Anda di halaman 1dari 18

INOVASI DALAM PARIWISATA BERKELANJUTAN

(SUSTAINABLE TOURISM)

Falah Arsenio Ibrahim


205060607111036

Falaharsenio@student.ub.ac.id

RINGKASAN
Pariwisata adalah kegiatan ekonomi atau serangkaian kegiatan terkoordinasi yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan individu yang berkaitan dengan waktu luang dan pergerakan orang. Seperti yang diketahui, sektor
pariwisata merupakan sektor yang memiliki kedudukan penyumbang devisa negara terbesar di Indonesia.
Perencanaan pembangunan dapat dikatakan sebagai alternatif pemerintah dalam mengemban tugas untuk
mewujudkan suatu perubahan pada wilayah-wilayah tertentu untuk dapat mengejar ketertinggalan dengan
wilayah lain. Penerapan inovasi dalam konteks yang bertujuan untuk mengembangkan sebuah pembaharuan
melibatkan beberapa pemangku kepentingan. Rencana Strategis Pariwisata Berkelanjutan dan Pekerjaan Layak
yang Ramah Lingkungan di Indonesia bertujuan mengajak-serta berbagai mitra nasional dalam bertukar
pandangan dan membangun konsensus untuk membangun industri kepariwisataan yang kuat di Indonesia yang
menciptakan Pekerjaan Layak yang Ramah Lingkungan. Penyiapan Rencana Strategis dimaksudkan untuk
membantu Pemerintah, berbagai mitra sosial dan masyarakat luas umumnya untuk mengenal penting dan
strategisnya kepariwisataan berkelanjutan dalam pembangunan Indonesia dan menemukenali langkah langkah
menuju ke arah itu melalui serangkaian strategi kunci yang dapat didukung pada tingkat nasional, provinsi dan
lokal. Rencana Strategis ini dirancang berdasarkan pada proses konsultasi yang melibatkan berbagai kelompok
pemangku kepentingan kunci dari semua tingkat pemerintahan, berbagai komunitas, industri, lembaga
pendidikan dan pelatihan, mitra sosial dan masyarakat umum, mengidentifikasi “ramuan”/unsur-unsur yang
hilang untuk dapat memperoleh kemauan politis yang sudah nyata melembaga kuat dalam pembangunan
kepariwisataan berkelanjutan. Ekowisata adalah sebuah inovasi yang dapat diterapkan dalam mengedepankan
perencanaan pembangunan dalam konteks yang nyata. Seiring dengan banyaknya potensi dalam pengembangan
sektor pariwisata dan penelitian yang mengesankan di bidang pariwisata, dalam sepuluh tahun terakhir minat
untuk mempelajari dan meneliti keberlanjutan pembangunan sektor pariwisata Indonesia terus meningkat secara
signifikan. Namun, meski meningkat, literatur ilmiah yang diterbitkan selama ini belum mengevaluasi secara
detail keberlanjutan pembangunan pariwisata Indonesia. Dalam melakukan analisis, perangkat lunak VosViewer
digunakan untuk menemukan hasil tentang penulis yang paling berkontribusi, jumlah kutipan, wilayah,
organisasi, publikasi, dan kemunculan bersama kata kunci yang dapat memberikan celah baru dalam penelitian
di masa mendatang. Hasil yang diperoleh menunjukkan tren dan dampak dari literatur yang dipublikasikan
hingga saat ini, kemudian ditemukan celah/kebaruan baru untuk penelitian lebih lanjut terkait dengan tema sport
tourism, mangrove tourism, wisata syariah dan ketahanan pariwisata Indonesia. Dengan hasil tersebut, peneliti
selanjutnya perlu mengangkat tema agar keberlanjutan pariwisata Indonesia dapat berkembang secara memadai
untuk memberikan dampak yang lebih signifikan di masa mendatang.
Kata kunci : pariwisata, bibliometrik, ekowisata, pemangku kepentingan, perencanaan pembangunan

PENDAHULUAN

Sektor pariwisata merupakan sektor yang paling banyak diminati untuk menikmati
keindahan alam yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk berlibur. Namun, dengan
adanya pandemi Covid-19 mengakibatkan sektor pariwisata menjadi terhambat dalam proses
pelaksanaannya untuk memperoleh pendapatan. Sehingga banyak masyarakat yang
kehilangan pekerjaan terlebih lagi bagi masyarakat yang mengandalkan potensi pariwisata di
dekat mereka tinggal. Sehingga pemerintah diharapkan lebih memperhatikan lagi bagaimana
cara menyeimbangkan adanya permasalahan ini untuk tidak menjadi keterpurukan bagi
masyarakat yang mata pencahariannya mengandalkan pariwisata.Mengingat pandemi
semakin menyebar di berbagai penjuru wilayah negara termasuk Indonesia. Kegiatan
pariwisata telah memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan simpanan tahunan
anggota masyarakat tetapi keuntungan finansial ini tidak secara merata melampaui semua
bidang pembangunan berbasis masyarakat yang berkelanjut. Pariwisata memiliki tantangan
dan peluang unik dalam hal adaptasi iklim (Inati & Salahudin, 2021).
Perencanaan pembangunan merupakan suatu tindakan para pemangku kepentingan atau
pemerintah dalam mengembangkan suatu potensi yang ada di wilayah baik di desa, daerah
dan juga negara. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif merupakan strategi
pembangunan dan proses penentuan keputusan publik, hal ini sangat bergantung pada
kesadaran masyarakat untuk mau melibatkan diri dalam proses pembangunan. Dalam
pengembangan suatu bidang, diperlukan adanya titik fokus dari adanya perencanaan
pembangunan yang harus dilakukan demi terwujudnya suatu harapan yang nyata untuk
menyelaraskan suatu indikasi rencana kinerja pemerintah. Perencanaan pembangunan sendiri
dapat dikatakan sebagai alternatif pemerintah dalam mengemban tugas untuk mewujudkan
suatu perubahan pada wilayah-wilayah tertentu untuk dapat mengejar ketertinggalan dengan
wilayah lain. Perencanaan pembangunan ini pun tidak terlepas dari adanya konsep otonomi
daerah.Salah satu aspek Implementasi Otonomi Daerah adalah pengelolaan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu program daerah dalam bidang keuangan
untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu serta mengemban misi mewujudkan suatu strategi
melalui berbagai kegiatan (Inati & Salahudin, 2021).
Pada konteks perencanaan pembangunansuatu wilayah dengan memanfaatkan ruang
terlebih lagi pemeliharaan alam, dapat dihadapkan pada perencanaan pembangunan dengan
sektor pariwisata. Dimana pariwisata dapat merangsang ekonomi, mempromosikan
pelestarian budaya, dan mendorong pelestarian lingkungan. Pariwisata adalah kegiatan
ekonomi atau serangkaian kegiatan terkoordinasi yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
individu yang berkaitan dengan waktu luang dan pergerakan orang. Pariwisata memiliki
potensi besar dan memainkan peran penting dalam memenuhi tujuan utama yang terkait
dengan lapangan kerja, pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Sektor
pariwisata merupakan sektor yang memiliki kedudukan penyumbang devisa negara terbesar
di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang
menunjukkan setiap tahun (2016 hingga 2018) mengalami kenaikan devisa yakni pada tahun
2016 terdapat 11,206 U$; 2017 terdapat 13,139 U$; 2018 terdapat 16,426 U$. Dalam hal ini,
perencanaan pembangunan juga dapat dikaitkan dengan pembangunan pariwisata
berkelanjutan sebagai output dalam konteks perubahan suatu wilayah. Untuk mencapai
pembangunan pariwisata berkelanjutan yang sukses, intervensi harus memberi kemampuan
kepada kelompok yang mendukung pariwisata untuk memimpin inisiatif, merayu yang
enggan, memberi energi kepada mereka yang ingin bermigrasi dan bernegosiasi dengan agen
wisata eksternal untuk mencapai pembangunan pariwisata yang lebih adil dimana penduduk
setempat berpartisipasi aktif (Inati & Salahudin, 2021).
Dalam konseptualisasi perencanaan pembangunan melalui sektor pariwisata,
pemerintah lebih mengedepankan pada lingkup wilayah perdesaan, dikarenakan banyak
masyarakat perdesaan yang lebih menjaga keanekaragaman hayati atau menjaga potensi
wilayah daerah. Sehingga masyarakat perdesaan lebih memiliki peluang dalam keterlibatan
dengan adanya pembangunan ini.Hal ini juga dapat memberikan wadah bagi pemangku
kepentingan dalam meningkatkan strategi agar dengan mudah memvisualisasikan atau
mengidentifikasi batasan dan menetapkan prioritas pembangunan dalam proses peningkatan
langkah demi langkah, menuju pengelolaan dan pengembangan destinasi wisata yang
berkelanjutan melalui ekowisata (Inati & Salahudin, 2021).
Mendalami konteks perencanaan pembangunan dalam hal kesuksesan sebuah rencana
tidak terlepas dari adanya inovasi yang dikembangkan untuk menyelaraskan adanya
pembangunan. Salah satu inovasi yang dapat dikembangkan dalam konteks perencanaan
pembangunan melalui sektor pariwisata adalah pembangunan pariwisata berbasis ekowisata
sebagai pembaharuan pemanfaatan wilayah terbuka dan juga sebagai penghasilan suatu
daerah dan masyarakatnya. Ekowisata perdesaan adalah jenis pariwisata baru yang
diproduksi bagi orang-orang untuk menikmati pemandangan perdesaan. Lalu untuk
memastikan pembangunan berkelanjutan dari ekowisata perdesaan, perlu dilakukan analisis
perencanaan dalam banyak aspek (Inati & Salahudin, 2021). Ekowisata juga dapat dikatakan
sebagai strategi yang efektif untuk mengurangi permasalahan pada keterbengkalaian terhadap
suatu lahan dengan memperkenalkan bentuk kegiatan ekonomi yang bertanggung jawab
dalam membangun keterkaitan antara konservasi dan pemberdayaan sosial (Inati &
Salahudin, 2021). Keterlibatan pemangku kepentingan atau pemerintah berperan sebagai
pencetus adanya sebuah konsep pembangunan, masyarakat sebagai aspek utama dalam
partisipasi dari adanya perencanaan pembangunan melalui inovasi yang diciptakan.Selain
menciptakan lumbung pendapatan dan menstabilkan perekonomian, ekowisata juga dapat
berperan dalam mengelola alam menjadi lahan tidak kosong.
Terlebih lagi Indonesia memiliki potensi alam yang mendukung untuk adanya
pengembangan sektor pariwisata. Perencanaan tata ruang ekowisata membutuhkan
keseimbangan antara pembangunan dan konservasi, penataan ruang berdasarkan tema dan
mempertimbangkan kehidupan penduduk lokal di luar penataan ruang berdasarkan data fisik
(Inati & Salahudin, 2021). Dengan adanya ketertarikan yang meningkat pada ekowisata dan
jasa ekosistem yang disediakan oleh lanskap, membuat layanan tersebut semakin diperlukan
dalam proses perencanaan kota (Inati & Salahudin, 2021). Ekowisata yang menekankan
pelestarian alam sekaligus melakukan kegiatan wisata yang dimaksudkan untuk berdampak
rendah pada kesejahteraan penduduk setempat telah berlangsung di sanaselama beberapa
dekade (Inati & Salahudin, 2021). Sistem ekowisata yang didasarkan pada habitat satwa liar
dalam sistem ekologi dianggap sebagai sistem sosial-ekologis yang memiliki hubungan
umpan balik dengan sistem sosial (Inati & Salahudin, 2021).
Dalam konteks pengembangan wisata berbasis ekowisata sendiri perlu adanya
pengembangan aglomerasi diperkuat sebagai dasar pengelolaan lingkungan untuk
pembangunan berkelanjutan di wilayah tersebut. Selain itu, dalam konteks wilayah
kepemilikan lokasi diperlukan pengetatan batas atas kapasitas, mempertahankan garis bawah
ekologis, bersikeras pada pemanfaatan lahan secara intensif, mengoptimalkan tata ruang
“produksi, kehidupan dan ekologi”, menyesuaikan struktur industri, dan mengembangkan
ekowisata akan menjadi tindakan yang diperlukan. Terdapat empat jenis sistem ekowisata
yang diklasifikasikan sebagai berikut: prasarana rendah dan prasarana penduduk, prasarana
tinggi dan prasarana penduduk, prasarana tinggi dan prakarsa pemerintah, serta prasarana
rendah dan prakarsa pemerintah (Inati & Salahudin, 2021). Sistem indeks pembangunan
berkelanjutan dan model evaluasi pariwisata ekologi sangat penting dibangun untuk mengatur
pembangunan kawasan wisata ekologi, mendorong pemanfaatan sumber daya pariwisata
ekologi secara berkelanjutan dan memandu pembangunan ekowisata yang sehat. Kekuatan
dalam mengembangkan ekowisata di suatu wilayah meliputi empat hal yang menjadi titik
fokus utama dalam melakukan rencana pembangunan berbasis wisata alam yakni Kebijakan,
Tanggung Jawab, Kelembagaan dan Partisipasi Warga (Inati & Salahudin, 2021).
Dalam proses pengenalan ekowisata sendiri diperlukan informasi yang benar tentang
sumber daya alam negara tersebut untuk menjadi turis lokal, daya tarik tidak hanya untuk
wisatawan tetapi juga untuk orang asing (Inati & Salahudin, 2021). Perencanaan dan
pengembangan ekowisata dapat secara praktis didukung oleh perangkat geo-informasi yang
dikombinasikan dengan prosedur analisis keputusan multi-kriteria yang tepat berdasarkan
keputusan yang lebih baik dapat dibuat (Inati & Salahudin, 2021). Perencanaan yang tepat di
bidang pengembangan ekowisata yang berkelanjutan dapat meminimalkan dampak negatif
lingkungan dan memperbaiki kondisi sumber daya alam melalui investasi di bidang
konservasi dan kehutanan (Inati & Salahudin, 2021). Tujuan dari adanya penulisan artikel ini
adalah untuk mengetahui tren keilmuan tentang Development Planning Ecotourism dengan
menggunakan analisis bibliometrik melalui aplikasi VOSviewer. Selain itu, pentingnya
penelitian ini dilakukan karena masih belum banyak dilakukan penelitian mengenai
perencanaan pembangunan berbasis ekowisata dengan menggunakan metode analisis
bibliometrik (Inati & Salahudin, 2021).
Peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kerjasama stakeholder akan dapat
meningkatkan daya tarik wisata dan citra destinasi (Pattaray, 2021). Daya Tarik wisata akan
ditentukan oleh kompetensi sumber daya pengelola dan tata kelola destinasi tersebut
termasuk juga desa wisata yang sedang difokuskan oleh pemerintah untuk menjadi daya tarik
wisata di Indonesia. Melalui pengembangan desa wisata dengan kekuatan kearifan lokal,
produk wisata desa terbukti mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat,
kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, dan masyarkat lebih bangga terhadap identitas
budayany. Dinamika dan perkembangan pariwisata saat ini telah memasuki berbagai macam
terminologi seperti pariwisata berkelanjutan, pariwisata pedesaan, ekowisata, dan geowisata.
Wisata alternatif yang banyak dikembangkan saat ini adalah wisata pedesaan (rural tourism)
dengan tujuan untuk membangun kawasan perdesaan yang berkelanjutan dengan daya
dukung kearifan lokal untuk meningkatkan pekonomian masyarakat setempat. Wisata
pedesaan merupakan kawasan perdesaan yang memiliki potensi daya tarik wisata sebagai
tujuan wisata, dan masyarakatnya adalah penduduk asli yang masih memegang kuat tradisi
dan budaya setempat. Kekhasan desa wisata seperti makanan khas setempat, kesenian
tradisional, sistem pertanian dan sistem sosial menjadi daya tarik desa wisata. Faktor
pendukung lainnya seperti alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga dengan baik juga
sangat penting dari sebuah daya tarik desa wisata (Pattaray, 2021). Potensi wisata yang
tersebar di seluruh Indonesia memiliki daya tarik dan karakteristik masing-masing. Pariwisata
merubah pola pikir masyarakat desa untuk berperan aktif membangun desa sebagai tujuan
wisata. dampak dai pariwisata menimbulkan isu penting di daya tarik wisata pedesaan yaitu
kerusakan lingkungan. Masyarakat desa membangun fasilitas mewah seperti yang ada di kota
sehingga berakibat merusak keaslian alam. Oleh karena itu, pengelola destinasi perlu
memahami bahwa segmen pasar untuk wisatawan petualangan memiliki ketertarikan untuk
menikmati alam yang masih asli dan budaya yang unik (Pattaray, 2021).
Pengembangan pariwisata dengan konsep keberlanjutan lingkungan dan budaya di
Sumbawa menarik untuk diteliti. Keberlanjutan dalam arti pemanfaatan sumber daya alam
dan budaya sebagai daya tarik wisata yang berdampak pada pendapatan ekonomi masyarakat
setempat. Sumbawa dengan mayoritas penduduknya tinggal di daerah pedesaan dengan mata
pencaharian sebagai petani belum menemukan manfaat pariwisata sebagai penyanggah
ekonomi di saat aktifitas pertanian tidak dilakukan. Transformasi budaya masyarakat petani
ke usaha jasa pariwisata adalah salah satu kendala menjadikan pariwisata sebagai sumber
pendapatan masyarakat (Pattaray, 2021).

KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi, Pengertian, Konsep
Secara umum pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan seseorang untuk
sementara waktu yang dilakukan dari suatu tempat ketempat yang lain dengan meninggalkan
tempat semula dan dengan suatu perencanaan atau bukan maksud untuk mencari nafkah di
tempat yang dikunjunginya, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan atau
rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. pariwisata adalah perjalanan dari
suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai
usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan dalam
dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu (Sulistyo & Annisa, 2020). Pariwisata didefinisikan
sebagai bentuk. suatu proses kepergian sementara dari seorang, lebih menuju ketempat lain
diluar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan baik
karena kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan
lain (Sulistyo & Annisa, 2020). Selanjutnya (Sulistyo & Annisa, 2020) menjelaskan
pariwisata sebagai suatu trasformasi orang untuk sementara dan dalam waktu jangka pendek
ketujuantujuan di luar tempat di mana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan
kegiatankegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan itu. Menurut WTO (1999),
yang dimaksud dengan pariwista adalah kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan
tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Sedangkan menurut Undang -
Undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah
kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari
keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar pariwisata merupakan suatu
aktivitas yang kompleks yang dapat dipandang sebagai suatu sistem yang besar, yang terdiri
dari beragam komponen seperti ekonomi, ekologi, politik, sosial, budaya dan seterusnya.
Ketika pariwisata dipandang sebagai sebuah sistem, maka analisis tentang kepariwisataan
tidak bisa dilepaskan dari subsistem yang lain, seperti politik, sosial ekonomi, budaya dan
seterusnya. Subsistem tersebut memiliki hubungan saling ketergantungan dan saling terkait
(interconnectedness). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pada salah satu subsistem akan
menyebabkan juga terjadinya perubahan pada subsistem yang lainnya, sampai akhirnya
kembali ditemukan harmoni yang baru.
Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan yang berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari
pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang.
Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Arida, 2009). Menurut Kementrian Lingkungan
Hidup (1990) pembangunan (yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur
keberlanjutannya
berdasarkan tiga kriteria yaitu:
1. Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural
resources;
2. Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya;
3. Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable resource.
Senada dengan konsep tersebut, (Arida, 2009), menyatakan sasaran pembangunan
berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:
a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration equity)
yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan
perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem
lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable dan menekankan
serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.
b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam rangka menjamin
kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang.
c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata untuk kepentingan mengejar
pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan sumberdaya alam
yang berkelanjutan antar generasi.
d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa kini
maupun masa yang mendatang (inter temporal).
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar
generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan
habitatnya.
Dari sisi ekonomi (Arida, 2009), setidaknya ada tiga faktor alasan utama mengapa
pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Faktor pertama menyangkut alasan moral,
generasi kini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam dan
lingkungan sehingga secara moral perlu untuk memperhatikan ketersediaan sumber daya
alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak
mengekstraksi sumber daya alam yang dapat merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan
kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama. Faktor kedua,
menyangkut alasan ekologi, keanekaragaman hayati misalnya, memiliki nilai ekologi yang
sangat tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi Pariwisata Berkelanjutan semestinya tidak
diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan semata yang pada
akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang menjadi alasan perlunya
memperhatiakan aspek keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi
memang masih terjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini
sudah atau belum memenuhi kriteria keberlanjutan, seperti kita ketahui, bahwa dimensi
ekonomi berkelanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi
ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergeneration
welfare maximization).
Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari setiap
elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada lima komponen yang perlu
diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka
panjang. Pembangunan yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial Pembangunan yang
berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti, meratanya
distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan kesempatan perempuan,
meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan, namun
pemerataan bukanlah hal yang secara langsung dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep
yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan
berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin
semakin melebar, walaupun pemerataan dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika
lainnya yang perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi
masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti
pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa datang dalam
memenuhi kebutuhannya.
Pembangunan yang Menghargai Keanekaragaman Pemeliharaan keanekaragaman
Pariwisata Berkelanjutan hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam
selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang. Keanekaragaman
hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman
budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap orang dan membuat
pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti.
Pembangunan yang Menggunakan Pendekatan Integratif, Pembangunan berkelanjutan
mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam
dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang
konpleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan
pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep
pelaksanaan pembangunan yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama
dalam kelembagaan.
Pembangunan yang Meminta Perspektif Jangka Panjang, Masyarakat cenderung
menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan
tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan
dilaksanakan penilaian yang berbeda dengan asumsi normal dalam prosedur discounting.
Persepsi jangka panjang adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini
kerangka jangka pendek mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, oleh
karena itu perlu dipertimbangkan.
Keberlanjutan bukanlah merupakan konsep yang sederhana malainkan komplek,
karena dalam operasionalnya banyak hal yang perlu diperhatikan dan saling berkaitan. Oleh
karena pemahaman pembangunan berkelanjutan penting ditingkatkan terutama bagi
pengambil kebijakan baik skala makro maupun mikro guna mencapai tujuan pembangunan.
Untuk memahami konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka dalam aplikasi atau
penerapannya dibutuhkan landasan konsep atau teori yang dapat dijadikan acuan dalam
menuju arah pembangunan, oleh karena itu pada makalah ini penulis telah mencoba
mendalami dan menggambarkan berbagai konsep dan pertimbangan-pertimbangan aspek
keberlanjutan guna membantu mengidentifikasi dan memformulasikan berbagai strategi,
guna menjadi acuan dalan mencapai tujuan pembangunan, khusus di Indonesia. Dalam
membangun paradigma pembangunan berkelanjutan, hendaknya memperhatikan aspek
berikut:
1. Perilaku generasi kini tidak dapat sepenuhnya menentukan perilaku generasi
mendatang.
2. Generasi mendatang harus dipastikan memperoleh paling tidak tingkat konsumsi
minimum.
3. Pergerakan harga sumberdaya alam dan hak kepemilikan terhadap konsumsi dimasa
mendatang harus ditentukan untuk menghindari eksploitasi yang berlebihan terhadap
sumber daya alam masa kini.
4. Dalam situasi pasar tidak berfungsi, diperlukan intervensi non pasar.
5. Intervensi yang benar merupakan strategi yang penting untuk menjaga keberlanjutan.
6. Dan yang lebih penting untuk menjaga tetap terjadi keberlajutan dalam pembangunan
dibutuhkan komitmen pemerintah dalam menentukan arah dan kebijakan
pembangunan baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Dalam konsep pengembangan inovasi pariwisata berkelanjutan sebenarnya sudah lama
menjadi perhatian para ahli. Namun istilah keberlajutan (sustainability) sendiri baru muncul
beberapa dekade yang lalu, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai sejak
Malthus pada tahun 1798 yang mengkhawatirkan ketersedian lahan di Inggris akibat ledakan
penduduk yang pesat. Satu setengah abad kemudian, perhatian terhadap keberlanjutan ini
semakin mengental setelah Meadow dan kawan-kawan pada tahun 1972 menerbitkan
publikasi yang berjudul The Limit to Growth (Arida, 2009) dalam kesimpulannya, bahwa
pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi oleh ketersediaan sumber daya alam. Dengan
ketersediaan sumber daya alam yang terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan dari
sumber daya alam tidak akan selalu bisa dilakukan secara terus menerus (on sustainable
basis). Meskipun mendapat kritikan yang tajam dari para ekonom karena lemahnya.
Fundamental ekonomi yang digunakan dalam model The Limit to Growth, namun buku
tersebut cukup menyadarkan manusia akan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan.
Karena itu perhatian terhadap aspek keberlanjutan ini mencuat kembali ketika pada tahun
1987 World Commission on Environment and Development (WCED) atau dikenal sebagai
Brundland Commission menerbitkan buku berjudul Our Common Future. Publikasi ini
kemudian memicu lahirnya agenda baru mengenai konsep pembangunan ekonomi dan
keterkaitannya dengan lingkungan dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Agenda
ini sekaligus menjadi tantangan konsep pembangunan ekonomi neo-klasikal yang merupakan
konsep pembangunan Konvensional yang selama ini dikenal, yang menyatakan bahwa
sustainable development is one that meets the needs of the present without comprimising the
ability of the future generations to meet their own need atau pembangunan berkelanjutan
adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan
adalah sebagai upaya manusia untuk memperbaiki mutu kehidupan dengan tetap berusaha
tidak melampaui ekosistem yang mendukung kehidupannya. Dewasa ini masalah
pembangunan berkelanjutan telah dijadikan sebagai isu penting yang perlu terus di
sosialisasikan ditengah masyarakat agar masyarakat maupun Negara kita dapat bersaing dan
berkembang mengikuti perkembangan jaman secara globalisasi. Pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) adalah sebuah upaya pembangunan suatu negara yang meliputi
aspek ekonomi, sosial, lingkungan bahkan budaya untuk kebutuhan masa kini tetapi tidak
mengorbankan atau mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang serta sehingga dapat
menciptakan masyarakat yang dapat berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungan
hidup.
Pariwisata Berkelanjutan atau Sustainable Tourism adalah pariwista yang berkembang
sangat pesat, termasuk pertambahan arus kapasitas akomodasi, populasi lokal dan
lingkungan, dimana perkembangan pariwisata dan investasi–investasi baru dalam sektor
pariwisata seharusnya tidak membawa dampak buruk dan dapat menyatu dengan lingkungan,
jika kita memaksimalkan dampak yang positif dan meminimalkan dampak negative. Maka
beberapa inisiatif diambil oleh sektor public untuk mengatur pertumbuhan pariwisata agar
menjadi lebih baik dan menempatkan masalah akan sustainable tourism sebagai prioritas
karena usaha atau bisnis yang baik dapat melindungi sumber – sumber atau asset yang
penting bagi pariwisata tidak hanya untuk sekarang tetapi dimasa depan.
Pembangunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin
agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata
pada generasi ini agar dapat dinikmati untuk generasi yang akan datang. “Pembangunan
pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan
dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang. Pembangunan pariwisata
berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) adalah
pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil
secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah
upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur
penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara
berkelanjutan. Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang
antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu
lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Tak
dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dianggap
sebagai resep pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata. Pembangunan
pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dielaborasi
berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku
(stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi
tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi,
akuntabilitas, pelatihan serta promosi.

B. Kriteria
Pembangunan yang berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari
pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang.
Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Arida, 2009). Menurut Kementrian Lingkungan
Hidup (1990) pembangunan (yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur
keberlanjutannya
berdasarkan tiga kriteria yaitu:
1. Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural
resources;
2. Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya;
3. Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable
resource.
Terdapat beberapa kriteria dari pariwisata berkelanjutan. Di antaranya pengelolaan
destinasi pariwisata berkelanjutan, pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal, pelestarian
budaya bagi masyarakat dan pengunjung, dan pelestarian lingkungan (Peraturan Menteri
Pariwisata, 2016).
Pengelolaan destinasi wisata berkelanjutan, diperlukan beberapa kriteria yang harus
dipenuhi. Baik dari kriteria selama perencanaan berlangsung (strategi destinasi yang
berkelanjutan, pengaturan perencanaan, dan standar keberlanjutan), kriteria bagaimana
pengelolaan wisata berjalan (organisasi manajemen destinasi, pengelolaan pariwisata
musiman, akses untuk semua, akuisisi properti, keselamatan dan keamanan, manajemen krisis
dan kedaruratan, dan promosi), kriteria pemantauan keberjalanan pariwisata (monitoring,
inventarisasi aset, dan atraksi pariwisata), dan yang terakhir kriteria evaluasi (adaptasi
perubahan iklim dan kepuasan pengunjung)(Peraturan Menteri Pariwisata, 2016).
Kemudian kriteria dalam pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat diperlukan juga
beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Di antaranya pemantauan ekonomi, memberikan
peluang kerja untuk masyarakat lokal, adanya partisipasi masyarakat, mendengarkan opini
masyarakat lokal, memberi akses bagi masyarakat lokal, fungsi edukasi sadar wisata,
pencegahan terhadap eksploitasi, memberi dukungan untuk masyarakat dan mendukung
usaha lokal dan perdagangan yang adil (Peraturan Menteri Pariwisata, 2016).
Selanjutnya kriteria pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung yang harus
dipenuhi adalah perlindungan terhadap atraksi wisata (mengevaluasi, merehabilitasi, dan
melestarikan situs alam dan budaya), bagaimana mengelola pengunjung, perilaku
pengunjung, perlindungan warisan budaya, interpretasi tapak (informasi interpretatif yang
akurat), dan perlindungan kekayaan intelektual (Peraturan Menteri Pariwisata, 2016).
Terakhir adalah kriteria pelestarian lingkungan. Kriteria ini menjadi salah satu kriteria
yang mendapatkan sorotan lebih dalam membangun pariwisata berkelanjutan. Beberapa
kriteria yang harus dipenuhi diantaranya mengurangi/menghilangkan risiko negatif terhadap
lingkungan, perlindungan lingkungan sensitif, perlindungan alam liar (flora dan fauna),
pengurangan emisi gas rumah kaca, konservasi energi, pengelolaan air, keamanan air,
kualitas air, pengelolaan limbah cair, mengurangi limbah padat, tidak memberikan polusi
cahaya dan suara, dan digunakannya transportasi ramah lingkungan (Peraturan Menteri
Pariwisata, 2016).
Dalam pengimplemetasiannya diperlukan kriteria yang dapat menjadi petunjuk dalam
penerapan system pariwisata berkelanjutan, bahwa untuk mengukur manfaat pariwisata bagi
perekonomian suatu Negara harus tersedia data yang cukup lengkap, Dia menawarkan
metode alternative khususnya berhubungan dengan metode pengumpulan data tentang
pengeluaran wisatawan di saat yang akan datang, dan dia juga mereview beberapa metode
yang telah digunakan oleh para ahli sebelumnya, dengan menggunakan impact multipliers
dan input-output analysis untuk mengukur pengeluaran sektor pariwisata. penelusuran
tentang manfaat dan dampak pariwisata terhadap ekonomi harus menyertakan variabel sosial
yang tidak pernah dihitung oleh fakar lainnya, dan social cost- benefitanalysis mestinya
digunakan. Menurutnya, untuk mengukur manfaat dan dampak pariwisata tidak sekedar
menghitung dampak ekonomi hanya dengan mencari multiplier efeknya saja.
C. Peran Skateholders
Strategi untuk meminimalkan economic leakage pada sektor pariwisata harusnya
menjadi strategi pemerintah dengan cara memperhatikan semua cluster industri yang
berhubungan dengan struktur perekonomian regional. Strategi Cluster dilakukan dengan
memberikan peran kepada pemerintah baik secara nasional maupun provinsi secara fleksibel
untuk memainkan perannya dalam pembangunan pariwisata. Fleksibiltas pemerintah dapat
menciptakan kreativitas dan keberlanjutan pembangunan dan pemasaran pariwisata, di saat
yang sama pemerinath juga harus mampu menciptakan pilihan untuk melakukan intervensi
yang dapat diterima oleh semua stakeholder pariwisata untuk berkreasi dan menciptakan
aturan dunia usaha yang kondusif pada sektor pariwisata.
Pemerintah harus juga dapat menyediakan sistem yang mendorong pemberdayaan
tenaga kerja lokal ( human resources system ), sehingga mendorong adanya inovasi pada
industri pariwisata ( innovations system ), pemerintah juga harus dapat menjamin
keberlanjutan pemasaran destinasi ( capital markets system ), pembangunan infrastruktur
fisik yang baik dapat menciptakan efisiensi distribusi barang dan jasa dalam negeri,
pemerintah juga diharapkan dapat menjamin iklim bisnis yang kondusif dengan menjamin
adanya stabilitas politik dan keamanan yang terjamin, dan pada akhirnya pembangunan
pariwisata harusnya dapat menciptakan terwujudnya kualitas hidup yang lebih baik bagi
semua stakeholder pariwisata ( host – wisatawan – investor – pemerintah ).
Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya
kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-
pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-
kewajiban. Pemikiran yang mendasari CSR (corporate social responsibility) yang sering
dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-
kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga
kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang
jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas.Beberapa hal yang termasuk dalam CSR
ini antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance) yang sekarang sedang
marak di Indonesia, kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar
bagi karyawan, hubungan perusahan-masyarakat, investasi sosial perusahaan (corporate
philantrophy). Berdasarkan teori diatas, disini akan membahas tentang CSR (corporate social
responsibility) dan bagaimana manfaat-manfaat bagi bagi masyarakat dan keuntungan bagi
perusahaan dan contoh perusahaan yang telah menerapkan CSR.
Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan
perusahaan membawa dampak – for better or worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-
ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik
perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula
stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Menurut Kotler dan Nancy (2005) Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan
sebagai komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik
bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan. Menurut CSR
Forum (Arida, 2009) Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai bisnis
yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan
menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan.
Menyongsong pergeseran-pergeseran perilaku konsumen positif yang bakal mendorong
kemajuan industri pariwisata di atas, kita harus berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan rumah yang masih terbengkelai. Pengembangan Infrastruktur merupakan
tantangan di depan mata. Contoh, sehebat apapun Raja Ampat, kalau bandara, pelabuhan,
atau hotel-restaurannya kurang baik, maka kehebatan itu akan pupus tak ada artinya. Integrasi
dan kolabrasi seluruh stakeholder pariwisata juga menjadi agenda mendesak untuk segera
direalisasikan. Maskapai penerbangan, travel agent, hotel-restoran, pelaku MICE, pengelola
bandara-pelabuhan, dan lain-lain harus selaras-sejalan (dengan diorkestrasi oleh pemerintah)
saling berkolaborasi untuk mewujudkan wisata Indonesa yang kompetitif di tingkat global.
Dalam konteksnya ini rasanya ide Indonesia Incorporated (Indonesia Inc.) di sektor
pariwisata menjadi relevan untuk diwujudkan.

STUDI KASUS

I. Latar Belakang
Pariwisata merupaan sektor andalan dalam pembangunan di Bali. Kontribusi
pariwisata terhadap perekonomian Bali cukup tinggi. Hal ini ditegaskan oleh Darmawan
(2002) yang menyebutkan bahwa salah satu industri di Provinsi Bali yang mampu
memberikan dampak positif terhadap perkembangan ekonomi (±75%) adalah indutri
pariwisata. Terkait hal tersebut, Dinas Pariwisata Bali 2013 mencatat jumlah kunjungan
wisatawan baik mancanegara dan nusantara ke Bali mengalami peningkatan, yakni sebanyak
3.633.656 tahun 2000 menjadi 5.210.146 di tahun 2012. Dengan adanya peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan ke Bali dari tahun ke tahun, tentunya memberikan dampak linier
terhadap perolehan pendapatan daerah.
Seiring dengan perkembangan tersebut, Bali berhadapan dengan arus perubahan pasar
global khususnya pasar wisatawan. Awalnya, motivasi wisatawan untuk berkunjung ke Bali
adalah untuk wisata konvensional. Dimana produk yang ditawaran untuk pemenuhannya
berupa kegiatan yang menyenangkan bagi banyak orang seperti aktivitas rekreasi. Akan
tetapi, seiring berjalannya waktu, kini motivasi wisatawan untuk berwisata adalah untuk
memperkaya wawasan, pengalaman, petualangan, menikmati alam, keunikan dan keaslian
budaya lokal, bahkan beberapa wisatawan termotivasi untuk mempelajari kebudayaan lokal.
Perubahan tersebut berimplikasi terhadap meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan
ke wilayah pedesaan. Hal ini menuntut adanya reorientasi dalam pembangunan pariwisata.
Untuk mengantisipasi perubahan pasar wisata tersebut, pemerintah di Bali membuat
kebijakan di bidang kepariwisataan yang ditempuh melalui pengembangan desa wisata.
Desa Pelaga merupakan salah satu dari sebelas desa wisata yang ada di Kabupaten
Badung. Desa ini memiliki berbagai atraksi wisata yang ditawarkan kepada wisatawan, yaitu:
panorama alam yang asri, Jembatan Tukad Bangkung, Air Terjun Nungnung, Pura Pucak
Mangu sebagai potensi wisata budaya, agrowisata, dan Ekowisata Kiadan. Selanjutnya,
penulis ingin memberikan bahasan mengenai Ekowisata Kiadan yang merupakan salah satu
implementasi pariwisata berkelanjutan di Indonesia khususnya di Desa Pelaga.
II. Kajian Teori
II.1 Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata berkelanjutan memiliki berbagai definisi dan yang dirumuskan oleh para
ahli. Beberapa konsep pariwisata berkelajutan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan wisata yang mempertemukan kepentingan pengunjung dan penerima dengan
menjaga kesempatan bagi generasi mendatang untuk dapat pula ikutmenikmati wisata
ini.Untuk itu diperlukan adanya sebuah pengelolaan tertentu atas lingkungan dan sum-
ber daya yang tersedia agar dapat memenuhi kepentingan ekonomi, social dan estetika,
dan tetap menjaga integritas budaya, proses ekologis yang penting, keanekaragaman
hayati dan sistem pendukung kehidupan (WTO, 2002).
b. Pariwisata harus didasarkan pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah pem-
bangunan yang harus di dukung ecara ekologis dalam jangka panjang, dan sekaligus
layak secara ekonomi, adil secara etika dan social terhadap masyarakat (Piagam Pari-
wisata Berkelanjutan di Insula, 1995)
c. Semua bentuk pembangunan, pengelolaan dan aktivitas pariwisata yang memelihara in-
tegritas lingkungan, social, ekonomi, dan kesejahteraan dari sumber daya alam dan bu-
daya yang ada untuk jangka waktu yang lama (Federation of Nature and National
Parks, 1993)
d. Pariwisata yang memperhatikan kemampuan alam untuk regenerasi dan produktivitas
masa datang. Selain itu juga mengenali kontribusi dari masyarakat dan komunitas, adat,
gaya hidup yang berpengaruh pada pengalaman wisatawan serta mengakui bahwa pen-
duduk lokal juga harus menerima hak yang sama dari keuntungan ekonomi yang timbul
dari kegiatan wisata. (Tourism Concern & WWF, 1992)
Selanjutnya berdasarkan definisi tersebut, (Hidayati et al., 2003) dalam bukunya yang
berjudul “Ekowisata: Pembelajaran dari Kalimantan Timur” menyimpulkan bahwa kegiatan
wisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Secara Ekologis Berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata tidak menimbulkan efek
negatif bagi ekosistem setempat. Selai itu, konservasi merupakan kebutuhan yang harus
diupayakan untuk melindungi sumberdaya alam dan lingkungan dari efek negatif
kegiatan wisata.
b. Secara sosial dapat diterima, yaitu mengacu pada kemampuan penduduk lokal untuk
menyerap usaha pariwisata (industri dan wisatawan) tanpa menimbulkan konflik sosial.
c. Secara kebudayaan dapat diterima, yaitu masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan
budaya wisatawan yang berbeda dengan budaya lokal.
d. Secara ekonomi menguntungkan, yaitu keuntungan yang di dapat dari kegiatan pari-
wisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada dasarnya, ide utama dari patiwisata berkelanjutan adalah kelestarian sumber daya
alam dan budaya. Sumber daya baik itu alam maupun budaya menjadi kebutuhan setiap
mahluk hidup guna memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan demikian sumber daya ini harus
dipelihara dan dilestarikan agar tetap dapat digunakan di masa yang akan datang. Kemudian,
dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, sumberdaya dimanfaatkan untuk memberikan
keuntungan yang optimal bagi pemangku kepentingan termasuk keterlibatan/partisipasi
masyarakat lokal dan nilai kepuasan yang optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang
(Damanik & Weber, 2006).
2.2 Ekowisata
Ekowisata merupakan aktivitas kepariwisataan yang menjadikan sumberdaya alam
sebagai sebagai pusat perhatiannya, hal ini yang membedakannya dengan wisata
konvensional (pariwisata missal). Ekowisata merupakan salah satu implementasi dari
pariwisata berkelanjutan. Masyarakat Ekowisata Internasinal mendefinisikan sebagai
perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that
conserves the environment and improves the well-being of local people) (TIES,2000). Panos
dalam (Damanik & Weber, 2006) mendefinisikan ekowisata adalah bentuk industry
pariwisata berbasis lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan
budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan
konservasi alam itu sendiri.
TIES, 2000 mengidentifikasikan beberapa prinsip ekowisata, yakni sebagai berikut:
a. Mengurangi dampak negative berupa kerusakan atau pencemaran lingkungn dan bu-
daya lokal akibat kegiatan wisata.
b. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi
wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya.
c. Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal
melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau kon-
servasi ODTW.
d. Memberikan keuntungn finasial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui
kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
e. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan
menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.
f. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi social, lingkungan dan politik di daerah tujuan
wisata.
g. Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebe-
basan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai
wujud hak asasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam
pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.
Berbeda halnya dengan prinsip di atas, Fennell (1999; 39-41) menyebutkan bahwa
terdapat 6 prinsip dasar ekowisata, yaitu:
a. Meminimalisir dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat lokal
b. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan pada pengunjung maupun penduduk
lokal.
c. Berfungsi sebagai sarana edukasi dan penelitian bagi para akademisi maupun
peneliti.
d. Memberikan dampak positif berupa kontribusi langsung untuk kegiatan konser-
vasi yang melibatkan berbagai stakeholders.
e. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan ekow-
isata.
f. Memberi manfaat ekonomi bagi penduduk lokal di kawasan ekowisata.
Melengkapi prinsip kelima dari Fennel, Steck dan kawan-kawan (1999) dalam
(Damanik & Weber, 2006) mengelompokkan partisipasi masyarakat kedalam tiga bagian
yaitu partisipasi langsung, partisipasi tidak langsung, dan tidak berpartisipasi. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui derajat keterlibatan mereka dalam pengelolaan usaha
pariwisata, seperti disederhakan dalam tabel berikut:
Terkait partisipasi masyarakat, Damanik & Weber (2006, p.106) juga menyebutkan
bahwa partisipasi harus memberdayakan masyarakat untuk menjadi salah satu penentu
tahapan-tahapan proyek ekowisata, namun sekaligus juga membelajarkan mereka untuk
memiliki tanggung jawab maupun komitmen dan berorientasi pada hasil. Dengan demikian
proyek ekowisata dapat bersinergi dengan masyarakat melalui partisipasi aktif.
2.3 Kerangka Konsep
Berdasarkan elaborasi konsep mengenai pariwisata berkelanjutan dan ekowisata,
penulis selanjutnya merumuskan kerangka konsep sebagai berikut. Dengan demikian
pemaparan dalam tulisan ini lebih sistematis.

Skema 1. Kerangka Konsep


Pariwisata Berkelanjutan

Ekonomi Lingkungan Sosial Budaya

Ekowisata Br.Kiadan, Desa


Pelaga

Manfaat Ekonomi: Konservasi Partisipasi Masyarakat:


1. Peluang Pekerjaan Lingkungan 1. Partisipasi Langsung
2. Kesempatan Berusaha 2. Partisipasi Tidak
3. Kesempatan untuk Langsung
memperoleh pelatihan
dan pengembangan
III. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pengamatan penulis di Ekowisata Kiadan, Desa


Pelaga. Penulis sempat melakukan penelitian secara langsung mengenai dampak partisipasi
masyarakat terhadap keberlanjutan Ekowisata Kiadan pada tahun 2014 yang lalu. Lebih
lanjut, untuk memperkuat daya identifikasi pada tulisan ini, penulis menggunakan beberapa
data dari hasil penelitian tersebut serta dilengkapi oleh hasil penelitian empiris yang
dilakukan oleh para penstudi dan pakar-pakar yang telah mengkaji topik penelitian ini.
Selain itu, penulis melakukan penelusuran dokumen yang relevan terkait dengan
implementasi pariwisata berkelanjutan, ekowisata, partisipasi masyarakat, konservasi
lingkungan, dan manfaat ekonomi. Dokumen tersebut diperoleh dari beberapa buku, dan
dilengkapi dengan dokumen yang diunduh melalui google browser, google scholar,
pangkalan data perguruan negeri atau swasata di Indonesia, media online dan website resmi
(bukan Wikipedia, blogspot, ataupun wordpress).
IV. Implementasi Pariwisata Berkelanjutan Melalui Ekowisata di Indonesia
Pembangunan kepariwisataan Indonesia, dilaksanakan secara bekelanjutan untuk
mewujudkan peningkatan kepribadian dan kemampuan masyarakat Indonesia dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memerhatikan tantangan
perkembangan global. Penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan tersebut,
dimaksudkan agar daya tarik wisata yang sedemikian banyak dimiliki Bangsa Indonesia
dapat dikenal, baik oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun masyarakat dunia serta dapat
didayagunakan secara optimal, dengan tetap menjaga keutuhan dan keasliannya, dan
terhindar dari kerusakan. Sebaliknya, dengan adanya penyelenggaraan kepariwisataan
tersebut harus senantiasa ditingkatkan.
Telah kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan
keragaman hayati baik itu flora maupun fauna. Keanekaragaman tersebut merupakan asset
penting yang Indonesia miliki guna menunjang pariwisata yang berkelanjutan di Indosesia.
AA. Gde Raka Dalem, dalam tulisannya yang berjudul “Ecotourism in Indonesia”
menyebutkan bahwa ekowisata merupakan sebuah implementasi dari pariwisata
berkelanjutan di Indonesia. Beliau juga menegaskan bahwa ekowisata dan wisata alam sangat
kondusif untuk meningkatkan pembangunan sebuah kawasan wisata. Namun, hal tersebut
harus memiliki dasar bahwa bentuk-bentuk pariwisata yang didirikan, mampu menjaga
warisan alam dan budaya lokal dengan memperhatikan daya dukung situs wisata.
IV.1 Pariwisata Berkelanjutan dan Filosofi Tri Hita Karana
Terselenggaranya pembangunan pariwisata berkelanjutan ditegakkan oleh tiga pilar
yaitu: keberlanjutan ekonomi, kelestarian ekologi, dan sosial budaya. Terkait ketiga pilar
sebagaimana yang dimaksud tersebut, Bali memiliki landasan filosofis Tri Hita Karana yang
di dalamnya mencakup parahyangan, pawongan, dan palemahan. Pertama adalah
Parahyangan. Filosofi ini merupakan hubungan manusia dengan Tuhan yang
terimplementasikan melalui ritual keagamaan. Hal tersebut digambarkan oleh aktivitas
masyarakat di kawasan ekowisata Pelaga yang mana erat kaitannya pada pilar keberlanjutan
sosial budaya.
Kedua, Pawongan. Filisofi pawongan merupakan hubungan antar manusia dengan
manusia. Penggambaran filosofi ini dapat ditinjau pada pilar keberlanjutan ekonomi yang
mana manusia sebagai mahluk ekonomi memiliki hubungan transaksional dalam kegiatan
ekonomi dengan manusia lainnya. Misalkan saja kegiatan ekonomi yang bersifat simbiosis
mutualisme antara masyarakat lokal dengan wisatawan yang berkunjung ke Ekowisata
Kiadan, Pelaga
Ketiga, Pelemahan diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan lingkungan.
Artinya, palemahan dapat dijadikan landasan untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan
yang memperhatikan aspek lingkungan.
Berdasarkan filosofi di atas, penulis berargumen bahwa prinsip-prinsip pariwisata
berkenlanjutan merupakan implementasi dari konsep Tri Hita Karana yang telah menjadi
pedoman hidup masyarakat di Bali.
IV.2 Ekowisata Kiadan Sebagai Wisata Alternatif di Pelaga
Sejak tahun 2002, Banjar Adat Kiadan-Pelaga telah dicanangkan sebagai proyek
ekowisata di Kabupaten Badung oleh Yayasan Wisnu yang merupakan lembaga swadaya
masyarakat (LSM) di bidang pemberdayaan masyarakat lokal. Pemberdayaan masyarakat
tersebut dimanifestasikan melalui pembentukan Jaringan Ekowisata Desa (JED). Dalam
aktivitasnya JED dilandasi dengan prinsi-prinsip sebagai berikut;
1. JED direncanakan dan dikelola oleh masyarakat di setiap desa.
2. Dana yang dihasilkan melalui kegiatan pariwisata JED mendukung pengembangan
masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan.
3. JED bertujuan untuk memperkuat pengambilan keputusan yang transparan dan
demokratis dan kerjasama dalam dan antara desa-desa.
4. Perjalanan JED dirancang untuk memiliki dampak minimal pada lingkungan
setempat.
5. JED bertujuan untuk memberikan pemahaman lintas budaya dengan memfasilitasi
diskusi antara penduduk setempat dan wisatawan melalui ekowisata.
Dengan bantuan Yayasan Wisnu yang dijalankan oleh JED, kegiatan ekowisata dapat
terlaksana hingga saat ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari I Gede Wiratha selaku
sekretaris pengelola ekowisata, wisatawan yang berkunjung ke Ekowisata Kiadan telah
menunjukkan peningkatan. Informasi tersebut dikuatkan dengan data jumlah kunjungan
wisatawan yang disajikan dalam diagram berikut:

Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Ekowisata Kiadan


Tahun 2007-2013
300
250
200 Jumlah Kunjungan Wisa-
tawan
150
100
50
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Diagram 1.
Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Ekowisata Kiadan Tahun 2007-2013
Diagram di atas menunjukan bahwa secara keseluruhan, jumlah kunjungan wisatawan
ke Ekowisata Kiadan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun, pada tahun-tahun
tertentu mengalami penurunan jumlah pengunjung. Hal tersebut dapat dilihat pada diagram,
yang mana pada tahun 2008, wisatawan yang berkunjung berjumlah 159 orang, namun pada
tahun 2009, wisatawan yang datang hanya 128 orang. Kemudian, hal yang serupa juga terjadi
pada tahun 2013. Jumlah kunjungan wisatawan yang awalnya 256 orang di tahun 2012,
berkurang menjadi 236 orang di tahun 2013.
Ekowisata Kiadan, Pelaga menawarkan atraksi ekowisata berupa trekking. Trekking
adalah kegiatan menyusuri jalan setapak di tengah hutan, kawasan persawahan atau kawasan
perkebunan dengan berjalan kaki. Ekowisata Kiadan-Pelaga menyajikan kebun kopi sebagai
daya tarik utama, sehingga ekowisata Kiadan-Pelaga merancang jalur trekking dengan
memanfaatkan jalan setapak yang melewati kebun kopi. Bahkan, sebagai selingan selama
perjalanan trekking, wisatawan diajak untuk memetik kopi secara langsung. Sehingga,
wisatawan tidak merasa jenuh dengan kegiatan yang hanya berjalan saja tanpa adanya
aktivitas lain.

Gambar1. Aktivitas Trekking di Ekowisata Kiadan


Sumber: google

Selain trekking, ekowisata Kiadan juga menawarkan atraksi lainnya seperti cooking
class yang memanfaatkan bahan baku lokal, menganyam keranjang, dan atraksi lainnya yang
bersifat fleksibel sesuai permintaan wisatawan.
Dengan adanya Ekowisata Kiadan dapat menjadi wisata alternatif bagi para
wisatawan. Sebagaimana yang dikatakan Smith (2001) pariwisata alternatif merupakan suatu
kegiatan kepariwisataan yang tidak merusak lingkungan, berpihak pada ekologi dan
menghindari dari dampak negatif pembangunan pariwisata berskala besar. Berdasarkan
definisi tersebut, penulis berpendapat bahwa ekowisata ini merupakan salah satu wisata
alternatif di Badung Utara khususnya di Desa Pelaga.
4.2.1 Implementasi Partisipasi Masyarakat
Adanya keterlibatan masyarakat lokal sangatlah penting dalam pelaksanaan,
pengelolaan, dan pengembangan proyek ekowisata karena hal ini merupakan salah satu
prinsip dasar ekowisata. Telah dipaparkan pada sub-bab sebelumnya bahwa partisipasi
masyarakat dibedakan kedalam tiga jenis yaitu partisipasi langsung, partisipasi tidak
langsung dan tidak berpartisipasi. Demikian juga dengan kondisi di Ekowisata Kiadan ini,
masyarakatnya tersebar di dalam tiga ketegori tersebut. Namun, dalam tulisan ini, penulis
akan membahas mengenai partisipasi masyarakat secara langsung dan partisipasi tidak
langsung saja. Penulis berpendapat bahwa keterlibatan masyarakat baik melalui partisipasi
langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap manfaat ekonomi yang diperoleh
masyarakat. Begitupun sebaliknya dengan masyarakat yang tidak berpartisipasi.
Dalam pengelolaannya, Ekowisata Kiadan, Desa Pelaga ini melibatkan masyarakat
lokal sebanyak 48 orang yang terdiri dari 6 koki, 2 pemandu wisata (tour guide), dan 40
orang karyawan jasa akomodasi (home stay). Selanjutnya masyarakat ini tergolong dalam
masyarakat yang berpartisipasi langsung.
Selanjutnya, masyarakat yang terlibat secara tidak langsung meliputi penyediaan
bahan pangan yang dibeli dari masyarakat setempat, pembangunan dan perbaikan kerusakan
fasilitas ekowisata dengan pemanfaatan jasa masyarakat lokal, dan penyediaan bahan
bangunan yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas ekowisata juga dibeli dari masyarakat
setempat. Namun, tidak diketahui pasti berapa jumlah masyarakat yang berpartisipasi secara
tidak langsung tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, maka pelaksanaan proyek Ekowisata Kiadan, Desa Pelaga
ini telah memenuhi salah satu prinsip ekowisata yaitu mengoptimalkan partisipasi masyarakat
lokal dalam pengelolaan kawasan ekowisata.
4.2.2 Konservasi Lingkungan
Konservasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk dapat melestarikan lingkungan
alam. Akan tetapi, seiring dengan upaya tersebut, masyarakat masih dapat
memananfaatkannya untuk kepentingan ekonomi. Namun, harus tetap mempertahankan
keberadaan setiap komponen-konponen lingkungan dalam pemanfaatannya baik saat ini
maupun di masa yang akan datang. Sumber daya lahan merupakan salah satu komponen
dasar kehidupan manusia khususnya masyarakat Banjar Kiadan yang sebagian besar
bermatapencaharian sebagai petani. Dengan struktur mata pencaharian tersebut maka
dibutuhkan optimalisasi pemanfaatan lahan di sektor pertanian sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya kesejahteraan petani (Rai & Adnyana,
2011).
Adanya aktivitas ekowisata di Br.Kiadan, mampu mengubah struktur pertanian di
kawasan ini. Sebelumnya, para petani memanfaatkan lahan mereka untuk ditanami palawija.
Namun, dengan adanya ekowisata para petani melakukan pemanfaatan lahan melalui
penanaman berupa tanaman jangka panjang seperti kopi dan vanili. Bagi penulis,
pemanfaatan tersebut merupakan bagian dari konservasi lingkungan dan upaya untuk
memenuhi aktivitas Ekowisata Kiadan. Dalam hal ini, terkait dengan diversifikasi produk
selain aktivitas wisata yang lain.
4.2.3 Manfaat Ekonomi
Keterlibatan masyarakat lokal melalui partisipasinya dalam pengelolaan kawasan
ekowisata, tentunya diharapkan mampu memberikan manfaat dalam perekonomian
masyarakat. Manfaat ekonomi yang dimaksud adalah adanya peluang pekerjaan, kesempatan
berusaha dan kesempatan untuk memperoleh pelatihan serta pengembangan bagi masyarakat
lokal. Terkait hal tersebut, (Manutami, 2015) menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat
terbukti mempengaruhi manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat lokal yang berada di
kawasan Ekowisata Kiadan, Desa Pelaga. Hal ini berarti bahwa partisipai masyarakat mampu
meningkatkan manfaat ekonomi yang diperolehnya. Selain itu, (Manutami, 2015) juga
menyatakan bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat lokal di kawasan ini, lebih
dominan terefleksikan pada indikator kesempatan untuk berusaha daripada peluang bekerja.
Menanggapi hal tersebut, penulis mengamati bahwa keberadaan ekowisata telah
mampu membantu mensejahterakan masyarakat lokal. Pertanian yang awalnya berfungsi
standard (lahan garapan), kini memiliki nilai jual yang lebih baik (value added) dan tentunya
tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Demikian juga dengan hasil pertanian,
masyarakat setempat punya kesempatan untuk mendistribusikan hasil pertanian mereka
sebagai pemenuhan kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke Ekowisata Kiadan seperti,
Tidak hanya sektor pertanian yang manfaatnya dapat dirasakan masyarakat setempat.
Dengan adanya aktivitas ekowisata ini, masyarakat memiliki kesempatan dalam menyediakan
sarana akomodasi. Wisatawan yang datang ke tempat ini menginap di rumah-rumah
penduduk yang telah di sesuaikan dengan standar kebutuhan wisatawan.
DAFTAR PUSTAKA

Damanik, J. & Weber, H.F., 2006. Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Damanik, J. & Weber, F.H., 2006. Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi.
Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET (Penerbit ANDI).
Hidayati, D., Mujiyani, Rachmawati, L. & Zaelani, A., 2003. Ekowisata : Pembelajaran dari
Kalimantan Timur. Jakarta: CV Muliasari.
Manutami, N.P.T., 2015. Model Struktural Untuk Mengkaji Pengaruh Partisipasi
Masyarakat Terhadap Keberlanjutan Ekowisata. Skripsi. 2015: Universitas Udayana.
Marhaeni, K.E., 2013. Dampak Pariwisata Terhadap Aktivitas Ekonomi MAsyarakat Bali
(Perspektif: Ketimpangan Ditribusi Hasil Pariwisata). Jurnal Bisnis dan Kewirausa-
haan, 9.
Rai, I.N. & Adnyana, G.M., 2011. Persaingan Pemanfaatan Lahan dan Air: Perspektif Ke-
berlanjutan Pertanian dan Kelestarian Lingkungan. Denpasar: Udayana University
Press.
http://www.jed.or.id/about-jed.htm/ diakses pada 1 Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai