Anda di halaman 1dari 5

BAGIAN I

PEMAHAMAN KONSEP

I.1. Konsep dan Ruang Lingkup HOTS

Berbagai ahli telah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan keterampilan berpikir tingkat
tinggi atau yang sering kita baca dan dengar sebagai Higher Order Thinking Skill (HOTS). Jika
ditarik kesimpulan maka yang ada menunjukan bahwa berpikir tingkat tinggi merupakan proses
berpikir kompleks dalam menguraikan objek materi, menyusun kesimpulan, membangun
representasi dari materi yang dipelajari, menganalisis dengan cara dekomposisi atau abstraksi,
dan membangun relasi antar objek yang melibatkan aktivitas mental yang paling diperlukan.

Menurut jenjang taksonomi Bloom, dalam proses pembelajaran, keterampilan yang digunakan
untuk mengidentifikasi proses tingkat tinggi, secara mendasar dibagi menjadi dua bagian.
Pertama adalah keterampilan tingkat rendah, yaitu mengingat (remembering), memahami
(understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam
keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analyzing),
mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

Untuk memudahkan memahami keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka pembahasan


mengikuti tiga kefungsian yang erat saling terkait, berdasarkan apa yang disampaikan oleh
Afandi & Sajidan tahun 2017, yaitu:

Gambar 1. Keberfungsian HOTS

A. Sebagai Transfer of Knowledge


Secara umum terdapat dua pendekatan umum dalam proses pembelajaran yaitu learning for
recalls (belajar untuk mengingat) dan learning for transfer knowledge (belajar untuk
mentransfer pengetahuan). Learning for recalls, Walaupun keduanya sama-sama membutuhkan
pemikiran, namun belajar untuk mentransfer pengetahuan merupakan suatu “pembelajaran
yang lebih bermakna”.

Hal. 1
Setelah proses pembelajaran ini diharapkan siswa akan dapat berpikir atau dengan kata lain
“being able to think” (mampu untuk berpikir). Secara khusus kondisi “being able to think”
setelah pembelajaran HOTs jika kita melihat HOTs sebagai transfer of knowledge adalah ketika
proses pembelajaran HOTs yang kita laksanakan dapat membuat siswa mampu untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilan baru yang diperoleh selama proses belajar di
kehidupan sehari-hari.

Pengetahuan dan keterampilan baru berarti bahwa siswa belum mengetahuinya sebelum proses
belajar dilakukan. Pendekatan pembelajaran HOTS as transfer knowledge ini secara umum
terkonstruksi sebagai kemampuan kognitif pada taksonomi Bloom pada dimensi analisis,
evaluasi dan kreasi. Secara detail konstruksi taksonomi Bloom akan dibahas pada sub bab
berikutnya.

B. Sebagai Problem Solving


Tujuan pembelajaran ini adalah agar siswa dapat mengidentifikasi dan menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi di kehidupan akademik maupun kehidupan nyata, termasuk
mampu untuk menciptakan solusi baru untuk menyelesaikan masalah yang mereka definisikan
sendiri atau yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi “being able to think” setelah
proses pembelajaran HOTS pada fungsi ini adalah kondisi jika siswa dapat menyelesaikan
masalah dan bekerja secara kreatif. Contoh pembelajaran HOTS as problem solving adalah
siswa diminta untuk mengidentifikasi bagaimana cara yang paling efektif untuk melakukan
edukasi untuk mencegah bullying.

C. Sebagai Critical and Creative Thinking


Critical thinking adalah kemampuan melakukan penalaran dan berpikir reflektif untuk fokus
dalam memutuskan apa yang diyakini atau yang akan dilakukan (Noriss & Ennis, 1989). Dalam
hal ini siswa dapat dikatakan “being able to think” jika setelah proses pembelajaran HOTS,
siswa mampu untuk melakukan penilaian yang bijak atau menghasilkan kritik yang memiliki
argumen. Tujuan pembelajaran high order thinking as critical adalah mengajarkan siswa untuk
melakukan penalaran, merenung dan membuat keputusan yang tepat. Contoh HOTS as critical
and creative thinking adalah siswa diminta untuk mengevaluasi dan mengestimasi akibat dari
berbagai kebijakan sekolah terkait penggunaan gadget di sekolah.

I.2. Keterkaitan Education 4.0 dengan HOTS


Saat ini kita telah memasuki masa Education 4.0 dimana dunia fisik dan dunia cyber terintegrasi
dalam dunia pendidikan dan proses pembelajaran (Puncreobutr, 2016). Perluasan makna
Education 4.0 tentu saja menjadi lebih lebar dan menjadikan respon pembelajaran sebagai
tuntutan revolusi industri yang menyelaraskan interaksi manusia dan mesin dengan tujuan
untuk memecahkan masalah dan memberikan berbagai alternatif solusi. Untuk mempersiapkan
lulusan masa depan untuk dapat workable, sekolah dan guru harus mampu menyelaraskan
pengajaran dan proses pembelajaran dengan kemajuan teknologi yang terjadi.

Hal. 2
Di milenium baru, teknologi mulai menyusup ke dalam proses pendidikan, baik siswa maupun
guru mulai memanfaatkan teknologi secara mendasar dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan
komputer dalam membantu guru memberikan bantuan visual menjadi bagian pelengkap proses
tersebut. Mengajar tidak lagi menjadi kegiatan verbal tetapi juga visual yang lebih mudah untuk
dibuat dan dikemas kembali sebagai bahan ajar, hal itu kemudian dikenal sebagai era Education
2.0.

Seiring kemajuan teknologi informasi (teknologi hardware, teknologi software dan tentu saja
kemajuan teknologi network & telecommunication), termasuk infiltrasi massal dari internet,
maka mulailah dikenal era Education 3.0. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
mulai banyak dimanfaatkan oleh siswa dan juga guru dalam mengembangkan bahan ajarnya.
Perubahan cara menyampaikan bahan ajar, mengemas bahan ajar menjadi digital, sampai
kepada eksplorasi materi ajar menjadi bagian dalam era ini. Demikian juga dengan proses
pembelajaran, diman siswa dapat mengulang secara mandiri melalui sistem pembelajaran
online (learning management system) dan berdiskusi terkait materi dengan siswa lainnya dan
juga guru diluar kelas pembelajaran.

Era Education 4.0 diwarnai dengan berbagai fenomena kemajuan teknologi digital yang ikut
mempengaruhi cara guru dan siswa dalam mengajar dan belajar. Beberapa hal yang penting
dicermati diantaranya adalah:
1. Siswa sekarang memiliki akses luas terhadap informasi, mempunyai pilihan belajar secara
virtual, dan pemanfaatan platform komunikasi dan belajar yang menghubungkan sekolah
dan antar siswa dengan lebih mudah.
2. Pembelajaran tidak lagi berpusat bolak-balik antara siswa dan guru, melainkan mengambil
pendekatan yang lebih berjejaring, dimana siswa memiliki koneksi sendiri ke berbagai
sumber informasi yang berbeda.
3. Mendorong pengembangan cara belajar yang lebih personal dimana kemandirian siswa dan
pendekatan berbasis siswa aktif lebih diutamakan.

Disamping itu guru dapat mencermati karakteristik siswa sebagai generasi digital, yaitu:
1. Independent; Generasi ini hidup dan tumbuh dalam kebebasan digital, kebebasan untuk
mengekspresikan diri dengan mudah tanpa batasan jarak dan waktu dan ini memiliki
beberapa implikasi pada kehidupan nyata mereka di mana mereka meminta kebebasan yang
mereka dapatkan dari kehidupan digital mereka;
2. Fun; Generasi digital cenderung menjalani hidup mereka dengan cara yang
menyenangkan. Mereka memiliki persepsi bahwa tidak ada kesulitan yang ada adalah
tantangan;
3. Expressive; Generasi seperti ini suka mengekspresikan diri. Hampir semua preferensi
mereka ditunjukkan melalui media sosial mereka;
4. Instan; Karakter-karakter generasi digital yang juga membutuhkan kecepatan dalam segala
hal yang membuat mereka kurang sabar;
5. Eksploratif; Mereka suka mengeksplorasi pengalaman mereka, belajar dengan melakukan
dengan dukungan teknologi yang tersedia, dan mereka menghindari diajarkan dalam hal
teknologi;

Hal. 3
6. Sharing; Generasi ini adalah produsen pasokan informasi terbesar di dunia digital,
terutama internet;
7. Interactivity; Jenis komunikasi yang mereka pilih adalah yang responsif (feedback yang
cepat), panggilan video, konferensi video, obrolan teman, dan pertemuan nline
8. Collaboration; Produk teknologi dapat dengan mudah digunakan, diduplikasi, atau
diproduksi oleh individu yang berbeda di tempat yang berbeda yang memiliki keahlian
yang berbeda dan inilah yang disukai generasi digital.

Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, maka guru dituntut memiliki kompetensi yang
sesuai di era digital dan memiliki literasi teknologi digital yang mapan. Pemanfaatan teknologi
digital dalam proses pembelajaran, memahami karakteristik siswa yang meliputi aspek fisik,
sosial, budaya, emosional, intelektual, dan juga aspek teknologi sebagai bagian dari kehidupan
serta memanfaatkan teknologi digital untuk komunikasi dan pengembangan diri menjadi bagian
dari tuntutan tersebut.

Dalamera Education 4.0, siswa harus mempunyai kapasitas berpikir logis dan sistematis, salah
satunya melalui pembelajaran berbasis HOTS. Kebutuhan tersebut selaras dengan tuntutan
revolusi industri keempat dimana cyber-physical system menjadi lebih terintegrasi ke dalam
berbagai industri, yang muaranya akan merubah daftar skill yang dibutuhkannya. Revolusi
industri keempat juga akan berdampak pada soft skill yang akan dibutuhkan siswa di masa
depan termasuk kemampuan dalam pemecahan masalah yang kompleks (problem solving
skills), berpikir kritis (critical thinking skills), berpikir komputasional (computational thinking
skills), keterampilan sosial (social skills), dan keterampilan proses (process skills) yang
merupakan kemampuan yang hendak di capai dalam pembelajaran berbasis HOTS.

I.3. Informatika dan HOTS


Kemampuan berpikir tingkat tinggi mencakup kemampuan untuk memecahkan masalah
(problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative
thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan
(decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi
penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap siswa.

Informatika adalah disiplin ilmu yang memiliki ciri khas berpikir logis dan sistematis. yang jika
dipelajari diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dalam logika, analisis, dan
interpretasi data yang kelak diperlukan dalam literasi, numerasi, dan literasi sains, serta
membekali peserta didik dengan kemampuan pemrograman yang mendukung pemodelan dan
simulasi dalam sains komputasi (computational science), sehingga siswa akan terbiasa
berpikir dan bertindak secara logis dan sistematis (Computational Thinking).

Informatika mencakup berbagai bidang. Mulai akhir 1970-an, istilah informatika makin sering
digunakan dalam arti aplikasi teknologi informasi ke berbagai bidang seperti informatika
hukum, informatika medis, informatika sosial dan informatika organisasi. Perkembangan
teknologi yang pesat membawa kemajuan dalam bidang informatika, terutama yang bertautan

Hal. 4
dengan metode transmisi data yang lebih cepat, berdaya dan lebih efektif biaya. Imbasnya
ialah perlunya memahami kriteria untuk memilih teknologi yang tepat guna memecahkan
masalah.

Informatika mencakup semua aspek ilmu komputer dan perilaku manusia. Contohnya
informatika perawatan mencakup ilmu komputer dan praktik keperawatan. Sifat interdisipliner
informatika memungkinkan mengintegrasikan teori dan metode spesifik domain guna
menyimpan, menemubalikan dan mendistribusikan informasi dengan teknologi informasi baru.
Karena itu informatika adalah disiplin yang mencakup struktur serta kualitas aplikasi
profesional yang melingkupi berbagai disiplin akademis seperti ilmu komputer, kajian
informasi, manajemen informasi, teknik sistem, matematika, statistika, interaksi manusia-
komputer, kedokteran, linguistik, psikologi dan ilmu-ilmu kognitif.

Hal. 5

Anda mungkin juga menyukai