Anda di halaman 1dari 19

EPISTEMOLOGI USHUL FIQIH

MAKALAH KELOMPOK

Mata Kuliah: Pengantar Fiqh dan Ushul Fiqh

Dosen Pengampu: Imam Agung Prakoso, S. Sy., M. H.

Semester/Kelas: 1/E

Disusun oleh:

1. Sita Azzura Aini 12210161

2. Riski Nopita 12210153

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

2022M/1444H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT. Yang telah
melimpahkan Nikmat, Taufik, Serta Hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah Ulumul Hadits tepat pada waktu. Terima kasih juga kami
ucapkan kepada dosen ngampu bapak Imam Agung Prakoso, S. Sy., M. H. yang
selalu memberikan dukungan dan bimbingannya.

Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas Pengantar
fiqh dan Ushul fiqh. Tak hanya itu, kami juga berharap makalah ini bisa bermanfaat
untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Walaupun demikian,
kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya kata, kami berharap semoga makalah Pengantar Fiqh dan Ushul
Fiqh ini bisa memberikan informasi dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang telat membaca makalah
ini hingga akhir.

Pontianak, November
2022

Kelompok 8
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................2

C. Tujuan Masalah.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3

A. Pengertian Qurban dan Aqiqah.............................................................................3

B. Hukum Qurban dan Aqiqah..................................................................................4

C. Syarat-syarat orang yang Berqurban dan Aqiqah.................................................5

D. Syarat hewan Qurban dan Aqiqah........................................................................6

E. Waktu Pelaksanaan Qurban Dan Aqiqah..............................................................7

F. Hikmah Qurban dan Aqiqah..................................................................................8

G. Nilai-nilai Pendidikan dalam Qurban dan Aqiqah.............................................10

BAB III PENUTUPAN...............................................................................................11

A. Kesimpulan.........................................................................................................11

B. Saran....................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ushul fiqh merupakan khazanah kekayaan ilmu yang secara langsung atau
tidak langsung,turut memperkaya model keagamaan kita. Pelaksanaan syariat
islam akan susah seandainya ilmu ini tidak ada, sebab ushul fiqih dianggap sebagai
penuntun fiqh yang merupakan jawaban bagi kehisupan kita. Ilmu ini dapat
menjawab beberapa masalah yang diajukan, maka agar kita dapat memanfaatkan,
kita harus mengetahui jawaban apa yang perlu dibawakan oleh ilmu ini,setelah kita
mengajukan pertanyaan.

Disini kita memerlukan jawaban yang benar, dan bukan debat kusir atau
jawaban plintiran (safsathah). Lalu muncul pertanyaan, bagaimana kita mencari
jawaban yang benar? Masalah ini, oleh kajian filsafat disebut epistemology, dan
landasan epistemo-logi ilmu disebut metode ilmiah. Dengan kata lain, metode
ilmiah adalah cara yang dilakukan itu dalam menyusun pengetahuan yang oleh
filsafat ilmu disebut teori kebenaran.

Ushul fiqh mempunyai ciri spesifik yang tersusun mengenai apa


(ontology),bagaimana (eoistemology) dan untuk apa (aksiologi). Ketika landasan
ini saling berkaitan, maka ontology ushul fiqh terkait degan epistemologynya, dan
begitulah seterusnya. Jadi kalau ingin membicarakan epistemology ushul
fiqh,maka kita harus mengaitkannya dengan ontology, dan aksiologi. Tetapi dalam
tulisan ini, kita hanya membahas tentang epistemology, dan itu pun memakai
kerangka berfikir penelitian ilmu social.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Epistomology Ushul Fiqh?

2. Apa Pengertian Ushul Fiqh?

3. Sejarah Ushul Fiqh?

4. Tujuan Ushul Fiqh?

5. Obyek Pembahasan Usful Fiqh?

6. Apa saja Pendekatan-pendekatan Ushul Fiqh?

7. Apa saja Nilai-nilai Pendidikan Qurban dan Aqiqah?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian Qurban dan Aqiqah.

2. Untuk mengetahui Hukum Qurban dan Aqiqah.

3. Untuk mengetahui Syarat-syarat orang yang Berqurban dan Aqiqah.

4. Untuk memahami Syarat hewan Qurban dan Aqiqah.

5. Untuk memahami pelaksanaan Qurban dan Aqiqah.

6. Untuk mengetahui Hikmah Qurban dan Aqiqah.

7. Untuk memahami Nilai-nilai Pendidikan Qurban dan Aqiqah.


2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistomology Ushul Fiqh


Epistomology dalam literatur Arab disebut teori ilmu pengetahuan. Ushul
Fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu, juga memiliki epistomologi. Masalah qath’I,
dan zhanni, syakk, wahm, mutawattir dan ahad adalah contoh yang sangat kental
muatan epistomologi. Hal itu jelas, sebab untuk menjawab bagaimana cara
mengetahui atau dengan apa mengetahui (kebenaran)? Sebab di situ menyangkut
persoalan sumber ilmu, validitas ilmu, dan tingkat kebenaran ilmu. Bila
sumbernya diragukan maka ilmu yang disandarkan kepadanya sudah tentu
diragukan juga.

Format hierarkis ini mempunyai implikasi epistomologis yang sangat besar.


Salah satunya adalah bahwa segala jenis ilmu, darimana pun ia di direvasi, mesti
lah memenuhi standar Al-Quran. Jika terdapat kontradiksi akan dua unsur hierarki
tersebut, maka bisa terdapat dua kemungkinan. Pertama, Ilmu tersebut sepenuhnya
salah. Kedua, Pemahaman dan penafsiran tentang Al-Quran yang salah. Karena al-
Quran tidak mungkin mengandung kesalahan. Hal ini senada dengan stufentheorie
(teori peringkat) / stufenbau (peringkat hukum) / pyramidal.

Epistomology berasal dari Bahasa Yunani epistemi (pengetahuan) dan logy


(teori). Teori hukum ini mengatakan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-
jenjang dan berlapis-lapis dalam suatru hierarkli tata susnan, dimana suatu norma
yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih
lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar.

3
B. Pengertian Ushul Fiqh
Ilmu ushul fiqh,ialah,kaidah-kaidah yang dipergunakan mujtahid untuk
mengistinbathkan hukum syar`i yang amali dari dalil-dalil nya yang tafsili. Atau
kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengistinbathkan fiqh. Kaidah-kaidah
ini,ada yang merupakan kaidah-kaidah lafdhiyah, seperti dalalah-dalalah lafadh dan
jalan-jalan mentaufiqkan lafadh-lafadh yang pada lahirnya bertentangan, ada yang
merupakan kaidah-kaidah maknawiyah seperti mengeluarkan illat dari nash dan jalan-
jalan mengeluarkannya.

Ushul fiqh terdiri dari dua kalimat yaitu Ushu dan Fiqh. Ushul adalah jama`dari
ashl, yaitu: sesuatu yang atasnya didirikan yang lain. Makau shul fiqh,ialah: dasar-
dasar, atau sendi-sendi yang atasnyalah dibangun fiqh islam.

Ulama-ulama ushul membahas dalil-dalil ijmal untuk memperoleh kaidah-


kaidah yang memudahkan mereka memahami hukum dan mengetahuinya dari sumber
Syar`i.. Mereka memperhatikan pengertian anawir (perintah-perintah), pengertian
nawahi (larangan-larangan). Mereka mendapati bahwa awamir menunjuk kepada
wajib dan nawahi menunjuk kepada haram. Maka mereka pun menarik kesimpulan
serta menetapkan kaidah:

``Suruhan menunjuk kepada wajib``

``Larangan menunjuk kepada mengharamkan``

Ahli fiqh,tugasnya, membahas hukum juz-iy dari segi halal,haram,shah,bathal,


dan menerapkan kaidah-kaidah itu atas juz-iyah-juziyah yang mereka hadapi.

4
C. Sejarah Ushul Fiqh
Fikrah(ide) mengikuti suatu manhaj tertentu dalam mengistinbathkan
hukum,telah ada semenjak adanya fiqh. Lantaran fiqh itu menghendaki
adanya manhaj untuk istinbath walaupun manhaj itu belum jelas,belum
merupakan kaidah. Sesudah banyak macamnya furu’ dan beraneka pula
fatwa serta berkembangnya fiqh dan tokoh-tokoh fiqh yang terkenal,maka
manhaj ini menjadi jelas dan masing-masing Mujtahid mempunyai manhaj
sendiri.

Abu Hanifah punya manhaj yang berbeda dengan manhaj Malik. Kerap kali
tumbuh munadharah-munadharah antara pengikut-pengikut mazhab-mazhab
ini dalam menetapkan dasar-dasar istinbath. Sesudah itu barulah lahir ulama-
ulama yang memberi perhatian untuk memperkembangkan ilmu ini. Imam
Ahmad menulis kitab dalam ilmu Ushul fiqh. Penganut-penganut Mazhab
Hanafi dan Maliki demikian juga. Dalam pada itu ulama-ulama Hanafiah
mempunyai ciri khas dalam membentuk kaidah-kaidah fiqh. Mereka
mengambil kaidah ushuliyah dari furu’ fiqhiyah yang dinukilkan dari tokoh-
tokoh fiqh mereka, sedang fuqaha-fuqaha yang menetapkan kaidah yang
dapat disendikan kepada dalil-dalil yang kuat tanpa melihat hukum furu’
yang telah ada.

Golongan dhahiriyah berpendapat, bahwasanya ‘ijma mungkin terjadi dan


mereka menolak qiyas kecuali jali. Dalil-dalil yang lain daripada ini, mereka
perselisihkan. Golongan Hanafiah mempergunakan Uruf dan Istihsan,
golongan malikiyah mempergunakan amal penduduk
Madinah,Mashlahah,Mursalah dan Sadduzdzarai.

5
D. Tujuan Ushul Fiqh
Tujuan Ushul fiqh ialah: ”membuhur jalan untuk mengetahui hukum-hukum
syari’at, mengetahui cara-cara mengistinbathkan hukum dari dalil yang menurut
biasa dengan mempergunakan jalan itu terhindar dari kesalahan”. Walaupun ada
fukaha yang mengumandangkan fatwa,bahwa pintu ijtihad telah ditutup sejak abad
ke-4 H, namun kebutuhan kita dalam ilmu ini tetap besar,karena fatwa mereka
bukanlah suatu fatwa yang harus diterima,lantaran tak berdalil. Fatwa itu timbul
karena ditimbuli orang yang tidak berhak berijtihad akan turut berijtihad.

Sebenarnya apabila seseorang memiliki syarat-syarat ijttihad, berhaklah dia


berijtihad. Ulama-ulama yang hanya berijtihad dalam satu Mazhab saja,tak dapat
berbuat apa-apa, andaikata mereka tidak mengetahui kaidah-kaidah Mazhab dan
dasar-dasarnya. Semua mereka memerlukan ilmu. Dalam pengetahuan yang
mendalam dalam ilmu ini, kita dapat membading antara pendapat-pendapat ahli
fiqh,dalam suatu masalah.

Usaha membandingkan pendapat antara satu dengan yang lain, mengharuskan


kita mengetahui dalil yang dipegang oleh ahli-ahli fiqh. Lantaran demikian
dapatlah kita menarik kesimpulan,bahwa ilmu Ushul fiqh ini diperlukan oleh
segala ahli fiqh dan oleh orang yang ingin mendalami bidang fiqh ini. Selama
masih berkembang fiqh selama itu lah masih diperlukan ilmu Ushul nya. Di
Indonesia barulah dalam masa-masa yang akhir-akhir ini, kembali ilmu ini
mendapat perhatian.

6
E. Obyek Pembahasan Ushul Fiqh
Berdasarkan definisi diatas obyek Pembahasan Ushul Fiqh bisa dirumuskan
sebagai berikut:

1. Dalil-dalil global (al-adillah Al-ijmaliyyah) seperti Al-Qur’an, As-sunnah dan


apa yang ditunjukkan oleh kedua dalil tersebut , seperti ’ijma sahabat dan
qiyas.
2. Hukum syara dan apa saja yang mempunyai keterkaitan dengannya. Ini
meliputi (1) makna hukum, (2) pembagian hukum, (3) rukun hukum seperti
pembuatan hukum(Al-Hakim), hukum (al-hukm), sasaran hukum (al-
mahkum’alayh) dan objek yang dihukumi (Al-mahkum bihii).
3. Penunjukan lafadz Al-Qur’an dan As-sunnah dari aspek1) kejelasan dan
kekaburannya (wudhuh wa khafa’),(2)penunjuknya terhadap makna, seperti
dalalah ’ibarah,isyarah dan mafhum mukhalafah,(3)kemenyeluruhannya,
seperti umum dan khusus (al-’amm wa al-khash), mutlak dan terikat (al-
muthlaq wa al-muqayyad), (4) bentuk (shighat) yang menunjukkan taklif
tertentu, seperti bentuk perintah dan larangan, serta apa saja yang ditunjukkan
nya.
4. Ijtihad dan taklid, yang meliputi makna, syarat, klasifikasi dan hukumnya,
serta Ta’adul wa tarajih, yang meliputi makna cara memanfaatkan keduanya
dalam menyelesaikan nash-nash syara’.

7
F. Hikmah Qurban dan Aqiqah
Menurut Alfan, Wahyudi AS & Soewarno, (2014:83).

1. Hikmah Qurban

a. Bagi orang yang berqurban;

1) Menambah kecintaan kepada Allah SWT.

2) Menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

3) Menunjukan rasa syukur kepada Allah SWT.

4) Mewujudkan tolong menolong, kasih mengasihi dan rasa solidaritas.

b. Bagi penerima daging qurban;

1) Menambah beriman dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

8
2) Bertambah semangat dalam hidupnya.

c. Bagi kepentingan umum;

1) Memperkokoh tali persahabatan, karena ibadah qurban melibatkan semua


lapisan masyarakat.

2) Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran beragama baik bagi orang


yang mampu maupun yang kurang mampu.

Menurut Alfan, Wahyudi AS & Soewarno, (2014:85).

2. Hikmah Aqiqah

a. Wujud rasa syukur kepada Allah SWT. Atas segala rahmat dan karunia yang
telah dilimpahkan kepada dirinya.

b. Menambah rasa cinta anak kepada orang tua, karena anak merasa telah
diperhatikan dan disyukuri kehadirannya di dunia ini, dan bagi orang tua
merupakan bukti keimanannya kepada Allah SWT.

c. Mewujudkan hubungan yang baik dengan tetangga dan sanak saudara yang
ikut merasakan gembira dengan lahirnya seorang anak karena mereka
mendapat bagian dari aqiqah tersebut.

9
G. Nilai-nilai Pendidikan dalam Qurban dan Aqiqah

Menurut Burga, Marjuni & Rosdiana, (2019:214-219).

1. Nilai Pendidikan Qurban

a. Nilai Keimanan e. Nilai Keikhlasan

b. Nilai Akhlak f. Nilai Demokratis

c. Nilai Kesabaran g. Nilai Dialogis

d. Nilai Tawakal h. Nilai Sosial

Menurut Jannah, Hamid & Muis W, (2020:61-64).

2. Nilai Pendidikan Aqiqah

a. Nilai Keimanan

b. Nilai ibadah

c. Nilai Akhlak

d. Nilai Sosial

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Qurban adalah pewan yang diqurbankan pada hari raya Idul Adha. Aqiqah
adalah pemyembelihan hewan untuk anak yang baru lahir.

Hukum Qurban menurut para fuqaha wajib dan sunnah, ada juga yang
berpendapat sunnah muakkad, menurut mazhab maliki sangat dianjurkan bagi
yang mampu, menurut mazhab syafi’I berquban sunnah ‘ain dan sunnag kifayah,
menurut mazhab Hanafi berqurban wajib. Sedangkan, Hukum Aqiqah menurut Al-
Zahiriyah dan Hasan Al-Bshariy adalah wajib, menurut ulama hukumnya sunnah,
menurut Syaid, Sabiq hukumnya sunnah muakkad.

Syarat orang berqurban ada 6, yaitu seorang muslim atau muslimah, sudah
baligh, berakal, merdeka, mampu, rosyid, (orang yang tidak diperkenankan
bertransaksi dengan hartanya, karena tidak sempurna akalnya atau karena pelit,
terlilit hutang dan tidak mampu membayar hutang tersebut. Syarat orang aqiqah
ada 3, yaitu untuk anak laki-laki dua ekor kambing berusia lebih dari satu tahun,
untuk anak perempuan seekor kambing berusia lebih dari satu tahun, daging
aqiqah harus sudah dimasak terus disedekahkan kepada fakir miskin.

11
Syarat hewan Qurban ada 4, yaitu unta berumur 5-6 tahun, sapi atau kerbau
umurnya 2 tahun keatas, kambing atau domba berumur 1-2 tahun, binatang yang
diqurbankan tidak cacat. Syarat hewan aqiqah ada 4, yaitu umurnya telah
mencapai 6-12 bulan untuk kambing, jenis kelamin aqiqah boleh jantan dan boleh
betina asalkan hewan betina tidak mengandung, sehat atau terhidar dari penyakit,
tidak kurus dan tidak cacat.

Waktu pelaksanaan qurban menurut mazhab Hanafi ketika terbit fajar pada
hari idul adha sampai terbenamnya matahari, menurut mazhab Maliki
pelaksanaannya yaitu setelah shalat idul adha atau khotib berkhutbah. Menurut
mazhab Syafi’I pelaksanaannya yaitu saat waktu shalat duha,ketika sebelum sholat
dan khutbah maka tidak sah. Waktu pelaksanaan aqiqah menurut mazhab Maliki
yaitu pada hari ketujuh kelahiran bayi. Menurut mazhab Syafi.i dan Hambali
aqiqah yang dilakukan sebelum atau sesudah hari ketujuh, tetap diperbolehkan.

Hikmah Qurban bagi yang berqurban yaitu menambah kecintaan kepada Allah
SWT, menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, menunjukan rasa
syukur kepada Allah SWT, mewujudkan tolong menolong, kasih mengasihi dan
rasa solidaritas. Hikmah bagi penerima daging qurban, yaitu menambah beriman
dan ketaqwaan kepada Allah SWT, bertambah semangat dalam hidupnya. Bagi
kepentingan umum, memperkokoh tali persahabatan, menumbuhkan dan
meningkatkan kesadaran beragama baik bagi orang yang mampu maupun yang
kurang mampu. Hikmah Aqiqah ialah wujud rasa syukur kepada Allah SWT,
menambah rasa cinta anak kepada orang tua, Mewujudkan hubungan yang baik
dengan tetangga dan sanak saudara yang ikut merasakan gembira dengan lahirnya
seorang anak karena mereka mendapat bagian dari aqiqah tersebut.

12
Nilai Pendidikan pada qurban yaitu, nila keimanan, akhlak, kesabaran,
tawakal, keikhlasan, demokratis, diologis, dan sosial. Nilai Pendidikan Aqiqah
yaitu, nilai keimanan, nilai ibadah, nilai akhlak, nilai sosial.

B. Saran
Diharapkan bagi pembaca untuk nambah informasi dari sumber literasi lain.
Hal tersebut bertujuan agar infomasi dan pengetahuan yang didapat semakin
lengkap, jika terdapat materi-materi yang belum memuaskan untuk kalian semua
mohon dimaafkan karena keterbatasan waktu dan keterbatasan Referensi yang ada.

13
DAFTAR PUSTAKA

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu: Pengertian, Hukum, Syarat Orang


dan Hewan Qurban, Pelaksanaan Qurban dan Aqiqah. Cet 1. Jakarta:Gema
Insani, 2011.

Alfan, A., Wahyudi AS, A. T., & Soewarno, T. B. Fikih: Pengertian, Syarat Aqiqah,
dan Hikmah Aqiqah dan Qurban. Cet 1. Jakarta: Kementrian Agama, 2014.

Irawan, A. Dony. Risalah Aqiqah: Jumlah dan Syarat Hewan Aqiqah. Cet 1.
Jogjakarta. Penerbit KBM Indonesia. 2021.

Bahry, H. Samsul. “Hukum Aqiqah”. Jurnal Aqiqah Dalam Islam (2014): 18-19

Burga, M. Alqadri., Marjuni, Andi., & Rosdiana. “Nilai-nilai Pendidikan Qurban”.


Jurnal Nilai-nilai Tarbiyah Ibadah Kurban dan Relevansinya Dengan
Pembelajaran Pendidikan Formal (2019): 214-219.

Jannah, Raudatul., Hamid, Abd., & Muis W, Abd. “Nilai-nilai Pendidikan Aqiqah”.
Jurnal Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Dalam Acara Aqiqah di Desa
Teluk Sialang Kecamatan Tunggal Hilir (2020): 61-64.

14

Anda mungkin juga menyukai