Anda di halaman 1dari 3

Ketika membangun Ka’bah bersama putranya, Nabi Ismail, Nabi Ibrahim

berdoa sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 129:

    


   
    
   
Yang Artinya: “Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau,
dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-
Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah/2: 129)

Dua ribu tahun kemudian, Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim.


Allah mengutus Nabi Muhammad untuk mengemban tugas pendidikan
sebagaimana menjadi harapan Nabi Ibrahim.

    


   
  
     
Yang artinya: “Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah/2: 151).

Ayat ini dipertegas lagi dalam surah Ali ‘Imran ayat 164 dan al-Jum’ah
ayat 2, dan jika dicermati, ketiga ayat ini mengungkap tiga pola pendidikan: (1)
tilawah, membacakan ayat-ayat Allah; (2) tazkiyah, menyucikan diri; dan (3)
ta’lim, belajar-mengajar.
Tilawah, kata tala-yatlu memiliki makna asal mengikuti (tabi’a), akar
katanya tuluwwun atau tilwun, baik mengikuti gerakan maupun mengikuti
petunjuk yang diberikan. Kata ini kemudian digunakan untuk makna
membaca dan juga meresapi makna (tadabbur al-ma’na) dari sebuah bacaan,
dengan akar kata al-tilawah (al-Asfahani: 75). Jadi, kata tilawah menyiratkan
dua hal: (1) membaca atau memahami sesuatu atau suatu fenomena; (2) dan
berbuat sesuatu sesuai dengan hasil pemahaman itu.
Ada beberapa makna yatlu dalam beberapa ayat berikut: membaca (QS.
Al-Kahfi: 27); mengiringi (QS. Al-Syams/91: 1-2); mengikuti dengan sungguh-
sungguh (QS. Al-Baqarah/2: 121); menurunkan/menceritakan (QS. Ali-Imran;
58); mengabarkan (QS. Al-Baqarah: 102). Rangkaian ayat tersebut
menyiratkan bahwa tilawah adalah mengasah kemampuan anak didik untuk
membaca secara mandiri dengan teliti dan sungguh-sungguh tentang ayat-
ayat Allah, termasuk fenomena alam dan sosial.
Dengan tilawah, kita akan memiliki keterampilan mempersepsi,
berkarya dan berkomunikasi. Intinya adalah pengembangan keterampilan
atau kecakapan hidup.
Tazkiyah. Kata zakka, yuzakki, dan tazkiyyah makna asalnya adalah
memangkas tanaman untuk membuang apa-apa yang membahayakan
pertumbuhan tanaman tersebut (Anshari, 2012). Jadi, secara harfiah kata
tersebut mencakup dua makna: (1) membersihkan dan menyucikan dari
segala kotoran; (2) menumbuhkan dan mengembangkan menuju puncak
kesempurnaan. Ketika diterapkan kepada kepribadian manusia, kata ini
berarti memeriksa diri dari kecenderungan negatif dan keyakinan yang keliru
dan mengubahnya ke jalan kebajikan serta mengembangkannya untuk
mencapai kesempurnaan hidup. Dengan tazkiyah, kita menyucikan jiwa dari
karakter negatif dan menumbuhkan karakter positif. Intinya adalah
pembentukan sikap, baik sikap spiritual maupun sikap sosial.
Ta’lim. Kata ‘allama, yu’allimu dan ta’lim artinya mengajarkan atau
memberitahukan sesuatu kepada seseorang yang belum tahu. Bagi seorang
ulama klasik, Imam al-Asfahani, ta’lim adalah pemberitahuan yang dilakukan
secara berulang-ulang dan sering sehingga berbekas pada diri peserta didik.
Sedangkan bagi seorang ulama modern, Muhammad Rasyid Ridha, ta’lim
adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa
batasan dan ketentuan tertentu. Dengan ta’lim ada proses belajar mengajar
tentang apa yang terkandung al-kitab, hikmah dan apa saja yang belum kita
ketahui. Intinya adalah penguasaan kompetensi pengetahuan.
Berdasarkan hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada trilogy
pembelajaran dalam Al-Quran yang mencakup tiga domain: bila tilawah
merupakan domain indrawi (memberikan bekal peserta didik kemampuan
membaca ayat-ayat Allah, termasuk fenomena alam dan sosial yang kasat
mata), tazkiyah adalah domain hati nurani (kepekaan akan nilai-nilai
kebaikan, kebenaran dan kemuliaan), maka ta’lim merupakan domain rasio
(kemampuan melihat sebab akibat yang bersifat fisik atau nonfisik dengan
menumbuhkan logika berpikir berdasarkan kaidah keilmuan).
Bila proses tilawah dipadukan dengan ta’lim akan melahirkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kata ilmu disebut sebanyak 854 kali dalam Al-
Quran, lawan dari zhann yang berarti sangkaan. Berasal dari bahasa Arab,
‘ilm bermakna kejelasan. Seluruh akar kata ‘ilm, seperti ‘alam, ‘ulmah, a’lam,
‘alamah, merupakan penjelas bagi apa yang ditunjuknya. Secara istilah, ‘ilm
berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Al-Qur’an tidak sekadar menyatakan secara umum bahwa ilmu
pengetahuan itu penting. Al-Qur’an menunjukkan metode untuk meraih ilmu
pengetahuan. Di sini akan tampak betapa tilawah dan ta’lim perlu dipadukan.
Pertama, Al-Qur’an mendorong pembaca untuk mengapresiasi pentingnya
observasi:

    


Yang artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia
diciptakan?” (QS. Ath-Thaariq/86: 5)

Dan,

     


     
     
   
Yang artinya: “Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana
Dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-
Ghasyiyah/88: 17-20)

Kedua, Al-Qur’an menekankan pentingnya pengukuran dan


penghitungan: Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran (QS. Al-Qamar/54: 49); Dan kami tidak menurunkannya melainkan
dengan ukuran tertentu (QS. Al-Hijr/15: 21); dan Dialah yang menjadikan
matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya tahapan-tahapan
bagi perjalanan bulan itu supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan
perhitungan waktu (QS. Yunus/10: 5).
Ketiga, setelah pengamatan, pengukuran dan penghitungan telah
dilakukan

Anda mungkin juga menyukai