP WTP WTP
Pemerintah Daerah
3.2 Persentase Pencapaian target pendapatan 100 100 100
daerah (%)
4 Kepegawaian serta Pendidikan dan
Pelatihan
4.1 Persentase Aparatur sesuai dengan 54 59 76
manajemen karier (%)
4.2 Persentase SDM Pemerintahan Daerah 7,36 24,95 14,73
yang mengikuti pengembangan
kompetensi
5 Penelitian dan Pengembangan
5.1 Jumlah Hasil Rekomendasi yang - 14 19
ditindaklanjuti untuk mendukung
kebijakan daerah (Rekomendasi)
6 Pengawasan

256
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
6.1 Persentase tindak lanjut hasil temuan 88 89 90
BPK yang selesai ditindaklanjuti (%)
6.2 Persentase penyelesaian temuan 85 86 87
keuangan hasil pemeriksaan BPK (%)
6.3 Persentase tindak lanjut hasil temuan 85 87 89
APIP yang selesai ditindaklanjuti (%)
6.4 Persentase penyelesaian temuan 85 86 87
keuangan hasil pemeriksaan APIP (%)
6.5 Level maturitas SPIP Level 3 Level 3 Level 3
6.6 Jumlah Partisipasi Kegiatan Prioritas 5 5 6
Nasional
6.7 Level Kapabilitas APIP Level 3 DC Level 3 Level 3
6.8 Jumlah pedoman/standar pengawasan 10 11 12
internal
6.9 Hasil survey kepuasan eksternal (dari - Baik Baik
OPD)
7 Sekretariat Dewan
7.1 Indeks Kepuasan Pelayanan DPRD 0 81 82
8 Fungsi Penunjang Koordinasi
Pelaksanaan Urusan Pemerintahan dan
Pembangunan dengan Pemerintah Pusat
8.1 Persentase sistem pelayanan dan 0 90,47 100
koordinasi kelembagaan yang baik
terhadap Pemerintah Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota dilingkungan
Provinsi kalimantan Barat di Jakarta (%)
8.2 Persentase kegiatan kegiatan Layanan 0 98,63 100
Penghubung Pemerintah Daerah Provinsi
Kalimantan Barat di Jakarta (%)
ASPEK DAYA SAING DAERAH
Fokus Kemampuan Ekonomi
Urusan Pertanian
1.1 NTP Peternakan 93,95 95,16 96,37
1.2 NTP PR 94,44 95,55 96,66
1.3 NTP Tanaman Pangan 94,41 96,06 96,54

257
Kondisi Target Capaian Setiap Tahun
ASPEK/FOKUS/BIDANG Kinerja
NO. URUSAN/INDIKATOR KINERJA pada awal
PEMBANGUNAN periode 2019 2020
RPJMD
(1) (2) (3) (4) (5)
1.4 NTP Hortikultura 101,02 102,03 102,08
1.5 NTP Perikanan (%) 103,5 104 104,5
Fokus Wilayah/Infrastruktur
Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang
1.1 Peningkatan persentase kemantapan 49,71 56,68 62,38
jalan provinsi (%)

Dengan demikian Komponen Pembentuk Sektor Andalan, terdiri dari :


1. Aspek Ekosistem Inovasi, terdiri dari :
Pilar Dinamika Bisnis, terdiri dari :
- Regulasi, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada pertanyaan
67 sampai dengan 70.
- Kewirausahaan, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada
pertanyaan 71 sampai dengan 76.

Pilar Interaksi Inovasi, terdiri dari :


- Interaksi dan Keberagaman yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat
pada pertanyaan 77 sampai dengan 82.
- Penelitian dan Pengembangan (R dan D) yang tergambar dari pertanyaan
sebagaimana terdapat pada pertanyaan 83 sampai dengan 91.
- Komersialisasi yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada
pertanyaan 92 sampai dengan 94.

Pilar Kesiapan Teknologi, terdiri dari :


- Telematika yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada
pertanyaan 95 sampai dengan 96.

258
- Teknologi yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada pertanyaan
97.

2. Aspek Sumber Daya Manusia, terdiri dari :


Pilar Kesehatan, terdiri dari :
- Kesehatan, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada
pertanyaan 25 sampai dengan 32.

Pilar Pendidikan dan Keterampilan, terdiri dari :


- Pendidikan, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada
pertanyaan 33 sampai dengan 39;
- Keterampilan, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada
pertanyaan 40 sampai dengan 43.

3. Aspek Pasar, terdiri dari :


Pilar Efisiensi Pasar Produk, terdiri dari :
- Kompetisi Dalam Negeri, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat
pada pertanyaan 44 sampai dengan 47.

Pilar Ketenagakerjaan, terdiri dari :


- Ketenagakerjaan, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada
pertanyaan 52 sampai dengan 54.
- Kapasitas tenaga kerja, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat
pada pertanyaan 55 sampai dengan 57.

Pilar Akses Keuangan, terdiri dari :


- Aspek Keuangan, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada
pertanyaan 58 sampai dengan 63.

259
Pilar Ukuran Pasar, terdiri dari :
- Ukuran Pasar, yang tergambar dari pertanyaan sebagaimana terdapat pada
pertanyaan 64 sampai dengan 66.

4. Aspek Penguat (Enabling Environment), terdiri dari :


Pilar Kelembagaan, terdiri dari :
- Tata Kelola Pemerintahan, yang tergambar dari pertanyaan 1 sampai dengan 6
yang jawabannya beserta data pendukungnya sebagaimana terlampir.
- Keamanan dan Ketertiban, yang tergambar dari pertanyaan 7 dan 8.

Pilar Infrastruktur, terdiri dari :


- Infrastruktur Transportasi, yang tergambar dari pertanyaan 9 dan 10.
- Infrastruktur Air Bersih, RTH dan Kelistrikan, yang tergambar dari
pertanyaan 11 sampai dengan 13.

Pilar Perekonomian Daerah, terdiri dari :


- Keuangan Daerah, pertanyaan 14 sampai dengan 17.
- Stabilitas Ekonomi, pertanyaan 18 sampai dengan 24.

3.18. Provinsi Sulawesi Selatan


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Secara Geografis Provinsi Sulawesi Selatan terletak di antara 0 12’- 8 lintang selatan
dan 116’48 - 122’ 36’ Bujur Timur, dengan batas wilayah: Sebelah Utara berbatasan
dengan Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Sulawesi Tengah, sebelah Selatan
berbatasan dengan Laut Flores, sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone dan
Provinsi Sulawesi Tenggara, sebelah Barat berbatasan dengan selat Makassar dan
Pulau Kalimantan.
Aspek Demografis Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2019 memiliki penduduk

260
8.851.240 jiwa penduduk,dengan jumlah penduduk laki-laki berjumlah 4.326.409
jiwa dan perempuan 4.524.831 jiwa, dengan rasio jenis kelamin 0,96. Proporsi
penduduk usia produktif adalah 65,99.

Tabel 3.51. Rasio Ketergantungan menurut Usia Produktif di Sulawesi Selatan Tahun 2019
(Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2020)

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Andalan


Kawasan Andalan merupakan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis berupa
kemampuan kawasan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah
disekitarnya serta mendorong pemerataan perkembangan wilayah. Adapun kawasan
andalan di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu:
a. Kawasan Mamminasata dan sekitarnya (Makassar, Maros, Gowa, Takalar, Pangkep)
dengan sektor unggulan pariwisata, industri, pertanian, perikanan, dan
agroindustri;
b. Kawasan Palopo dan sekitarnya dengan sektor unggulan pariwisata,
perkebunan, pertanian, dan perikanan.
c. Kawasan Bulukumba-Watampone dan sekitarnya dengan sektor unggulan
pertanian, perkebunan, agroindustri, pariwisata, perikanan dan perdagangan.
d. Kawasan Parepare dan sekitarnya dengan sektor unggulan perkebunan, perikanan,
agroindustri dan pertanian.
e. Kawasan Andalan laut Kapoposang dan sekitarnya dengan sektor unggulan
perikanan, pertambangan dan pariwisata.
f. Kawasan Andalan laut Teluk Bone dan sekitarnya dengan sektor unggulan
perikanan, pariwisata dan pertambangan.
g. Kawasan Andalan laut Singkarang-Takabonerate dan sekitarnya dengan sektor
261
unggulan perikanan, pertambangan dan pariwisata.
h. Kawasan laut Selat Makassar dengan sektor unggulan perikanan dan pariwisata.

Gambar 3.26. Peta Administrasi Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan

Berdasarkan pemetaan Indeks Daya Saing Daerah tahun 2020,berdasarkan 4 aspek


dan 23 pilar yang terdiri atas;
1. Faktor Penguat/Enabling Environment, terdiri dari pilar; Kelembagaan,
Infrastruktur, Perekonomian Daerah
2. Sumber Daya Manusia/Human Capital, terdiri dari pilar; Kesehatan, Pendidikan
dan Keterampilan

262
3. Faktor Pasar/Market, terdiri dari pilar; Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan,
Akses Keuangan, Ukuran Pasar
4. Ekosistem Inovasi, terdiri dari pilar; Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi,
Kesiapan Teknologi
Provinsi Sulawesi Selatan memperlihatkan peluang yang cukup bagus pada aspek
Faktor Penguat/Enabling Environment, Sumber Daya Manusia/Human Capital dan
Faktor Pasar/Market. Indeks untuk ketiga aspek tersebut masuk pada kategori sangat
tinggi dengan nilai indeks dapat dilihat pada chart di bawah. Aspek Ekosistem Inovasi
perlu mendapatkan penguatan dari pemerintah utamanya pada pilar dinamika bisnis.
Secara rinci Nilai Indeks Daya Saing Daerah Tahun 2020 Provinsi Sulawesi Selatan
dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 3.52. Nilai Indeks Daya Saing Daerah Tahun 2020 Provinsi Sulawesi Selatan
Hasil Pemetaan Pilar
Pilar Indeks
1 Kelembagaan 4,25
2 Infrastruktur 3
3 Perekonomian Daerah 3,01786
4 Kesehatan 3,125
5 Pendidikan dan Keterampilan 3,58929
6 Efisiensi Pasar Produk 3,66667
7 Ketenagakerjaan 3,66667
8 Akses Keuangan 2,83333
9 Ukuran Pasar 4
10 Dinamika Bisnis 1,29167
11 Kapasitas Inovasi 3,11111
12 Kesiapan Teknologi 3,5
Tabel 3.53. Nilai Indeks Daya Saing Daerah Tahun 2020 Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan
aspek
Hasil Pemetaan Aspek
No. Aspek Indeks
1 Faktor Penguat/Enabling Environment 3,42262
2 Sumber Daya Manusia/Human Capital 3,35714
3 Faktor Pasar/Market 3,54167
4 Ekosistem Inovasi 2,63426

263
Berdasarkan pemetaan Indeks Daya Saing Daerah tahun 2020, Nilai Indeks Daya
Saing Daerah Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Dimensi sebagai berikut;
Tabel 3.54. Nilai Indeks Daya Saing Daerah Tahun 2020 Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan
Dimensi
Hasil Pemetaan Dimensi Hasil Pemetaan Dimensi
No. Dimensi Indeks No. Dimensi Indeks
1 Tata Kelola Pemerintahan 3,5 13 Ketenagakerjaan 4,333333
2 Keamanan dan Ketertiban 5 14 Kapasitas tenaga kerja 2,999999
3 Infrastruktur Transportasi 1,5 15 Akses Keuangan 2,833334
4 Infrastruktur Air Bersih, RTH 4,5 16 Ukuran Pasar 4,000001
dan Kelistrikan
5 Keuangan Daerah 2,75 17 Regulasi 1,25
6 Stabilitas Ekonomi 3,28571 18 Kewirausahaan 1,333333
7 Kesehatan 3,125 19 Interaksi dan Keberagaman 2,666668
8 Pendidikan 2,42857 20 Penelitian dan 3,666668
Pengembangan (R & D)
9 Keterampilan 4,75 21 Komersialisasi 2,999999
10 Kompetisi Dalam Negeri 3 22 Telematika 4
11 Pajak dan Retribusi 4,5 23 Teknologi 3
12 Stabilitas Pasar 3,5

Hal yang menjadi Isu Daya Saing Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2020;
1. Peningkatan kualitas SDM dan Penurunan angka kemiskinan
 Pembangunan SDM meliputi sektor : Pendidikan, Kesehatan, dan Kualitas ASN
 Penurunan angka kemiskinaan
2. Peningkatan konektivitas dan kualitas infrastruktur wilayah Penguatan kualitas
infrastruktur Darat, Laut, Udara dan Pembukaan daerah terisolir
3. Akselerasi hilirisasi produk berbasis sumber daya alam, peningkatan Pusat
Pertumbuhan baru dan Pengembangan destinasi wisata
 Hilirisasi pengelolaan produk berbasis sumber daya alam
 Peningkatan pusat-pusat pertumbuhan baru
 Pembukaan lapangan kerja baru
 Pengembangan destinasi pariwisata
4. Peningkatan ketahanan pangan, sumber daya air, dan pelestarian lingkungan

264
hidup
 Peningkatan ketahanan pangan
 Sumber daya air
 Pelestarian lingkungan hidup
 Pemenuhan Universal Acces (100-0-100) / air minum, kawasan kumuh dan
sanitasi.
 Pemenuhan irigasi pertanian
 Penyediaan listrik pada daerah terpencil
5. Peningkatan ketertiban dan keamanan, Reformasi birokrasi dan Inovasi pelayanan
publik
 Peningkatan ketertiban dan keamanan masyarakat
 Reformasi birokrasi dan Pemantapan pelayanan satu pintu ( Mall pelayanan)

3.19. Provinsi Maluku Utara


A. Identifikasi Peluang/Kendala dan Inventarisasi Urgensi
Provinsi Maluku Utara sebelumnya merupakan bagian dari provinsi Maluku yaitu
Kabupaten Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Tengah. Kemudian, melalui
Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999 dan Undangundang Nomor 6 Tahun 2003
Provinsi Maluku Utara resmi terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999. Pada awal
pendiriannya, Provinsi Maluku Utara beribukota di Ternate yang berlokasi di kaki
Gunung Gamalama, selama 11 tahun. Tepatnya sampai dengan 4 Agustus 2010,
setelah 11 tahun masa transisi dan persiapan infrastruktur, ibukota Provinsi Maluku
Utara dipindahkan ke Kota Sofifi yang terletak di Pulau Halmahera yang Menurut BPS,
2019, Penduduk Maluku Utara pada tahun 2018 sebesar 1.232.632 jiwa yang tersebar
di 10 kabupaten/kota. Jumlah penduduk terbesar 231.217 jiwa mendiami Kabupaten
Halmahera Selatan. Yang merupakan pulau terbesarnya.
Secara administrasi Provinsi Maluku Utara terdiri dari 8 wilayah kabupaten dan 2
kota, Jumlah kecamatan pada tahun 2018, 116 kecamatan dan jumlah
desa/kelurahan 1195. Luas wilayah Provinsi Maluku Utara, adalah berupa daratan
seluas 31.982,50 km2. berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.56 Tahun
2016 luas daratan masing-masing kabupaten/kota, yaitu Halmahera Barat (1.704,20

265
km2), Halmahera Tengah (2.653,76 km2), Kepulauan Sula (3.304,32 km2), Halmahera
Selatan (8.148,90 km2), Halmahera Utara (3.896,90 km2), Halmahera Timur (6.571,37
km2), Pulau Morotai (2.476 km2), Pulau Taliabu (1.496,93 km2), Ternate (111,39 km2)
dan Tidore Kepulauan (1.645,73 km2), (sumber, BPS 2019).
Provinsi Maluku Utara memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah disektor
pertanian yang dikenal sejak zaman dahulu. Komoditi yang sangat terkenal adalah
cengkih dan pala dan selanjutnya adalah kelapa. Selain daripada itu sector tambang
menjadi penopang pertumbuhan ekonomi setelah pertanian.
Terdapat 4 sektor lapangan usaha yang mempunya kontribusi terbesar terhadap
pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara tahun
2018, yaitu: pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan, (22,60%)
perdagangan besar dan eceran (13,31%) administrasi pemerintahan, pertahanan
social dan jaminan social wajib (15,43%) pertambangan dan penggalian (10,72%) .
Walaupun sumberdaya alam berlimpah namun Provinsi Maluku Utara masih
terkendala pada rendahnya keterkaitan antar sector dan antar wilayah. Hal ini terlihat
dari sebagian besar sumberdaya alam masih dijual /diekspor dalam bentuk bahan
baku, keterkaitan antar wilayah yang merupakan pasar potensial masih sangat minim
(eksport antar wilayah -8%), sehingga penciptaan nilai tambah (value added) dan
multiplier effect yang diharapkan terjadi masih jauh dari yang diharapkan.
Kendala lainnya adalah secara geografi Provinsi Maluku Utara merupakan wilayah
kepulauan dan masih terpencil sehingga sangat sulit untuk berkembang. Dari total
desa/kelurahan sebanyak 1.104 sebanyak 73,55 persen atau 812 merupakan desa
pesisir, dan sisanya 26,44 persen merupakan daerah pedalaman/pegunungan/
terpencil yang tersebar di hampir semua kabupaten/kota.
Maluku Utara yang terdiri dari 10 Kabupaten dan Kota terdapat 7 Kabupaten yang
dikategorikan sebagai daerah tertinggal. Dengan demikian kawasan terpencil di
Provinsi Maluku Utara berada pada 7 Kabupaten yaitu Kabupaten Halmahera Barat,
Halmahera Utara, Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Kabupaten Kepulauan
Morotai, Taliabu dan Sula.
Dengan adanya sebaqgian besar wilayah Maluku Utara adalahi daerah tertinggal
maka tentunya daerah itu sulit dijangkau karena kekurangan atau keterbatasan
prasarana dan sarana angkutan umum, baik darat, laut maupun udara, dan
Prasarana dan sarana sosial dan ekonomi tidak tersedia, atau walaupun tersedia
tetapi dalam keadaan yang sangat terbatas, sehingga untuk menjalankan usahanya
para penanam modal harus menyediakan sendiri prasarana dan sarana sosial dan

266
ekonomi dimaksud. Prasarana ekonomi dimaksud adalah pelabuhan, jalan dari
pelabuhan menuju lokasi (access road), jalan lingkungan, penyediaan air bersih,
penyediaan tenaga listrik, dan prasarana lain di bidang ekonomi yang diperlukan
untuk memungkinkan berjalannya suatu perusahaan.
Dengan adanya keterkaitan antar sector (hilirisasi) dan antar wilayah yang sangat
rendah sehingga memerlukan kerja keras dan fokus dalam pemilihan komoditas
untuk hilirisasi yang tentunya harus berbasis inovasi teknologi dan memperhatikan
berbagai aspek yang mempengaruhi nilai Indeks Daya saing Daerah (IDSD) yaitu:
Aspek Penguat (Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah), Aspek Sumber
Daya Manusia (Kesehatan, Pendidikan), Aspek Pasar (Efisiensi Pasar Produk,
Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar), Aspek Ekosistem Inovasi
(Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi, Kesiapan Teknologi).
Industri untuk Hilirisasi komoditas memerlukan peran investor baik investor dalam
negeri maupun luar negeri. Untuk itu, maka nilai IDSD menjadi sangat penting unt
menarik investor dan meningkatkan nilai investasi di Provinsi Maluku Utara..
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Maluku Utara Tahun
2019-2024 telah menetapkan 5 misi yaitu Misi 1 Membangun Sumber Daya Manusia
yang Sehat, Cerdas dan Berbuday, Misi 2 – Mengakselerasi Pembangunan
Infrastruktur, Konektifitas dan Pengembangan Wilayah Misi 3 – Membangun Tatanan
Kehidupan Masyarakat yang Agamis, Aman, Damai dan Harmonis Misi 4 –
Membangun Perekonomian Daerah yang Inklusif dan Berkualitas dengan Orientasi
pada Nilai Tambah dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Misi 5 –
Memantapkan Tatakelola Pemerintahan yang Lebih Baik dan Berkeadilan.
Dari 5 misi ini telah ditetapkan area sasaran ada 15 area yaitu ekonomi kerakyatan,
investasi, industry, perdagangan, pertanian, ketenagakerjaan, energi, kesehatan,
pendidikan , kesetaraan gender, pelayanan public, transparansi pembangunan,
integritas ASN, lingkungan hidup, infrastruktur dan koneksitas serta meningkatnya
investasi dan daya saing pengelolaan sumber daya strategis dan potensi unggulan
yang memperluas kesempatan kerja.

B. Pemetaan Komponen Pembentuk Sektor Unggulan


Dari beberapa sector prioritas tersebut diatas, telah dipetakan sector andalan yang
diharapkan dapat menghasilkan produk unggulan daerah yang kompetitif dan
berdaya saing tinggi. Sector andalan ini tentunya harus didukung dengan sector-

267
sektor prioritas tersebut di atas karena tidak ada yang dapat berjalan sendiri, harus
ada keterkaitan antar sector serta antar wilayah. Berdasarkan Keputusan Gubernur
Nomor………………………….tentang produk unggulan daerah provinsi Maluku Utara,
maka sektor andalan Provinsi Maluku Utara dapat diciptakan dalam 7 (tujuh) bidang
seperti pada table di bawah ini:

Tabel. 3.55. Pemetaan sektor/Bidang Andalan Untuk Produk Unggulan Daerah Prov. Maluku
Utara
KAB/KOTA SEKTOR SUB SEKTOR KOMODITAS UNGGULAN
UNGGULAN UNGGULAN
Halmahera Pertanian Tanaman pangan Ubi kayu, ubi jalar, jagung
Barat
Tanaman Kakao, kelapa, cengkih
perkebunan
Halmahera Industry Industry tanpa Industry pengolahan kayu /gerabah
Selatan pengolahan migas
Perdagangan, restoran Industry pengolahan ikan cakalang
hotel, restoran
Halmahera pertanian perikanan Industry pengolahan ikan tuna dan ikan
Tengah cakalang
perkebunan Kakao, kopi, cengkeh
pertambangan Pertambangan Industry pengolahan nikel
tanpa migas
Halmahera pertambangan Pertambangan Pertambangan nikel
Timur tanpa migas
Halmahera pertanian Tanaman bahan Ubi kayu, jagung, kedelai
Utara makanan
perkebunan Kelapa, kakao, lada, pala
Perdagangan Perdagangan, hotel
hotel dan restoran dan restoran
Kepulauan Pertanian Perikanan Perikanan laut, tuna dan cakalang
Sula
perkebunan Kopra dan cengkeh
Pulau Pertanian Perikanan Jenis ikan pelagis dan ikan demersal
Morotai
pariwisata Pariwisata
Perdagangan, Perdagangan, hotel
hotel dan restoran dan restoran
Kota Bangunan Angkutan jalan
Ternate raya
Pengangkutan
dan komunikasi

268
Perdagangan, Perdagangan, hotel
hotel dan restoran dan restoran
Kota Tidore Perdagangan, Perdagangan besar Ritel
Kepulauan hotel dan restoran dan eceran
Sumber: RPJMD Maluku Utara, 2019-2024

269
4. PILAR DAYA SAING DAERAH
Pemetaan IDSD terdiri atas 12 pilar Adapun Kedua belas pilar tersebut adalah
Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan, Efisiensi
Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Kesiapan Teknologi,
Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi

4.1. Pilar Kelembagaan


Pilar Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim social,
politik, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas
perekonomian di daerah. Pilar Kelembagaan yang terdiri dari 2 Dimensi, 8 Indikator,
untuk pencapaian skor Pilar kelembagaan ini dilihat dari 2 Dimensi yaitu Tata Kelola
Pemerintahan dan Keamanan dan Ketertiban.
Pilar Kelembagaan yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang mempunyai
skor di atas 3,76 yaitu 11 Provinsi, 64 Kabupaten dan 23 Kota. Sementara itu, Pilar
Kelembagaan pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 8 Provinsi, 61
Kabupaten dan 11 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut adalah wilayah yang
memiliki total skor Aspek di bawah`1,25 . Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya
saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:
- Stabilitas social dan politik melalui system demokrasi yang berfungsi dengan baik
merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang
berdaya saing.
- Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa
adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.
- Aktifitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal
tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

4.2. Pilar Infrastruktur


Pilar Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya
seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas
perekonomian daerah yang bernilai tambah. Pilar Infrastruktur yang terdiri dari 2
Dimensi, 5 Indikator, untuk pencapaian skor Pilar Infrastruktur ini dilihat dari 2
Dimensi yaitu Infrastruktur Transportasi dan Infrastruktur Air Bersih dan Kelistrikan.
Pilar Infrastruktur yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang mempunyai
skor di atas 3,76 yaitu 3 Provinsi, 15 Kabupaten dan 11 Kota. Sementara itu, Dimensi

270
Infrastruktur pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 5 Provinsi , 66
Kabupaten dan 10 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut adalah wilayah yang
memiliki total skor Aspek di bawah`1,25. Pengaruh faktor Infrastruktur ini
mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya
mendukung aktivitas ekonomi daerah.
- Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya juga mendorong aktifitas perekonomian daerah.
- Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung
berjalannya aktifitas bisnis di daerah yang berdaya saing

4.3. Pilar Perekonomian Daerah


Pilar Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari
perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi
kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral, perekonomian, sertatingkat biaya hidup.
Pilar Perekonomian daerah yang terdiri dari 2 Dimensi, 11 Indikator, untuk
pencapaian skor Pilar Perekonomian daerah ini dilihat dari 2 Dimensi yaitu Keuangan
Daerah dan Stabilitas Ekonomi
Pilar Perekonomian daerah yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang
mempunyai skor di atas 3,76 yaitu 4 Provinsi, 4 Kabupaten dan 3 Kota. Sementara
itu, Pilar Perekonomian daerah pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 6
Provinsi , 49 Kabupaten dan 6 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut adalah
wilayah yang memiliki total skor Aspek di bawah`1,25 . Pengaruh faktor Perekonomian
Daerah mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka
pendek.
- Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam
jangka panjang.
- Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.
- Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi
suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka
akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara
internasional maupun domestik.

4.4. Pilar Kesehatan

271
Pilar Kesehatan merepresentasikan kualitas hidup manusia dan memiliki hubungan
dengan tingkat daya saing daerah. Pembentukan kualitas hidup masyarakat akan
mengalami kesulitan untuk daerah mencatat ketimpangan. Pilar Kesehatan yang
terdiri dari 8 Indikator. Pilar Kesehatan yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi
yang mempunyai skor di atas 3,76 yaitu 3 Provinsi, 29 Kabupaten dan 23 Kota.
Sementara itu, Pilar Kesehatan pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 9
Provinsi , 65 Kabupaten dan 7 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut adalah
wilayah yang memiliki total skor Aspek di bawah`1,25. Pengaruh faktor kesehatan ini
mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut
- pembangunan harus mampu meningkatkan kualitas kesehatan penduduknya, dan
mampu menekan pertumbuhan penduduk agar strukturnya menjadi stabil, dan
pada akhirnya pembangunan harus mampu menekan kemiskinan
- Kelangsungan hidup diukur dari tingkat kematian bayi per seribu kelahiran, angka
harapan hidup, dan gap jender kelangsungan hidup.
- Kesehatan diukur antara lain dari kehidupan tidak sehat, tingkat kematian
dibawah umur 60 tahun, dampak bisnis dari penyakit menular dan tidak menular.
- Layanan kesehatan meliputi, kualitas perawatan kesehatan, dan aksesibilitas
perawatan kesehatan

4.5. Pilar Pendidikan dan Keterampilan


Pilar Pendidikan dan Keterampilan memiliki keterkaitan yang erat dengan
pembangunan ekonomi. Penegasan bahwa pendidikan dapat memberi kontribusi pada
pertumbuhan ekonomi berdasarkan asumsi pendidikan akan menciptakan tenaga
kerja produktif dengan kompetensi, keahlian, pengetahuan dan keterampilan tinggi.
Tenaga kerja terdidik dengan kualitas tinggi merupakan faktor determinan bagi
peningkatan kapasitas produksi, yang memberi stimulasi pada pembangunan
nasional, pertumbuhan ekonomi menuju bangsa yang memiliki daya saing tinggi. Pilar
Pendidikan dan Keterampilan yang terdiri dari 2 Dimensi, 11 Indikator, untuk
pencapaian skor Pilar Pendidikan dan Keterampilan ini dilihat dari 2 Dimensi yaitu
Pendidikan dan Keterampilan
Pilar Pendidikan dan Keterampilan yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi
yang mempunyai skor di atas 3,76 yaitu 1 Provinsi dan 1 Kota. Sementara itu, Pilar
Pendidikan dan Keterampilan pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 8
Provinsi , 97 Kabupaten dan 10 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut
adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek di bawah`1,25 . Pengaruh faktor
Pendidikan dan Keterampilan ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan
prinsip-prinsip berikut:
272
- Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya
saing suatu daerah.
- Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningkatkan
tenaga kerja yang berkualitas.
- Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing suatu
daerah.
- Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut
begitu juga sebaliknya.
- Jumlah fasilitas pendidikan yang meningkat jelas dapat mengindikasikan
kemajuan pembangunan

4.6. Pilar Efisiensi Pasar Produk


Pilar Efisiensi Pasar Produk dalam pembangunan memiliki keunggulan antara lain
mendorong tingkat pertumbuhan, efisiensi dan daya saing yang lebih tinggi; karena
fokus terhadap interaksi pelaku usaha memperkuat sistem ekonomi. Pilar Efisiensi
Pasar Produk yang terdiri dari 3 Dimensi, 8 Indikator, untuk pencapaian skor Pilar
Efisiensi Pasar Produk ini dilihat dari 3 Dimensi yaitu Kompetisi Dalam Negeri, Pajak
dan Retribusi dan Stabilitas Pasar.
Pilar Efisiensi Pasar Produk yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang
mempunyai skor di atas 3,76 yaitu 4 Provinsi, 5 Kabupaten dan 4 Kota. Sementara
itu, Pilar Efisiensi Pasar Produk pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 6
Provinsi , 72 Kabupaten dan 11 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut
adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek di bawah`1,25. Pengaruh faktor
Efisiensi Pasar Produk ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan Prinsip-
prinsip yang relevan diantaranya:
- Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan
kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah.
- Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya saing
daerah dimana perusahaan tersebut berada.
- Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan
menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang
kompetitif.
- Kewirausahaan sangat krusial bagi aktifitas ekonomi pada masa-masa awal.
- Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perushaan memerlukan keahlian
- dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha

273
4.7. Pilar Ketenagakerjaan
Pilar Ketenagakerjaan dalam pembangunan memiliki keunggulan antara lain
mendorong tingkat pertumbuhan, efisiensi dan daya saing yang lebih tinggi; karena
fokus terhadap interaksi pelaku usaha memperkuat sistem ekonomi Pilar
Ketenagakerjaan yang terdiri dari 2 Dimensi, 6 Indikator, untuk pencapaian skor Pilar
Ketenagakerjaan ini dilihat dari 2 Dimensi yaitu Ketenagakerjaan dan Kapasitas
tenaga kerja.
Pilar Ketenagakerjaan yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang
mempunyai skor di atas 3,76 yaitu 4 Provinsi, 16 Kabupaten dan 17 Kota.
Sementara itu, Pilar Pilar Ketenagakerjaan Efisiensi Pasar Produk pada kategori
daerah daya saing rendah sebanyak 16 Provinsi , 4 Kabupaten dan 6 Kota. Daerah
yang memenuhi kriteria tersebut adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek di
bawah`1,25. Pengaruh faktor Ketenagakerjaan untuk menunjukkan bagaimana
kebijakan ketenagakerjaan mampu menekan pengangguran dengan merangsang
terciptanya kesempatan kerja terutama pada sektor formal
- Indikator system keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan
dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang
memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi
alokasi faktor-faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut.
Indikator sistem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-
prinsip sebagai berikut:
- Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas
perekonomian daerah.
- Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung
daya saing daerah.

4.8. Pilar Akses Keuangan


Pilar Akses Keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan
non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang
memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi
alokasi faktor-faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Pilar
Akses Keuangan yang terdiri dari 6 Indikator,
Pilar Akses Keuangan yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang
mempunyai skor di atas 3,76 yaitu 9 Provinsi, 4 Kabupaten dan 4 Kota. Sementara
itu, Pilar Akses Keuangan pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 15
274
Provinsi , 142 Kabupaten dan 29 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut
adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek di bawah`1,25. Pengaruh faktor Akses
Keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai
berikut:
- Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas
perekonomian daerah.
- Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung
daya saing daerah.

4.9. Pilar Ukuran Pasar


Pilar Ukuran Pasar menguatkan struktur industri yang menghasilkan nilai tambah
yang terus meningkat akibat berkembangnya knowledge dan teknologi. Pasar
Indonesia yang sangat besar menjadi peluang peningkatan produktivitas industri,
Pilar Ukuran Pasar yang terdiri dari 6 Indikator,
Pilar Ukuran Pasar yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang mempunyai
skor di atas 3,76 yaitu 7 Provinsi, 3 Kabupaten dan 3 Kota. Sementara itu, Pilar
Akses Keuangan pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 7 Provinsi , 115
Kabupaten dan 22 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut adalah wilayah
yang memiliki total skor Aspek di bawah`1,25. Pengaruh faktor Ukuran Pasar ini
mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
- Jumlah Penduduk Usia 17 Tahun menjadi faktor pendorong penumbuhan daya
saing daerah.
- Pertumbuhan ekspor, baik ke pasar global maupun ke pasar domestik sebagai
indikator produk yang dihasilkan mampu bersaing terhadap pesaing asing di pasar
global dan pasar domestik. Pasar Indonesia yang sangat besar menjadi peluang
peningkatan produktivitas industri,

4.10. Pilar Dinamika Bisnis


Kemajuan sektor bisnis membuahkan penciptaan dan perluasan lapangan kerja yang
tentunya akan mengurangi tingkat pengangguran. Perluasan produksi dan
diversifikasi akan menumbuhkan integrasi sektor dan industri sehingga menciptakan
rantai nilai tambah yang akan menguatkan struktur ekonomi dan income generation
bagi pemerintah dan masyarakat. Namun demikian, regulasi pemerintah tetap
dibutuhkan untuk mengefektifkan efek pengembangan daya saing terhadap volume
dan kualitas outcome pembangunan ekonomi dan sosial suatu daerah. Pilar Dinamika

275
Bisnis yang terdiri dari 2 Dimensi, 10 Indikator, untuk pencapaian skor Pilar
Dinamika Bisnis ini dilihat dari 2 Dimensi yaitu Regulasi dan Kewirausahaan.
Pilar Dinamika Bisnis yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang
mempunyai skor di atas 3,76 yaitu 3 Provinsi, 4 Kabupaten dan 3 Kota. Sementara
itu, Pilar Dinamika Bisnis pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 13
Provinsi , 115 Kabupaten dan 22 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut
adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek di bawah`1,25. Pengaruh faktor
Dinamika Bisnis ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip
dibawah ini:
- Investasi pada penelitian dasar dan aktifitas yang inovatif yang menciptakan
pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan
pembangunan ekonomi yang lebih maju.
- Kemudahan perijinan untuk Iklim bisnis, investasi dan persaingan
- Kebijakan deregulasi keuangan dan kebijakan industrial untuk membangun daya
tarik juga kerap dipersepsikan merugikan kepentingan pelaku usaha lokal.

4.11. Pilar Kapasitas Inovasi


Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktifitas ekonomi yang
meningkatkan nilai tambah. Pilar Kapasitas Inovasi, yang terdiri dari 2 Dimensi, 15
Indikator, untuk pencapaian skor Pilar Kapasitas Inovasi ini dilihat dari 2 Dimensi
yaitu Interaksi dan Keberagaman dan Penelitian dan Pengembangan (R & D).
Pilar Kapasitas Inovasi yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang
mempunyai skor di atas 3,76 yaitu 5 Provinsi, 1 Kabupaten dan 4 Kota. Sementara
itu, Pilar Kapasitas Inovasi pada kategori daerah daya saing rendah sebanyak 13
Provinsi , 154 Kabupaten dan 28 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria tersebut
adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek di bawah`1,25. Pengaruh faktor
Kapasitas Inovasi ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa
prinsip dibawah ini:
- Investasi jangka pendek berupa R&D akan meningkatkan daya saing sector
bisnis.
- Kegiatan R&D yang dimaksud adalah kegiatan yang berbasis ilmu pengetahuan
untuk menghasilkan alternatif solusi prioritas bukan hanya untuk solusi masalah
efisiensi atau produktivitas yang dihadapi, melainkan juga untuk membangun
daya saing.

276
- R&D berperan penting dalam menumbuhkan kapasitas perusahaan dan
masyarakat untuk melakukan inovasi yang berorientasi pada penumbuhan daya
saing ekonomi

4.12. Pilar Kesiapan Teknologi


Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah
ada secara efisien dan inovatif. Kesiapan Teknologi merupakan faktor determinan
bagi kemajuan teknologi informasi yang membantu dalam penciptaan pasar pada
pembangunan nasional, pertumbuhan ekonomi menuju bangsa yang memiliki daya
saing tinggi. Pilar Kapasitas Inovasi, yang terdiri dari 3 Dimensi, 6 Indikator, untuk
pencapaian skor Pilar Kapasitas Inovasi ini dilihat dari 3 Dimensi yaitu Komersialisasi,
Telematika dan Teknologi
Pilar Kapasitas Inovasi yang mendapatkan berdaya saing sangat tinggi yang
mempunyai skor di atas 3,76 yaitu 10 Provinsi, 27 Kabupaten dan 12 Kota.
Sementara itu, Pilar Kapasitas Inovasi pada kategori daerah daya saing rendah
sebanyak 7 Provinsi , 96 Kabupaten dan 17 Kota. Daerah yang memenuhi kriteria
tersebut adalah wilayah yang memiliki total skor Aspek di bawah`1,25. Pengaruh
faktor Kesiapan Teknolgi mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa
prinsip dibawah ini:
4. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang
sudah ada secara efisien dan inovatif.
5. kekuatan inovasi yang terus tumbuh disertai oleh kecepatan difusi informasi dan
komunikasi sejalan dengan kemajuan teknologi informasi yang membantu dalam
penciptaan pasar
6. Teknologi merupakan faktor penting peningkatan produktivitas dan perbesaran
kapabilitas industri

277
5. STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN
DAYA SAING

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang semakin dinamis di daerah


maka diperlukan upaya pembinaan, pengembangan dan inovasi secara lebih terarah
dan terpadu sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemajuan
pembangunan daerah. Pembangunan ekonomi daerah pada dasarnya bersifat
multisektoral dengan melibatkan banyak pelaku pembangunan sehingga
diperlukan kerja sama dan koordinasi di antara semua pihak yang
berkepentingan. Selain itu, untuk mengevaluasi kinerja pembangunan ekonomi
daerah dibutuhkan identifikasi terhadap kriteria evaluasi dan pengukuran daya saing
yang tepat. Kemampuan mengidentifikasi potensi dan daya saing daerah mutlak
diperlukan bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan di daerah sebagai
pijakan dalam menyediakan kebijakan dasar yang diperlukan bagi pembangunan
daerah.
Pembangunan sarana dan prasarana, investasi dan akses terhadap sumber dana,
kebijakan lingkungan, pelayanan dasar (pendidikan dan kesehatan) serta
pengembangan sumber daya manusia sudah seharusnya didasarkan pada
keperluan untuk mengatasi gap daya saing yang masih dialami di berbagai daerah.
Dalam rangka pengembangan potensi daerah di tengah lingkungan yang semakin
dinamis, tentunya diperlukan berbagai upaya pengembangan dan inovasi secara
lebih terarah dan terpadu sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kemajuan pembangunan daerah. Pengembangan wilayah dengan
tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat harus dilakukan dengan
suatu pembangunan yang berkelanjutan.
Proses menuju kemandirian suatu daerah dalam era globalisasi saat ini tidaklah
terlepas dari perlu adanya daya saing dalam membentuknya. Daya saing tidaklah
hanya berorientasi pada indikator ekonomi saja, tetapi lebih jauh lagi yaitu daya saing
tersebut diartikan sebagai kemampuan daerah untuk menghadapi tantangan dan
persaingan global untuk peningkatan kesejahteraan hidup rakyat yang nyata dan
berkelanjutan serta secara politis, sosial dan budaya dapat diterima oleh seluruh
masyarakat.

278
Tingkat daya saing (competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam
konsep daerah berkelanjutan. Semakin tinggi tingkat daya saing suatu daerah, maka
tingkat kesejahteraan masyarakatnya pun semakin tinggi. Perbandingan dayasaing
diperlukan untuk melihat dan menjelaskan perbedaan tingkat kemakmuran daerah.
Secara konsep, daya saing menunjukkan kemampuan suatu daerah dibandingkan
dengan daerah lain dalam menetapkan strategi yang tepat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Daerah harus mencari dan mengenal potensi yang
akan dikembangkan dan dapat berdampak pada meningkatnya kesejahteraan
masyarakat setempat. Apalagi dengan semakin terbukanya pasar bebas yang
memungkinkan produk impor masuk ke daerah-daerah, tentunya usaha-usaha yang
dilakukan daerah harus lebih nyata dan terukur. Ukuran keberhasilannya adalah
meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu. Setiap daerah
dituntut untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif yang dapat menciptakan ide-
ide baru, perbaikan-perbaikan yang dapat mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru,
industri baru, lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkeadilan.
Prioritas pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan
membutuhkan dukungan tatakelola dan sinergi antara pusat dan daerah. Usaha
untuk meningkatkan tatakelola dan sinergi pusat-daerah dapat dilakukan dengan
membenahi kapabilitas pemerintah daerah. Kualitas sumber daya manusia,
pengembangan kualitas aparatur pemerintah daerah, pengelolaan anggaran dan
pembangunan infrastruktur serta peningkatan layanan publik merupakan hal
mendasar yang perlu menjadi perhatian pusat untuk meningkatkan daya saing
daerah.
Dalam era globalisasi, penguatan daya saing semakin menentukan keunggulan
posisional (posisition advantage) daerah dan sangat diperlukan dalam rangka
akselerasi pembangunan ekonomi. Dalam perdagangan nasional maupun regional
beragam hambatan tarif dan non tarif kini semakin bergeser untuk menggunakan
hambatan teknis. Isu Hak Kekayaan Intelektual (HKI), standarisasi, sertifikasi, dan
isu lingkungan sangat menentukan daya saing suatu daerah. Dalam pengertian
tersebut, pembentukan daya saing tentu mencakup upaya untuk memperkuat sinergi
berbagai sektor pembangunan daerah, juga mencakup penyempurnaan secara
struktural dalam sistem pembangunan daerah agar pembangunan tersebut dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara lebih efektif dan efisien. Peran institusi
pendidikan tinggi di daerah juga menjadi penting dalam meningkatkan kapabilitas
pemerintah daerah, sehingga pendapatan asli daerah juga akan meningkat dengan
bertahap. Satu hal yang dapat dikaji melalui penelitian institusi pendidikan tinggi
279
adalah pemberdayaan potensi daerah, selain itu pendampingan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) daerah dalam memasarkan produknya, karena banyak sekali
hasil produksi UMKM dari berbagai daerah yang masih belum dapat menembus pasar
ekspor dengan kendala keterbatasan informasi yang dimiliki oleh pelaku UMKM. Saat
ini konsep klaster sebagai suatu pendekatan kebijakan baru dalam pengembangan
wilayah telah semakin luas digunakan di berbagai negara baik negara maju maupun
negara berkembang, terutama dikaitkan dengan kesiapan suatu wilayah
meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi regionalisasi dan globalisasi.
Klaster secara signifikan meningkatkan kemampuan ekonomi daerah untuk
membangun kekayaan masyarakat. Klaster mampu bertindak sebagai pendorong
inovasi, dimana keberadaan unsur-unsur dalam klaster diperlukan untuk mengubah
gagasan menjadi kenyataan. Unsur universitas atau pusat riset merupakan tulang
punggung dalam menciptakan berbagai temuan baru yang kemudian
ditransformasikan oleh perusahaan ke dalam berbagai produk atau jasa baru. Unsur
pemasok menyediakan perlengkapan atau komponen penting. Unsur perusahaan
pemasaran dan distribusi membawa produk itu ke pelanggan. Hasilnya adalah
kawasan dengan klaster yang tumbuh dan bekerja dengan baik akan menikmati upah,
produktivitas, pertumbuhan usaha, dan inovasi yang lebih tinggi. Kajian lebih lanjut
mengenai pengembangan klaster di Indonesia sangat diperlukan untuk mendalami
fenomena terbentuknya klaster-klaster tersebut dan menemukan upaya-upaya
pengembangan yang dapat serta perlu dilakukan.
Ke depan, dalam rangka membangun daya saing daerah, pemerintah daerah perlu
melakukan beberapa hal, antara lain: (a) Memetakan potensi daerah berikut supply
dan demand, (b) Memperkuat seluruh infrastruktur ekonomi untuk mendorong
potensi daerah, termasuk SDM-nya, (c) Menguasai rantai pasokan (hulu-hilir) untuk
menekan inefisiensi (sinergi provinsi dan kabupaten /kota), (d) Menciptakan inovasi
produk, serta (e) Mendorong ekonomi rakyat dengan terus meningkatkan penggunaan
produksi lokal. Akhirnya, kesiapan kapabilitas pemerintah daerah perlu didukung
oleh peningkatan kemampuan dalam mengelola keuangan daerahnya. Kualitas
sumber daya manusia perlu dipersiapkan, sehingga dana yang dimiliki dapat dikelola
dengan efektif dan secara bertahap dapat membangun daya saing pemerintah daerah
di Indonesia.
Untuk Peningkatan Daya Saing guna Peningkatan efisiensi nasional dan daerah
melalui Program Penguatan Efisiensi Melalui Kelembagaan melalui kebijakan
Meningkatkan efisiensi nasional dan daerah melalui strategi Membangun Kawasan
Ekonomi Khusus atas dasar potensi dan keunggulan daerah, Mengembangkan

280
efisiensi perekonomian nasional dan daerah dengan melakukan pengawasan birokrasi
disertai dengan penegakan hukum yang tegas , Menetapkan perda-perda yang
berorientasi pada pencapaian efisiensi nasional dan daerah
Dalam menjalankan bisnis dan tingkat daya saing ekonomi. Masalah pemberdayaan
kelembagaan birokrasi tampaknya memang menjadi soal sangat serius. Dalam upaya
menciptakan efektif dan efisiensi birokrasi seyogyanya menjadi upaya bersama untuk
diwujudkan percepatannya.
Pemerintah daerah seyogyanya mengubah paradigma penggalian pendapatan daerah
yang bersumber dari pungutan daerah, serta menjadikan pemodal atau investor yang
akan menanamkan modalnya di daerah sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan
yang baik.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk basis inovasi di
kelembagaan pemerintahan daerah juga perlu dilakukan karena arah birokrasi ke
depan adalah otomasi atau bahkan digitalisasi yang akan makin mengefisienkan roda
birokrasi.
Dari sisi SDM, perlu terus diupayakan membangun meritokrasi sistem staffing
birokrasi, melalui implementasi open recruitment, dengan open recruitment,
diharapkan akan didapatkan calon-calon yang kapabel untuk memegang jabatan
tertentu. Menata ulang kelembagaan dan SDM birokrasi seyogyanya menjadi prioritas
pada semua tataran birokrasi, mengingat semakin ketatnya persaingan ekonomi
kawasan pada masa mendatang.
Transformasi jiwa-jiwa entrepreneurship kedalam birokrasi dapat menjadi alternatif
solusi dalam menjawab tantangan tersebut, mewirausahakan birokrasi sejatinya
adalah sebuah usaha reformasi birokrasi dari aspek sumber daya manusia, yang
dapat dilakukan paralel dengan usaha untuk mereformasi birokrasi dari aspek sistem
dan kelembagaan birokrasi yang ada. Sikap-sikap mental yang positif dari jiwa-
jiwa entrepreneurship seyogyanya dapat menjadi sebuah daya yang besar dalam
mengoptimalkan kinerja birokrasi dalam mengembangkan investasi, mengatasi
masalah ketenagakerjaan, pembangunan infrastruktur dan mengembangkan ekonomi
kreatif.
Optimalisasi kinerja birokrasi sangat dibutuhkan dalam memenangkan kompetisi
yang terjadi di segala lini dari mulai persaingan mendapatkan investasi, kualitas dan
harga jual produk ekspor, pasar tenaga kerja, kualitas infrastruktur, hingga regulasi
yang pro-investasi. Harapannya dengan mentransformasi spirit kewirausahaan dalam
birokrasi akan dapat semakin meningkatkan kinerja birokrasi dalam memperkuat
281
daya saing, sehingga dapat mempercepat terwujudnya peningkatan kesejahteraan
rakyat.

282
6. PENUTUP

6.1. KESIMPULAN
Indeks daya saing dapat digunakan sebagai potret atau alat ukur keberhasilan
pembangunan sebuah daerah secara luas. Indek ini juga dapat digunakan sebagai alat
ukur tingkat kesejahteraan penduduk dan merupakan potret pembangunan sebuah
daerah. Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) sangat penting dilakukan. Mengapa?
Karena pengukuran Indeks Daya Saing Daerah bertujuan menginformasikan sebuah
seri struktur dialog multi-stakeholder yang dapat meningkatkan kewaspadaan untuk
mendorong transormasi sebuah negara, region, atau kota untuk menolong mereka
menjadi lebih berdaya saing, dengan menawarkan serta memberi ruang pada
kesempatan untuk meningkatkan kemakmuran.
Pengukuran Indeks Daya Saing Daerah sangat perlu dilakukan guna memberi arah
dan peta jalan (road map) bagi para politisi dan semua pemangku kepentingan daerah
agar dapat menetapkan strategi pembangunan daerah.
Indeks Daya Saing Daerah perlu dikembangkan dan dikelola agar Pemimpin Tertinggi
Negara (Presiden) dalam melihat dengan mudah progres perkembangan, pertumbuhan
ekonomi, pertumbunan kesempatan kerja, dan kesejahteraan daerah. Indeks Daya
Saing dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan sebuah daerah
mengembangkan diri dan meningkatkan kesejahteraan penduduk daerah tersebut.
Komponen IDSD terdiri dari 4 Aspek, 12 Pilar, dan 23 Dimensi, 97 indikator.
Komponen terbanyak terletak pada aspek ekosistem inovasi. Komposisi ini dihasilkan
berdasarkan berbagai studi literature dan masukan para pakar (expert judgement). Ini
juga menunjukan bahwa aspek ekosistem inovasi diyakini menjadi aspek yang akan
sangat berpengaruh kepada tingkat daya saing suatu wilayah. Pengisian kuesioner
Indeks Daya Saing Daerah melalui aplikasi database Indeks Daya Saing Daerah.

283
6.2. SARAN DAN REKOMENDASI
1. Untuk mendukung proses pelaksananan Pengukuran Indeks Daya Saing di
Daerah, pemrakarsa perlu pemuktahiran dalam membangun dan mengelola
Database dan Sistem Informasi Aplikasi Pengukuran Indeks Daya Saing Daerah
yang terintegrasi
2. Perlu partisipasi dan dukungan berbagai Kementerian dan Lembaga baik pusat
maupun daerah, dunia usaha, akademisi dan stakeholder lainnya, berkenaan
dengan penyediaan data yang disampaikan secara online.
3. Agar terjadi sinergi penetapan, pelaksanaan, pengelolaan data dan informasi, serta
pemanfaatan pengukuran indeks daya saing daerah, maka perlu dibentuk Tim
Nasional yang anggotanya terdiri dari : Kementerian dan Lembaga, dunia usaha,
akademisi dan stakeholder lainnya
4. Perlu ada sosialisasi dan bimbingan teknis yang lebih intens bagi pelaksana yang
menangani maupun pelaksana teknis agar proses koordinasi tingkat kab/kota dan
pengisian data dapat optimal sehingga hasilnya dapat lebih menunjukkan kondisi
daya saing riil maisng-masing daerah.

284
DAFTAR BACAAN

Abdullah, Petter. Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia.


Yogyakarta: BPFE, 2002
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian,2019, Indeks Ketahanan Pangan
Indonesia 2019
Direktorat Sistem Inovasi Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset,
Teknologi Dan Pendidikan Tinggi, 2017. Naskah Urgensi Indeks Daya Saing
Daerah
Direktorat Sistem Inovasi Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kementerian Riset,
Teknologi Dan Pendidikan Tinggi, 2018. Laporan Hasil Pemetaan Pengembangan
Sistem Informasi Indeks Daya Saing Daerah Dan Data Inovasi
Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, 2013.
Membangun Daya Saing Daerah, http://keuda.kemendagri.go.id
/artikel/detail/22-membangun-dayasaing-daerah, diakses 5 November jam
11.02
Eddy Cahyono, 2014. Peningkatan Daya Saing Ekonomi dan Peran Birokrasi,:
https://setkab.go.id/peningkatan-daya-saing-ekonomi-dan-peran-birokrasi/
diakses 5 November jam 11.53
IMD World Competitiveness Rankings 2018 Results https://www.imd.org/wcc/world-
competitivenesscenter-rankings/world-competitiveness-ranking-2018/, diakses
25 Oktober jam 10.55
The IMD World Digital Competitiveness Ranking 2019 results,
https://www.imd.org/wcc/worldcompetitiveness-center-rankings/world-digital-
competitiveness-rankings-2019/ , diakses 25 Oktober jam 11.15
Kajian atas kebijakan penguatan daya saing daerah dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat, Kementerian Keuangan, Direktorat Jendral
Pengembangan Keuangan
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Aceh Tahun 2020, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh

285
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Sumatera Utara Tahun 2020, Badan Penelitian
dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Riau Tahun 2020, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Jambi Tahun 2020, Badan Penelitian
dan Pengembangan Daerah Provinsi Jambi
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020, Badan
Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Bengkulu Tahun 2020, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Provinsi
Bengkulu
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Lampung Tahun 2020, Badan Penelitian
dan Pengembangan Daerah Provinsi Lampung
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Badan
Perencanaan Pembangunan Dan Pehelitian Pengembangan Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2020, Badan
Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2020, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020, Badan
Penelitian Dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Barat
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2020, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian Dan Pengembangan Provinsi
Jawa Tengah
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Di. Yogyakarta Tahun 2020, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2020, Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Banten Tahun 2020, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Provinsi Banten

286
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020,
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2020, Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Barat
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2020, Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Indeks Daya Saing Daerah Provinsi Maluku Utara Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Martin, R., Kitson, M., & Tyler, P. (Eds.). (2003). Regional competitiveness. Routledge.
Tarigan, S. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara.
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia dan
Laboratorium Penelitian,
Pengabdian pada Masyarakat dan Pengkajian Ekonomi (LP3E) Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran. (2008). Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi
Daerah Kabupaten Kota di Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sutyastie Soemitro Remi Muhammad Aliyuddin Muhammad Fajri Rani Nurfaidah
Kuunaisah E-Tae, 2018. Analisis Daya Saing Indonesia, Bandung; Unpad Press
Rina Indiastuti, 2016. DAYA SAING DAERAH KONSEP, KAJIAN DAN KEBIJAKAN,
Bandung; Unpad Press
Teori Stufenbau, https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Stufenbau, diakses 25 Oktober
jam 8.57

287
LAMPIRAN

288
Lampiran 1. Profil Daya Saing Daerah Tingkat Provinsi

ACEH

SUMATERA UTARA

SUMATERA BARAT

289
RIAU

JAMBI

SUMATERA SELATAN

290
BENGKULU

LAMPUNG

Kepulauan Bangka Belitung

291
KEPULAUAN RIAU

DKI JAKARTA

JAWA BARAT

292
JAWA TENGAH

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

JAWA TIMUR

293
BANTEN

BALI

NUSA TENGGARA BARAT

294
NUSA TENGGARA TIMUR

KALIMANTAN BARAT

KALIMANTAN TENGAH

295
KALIMANTAN SELATAN

KALIMANTAN UTARA

SULAWESI UTARA

296
SULAWESI TENGAH

SULAWESI SELATAN

SULAWESI TENGGARA

297
GORONTALO

MALUKU

MALUKU UTARA

298
PAPUA BARAT

299
Lampiran 2. Profil Daya Saing Daerah Tingkat Kabupaten

Kabupaten Simeulue

Kabupaten Aceh Selatan

Kabupaten Aceh Tenggara

300
Kabupaten Aceh Timur

Kabupaten Aceh Tengah

Kabupaten Aceh Barat

301
Kabupaten Aceh Besar

Kabupaten Pidie

Kabupaten Bireuen

302
Kabupaten Aceh Utara

Kabupaten Aceh Barat Daya

Kabupaten Aceh Tamiang

303
Kabupaten Nagan Raya

Kabupaten Aceh Jaya

Kabupaten Pidie Jaya

304
Kabupaten Mandailing Natal

Kabupaten Tapanuli Utara

Kabupaten Labuhan Batu

305
Kabupaten Karo

Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Nias Selatan

306
Kabupaten Pakpak Bharat

Kabupaten Samosir

Kabupaten Labuhan Batu Selatan

307
Kabupaten Pesisir Selatan

Kabupaten Sijunjung

Kabupaten Tanah Datar

308
Kabupaten Padang Pariaman

Kabupaten Agam

Kabupaten Lima Puluh Kota

309
Kabupaten Pasaman

Kabupaten Solok Selatan

Kabupaten Kuantan Singingi

310
Kabupaten Indragiri Hulu

Kabupaten Indragiri Hilir

Kabupaten Kampar

311
Kabupaten Rokan Hulu

Kabupaten Bengkalis

Kabupaten Merangin

312
Kabupaten Sarolangun

Kabupaten Batang Hari

Kabupaten Tanjung Jabung Timur

313
Kabupaten Tebo

Kabupaten Bungo

Kabupaten Ogan Komering Ulu

314
Kabupaten Ogan Komering Ilir

Kabupaten Muara Enim

Kabupaten Musi Rawas

315
Kabupaten Musi Banyuasin

Kabupaten Banyu Asin

Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan

316
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur

Kabupaten Ogan Ilir

Kabupaten Bengkulu Selatan

317
Kabupaten Rejang Lebong

Kabupaten Bengkulu Utara

Kabupaten Kaur

318
Kabupaten Seluma

Kabupaten Lebong

Kabupaten Bengkulu Tengah

319
Kabupaten Tanggamus

Kabupaten Lampung Selatan

Kabupaten Lampung Tengah

320
Kabupaten Pringsewu

Kabupaten Mesuji

Kabupaten Bangka

321
Kabupaten Belitung

Kabupaten Bangka Barat

Kabupaten Bangka Tengah

322
Kabupaten Bangka Selatan

Kabupaten Belitung Timur

Kabupaten Karimun

323
Kabupaten Bintan

Kabupaten Natuna

Kabupaten Bogor

324
Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Cianjur

Kabupaten Bandung

325
Kabupaten Garut

Kabupaten Ciamis

Kabupaten Kuningan

326
Kabupaten Cirebon

Kabupaten Majalengka

Kabupaten Sumedang

327
Kabupaten Subang

Kabupaten Purwakarta

Kabupaten Bandung Barat

328
Kabupaten Pangandaran

Kabupaten Cilacap

Kabupaten Banyumas

329
Kabupaten Purbalingga

Kabupaten Banjarnegara

Kabupaten Kebumen

330
Kabupaten Purworejo

Kabupaten Wonosobo

Kabupaten Magelang

331
Kabupaten Boyolali

Kabupaten Klaten

Kabupaten Sukoharjo

332
Kabupaten Wonogiri

Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Sragen

333
Kabupaten Grobogan

Kabupaten Blora

Kabupaten Rembang

334
Kabupaten Pati

Kabupaten Kudus

Kabupaten Jepara

335
Kabupaten Demak

Kabupaten Semarang

Kabupaten Temanggung

336
Kabupaten Kendal

Kabupaten Batang

Kabupaten Pekalongan

337
Kabupaten Pemalang

Kabupaten Tegal

Kabupaten Brebes

338
Kabupaten Sleman

Kabupaten Ponorogo

Kabupaten Trenggalek

339
Kabupaten Tulungagung

Kabupaten Blitar

Kabupaten Kediri

340
Kabupaten Malang

Kabupaten Banyuwangi

Kabupaten Probolinggo

341
Kabupaten Jombang

Kabupaten Nganjuk

Kabupaten Madiun

342
Kabupaten Magetan

Kabupaten Ngawi

Kabupaten Tuban

343
Kabupaten Gresik

Kabupaten Sampang

Kabupaten Pamekasan

344
Kabupaten Sumenep

Kabupaten Pandeglang

Kabupaten Lebak

345
Kabupaten Serang

Kabupaten Jembrana

Kabupaten Badung

346
Kabupaten Gianyar

Kabupaten Klungkung

Kabupaten Karang Asem

347
Kabupaten Buleleng

Kabupaten Sumbawa

Kabupaten Belu

348
Kabupaten Lembata

Kabupaten Ende

Kabupaten Rote Ndao

349
Kabupaten Nagekeo

Kabupaten Sambas

Kabupaten Sanggau

350
Kabupaten Ketapang

Kabupaten Sintang

351
Kabupaten Kapuas Hulu

Kabupaten Sekadau

Kabupaten Melawi

352
Kabupaten Kayong Utara

Kabupaten Barito Selatan

Kabupaten Lamandau

353
Kabupaten Pulang Pisau

Kabupaten Gunung Mas

Kabupaten Tapin

354
Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Kabupaten Paser

Kabupaten Kutai Kartanegara

355
Kabupaten Malinau

Kabupaten Bulungan

Kabupaten Tana Tidung

356
Kabupaten Nunukan

Kabupaten Kepulauan Sangihe

Kabupaten Siau Tagulandang Biaro

357
Kabupaten Minahasa Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Kabupaten Banggai Kepulauan

358
Kabupaten Banggai

Kabupaten Poso

Kabupaten Donggala

359
Kabupaten Toli-toli

Kabupaten Parigi Moutong

Kabupaten Tojo Una-una

360
Kabupaten Sigi

Kabupaten Bantaeng

Kabupaten Takalar

361
Kabupaten Gowa

Kabupaten Sinjai

Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan

362
Kabupaten Barru

Kabupaten Bone

Kabupaten Wajo

363
Kabupaten Sidenreng Rappang

Kabupaten Pinrang

Kabupaten Enrekang

364
Kabupaten Luwu Utara

Kabupaten Bombana

Kabupaten Kolaka Utara

365
Kabupaten Bone Bolango

Kabupaten Mamasa

Kabupaten Mamuju Tengah

366
Kabupaten Maluku Barat Daya

Kabupaten Pulau Morotai

Kabupaten Kaimana

367
Kabupaten Teluk Wondama

Kabupaten Teluk Bintuni

Kabupaten Manokwari

368
Kabupaten Manokwari Selatan

Kabupaten Merauke

369
Lampiran 3. Profil Daya Saing Daerah Tingkat Kota

Kota Banda Aceh

Kota Sabang

Kota Langsa

370
Kota Lhokseumawe

Kota Sibolga

Kota Padang

371
Kota Solok

Kota Padang Panjang

Kota Bukittinggi

372
Kota Pariaman

Kota Pekanbaru

Kota Jambi

373
Kota Palembang

Kota Prabumulih

Kota Lubuklinggau

374
Kota Bengkulu

Kota Bandar Lampung

Kota Pangkal Pinang

375
Kota B A T A M

Kota Tanjung Pinang

Kota Bogor

376
Kota Sukabumi

Kota Bandung

Kota Cirebon

377
Kota Bekasi

Kota Depok

Kota Cimahi

378
Kota Tasikmalaya

KOTA BANJAR

Kota Magelang

379
Kota Surakarta

Kota Salatiga

Kota Semarang

380
Kota Pekalongan

Kota Tegal

Kota Kediri

381
Kota Malang

Kota Batu

Kota Tangerang

382
Kota Cilegon

Kota Denpasar

Kota Kupang

383
Kota Pontianak

Kota Singkawang

Kota Bontang

384
Kota Tarakan

Kota Manado

Kota Tomohon

385
Kota Parepare

Kota Palopo

Kota Baubau

386
Kota Ternate

Kota Jayapura

387
Lampiran 4. Data Indeks berbasis Pilar (Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan dan
Keterampilan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi,
Kesiapan Teknologi) dan Indeks Daya Saing Daerah Tingkat Provinsi
Efisien
Pendidika Kesiapa
si Akses Kapasit Nilai
No Kelembaga Infrastrukt Perekonomi Kesehat n dan Ketenagak Ukuran Dinamik n
Nama Daerah Pasar Keuan as Indek
. an ur an Daerah an Keterampil erjaan Pasar a Bisnis Teknolo
Produ gan Inovasi s
an gi
k
1 ACEH 2,4167 2,25 2,1786 2,875 2,8214 2,8333 3,5 1,3333 4,3333 2,6667 1,463 3,5 2,6683
2 SUMATERA UTARA 3,4167 1,75 2,8393 1,875 1,3393 1,5 3,5 0 3,3333 0,5 1,2407 2,5 1,9432
3 SUMATERA BARAT 0,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0208
4 RIAU 2,8333 3,75 2,2857 2,125 2,5 1,5833 4 1,1667 3,3333 0,1667 1,0926 2,25 2,2399
5 JAMBI 2,8333 3 2,7679 3,125 2,8214 2,8333 4,5 2,8333 2,3333 2,9167 2,9259 4 3,0615
6 SUMATERA SELATAN 3,6667 3,75 3,0893 3 3,125 3,6667 4,3333 2,1667 4,6667 3,25 4,5 4,5 3,589
7 BENGKULU 3,6667 2,5 2,4821 3,625 2,25 2,8333 4,6667 2,6667 3,6667 2,625 2,1481 0,75 2,78
8 LAMPUNG 3,3333 3,25 2,4286 3,375 1,9464 2,9167 4,3333 0,6667 1,6667 1,9167 1,8889 2 2,4989
9 Kepulauan Bangka Belitung 4 3,25 2,0357 3,625 2,3571 3,3333 4,3333 3,1667 2 2,9167 2,4815 2,25 2,961
10 KEPULAUAN RIAU 3,9167 3,75 3,1071 3,25 2,9464 2,5 4,1667 2,6667 2 2,3333 2,5926 5 3,2079
11 DKI JAKARTA 3,8333 3,5 4,0179 2,75 3,1071 3,5 2,8333 1,1667 2,6667 2,2917 3,1111 5 3,1804
12 JAWA BARAT 4,4167 4,25 3,9464 3,5 3,3571 3,8333 3,8333 5 4 5 4,7963 5 4,1829
13 JAWA TENGAH 4,5 5 3,8929 4,25 4,3571 4,3333 4,8333 3,8333 5 4,6667 4,8519 5 4,5268
DAERAH ISTIMEWA
14 YOGYAKARTA 0,4167 0 0,25 0 0 0,3333 0 0 0 0,25 0 0 0,0972
15 JAWA TIMUR 4,4167 3,5 4 3,625 3,4107 4,0833 4,5 3,1667 4 4,0417 4,6296 4,75 3,9753
16 BANTEN 3,9167 3,75 3,2857 3,25 2,6429 3,3333 4,1667 3 3,3333 3,0417 2,9074 5 3,4263
17 BALI 1,0833 2,5 1,2143 0,875 1 0 4 0 0 0 0,1481 2,25 1,084
18 NUSA TENGGARA BARAT 1,9167 1,25 0,8571 0,875 0 0 0,8333 0 0 0 0 0 0,4968
19 NUSA TENGGARA TIMUR 4,1667 3,25 2,1607 2,75 3,0179 3,75 4,5 2,5 2 2 2,7037 4,5 3,0829
20 KALIMANTAN BARAT 4,1667 2 2,4821 1,375 1,3393 1,5 0,5 0,1667 1,3333 0,7083 0,8148 0 1,4057
21 KALIMANTAN TENGAH 1,8333 0 2,7857 0,625 0,2857 1,1667 3,6667 1 4 0,875 0,037 1,75 1,3352
22 KALIMANTAN SELATAN 3 2,25 3,3929 0,625 1,0357 1,5 1,8333 1,3333 1 1,4583 0,2778 2,5 1,635
23 KALIMANTAN UTARA 1,0833 3,25 2,3571 3,75 2,0179 1 2,1667 1 1,6667 0,875 0,6296 1,5 1,8935
24 SULAWESI UTARA 4 4 3,1964 3,875 3,0536 3,8333 4,3333 2 0,6667 2,875 2,7407 2,5 3,1525
25 SULAWESI TENGAH 3 0,5 3,0357 3,375 1,8214 2,5 3,1667 1,5 3 1,4167 1,5926 4 2,4137
26 SULAWESI SELATAN 4,25 3 3,0179 3,125 3,5893 3,6667 3,6667 2,8333 4 1,2917 3,1111 3,5 3,2389
27 SULAWESI TENGGARA 0,5833 1,5 2,3214 1,25 1,2679 1,6667 3,8333 1 2 0,7083 0,9074 1 1,431
28 GORONTALO 0,8333 1,5 0,9107 0 0 1,4167 2,5 0 2,3333 1,0417 0,1111 0 0,757
29 MALUKU 0,75 2 1,25 1,25 0,8393 1,8333 1,8333 0 0 0 0 2 0,9903
30 MALUKU UTARA 2,25 2,25 2,625 3,125 2,3571 2,5833 4,3333 1,1667 3,3333 2,2083 2,1667 3,75 2,6696
31 PAPUA BARAT 1,1667 2,25 2,4464 3,875 2,2143 2,0833 3,6667 1,5 3,3333 1,0833 1,3148 2,5 2,3194

388
Lampiran 5. Data Indeks berbasis Pilar (Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan dan
Keterampilan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi,
Kesiapan Teknologi) dan Indeks Daya Saing Daerah Tingkat Kabupaten
Pendidika Kesiap
Efisiensi Ketena Akses Dinami Kapasit
Kelembag Infrastruk Perekonom Kesehat n dan Ukuran an Nilai
No. Nama Daerah Pasar gakerj Keuanga ka as
aan tur ian Daerah an Keterampi Pasar Teknol Indeks
Produk aan n Bisnis Inovasi
lan ogi
1 Kabupaten Simeulue 2,25 0,5 2,6607 1,875 1,5417 1,9167 2,5 1 1,3333 0 0,4074 2,5 1,5421
2 Kabupaten Aceh Singkil 2,125 1,8333 0,8571 2,625 0,5 3,3333 0,6667 1,1667 1,3333 1,8333 1,0556 1 1,5222
3 Kabupaten Aceh Selatan 1,875 2 0,9643 0,625 0,5833 1 0,8333 0 1,3333 0 0,1481 0 0,7646
4 Kabupaten Aceh Tenggara 0 0 0,375 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0313
5 Kabupaten Aceh Timur 0,125 0,1667 1,375 1,125 1,3333 2,25 1,3333 0 0 0 0,1667 0 0,684
6 Kabupaten Aceh Tengah 2,5 0 1,0714 1,125 1 1,6667 0 2,1667 0 2,1667 0,8333 0,5 1,0945
7 Kabupaten Aceh Barat 3,75 3 2,2679 3,75 1,75 2,25 3 1 3 0,75 0,4259 2,5 2,3234
8 Kabupaten Aceh Besar 0,75 1,5 1,0714 0,375 1,2083 1,5 1,3333 0 3,3333 0 0,037 0 0,8632
9 Kabupaten Pidie 3,375 2,3333 1,9286 2,125 1,5 1,9167 1,8333 0 2 1,0833 0,2778 0 1,5623
10 Kabupaten Bireuen 3,375 3 2,1964 2,875 2,3333 2,5833 3,3333 0,6667 1,6667 2,4167 0,7222 2 2,3092
11 Kabupaten Aceh Utara 0,75 2 2,0179 1,75 1,0833 1,5833 1,5 1,3333 1 1,5833 1,0185 1,75 1,4527
12 Kabupaten Aceh Barat Daya 3,125 0,75 1,4821 2,375 2,5417 1,5 1,8333 0,1667 0 0,3333 0 0 1,3075
13 Kabupaten Aceh Tamiang 1,375 0,25 0 0,375 0,625 0 2 0,1667 1,3333 1,0417 0,5926 1 0,6987
14 Kabupaten Nagan Raya 2,5 1,0833 1,6786 2,625 1,2917 2,1667 1,8333 0 0 0 0,2593 2 1,3663
15 Kabupaten Aceh Jaya 3,25 3,3333 2,0179 4,25 2,7083 2,5833 4,3333 1,1667 2,3333 2,5833 1,4074 2,75 2,7993
16 Kabupaten Pidie Jaya 3,25 2,1667 1,6786 1,875 2,0417 2,1667 1,5 0,6667 0 0,5 0,6296 0 1,4458
17 Kabupaten Mandailing Natal 3,5 1,75 2,9643 3,625 1 1,75 2 1 1,3333 2,25 1 2,25 2,1012
18 Kabupaten Tapanuli Utara 3,625 3 2,3929 3,25 1,5 2,75 4,1667 0,8333 2,3333 1,875 0,0741 1,75 2,2837
19 Kabupaten Labuhan Batu 3,625 0,8333 1,4286 2,875 1 1,25 3,5 1,6667 1,3333 1,5 1,5 3,5 2,001
20 Kabupaten Karo 3,75 3 2,4643 3 1,7917 3,4167 3,8333 0,5 1,6667 1,5 1,6296 4 2,5495
21 Kabupaten Deli Serdang 3,875 3,1667 3,3393 1,375 2,1667 2,5 2,8333 0,8333 2 1,2083 1,4074 4,75 2,432
22 Kabupaten Nias Selatan 1 0,9167 1,4643 1,125 0,9167 0,8333 0 0 0 0 0 0 0,589
23 Kabupaten Pakpak Bharat 3 1,1667 1,9821 3,375 0,9167 0,8333 3,5 0,6667 2 2,25 0,7037 2 1,8992
24 Kabupaten Samosir 3,625 2,25 2,1429 3,625 2,1667 3,6667 4,5 1 2 2 1,5556 2,5 2,5947
Kabupaten Labuhan Batu
25 Selatan 0,125 0,9167 1,375 0,75 1,375 0,1667 2,3333 0 1,3333 0 0,2037 0 0,7236
26 Kabupaten Pesisir Selatan 3,625 3,25 2,8571 4,25 2 1,8333 2,6667 3,8333 3 1,4167 1,3333 4,5 2,9048
27 Kabupaten Sijunjung 3 0,25 1,4821 0,625 1,125 0,1667 0 0 0 1 0,0741 0 0,713
28 Kabupaten Tanah Datar 2,625 1,25 1,8214 1,375 0,625 1,6667 0 0,1667 0 0,9583 0,3148 0 0,9454
29 Kabupaten Padang Pariaman 1,375 2,9167 2,7857 3,25 2,25 1,5 2 0,1667 1,3333 1,7917 0,9074 2,5 2,023
30 Kabupaten Agam 3,875 3,6667 2,5893 3,25 1,5417 2,1667 4 1,1667 2 0,7917 1,3148 3,75 2,5146
31 Kabupaten Lima Puluh Kota 2,625 0 0,7143 2 0,3333 0 1,8333 0 1,6667 0 0,2778 0 0,8118
32 Kabupaten Pasaman 3,375 2,0833 1,875 3,75 1,3333 2 2,5 0,8333 1,3333 1,5833 0,6111 0,5 1,8877
33 Kabupaten Solok Selatan 1,75 1,5 2,3571 2 0,75 2,0833 1,5 0,1667 0 0,4167 0,4444 1 1,2005
34 Kabupaten Kuantan Singingi 0,25 0 0,1429 0 0 0,0833 1,1667 0 1,3333 0 0,1111 0 0,2035
35 Kabupaten Indragiri Hulu 1,5 1,3333 2,1429 2,875 0,875 1,5833 2,1667 0 1,3333 0,625 0,6296 2 1,4724
36 Kabupaten Indragiri Hilir 1,125 0,5833 2,3393 1,125 1,25 1 3 0 2 1,5 0,2593 0 1,1558
37 Kabupaten Kampar 0,75 0 0,9286 0 0,7083 0,3333 0,3333 0,3333 0 0,625 0,1481 0 0,3554
38 Kabupaten Rokan Hulu 3,25 1,8333 2,9464 3,75 2,5 3,75 3,8333 1,6667 1,6667 2,5833 1,3889 2,75 2,6929
39 Kabupaten Bengkalis 0,25 0,5 2,1964 3,875 1,25 1 3,1667 0 1,3333 0,4583 0,7963 0 1,3345
40 Kabupaten Merangin 3 1,8333 2,1429 2,125 2,4167 1,8333 3,3333 0 0,6667 1 0,5926 0,5 1,688

389
Pendidika Kesiap
Efisiensi Ketena Akses Dinami Kapasit
Kelembag Infrastruk Perekonom Kesehat n dan Ukuran an Nilai
No. Nama Daerah Pasar gakerj Keuanga ka as
aan tur ian Daerah an Keterampi Pasar Teknol Indeks
Produk aan n Bisnis Inovasi
lan ogi
41 Kabupaten Sarolangun 1,5 0,8333 1,25 2,25 2,2083 0,0833 3,5 0,3333 0,6667 0,5 0,8519 2 1,4217
42 Kabupaten Batang Hari 1,75 1,8333 2,3214 2 2 2,25 3 1,3333 2 2,0417 1,0185 2,75 2,0127
Kabupaten Tanjung Jabung
43 Timur 2,375 3 1,9464 1,875 1,875 2,25 2,8333 0,6667 4 1,7083 0,9444 2,5 2,1176
44 Kabupaten Tebo 1,25 1,3333 1,5893 0,5 0,5 0,3333 1 0 1,6667 0,875 0,1667 2 0,9137
45 Kabupaten Bungo 1,875 1,9167 2,8036 3,625 3,0417 1,25 3,8333 1,3333 2 2 1,1481 2 2,338
46 Kabupaten Ogan Komering Ulu 0,875 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1111 0 0,0822
47 Kabupaten Ogan Komering Ilir 1,5 0 0 0 0 0 0 0 0,3333 0 0,1481 0 0,1582
48 Kabupaten Muara Enim 4,375 3 3,5536 3,375 2,0833 3,0833 2,8333 2,6667 4,3333 3,2083 1,8333 2 2,9871
49 Kabupaten Musi Rawas 1,125 2,5833 2,0893 0,625 1,25 1,6667 1,6667 0,1667 1,6667 0,3333 1,3889 0 1,1839
50 Kabupaten Musi Banyuasin 1,5 1,5 1,5714 0,25 0,625 1,3333 3,1667 0,1667 1,6667 0,625 0,2778 0 0,9614
51 Kabupaten Banyu Asin 3,375 2 3,2679 3,125 1,2083 1,8333 2,6667 0,1667 0 1,4583 0,8889 0 1,7492
Kabupaten Ogan Komering Ulu
52 Selatan 2 0,5833 2,875 2,75 2,5833 1,0833 3,5 1,3333 3,3333 1,125 0,8889 4 2,2008
Kabupaten Ogan Komering Ulu
53 Timur 0,625 0 2,25 2,125 0,7917 0,9167 2,6667 0 1,3333 0 0,1667 0 0,9253
54 Kabupaten Ogan Ilir 0 0 0 0 0,1667 0,5 0,8333 0 0 0 0,1111 0 0,1134
55 Kabupaten Bengkulu Selatan 3,5 2,4167 2,1964 4,25 1,2083 1,9167 3,5 0,5 1,3333 0,9167 0,537 2,5 2,141
56 Kabupaten Rejang Lebong 2,875 1,9167 1,625 3,25 1,875 1,5833 3,6667 0,1667 1,3333 1,5417 0,5556 0 1,772
57 Kabupaten Bengkulu Utara 3,75 2,4167 2,4107 3,5 2,25 2,75 4 2,1667 3 1,5833 1,7037 2,5 2,6606
58 Kabupaten Kaur 0,125 2,5833 0,7857 0,875 0,5 0,1667 1,8333 0 0 0,25 0,0926 0 0,6166
59 Kabupaten Seluma 0 0 0 0 0 0 0 0,1667 0 0 0 0 0,0104
60 Kabupaten Lebong 0,875 2,5 0,4464 0 0 0,1667 0 0,5 0 0,5 0,2593 0 0,4234
61 Kabupaten Kepahiang 2,5 0,9167 2,0357 2,875 1,125 2,0833 3,8333 1,6667 0 1,7083 0,2407 1,25 1,6949
62 Kabupaten Bengkulu Tengah 0,125 1,5833 1,9286 1,25 0,6667 1,25 0 0,6667 2 0 0,3333 1,75 0,9611
63 Kabupaten Tanggamus 2,5 0,75 3,2321 3 1,3333 1,4167 3 0,1667 3 0 0,537 3 1,8506
64 Kabupaten Lampung Selatan 0,625 0,25 1,5536 1 0,875 1,4167 2,3333 0 1,6667 1 0,1111 0 0,8679
65 Kabupaten Lampung Tengah 3,375 2,9167 2,5714 2,5 2,1667 1,8333 3,1667 1,5 1,6667 2,0833 1,9444 1,5 2,293
66 Kabupaten Pringsewu 3,875 1,6667 2,1964 2,25 1,625 2,3333 2,3333 0,8333 0 0,5 0,8889 0 1,5887
67 Kabupaten Mesuji 1,875 1 1,6607 2 1,0417 0 2,1667 0 0 0 0,2222 0 0,9121
68 Kabupaten Bangka 4,25 3,3333 2,2857 3,75 2,375 3,3333 3,6667 2,6667 2 1,4583 2,2407 2 2,7921
69 Kabupaten Belitung 3,875 4 2,4107 4,25 2 3 3,8333 2,6667 3 1,9583 0,9259 2,25 2,8475
70 Kabupaten Bangka Barat 4 2,5 2,4286 3,125 1,375 2,9167 2,6667 0,3333 1,3333 0,3333 0,3333 2 1,9819
71 Kabupaten Bangka Tengah 4,25 3,25 1,8929 3,75 2,2083 3,0833 4,1667 1,1667 4 1,8333 1,0556 3 2,7943
72 Kabupaten Bangka Selatan 3,25 4,1667 2,4821 3,875 2,2083 2,9167 2,8333 1,5 1,6667 2,125 1,6111 3 2,704
73 Kabupaten Belitung Timur 0,5 1,25 2,0714 3,125 0,75 2,0833 3,6667 0,3333 2,3333 1,2083 0,8333 1 1,5823
74 Kabupaten Karimun 0 0 1,2857 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1071
75 Kabupaten Bintan 4 2,9167 3,4821 4,25 2,375 2,75 4 1,1667 2,3333 2,75 1,2222 3,75 2,9788
76 Kabupaten Natuna 3,375 2,3333 1,375 2,25 1,2917 0,9167 1 2 1,6667 2,125 0,4259 3 1,8445
77 Kabupaten Bogor 4,125 2,8333 3,3571 3,625 2,5 3,8333 3,8333 2,3333 4 4,9167 4,8889 4,25 3,6715
78 Kabupaten Sukabumi 1,625 0,1667 1,9821 1,75 1,25 1,5 1,8333 2,1667 1,6667 0,7917 0,4815 3 1,4935
79 Kabupaten Cianjur 3,5 3 2,625 2,625 1,25 2,8333 3,1667 1 1,3333 2,6667 1,5556 3 2,3675
80 Kabupaten Bandung 2,875 2,3333 2,8214 1,75 0,5 0,75 1,3333 1,6667 1,6667 0,5 0,4444 0 1,3676
81 Kabupaten Garut 4,375 2,9167 3,6964 3 2,8333 2,1667 2,5 1,1667 3,3333 1,8333 1,6111 1,75 2,6506
82 Kabupaten Ciamis 3,625 4,3333 3,0714 3 2,6667 2,1667 3,3333 1 3,6667 1,5 1,463 2,5 2,7181

390
Pendidika Kesiap
Efisiensi Ketena Akses Dinami Kapasit
Kelembag Infrastruk Perekonom Kesehat n dan Ukuran an Nilai
No. Nama Daerah Pasar gakerj Keuanga ka as
aan tur ian Daerah an Keterampi Pasar Teknol Indeks
Produk aan n Bisnis Inovasi
lan ogi
83 Kabupaten Kuningan 1,5 0 2,0357 0,625 0,25 1,5833 1,6667 0 0 0,8333 0,5185 0 0,7198
84 Kabupaten Cirebon 2,75 1,25 0,9643 1,5 0,1667 1,6667 0,6667 0,1667 0 0,75 0,5556 0 0,8871
85 Kabupaten Majalengka 0,25 0,6667 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0,2431
86 Kabupaten Sumedang 2,75 2,5833 2,1071 2,875 2,375 2,25 2,1667 4,3333 1,6667 1,8333 2,6667 3,5 2,594
87 Kabupaten Subang 4 3,5833 3,0714 3,375 1,4167 2,5 3,3333 1,1667 5 1,5417 0,9259 2,75 2,6717
88 Kabupaten Purwakarta 4,125 3,6667 3,0714 3,25 2,7917 3,0833 3,3333 1,8333 2 2,2083 0,9259 1,75 2,7081
89 Kabupaten Bandung Barat 3,875 3,4167 2,5714 3,25 2,2917 2,25 1,6667 0,1667 2 0,7083 0,463 1,25 2,0966
90 Kabupaten Pangandaran 4 3 2,4107 2,875 1,7917 2,4167 3,3333 2,1667 2,3333 1,9167 0,963 2,5 2,4565
91 Kabupaten Cilacap 4,125 3,5833 2,8036 3,625 2,4167 3,1667 3,8333 3 3,6667 2,6667 2,1481 4,5 3,2616
92 Kabupaten Banyumas 4,375 3 3,3393 4 2,25 4 4,1667 2,3333 4,3333 3,25 3,1852 4,75 3,5333
93 Kabupaten Purbalingga 3,875 4 3 3,625 2,125 3,75 4,3333 3 3,6667 2,875 3,0185 3,5 3,3297
94 Kabupaten Banjarnegara 3,75 3,3333 2,9286 2,875 1,8333 2,8333 3,8333 2 3,6667 2,6667 1,1111 3,75 2,821
95 Kabupaten Kebumen 4,125 3,25 2,9286 3,125 2,2917 3,0833 4,1667 3 2,3333 2,8333 2 4,5 3,1
96 Kabupaten Purworejo 4,25 3,5 2,6607 3,875 2,375 2,25 4 1,8333 2,6667 3,6667 1,9259 4,5 3,1617
97 Kabupaten Wonosobo 4 3,5 3 2,875 2,625 3,0833 4,1667 2,3333 3,6667 2,75 1,9444 5 3,1985
98 Kabupaten Magelang 4,25 3,8333 2,8036 3,375 2,1667 3,6667 3,6667 2,3333 5 2,9583 2,2037 3,75 3,2593
99 Kabupaten Boyolali 4,125 4,25 3 3,25 3,2917 3,0833 3,8333 1 3,6667 2,8333 2,3704 3,75 3,2357
100 Kabupaten Klaten 4,25 3,0833 2,5893 3,25 2,5417 2,8333 3,3333 2,8333 3 2,3333 2,1667 3,5 2,9675
101 Kabupaten Sukoharjo 4,125 3,5833 3,2857 4,375 3 2,6667 5 2,1667 5 2,9167 1,5 3,25 3,404
102 Kabupaten Wonogiri 4,25 3,8333 2,7321 4,75 2,9167 4,1667 4,3333 3,6667 3,6667 4,9167 3,4074 4,5 3,9179
103 Kabupaten Karanganyar 4,125 3,0833 3,4464 4,625 3,5833 2,8333 4 2,6667 4,3333 2,4583 1,5741 3,75 3,4271
104 Kabupaten Sragen 4,125 4,25 2,6071 4,375 2,2917 2,4167 4,8333 2,3333 2,3333 2,2917 2,7593 4 3,2475
105 Kabupaten Grobogan 4,25 3 3,2143 3,625 2,3333 3 3,6667 2,5 5 3,1667 2,4074 3,5 3,2584
106 Kabupaten Blora 4 3,3333 2,2679 3,375 2,0417 2,4167 3,8333 2,5 1,6667 2,375 1,2407 4,5 2,8045
107 Kabupaten Rembang 3,75 3,5833 2,6071 2,125 2,4167 3,1667 4,8333 3,6667 3 4 3,7222 4,25 3,3104
108 Kabupaten Pati 4 3,6667 3,7857 4,125 2,7917 3,6667 4,3333 1,5 3,6667 3,5833 3,5556 4,5 3,6118
109 Kabupaten Kudus 3,875 3,5833 2,6429 3,75 2 3,6667 5 2,8333 5 3,7917 2,037 2,25 3,265
110 Kabupaten Jepara 4 3,6667 3,6429 3,625 3,0833 2,5 3,8333 1,5 2,3333 2,9167 1,8333 3,75 3,1248
111 Kabupaten Demak 4,375 3,25 3,5 4 1,7917 3,4167 4 2,5 0,3333 2,375 1,463 3 2,8615
112 Kabupaten Semarang 4 3,75 2,9286 4 3,0833 4 4,5 3 3,6667 3,1667 3,1667 4,75 3,6468
113 Kabupaten Temanggung 4,25 3,5 3,2857 4 2,7917 3,1667 4,5 3,5 3,6667 3,25 2,537 4,5 3,5529
114 Kabupaten Kendal 4,125 3,5 3,8214 3,875 2,9167 3,25 4,1667 4,3333 5 3,5833 2,2037 5 3,7486
115 Kabupaten Batang 3,875 3,75 2,9107 3,25 2,2083 3,5833 4,6667 4,3333 2,6667 3 2,7593 4,5 3,3683
116 Kabupaten Pekalongan 3,625 3,6667 3,125 3,5 2,875 3,6667 4,5 3,5 5 3,0833 3,537 4,25 3,6125
117 Kabupaten Pemalang 4 3,0833 2,7857 3,375 2,25 3 4 3 2,3333 2,2083 2,7407 4,25 3,063
118 Kabupaten Tegal 4,125 2,3333 3,4286 2,625 3,0833 3,3333 3,5 3 2,6667 3,1667 2,0185 3,5 3,0425
119 Kabupaten Brebes 3,625 3,3333 2,875 3,5 1,8333 3,25 2,3333 3 3,6667 3,125 2,037 3 2,9319
120 Kabupaten Sleman 4,5 4,25 3,6071 2,875 2,6667 2,0833 4,6667 2 2,3333 2,4167 3,0926 3,5 3,166
121 Kabupaten Ponorogo 2,125 1,5 2,7679 2,375 0,5 1,1667 0,8333 0 1,6667 0,625 0,1481 1 1,269
122 Kabupaten Trenggalek 4,25 4 3,625 3 2,7917 3 3,5 1,5 3,6667 3,375 2,8519 3,75 3,2741
123 Kabupaten Tulungagung 2,625 0,25 0,375 0 0 0 0 0 0 0 0,2222 0 0,2894
124 Kabupaten Blitar 4,125 2,9167 3,1429 3,625 2 3,25 4,6667 3,1667 2,3333 3,4583 3,037 5 3,3483
125 Kabupaten Kediri 1,625 2,5 2,7143 3,25 1,625 1,5 4 0 1,6667 0,5 0,1296 2,25 1,8672
126 Kabupaten Malang 4,125 4,25 2,7143 3,25 2,0833 2,5833 3,5 0,5 3,6667 3,2917 2,4815 3 2,9625
127 Kabupaten Banyuwangi 3,875 2 3,7143 3,25 2,0417 2,5 3,5 0 3,3333 1,0833 1,1111 4,75 2,6226

391
Pendidika Kesiap
Efisiensi Ketena Akses Dinami Kapasit
Kelembag Infrastruk Perekonom Kesehat n dan Ukuran an Nilai
No. Nama Daerah Pasar gakerj Keuanga ka as
aan tur ian Daerah an Keterampi Pasar Teknol Indeks
Produk aan n Bisnis Inovasi
lan ogi
128 Kabupaten Probolinggo 4,375 1 3,6786 2,5 1,6667 1,8333 3,8333 0,1667 1 1,4583 0,963 0 1,9042
129 Kabupaten Jombang 4 4,3333 2,8214 3,125 2,125 2,6667 3 1,6667 2,3333 2,25 1,4444 4,5 2,8729
130 Kabupaten Nganjuk 0,375 0 0 1,25 0 0 1,6667 0 0 0 0 0 0,2917
131 Kabupaten Madiun 4,125 3,5 2,0357 2,375 1,5417 0,6667 1 0 1,6667 1,5417 0,537 2 1,8429
132 Kabupaten Magetan 4 1,8333 2,6429 2,75 2,125 1,3333 3,6667 0 3,6667 1,375 0,6111 1 2,1062
133 Kabupaten Ngawi 0 0 1,5714 1 0,625 0 0 0 1,3333 0,9167 0,6481 0 0,5478
134 Kabupaten Tuban 4 3,3333 2,6071 3,5 2,1667 2,9167 4 0,6667 3,3333 1,5 2,3148 2,75 2,7661
135 Kabupaten Gresik 4,5 4 2,6071 3,75 1,7917 1,75 4 0,5 3,6667 2,5833 2,8333 0 2,6895
136 Kabupaten Sampang 1,875 1,8333 1,5357 2,125 0,7917 2,4167 3,5 0,1667 1,3333 0 0,8704 2 1,5043
137 Kabupaten Pamekasan 3,375 1,4167 2,3036 2,25 2,5 2,1667 3 2,3333 2 2 0,7037 2 2,1707
138 Kabupaten Sumenep 0,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0208
139 Kabupaten Pandeglang 1,75 1,8333 1,1429 0,875 0,375 0,1667 0,6667 0,1667 1,6667 0 0,463 0 0,7553
140 Kabupaten Lebak 1,375 1 1,2857 1,25 1,75 2,4167 2,5 0 0 0,9167 0,3704 0 1,0946
141 Kabupaten Serang 0,5 0 0 0 0 0 1,1667 0 0,3333 1,625 0,6296 0 0,3233
142 Kabupaten Jembrana 4,125 4 2,875 4 2,0417 2,25 4 0,3333 2 0,7083 0,5185 2,5 2,5189
143 Kabupaten Badung 4,375 3,6667 4,3036 3,875 3,2083 4,25 5 2,5 3 2,625 2,9259 4,75 3,6945
144 Kabupaten Gianyar 3,5 3,75 3,5357 3,625 2,6667 1,5833 3 1,3333 1 2,1667 0,4074 3,25 2,6029
145 Kabupaten Klungkung 4,125 3,5 2,6786 4,25 2,75 2,75 4,6667 3,1667 3,6667 2,4583 1,8889 4,5 3,3615
146 Kabupaten Karang Asem 1,25 2,0833 3,375 4,25 2,6667 1,75 3,3333 2 3,3333 1 0,2963 2 2,3493
147 Kabupaten Buleleng 4,25 3,8333 2,5536 2,625 2 2,5 3,5 2,8333 2,3333 2,5833 1,4444 2 2,6648
148 Kabupaten Sumbawa 4 3,5833 3,125 3,5 2,6667 3,0833 4 2 2 1,2917 1,8519 3 2,8679
Kabupaten Timor Tengah
149 Selatan 3,25 1,6667 2,3929 0,875 1,625 0,6667 1,1667 1 1,3333 0 0,2037 0 1,199
150 Kabupaten Belu 1 0,25 1,7321 1,875 1 0,9167 0,6667 0 3,3333 1,8333 0,2593 0,5 1,1312
151 Kabupaten Lembata 2,625 0,25 1,0893 1,25 0,875 0,0833 1,1667 3,5 0 0 0,1667 0 0,9067
152 Kabupaten Ende 3,125 1,8333 2,1964 2,125 1,7083 1,5833 3,5 0,1667 2 1,7083 0,8148 1,75 1,8846
153 Kabupaten Rote Ndao 0,125 2,5 2,75 2,125 1,5417 1,25 3 0 2 1,4583 0,9815 1 1,5835
154 Kabupaten Nagekeo 2,5 3,1667 1,5536 2,875 1,3333 0,1667 4,1667 0,1667 1 0 0,1481 1,5 1,6088
155 Kabupaten Sambas 1,25 3,0833 2,7679 3,375 2,9167 2 3,5 1,1667 1,6667 2,375 1,1852 3 2,4457
156 Kabupaten Sanggau 2,5 2,3333 2,4821 3,375 1,625 2,6667 4,3333 1,3333 5 1,2917 0,6667 2,75 2,4603
157 Kabupaten Ketapang 3,625 2,25 2,8571 3 1,7083 2,5 3,6667 0 2,3333 0,9583 0,7778 1,75 2,138
158 Kabupaten Sintang 1 1,6667 1,7321 0,5 0,7917 2,0833 4,1667 0 4,3333 1,7917 0,6667 1,75 1,5402
159 Kabupaten Kapuas Hulu 2,75 2,3333 0,6786 1,25 0,9167 1,4167 2,1667 0 1,3333 0,375 0,1111 0 1,0988
160 Kabupaten Sekadau 1,25 1,75 3,5 1,75 1,5833 1,6667 2,5 2,6667 2 2,5417 0,537 1,25 1,8711
161 Kabupaten Melawi 2 0,5 2,1607 3,875 0,5417 0,1667 0 0 0 0,875 0,1111 0 1,0331
162 Kabupaten Kayong Utara 3,375 2,4167 1,0893 0,875 1,5417 2,1667 3,6667 0,6667 2,3333 1 0,2222 3 1,7794
163 Kabupaten Barito Selatan 0,125 0 0,2857 0 0,125 0,4167 2,5 0 0 0,5 0,1111 0 0,2831
164 Kabupaten Lamandau 4 2,5833 2,2857 3,25 2,125 1,9167 3,5 0 3,3333 0,625 0,3889 2,5 2,2507
165 Kabupaten Pulang Pisau 0 0 0,3929 0,625 0 0 0 0 0 0,5 0,2037 0 0,1695
166 Kabupaten Gunung Mas 0,25 0,25 0,5714 1,375 1 0,5 2,8333 0 0 0 0,1481 0 0,6068
167 Kabupaten Tapin 0 0 0 0,5 0 0 1,5 0 0 0 0 0 0,1563
168 Kabupaten Hulu Sungai Selatan 3,875 3,25 3,9643 4,25 2,5417 2,8333 4,1667 2,5 1,3333 2,4583 1,537 3,5 3,0748
169 Kabupaten Paser 2,5 2,5 2,4643 3,25 2 1 2,8333 1,3333 0 0,625 0,7407 2 1,8817
170 Kabupaten Kutai Kartanegara 4 2,5833 2,9107 3,375 2,4583 1,5 1,8333 0 1,3333 0,75 0,5 2,25 2,1037
171 Kabupaten Malinau 3 0,75 0,8929 1,25 0 1 0 0 0 1,25 0,1111 2 0,8857

392
Pendidika Kesiap
Efisiensi Ketena Akses Dinami Kapasit
Kelembag Infrastruk Perekonom Kesehat n dan Ukuran an Nilai
No. Nama Daerah Pasar gakerj Keuanga ka as
aan tur ian Daerah an Keterampi Pasar Teknol Indeks
Produk aan n Bisnis Inovasi
lan ogi
172 Kabupaten Bulungan 3,875 3 2,8036 4,25 1,9583 2,6667 3,5 1,6667 3,3333 1,25 1,4444 2,25 2,6925
173 Kabupaten Tana Tidung 0,625 0,6667 1,5179 3,375 0,875 0,9167 0 0,3333 0,3333 1,5417 0,8519 0 1,0638
174 Kabupaten Nunukan 2,25 0,4167 2,0179 3 1,0833 1,0833 1,8333 1,8333 3,3333 0 0,2593 0 1,4276
175 Kabupaten Kepulauan Sangihe 3,5 2,5 2,6607 4 1,75 2,8333 3,1667 1,5 2,3333 2,4167 0,6481 3 2,5605
176 Kabupaten Kepulauan Talaud 2,875 2,25 2,2143 2,625 1 1,6667 3,8333 3,1667 2 1,9167 1,2222 1,75 2,1388
Kabupaten Siau Tagulandang
177 Biaro 1,375 0 0 0,625 0,25 0 0 0 0 0 0,1111 0 0,2332
178 Kabupaten Minahasa Tenggara 0,5 1,75 0,8393 0,625 0 0,4167 0 0,1667 0 0,0833 0,2778 0 0,4021
Kabupaten Bolaang Mongondow
179 Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1111 0 0,0093
180 Kabupaten Banggai Kepulauan 3,5 1,1667 0,125 0 0,125 1 0 0,8333 1,6667 0,5 0,2963 0 0,7
181 Kabupaten Banggai 3,875 2 3,125 3,375 2,375 2,1667 4,3333 0,3333 2,3333 2,1667 1,2593 3,5 2,6188
182 Kabupaten Poso 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,75 0,0625
183 Kabupaten Donggala 0 0 0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0417
184 Kabupaten Toli-toli 1,5 1,3333 2,2857 0,875 1,0417 1,5 3,1667 0 1,3333 0,75 0,2778 0 1,1268
185 Kabupaten Parigi Moutong 2,375 2,0833 2,5357 2,75 1,3333 1,9167 3,1667 0,6667 0 1,125 1,3889 3 1,9121
186 Kabupaten Tojo Una-una 0,25 1,75 1,3214 0,75 0 0 0,1667 0 0 0 0 0 0,381
187 Kabupaten Sigi 1,25 0 0,4821 0 0 1 0,1667 0 0 0,9167 0,5556 0 0,3399
188 Kabupaten Bantaeng 0 0 0 0 0,25 0 0 0 0 0 0 0 0,0313
189 Kabupaten Takalar 1,125 2,1667 1 4 0,75 0,4167 0,8333 0,1667 0 0,9583 0,463 0,5 1,2
190 Kabupaten Gowa 1,25 2 0,7321 1 1,0833 0,5 2,1667 0 0 0 0,1111 1 0,8515
191 Kabupaten Sinjai 3,875 2,3333 2,4107 1,375 1,4583 1,5 3,5 0,1667 1,6667 0,5 1,1852 3 1,8899
192 Kabupaten Maros 3,25 1,5 1,2679 2,125 1,0417 1,5833 0,6667 0,8333 0 0 0,2778 0,5 1,1548
Kabupaten Pangkajene Dan
193 Kepulauan 1,125 3,25 2,25 2,5 1,9583 1,5833 3,5 2 0,3333 2,2083 2 4 2,2569
194 Kabupaten Barru 2,125 3,5833 2,1429 3,125 2,4167 1,8333 2,8333 0,5 1,6667 1,5 0,6481 2 2,1197
195 Kabupaten Bone 3,75 2,9167 2,6071 3,5 2,125 2,5 3,3333 3,5 3 3,25 2,037 2,5 2,8957
196 Kabupaten Wajo 3,75 0,9167 2,5714 1,125 2,0833 0,4167 2,3333 0,3333 0 0,5833 0,2778 1,5 1,3937
197 Kabupaten Sidenreng Rappang 3,5 3,0833 1,9464 3,5 1,6667 2,1667 3,3333 1,1667 1,6667 0,875 0,3704 2 2,1479
198 Kabupaten Pinrang 4,125 2,8333 2,3036 4 1,375 1,5833 2,8333 0 0,3333 0,875 0,463 2 2,0187
199 Kabupaten Enrekang 0 3,25 1,7143 0,5 1,625 1,5 2,6667 2,3333 0 0 0 1,25 1,1897
200 Kabupaten Luwu Utara 1 1,3333 0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,2361
201 Kabupaten Muna 0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0417
202 Kabupaten Bombana 3,25 3 1,9286 1,25 1,375 2,0833 1,3333 1,1667 4,6667 2,2917 0,963 3,75 2,1715
203 Kabupaten Kolaka Utara 2,5 1,25 1,4821 0,875 0,4167 0,6667 0,8333 0 0 0 0 0 0,6912
204 Kabupaten Gorontalo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0833 0 0 0,0069
205 Kabupaten Bone Bolango 4 3,4167 2,1964 1,75 1,0833 1,6667 1,8333 1,8333 0 1,1667 0,6296 0 1,6383
206 Kabupaten Mamasa 0,625 0,1667 0,7679 0,625 0,4167 0 1,8333 0 0 0 0 1 0,4581
207 Kabupaten Mamuju Tengah 0,125 0 2,125 0 0,6667 1,0833 3,1667 0 0 0 0,2222 0 0,555
208 Kabupaten Maluku Barat Daya 1,875 1,25 0,5893 3,125 0,7917 1,1667 0,3333 0 1,3333 0 0,1296 0 0,987
209 Kabupaten Pulau Morotai 1,625 1,4167 1,9643 4,125 0,625 1,6667 1 1,1667 1,6667 1 0,6852 0,75 1,5576
210 Kabupaten Fakfak 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0833
211 Kabupaten Kaimana 0,625 0,6667 1,4643 2,125 0,4167 1,3333 1,6667 0 1,3333 0,25 0 0 0,839
212 Kabupaten Teluk Wondama 0 0 0,0714 0,75 0,4167 0,25 1,8333 0 0 0 0 0 0,282
213 Kabupaten Teluk Bintuni 0 0 0,9464 0 0,125 0,1667 0 0 0 0 0,1481 0,5 0,1589

393
Pendidika Kesiap
Efisiensi Ketena Akses Dinami Kapasit
Kelembag Infrastruk Perekonom Kesehat n dan Ukuran an Nilai
No. Nama Daerah Pasar gakerj Keuanga ka as
aan tur ian Daerah an Keterampi Pasar Teknol Indeks
Produk aan n Bisnis Inovasi
lan ogi
214 Kabupaten Manokwari 0,5 1,5 2,3036 2,25 2 1 1,3333 1 0 0 0,037 0 1,1013
215 Kabupaten Manokwari Selatan 0 1,4167 1,75 2,25 1,7083 1 2,1667 0 0 0,375 0,0556 1,75 1,1383
216 Kabupaten Merauke 0,625 0,75 1,3571 1,75 1,4583 1,3333 1,6667 0,1667 0 0,25 0,3148 0 0,8737

394
Lampiran 6. Data Indeks berbasis Pilar (Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan dan
Keterampilan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi,
Kesiapan Teknologi) dan Indeks Daya Saing Daerah Tingkat Kota
Pendidikan Efisien
Akses Ukura Kapasi Kesiapan
No Kelembagaa Infrastrukt Perekonomia Kesehata dan si Ketenaga Dinamik Nilai
Nama Daerah Keuanga n tas Teknolog
. n ur n Daerah n Keterampila Pasar kerjaan a Bisnis Indeks
n Pasar Inovasi i
n Produk
1 Kota Banda Aceh 2,625 3,1667 2,3571 3,625 3,4583 1,8333 1,8333 0,6667 1,3333 0,5 1,463 0 2,0822
2 Kota Sabang 0 1,6667 0,7679 1,75 1,125 0 0 0 0 0 0 0 0,5623
3 Kota Langsa 3,375 2,8333 2,4107 3 1,875 2,5833 2,6667 2 2 2,2917 1,7593 2,25 2,4308
4 Kota Lhokseumawe 3,25 1,75 2,0179 4,25 2,4583 1,5833 2 1 4,6667 0,4167 0,4259 2,25 2,2592
5 Kota Sibolga 0,125 0 0,0714 1,375 1,75 0 0 0,1667 1,3333 0 0,3148 0 0,527
6 Kota Padang 4,375 3,5833 2,625 2,25 2,9583 2,8333 2,5 0,8333 1 1,5833 0,7963 3,25 2,45
7 Kota Solok 1,125 3,6667 1,3036 1,625 1,7083 1,75 1,1667 0 0 0 0,3889 0 1,1393
Kota Padang
8 Panjang 4 1,5 1,5893 3,75 2,9167 1,75 4,3333 1 1,6667 0,7083 1,4074 2,75 2,3765
9 Kota Bukittinggi 1,75 0 1,6429 2,375 0,9167 1,6667 2,3333 0 0 0 0,2222 0 0,9627
10 Kota Pariaman 3,875 3 2,4107 3,625 2,7917 2,75 4,1667 3,3333 4,6667 1,875 1,0741 3,25 3,0248
11 Kota Pekanbaru 4 2,1667 4,3393 3,375 2,7917 4 4,1667 2,6667 2,3333 2,125 3,1111 5 3,3223
12 Kota Jambi 4 3,8333 3,0179 3,875 3 2,75 3,3333 2,6667 4 2,9167 1,963 2,75 3,1963
13 Kota Palembang 3 2,3333 2,1429 3,5 2,5 2,9167 3,8333 2,3333 1,3333 1,75 1,6481 2,5 2,5156
14 Kota Prabumulih 3,5 3,25 2,4107 4,125 1,3333 3,0833 3 1,3333 1,6667 2,375 0,7963 1 2,361
15 Kota Lubuklinggau 3,75 2,8333 2,375 3,5 2,5417 3 4,6667 2 2,3333 2,5 1,3148 3,25 2,8405
16 Kota Bengkulu 3,75 3 2,9464 4 2,2917 2,6667 4,6667 1,3333 4 1,875 1,7778 3,25 2,9614
Kota Bandar
17 Lampung 0,125 1,5 1,3571 0,25 1,5417 0,4167 1,5 0 2 0,375 0,3519 0 0,7778
18 Kota Pangkal Pinang 2,625 3,1667 2,2143 4,25 2,9583 2,75 3,5 1,6667 1,6667 1,3333 0,8519 2,75 2,5784
19 Kota B A T A M 3 4,5 3,0179 3,875 2 2,3333 4 1,1667 1,6667 2,4167 0,9815 0 2,467
Kota Tanjung
20 Pinang 4 2,5833 2,9643 3,75 2,7083 3,1667 3,5 0,8333 5 2,2083 0,6111 3,25 2,89
21 Kota Bogor 4,25 3,3333 3,3393 4 2,9583 1,8333 3,1667 0,8333 3,3333 2,9583 1,3148 2,5 2,9174
22 Kota Sukabumi 4,25 4,5 3,1071 4,375 3,0833 1,75 4,1667 1,8333 3,6667 2,1667 2,5185 4,75 3,4202
23 Kota Bandung 4 3,8333 3,9107 3,875 2,5 2,6667 3 1,3333 0,6667 3,25 2,4259 2,5 2,936
24 Kota Cirebon 4,125 3,6667 2,7679 4,25 3,0833 2,8333 3,1667 0,6667 3 2,1667 2,2963 0 2,7727
25 Kota Bekasi 3,375 3,5 2,9464 2,75 2,7083 1,6667 3,6667 0,3333 4 1,6667 1,9074 4 2,7361
26 Kota Depok 4,25 4,0833 4,0357 3,875 2,8333 4,0833 2,8333 2,6667 3,3333 3,2083 2,963 3 3,4409
27 Kota Cimahi 3,875 3,4167 3,5 2,875 3,5833 3,8333 3,6667 4 4,3333 3,6667 4,8148 5 3,8196
28 Kota Tasikmalaya 4,125 1,3333 1,6786 4,5 0,9167 1,4167 2 0,6667 0 1,25 0,6296 2,25 1,8712
29 KOTA BANJAR 0,875 0,5 0,5536 0,625 0,625 0 2,8333 0 0 0,375 0,2222 0 0,5438
30 Kota Magelang 4,25 4,25 2,9464 4,5 3 3,6667 4,6667 2,6667 2,3333 2,625 3,3519 4,75 3,6186
31 Kota Surakarta 4,375 3,75 3,5536 4,375 4,125 4 4,6667 4 5 4,5417 4,7778 5 4,3332
32 Kota Salatiga 4,25 4,5 3,1071 4,375 3,4167 2,8333 3,6667 2,8333 3,6667 3,875 2,6481 3 3,5681
33 Kota Semarang 4,125 4,75 3,5536 3,625 3,0417 3,6667 4,6667 2,8333 3,3333 3,9167 4,5556 5 3,898
34 Kota Pekalongan 4,375 4,3333 2,5714 4,25 2,4583 3,3333 4,3333 4,3333 5 3,375 3,1481 3,5 3,6763
35 Kota Tegal 4,125 3,75 2,6964 4 3,0833 3,75 3 4,1667 5 3,25 3,9259 4,75 3,755
36 Kota Kediri 3,75 1,1667 2,0893 3,125 2,5417 1,3333 2,1667 0 0,3333 1,125 0,2963 0 1,6502
37 Kota Malang 4,375 2,6667 3,625 4,5 2,9167 3,5833 4,3333 1,5 3,6667 2,1667 3,4815 5 3,521
38 Kota Batu 1,625 1 2,1786 3,375 1,8333 2,4167 0 0,6667 1,6667 0,5 0,3148 3,25 1,6869

395
39 Kota Tangerang 4,25 2,5 3,5357 3,25 2,2917 3,4167 3,6667 1,6667 0,6667 2,0417 0,9259 2,5 2,594
40 Kota Cilegon 0,5 0 1,7143 1 2,125 0,75 1,5 0,3333 0,6667 1,125 0,8519 0,5 0,9847
41 Kota Denpasar 4,375 4,0833 2,9464 3,25 2,625 2,8333 4,8333 2,1667 3,3333 2,0833 2,1852 5 3,2801
42 Kota Kupang 3,625 2,5 2,8036 4 2,0417 1,3333 2,6667 2 2,3333 1,3333 1,2778 2,25 2,4252
43 Kota Pontianak 1,875 1,75 1,1607 1,25 1,0833 1,8333 2,5 0 2,6667 0,6667 0,9074 4 1,5925
44 Kota Singkawang 1,5 2,5833 2,1964 3 2,0417 1,9167 3 0,1667 1,3333 1,0417 1,1667 0 1,7386
45 Kota Bontang 4,25 4,25 3,2857 4,125 3,2917 2,6667 4,1667 3 3,3333 2 1,1852 4,5 3,3726
46 Kota Tarakan 3,25 3,5 2,875 4 1,7917 3,0833 4,1667 1 4,6667 2,25 2,3704 2,75 2,9475
47 Kota Manado 0,625 2,75 1,4821 2,875 1,3333 0,8333 1,3333 0,1667 0,6667 1,125 1,2222 2,5 1,5222
48 Kota Tomohon 0,75 0,3333 1,2679 0,5 0,8333 0 0 0 0 0 0 0 0,3626
49 Kota Kotamobagu 3,75 0,8333 0,5536 0 0 0 0 0 0 1,25 0 0 0,5322
50 Kota Parepare 3,125 3,3333 3,0357 4,75 2,7917 2,9167 4,1667 2 3,6667 1,5417 1,4815 3,25 3,0535
51 Kota Palopo 0,75 2,5833 1,3571 2,375 0,6667 1 1,5 0 1,6667 0 0 0 1,0315
52 Kota Baubau 0 1 0,2143 2,125 0,6667 0,4167 2,1667 0 0 0 0 0 0,6116
53 Kota Ternate 3,25 1,0833 2,0714 3,875 1,125 0,9167 2,8333 1,1667 1,6667 0,4167 0,463 2,25 1,831
54 Kota Jayapura 1 2,0833 1,9821 0,875 1,9167 1,5 1,5 0 1,6667 0,625 0,1852 2 1,2969

396
Lampiran 7. Kuesioner Pengukuran Indeks Daya Saing Daerah

KUESIONER
PENGUKURAN INDEKS DAYA SAING DAERAH

Dalam rangka mendorong peningkatan indeks daya saing nasional dan peningkatan daya
saing daerah, ketersediaan data dan informasi yang akurat sangat perlu untuk diperlukan
dan dipahami oleh Pemerintah Daerah terkait dengan kondisi daya saing pemerintah provinsi,
kabupaten dan kota saat ini. Sehubungan dengan hal tersebut, mohon bantuan
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner terlampir. Kami harapkan kuesioner ini dapat
diisi dengan jujur dan penuh tanggung jawab. Hasil pengukuran indeks daya saing daerah ini
akan digunakan sebagai dasar (baseline) dalam perbaikan terhadap aspek-aspek yang
memiliki nilai rendah dan signifikan dalam mendukung pencapaian indeks daya saing daerah
pemerintah provinsi, kabupaten dan kota.
Kuesioner ini disampaikan untuk mendapatkan gambaran secara nyata berdasarkan data riil
yang ada di daerah yang Bapak/Ibu/Sdr, tentang kondisi daya saing daerah saat ini dari
aspek Faktor Penguat/Enabling Environment, Aspek Sumber Daya Manusia/Human Capital,
Aspek Pasar/Market, dan aspek Ekosistem Inovasi. Setiap aspek terbagi atas beberapa pilar
sesuai dengan indikator masing-masing.Cara pengisian:

Dengan jenis pertanyaan tertutup cukup dengan memberikan tanda ceklis ( ) pada nilai
yang menurut Anda sesuai dengan kondisi nyata di daerah, berdasarkan data empiris yang
dimiliki oleh Pemerintahan Daerah. Jika ada pertanyaan yang bertanya mengenai persepsi
Anda, silakan jawab berdasarkan pemahaman Anda mengenai isu terkait.
Contoh:

Tidak ada 1 2 3 4 5 Sangat Baik


Keterangan:
Angka 1 – 5 merupakan suatu kontinum dimana:
 Angka 1 bernilai sangat negatif, rendah, atau tidak sesuainya pernyataan yang
diajukan dengan kondisi daerah saat ini;
 Angka 5 bernilai sangat positif, tinggi, atau sangat sesuainya pernyataan yang
diajukan dengan kondisi daerah saat ini.
Ketepatan dan kebenaran pengisian kuesioner ini sangat berharga bagi Pemerintah Daerah
dalam upaya perbaikan terhadap aspek-aspek daya saing daerah yang mendapat nilai rendah,
untuk segera dilakukan intervensi perbaikannya secara berkelanjutan.
Atas perkenan dan kerja sama Bapak/Ibu/Sdr, kami ucapkan terima kasih.

397
INDEKS DAYA SAING DAERAH

I. ASPEK FAKTOR PENGUAT/ENABLING ENVIRONMENT


1. Pilar Kelembagaan
1. Tata Kelola Pemerintahan
1) Apakah hasil penetapan tingkat kinerja penyelenggaraan Pemerintah Daerah
secara Nasional berdasarkan Kementerian Dalam Negeri ?
1. SR (Sangat Rendah)
2. R (Rendah)
3. S (Sedang)
4. T (Tinggi)
5. ST (Sangat Tinggi)
2) Apakah hasil Indeks Reformasi Birokrasi berdasarkan Kementerian PAN dan RB?
1. 1 sampai dengan 20
2. 21 sampai dengan 40
3. 41 sampai dengan 60
4. 61 sampai dengan 80
5. > 80
3) Apakah hasil evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP)
berdasarkan Kementerian PAN dan RB?
1. < 60
2. > 60 – 70 (B - Baik)
3. > 70 – 80 (BB - Sangat Baik)
4. > 80 - 90 (A - Memuaskan)
5. > 90 – 100 (AA - Istimewa)
4) Apakah hasil hasil Indeks Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE)
berdasarkan Kementerian PAN dan RB?
1. < 1,8 (Kurang)
2. 1,8 – < 2,6 (Cukup)
3. 2,6 – < 3,5 (Baik)
4. 3,5 – < 4,2 (Sangat Baik)
5. 4,2 – 5,0 (Memuaskan)
5) Berapa hasil Indeks Persepsi Anti Korupsi (IPAK) Tingkat Provinsi ?
1. < 1
2. ≥ 1 - 2
3. ≥ 2 - 3
4. ≥ 3 - 4
5. ≥ 4 - 5
6) Berapa capaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tingkat Provinsi ?
398
1. < 65
2. ≥ 65 dan < 70
3. ≥ 70 dan < 73
4. ≥ 73 dan < 75
5. ≥ 75

2. Keamanan dan Ketertiban


7) Bagaimana Tingkat penyelesaian pelanggaran K3 (ketertiban, ketentraman,
keindahan?
1. < 20%
2. ≥ 20% dan < 35%
3. ≥ 35% dan < 50%
4. ≥ 50% dan < 70%
5. ≥ 70%
8) Berapa Persentase Penegakan Peraturan Daerah (PERDA)?
1. < 20%
2. ≥ 20% dan < 35%
3. ≥ 35% dan < 50%
4. ≥ 50% dan < 70%
5. ≥ 70%

2. Pilar Infrastruktur
1. Infrastruktur Transportasi
9) Berapa rasio panjang jalan dengan jumlah kendaraan bermotor?
1. 0 – 500 Unit/KM
2. 501 – 1000 Unit/KM
3. 1001 – 1500 Unit/KM
4. 1501 – 2000 Unit/KM
5. > 2000 Unit/KM
10) Berapa rasio panjang jalan kondisi baik dibanding total panjang jalan (tidak
termasuk jalan tol)?
1. < 20%
2. ≥ 20% dan < 35%
3. ≥ 35% dan < 50%
4. ≥ 50% dan < 70%
5. ≥ 70%
2. Infrastruktur Air Bersih, RTH dan Kelistrikan
11) Berapa persentase rumah tangga berakses air minum layak?
1. < 60%
2. ≥ 60% dan < 70%

399
3. ≥ 70% dan < 80%
4. ≥ 80% dan < 90%
5. ≥ 90%
12) Berapa besar persentase Koefisien Daerah Hijau (KDH)?
1. < 10% dari luas wilayah
2. ≥ 10% dan < 15% dari luas wilayah
3. ≥ 15% dan < 20% dari luas wilayah
4. ≥ 20% dan < 25% dari luas wilayah
5. ≥ 25% dari luas wilayah
13) Berapa rasio elektrifikasi?
1. < 60 %
2. ≥ 60% dan < 70%
3. ≥ 70% dan < 80%
4. ≥ 80% dan < 90%
5. ≥ 90%
3. Pilar Perekonomian Daerah
1. Keuangan Daerah
14) Berapa besar pertumbuhan ekonomi?
1. ≤ 0%
2. 0% dan < 2%
3. ≥ 2% dan < 4%
4. ≥ 4% dan < 6%
5. ≥6%
15) Berapa Indeks Kapasitas Fiskal daerah ?
Provinsi Kabupaten/ Kota
1. < 0,304 (sangat rendah) < 0,509 (sangat rendah)
2. ≤ 0,304 dan < 0,445 (rendah) ≤ 0,509 dan < 0,720 (rendah)
3. ≤ 0,445 dan < 0,808 (sedang) ≤ 0,720 dan < 1,089 (sedang)
4. ≤ 0,808 dan < 1,564 (tinggi) ≤ 1,089 dan < 1,959 (tinggi)
5. ≥ 1,564 (sangat tinggi) ≥ 1,959 (sangat tinggi)

16) Berapa persentase peningkatan nilai PAD terhadap total pendapatan daerah dari
tahun sebelumnya?
1. Tidak terjadi peningkatan persentase nilai PAD
2. Terjadi peningkatan persentase nilai PAD < 5%
3. Terjadi peningkatan persentase nilai PAD ≥ 5% dan < 10%
4. Terjadi peningkatan persentase nilai PAD ≥ 10% dan < 15%
5. Terjadi peningkatan persentase nilai PAD ≥ 15%
17) Berapa Persentase peningkatan anggaran pemerintah daerah (APBD) terhadap
PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) dari tahun sebelumnya ?

400
1. Tidak terjadi peningkatan persentase nilai APBD
2. Terjadi peningkatan persentase nilai APBD < 5%
3. Terjadi peningkatan persentase nilai APBD ≥ 5% dan < 10%
4. Terjadi peningkatan persentase nilai APBD ≥ 10% dan < 15%
5. Terjadi peningkatan persentase nilai APBD ≥ 15%

2. Stabilitas Ekonomi
18) Berapa Nilai PDRB per kapita atas dasar harga berlaku (ADHB) untuk tahun
terakhir?
1. < Rp. 20.000.000,-
2. ≤ Rp. 20.000.000 dan < Rp. 50.000.000
3. ≤ Rp. 50.000.000 dan < Rp. 80.000.000
4. ≤ Rp. 80.000.000 dan < Rp. 100.000.000
5. ≥ Rp. 100.000.000
19) Berapa Jumlah nilai investasi berskala nasional PMDN Berdasarkan Data
Terakhir ?
1. < Rp. 2.500.000.000
2. ≤ Rp. 2.500.000.000 dan < Rp. 5.000.000.000
3. ≤ Rp. 5.000.000.000 dan < Rp. 7.500.000.000
4. ≤ Rp. 7.500.000.000 dan < Rp. 10.000.000.000
5. ≥ Rp. 10.000.000.000
20) Berapa Jumlah nilai investasi berskala nasional PMA Berdasarkan Data Terakhir
1. < $250.000.000
2. ≤ $250.000.000 dan < $ 500.000.000
3. ≤ $500.000.000 dan < $ 750.000.000
4. ≤ $750.000.000 dan < $1.000.000.000
5. ≥ $1.000.000.000
21) Berapa Persentase peningkatan UMKM terhadap UKM dari tahun sebelumnya?
1. Tidak terjadi peningkatan persentase UMKM terhdap UKM
2. Terjadi peningkatan persentase UMKM terhdap UKM < 10%
3. Terjadi peningkatan persentase UMKM terhdap UKM ≥ 10% dan <15%
4. Terjadi peningkatan persentase UMKM terhdap UKM ≥ 15% dan <20%
5. Terjadi peningkatan persentase UMKM terhdap UKM ≥ 20%
22) Berapa Persentase Angka Kemiskinan dari tahun terakhir ?
1. ≥ 10%
2. ≥ 8% dan < 10%
3. ≥ 6% dan < 8%
4. ≥ 4% dan < 6%
5. < 4%
23) Berapa persentase Nilai Tukar Petani (NTP) ?

401
1. Nilai Tukar Petani < 90%
2. Nilai Tukar Petani ≥ 90 dan < 101%
3. Nilai Tukar Petani ≥ 101 dan < 103%
4. Nilai Tukar Petani ≥ 103 dan < 105%
5. Nilai Tukar Petani ≥ 105%
24) Berapa besarnya Indeks Ketahanan Pangan (IKP) tahun terakhir ?
Provinsi Kabupaten Kota
1. > 37,61 dan < 48,27 > 41,52 dan < 51,42 ≥ 28,84 dan < 41,44
2. ≥ 48,27 dan < 57,11 ≥ 51,42 dan < 59,58 ≥ 41,44 dan < 51,29
3. ≥ 57,11 dan < 65,96 ≥ 59,58 dan < 67,75 ≥ 51,29 dan < 61,13
4. ≥ 65,96 dan < 74,40 ≥ 67,75 dan < 75,68 ≥ 61,13 dan < 70,64
5. ≥ 74,40 ≥ 75,68 ≥ 70,64

II. ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA/HUMAN CAPITAL


1. Pilar Kesehatan
1. Kesehatan
25) Berapa Persentase balita gizi buruk tahun terakhir?
1. ≥ 15%
2. ≥ 10% dan < 15%
3. ≥ 5% dan < 10%
4. ≥ 3% dan < 5%
5. < 3%
26) Berapa Persentase Jumlah Balita Stunting tahun terakhir?
1. ≥ 27,67%
2. ≥ 20% dan < 27,67%
3. ≥ 12,33% dan < 20%
4. ≥ 4,66% dan < 12,33%
5. < 4,66%
27) Berapa Angka Kematian Bayi/Balita (AKB) Per 1000 Kelahiran Hidup pada tahun
terakhir?
1. ≥ 115
2. ≥ 86 dan < 115
3. ≥ 57 dan < 86
4. ≥ 28 dan < 57
5. < 28
28) Berapa Persentase Angka Kesakitan/Morbiditas/Penduduk Yang Mempunyai
Keluhan Kesehatan pada tahun terakhir ?
1. ≥ 15%
2. ≥ 10% dan < 15%
3. ≥ 5% dan < 10%

402
4. ≥ 3% dan < 5%
5. < 3%
29) Berapa nilai Angka Harapan hidup tahun terakhir?
1. < 50
2. 51 sampai dengan 58
3. 59 sampai dengan 66
4. 67 sampai dengan 74
5. ≥ 75
30) Berapa Rasio puskesmas per 100.000 (seratus ribu) penduduk pada tahun
terakhir?
1. < 1,19
2. ≥ 1,19 dan < 2,38
3. ≥ 2,38 dan < 3,57
4. ≥ 3,57 dan < 4,76
5. ≥ 4,76
31) Berapa Rasio rumah sakit umum per 100.000 (seratus ribu) penduduk pada
tahun terakhir?
1. < 0,33
2. ≥ 0,33 dan < 0,66
3. ≥ 0,66 dan < 0,99
4. ≥ 0,99 dan < 1,32
5. ≥ 1,32
32) Rasio dokter dan medis terhadap per 100.000 (seratus ribu) penduduk tahun
terakhir?
1. < 50
2. 51 sampai dengan 58
3. 59 sampai dengan 66
4. 67 sampai dengan 74
5. ≥ 75

2. Pilar Pendidikan dan Keterampilan


1. Pendidikan
33) Berapa Angka Harapan Lama Sekolah?
1. ≤ 6 Tahun
2. > 6 dan ≤ 9 Tahun
3. > 9 dan ≤ 12 Tahun
4. > 12 dan ≤ 15 Tahun
5. > 15 dan ≤ 18 Tahun
34) Berapa Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)?
1. ≤ 6 Tahun

403
2. > 6 dan ≤ 9 Tahun
3. > 9 dan ≤ 12 Tahun
4. > 12 dan ≤ 15 Tahun
5. > 15 dan ≤ 18 Tahun

35) Berapa Angka Partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi?


1. < 86,02
2. ≥ 86,02 dan < 105,02
3. ≥ 105,02 dan < 124,02
4. ≥ 124,02 dan < 143,02
5. ≥ 143,02
36) Berapa Persentase jumlah penduduk berpendidikan Diploma I/II/III terhadap
total jumlah penduduk?
1. < 2%
2. ≥ 2% dan < 3%
3. ≥ 3% dan < 5%
4. ≥ 5% dan < 7%
5. ≥ 7%
37) Berapa Persentase jumlah penduduk berpendidikan D4/S1 terhadap total
jumlah penduduk ?
1. < 2%
2. > 2% dan < 3%
3. ≥ 3% dan < 4%
4. ≥ 4% dan < 5%
5. ≥ 5%
38) Berapa Persentase jumlah penduduk berpendidikan S2 terhadap total jumlah
penduduk?
1. < 0,5%
2. ≥ 0,5% dan < 1%
3. ≥ 1% dan < 1.5%
4. ≥ 1,5% dan < 2%
5. ≥ 2%
39) Berapa Persentase jumlah penduduk berpendidikan S3 terhadap total jumlah
penduduk?
1. < 0.025%
2. ≥ 0.025% dan < 0.5%
3. ≥ 0.5% dan <1%
4. ≥ 1% dan < 1.5%
5. ≥ 1.5%

404
2. Keterampilan
40) Berapa persentase Angka Partisipasi Kasar siswa Sekolah Menengah kejuruan?
1. < 50%
2. ≥ 50% dan < 60%
3. ≥ 60% dan < 70%
4. ≥ 70% dan < 80%
5. ≥ 80%
41) Berapa kenaikan jumlah program latihan Balai Latihan Kerja untuk
profesionalisme angkatan kerja pada tahun ini dan tahun sebelumnya?
1. Tidak terjadi kenaikan jumlah program latihan Balai Latihan Kerja
2. kenaikan jumlah program latihan Balai Latihan Kerja < 10%
3. kenaikan jumlah program latihan Balai Latihan Kerja ≥ 10% dan < 20%
4. kenaikan jumlah program latihan Balai Latihan Kerja ≥ 20% dan < 30%
5. kenaikan jumlah program latihan Balai Latihan Kerja ≥ 30%

42) Berapa jumlah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) ?


1. < 100 PKBM
2. ≥ 100 PKBM dan < 150 PKBM
3. ≥ 150 PKBM dan < 200 PKBM
4. ≥ 200 PKBM dan < 254 PKBM
5. ≥ 254 PKBM
43) Bagaimana peran Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Literasi Digital
Penduduk?
1. Sudah ada perencanaan digital untuk penduduk usia produktif
2. Sudah ada pembahasan kemampuan digital
3. Sudah ada pemanfaatan digital
4. Sudah ada perencanaan kemampuan digital, akan tetapi pemanfaatannya
belum optimal
5. Perencanaan, kemampuan dan pemanfaatan digital sudah dilaksanakan
dengan baik dan terorganisir secara mandiri.

III. ASPEK PASAR/MARKET


1. Pilar Efisiensi Pasar Produk
1. Kompetisi Dalam Negeri
44) Bagaimana pola dan karakteristik pola kemitraan diantara perusahaan (industri
kecil, menengah dan besar)?
1. Mulai diinisiasi terjalinnya suatu kemitraan.
2. Sudah ada kemitraan tapi belum optimal/efektif
3. Bermitra dengan perusahaan pendukung bahan baku dan menggunakan
distributor/keagenan.

405
4. Kemitraan tersebar diantara banyak perusahaan dalam seluruh proses
produksi.
5. Kemitraan tersebar diantara banyak perusahaan dalam seluruh proses
produksi, distributor/keagenan hingga pemasaran.
45) Berapa persentase Kelembagaan Pelaku Usaha Poktan/Gapoktan yang aktif?
1. < 50%
2. ≥ 50% dan < 60%
3. ≥ 60% dan < 70%
4. ≥ 70% dan < 80%
5. ≥ 80%
46) Berapa persentase Kelembagaan Pelaku Usaha asosiasi pedagang pasar yang
aktif?
1. < 50%
2. ≥ 50% dan < 60%
3. ≥ 60% dan < 70%
4. ≥ 70% dan < 80%
5. ≥ 80%
47) Berapa persentase Kelembagaan Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) yang aktif?
1. < 50%
2. ≥ 50% dan < 60%
3. ≥ 60% dan < 70%
4. ≥ 70% dan < 80%
5. ≥ 80%
2. Pajak dan Retribusi
48) Berapa persentase kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD)?
1. < 60%
2. ≥ 60% dan < 70%
3. ≥ 70% dan < 80%
4. ≥ 80% dan < 90%
5. ≥ 90%
49) Berapa Kontribusi Retribusi Daerah Dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) ?
1. < 0.25%
2. ≥ 0.25% dan <0.5%
3. ≥ 0.5% dan <0.75%
4. ≥ 0.75% dan <1%
5. ≥ 1%

3. Stabilitas Pasar

406
50) Apakah ada Regulasi pemerintah daerah yang mendorong efisiensi pasar dan
menekan laju inflasi di daerah?
1. Ada regulasi untuk 1 - 3 sektor usaha.
2. Ada regulasi untuk 4 - 7 sektor usaha.
3. Ada regulasi untuk 8 - 11 sektor usaha.
4. Ada regulasi untuk 12 - 15 sektor usaha.
5. Ada regulasi untuk ≥ 16 sektor usaha.
51) Bagaimana Tingkat ketimpangan ekonomi (Indeks Gini)?
1. ≥ 0.4
2. ≥ 0.35 dan < 0.4
3. ≥ 0.30 dan < 0.35
4. ≥ 0.25 dan < 0.30
5. < 0.25

2. Pilar Ketenagakerjaan
1. Ketenagakerjaan
52) Berapa Presentase Penduduk usia 15 tahun keatas yang merupakan angkatan
kerja (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK))?
1. < 50 %
2. ≥ 50 % dan < 55 %
3. ≥ 55 % dan < 60 %
4. ≥ 60 % dan < 65 %
5. ≥ 65 %
53) Bagaimana Tingkat Pengangguran terbuka (TPT)? (dalam persentase)
1. >7
2. > 6 dan ≤ 7
3. > 5 dan ≤ 6
4. > 4 dan ≤ 5
5. ≤4
54) Berapa Indeks Pembangunan Gender (IPG)?
1. < 75
2. ≥ 75 dan < 80
3. ≥ 80 dan < 85
4. ≥ 85 dan < 90
5. ≥ 90

2. Kapasitas tenaga kerja


55) Berapa Persentase jumlah tenaga kerja terdidik terhadap total angkatan kerja?
1. < 20%

407
2. ≥ 20% dan < 40%
3. ≥ 40% dan < 60%
4. ≥ 60% dan < 80%
5. > 80%
56) Berapa Persentase Pekerja Penuh Waktu (> 35 Jam) dalam Seminggu?
1. < 40%
2. ≥ 40 dan < 50%
3. ≥ 50 dan < 60%
4. ≥ 60% dan < 70%
5. ≥ 70%
57) Bagaimana peran Pemerintah Daerah dalam pengembangan tenaga kerja
terampil?
1. Ada dokumen perencanaan pengembangan tenaga kerja trampil
2. Ada program pelatihan tenaga kerja terampil akan tetapi tenaga pengajar
belum sertifikasi
3. Ada program pelatihan tenaga kerja terampil akan tetapi tidak sesuai
kebutuhan dunia usaha tetapi belum sesuai kebutuhan dunia usaha
4. Tersedia modul-modul pelatihan tenaga kerja trampil yang akan
disertifikasi oleh dunia usaha
5. Program pelatihan tenaga kerja terampil yang tersertifikasi oleh dunia usaha

3. Pilar Akses Keuangan


1. Akses Keuangan
58) Berapa Persentase jumlah Bank di Daerah yang Memberi Layanan Pinjaman
Kepada Dunia Usaha?
1. < 50%
2. ≥ 50% dan < 65%
3. ≥ 65% dan < 75%
4. ≥ 75% dan < 85%
5. ≥ 85%
59) Berapa Persentase jumlah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang
Memberi Layanan Pinjaman kepada Dunia Usaha?
1. < 50%
2. ≥ 50% dan < 65%
3. ≥ 65% dan < 75%
4. ≥ 75% dan < 85%
5. ≥ 85%

408
60) Berapa Persentase Pertumbuhan Kredit Perbankan kepada UMKM untuk
Pengembangan Usaha?
1. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) < 20%
2. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 20% dan < 30%
3. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 30% dan < 40%
4. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 40% dan < 50%
5. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 50%
61) Berapa Persentase Pertumbuhan Kredit Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
(termasuk didalamnya modal ventura dan fund raising) kepada UMKM untuk
Pengembangan Usaha?
1. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) < 20%
2. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 20% dan < 30%
3. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 30% dan < 40%
4. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 40% dan < 50%
5. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 50%
62) Berapa Persentase Pertumbuhan Kredit Lembaga Keuangan Mikro (LKM) kepada
Petani dan/atau Nelayan?
1. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) < 20%
2. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 20% dan < 30%
3. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 30% dan < 40%
4. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 40% dan < 50%
5. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 50%
63) Bagaimana ketersediaan modal ventura bagi struktur permodalan Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah?
1. Tidak ada modal ventura
2. Sudah ada dokumen perencanaan pembiayaan untuk modal ventura
3. Sudah ada pembahasan dengan modal ventura terkait pembiayaan
KUMKM dan Sudah ada format standar MOU pembiayaan dengan modal
ventura
4. 1 - 5 modal ventura
5. Lebih dari 5 modal ventura

4. Pilar Ukuran Pasar


1. Ukuran Pasar
64) Berapa Rasio Jumlah Penduduk Usia 17 Tahun keatas dibanding Jumlah
Penduduk? (dalam presentase)
1. < 40
2. ≥ 40 dan < 50
3. ≥ 50 dan < 60
4. ≥ 60 dan < 70
5. ≥ 70
409
65) Bagaimana presentase pertumbuhan nilai ekspor?
1. pertumbuhan nilai ekspor < 3%
2. pertumbuhan nilai ekspor ≥ 3% dan < 6%
3. pertumbuhan nilai ekspor ≥ 6% dan < 8%
4. pertumbuhan nilai ekspor ≥ 8% dan < 10%
5. pertumbuhan nilai ekspor ≥ 10%
66) Berapa persentase nilai neraca volume perdagangan?
1. < 50%
2. ≥ 50% dan < 60%
3. ≥ 60% dan < 70%
4. ≥ 70% dan < 80%
5. ≥ 80%

IV. ASPEK EKOSISTEM INOVASI


1. Pilar Dinamika Bisnis
1. Regulasi
67) Regulasi apa saja yang dijadikan Pedoman dalam menentukan besaran biaya
administrasi perijinan memulai bisnis/industri kecil, menengah dan besar?
1. Berdasarkan Pergub,
2. Berdasarkan Pergub, Perda Prov
3. Berdasarkan Pergub, Perda Prov, Perbup/Perwalkot
4. Berdasarkan Pergub, Perbup/perwalkot. Perda Kab/Kota
5. Berdasarkan Pergub, Perda Prov, Perda Kab/Kota, Perbup/Perwalkot.
68) Berapa Rata-rata durasi waktu pengurusan administrasi perijinan usaha
(Domisili, SIUP, TDP, dll) untuk memulai bisnis (industri kecil, menengah dan
besar) setelah tercukupi persyaratan ?
1 10 hari kerja
2 6 – 10 hari kerja
3 3 – 5 hari kerja
4 1 – 2 hari kerja
5 < 1 hari kerja
69) Berapa persentase peningkatan jumlah perizinan usaha dari tahun sebelumnya?
1. tidak ada peningkatan jumlah perizinan usaha (tahun ini/tahun
sebelumnya)
2. peningkatan jumlah perizinan < 3%
3. peningkatan jumlah perizinan ≥ 3% dan < 6%
4. peningkatan jumlah perizinan ≥ 6% dan < 10%
5. peningkatan jumlah perizinan ≥ 10%
70) Berapa persentase industri yang memanfaatkan kebijakan/regulasi insentif
pajak untuk proses bisnisnya dari total industri yang ada?
410
1. < 1%
2. ≥ 1% dan <2%
3. ≥ 2% dan <3%
4. ≥ 3% dan < 5%
5. ≥ 5%

2. Kewirausahaan
71) Bagaimana Presentase Pertumbuhan usaha industri kecil dan menengah?
1. tidak terjadi pertumbuhan/penurunan
2. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) < 2%
3. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 2% dan < 6%
4. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 2% 6% dan < 10%
5. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 10%
72) Bagaimana presentase pertumbuhan usaha industri besar?
1. tidak terjadi pertumbuhan/penurunan
2. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) < 2%
3. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 2% dan < 6%
4. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) > 6% dan < 10%
5. persentase pertumbuhan (tahun ini/tahun sebelumnya) ≥ 10%
73) Bagaimana sistem manajemen produk hasil industri kecil dan menengah? (Bisa
dalam bentuk SOP, sertifikat ISO, dan lain-lain yang relevan)
1.Sudah ada dokumen perencanaan dan pembahasan SOP
2.Sudah ada SOP
3.Sudah ada sertifikat ISO
4.Sudah ada SOP dan sertifikat ISO
5.Sudah ada lebih dari 15 SOP dan sertifikat ISO
74) Bagaimana sistem manajemen produksi hasil industri besar? (bisa dalam bentuk
SOP, sertifikat ISO, dan lain-lain yang relevan)
1. Sudah ada dokumen perencanaan dan pembahasan SOP
2. Sudah ada SOP
3. Sudah ada sertifikat ISO
4. Sudah ada SOP dan sertifikat ISO
5. Sudah ada lebih dari 25 SOP dan sertifikat ISO
75) Berapa jumlah perusahaan sosial (social enterprise) yang sudah terdaftar oleh
Pemerintah Daerah?
1. 1 sampai dengan 5
2. 6 sampai dengan 10
3. 11 sampai dengan 15
4. 16 sampai dengan 20
5. ≥ 21

411
76) Berapa Jumlah perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT) / Startup yang
terdaftar di inkubator bisnis perguruan tinggi, Balitbangda dan inkubator bisnis
swasta?
1. 1 sampai dengan 50
2. 51 sampai dengan 100
3. 101 sampai dengan 150
4. 151 sampai dengan 200
5. > 200

2. Pilar Kapasitas Inovasi


1. Interaksi dan Keberagaman
77) Bagaimana implementasi Program sistem Inovasi Daerah?
1. Sudah ada Tim Koordinasi SIDa
2. Sudah ada Roadmap SIDa terintegrasi dengan RPJMD
3. Sudah ada Roadmap SIDa Terintegrasi dengan RPJMD lengkap dengan
rencana aksi
4. Sudah ada Roadmap SIDa Terintegrasi dengan RPJMD lengkap dengan
rencana aksi dan telah menghasilkan output produk inovasi
5. Sudah ada Roadmap SIDa Terintegrasi dengan RPJMD lengkap dengan
rencana aksi dan telah menghasilkan output produk inovasi dan telah
terbentuk kluster inovasi
78) Bagaimana keberadaan dan pengembangan klaster inovasi berbasis Produk
Unggulan Daerah (PUD) sebagai bentuk interaksi dan kolaborasi antara
Pemerintah, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi dan atau Lembaga Litbang dan
Masyarakat?
1. Sudah ada PUD tetapi belum masuk kedalam dokumen RPJMD (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah)
2. PUD sudah terdapat dalam dokumen RPJMD (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah) tetapi belum didukung regulasi untuk
pengembangan dan/atau tidak ada kepedulian Industri terhadap
pengembangan PUD dan etika bisnis
3. Perguruan Tinggi tidak punya riset yang berkaitan dengan PUD
4. PUD sudah terdapat dalam dokumen RPJMD (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah) dan terjadi kolaborasi ABG tetapi tidak berbasis
kepada pengembangan PUD
5. PUD sudah terdapat dalam dokumen RPJMD (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah) dan terjadi kolaborasi ABG yang efektif
mendorong dihasilkannya PUD
79) Berapa jumlah Kolaborasi antara perguruan tinggi, Lembaga dan atau litbang
dengan pemerintah daerah dalam program pengembangan teknologi dan inovasi
dalam 3 tahun terakhir?
1. 1 sampai dengan 25
412
2. 26 sampai dengan 50
3. 51 sampai dengan 75
4. 76 sampai dengan 100
5. > 100
80) Berapa jumlah perjanjian kerja sama antara industri/dunia usaha dengan
Pemerintah Daerah dalam program pengembangan teknologi dan inovasi dalam
3 tahun terakhir?
1. 1 sampai dengan 25
2. 26 sampai dengan 50
3. 51 sampai dengan 75
4. 76 sampai dengan 100
5. > 100
81) Berapa jumlah kolaborasi antara perguruan tinggi dan atau Lembaga litbang,
industri/dunia usaha dan pemerintah daerah (triple helix) dalam program
pengembangan teknologi dan inovasi dalam 3 tahun terakhir?
1. 1 sampai dengan 25
2. 26 sampai dengan 50
3. 51 sampai dengan 75
4. 76 sampai dengan 100
5. > 100
82) Apa hasil Indeks Inovasi Daerah tahun terakhir?
1. Belum mengakses
2. Telah mengakses situs dan belum menginput data
3. Score 1 sampai dengan 500 (Kurang Inovatif)
4. Score 501 sampai dengan 1000 (Inovatif)
5. Score > 1001 (Sangat Inovatif)

2. Penelitian dan Pengembangan (R & D)


83) Berapa jumlah Jumlah artikel ilmiah jurnal yang dihasilkan oleh Perguruan
Tinggi dan atau lembaga litbang setempat yang dipublikasikan dalam jurnal
nasional terakreditasi / internasional selama 3 tahun terakhir?
1. 1 sampai dengan 50
2. 51 sampai dengan 100
3. 101 sampai dengan 150
4. 151 sampai dengan 200
5. > 200
84) Berapa jumlah penelitian yang dihasilkan perguruan tinggi, lembaga litbang, dan
atau lembaga lainnya yang masuk Kekayaan Intelektual (paten, merek, cipta,
dan design Industri) secara keseluruhan yang dihasilkan dalam 3 tahun
terakhir?
1. 1 sampai dengan 50

413
2. 51 sampai dengan 100
3. 101 sampai dengan 150
4. 151 sampai dengan 200
5. > 200
85) Bagaimana Jumlah paten yang telah dimanfaatkan di industri?
1. Sudah ada pembahasan paten yang akan dimanfaatkan di industri melalui
ujicoba
2. Sudah ada standarisasi paten yang akan dimanfaatkan di industri
3. 1 sampai dengan 5 paten
4. 6 sampai dengan 10 paten
5. > 10 paten
86) Berapa Persentase anggaran penelitian dan pengembangan terhadap total
APBD?
1. < 1%
2. ≥ 1% dan < 3%
3. ≥ 3% dan < 6%
4. ≥ 6% dan < 10%
5. ≥ 10%
87) Berapa persentase kegiatan penelitian dan pengembangan berbasis produk
unggulan daerah terhadap jumlah penelitian?
1. 1% sampai dengan 20%
2. 21% sampai dengan 40%
3. 41% sampai dengan 60%
4. 61% sampai dengan 80%
5. 81% sampai dengan 100%
88) Berapa persentase jumlah peneliti di perguruan tinggi dan perangkat daerah
kelitbangan dibanding hasil penelitian yang dipublikasikan?
1. 1% sampai dengan 10%
2. 11% sampai dengan 20%
3. 21% sampai dengan 30%
4. 31% sampai dengan 40%
5. > 40%
89) Peringkat perguruan tinggi di daerah secara nasional? (Perguruan Tinggi yang
berlokasi di daerah dan memiliki Peringkat/Ranking Tertinggi)
1. > 200
2. 151 sampai dengan 200
3. 101 sampai dengan 150
4. 51 sampai dengan 100
5. ≤ 50
90) Berapa Jumlah dunia usaha dan Industri yang memiliki unit penelitian dan
pengembangan?

414
1. 1 sampai dengan 5
2. 6 sampai dengan 10
3. 11 sampai dengan 15
4. 16 sampai dengan 20
5. > 20
91) Berapa Jumlah Perguruan Tinggi dan Perangkat Daerah Kelitbangan?
1. 1 sampai dengan 5
2. 5 sampai dengan 10
3. 11 sampai dengan 15
4. 16 sampai dengan 20
5. > 20

3. Komersialisasi
92) Bagaimana jumlah Perguruan tinggi dan institusi kelitbangan di daerah yang
telah melakukan komersialisasi inovasi ?
1. 1 sampai dengan 5
2. 6 sampai dengan 10
3. 11 sampai dengan 15
4. 16 sampai dengan 20
5. > 20
93) Berapa Jumlah hak cipta, desain, merk, paten, dan rahasia dagang di daerah
yang sudah didaftarkan ?
1. 1 sampai dengan 20
2. 21 sampai dengan 40
3. 41 sampai dengan 60
4. 61 sampai dengan 80
5. > 80
94) Adakah dan Bagaimanakah kondisi Techno Park dan Pusat Unggulan Iptek
(PUI)?
1. Tidak ada
2. Sudah tahap pendirian technopark/PUI
3. Sudah tahap pendirian dan pengelolaan technopark/PUI
4. Sudah tahap pendirian, pengelolaan dan pengembangan technopark/ PUI
5. Terjalinnya link yang permanen antara perguruan tinggi (akademisi), pelaku
industri/bisnis/finansial, dan pemerintah melalui technopark/ PUI

3. Pilar Kesiapan Teknologi


1. Telematika
95) Berapa Persentase penduduk yang menggunakan HP/telepon/Smartphone?
1. < 10%

415
2. ≥ 10% dan < 30%
3. ≥ 30% dan < 50%
4. ≥ 50% dan < 70%
5. ≥ 70%
96) Berapa Proporsi rumah tangga dengan akses internet ?
1. < 10%
2. ≥ 10% dan < 30%
3. ≥ 30% dan < 50%
4. ≥ 50% dan < 70%
5. ≥ 70%

2. Teknologi
97) Bagaimana jumlah inovasi teknologi didaerah?
1. < 10
2. ≥10 dan < 30
3. ≥ 30 dan < 50
4. ≥ 50 dan < 70
5. ≥ 70

416
Lampiran 8. Penjelasan Teknis Indikator Indeks Daya Saing Daerah (IDSD)

PENJELASAN TEKNIS INDIKATOR


INDEKS DAYA SAING DAERAH (IDSD)
Untuk memberikan pemahaman dan persepsi yang sama, maka pada Tabel di bawah ini
disajikan definisi atau Batasan serta data pendukung yang diperlukan dari setiap
indikator/kuisioner. Data dukung WAJIB dilampirkan dalam setiap jawaban atau isian dari
setiap indikator/ kuisioner sebagai salah satu bahan reviewer dalam memverifikasi.
IDSD diharapkan dapat dijadikan ukuran yang menggambarkan kondisi dan kemampuan
suatu daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan seluruh potensi yang dimilikinya guna
tercapainya kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. IDSD terdiri dari 4 (empat)
Aspek/Faktor utama yaitu Aspek Penguat/Enabling Environment, Aspek Sumberdaya
Manusia, Aspek Pasar/Market dan Aspek Ekosistem Inovasi.

No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung


Batasan
1. Tingkat Berdasarkan Tingkat Kinerja sesuai dengan Kepmendagri
Kinerja Kepmendagri Peringkat dan Status tentang penetapan
Penyelenggar tentang penetapan Penyelenggaraan Pemerintahan peringkat dan
aan peringkat dan Daerah Secara Nasional yang status Kinerja
Pemerintah status Kinerja ditetapkan dalam Keputusan Penyelenggaraan
Daerah Penyelenggaraan Menteri Dalam Negeri pada Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah Tahun Terakhir secara nasional
secara nasional tahun terakhir.
tahun terakhir HARUS
sebagai amanah DISEBUTKAN
atau implementasi NILAINYA.
dari PP No. 6 Tahun
2008 tentang Sumber Data :
Pedoman Evaluasi Kemendagri RI
Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah
2. Indeks Berdasarkan Indeks Reformasi Birokrasi Dokumen resmi dari
Reformasi Kementerian sesuai dengan Nilai Kemenpan RB atau
Birokrasi Pendayagunaan Pemerintahan Daerah Secara Instansi resmi
Aparatur Negara Nasional yang berdasarkan lainnya tentang
dan Reformasi Kementerian Pendayagunaan penetapan nilai
Birokrasi Aparatur Negara dan Reformasi Indeks Reformasi
(KEMENPANRB) Birokrasi Tahun Terakhir Birokrasi pada
tahun terakhir.
Berdasarkan HARUS
Permenpan No 14 DISEBUTKAN
Tahun 2014 tentang NILAINYA.
“Perubahan
Perubahan Sumber Data :
Permenpan tentang Kemenpan RB

417
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Pedoman evaluasi
RB instansi
pemerintah”

Dan Peraturan
Presiden Nomor 80
Tahun
2011 tentang
Rancangan Besar
Reformasi Birokrasi
Indonesia 2010-
2025
3. Hasil Pencapaian kinerja Skor/nilai Pencapaian kinerja Dokumen resmi dari
Evaluasi Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah berdasarkan Kemenpan RB atau
Sistem berdasarkan SAKIP SAKIP sesuai Permenpan RB Instansi resmi
Akuntabilitas Berdasarkan Tahun Terakhir lainnya tentang
Kinerja Permenpan No 30 penetapan nilai
Pemerintah Tahun 2018 dan SAKIP pada tahun
(SAKIP) Permenpan No 14 terakhir. HARUS
Tahun 2014 tentang DISEBUTKAN
“Perubahan NILAINYA.
Perubahan
Permenpan tentang Sumber Data :
Pedoman evaluasi SAKIP KemenpanRB
RB instansi
pemerintah”
4. Indeks Nilai Indeks SPBE Skor/nilai Pencapaian kinerja Dokumen resmi dari
Sistem (Sistem Pemerintah Daerah berdasarkan Kemenpan RB
Pemerintaha Pemerintahan SPBE sesuai Permenpan RB tentang penetapan
n Berbasis Berbasis Tahun Terakhir Indeks SPBE pada
Elektronik Elektronik) sesuai tahun terakhir.
(SPBE) Permenpan no 5 Jika berbasis Web
Tahun 2018 tentang dapat dilampirkan
Pedoman Evaluasi link- nya dan
SPBE capture
web/dashboard-
Menurut Perpres No nya.
95/2018 tentang HARUS
“Sistem DISEBUTKAN
Pemerintahan NILAINYA.
Berbasis Elektronik”
pada Bab V- Sumber Data :
Penutup huruf b : Indeks SPBE
Sinergi yang kuat Kemenpan RB
antara Instansi Https://spbe.menpa
Pusat dan n.go.id
Pemerintah Daerah
menjadi prasyarat
untuk mencapai

418
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
SPBE yang
Terpadu dan
menyeluruh. Arah
kebijakan, strategi,
dan peta rencana
strategis SPBE
dijabarkan ke dalam
4 (empat) area, yaitu:
“ Layanan SPBE
Layanan SPBE
diarahkan untuk
peningkatan
kualitas Layanan
SPBE dengan
melakukan
pengembangan
Layanan SPBE yang
berorientasi kepada
pengguna,
terintegrasi, dan
berkesinambungan.
Peningkatan
kualitas Layanan
SPBE dapat dicapai
melalui
pembangunan portal
layanan publik dan
portal layanan
administrasi
pemerintahan,
integrasi Layanan
SPBE, dan
penerapan
manajemen layanan
dan teknologi
layanan yang tepat
guna
Dan tepat sasaran. “

5. Indeks Perpres Nomor Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Persepsi Anti 59/2017 Tentang Terakhir diolah atau
Korupsi Pencapaian dipublikasikan
(IPAK) Pelaksanaan Tujuan institusi resmi BPS.
Tingkat Pembangunan HARUS
Provinsi Berkelanjutan DISEBUTKAN
(sdgs), korupsi NILAINYA
menjadi salah satu
tujuan Global, Sumber Data :
dimana sasaran  BPS

419
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
globalnya adalah  Laporan Survei
secara substansial Hasil Pelaksanaan
Mengurangi korupsi Reformasi
dan penyuapan Birokrasi (SHPRB)
dalam segala atau ANALISIS
bentuknya. HASIL SURVEI
KEBUTUHAN
DATA yang
dikeluarkan oleh
BPS
6. Indeks Indeks Demokrasi Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Demokrasi Indonesia adalah Terakhir diolah atau
Indonesia indikator komposit dipublikasikan
Tingkat yang menunjukkan institusi resmi
Provinsi tingkat seperti
perkembangan BPS/Kepolisian/
demokrasi di instansi resmi
Indonesia. Tingkat lainnya. HARUS
capaiannya diukur DISEBUTKAN
berdasarkan NILAINYA.
pelaksanaan dan
perkembangan tiga Sumber Data :
aspek demokrasi, - Kesbangpol
yaitu Kebebasan
Sipil (Civil Liberty),
Hak-Hak Politik
(Political Rights),
dan Lembaga
Demokrasi
(Institution of
Democracy).

7. Tingkat Tingkat Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang


Penyelesaian penyelesaian Terakhir diolah atau
Pelanggaran pelanggaran K3 dipublikasikan
K3 adalah jumlah 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝐾3 𝑦𝑎𝑛𝑔 institusi resmi
(Ketertiban, pelanggaran K3*) 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑥 100 %seperti
Ketentraman yang dapat Jumlah pelanggaran K3 yang BPS/Kepolisian/
, Keindahan diselesaian dlam 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑘𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 instansi resmi
waktu 24 jam. 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑑𝑒𝑛𝑡𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑆𝐴𝑇𝑃𝑂𝐿 𝑃𝑃 lainnya. HARUS
Perkembangan DISEBUTKAN
tahun terakhir di NILAINYA.
Propinsi
/Kabupaten/ Kota Sumber Data :
 Satpol PP
Menurut PP  Dinas Trantib
23/2014 Pasal 12
ayat 1 huruf e :
“ketenteraman,

420
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
ketertiban umum,
dan pelindungan
Masyarakat”

8. Penegakan Penegakan Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang


Peraturan Peraturan Daerah Terakhir diolah atau
Daerah (PERDA) bertujuan dipublikasikan
(PERDA) Mewujudkan 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖𝑎𝑛 institusi resmi
Ketaatan Hukum 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑔𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑃𝐸𝑅𝐷𝐴 seperti BPS/
𝑥 100 %
Masyarakat Jumlah pelanggaran PERDA instansi resmi
terhadap Peraturan lainnya. HARUS
Daerah DISEBUTKAN
NILAINYA.

9. Rasio Merupakan data Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Panjang atau informasi Terakhir diolah atau
Jalan tentang dipublikasikan
Dengan perbandingan institusi resmi..
Jumlah antara panjang Jumlah Kendaraan HARUS
Kendaraan jalan total dengan Panjang jalan DISEBUTKAN
Bermotor jumlah kendaraan. NILAINYA
Dengan
Panjang Nilai rasio panjang Sumber Data:
Jalan jalan dengan  Diolah dari Daerah
kendaraan dalam Angka
menginformasikan  Statistik
tingkat penggunaan Kementerian PUPR
jalan di suatu
wilayah dengan cara
membagi jumlah
kendaraan (unit)
dengan panjang
jalan (km).

Nilai ini berarti 1


km jalan di wilayah
tersebut berbanding
dengan akses untuk
melayani sejumlah
kendaraan

10. Rasio Rasio panjang jalan Data Terakhir Data resmi yang
Panjang dalam kondisi baik (Data tahun disebutkan di diolah atau
Jalan Dalam dibanding total penjelasan) dipublikasikan
Kondisi Baik panjang jalan selain institusi resmi BPS.
Dibanding jalan tol dengan HARUS
Total cara membagi 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝐵𝑎𝑖𝑘 DISEBUTKAN
𝑥 100 %
Panjang jumlah panjang Panjang Jalan Seluruhnya NILAINYA
Jalan (Tidak jalan dengan

421
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Termasuk kondisi baik dengan Sumber Data:
Jalan Tol) jumlah panjang - Diolah dari
jalan total selain Daerah dalam
jalan tol Angka
- Statistik
Nilai rasio ini Kementerian
memiliki arti PUPR
panjang jalan
dengan kondisi baik
yang terdapat di
suatu daerah dalam
1 km2 luas wilayah

11. Rumah Proporsi rumah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Tangga tangga dengan Terakhir diolah atau
dengan Air akses berkelanjutan dipublikasikan oleh
Minum terhadap air minum 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎 institusi resmi
Layak layak*) adalah 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑠𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 seperti BPS/
perbandingan 𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑢𝑚 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 100 %instansi resmi
antara rumah Jumlah rumah tangga lainnya. HARUS
tangga dengan DISEBUTKAN
akses terhadap NILAINYA.
sumber air minum
berkualitas Sumber Data :
(layak)dengan BPS
rumah tangga
seluruhnya,
dinyatakan dalam
persentase.

*)Air minum dengan


Jarak ke Tempat
Pembuangan
Limbah minimal 10
m yang bersumber
dari leding, Sumur
Bor/Pompa, Sumur
Terlindung, Mata Air
Terlindung
Termasuk juga air
hujan; Tidak
termasuk air
kemasan, air dari
penjual keliling, air
yang dijual melalui
tanki, air sumur
dan mata air tidak
terlindung

422
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
12. Koefisien KDH adalah angka Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Daerah Hijau persentase Terakhir diolah atau
(KDH). perbandingan dipublikasikan
antara luas seluruh institusi resmi..
ruang terbuka di HARUS
luar bangunan DISEBUTKAN
gedung yang NILAINYA
diperuntukkan bagi
pertamanan/ Sumber Data :
penghijauan dan Dinas Pekerjaan
luas tanah Umum Bidang Tata
perpetakan/daerah Ruang atau Badan
perencanan yang Pertanahan
dikuasai sesuai Nasional.
rencana tata ruang
dan rencana tata
bangunan dan
lingkungan.

Dasar hukum
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
Nomor :
12/Prt/M/2009
Tahun 2009 tentang
Pedoman
Penyediaan Dan
Pemanfaatan Ruang
Terbuka Non Hijau
Di Wilayah
Kota/Kawasan
Perkotaan.

13. Rasio Rasio Elektrifikasi Data Terakhir Data resmi yang


Elektrifikasi adalah (Data tahun disebutkan di diolah atau
perbandingan penjelasan) dipublikasikan
antara jumlah institusi resmi
rumah tangga seperti Dinas
berlistrik dan ESDM/PLN/
seluruh rumah instansi resmi
tangga. lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

14. Pertumbuha Persentase Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
n Ekonomi Pertumbuhan terakhir diolah atau
ekonomi Dengan dipublikasikan
cara membagi nilai PDRB(t) − PDRB(t − 1) institusi resmi BPS.
𝑥 100%
PDRB Atas Dasar PDRB (t − 1) HARUS

423
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Harga DISEBUTKAN
Konstan tahun Dimana : NILAINYA
terakhir dengan T+1 = tahun pengamatan
tahun sebelumnya t= tahun pengamatan Sumber Data:
sebelumnya Diolah dari Daerah
dalam Angka

15. Indeks Kapasitas Fiskal Berdasarkan Peraturan Menteri PMK tentang Peta
Kapasitas Daerah adalah Keuangan Republik Indonesia Kasitas Fiskal
Fiskal gambaran dari No.126/PMK.07/2019 tentang Daerah Tahun
Daerah kemampuan Peta Kapasitas Fiskal Daerah Terakhir. HARUS
keuangan masing- (Bab 3 Pasal 5 dan 6) DISEBUTKAN
masing daerah yang NILAINYA.
dicerminkan melalui  Indeks Kapasitas Fiskal Daerah
pendapatan daerah provinsi Sumber Data :
dikurangi dengan KFD provinsi-i = pendapatan Peraturan Menteri
pendapatan yang [pendapatan yang Keterangan: Keuangan Republik
penggunaannya penggunaannya sudah Indonesia tentang
sudah ditentukan, ditentukan + belanja tertentu] Kapasitas Fiskal
belanja bagi hasil, Daerah
belanja bantuan KFDprovinsi − i
keuangan dan KFD provinsi – i =
(∑KFDprovinsi)/n
belanja pegawai.
Nilai kapasitas Keterangan:
fiskal daerah sesuai IKFD Indeks Kapasitas
dengan Peraturan provinsi – i Fiskal Daerah
Menteri Keuangan suatu provinsi
(PMK) tentang Peta KFD Kapasitas Fiskal
Kapasitas Fiskal provinsi-i Daerah suatu
daerah yang provinsi
dipublikasikan ∑IKFD Total Kapasitas
provinsi Fiskal Daerah
provinsi
n 34 (tiga puluh
empat) daerah
provinsi

 indeks Kapasitas Fiskal Daerah


kabupaten/kota:
KFD kab/kota-i = pendapatan
[pendapatan yang Keterangan:
penggunaannya sudah ditentukan
+ belanja tertentu]

KFD Kab/kota − i
KFD kab/kota − i
=
(∑KFD kab/kota − i )/n

Keterangan:
424
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
IKFDkab/k Indeks Kapasitas
ota-i Fiskal Daerah
suatu kab/kota
KFD Kapasitas Fiskal
kab/kota-i Daerah suatu
kab/kota
∑IKFD Total Kapasitas
kab/kota-i Fiskal Daerah
kab/kota
n 508 (lima ratus
delapan) daerah
kab/kota

16. PAD Persentase PAD Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
Terhadap terhadap terakhir dipublikasikan oleh
Pendapatan pendapatan daerah institusi resmi
Daerah dengan cara 𝑃𝐴𝐷 (t) seperti BPS/Dinas
t= 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ (𝑡)
membagi PAD di yang mengelola
suatu wilayah dan Pendapatan
dengan Jumlah Daerah/ instansi
Pendapatan Daerah t-1 = resmi lainnya.
𝑃𝐴𝐷 (t−1)
tahun pengamatan 𝑥 100% HARUS
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ (𝑡−1)
dibanding tahun DISEBUTKAN
sebelumnya Dimana : NILAINYA.
t = tahun pengamatan
t -1 = tahun pengamatan
sebelumnya

17. Anggaran Persentase Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
Pemerintah Anggaran terakhir dipublikasikan oleh
Daerah Pemerintah Daerah institusi resmi
(APBD) PDRB (APBD) PDRB Atas 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝐴𝑃𝐵𝐷 (𝑡) seperti BPS/Dinas
𝑡= 𝑥 100%
Atas Harga Harga Berlaku 𝑃𝐷𝑅𝐵 𝐴𝐷𝐻𝐵 (t) yang mengelola
Berlaku (ADHB) tahun Pendapatan atau
(ADHB) pengamatan 𝑡−1 Investasi Daerah/
dibanding tahun 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝐴𝑃𝐵𝐷 (𝑡 − 1) instansi resmi
sebelumnya = 𝑥 100% lainnya. HARUS
𝑃𝐷𝑅𝐵 𝐴𝐷𝐻𝐵 (t − 1)
DISEBUTKAN
Dimana : NILAINYA.
t = tahun pengamatan
t -1 = tahun pengamatan Sumber Data :
sebelumnya Diolah Daerah
dalam Angka
18. Nilai PDRB Nilai PDRB per Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Per Kapita kapita atas harga Terakhir dipublikasikan oleh
Atas Dasar berlaku dengan cara institusi resmi

425
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Harga membagi nilai PDRB seperti BPS/
Berlaku (atas dasar harga instansi resmi
(ADHB) berlaku maupun lainnya. HARUS
atas dasar harga DISEBUTKAN
konstan), dengan NILAINYA.
jumlah penduduk
Sumber Data :
Diolah Daerah
dalam Angka

19. Jumlah Nilai Jumlah investor Data Terakhir Data resmi yang
Investasi berskala nasional (Data tahun disebutkan di dipublikasikan oleh
Berskala (PMDN) penjelasan) institusi resmi
Nasional seperti BPS/ Dinas
(PMDN) yang mengelola
investasi, industri
atau
perdagangan/instan
si resmi lainnya.
HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber :
BKPM/Bappeda/BP
S

20. Nilai Jumlah investor Data Terakhir Data resmi yang


Investasi berskala (Data tahun disebutkan di dipublikasikan oleh
Berskala internasional (PMA) penjelasan) institusi resmi
Internasional seperti BPS/ Dinas
(PMDA) yang mengelola
investasi, industri
atau
perdagangan/instan
si resmi lainnya.
HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber :
BKPM/Bappeda/BP
S

21. Usaha Mikro Persentase Usaha Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
Kecil dan Mikro dan Kecil terakhir dipublikasikan oleh
Menengah dengan cara institusi resmi
Terhadap membagi Jumlah 𝑈𝑀𝐾𝑀 (t) seperti BPS/ Dinas
UKM Usaha Mikro dan 𝑡= 𝑥 100% yang mengelola
𝑈𝐾𝑀 (t)

426
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Kecil dengan UMKM/instansi
Jumlah seluruh resmi lainnya.
UKM tahun 𝑈𝑀𝐾𝑀 (𝑡 − 1) HARUS
𝑡−1= 𝑥 100%
pengamatan 𝑈𝐾𝑀 (t − 1) DISEBUTKAN
dibanding tahun NILAINYA.
sebelumnya Dimana :
t = tahun pengamatan
t -1 = tahun pengamatan
sebelumnya

22. Angka Penduduk Miskin Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Kemiskinan adalah penduduk Terakhir dipublikasikan oleh
yang memiliki rata- institusi resmi
rata pengeluaran 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑀𝑖𝑠𝑘𝑖𝑛 seperti BPS/
𝑥 100%
perkapita perbulan 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 instansi resmi
dibawah garis lainnya. HARUS
kemiskinan. DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
BPS

23. Nilai Tukar NTP merupakan Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Petani (NTP) perbandingan Terakhir dipublikasikan oleh
antara Indeks harga institusi resmi
yg diterima petani 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 seperti BPS/
(It) dengan Indeks 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑛𝑖(𝑙𝑡) instansi resmi
𝑥 100%
harga yg dibayar 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 lainnya. HARUS
petani (Ib) 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑛𝑖 (𝑙𝑏) DISEBUTKAN
NILAINYA.

Diolah Daerah
dalam Angka BPS

24. Indeks Indeks yang Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Ketahanan digunakan untuk Terakhir diolah atau
Pangan (IKP) mengetahui dipublikasikan
ketahanan pangan Skor/nilai berdasarkan IKP institusi resmi
suatu daerah. Nasional yang ditetapkan dalam seperti badan/dinas
Indeks ini terdiri Badan Ketahanan Pangan- yang mengurusi
dari 3 dimensi yaitu Kementrian Pertanian ketahanan pangan
dimensi di daerah atau
ketersediaan kementerian untuk
pangan, nasional/ instansi
keterjangkauan/aks resmi lainnya.
es pangan dan HARUS
pemanfaatan DISEBUTKAN
pangan. NILAINYA.

427
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan

IKP juga menjadi Sumber Data :


salah satu alat Badan Ketahanan
menentukan Pangan-Kementrian
prioritas daerah dan Pertanian
intervensi program

25. Balita Gizi Persentase balita Data Terakhir (Data tahun Data resmi yang
Buruk gizi buruk dengan disebutkan di penjelasan) dipublikasikan oleh
cara membagi Balita institusi resmi
gizi buruk dengan seperti BPS/dinas
Jumlah Balita 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 𝑔𝑖𝑧𝑖 𝑏𝑢𝑟𝑢𝑘 kesehatan
𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 /instansi resmi
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.
26. Balita Persentase Jumlah Data Terakhir (Data tahun Data resmi yang
Stunting Balita Stunting*) disebutkan di penjelasan) dipublikasikan oleh
dengan cara institusi resmi
membagi Balita 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 𝑠𝑡𝑢𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔 seperti BPS/dinas
𝑥 100%
stunting dengan 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 kesehatan
Jumlah Balita /instansi resmi
lainnya. HARUS
*)Stunting adalah DISEBUTKAN
sebuah kondisi di NILAINYA.
mana tinggi badan
seseorang jauh lebih Sumber :
pendek Diolah Daerah
dibandingkan tinggi dalam Angka BPS /
badan orang TNP2K
seusianya. .
Penyebab
utama stunting ada
lah kekurangan gizi
kronis sejak bayi
dalam kandungan
hingga masa
awal anak lahir
yang biasanya
tampak
setelah anak berusi
a 2 tahun
27. Angka Angka Kematian Data Terakhir (Data tahun Data resmi yang
Kematian Bayi (AKB) adala disebutkan di penjelasan) dipublikasikan oleh
Bayi/Balita banyaknya institusi resmi
(AKB) Per kematian bayi usia seperti BPS/dinas
1000 dibawah satu kesehatan
Kelahiran tahun, per 1000 /instansi resmi
Hidup kelahiran hidup lainnya. HARUS

428
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
pada satu tahun DISEBUTKAN
tertentu. Kegunaan: NILAINYA.
AKB digunakan
untuk Sumber :
mencerminkan  Diolah Daerah
keadaan derajat dalam Angka BPS
kesehatan di suatu  Dinas Kesehatan
masyarakat.
28. Angka Tingkat kesehatan Data Terakhir (Data tahun Data resmi yang
Kesakitan/M masyarakat secara disebutkan di penjelasan) dipublikasikan oleh
orbiditas/Pe umum yang dilihat institusi resmi
nduduk Yang dari adanya keluhan 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡𝑎𝑛 seperti BPS/dinas
𝑥 100%
Mempunyai yang 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 kesehatan
Keluhan mengindikasikan /instansi resmi
Kesehatan terkena suatu lainnya. HARUS
penyakit tertentu. DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber :
Diolah Daerah
dalam Angka BPS.

29. Angka Nilai Angka Data resmi yang


Harapan Harapan hidup dipublikasikan oleh
Hidup tahun terakhir institusi resmi
seperti BPS/
instansi resmi
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
Diolah Daerah
dalam Angka

30. Rasio Nilai Rasio Data Terakhir (Data tahun Data resmi yang
Puskesmas puskesmas umum disebutkan di penjelasan) dipublikasikan oleh
per 100.000 institusi resmi
penduduk tahun 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑠𝑘𝑒𝑠𝑚𝑎𝑠 seperti BPS/dinas
terakhir 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟 100.000 kesehatan
/instansi resmi
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber :
Diolah Daerah
dalam Angka BPS.

429
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
31. Rasio Rumah Nilai Rasio rumah Data Terakhir (Data tahun Data resmi yang
Sakit Umum sakit umum per disebutkan di penjelasan) dipublikasikan oleh
100.000 penduduk institusi resmi
tahun terakhir 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑆𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑢𝑚𝑢𝑚 seperti BPS/dinas
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟 100.000 kesehatan
/instansi resmi
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber :
Diolah Daerah
dalam Angka BPS.

32. Rasio Nilai Rasio dokter/ Data Terakhir (Data tahun Data resmi yang
Dokter/Medi medis* terhadap per disebutkan di penjelasan) dipublikasikan oleh
s 100.000 penduduk institusi resmi
tahun terakhir 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷𝑜𝑘𝑡𝑒𝑟/𝑀𝑒𝑑𝑖𝑠 seperti BPS/dinas
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟 100.000 kesehatan
*) Medisadalah /instansi resmi
dokter yang lainnya. HARUS
memiliki DISEBUTKAN
kemampuan NILAINYA.
menangani pasien
secara medis dan Sumber :
mempunyai Diolah Daerah
spesialisasi dalam Angka BPS.
dibidangnya. http://bppsdmk.ke
mkes.go.id/info_sd
mk/info/renbut

33. Angka Angka Harapan Data resmi yang


Harapan Lama Sekolah (HLS) dipublikasikan oleh
Lama didefinisikan institusi resmi
Sekolah sebagai lamanya seperti BPS/
(HLS) sekolah (dalam /instansi resmi
tahun) yang lainnya. HARUS
diharapkan akan DISEBUTKAN
dirasakan oleh anak NILAINYA
pada umur tertentu
di masa mendatang. Sumber Data :
- Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
(KEMENPPPA)
- BPS

430
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
34. Rata-Rata Rata-rata jumlah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Lama tahun yang Terakhir dipublikasikan oleh
Sekolah dihabiskan oleh institusi resmi
penduduk berusia seperti
15 tahun ke atas BPS//instansi resmi
untuk menempuh lainnya. HARUS
semua jenis DISEBUTKAN
pendidikan yang NILAINYA.
pernah dijalani.
Untuk mereka yang Sumber Data :
tamat SD - Kementerian
diperhitungkan Pemberdayaan
lama sekolah Perempuan dan
selama 6 tahun, Perlindungan Anak
tamat SMP (KEMENPPPA)
diperhitungkan - BPS
lama sekolah
selama 9 tahun,
tamat SM
diperhitungkan
lama sekolah
selama 12 tahun
tanpa
memperhitungkan
apakah pernah
tinggal kelas atau
tidak
35. Angka APK adalah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Partisipasi perbandingan Terakhir dipublikasikan oleh
Kasar (APK) antara siswa pada institusi resmi
Perguruan jenjang pendidikan seperti BPS/
Tinggi tertentu instansi resmi
Dimana, lainnya. HARUS
h = jenjang pendidikan DISEBUTKAN
a = kelompok usia NILAINYA.
t = tahun
𝐸ℎ𝑡 = adalah jumlah penduduk Sumber Data :
yang Pada tahun t dari BPS
berbagai usia sedang sekolah
pada jenjang pendidikan h
𝑡
𝑃ℎ,𝑎 = adalah jumlah penduduk
yang pada tahun t berada
pada kelompok usia yaitu
kelompok usia yang
berkaitan dengan jenjang
pendidikan h

36. Jumlah Persentase jumlah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Penduduk penduduk Terakhir diolah dari atau

431
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Berpendidika berpendidikan dipublikasikan oleh
n Diploma Diploma I/II/III Jumlah Lulusan Diploma I/II/III institusi resmi
𝑥 100%
I/II/III terhadap total Jumlah Penduduk seperti BPS/Dinas
Terhadap jumlah penduduk Dukcapil/Dinas
Total Jumlah didapatkan dengan Pendidikan
Penduduk membagi jumlah /instansi resmi
penduduk lainnya. HARUS
berpendidikan DISEBUTKAN
DI/II/III dengan NILAINYA.
total jumlah
penduduk Sumber Data :
 BPS
 Data Statistik
Pendidikan
(http://apkapm.da
ta.kemdikbud.go.id
/index.php/cberan
da/penduduk)
37. Jumlah Persentase jumlah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Penduduk penduduk Terakhir diolah dari atau
Berpendidika berpendidikan D- IV dipublikasikan oleh
n D-IV Dan dan S-1 terhadap Jumlah Lulusan D − IV dan S − 1 institusi resmi
𝑥 100%
S-1 Terhadap total jumlah Jumlah Penduduk seperti BPS/Dinas
Total Jumlah penduduk Dukcapil/Dinas
Penduduk didapatkan dengan Pendidikan
membagi jumlah /instansi resmi
penduduk lainnya. HARUS
berpendidikan D- IV DISEBUTKAN
dan S-1 dengan NILAINYA.
total jumlah
penduduk Sumber Data :
 BPS
 Data Statistik
Pendidikan
(http://apkapm.da
ta.kemdikbud.go.id
/index.php/cberan
da/penduduk)
38. Jumlah Persentase jumlah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Penduduk Penduduk Terakhir diolah dari atau
Berpendidika berpendidikan S-2 dipublikasikan oleh
n S-2 terhadap total Jumlah Lulusan S − 2 institusi resmi
𝑥 100%
Terhadap jumlah Penduduk Jumlah Penduduk seperti BPS/Dinas
Total Jumlah didapatkan dengan Dukcapil/Dinas
Penduduk membagi jumlah Pendidikan
penduduk /instansi resmi
berpendidikan S-2 lainnya. HARUS
dengan total jumlah DISEBUTKAN
penduduk NILAINYA.

432
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan

Sumber Data :
 BPS
 Data Statistik
Pendidikan
(http://apkapm.da
ta.kemdikbud.go.id
/index.php/cberan
da/penduduk)
39. Jumlah Persentase jumlah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Penduduk Penduduk Terakhir diolah dari atau
Berpendidika berpendidikan S-3 dipublikasikan oleh
n S-3 terhadap total Jumlah Lulusan S − 3 institusi resmi
𝑥 100%
Terhadap jumlah Penduduk Jumlah Penduduk seperti BPS/Dinas
Total Jumlah didapatkan dengan Dukcapil/Dinas
Penduduk membagi jumlah Pendidikan
penduduk /instansi resmi
berpendidikan S-3 lainnya. HARUS
dengan total jumlah DISEBUTKAN
penduduk NILAINYA.

Sumber Data :
 BPS
 Data Statistik
Pendidikan
(http://apkapm.da
ta.kemdikbud.go.id
/index.php/cberan
da/penduduk)
40. Angka APK adalah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Partisipasi perbandingan Terakhir diolah dari atau
Kasar Siswa antara siswa pada dipublikasikan oleh
Sekolah jenjang pendidikan institusi resmi
Menengah tertentu dengan seperti BPS/Dinas
Kejuruan penduduk usia Dukcapil/Dinas
sekolah dan Dimana, t Pendidikan
dinyatakan dalam h = jenjang pendidikan /instansi resmi
persentase. a = kelompok usia lainnya. HARUS
t = tahun DISEBUTKAN
Kriteria : Makin 𝐸ℎ𝑡 = adalah jumlah penduduk NILAINYA.
tinggi APK berarti yang Pada tahun t dari
makin banyak anak berbagai usia sedang sekolah Sumber Data :
usia sekolah yg pada jenjang pendidikan h  Ikhtisar Data
𝑡
bersekolah di 𝑃ℎ,𝑎 = adalah jumlah penduduk Pendidikan dan
jenjang pendidikan yang pada tahun t berada Kebudayaan,
tertentu atau pada kelompok usia yaitu Kementerian
banyak anak di luar kelompok usia yang Pendidikan dan
usia sekolah. berkaitan dengan jenjang kebudayaan
pendidikan h

433
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
 Pusat Data Dan
Kegunaan : Untuk Statistik
mengetahui banyak Pendidikan Dan
anak bersekolah Kebudayaan
pada jenjang (http://apkapm.da
pendidikan tertentu ta.kemdikbud.go.id
/)

41. Program jumlah program Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
Latihan Balai latihan Balai terakhir diolah dari atau
Latihan Kerja Latihan Kerja untuk dipublikasikan oleh
profesionalisme 𝑃𝐿𝐵𝑇𝐾 (t) − 𝑃𝐿𝐵𝑇𝐾 (t − 1) institusi resmi
angkatan kerja 𝑥 100% seperti BPS/Dinas
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 (t − 1)
tenaga kerja/Dinas
Dimana : Pendidikan
PLBTK = Program Latihan Balai /instansi resmi
Latihan Kerja lainnya. HARUS
t = tahun pengamatan DISEBUTKAN
t -1 = tahun pengamatan NILAINYA.
sebelumnya
Sumber Data :
Diolah Daerah
dalam
Angka/BPS/Kemen
aker/ Disnakertrans

42. Pusat Jumlah Pusat Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
Kegiatan Kegiatan Belajar terakhir diolah dari atau
Belajar Masyarakat (PKBM) dipublikasikan oleh
Masyarakat institusi resmi
(PKBM) seperti BPS/Dinas
tenaga kerja/Dinas
Pendidikan
/instansi resmi
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
Dinas Pendidikan/
Kementrian
Pendidikan dan
kebudayaan
http://referensi.data

434
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
.kemdikbud.go.id/in
dex31.php

43. Peran Peran dan upaya Kebutuhan Data untuk Tahun Regulasi/SOP/Progr
Pemerintah Pemerintah Daerah Terakhir am/Kegi
Daerah dalam atan/Sistem
Dalam meningkatkan Aplikasi/media/alat
Peningkatan kemampuan yang digunakan (e-
Literasi Pemanfaatan digital catalog, e-
Digital oleh penduduk. purchasing). Jika
Penduduk Pemanfaatan digital berbasis Web dapat
termasuk dilampirkan link-
penggunaan nya dan capture
teknologi informasi web/dashboard-nya
dan komunikasi
baik dalam fungsi Sumber Data :
pelayanan publik, - Dinas kominfo
dunia usaha prov/kab/kota
maupun akltifitas - Dinas Pendidikan
masyarakat lainnya, Kebudayaan
(dalam kontek
literasi nya)
- Dinas
Perpustakaan
Daerah

44. Pola Dan Pola dan Kebutuhan Data untuk Tahun Data berupa
Karakteristik karakteristik Terakhir Kotrak/mou dan
Kemitraan kemitraan antar dokumen sejenisnya
Diantara sektor usaha baik yang
Perusahaan kecil, menengah menggambarkan
(Industri atau besar dalam ada atau tidaknya
Kecil, melaksanakan proses kemitraan
Menengah aktifitas usahanya. diantara usaha
Dan Besar kecil, menengah,
maupun besar yang
dikeluarkan oleh
Dinas yang
mengelola
perindustrian,
investasi, KADIN,
Berbagai Asoiasi
atau lembaga resmi
lainnya

45. Kelembagaan Kelembagaan Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Pelaku masyarakat atau Terakhir diolah atau
Usaha pelaku usaha dipublikasikan
seringkali menjadi institusi resmi..

435
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Poktan/Gapo solusi dalam HARUS
ktan meningkatkan DISEBUTKAN
efisiensi pasar atau NILAINYA
meningkatkan
bergaining position Sumber Data :
serta bergaining  BPS, KADIN, atau
power masyarakat Bappeda
dalam konstelasi  Statistik SDM
pasar bebas yang pertanian dan
kompetitif. kelembagaan
petani Kementan
AKTIF =
*)
RI
membangun (http://epublikasi.
kemitraan usaha setjen.pertanian.go
.id/download/cate
gory/10-
perstatistikan)

46. Kelembagaan Kelembagaan Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Pelaku masyarakat atau Terakhir diolah atau
Usaha pelaku usaha dipublikasikan
Asosiasi seringkali menjadi institusi resmi..
Pedagang solusi dalam HARUS
Pasar meningkatkan DISEBUTKAN
efisiensi pasar atau NILAINYA
meningkatkan
bergaining position Sumber Data :
serta bergaining BPS, KADIN, atau
power masyarakat Bappeda
dalam konstelasi
pasar bebas yang
kompetitif.

AKTIF =
membangun
kemitraan usaha
47. Kelembagaan Kelembagaan Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Pelaku masyarakat atau Terakhir diolah atau
Usaha Mikro pelaku usaha dipublikasikan
Kecil Dan seringkali menjadi institusi resmi..
Menengah solusi dalam HARUS
(UMKM) meningkatkan DISEBUTKAN
efisiensi pasar atau NILAINYA
meningkatkan
bergaining position Sumber Data :
serta bergaining BPS, KADIN, atau
power masyarakat Bappeda
dalam konstelasi

436
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
pasar bebas yang
kompetitif.

AKTIF =
membangun
kemitraan usaha
48. Kontribusi Kontribusi Pajak Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Pajak Daerah Daerah Dalam Terakhir diolah dari atau
Dalam Pendapatan Asli dipublikasikan oleh
Pendapatan Daerah (PAD) institusi resmi
Asli Daerah didapatkan dengan Pajak Daerah seperti BPS/Dinas
𝑥 100%
(PAD) membagi jumlah Jumlah Pendapatan Asli Daerah yang mengelola
Pajak Daerah (PAD) perpajakan dan
dengan total jumlah keuangan
Pendapatan Asli daerah/instansi
Daerah (PAD) resmi lainnya.
HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
- BPS Statistik
- Keuangan
Pemerintah
Daerah
- Kantor Perpajakan
- Bapenda

49. Kontribusi Kontribusi Retribusi Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Retribusi Daerah Dalam Terakhir diolah dari atau
Daerah Pendapatan Asli dipublikasikan oleh
Dalam Daerah (PAD) Retribusi Daerah institusi resmi
𝑥 100%
Pendapatan didapatkan dengan Jumlah Pendapatan Asli Daerah seperti BPS/Dinas
Asli Daerah membagi jumlah (PAD) yang mengelola
(PAD) Retribusi dengan perpajakan dan
total jumlah keuangan
Pendapatan Asli daerah/instansi
Daerah (PAD) resmi lainnya.
HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
- BPS Statistik
- Keuangan
Pemerintah
Daerah
-

437
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
50. Regulasi Regulasi pemerintah Sumber Data :
Pemerintah daerah yang - Bank Indonesia
Daerah Yang mendorong efisiensi kantor perwakilan
Mendorong pasar dan menekan provinsi
Efisiensi laju inflasi di - Tim pengendali
Pasar Dan daerah inflasi daerah
Menekan (TPID)
Laju Inflasi
Di Daerah
51. Tingkat Gini ratio Data Terakhir Data resmi yang
Ketimpangan merupakan nilai (Data tahun disebutkan di diolah dari atau
Ekonomi untuk mengukur penjelasan) dipublikasikan oleh
(Indeks Gini) tingkat ketimpangan institusi resmi
pendapatan secara seperti BPS/Dinas
menyeluruh. terkait/ instansi
Dimana: resmi lainnya.
Pi : persentase rumahtangga HARUS
atau penduduk pada kelas ke-i DISEBUTKAN
Qi : persentase kumulatif total NILAINYA.
pendapatan atau pengeluaran
sampai kelas ke-i Sumber Data:
BPS Pemerintah
Nilai gini ratio berkisar antara 0 Daerah
dan 1, jika:
G < 0,3 = ketimpangan rendah
0,3 ≤ G ≤ 0,5 = ketimpangan
sedang
G > 0,5 = ketimpangan tinggi

52. Tingkat persentase Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Partisipasi penduduk usia 15 Terakhir diolah dari atau
Angkatan tahun keatas yang dipublikasikan oleh
Kerja (TPAK) merupakan institusi resmi
angkatan kerja. 𝑎 seperti BPS/Dinas
𝑥 100%
TPAK b terkait/ instansi
mengindikasikan resmi lainnya.
besarnya persentase Dimana: HARUS
penduduk usia a = Jumlah Pengangguran DISEBUTKAN
kerja yang aktif b = Jumlah penduduk 15thn NILAINYA.
secara ekonomi di keatas
suatu wilayah Sumber Data :
- Statistik
Ketenagakerjaan
- Indikator pasar
tenaga kerja
Indonesia
- BPS
(https://sirusa.bp
s.go.id/)

438
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan

53. Tingkat Persentase jumlah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Penganggura pengangguran Terakhir diolah dari atau
n Terbuka terhadap jumlah dipublikasikan oleh
(TPT) angkatan kerja. 𝑎 institusi resmi
𝑥 100%
TPT b seperti BPS/Dinas
Mengindikasikan terkait/ instansi
besarnya persentase Dimana: resmi lainnya.
angkatan kerja yang a = Jumlah Pengangguran HARUS
termasuk dalam b = Jumlah Angkatan Kerja DISEBUTKAN
pengangguran. NILAINYA.

Sumber Data :
- Statistik
Ketenagakerjaan
- Indikator pasar
tenaga kerja
Indonesia
- BPS
(https://sirusa.bp
s.go.id/)

54. Indeks IPG merupakan alat Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Pembanguna untuk mengukur Terakhir diolah dari atau
n Gender pencapaian dimensi dipublikasikan oleh
(IPG) dan variabel yang institusi resmi
sama seperti IPM, seperti BPS/Dinas
tetapi terkait/ instansi
mengungkapkan resmi lainnya.
ketidakadilan HARUS
pencapaian laki-laki DISEBUTKAN
dan perempuan. NILAINYA.
Indikator ini
menunjukkan Sumber Data :
apakah perempuan Index Pembangunan
dapat memainkan Gender (IPG)
peranan aktif dalam dikeluarkan oleh
kehidupan ekonomi BPS dan KP3A
dan politik.
55. Tenaga Kerja Persentase jumlah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Terdidik tenaga kerja terdidik Terakhir diolah dari atau
Terhadap yaitu tenaga kerja dipublikasikan oleh
Total yang memiliki suatu institusi resmi
Angkatan keahlian atau Jumlah Tenaga Kerja Terdidik seperti BPS/Dinas
𝑥 100%
Kerja kemahiran dalam Jumlah Penduduk terkait/ instansi
bidang tertentu Angkatan kerja resmi lainnya.
dengan cara sekolah HARUS
atau pendidikan DISEBUTKAN
formal dan NILAINYA.

439
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
nonformal.
Contohnya: Sumber Data :
pengacara, dokter, - Statistik
guru, dan lain-lain Ketenagakerjaan
terhadap total - Indikator pasar
angkatan kerja tenaga kerja
Indonesia
56. Pekerja Penduduk yang Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Penuh bekerja dengan jam Terakhir diolah dari atau
Waktu (Lebih kerja 35 jam atau dipublikasikan oleh
Dari 35 Jam) lebih dalam institusi resmi
Dalam seminggu, dan seperti BPS/Dinas
Seminggu termasuk mereka terkait/ instansi
yang kondisinya resmi lainnya.
sementara tidak HARUS
bekerja. DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
BPS, Dinas Tenaga
Kerja

57. Peran Peran Pemerintah Kebutuhan Data untuk Tahun Regulasi/SOP/Siste


Pemerintah daerah/Kota dalam Terakhir m
Daerah pengembangan Aplikasi/media/alat
Dalam Tenaga Kerja yang digunakan.
Pengembang Terampil. Peran Jika berbasis Web
an Tenaga pemerintah yang dapat dilampirkan
Kerja dimaksud adalah link- nya dan
Terampil berbagai dana tau capture
kegiatan yang web/dashboard-nya
dilakasanakan
dalam upaya Sumber Data :
kebijakan, program Dinas Tenaga Kerja
mengembangkan Pemerintah Daerah
tenaga kerja
terampil.
58. Bank Di Persentase Bank di Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Daerah Yang Daerah yang Terakhir diolah dari atau
Memberi Memberi Layanan dipublikasikan oleh
Layanan Pinjaman Kepada institusi resmi
Pinjaman Dunia Usaha seperti BPS/Dinas
Kepada terkait/BI/ instansi
Dunia Usaha resmi lainnya.
HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

440
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
59. Jumlah Persentase Jumlah Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Lembaga Lembaga Keuangan Terakhir diolah dari atau
Keuangan Bukan Bank (LKBB) dipublikasikan oleh
Bukan Bank yang Memberi institusi resmi
(LKBB) Yang Layanan Pinjaman seperti BPS/Dinas
Memberi kepada Dunia terkait/BI/ instansi
Layanan Usaha resmi lainnya.
Pinjaman HARUS
Kepada DISEBUTKAN
Dunia Usaha NILAINYA.

60. Pertumbuha Pertumbuhan Kredit Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
n Kredit Perbankan kepada terakhir diolah dari atau
Perbankan UMKM untuk dipublikasikan oleh
Kepada Pengembangan 𝐾𝑈𝑀𝐾𝑀 (t) − K𝑈𝑀𝐾𝑀(t − 1) institusi resmi
UMKM Usaha didapatkan 𝑥 100% seperti BPS/Dinas
𝐾𝑈𝑀𝐾𝑀 (t − 1)
Untuk dengan cara terkait/BI/ instansi
Pengembang membagi nilai Dimana : resmi lainnya.
an Usaha pinjaman Bank KUMKM = Kredit Perbankan HARUS
kepada UMKM Kepada UMKM Untuk DISEBUTKAN
untuk Pengembangan Usaha NILAINYA.
pengembangan t = tahun pengamatan
usaha t-1 = tahun pengamatan Sumber Data :
sebelumnya Indeks Kredit dari
Bank Indonesia
https://www.bi.go.i
d/id/umkm/kredit/

61. Pertumbuha Pertumbuhan Kredit Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
n Kredit Lembaga Keuangan terakhir diolah dari atau
Lembaga Bukan Bank (LKBB) dipublikasikan oleh
Keuangan (termasuk institusi resmi
Bukan Bank didalamnya modal 𝐾𝐿𝐾𝐵𝐵 (t) − 𝐾𝐿𝐾𝐵𝐵 (t − 1) seperti BPS/Dinas
(LKBB) ventura dan fund 𝑥 100% terkait/BI/ instansi
𝐾𝐿𝐾𝐵𝐵 (t − 1)
(Termasuk raising) kepada resmi lainnya.
Didalamnya UMKM untuk Dimana : HARUS
Modal Pengembangan KLKBB = Kredit Lembaga DISEBUTKAN
Ventura Dan Usaha Keuangan Bukan Bank (LKBB) NILAINYA.
Fund t = tahun pengamatan
Raising) t-1 = tahun pengamatan Sumber Data :
Kepada sebelumnya Indeks Kredit dari
UMKM Bank Indonesia
Untuk https://www.bi.go.i
Pengembang d/id/umkm/kredit/
an Usaha
62. Pertumbuha Pertumbuhan Kredit Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
n Kredit Lembaga Keuangan terakhir diolah dari atau
Lembaga Mikro (LKM) Dengan dipublikasikan oleh
Keuangan cara membagi nilai institusi resmi

441
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Mikro (LKM) Bantuan pemberian 𝐾𝐿𝐾𝑀 (t) − 𝐾𝐿𝐾𝑀 (t − 1) seperti BPS/Dinas
Kepada kredit Lembaga 𝑥 100% terkait/BI/ instansi
𝐾𝐿𝐾𝑀 (t − 1)
Petani Keuangan kepada resmi lainnya.
Dan/Atau petani dan/atau Dimana : HARUS
Nelayan nelayan tahun KLKM = Nilai Kredit Lembaga DISEBUTKAN
terakhir dengan Keuangan Mikro (LKM) Kepada NILAINYA.
tahun sebelumnya Petani Dan/Atau Nelayan
t = tahun pengamatan
t-1 = tahun pengamatan
sebelumnya

63. Ketersediaan Regulasi/SOP/Siste


Modal m
Ventura Bagi Aplikasi/media/alat
Struktur yang digunakan.
Permodalan Jika berbasis Web
Koperasi Dan dapat dilampirkan
Usaha Kecil link- nya dan
Dan capture
Menengah web/dashbard-nya.

64. Rasio Struktur demografi Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
Jumlah usia produktif*) terakhir diolah dari atau
Penduduk yang berpotensi dipublikasikan oleh
Usia 17 sebagai pasar dalam institusi resmi
Tahun Ke rangka Jumlah Penduduk usia produktif seperti BPS/Dinas
𝑥 100%
Atas komersialisasi Jumlah Penduduk terkait/ instansi
Dibanding produk. resmi lainnya.
Jumlah HARUS
Penduduk *Usia 17 tahun DISEBUTKAN
berdasarkan lulus NILAINYA.
dari SMA/SMK
*umur 15 tahun Sumber Data :
berdasarkan sumber BPS,
data dari BPS Dispendukcapil
65. Pertumbuha Persentase Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
n Nilai pertumbuhan nilai terakhir diolah dari atau
Ekspor ekspor dengan cara dipublikasikan oleh
membagi Nilai 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 (t) − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 (t − 1) institusi resmi
Ekspor tahun 𝑥 100% BPS/Dinas
seperti
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟 (t − 1)
terakhir dengan terkait/ instansi
tahun sebelumnya Dimana : resmi lainnya.
t = tahun pengamatan HARUS
t-1 = tahun pengamatan DISEBUTKAN
sebelumnya NILAINYA.

Sumber Data :
Diolah dari
BPS/Bappeda/Bapp

442
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
edlitbang/
Kementerian
Perdagangan

66. Nilai Neraca Neraca perdagangan Data resmi yang


Volume atau balance of Data Terakhir (Data tahun diolah dari atau
Perdagangan trade (BoT) adalah disebutkan di penjelasan) dipublikasikan oleh
perbedaan antara institusi resmi
nilai semua barang 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐸𝑥𝑝𝑜𝑟 seperti BPS/Dinas
𝑥 100%
dan jasa yang 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟 terkait/ instansi
diekspor serta resmi lainnya.
diimpor dalam HARUS
periode waktu DISEBUTKAN
tertentu. Neraca NILAINYA.
perdagangan
menjadi komponen Sumber Data :
terbesar Diolah dari
dalam neraca BPS/Bappeda/Bapp
pembayaran karena edlitbang/
jadi indikator untuk Kementerian
mengukur seluruh Perdagangan/
transaksi Disperindagkop
perdagangan Daerah
67. Regulasi Pedoman dalam Data resmi yang
Yang menentukan diolah dari atau
Dijadikan besaran biaya dipublikasikan oleh
Pedoman administrasi institusi resmi
Dalam perijinan memulai seperti BPS/Dinas
Menentukan bisnis/industri terkait/ instansi
Besaran kecil, menengah dan resmi lainnya.
Biaya besar, HARUS
Administrasi DISEBUTKAN
Perijinan NILAINYA.
Memulai
Bisnis/Indus Sumber Data:
tri Kecil, Pergub, Perda Prov.
Menengah Perda Kab/Kota,
Dan Besar Perbup/ Perwalkot.
Tentang retribusi
administrasi
perijinan

68. Durasi Rata-rata durasi Data resmi yang


Waktu waktu pengurusan diolah dari atau
Proses administrasi dipublikasikan oleh
Administrasi perijinan institusi resmi
Perizinan usaha(Domisili, seperti BPS/Dinas
SIUP, TDP, dll) terkait/ instansi
untuk memulai resmi lainnya.

443
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
bisnis (industri HARUS
kecil,menengah dan DISEBUTKAN
besar) setelah NILAINYA.
tercukupi
persyaratan Sumber Data:
DPMPTSP
Prov/Kab/Kota

69. Jumlah Jumlah perizinan Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
Perizinan usaha terakhir diolah dari atau
Usaha dipublikasikan oleh
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑈 (t) − 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑈 (t − 1) institusi resmi
𝑥 100%
seperti BPS/Dinas
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑈 (t − 1)
terkait/ instansi
Dimana : resmi lainnya.
PU = Perizinan Usaha HARUS
t = tahun pengamatan DISEBUTKAN
t -1 = tahun pengamatan NILAINYA.
sebelumnya

70. Industri Persentase industri Kebutuhan Data untuk Tahun Data resmi yang
Yang yang memanfaatkan Terakhir diolah dari atau
Memanfaatk kebijakan/regulasi dipublikasikan oleh
an insentif pajak untuk institusi resmi
Kebijakan/R proses bisnisnya seperti BPS/Dinas
egulasi dari total industri 𝑊𝑃 𝑚𝑒𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑖𝑓 terkait/ instansi
𝑥 100%
Insentif yang ada 𝑊𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 resmi lainnya.
Pajak Untuk HARUS
Proses DISEBUTKAN
Bisnisnya Dimana : JUMLAH
Dari WP = Wajib Pajak untuk Industri INDUSTRINYA.
Total
Industri Sumber Data:
Yang Ada DPMPTSP, Dinas
Perindustrian, Bank
Indonesia, Kantor
Pajak

71. Pertumbuha Presentase Kebutuhan Data untuk 2 tahun Data resmi yang
n Usaha Pertumbuhan terakhir diolah dari atau
Industri Kecil Usaha Industri Kecil dipublikasikan oleh
Dan Dan Menengah*) institusi resmi
Menengah 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝐾𝑀 (t) − 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝐾𝑀 (t − 1) seperti BPS/Dinas
*)Menurut Peraturan 𝑥terkait/
100% instansi
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝐾𝑀 (t − 1)
Kementerian resmi lainnya.
Perindustrian No. Dimana : HARUS
64 tahun 2016, IKM = Usaha Industri Kecil dan DISEBUTKAN
industri kecil adalah Menengah NILAINYA.

444
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
industri yang t = tahun pengamatan
memiliki karyawan t -1 = tahun pengamatan Sumber Data :
maksimal 19 orang, sebelumnya Statistik Industri,
memiliki BPS, Dinas
nilai investasi kuran Perindustrian
g dari 1 miliar
rupiah, tidak
termasuk tanah dan
bangunan tempat
usaha. Sedangkan,
yang dimaksud
dengan industri
menengah adalah
industri yang
memiliki karyawan
maksimal 19 orang
dan nilai investasi
minimal 1 miliar
rupiah atau
memiliki karyawan
minimal 20 orang
dan nilai investasi
maksimal 15 miliar
rupiah.
72. Pertumbuha Presentase Kebutuhan Data untuk 2 tahun Regulasi/SOP/Road
n Industri Pertumbuhan terakhir map/ Sertifikat
Besar Industri Besar *) ISO/data dukung
lainnya yang relevan
*)Menurut Peraturan 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝐵 (t) − 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝐵 (t − 1) dari Dinas
Kementerian 𝑥 100%
terkait/KADIN/
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝐵 (t − 1)
Perindustrian No. Asosiasi
64 tahun 2016, Dimana : pengusaha/
industri besar IB = Usaha Industri Besar Institusi resmi
adalah industri yang t = tahun pengamatan lainnya
mempekerjakan t -1 = tahun pengamatan
paling sedikit 20 sebelumnya Sumber Data :
orang tenaga kerja BPS, Dinas
dan memiliki Perindustrian
investasi lebih dari
15 miliar rupiah.
73. Sistem Sistem manajemen Regulasi/SOP/Road
Manajemen produksi hasil map/ Sertifikat
Produksi industri kecil dan ISO/data dukung
Hasil menengah. lainnya yang relevan
Industri Kecil Berkaitan dengan dari Dinas
Dan profesionalitas terkait/KADIN/
Menengah manajemen Asosiasi
perusahaan dan pengusaha/
kualitas produk Institusi resmi

445
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
yang lainnya
Dihasilkan*
Sumber Data : BPS,
*UU Perindustrian Dinas Perindustrian

74. Sistem Sistem manajemen Regulasi/SOP/Road


Manajemen dan produksi hasil map/ Sertifikat
Produksi industri besar* ISO/data dukung
Hasil lainnya yang relevan
Industri *UU Perindustrian dari Dinas
Besar terkait/KADIN/
Asosiasi
pengusaha/
Institusi resmi
lainnya

Sumber Data:
- Statistik Produksi,
- BPS,
- Dinas
Perindustrian

75. Jumlah Social Data resmi yang


Perusahaan enterprise adalah diolah atau
Sosial (Social sebuah perusahaan dipublikasikan
Enterprise) yang dibangun tidak institusi resmi..
Yang Sudah diperuntukkan HARUS
Terdaftar hanya demi DISEBUTKAN
Oleh berbisnis semata, NILAINYA
Pemerintah namun juga
Daerah melakukan berbagai SUMBER DATA:
kegiatan sosial *) Dinas
dan kemanusiaan Perindustrian,
Dinas Perdagangan,
*)Perusahan profit Dinas Koperasi dan
Yang melibatkan UKM, Dinas Sosial,
masyarakat atau Bappeda
setempat untuk
mengangkat produk
unggulan daerah
(PUD) / kearifan
lokal

76. Jumlah Perusahaan Pemula Data resmi yang


Perusahaan Berbasis Teknologi diolah dari atau
Pemula (PPBT) yaitu startup dipublikasikan oleh
Berbasis yang memanfaatkan institusi resmi
Teknologi teknologi atau seperti BPS/Dinas
(PPBT) / kebaharuan terkait/ KADIN/

446
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Startup Yang teknologi untuk Asosiasi
Terdaftar Di pengembangan pengusaha/
Inkubator produk dan/atau Institusi resmi
Bisnis pengembangan lainnya. HARUS
Perguruan bisnis perusahaan DISEBUTKAN
Tinggi, pemula berbasis NILAINYA.
Balitbangda teknologi agar dapat
Dan menjadi perusahaan Sumber Data :
Inkubator yang profitable dan - Kemenristek/BRIN
Bisnis memiliki - Balitbangda,
Swasta pengelolaan - Bappeda
organisasi dan - Dinas
keuangan yang Perindustrian
benar, serta menjadi - Perguruan Tinggi
perusahaan yang - UKM
sustainable, hingga
memiliki dampak
positif bagi
masyarakat.
(sumber: panduan
PPBT 2019 yang
diolah)
77. Implementasi Program Sistem Regulasi/SOP/mou
Program Inovasi Daerah / Roadmap/Surat
Sistem sebagai Keputusan/List
Inovasi imoplementasi dari Produk Inovasi/
Daerah Peraturan Bersama Data resmi yang
antara Mendagri diolah dari atau
dengan Menegristek dipublikasikan oleh
No 3 Tahun 2012 institusi resmi
dan No 6 Tahun seperti Perguruan
2012 tentang Tinggi/ Kopertis/
Penguatan Sistem Bappeda/ Litbang
Inovasi daerah instansi resmi
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
Balitbangda/Bappe
da Litbang/
Bappeda/ BP2D

78. Keberadaan Keberadaan dan Regulasi/SOP/mou


Dan Pengembangan / Roadmap/Surat
Pengembang klaster inovasi Keputusan/ List
an Klaster berbasis Produk Produk Inovasi/
Inovasi Unggulan Daerah Data resmi yang
Berbasis (PUD) sebagai diolah dari atau

447
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Produk bentuk interaksi dipublikasikan oleh
Unggulan dan kolaborasi institusi resmi
Daerah antara pemerintah, seperti Perguruan
(PUD) dunia usaha, Tinggi/ Kopertis/
perguruan tinggi Bappeda/ Litbang
dan atau lembaga instansi resmi
litbang dan lainnya. HARUS
masyarakat DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
Balitbangda/Bappe
da Litbang/
Bappeda

79. Kolaborasi Merupakan jumlah Regulasi/SOP/mou


Antara aktifitas/kegiatan / Roadmap/Surat
Perguruan yang dilaksanakan Keputusan/List
Tinggi, atas kerjasama Produk Inovasi/
Lembaga antara perguruan Data resmi yang
Dan Atau tinggi dan atau diolah dari atau
Litbang Lembaga litbang dipublikasikan oleh
Dengan dengan pemerintah institusi resmi
Pemerintah daerah dalam seperti Perguruan
Daerah program Tinggi/ Kopertis/
Dalam pengembangan Bappeda/Litbang
Program teknologi dan instansi resmi
Pengembang inovasi dalam 3 lainnya. HARUS
an Teknologi tahun terakhir DISEBUTKAN
Dan Inovasi NILAINYA.
Dalam 3
Tahun Sumber Data :
Terakhir - Balitbangda/Bapp
eda Litbang/
Bappeda
- Perguruan Tinggi
- BPS
- Balai Penelitian
- Baristand Industri
- BPTP
- BPTU HPT

80. Jumlah Merupakan jumlah Regulasi/SOP/mou


Kerjasama aktifitas/kegiatan / Roadmap/Surat
Antara yang dilaksanakan Keputusan/List
Industri/ atas kerjasama Produk Inovasi/
Dunia Usaha antara Data resmi yang
Dengan industri/dunia diolah dari atau
Pemerintah usaha dengan dipublikasikan oleh

448
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Daerah pemerintah daerah institusi resmi
Dalam dalam program seperti Perguruan
Program pengembangan Tinggi/ Kopertis/
Pengembang teknologi dan Bappeda/ Litbang
an Teknologi inovasi dalam 3 instansi resmi
Dan tahun terakhir Lainnya. HARUS
Inovasi DISEBUTKAN
Dalam 3 NILAINYA.
Tahun
Terakhir Sumber Data :
- Balitbangda/Bapp
eda Litbang/
Bappeda
- Kadin
- Dinas
Perindustrian
- Perusahaan
Swasta
- BPS
- Perguruan Tinggi

81. Kolaborasi Merupakan jumlah Regulasi/SOP/mou


Antara aktifitas/kegiatan / Roadmap/Surat
Perguruan yang dilaksanakan Keputusan/ List
Tinggi Dan atas kerjasama Produk Inovasi/
Atau antara perguruan Data resmi yang
Lembaga tinggi dan atau diolah dari atau
Litbang, Lembaga litbang, dipublikasikan oleh
Industri/Du industri/dunia institusi resmi
nia Usaha usaha dan seperti Perguruan
Dan pemerintah daerah Tinggi/
Pemerintah (triple helix) dalam Kopertis/Bappeda/
Daerah program Litbang instansi
(Triple Helix) pengembangan resmi lainnya.
Dalam teknologi dan HARUS
Program inovasi dalam 3 DISEBUTKAN
Pengembang tahun terakhir NILAINYA.
an Teknologi
Dan Inovasi Sumber Data :
Dalam 3 - Balitbangda/Bapp
Tahun eda Litbang/
Terakhir Bappeda
- Kadin
- Dinas
Perindustrian
- Perusahaan
Swasta
- BPS
- Perguruan Tinggi

449
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
- Lembaga Litbang

82. Indeks Penilaian Inovasi Kemendagri tentang Penyusunan Hasil skor/indeks


Inovasi Daerah dilakukan Hasil Pengukuran Indeks Inovasi dan status/ predikat
Daerah melalui mekanisme Daerah pada Pusat Penelitian Inovasi Daerah
pengukuran Indeks dan Pengembangan Inovasi secara Nasional
Inovasi Daerah Daerah. yang ditetapkan
sesuai dengan dalam keputusan
Permendagri Nomor Menteri Dalam
104 Tahun 2018 Negeri.
Tentang Penilaian
dan Pemberian HARUS
Penghargaan DISEBUTKAN
dan/atau intensif NILAINYA.
Inovasi Daerah.
Sumber Data :
BPP Kemendagri RI

83. Jumlah Jumlah artikel Data resmi yang


Artikel ilmiah jurnal yang diolah dari atau
Ilmiah dihasilkan oleh dipublikasikan oleh
Jurnal Yang Perguruan Tinggi institusi resmi
Dihasilkan dan atau lembaga seperti Perguruan
Oleh litbang setempat Tinggi/
Perguruan yang dipublikasikan Kopertis/Bappeda/
Tinggi Dan dalam jurnal Litbang instansi
Atau nasional resmi lainnya.
Lembaga terakreditasi / HARUS
Litbang internasional DISEBUTKAN
Setempat selama 3 tahun NILAINYA.
Yang terakhir
Dipublikasik Sumber Data :
an Dalam SINTA
Jurnal Kemenristekdikti
Nasional
Terakreditasi
/
Internasional
Selama 3
Tahun
Terakhir
84. Jumlah Jumlah penelitian Data resmi yang
Penelitian yang dihasilkan diolah dari atau
Yang perguruan tinggi, dipublikasikan oleh
Dihasilkan lembaga litbang, institusi resmi
Perguruan dan atau lembaga seperti Perguruan
Tinggi, lainnya yang masuk Tinggi/
Lembaga Kekayaan Kopertis/Bappeda/L
Litbang, Dan Intelektual (paten, itban g/ instansi

450
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
Atau merek, cipta, dan resmi lainnya.
Lembaga design Industri) HARUS
Lainnya secara keseluruhan DISEBUTKAN
Yang Masuk yang dihasilkan NILAINYA.
Kekayaan dalam 3 tahun
Intelektual terakhir Sumber Data :
(Paten, - Balitbangda/Bapp
Merek, Cipta, eda Litbang/
Dan Bappeda
Design - Perguruan Tinggi
Industri) - Kemenristek/BRIN
- Pangkalan Data
Kekayaan
Intelektual
KemenKUMHAM
RI (https://pdki-
indonesia.dgip.go.
id/ )

85. Jumlah Jumlah paten yang Data resmi yang


Paten Yang telah dimanfaatkan diolah dari atau
Telah di industri dipublikasikan oleh
Dimanfaatka institusi resmi
n Di Industri seperti Perguruan
Tinggi/
Kopertis/Bappeda/
Litbang/ Kadin/
instansi resmi
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
- Balitbangda/Bapp
eda Litbang/
Bappeda
- Perguruan Tinggi
- Lembaga Litbang
- Kemenkum HAM
- Kemenristek/BRIN
- Perusahaan

86. Anggaran Persentase anggaran Kebutuhan Data tahun terakhir: Data resmi yang
Penelitian penelitian dan diolah dari atau
Dan pengembangan* dipublikasikan oleh
Pengembang terhadap total APBD 𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑙𝑖𝑡𝑖𝑎𝑛 institusi resmi
an Terhadap pada tahun terakhir 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 seperti Perguruan
𝑥 100%
Total APBD Total APBD Tinggi/
*PP 18/2016 Kopertis/Bappeda/

451
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
tentang Perangkat Litbang/ Kadin/
daerah instansi resmi
(nomenklatur lainnya. HARUS
penelitian DISEBUTKAN
Dan pengembangan) NILAINYA.

Sumber :
- Statistik Keuangan
- Pemerintah
Daerah melalui
APBD

87. Persentase Persentase kegiatan Data Kebutuhan Tahun Terakhir: Data resmi yang
Kegiatan penelitian dan diolah dari atau
Penelitian pengembangan dipublikasikan oleh
Dan berbasis produk 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛 institusi resmi
Pengembang unggulan daerah 𝐿𝑖𝑡𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 𝑃𝑈𝐷 seperti Perguruan
𝑥 100%
an Berbasis terhadap jumlah jumlah keseluruhan kegiatan Litbang Tinggi/
Produk penelitian Kopertis/Bappeda/
Unggulan Litbang/ Kadin/
Daerah Note: instansi resmi
Terhadap Litbang (Penelitian dan lainnya. HARUS
Jumlah Pengembangan bisa di Pemda, DISEBUTKAN
Penelitian Perguruan Tinggi dan Lembaga NILAINYA
litbang lainnya. Sumber Data :
- Balitbangda/Bapp
eda Litbang/
Bappeda
- Perguruan Tinggi
- Lembaga Litbang
88. Persentase Persentase jumlah Data Kebutuhan Tahun Terakhir: Data resmi yang
Jumlah peneliti di diolah dari atau
Peneliti Di perguruan tinggi dipublikasikan oleh
Perguruan dan perangkat institusi resmi
Tinggi Dan daerah kelitbangan 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑏𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 seperti Perguruan
𝑥 100%
Perangkat dibanding hasil Jumlah Peneliti Tinggi/
Daerah penelitian yang Kopertis/Bappeda/
Kelitbangan dipublikasikan Litbang/ Kadin/
Dibanding instansi resmi
Hasil lainnya. HARUS
Penelitian DISEBUTKAN
Yang NILAINYA.
Dipublikasik
an Sumber Data :
- Balitbangda/Bapp
eda Litbang/
Bappeda
- Perguruan Tinggi
- Lembaga Litbang

452
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan

89. Peringkat Peringkat perguruan Data resmi yang


Perguruan tinggi di daerah diolah dari atau
Tinggi Di secara nasional dipublikasikan oleh
Daerah institusi resmi
Secara seperti Perguruan
Nasional? Tinggi/ Kopertis/
(Perguruan Bappeda/ Litbang/
Tinggi Yang Kadin/ instansi
Berlokasi Di resmi lainnya.
Daerah Dan HARUS
Memiliki DISEBUTKAN
Peringkat/Ra PERINGKATNYA.
nki
Ng Tertinggi) Sumber Data :
 Peringkatan
Perguruan Tinggi
oleh DitJen Dikti,
Kemendikbud.
https://pemeringk
atan.kemdikbud.go
.id/ atau
http://klasterisasi
-
pt.kemdikbud.go.i
d/

90. Jumlah Jumlah dunia Data resmi yang


Dunia Usaha usaha dan Industri diolah dari atau
Dan Industri yang memiliki unit dipublikasikan oleh
Yang penelitian dan institusi resmi
Memiliki Unit pengembangan seperti Perguruan
Penelitian Tinggi/
Dan Kopertis/Bappeda/
Pengembang Litbang/ Kadin/
an instansi resmi
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

91. Jumlah Jumlah Perguruan Data resmi yang


Perguruan Tinggi, Perangkat diolah dari atau
Tinggi, Daerah dan Institusi dipublikasikan oleh
Perangkat Kelitbangan? institusi resmi
Daerah Dan seperti Perguruan
Institusi Tinggi/
Kelitbangan? Kopertis/Bappeda/
Litbang/ Kadin/
instansi resmi

453
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
JUMLAH DAN
NAMA PERGURUAN
TINGGI/LEMBAGA
LITBANGNYA

Sumber Data :
- Lembaga
Layanan
Pendidikan
Tinggi
(https://www.ri
stekbrin.go.id/ll
dikti/)
- PDDIKTI
(https://forlap.k
emdikbud.go.id/
perguruantinggi)

92. Perguruan Perguruan tinggi Data resmi yang


Tinggi Dan dan institusi diolah dari atau
Institusi kelitbangan di dipublikasikan oleh
Kelitbangan daerah yang telah institusi resmi
Di Daerah melakukan seperti Perguruan
Yang Telah komersialisasi Tinggi/
Melakukan inovasi Kopertis/Bappeda/
Komersialisa Litbang/Kadin/
si Inovasi instansi resmi
lainnya. HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
- Balitbangda/Bapp
eda Litbang/
Bappeda/ BP2D
- Perguruan Tinggi

93. Jumlah Hak Jumlah sistem hak Data resmi yang


Cipta, Merk merk dagang di diolah dari atau
Dagang, daerah yang dipublikasikan oleh
Paten Dan teregristrasi pada institusi resmi
Rahasia tahun terakhir seperti Perguruan
Dagang Di Tinggi/ Kopertis/
Daerah Yang Bappeda/ Litbang/
Teregristrasi Kadin/ instansi
resmi lainnya.

454
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber Data :
- Perguruan Tinggi
- Bappeda/
Litbang
Pangkalan Data
Kekayaan
Intelektual
KemenKUMHAM
RI (https://pdki-
indonesia.dgip.g
o.id/ )

94. Kondisi Kondisi Techno Park Data resmi yang


Techno Park dan Pusat Unggulan diolah dari atau
Dan Pusat Iptek (PUI) dipublikasikan oleh
Unggulan institusi resmi
Iptek (PUI) seperti Perguruan
Tinggi/
Kopertis/Bappeda/
Litbang/ Kadin/
instansi resmi
lainnya

Sumber Data :
- Kemenristek/BRIN
- Balitbangda
- Science Techno
Park
- Pusat Unggulan
Iptek

95. Persentase Persentase Data Kebutuhan Tahun Terakhir: Data resmi yang
Penduduk pengguna jaringan diolah dari atau
Yang telepon selular Jumlah Penduduk menggunakan dipublikasikan oleh
Menggunaka dibanding jumlah HP atau Telepon Selular institusi resmi
𝑥 100%
n penduduk pada Jumlah Penduduk seperti BPS/Dinas
HP/Telepon/ tahun terakhir terkait/ instansi
Smartphone resmi lainnya.
HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber :
- BPS

455
No Indikator Definisi dan Rumus Data Pendukung
Batasan
- Diskominfo
- Telkom
- APJII (Asosiasi
Penyelenggara
Jasa Internet
Indonesia)

96. Proporsi Proporsi rumah Data Kebutuhan Tahun Terakhir: Data resmi yang
Rumah tangga dengan diolah dari atau
Tangga akses internet Jumlah Rumah tangga yang dipublikasikan oleh
Dengan Memiliki akses internet 𝑥 100% institusi resmi
Akses Jumlah Rumah Tangga seperti BPS/Dinas
Internet terkait/ instansi
resmi lainnya.
HARUS
DISEBUTKAN
NILAINYA.

Sumber :
- BPS
- Diskominfo
- Telkom
- APJII (Asosiasi
Penyelenggara
Jasa Internet
Indonesia)
-
97. Jumlah Jumlah dan jenis Regulasi/SOP/Road
Inovasi inovasi teknologi map/ List
Teknologi didaerah pada teknologi/Informasi
Didaerah tahun terakhir Teknologi/Link
web/data dukung
lainnya yang relevan

Sumber Data :
- Balitbangda/Bapp
eda Litbang/
Bappeda
Perguruan Tinggi
- Lembaga Litbang
- Dinas
Perindustrian
- Disnakertrans

456
457

Anda mungkin juga menyukai