Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS BERBASIS BUKTI

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK ASAM PIPEMIDAT


DENGAN CIPROFLOXACIN DALAM MENGOBATI INFEKSI
SALURAN KEMIH

DISUSUN OLEH :
Latifah Awalia (H1AP14028)

Maria Yolanda (H1AP20016)

Aulia Dhiya Almas (H1AP20035)

Mutiara Ananda Harfiyani (H1AP20049)

Sulthan Salsabil Neza (H1AP20056)

Virta Giovanni (H1AP20060)

PEMBIMBING :
Mardhatillah Sariyanti, S.Si, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS


UPTD. PKM JALAN GEDANG KOTA BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERANDAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
LATAR BELAKANG

Infeksi saluran kemih merupakan peradangan pada saluran kemih yang


disebabkan adanya pertumbuhan dan perkembangbiakan abnormal
mikroorganisme patogen di dalam saluran kemih dan biasanya ditunjukkan
dengan adanya bakteri di dalam urin dengan jumlah yang bermakna 1,2. Infeksi
saluran kemih menempati urutan tertinggi kedua penyebab infeksi setelah
pneumonia3. American Urology Association pada tahun 2016 menyatakan bahwa
diperkirakan ISK terjadi pada 150 juta penduduk dunia pertahunnya 4. Pada tahun
2007, di Amerika Serikat diperkirakan ada 10,5 juta kunjungan pengobatan
dengan gejala ISK5. Sementara untuk jumlah kasus di Indonesia berdasarkan data
dari Kementerian Kesehatan RI (2014) menunjukkan bahwa jumlah penderita
penyakit ISK mencapai 90-100 kasus per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar
180.000 kasus baru per tahunnya. Di Bengkulu sendiri berdasarkan data rekam
medik di poliklinik urologi RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada tahun 2017
terjadi peningkatan kasus ISK tercatat 106 pasien infeksi saluran kemih jika
dibandingkan tahun 2016 yang tercatat 84 pasien ISK6.
Secara anatomis, ISK dikategorikan menjadi dua, yaitu ISK atas dan ISK
bawah. ISK atas melibatkan ginjal, panggul dan ureter. Semntara ISK bawah
melibatkan kandung kemih dan uretra. Wanita memiliki peluang tiga kali lebih
besar untuk terinfeksi ISK daripada pria karena uretra wanita lebih pendek dan
jaraknya lebih dekat ke anus, aktivitas seksual, kehamilan, kontaminasi yang
mudah terjadi dengan flora feses dan perubahan hormonal yang sangat cepat.
Rasio infeksi saluran kemih antara wanita dan pria yaitu 8:1 7. Mikroorganisme
yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih diantaranya Escherichia coli,
Proteus spp., Klebsiella spp., Staphylococcus spp., dan Pseudomonas spp2. Terapi
utama infeksi saluran kemih yaitu menggunakan antibiotik 8. Pengobatan pada ISK
membutuhkan terapi suportif dan antibiotik yang adekuat, tujuannya mencegah
terjadinya penyebaran bakteri ke ginjal atau berkembang menjadi infeksi saluran
kemih atas/pielonefritis yang dapat menyebabkan komplikasi kerusakan struktur
halus di nefron, gagal ginjal, renal scarring dan komplikasi lanjutan yang
berakibat terjadinya hipertensi9. Berdasarkan guideline the Infectious Diseases
Society of America (IDSA), rekomendasi antibiotik lini pertama untuk ISK yaitu
nitrofurantoin, trimethoprim/sulfamethoxazole dan fosfomycin. Jika
ketersediaannya terbatas, pasien mengalami alergi atau intoleran terhadap obat
tersebut dapat menggunakan obat lini ke dua golongan fluorokuinolon ataupun
antibiotik beta-laktam10. Antibiotik golongan kuinolon seringkali diresepkan
untuk pasien ISK oleh klinisi dilapangan, antibiotik kuinolon menempati urutan
kedua sebagai antibiotik monoterapi yang paling banyak digunakan untuk pasien
ISK11. Dua jenis antibiotik golongan kuinolon yang sering diresepkan di
puskesmas kampung bali yaitu asam pipemidat dan ciprofloxacin. Kedua
antibiotik ini memiliki struktur cincin kimia yang berbeda yang berpengaruh
terhadap spektrum antibakterinya12. Asam pipemidat aktif terhadap beberapa
bakteri gram negatif seperti E. coli, Proteus, Klebsiella dan Enterobacter.
Sementara Fluorokuinolon mempunyai daya antibakteri yang kuat terhadap
E.coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H.influenzae, Providencia, Serratia,
Salmonella, N. meningitides12. Namun, antibiotik sering diberikan secara empiris
sebelum hasil kultur tersedia. Di sisi lain resistensi antibiotik meningkat terutama
terhadap antimikroba yang umum digunakan13.
Berdasarkan rumusan masalah diatas kami ingin melakukan telaah kasus
berbasis bukti mengenai perbandingan efektivitas antibiotik asam pipemidat
dengan ciprofloxacin dalam mengobati infeksi saluran kemih yang dilihat dari
pola sensitivitas dan resistensi masing-masing kedua antibiotik tersebut.
Pengetahuan pola resistensi antimikroba dapat membantu klinisi untuk
memberikan terapi empiris yang sesuai.

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien wanita usia 64 tahun datang dengan keluhan nyeri saat
buang air kecil sejak 5 hari yang lalu. Frekuensi buang air kecil sering namun
kencing yang keluar sedikit berwarna kuning. Saat kencing terasa perih dan panas.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut tepatnya di daerah
suprapubik. Kencing batu disangkal, kencing pasir disangkal, keputihan
disangkal. Nyeri ketok pinggang belakang (+). Pasien juga mengalami demam 2
hari yang lalu, namun turun setelah meminum obat parasetamol yang dibeli di
apotek. Pasien mengakui sering menahan buang air kecil. Sebelumnya pernah
mengalami hal serupa pada 28 September 2019. Namun sembuh setelah diberi
obat urinter yang diresepkan dokter sebelumnya. Riwayat alergi makanan
disangkal, namun memiliki alergi obat yaitu dexamethasone, ibuprofen dan
natrium diklofenak. Tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis. Pasien
riwayat hipertensi dan konsumsi obat tidak rutin. Keluarga tidak memiliki keluhan
serupa. Saat ini pasien diresepkan obat oleh dokter puskesmas kampung bali
berupa urinter (antibiotik asam pipemidat), hyosin, parasetamol dan obat
antihipertensi amlodipine 5 mg.

PERTANYAAN KLINIS
Berdasarkan uraian kasus di atas pertanyaan klinis yang ditegakkan adalah
bagaimana perbandingan efektivitas pemberian antibiotik asam pipemidat dengan
ciprofloxacin dalam mengobati infeksi saluran kemih?
P : pasien dengan infeksi saluran kemih
I : antibiotik asam pipemidat
C : antibiotik ciprofloxacin
O : efektivitas obat
Kriteria inklusi
1. Jurnal berbahasa inggris.
2. Jurnal free full-text.
3. Publikasi jurnal dalam 10 tahun terakhir.
4. Jurnal sesuai dengan pertanyaan klinis.
Kriteria eksklusi
Kepustakaan tidak memuat salah satu antibiotik yang dibahas dalam telaah
kasus berbasis bukti ini.
METODOLOGI
Pencarian artikel dilakukan pada tanggal 24 Mei 2021 yang melibatkan
tiga pusat data yaitu Pubmed / PubMed Central (PMC), Cochrane Library, dan
tripdatabase. Pencarian artikel pada tiga pusat data menggunakan kata kunci yaitu
 (“asam pipemidat”) AND (“ciprofloxacin”) AND (“urinary tract
infection”)
 (“asam pipemidat”) AND (“ciprofloxacin”) AND (“urinary tract
infection”) AND (“efficacy”)
 (“asam pipemidat”) AND (“ciprofloxacin”) AND (“uncomplicated
urinary tract infection”) AND (“efficacy”)
 (“asam pipemidat”) AND (“ciprofloxacin”) AND (“urinary tract
infection”) AND (“outcome”)
 (“asam pipemidat”) AND (“ciprofloxacin”) AND (“urinary tract
infection”)
 (“asam pipemidat”) AND (“ciprofloxacin”) AND (“recurrent urinary
tract infection”)
Berdasarkan hasil pencarian dengan menggunakan kata kunci tersebut
didapatkan total 23 kepustakaan, 18 kepustakaan berasal dari Pubmed/PMC, 2
kepustakaan dari Cochrane Library, dan 3 kepustakaan dari tripdatabase.
Selanjutnya, menghilangkan kepustakaan dengan judul yang sama (duplikat),
menghilangkan judul yang tidak relevan dan mengeliminasi studi yang sesuai
dengan kriteria eksklusi. Dari daftar judul yang terpilih, peneliti membaca abstrak
untuk memilih studi yang berkaitan dengan telaah kasus. Setelah dilakukan
penyaringan didapatkan 1 kepustakaan. Detail lebih lengkap mengenai
penyaringan pada masing-masing database dapat dilihat pada diagram 1.
Basis Data Referensi
PUBMED/PMC18 referensi
Cochrane Library2 referensi
Identification

TRIP database 3 referensi


n = 23

Duplicate excluded
(n = 1)

Records screened (n =22)

Recorded excluded
(n=21)

Terdapat 21 referensi yang dieksklusi dengan


kriteria sebagai berikut :
judul dan abstrak tidak relevan
studi tidak melibatkan salah satu antibiotik baik itu
asam pipemidat ataupun ciprofloxacin dalam
penelitiannya.
Screening

Titles and abstract assessed


for eligibility (n=1)
Eligibility

Eligibility excluded
(n=0)
Included

Studies included in
qualitative synthesis (n =
1)

Diagram 1. Alur Pencarian Kepustakaan


TELAAH KRITIS

Setelah melalui proses pencarian dengan menerapkan kriteria seleksi


ditemukan 1 kepustakaan dengan judul Characteristics amd Antibiotik Resistence
of Urinary Tract Pathogens Isolated From Punjab, Pakistan oleh Muhammad
Sohail, Mohsin Khursid, Hafiz Ghulam Murtaza Saleem, Hasnain Javed, dan
Abdul Arif Khan. Kepustakaan ini telah ditelaah kritis mengunakan panduan
Center of Evidence Based Medicine 2014. Hasil dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :

HASIL

Laporan ini membahas tentang efektivitas pemberian antibiotik asam


pipemidat dengan ciprofloxacin dalam mengobati pasien infeksi saluran kemih
yang dinilai dari sensitivitas dan resistensi antibiotik terhadap bakteri.
Berdasarkan metode pencarian literatur didapatkan kepustaakan dari penelitian
Muhammad Sohail, Mohsin Khursid, Hafiz Ghulam Murtaza Saleem, Hasnain
Javed, dan Abdul Arif Khan dengan judul Characteristics amd Antibiotik
Resistence of Urinary Tract Pathogens Isolated From Punjab, Pakistan.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang menguji 1429 sampel urin dari
pasien infeksi saluran kemih dari laboratorium Chughtais, Lahore Lab, Lahore,
Pakistan. Sampel urin dikumpulkan dari Desember 2012 hingga bulan Januari
2014, masing-masing urin tersebut ditempatkan di kontainer steril.
Sampel urin tersebut digoreskan pada media cystein lactose electrolite
deficien (CLED) untuk isolasi uropatogen dan diinkubasi. Isolat tersebut
disubkultur pada media MacConkey dan diinkubasi untuk mendapatkan
pertumbuhan bakteri murni. Pola kerentanan antibiotik dari isolat tersebut
ditentukan dengan metode difusi cakram KirbyBauer. Terdapat 38 antibiotik yang
digunakan untuk uji tersebut, dua diantaranya yaitu antibiotik asam pipemidat dan
ciprofloxacin.
Hasil uji didapatkan dari 1429 sampel hanya 392 sampel yang ambil untuk
diobservasi karena memiliki jumlah bakteriuria yang signifikan. Sisanya tidak
diambil untuk diobservasi karena bakteriuria tidak signifikan, jumlah bakteri
sangat rendah atau steril. Dari 392 sampel tersebut sebesar 263 sampel (67%)
berasal dari urin wanita dan 129 sampel (33%) berasal dari urin pria. Bakteri yang
frekuensinya paling banyak ditemukan pada sampel urin infeksi saluran kemih ini
yaitu bakteri Escherichia coli (62%), kemudian diikuti dengan bakteri E. faecalis
(15%), Pseudomonas (6%) dan Klebsiella spp. (1%).

Tabel 1. Bakteri yang Ditemukan Pada Urin Pasien ISK

Escherichia coli sebagai bakteri yang paling banyak ditemukan pada


sampel urin menunjukkan resistensi yang cukup tinggi pada asam pipemidat yaitu
sebesar 92% jika dibandingkan pada ciprofloxacin sebesar 82%. Namun bakteri
ini sensitif terhadap antibiotik imipenem (97%), meropenem (97%), cefoperazone
(97%) dan tazobactam (94%).
Bakteri E.faecalis sebagai bakteri kedua terbanyak ditemukan
menunjukkan resisten terhadap ciprofloxacin sebesar 83% dan untuk besaran
resistensi terhadap antibiotik asam pipemidat tidak didapatkan karena tidak
dilakukan uji. Kemudian untuk bakteri Pseudomonas menunjukkan bakteri ini
sensitif terhadap ciprofloxacin yakni sebesar (43%). Sementara untuk Klebsiella
spp. antibiotik asam pipemidat dan ciprofloxacin menunjukkan persentase
sensitivitas yang sama yaitu sebesar 80%.
Tabel 2. Prevalensi dan Persentase Resistensi Antimikroba

PEMBAHASAN
Infeksi saluran kemih merupakan istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme dalam urin2. Infeksi saluran kemih terjadi karena
banyak faktor antara lain usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor
predisposisi. Beberapa faktor predisposisi tersebut yaitu litiasis, obstruksi saluran
kemih, penyakit ginjal polikistik, diabetes melitus pasca transplantasi ginjal,
senggama, kehamilan serta kateterisasi2. Infeksi saluran kemih terbagi menjadi
dua yaitu infeksi saluran kemih bawah dan infeksi saluran kemih atas. Infeksi
saluran kemih atas dapat terjadi karena adanya batu pada kaliks, renal scarring,
abses kortikal, acute pyelonefritis, abses kortikal, abses perinefrik, dan uretritis.
semsntara infeksi saluran kemih bawah dapat terjadi karena adanya sistitis,
prostatitis, epididimistis, dan uretritis. Presentasi klinis infeksi saluran kemih atas
biasanya pasien mengalami demam, kram, nyeri punggung, muntah, skoliosis,
hingga penurunan berat badan. Sementara presentasi klinis infeksi saluran kemih
bawah yaitu nyeri supra pubik, disuria, meningkatnya frekuensi berkemih,
hematuria, urgensi dan stranguria2.
Pada hasil kepustakaan tersebut menunjukkan bahwa sampel urin ISK
berjenis kelamin wanita yang paling banyak ditemukan bakteri dibandingkan laki-
laki. Wanita lebih rentan mengalami ISK karena saluran uretra atau saluran
kencing wanita lebih pendek dan lebih terbuka dibanding pria. Keadaan ini
menyebabkan bakteri lebih mudah masuk ke kandung kemih karena uretra lebih
dekat dengan sumber bakteri seperti daerah anus14. Bakteri yang paling sering
ditemukan berdasarkan hasil kepustakaan yaitu Escherichia coli dengan
persentase sebesar 62% dari total 392 sampel urin ISK. Escherichia coli
merupakan flora normal usus yang banyak ditemukan di kolon dan daerah
perianal. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya invasi secara ascending dari
daerah perianal ke uretra sehingga menyebabkan infeksi pada saluran kemih 2.
Saluran kemih merupakan tempat yang paling umum dari infeksi Escherichia coli,
dan lebih dari 90% ISK tanpa komplikasi disebabkan infeksi Escherichia coli.
ISK oleh Escherichia coli disebabkan oleh strain uropatogen dari Escherichia
coli. Strain uropatogen dari Escherichia coli memiliki faktor pengikat yang
disebut P fimbriae, atau pili, yang mengikat P blood group antigen. Pili-pili ini
kemudian memediasi pelekatan Escherichia coli ke sel uroepitel. Pasien yang
membawa Escherichia coli dengan P fimbriae memilki risiko lebih besar
terinfeksi ISK2.
Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu
steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal
merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious gram-
positif dan gram negatif. Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme
asending dari uretra ke saluran kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi
mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Oleh karena itu, diperlukan tata laksana
terapi ISK yang adekuat untuk mencegah atau mengobati meluasnya infeksi
(systemic infection), eradikasi mikroorganisme penginfeksi, dan mencegah
kekambuhan15.
Terapi utama infeksi saluran kemih yaitu menggunakan antibiotik8.
Penggunaan antibotik harus rasional dan tepat, karena jika penggunaan tidak tepat
dapat menimbulkan resistensi, meningkatnya morbiditas, meningkatnya biaya
pengobatan serta dapat menyebabkan kematian16. Berdasarkan hasil kepustakaan
didapatkan bahwa asam pipemidat lebih sering menunjukkan persentase resistensi
yang lebih tinggi dibanding ciprofloxacin yaitu sebesar 92%. Hal ini juga
didukung dengan penelitian yang dilakukan

Anda mungkin juga menyukai