Rūpadhātu atau Ranah Wujud adalah salah satu dari tiga ranah (dhātu) atau tiga RUPADHATU
dunia (triloka) dalam kosmologi (konsep alam semesta) Buddhisme. Dalam
pengertian ini, jiwa berkelana dari satu tubuh ke tubuh lain dalam
rangkaian reinkarnasi (kelahiran kembali) dalam lingkaran Samsara. Dua ranah
lainnya adalah Kamadhatu (alam nafsu indrawi), Arupadhatu (alam tanpa wujud).
Secara fisik, Rūpadhātu terdiri atas serangkaian alam yang bertumpuk satu diatas
yang lain, masing-masing tingkatan berukuran separuh lebih kecil ketika
memasuki ranah yang lebih rendah. Dalam kaitan ini, dewa dianggap secara fisik
berukuran lebih besar di alam yang lebih tinggi. Alam yang lebih tinggi lebih luas
daripada alam yang lebih rendah, sebagaimana disebutkan dalam kosmologi
Buddha. Tinggi alam-alam ini dihitung dalam satuan yojana, sebuah unit ukuran
panjang yang kurang jelas, tetapi biasanya ditafsirkan sekitar 4000 kali tinggi
manusia, sekitar 4,54 mil (7,31 km) atau 7.32 kilometer. Rupadhatu yaitu tingkatan
kedua dari tingkatan kosmologi Buddhis mewakili dunia antara. Tingkatan ini
adalah menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan
keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh dunia nyata.
Tingkat rupadhatu juga disebut sebagai bagian tubuh Candi Borobudur. Bagian ini
terdiri dari empat undak teras berbentuk persegi yang dindingnya dihiasi relief.
Pada bagian rupadhatu ini dijumpai beberapa ornamen arsitektual candi
diantaranya, gapura kala makara, relung arca, arca Buddha, jaladwara, ghana,
keben, stupa berukuran kecil, dan relief cerita. Menurut manuskrip Sansekerta
pada bagian ini terdiri dari 1300 relief yang berupa Gandhawyuha, Lalitawistara,
Jataka dan Awadana. Seluruhnya membentang sejauh 2,5 km dengan 1212 panel. Oleh:
R. Cecep Eka Permana
525/RCP/10072022
Jejak ritual Sadran di Tanah Jawa terekam jelas di era lVIajapahit sekitar
penghujung abad ke-13 atau ketika tradisi Hindu-Buddha melekat kuat. Sadran
pada masa itu disebut sadra yang berasal dari bahasa Kawi sradd ha yang
SADRAN berarti peringatan kematian seseorang. Awalnya, Sadran memang dikenal sebagai
peringatan
ketiga
hari kematian raja yang telah mangkat. Kematian penguasa
Kerajaan Majapahit Tribhuwana vVijayatunggadewi pada 1350
menorehkan sejarah digelamya upacara sraddha. Satu dekade kemudian,
upacara snidd ha kembali digelar di Kerajaan Majapahit oleh Raja Prabu
Hayam Wu ruk, untu k memperingati kematian istri Raja Pertama Majapahit
Raden Wija ya, yakni Gayatri. Seiring pergeseran sejarah, sekitar abad ke-15,
ketika beberapa tokoh vValisongo mulai menyiarkan agama Islam di Pulau
Jawa. Beberapa tradisi Hindu-Buddha dibiarkan tetap hidup di masyarakat.
Kendati begitu, ada perubahan makna pada abad 15, Sadran hanya ziarah kubu r
yang dihiasi dengan tahmid dan dzikir. Saat bulan Ramadhan tiba, tradi si Sadran
atau kemudian terkenal dengan Nyad ran digelar. Tradisi nyad 1-an selain
merupakan ziarah kubur sekalian diisi dengan pesta syukur hasil bumi. Ritual
nyad 1-an bahkan mampu menjadi magnet yang menarik peran tau untu k pulang
dan menjadi atraksi wisata setempat. Hampir mirip dengan nyadt-an, ritual
membersihkan sendang atau kolam di pegunungan disebut syahdan . Diceritakan
ada seorang petani yang bermimpi bertemu seseorang yang memin tanya
bersedekah dan memberi sesaji, berupa nasi tumpeng dan kambing dimasak becek
serta minuman dawet. Usai menjalankan tradisi itu, panen petani melimpah .
Oleh:
R. Cecep Eka Permana
503/RCP/18062022 Oleh: R. Cecep Eka Permana
Salib adalah lambang yang sangat tua yang terdapat di dunia jauh sebelum
SALIB lahirnya Nabi Isa atau Yesus. Pada awalnya orang-orang Kristen tidak meng-
gunakan salib sebagai lambang Kekristenan mereka. Benda ini tidak terma-suk
dalam daftar pertama lambang-lambang Kristen yang disediakan oleh St. Clement.
Mulanya yang mereka gunakan justru bintang ikan (pisces) dan anak domba
sebagai lambang Penyelamatnya. Awal mula salib adalah salah satu rasi bintang
yang digunakan untuk menandai langit di selatan semenjak zaman awal
peradaban manusia. Kemudian oleh kaum-kaum terdahulu yang menyembah
bintang salib digunakan sebagai lambang para dewa mereka. Dalam pandangan
agama Kristen, Salib merupakan representasi dari instru-men penyaliban Yesus
Kristus. Salib adalah simbol agama yang paling terke-nal dari Kekristenan. Secara
sederhana, salib diartikan sebagai kematian. Dari sekitar abad ke-6 Sebelum
Masehi hingga abad ke-4 Sesudah Masehi, salib adalah alat eksekusi yang
menyebabkan kematian dengan cara yang paling menyiksa dan paling
menyakitkan. Penyaliban adalah salah satu bentuk hukuman yang diterapkan
dalam Kekaisaran Romawi, dan orang yang paling terkenal karena hukuman salib
oleh pemerintah Romawi adalah Yesus Kristus itu. Dalam agama Kristen diyakini
bahwa Yesus disalib untuk menebus manusia, dan melalui Dia yang disalib,
manusia yang berdosa digantikan atau ditebus dari penghukuman, sehingga
semua dosa yang telah dilakukan digantikan melalui pengorbanan-Nya. Dalam
praktik penyaliban, seseorang diikat atau dipakukan ke kayu salib dan dibiarkan
menggantung sampai mati. Dalam perkembangannya Salib menjadi simbol utama
Kristus dan Kekristenan.
524/RCP/09072022
Sanghyang Si.ksa Kandang Karesian (SSKK) merupakan naskah didaktik
berbentuk prosa, yang memberikan aturan, tuntunan serta ajaran agama dan moralitas
SANGHYANG kepada pembacanya. Naskah SSKK merupakan "Buku berisi aturan untu k
menjadi resi (orang bijaksana at.au suci)". Teksnya terdapat dalam dua naskah
SIKSA yang disimpan di Pe1pustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta yaitu pada
nomor koleksi L 630 dan L 624. Naskah 630 me1upakan bagian dari koleksi yang
KANDANG dibe1ikan oleh Raden Saleh untuk BGICTV ( Bataviaasch Genootschap van
K:unsten en Wetes chapen), sekarang disimpan di Perpustakaan Nasional RI.
KARESIAN Naskah ini terdiri dari 30 lembar daun nipah bertanggal nora catu1·saga ra 1U1Llan
(0- 4-4-1), yaitu tahun 1440 Saka atau 1518 Masehi. Naskah ini mungkin
berasal dari Galu h di Priangan Timur. Edisi len gkapnya yang disertai
terje1nahan , pengan tai; komentar dan glosari ditulis dalam kertas
stensil pertama kali diumumkan oleh Atja dan Danasasmita (1981) .
Kemudian, diterbitkan kembali dalam bentuk buku oleh Danasasmita dkk. tahun 1985
dan 1987. Sementara itu, Naskah L 624 didapatkan dari pemberian Bupati
Bandung \.Viranatakusumah IV (1846-1874) kepada BGK ;v (Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Weteschapen) sekitar paruh kedua abad ke-19.
Berbeda dengan L 630, naskah L 624 dituhs
--._...,Jt...,.....- -_:-W.._-·..........,..
_ .....
...
... , . .,,..........
pada daun lon tar beruku ran 36,2 x 3,2 cm . Jumlah lemphnya 20 (40
halaman) yang ditulis rekto-verso (depan-belakang) empat dan mengandung ini
baris tuhsan pada setiap halamannya. Naskah menggunakan
Oleh: bahasa dan aksara Sunda kuno, tanpa tahun penulisan, tetapi ada
R. Cecep Eka Permana keterangan bahwa naskah ini ditulis di Nusakrata.
ARKE@PEDIA
587/RCP/10092022
SANGHYANG TAPAK
Oleh: R. Cecep Eka Permana
Sanghyang Tapak merupakan sebuah prasasti kino dengan tarikh tahun 952 saka (1030 M) dikenal juga
dengan Prasasti Sri Jayabhupati atau Prasasti Cicatih. Prasasti ini terdiri dari 40 baris tulisan yang ditulis
di permukaan empat buah batu ditulis dalam aksara Kawi. Keempat batu prasasti ini ditemukan di
tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. Tiga diantaranya ditemukan di dekat Kampung
Bantar Muncang, sementara sebuah lainnya ditemukan di Kampung Pangcalikan. Kini keempat batu
prasasti ini disimpan di Museum Nasional, Jakarta, dengan kode D 73 (Cicath), D 96, D 97, dan D 98.
Penanggalan prasasti Sanghyang Tapak menunjukkan tanggal 11 Oktober 1030 M. Hal menarik gaya
penulisannya menunjukkan kemiripan dengan prasasti-prasastii di Jawa Timur. Tidak hanya aksara,
bahasa, serta gaya bahasanya, bahkan gelar kebesaran sang raja sangat mirip dengan nama gelar bangsa-
wan di istana Dharmawangsa. Sri Jayabhupati dalam Carita Parahyangan disebut sebagai Prabu Detya
Maharaja. Piagam persumpahan raja ditulis di atas prasasti keempat (D 98). Terdiri atas 20 baris, sumpah
ini memangeil semua kekuatan gaib, dewata (hyang) dari langit dan bumi untuk membantu menjaga dan
melindungi mandat sang raja. Siapa saja yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh segenap makhluk
halus, mati dengan cara yang mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, ususnya dihancur-
kan, dan dada dibelah dua. Piagam tentang persumpahan raja ditulis di atas prasasti keempat (D 98) yang
memangegil semua kekuatan gaib, dewata (hyang) dari langit dan bumi untuk membantu menjaga dan
melindungi mandat sang raja. Siapa saja yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh segenap makhluk
halus, mati dengan cara yang mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, ususnya dihancur-
kan, dan dada dibelah dua.
312/RCP/09122021
Sapatha adalah sumpah serapah, semacam kutukan yang diucapkan
oleh makudur (pemimpin upacara) dan tertulis dalam suatu penetapan
prasasti sima yang ditujukan kepada siapa saja yang melanggar
Sapatha
ketentuan di dalam prasasti raja (sabdanata) tersebut. Sapatha juga
merupakan salah satu bentuk ‘sangsi’ terhadap pihak pelanggar
hukum. Hanya saja, dalam konteks ini sangsi tersebut bersifat ‘religio-
magis’, dalam bentuk kutukan atau kata-kata ancaman yang
mengerikan dan permohonan kepada dewata untuk turut melindungi
isi keputusan prasasti itu. Kalimat ancaman yang mengerikan itu
lain adalah ‘panca mahapataka’, yaitu lima jenis petaka atau
kesengsaraan pada sepanjang masa, seperti: (a) dibelah kepalanya
(blah kapalanya), (b) disobek perut dan ususnya (sbitaken wtangnya
rantan usunya), (c) dikeluarkan isi perutnya (wtuaken dalamannya),
dimakan hati maupun dagingnya (duduk hatinya pangan dagingnya),
serta (e) diminum darahnya (inum rahnya) oleh para mahluk halus.
Selain itu, dinyatakan agar mereka dimasukkan ke dalam neraka
jahanam (mahârorawa) dan direbus di dalam kawah Sang Yama
(tibákan ing mahârorawa klân i kawah Sang Yama). Selain itu
disampaikan harapan negatif yang semoga bakal menimpanya,
disambar petir (glap), dimakan harimau (mong), dica-plok buaya
(wuhaya), dsb. Contoh sapatha dari Sriwijaya pada Prasasti Palas
Pasemah, Karang Brahi, dan Kota Kapur. Sementara itu, prasasti dari
Jawa Kuno a.l. Prasasti Kembangarum dan Prasasti Baru, serta dari
Kuna a.l. prasasti Trunyan dan Prasasti Bedulu. Oleh:
R. Cecep Eka Permana
492/RCP/07062022 Oleh: R. Cecep Eka Permana
Istilah "sekaten" adalah adaptasi dari bahasa Arab, syahadatain, yang berarti
SEKATEN "persaksian (syahadat) yang dua". Perluasan makna dari sekaten dapat dikait-kan
dengan istilah Sahutain (menghentikan atau menghindari perkara dua, yakni sifat
lacur dan menyeleweng), Sakhatain (menghilangkan perkara dua, yaitu watak
hewan dan sifat setan), Sekati (setimbang, orang hidup harus bisa menimbang
atau menilai hal-hal yang baik dan buruk, dan Sekat (batas, orang hidup harus
membatasi diri untuk tidak berbuat jahat serta tahu batas-batas kebaikan dan
kejahatan). Sekaten merupakan rangkaian kegiatan tahunan sebagai peringatan
Maulid Nabi Muhammad yang diadakan oleh dua keraton di Jawa yakni Keraton
Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Rangkaian perayaan secara resmi berlangsung
dari tanggal 5 dan berakhir pada tanggal 12 Mulud penanggalan Jawa (dapat
disetarakan dengan Rabiul Awal penang- galan Hijriah). Beberapa acara penting
perayaan ini adalah dimainkannya gamelan pusaka di halaman Masjid Agung
masing-masing keraton, pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad dan
rangkaian pengajian di serambi Masjid Agung, dan puncaknya adalah dengan
diadakannya perayaan Grebeg Maulud sebagai bentuk syukur pihak istana dengan
keluarnya sejumlah gunungan untuk diperebutkan oleh masyarakat. Gunungan
yang terbuat dari beras ketan, makanan, dan buah-buahan serta sayur-sayuan
tersebut dikawal dan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan
Pagelaran menuju masjid Agung. Setelah didoakan, gunungan yang
melambangkan kesejahteraan kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat
yang diyakini membawa berkah untuk kehidupan.
426/RCP/02042022
Kata sekte berasal dari istilah bahasa Latin secta (dari sequi, mengikut), yang berarti
(1) suatu langkah atau jalan kehidupan, (2) suatu aturan perilaku atau prinsip-prinsip
dasar, (3) suatu aliran atau doktrin filsafat. Dalam sosiologi
agama, sekte umumnya adalah sebuah kelompok keagamaan atau politik yang
memisahkan diri dari kelompok yang lebih besar, biasanya karena pertikaian
tentang masalah-masalah doktriner. Dalam bahasa-bahasa Eropa selain
Inggris kata padanan untuk 'sekte', seperti misalnya "secte", "secta", "sekta", atau
"Sekte", digunakan untuk merujuk kepada sekte keagamaan atau politik yang
berbahaya. Dalam sejarah, pada lingkungan agama Kristen mengandung konotasi
penghinaan dan biasanya merujuk kepada suatu gerakan yang menganut keyakinan
atau ajaran yang sesat dan yang sering kali menyimpang dari ajaran dan praktik
ortodoks. Dalam konteks India, sekte merujuk kepada suatu tradisi yang
SOROGAN sehingga berarti santri menyodorkan materi yang ingin dipelajarinya sehingga
mendapatkan bimbingan secara individual atau secara khusus. Sorogan
merupakan metode pembelajaran yang diterapkan pesantren masa lalu hingga
kini, terutama di pesantren-pesantren salaf. Usia dari metode ini diperkirakan lebih
tua dari pesantren itu sendiri, karena telah dikenal sejak pendidikan Islam
dilangsungkan di langgar, saat anak-anak belajar Alquran kepada ustaz atau kiai di
kampung-kampung. Pada masa lalu, di langgar-langgar atau surau seorang kiai
akan membacakan ayat Alquran terlebih dahulu, kemudian muridnya mengikuti
dan menirukannya secara berulang kali. Namun, lama-kelamaan metode ini
dipraktikkan di dalam pesantren, yang merupakan lembaga pendidikan Islam
terbesar di Indonesia. Dengan menggunakan metode sorogan, setiap santri
mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dengan ustaz atau kiai yang
ahli dalam mengkaji kitab kuning, khususnya santri baru dan santri yang benar-
benar ingin men-dalami kitab klasik. Dengan metode ini, kiai dapat membimbing,
mengawasi, dan menilai kemampuan santri secara langsung. Metode Ini sangat
efektif untuk mendorong peningkatan kualitas santri tersebut. Dengan menggu-
nakan metode sorogan, santri diwajibkan menguasai cara pembacaan dan
terjemahan secara tepat dan hanya boleh menerima tambahan pelajaran bila telah
berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya. Metode sorogan ini adalah
metode yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan di pesantren dari
dulu hingga kini karena diperlukan disiplin yang tinggi.
ARKE@PED
574/RCP/28082022 Sphinx adalah makhluk mitos bertubuh singa berkepala manusia
dalam mitologi Mesir. Sphinx juga dikenal dalam mitologi Yunani sebagai
makhluk yang mengajukan teka-teki. al dalam bidang seni adalah Sphinx
SPHINX Agung yang besar dan terletak di Giza, Mesir serta berasal dari masa
pemerintahan Raja Khafre. Raja tersebut merupakan raja ke-4 dari
Dinasti ke-4 pada sekitar 2575 hingga sekitar 2465 SM. Sphinx sendiri
dikenal sebagai patung potret raja. Sphink ini memiliki tingsi 3 meter dan
panjang 20 meter Melambangkan watak gagah laksana singa dan
kepribadian lembut laksana manusia. Orang Arab mengetahui Sphinx
sebagai Agung Giza dengan nama Bapak Teror atau Abu Al-Hawl. Sphinx
bersayap yang berasal dari Boeotian Thebes merupakan paling terkenal
dalam legendanya. Sphinx mulai dikenal oleh Asia melalui pengaruh dari
Mesir akan tetapi memiliki makna yang tak pasti. Sphinx tidak terjadi di
Mesopotamia sekitar 1500 SM yang ketika itu sangat jelas diimpor dari
Levant. Dari segi tampilan, Sphinx memiliki bentuk yang berbeda dari
model Mesir, berupa penambahan sayap pada tubuh. Penambahan sayap
tersebut itu merupakan suatu hal yang berlanjut melalui sejarah
berikutmya di Asia dan Yunani. Terdapat inovasi lain dari Sphinx yakni
Sphinx wanita yang muncul pertama kali pada abad ke-15 SM. Sphinx
pertama kali muncul di Yunani pada sekitar 1600 SM. Makhluk mitologis
gabungan dengan tubuh singa dan kepala manusia hadir dalam tradisi,
mitologi, dan seni Asia Selatan dan Tenggara. Penggambaran artistik
paling awal dani "sphinx" dari anak benua Asia Selatan dipengaruhi oleh
seni dan tulisan Hellenistic. Banyak sphinx dapat dilihat di gateway stupa
R. Cecep Eka Permana Bharhut, yang berasal dari abad ke-1 SM. Di India Selatan, "sphinx"
dikenal sebagai puruskamriga (Sansekerta) yang berarti "binatang buas".
590/RCP/13092022
STERKFONTEIN
Oleh: R. Cecep Eka Permana
Sterkfontem merupakan lembah yang memiliki banyak gua yang menyimpan fosil-fosil dari zaman pra-
sejarah, dan dianggap sebagai tempat kelahiran peradaban manusia modern. Lembah itu menyimpan
rekaman tahap-tahap evolusi manusia, yang terbentang di seluruh kawasan tersebut. Lembah Sterkfontein
merupakan satu dari sedikit situs sejarah zaman Paleolitikum yang paling produktif di dunia. Lembah
Sterkenfontein terletak di sebelah barat kota Johannesburg, sekitar 45 kilometer dari pusat kota. Lembah
ini berada di bukit sebelah selatan Lembah Sungai Rietspruit, di antara Swartkrans dan Kromdraat. Gua-
gua yang ada di Lembah Sterkfontein mencerminkan pepaduan antara wilayah alam dan budaya manusia,
yang merekam jejak-jejak peradaban manusia dan mamalia lain di dalamnya. Lebih dari 500 fosil manusia,
dan 9000 peralatan batu telah berhasil diidentifikasikan oleh para ilmuwan dari Sterkfontein. Wilayah
Swartkran —masih satu kawasan dengan Sterkfontein-merupakan sumber penemuan terbesar fosil Robust
Apeman. Spesies yang ditemukan di tempat itu diperkirakan satu kelompok dengan paranthropus, dan
dianggap sebagai homo erectus. Temuan di Swartkrans juga menunjukkan bahwa manusia di sana telah
menggunakana api dalam kehidupan sehari-harinya. Peralatan batu dan tulang yang ditemukan di sana
tercatat telah berumur sekitar 1,8 juta tahun. Di antara temuan-temuan fosil di Sterkfontein, yang paling
mengagumkan adalah temuan Mrs. Ples, sebuah kerangka manusia kera berumur 4,17 juta tahun. Para
ilmuwan menemukan tengkorak Australopithecus itu dalam keadaan utuh. Fosil pertama yang ditemukan
pada 1936 itu berasal dari keluarga manusia tertua, Australopithecus Africanus, yang hidup di Afrika
Selatan antara 2,6-3,2 juta tahun yang lalu. Temuan fosil manusia kera itu telah menunjukkan kepada
dunia bahwa wilayah Afrika menjadi tempat tumbuhnya peradaban manusia terbesar di bumi.
526/RCP/11072022
Stuko atau stucco merujuk pada lapisan bagian luar bangunan Oepa atau plester).
Secara tradisional stuko dibuat campuran kaptu; pasii; dan air. Bahan dasar stuko
dibakar pada suhu 900-1000°C. Biasanya stuko berkadar kalsiu m oksida rendah
STUKO digunakan untuk lepa dinding bangun an. Pada bangunan masa lalu, bahan stuko
biasanya ditemukan di situs candi. Bangunan candi di Indonesia cukup banyak
yang dilapisi oleh stuko. Di kompleks percandian Batujaya (Karawang, Jawa Barat)
peng gunaan stuko antara lain di temukan pada bangunan Cabdu Jhva, Candi
Blandongan, dan Candi Sen1t. Pada Candi Blandongan bahan stuko bahkan
tidak hanya digunakan untuk pelapis dinding, melainkan juga digunakan un tuk
melapisi peninggian halaman candi. Pada Candi Jhva, bagian sambungan bata pada
bagian kaki terdapat sisa lapisan stuko yang berwarna pu tih. Dari bukti ini, para ahli
memperkirakan dahulu candi candi di ka,;vasan ini dilapisi dengan Stuko. Selain itu,
pemakaian stuko juga terdapat di Candi Kalasan, Yogyakana. Penggunaan stuko di
sini sering disebut sebagai baj 1nlepa , suatu lapisan plester untu k memper indah
relief pada bangunan. Fungsi bajralepa membuat relief lebih halus dan menjadikan
candi tam pak benvama. Konon, dahulu Candi Kalasan berkilauan memancarkan
\Varna k"U.lling keemasan saat tertimpa sinar bulan, karena adanya lapisan
bajralepa. Di samping memi-liki fungsi dari sisi estetis, bajralepa juga memiliki
fungsi dari sisi peles-tarian antara lain untuk melindungi dinding candi dari lumut
dan jamw·. Bajralepa terbuat dari campuran bahan kaolit Oempung), kalsit (batu
kapur), silika (pasir), dan kalkopirit (campwan tembaga, besi dan bele1ang).
Oleh:
R. Cec.e p Eka Permana
514/RCP/29062022 Oleh: R. Cecep Eka Permana
SUKOTH berwarna putih dengan hiasan coklat kehitaman di bawah glasir. Umumnya
bentuk-bentuk keramik Sukothai yang ditemukan di situs Indonesia adalah
mangkuk dan piring. Bentuk mangkuk Sukothai memiliki karakter terbuat dari
AI bahan kelabu kehitaman, permu-kaannya disaluti oleh slip putih dan di atasnya
terdapat lapisan glasir bening trans-paran. Umumnya, pada interior dasar
mangkuk terdapat hiasan geometri berwarna coklat kehitaman yang dilukis di
atas slip putih. Pada beberapa pecahan dasar juga terdapat kesan pembakaran
berupa titik-titik tidak berglasir. Kesan pembakaran ini dikenal dengan sebutan
spur mark yang merupakan ciri khas dari teknologi pembakaran keramik
Sukothai. Pada bentuk piring di dalam interiornya ditemukan hiasan motif ikan
berwarna coklat kehitaman yang dilukis di bawah glasir. Hiasan motif ikan
berwarna coklat kehitaman pada pinggan adalah antara ciri khas keramik
Sukothai. Sukothai merupakan jenis keramik yang dihasilkan di kawasan utara
Thailand pada abad ke-14 sampai awal abad ke-16 Masehi. Namun, masa
puncak penghasilan keramik ini pada abad ke-15 Masehi. Mangkuk Sukohtai dari
dari abad ke-15 Masehi dalam jumlah yang sangat signifikan pernah ditemukan
di situs kapal karam Royal Nanhai di laut China selatan, situs Lam Dong di
Vietnam, situs Midai di kepulauan Riau-Indonesia dan di beberapa situs lainnya
di Asia Tenggara. Temuan keramik Sukothai ini memberikan gambaran tentang
jaringan perdagangan keramik Thailand di Asia Tenggara, khususnya pada abad
ke-15 Masehi. Teknik pembuatan dan pembakaran berasal sejak awal periode
Sukhothai (1238-1351) sampai akhir kerajaan Si Ayutthaya (1351 - 1767) menurut
menurut bukti kiln kuno yang muncul di sekitar Distrik Si Satchanalai di provinsi
Phranakhon Sukhothai, Thailand.
ARKE@PEDIA
595/RCP/18092022
SUNGAI NIL
Oleh: R. Cecep Eka Permana
Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia mencapai 6400 kilometer Sungai Nil bersumber dari mata
air di dataran tingei (pegunungan) Kilimanjaro di Afrika Timur. Sungai Nil mengalir dari arah selatan ke
utara bermuara ke Laut Tengah. Ada empat negara yang dilewati sungai Nil, yaitu Uganda, Sudan,
Ethiopia dan Mesir. Peradaban lembah Sungai Nil di Mesir, lahir disebabkan kesuburan tanah di sekitar
lembah sungai yang diakibatkan oleh banjir yang membawa lumpur. Hal inilah yang menarik perhatian
manusia untuk mulai hidup dan membangun peradaban di tempat itu. Peradaban lembah sungai Nil
dibangun oleh masyarakat mesir kuno. Menurut mitos, air sungai yang mengalir terus itu adalah air mata
Dewi Isis yang selalu sibuk menangis dan menyusuri sungai Nil untuk mencari jenazah puteranya yang
gusur dalam pertempuran. Namun secara ilmiah, air tersebut berasal dari gletsyer yang mencair dari
pegunungan Kilimanjaro sebagai hulu sungai Nil. Peranan sungai Nil begitu penting bagi lahirnya
kehidupan masyarakat di lembah sungai. Maka tepatlah jika Herodotus menyebutkan “Mesir adalah
hadiah sungai Nil” (Egypt is the gift of the Nile). Peranan sungai Nil adalah sebagai sarana transportasi
perdagangan. Banyak perahu-perahu dagang yang melintasi sungai Nil. Proses tersebut berawal dari tahun
4000 SM namun pada tahun 3400 SM seorang penguasa bernama Menes memper-satukan kedua kerajaan
tersebut menjadi satu kerjaan Mesir yang besar. Mesir merupakan sebuah kerajaan yang diperintah
oleh raja yang bergelar Firaun. Ia berkuasa secara mutlak, dianggap dewa dan dipercaya sebagai putera
Dewa Osiris. Seluruh kekuasaan berada ditangannya baik sipil, militer maupun agama. Sejak tahun 3400
SM sejarah Mesir diperintah oleh 30 dinmasti yang berbeda yang terdin dari tiga zaman yaitu Kerajaan
Mesir Tua yang berpusat di Memphis, Kerajaan Tengah di Awaris dan Mesir Baru di Thebes.
505/RCP/20062022 Oleh: R. Cecep Eka Permana
Tabot adalah sebuah tradisi yang dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat
TABOT Bengkulu dalam menyambut Tahun Baru Islam. Tradisi Tabot di Bengkulu
dilaksanakan untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad,
Muhammad, ketika ditawan oleh Yazid bin Muawiyah di Karbala, Irak. Tradisi
Tabot, yang muncul sejak berkembangnya Islam di Bengkulu, masih terus
dilestarikan hingga saat ini. Tradisi Tabot dibawa ke Bengkulu oleh para
penganut Syiah dari Madras dan Bengali di bagian selatan India ketika proses
pembangunan Benteng Marlborough pada 1714-1719 di bawah pimpinan
Gubernur Joseph Callet. Tradisi yang dibawa mereka tersebut kemudian
mengalami akulturasi dengan budaya lokal Bengkulu. Tradisi Tabot juga pernah
berkembang di Minangkabau hingga ke Aceh. Tradisi Tabot di Bengkulu
berlangsung selama sepuluh hari pada 1–10 Muharam dan menjadi festival
kebudayaan dan pariwisata tetap. Perayaan di Bengkulu pertama kali
dilaksanakan oleh Syeh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo. Syeh
Syeh Burhanuddin menikah dengan wanita Bengkulu, kemudian anak, cucu dan
keturunan mereka dikenal sebagai keluarga Tabut. Menurut sumber sejarah, para
para pembawa tradisi Tabot ini, sebelum sampai di Bengkulu terlebih dahulu
mendarat dan singgah di tanah Aceh, tetapi mereka tidak menetap tinggal di
Aceh. Pada saat itu di Aceh pada pemerintahan kerajaan Samudera Pasai dengan
dengan rajanya bernama sultan Mahmud Malik Zahir, raja ke III. Pembawa tradisi
tradisi Tabot juga ada yang datang ke Pariaman Sumatra Barat ketika masa
Inggris membangun benteng di sana. Mereka ada yang kemudian menetap di
sana dan melaksanakan tradisi Tabot juga (disebutnya “Tabuik”). Baik di
Pariaman maupun di Bengkulu saat ini merupakan salah satu atraksi budaya
setempat, selain tetap melestarikan tradisi turun-temurun bagi keturunan dan
428/RCP/04042022
Istilah Tadarus sebenarnya agak berbeda antara bentuk kegiatan dan makna
bahasanya. Tadarus yang lazim dilakukan saat ini adalah berbentuk sebuah majelis
di mana para pesertanya membaca Al-Quran bergantian. Satu orang membaca dan
yang lain menyimak. Kata “tadarus” berasal dari kata darasa yang memiliki arti
belajar. Kemudian disisipi huruf ta pada awal kata yang mengubah arti menjadi
mempelajari bersama. Berdasarkan asal kata, tadarus melibatkan dua orang atau
lebih, artinya sebagian menyimak dan yang lain membaca dengan tujuan
mempelajari atau menjaga hafalan dengan meng-ulang bacaan Al-Quran. Tadarus
semakin populer di bulan Ramadan. Kegiatan ini tak hanya dilakukan di masjid atau
musala, tapi juga di rumah. Banyak muslimin yang membaca Al-Quran dari awal
TADARUS hingga khatam, tapi ada juga yang melanjutkan kebiasaan tadarus setelah salat
fardu. Ada empat tahapan dalam melakukan tadarus Al-Quran, yaitu: (1) Membaca
bersama dan saling menyimak ayat-ayat Al-Quran, (2) Mencoba memahami ayat
yang dibaca, seminimalnya bersumber dari terjemahan dan tafsir, (3) Bertukar
pandangan mengenai ayat dan tafsir yang dibaca, dan (4) Saling mengingatkan dan
mem-praktekkan pesan dan pelajaran yang didapat dari tadabur ayat. Sebagai
sarana untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT, tadarus Al-Quran memiliki
beragam keutamaan, yaitu: (1) Orang yang senantiasa bertadarus akan diberi
syafaat (pertolongan) di hari akhir kelak. (2) Allah SWT akan memberikan
ketenangan dan menyebut nama-nama mereka yang gemar membaca dan
memahami Alquran, dan (3) Akan dikumpulkan bersama malaikat mereka yang rajin
bertadarus. Tadarus telah dilakukan sejak jaman Nabi Muhammad dalam rangka
memperbaiki bacaan Al-Quran, menjaga hafalan Al-Quran, memaknai dan
Oleh: mengamalkan isi Al-Quran, serta menjalin ukhuwah islamiyah.
R. Cecep Eka Permana