C. Karakteristik Budaya
Karakteristik secara etimologis berasal dari bahasa Inggris, yaitu berasal dari
kata character. Arti character sendiri adalah watak, sifat, dan peran. Karakter bisa
diartikan sebagai suatu sifat ataupun cirri-ciri yang khusus (yang membedakannya
dengan yang lain). Characteristic adalah sifat yang khas, yaitu sebuah keistimewaan
atau ciri kahas yang membantu dalam mengenal seseuatu, memisahkannya dengan yang
lain, atau mendeskripsikan secara jelas dan nyata; sebuah tanda yang berbeda.
Pengertian kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar.Kebudayaan bisa dikatakan sebagai suatu sistem dalam masyarakat
dimana terjadi interaksi antar individu/kelompok dengan idnividu/kelompok lain
sehingga menimbulkan suatu pola tertentu, kemudian menjadi sebuah kesepakatan
bersama (baik langsung ataupun tidak langsung).
Implikasi Karakteristik Kebudayaan
Karakteristik Kebudayaan adalah sesuatu yang dapat dipelajari, dapat ditukar
dan dapat berubah, itu terjadi ‘hanya jika’ ada jaringan interaksi antarmanusia dalam
bentuk komunikasi antarpribadi maupun antarkelompok budaya yang terus menerus.
Dalam hal ini, seperti yang dikatakan oleh Edward T. Hall, budaya adalah komunikasi;
komunikasi adalah budaya. Jika kebudayaan diartikan sebagai sebuah kompleksitas
total dari seluruh pikiran, perasaan, dan perbuatan manusia, maka untuk
mendapatkannya dibutuhkan sebuah usaha yang selalu berurusan dengan orang lain.
Disini Edward T. Hall menegaskan bahwa hanya manusialah yang memiliki
kebudayaan, sedengakan biantang tidak.Karaktersitik dari kebudayaan membentuk
perilaku –perilaku komunikasi yang khusus, yang tampil dalam konsep subkultur.
Subkultur adalah kebudayaan yang hanya berlaku bagi anggota sebuah komunitas
dalam satu kebudayaan makro. Sebagai contoh para homosex atau lesbi mempunyai
kebudayaan khsus, apakah itu dari segi pakaian, makanan, istilah, atau bahasa yang
digunakan sehari-hari.
Dalam mempelajari kebudayaan tedapat beberapa pendekatan: materi,
behaviorisme, dan ideasional. Pendekatan materi yakni memandang kebudayaan
sebagai materi: pada produk yang dihasilkan sehingga bisa diobservasi. Pendekatan
behavirosime kebudayaan dipandang sebagai suatu pola tindakan dan perilaku atau
sebagai suatu sistem adaptif. Sedangakan pada pendekatan ideasional kebudayaan
dipandang sebagai suatu ide, yaitu keseluruhan pengetahuan yang memungkinkan
prosuk dan perilaku ditampakkan.
Dalam memahami kebudayaan kita harus mengacu pada sejumlah karakteristik
kebudayaan, antara lain adalah bahwa kebudayaan itu dimiliki bersama, diperoleh
melalui belajar, bersifat simbolis, bersifat adaptif dan maladapti, bersifat relatif dan
universal.
Adapun karakteristik budaya itu sendiri antara lain adalah :
1. Kebudayaan itu bisa di pelajari.
Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara
belajar. Dia tidak diturunkan secara biologis atau pewarisan melalui unsur
genetis. Hal ini perlu ditegaskan untuk membedakan perilaku manusia yang
digerakan oleh kebudayaan dengan perilaku mahluk lain yang tingkahlakunya
digerakan oleh insting. Sebaliknya kelakuan yang didorong oleh insting tidak
dipelajari. Semut yang dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan memiliki
kebudayaan, walaupun mereka mempunyai tingkahlaku yang teratur. Mereka
membagi pekerjaannya, membuat sarang dan mempunyai pasukan penyerbu
yang semuanya dilakukan tanpa pernah diajari atau tanpa pernah meniru dari
semut yang lain. Pola kelakuan seperti ini diwarisi secara genetis. Sehubungan
dengan itu, proporsi dari kelakuannya manusia yang di peroleh melalui proses
belajar relatif lebih tinggi dibandingkan dengan binatang-binatang lain.
Manusia mempunyai masa kanak-kanak yang paling panjang dari semua
makhluk hidup. Mengenai jumlah dan rumitnya pola-pola kelakukan yang di
pelajari dan diteruskannya kepada anaknya dengan cara yang unik untuk
meneruskannya kebudayaan yaitu melalui bahasa.
Agar komunikasi dengan anak tidak terputus perlu kiranya orang tua memahami
cara berkomunikasi yang efektif, antara lain:
1. Membuka pintu, yaitu ungkapan orang tua yang memungkinkan anak untuk
membicarakan lebih banyak, mendorong anak untuk mendekat dan
mencurahkan isi hatinya. Dan yang penting menumbuhkan pada anak rasa
diterima dan dihargai
2. Responsive
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui
adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera
menanyakan tentang perubahan tersebut, misalnya dengan mengajukan
pertanyaan, “apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini? Apa yang bisa saya
bantu?”. Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu permintaan bantuan
dari klien.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang diinginkan. Ketika klien mengunggkapkan pertanyaan-
pertaanyaan di luar materi yang diinginkan, maka perawat hendaknya
mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugan kesehatan.
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis
secara terhadap menyebabkan emosi klien relatif menjadi labil. Perubahan ini
perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan
mengiyakan, senyum dan mengangguk kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai selama lansia berbicara.
Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia
tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan
klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuan.
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancer. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu
dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima dan
dipersepsikan sama oleh klien.