OLEH :
Dosen Pengampu
Mahfuzhah Deswita Puteri, M.Keb
PROGRAM STUDI
SARJANA KEBIDANAN DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2022
HUBUNGAN PIJAT OKSITOKSIN PADA IBU NIFAS TERHADAP
PENGELUARAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJA BASA
INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015
A. PENDAHULUAN
Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah bagi bayi dengan
kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan optimal . Oleh karena itu
Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) merekomendasikan agar setiap bayi
baru lahir mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan,namun pada
sebagian ibu tidak memberikan ASI eksklusif karena alasan ASInya tidak
keluar atau hanya keluar sedikit sehingga tidak memenuhi kebutuhan
bayinya.
Penurunan produksi ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan dapat
disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon oksitosin dan prolaktin
yang sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI, sehingga
menyebabkan ASI tidak segera keluar setelah melahirkan, bayi kesulitan
dalam menghisap, keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang.
Penurunan pencapaian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain produksi ASI berkurang yang disebabkan oleh hormon dan
persepsi ibu tentang ASI yang tidak cukup. Faktor produksi dan
pengeluaran ASI dalam tubuh dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu
prolaktin dan oksitosin. Untuk mengatasi masalah pengeluaran ASI yang
disebabkan oleh menurunnya stimulasi hormon oksitosin yaitu dengan
menyusui dini dijam-jam pertama karena semakin puting sering dihisap
oleh mulut bayi, hormon yang dihasilkan semakin banyak, sehingga susu
yang keluarpun banyak. Selain itu bisa juga dilakukan pijat oksitosin.
Tindakan tersebut dapat membantu memaksimalkan produksi oksitosin,
reseptor prolaktin dan meminimalkan efek samping dari tertundanya
proses menyusui oleh bayi.
Pengeluaran ASI merupakan suatu proses pelepasan hormon oksitosin
untuk mengalirkan air susu yang sudah diproduksi melalui saluran dalam
payudara. Pada sebagian ibu pengeluaran ASI bisa terjadi dari masa
kehamilan dan sebagian terjadi setelah persalinan. Permasalahan
pengeluaran ASI dini ini memberikan dampak buruk untuk kehidupan
bayi. Padahal justru nilai gizi ASI tertinggi ada di hari-hari pertama
kehidupan bayi, yakni kolostrum. Penggunaan susu formula merupakan
alternatif yang dianggap paling tepat untuk mengganti ASI penurunan
produksi ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan dapat disebabkan
kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat
berperan dalam kelancaran produksi ASI.
Usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin pada ibu setelah
melahirkan selain dengan memeras ASI bisa dilakukan dengan melakukan
perawatan atau pemijatan payudara, membersihkan puting, sering-sering
menyusui bayi meskipun ASI belum keluar, menyusui dini dan teratur
serta pijatan oksitosin. Pada sebagian ibu mungkin saja terjadi kesulitan
pengeluaran ASI, namun lebih banyak ibu yang terpengaruh mitos
sehingga ibu tidak yakin bisa memberikan ASI pada bayinya. Perasaan ibu
yang tidak yakin bisa memberikan ASI pada bayinya akan menyebabkan
penurunan hormon oksitosin sehingga ASI tidak dapat keluar segera
setelah melahirkan dan akhirnya ibu memutuskan untuk memberikan susu
formula pada bayinya.
Alasan mengambil jurnal ini untuk analisis dengan format PICOT adalah
ketertarikan dalam menelaah jurnal terkait berbagai macam cara untuk
pengeluaran ASI lebih cepat salah satu caranya adalah pijat oksitoksin.
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen, dengan desain The one shot
case study, yang mana peneliti hanya melakukan satu kali perlakuan
intervensi kepada responden yang diperkirakan sudah mempunyai
pengaruh dan hasil. Analisa tersebut dilakukan untuk mendapatkan
perbedaan pengaruh antara sekelompok responden yang diberikan
intervensi berupa pijat oksitoksin dengan sekelompok yang tidak diberikan
pijat oksitoksin.
ANALISIS DENGAN FORMAT “PICOT”
OLEH :
Dosen Pengampu
Mahfuzhah Deswita Puteri, M.Keb
PROGRAM STUDI
SARJANA KEBIDANAN DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2022
PENGALAMAN IBU NIFAS TERHADAP BUDAYA DALAM
PERAWATAN MASA NIFAS
A. PENDAHULUAN
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator
kesehatan reproduksi dimana di Indonesia masih tinggi dibandingkan
dengan negara lain. Penelitian sebelumnya diketahui bahwa faktor budaya
dan sosial demografi berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu
dan bayi (Suryawati, 2017). Menyusui merupakan suatu proses alamiah,
namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan
menyusui lebih dini. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu yang tidak
menyusui anaknya, diantaranya ibu tidak memproduksi ASI yang cukup.
Masih banyak ibu menyusui yang melakukan pantangan makanan tertentu
karena masih kuatnya tradisi tersebut di masyarakat. Hal tersebut yang
menyebabkan ASI tidak berkualitas dan memenuhi kebutuhan bayi
terutama dalam 6 bulan pertama (Yuliani, 2011). Kepercayaan dan
keyakinan budaya terhadap perawatan ibu post partum, masih banyak
dijumpai dilingkungan masyarakat. Mereka meyakini budaya perawatan
ibu setelah melahirkan dapat memberikan dampak yang positif dan
menguntungkan bagi mereka. Hal ini terbukti dari penelitian yang
dilakukan oleh Andhra Pradesh pada 100 orang ibu post partum di daerah
Tirupati. Dari hasil penelitiannya didapatkan banyak kepercayaan dan
keyakinan budaya perawatan ibu post partum, di antaranya pembatasan
asupan cairan, makanan dibatasi dan hanya boleh makan sayur-sayuran,
tidak boleh mandi, diet makanan, tidak boleh keluar rumah, menggunakan
alas kaki, menggunakan gurita,tidak boleh tidur siang hari bahkan mereka
meyakini kolostrum tidak baik untuk anak (Rahayu, Mudatsir, &
Hasballah, 2017).
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda
bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa
memberikan dampak positif maupun negatif. Hubungan antara budaya dan
kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu
masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan
tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam
segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting
bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi
juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit
dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut
hubungannya dengan kesehatan (Iqbal, Nurul, & Iga, 2012).
B. METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Penelitian disajikan dalam bentuk deskripsif naratif. Analisa
kualitatif ini dilakukan untuk mengeksplor lebih dalam dampak dari
pengaruh budaya terhadap perawatan masa nifas.
ANALISIS DENGAN FORMAT “PICOT”