BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Gambaran
Umum Standar Operasional Prosedur (SOP)
2.2.1 Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP)
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang berkaitan dengan
prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja
dengan biaya yang serendah-rendahnya. SOP biasanya terdiri dari manfaat, kapan
dibuat atau direvisi, metode penulisan prosedur, serta dilengkapi oleh bagan
flowchart
di bagian akhir (Laksmi, 2008:52).
Pengertian Standar Operasional dan Prosedur menurut Oxford Dictionary
dibagi ke dalam tiga kata yatu Standar, Operasional dan Prosedur. Standar adalah
sesuatu yang digunakan sebagai ukuran, norma, atau model dalam evaluasi
komparatif. Sedangkan operasional adalah mengontrol fungsi (mesin, proses, atau
sistem) dan prosedur adalah cara yang tersusun atau resmi untuk melakukan
sesuatu pekerjaanPengertian Standar Operasional dan Prosedur menurut Oxford
Dictionary dibagi ke dalam tiga kata yatu Standar, Operasional dan Prosedur.
Standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai ukuran, norma, atau model dalam
evaluasi komparatif. Sedangkan operasional adalah mengontrol fungsi (mesin,
proses, atau sistem) dan prosedur adalah cara yang tersusun atau resmi untuk
melakukan sesuatu pekerjaan.
2.2.2 Tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tujuan Standar Operasional Prosedur yaitu :
a. Menjadi pedoman dalam melakukan suatu pekerjaan baik untuk pengelola
maupun pengguna dalam rangka menjaga kedisiplinan dalam bekerja.
b. Untuk menghindari adanya kesalahan prosedur dalam melakukan suatu
pekerjaan, meminimalisir keraguan dan pemborosan dalam proses
pelaksanaan pekerjaan.
c. Sebagai suatu parameter untuk menilai mutu pelaksanaan prosedur suatu
pekerjaan yang telah dilaksanakan.
d. Menjadi dasar hukum yang dapat digunakan oleh seluruh pihak demi
kebaikan bersama.
2.2.3 Manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP)
Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu ketentuan tertulis
mengenai hal-hal yang harus dilakukan dalam suatu pekerjaan. SOP
mencakup tata cara, waktu, tempat, dan pihak yang berwenang untuk
mengerjakannya. SOP memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai berikut:
a. SOP dapat menjaga konsistensi proses operasional bagi pekerja maupun
pengguna bangunan yang memenuhi standar.
b. Menjadi sumber referensi bagi pekerja atau pengelola bangunan yang baru
dalam melakukan suatu pekerjaan.
c. Dapat mengurangi tingkat kesalahan, kelalaian, baik kerugian yang dapat
terjadi karena seuluruh proses operasional dalam pekerjaan akan selalu dalam
tinjauan dan suatu saat dapat diperbaharui mengikuti perkembangan standar
yang digunakan.
d. Meningkatkan efisiensi pekerjaan dan menjadi pengontrol kualitas terhadap
suatu pekerjaan
2.3. Pengertian Kualitas Pada Struktur Beton
Pada proyek konstruksi, tidak semua pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar
sesuai dengan rencana dan perhitungan yang telah dibuat. Dalam pelaksanaannya
dibutuhkan kerjasama yang baik antara perencana, pengawas, dan pelaksana.
Apabila kerjasama tidak berjalan dengan baik, maka akan berdampak buruk pada
proyek konstruksi tersebut. Dampak yang akan terjadi adalah kualitas konstruksi
yang buruk dan bahkan dapat menyebabkan kegagalan konstruksi.
Kualitas atau mutu memiliki pengertian sifat dan karakteristik produk atau
jasa yang membuat suatu produk tersebut memenuhi kebutuhan pengguna jasa
konstruksi. Definisi lain dari mutu yang berkorelasi dengan pekerjaan konstruksi
yaitu Fitness For Use, yang berarti seperti yang diuraikan diatas, dan juga
memperhatikan masalah ketersediaan produk konstruksi, keandalan konstruksi,
dam masalah pemeliharaan konstruksi. Setelah memahami definisi kualitas, maka
perlu dilakukan pengelolaan mutu yaitu salah satunya dengan cara memeriksa
keandalan mutu suatu konstruksi secara berkala. Cara memeriksa mutu suatu
bangunan
yaitu dapat dilakukan secara visual maupun dengan melakukan
pengujian.
Kualitas dapat diminamilisir dengan perawatan dan pemeliharaan secara
berkala pada sebuah konstruksi dimulai dari masa setelah pembangunan tersebut
selesai. Kegiatan perawatan dan pemeliharaan berguna untuk mengetahui
dibagian atau komponen manakah yang terdapat Kualitas. Hal tersebut
memudahkan proses perawatan dan bahkan perbaikan suatu komponen konstruksi
tersebut.
2.4. Macam-Macam Kerusakan Beton
Cacat-cacat pada beton dapat mempengaruhi integritas beton dan
mempengaruhi tampilan permukaan beton. Terdapat beberapa macam cacat
beton yang terjadi di proyek The Ayoma Apartment. Berikut macam macam cacat
beton yang terjadi beserta penguraiannya:
2.4.1 Honeycomb (Keropos seperti sarang lebah)
Honeycomb adalah lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton.
dapat dilihat pada Gambar 2.1. Honeycomb terbentuk ketika mortar gagal untuk
mengisi rongga anara partikel kasar agregat. Kerusakan honeycomb
mengakibatkan kerusakan struktural maupun non struktural tergantung lokasi dan
luasnya honeycomb. (Concrete Construction, 2000).
Terdapat beberapa penyebab terjadinya honeycomb (keropos seperti sarang
lebah) pada beton, antara lain:
a. Slump beton yang terlalu rendah
Pada dasarnya, slump test merupakan salah satu jenis pengetesan pada beton
untuk mengetahui workability beton segar sebelum diterima dan diaplikasikan
dalam pekerjaan pengecoran. Slump beton yang terlalu rendah menjadi pertanda
bahwa beton memiliki kelecakan dan konsistensi yang kurang, workability beton
kurang,
sehingga menjadikan beton tidak mudah masuk ke sela-sela celah
tulangan yang kecil. Workability beton segar pada umumnya diasosiasikan
dengan:
Homogenitas atas kerataan campuran adukan beton segar (homogenity)
Kelekatan adukan pasta semen (cohesiveness)
Kemampuan alir beton segar (flowability)
Kemampuan beton segar mempertahankan kerataan dan kelekatan jika
dipindah dengan alat angkut (mobility)
Mengindikasikan kondisi plastis pada beton (plasticity)
b. Segregasi
Menurut SNI 03-3967-1995, definisi segregasi adalah peristiwa terpisahnya
antara pasta semen dan agregat dalam suatu adukan, seperti pada Gambar 2.2.
Beberapa
faktor yang mempengaruhi segregasi:
1) Tingginya berat jenis agregat kasar.
Menurut SNI 03-2847-2002, agregat kasar merupakan agregat yang
mempunyai ukuran butir antara 5,00 mm sampai 40 mm. Besar butir agregat
kasar maksimum tidak boleh lebih daripada 1/5 jarak terkecil antara bidang-
bidang samping cetakan, 1/3 dari tebal atau ¾ dari jarak bersih minimum antara
tulangan-tulangan atau kawat-kawat, bundel tulangan, atau tendon-tendon
prategang.
2) Kurangnya semen pada campuran beton.
Semen pada beton berfungsi sebagai perekat antar elemen beton. Semen
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan beton, maka dari itu
volume semen pada campuran beton haruslah diperhitungkan dengan tepat.
3) Rasio air / semen.
Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton,
peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu
campuran beton (SNI tahun 2002). Air berfungsi untuk melangsungkan proses
hidrasi dengan semen, sebagai pelumas atau workability. Volume air pada
campuran beton sangat berpengaruh pada kualitas beton nantinya, maka pada
saat mendesain campuran beton, haruslah dihitung perbandingan semen, air dan
pasirnya dengan tepat.
4) Cara pengolahan yang tidak memenuhi syarat.
Pengolahan beton pada suatu proyek konstruksi harus dillakukan secara tepat
agar didapatkan hasil beton yang berkualitas. Beton yang diolah dengan
tidak/kurang tepat seperti pencampuran dan pengadukan beton yang kurang baik,
pengangkutan atau pemindahan beton yang tidak benar atau jarak yang terlalu
jauh, tidak memperhatikan tinggi jatuh beton pada saat penuangan beton, proses
pemadatan yang kurang baik, serta perawatan pada beon yang kurang baik, akan
menghasilkan beton yang kurang baik.
c. Jarak antar tulangan yang terlalu dekat
Batasan spasi atau jarak antar tulangan telah diatur sebagaimana pada SNI 03-
2847-2002, antara lain:
1) Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang saman, tidak boleh
kurang dari db (diameter nominal batang tulangan, kawat, atau strand
prategang, dengan satuan mm) ataupun 25 mm.
2) Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan
pada lapis atas harus diletakkan tepat di atas tulangan di bawahnya dengan
spasi bersih antar lapisan tidak kurang dari 25 mm.
3) Pembatasan jarak bersih antar batang tulangan ini juga berlaku untuk jarak
bersih antara suatu sambungan lewatan dengan sambungan lewatan lainnya
atau dengan batang tulangan yang berdekatan.
Berdasarkan ketentuan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa jarak antar
tulangan tidak boleh terlalu dekat, karena dapat mempersulit agregat kasar
maupun agregat kecil pada saat pengecoran.
e. Pelaksanaan penuangan beton yang tidak tepat
Campuran beton yang dituangkan pada proses pengecoran, harus jatuh di
tengah media yang akan dicor. Cara penuangan pada Gambar 2.4 point b dan c
dapat mencegah terjadinya segregasi.
karena
terlalu kecil. Untuk melihat lebar dari retak mikro, biasanya digunakan
alat Crack Microscope yang lebarnya bervariasi antara 0,125-1 mm. Retak mikro
apabila dibebani akan menjadi retak yang lebih besar. Lebar retak maksimum
yang diijinkan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Lebar Retak Maksimum yang Diizinkan
Sebenarnya setiap beton yang dibuat untuk suatu pembangunan pasti akan
mengalami suatu retakan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh beton secara langsung
sehingga keretakan pada beton tidak dapat dihindarkan. Berikut beberapa faktor
penyebab keretakan pada beton:
a. Suhu
Pada saat beton sedang mengalami proses perkerasan, suhu yang tidak stabil
akan menyebabkan kerusakan pada beton. Suhu yang timbul akibat reaksi dari air
dengan semen akan terus meningkat pada saat campuran beton mengalami proses
perkerasan, sehingga pada saat suhu sedang meningkat dan kondisi beton sudah
mengeras, sering timbulkeretakan pada permukaan beton.
b. Sifat beton itu sendiri
Pada saat beton sedang dalam proses pengerasan, beton akan mengalami
pengurangan volume dari volume awal. Hal ini disebabkan air yang terkandung
pada beton mengalami penguapan, yang berakibat berkurangnya volume dari beton,
dengan kata lain terjadi penysutan pada beton yang sedang mengalami proses
pengerasan.
c. Proses pembuatan yang kurang baik
Proses pembuatan beton yang kurang baik, seringkali menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya retak pada beton. Misalnya pada saat beton sedang dalam
proses pengerasan dimana beton banyak mengeluarkan air, perlu adanya perawatan
pada beton agar pengeluaran air dari campuran beton tidak berlebihan. Apabila
terjadi pengeluaran air yang berlebihan pada campuran beton, maka akan
mengakibatkan terjadinya retakan pada beton.
d. Lingkungan
Lingkungan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada saat beton sudah
selesai dicor, dimana beton akan mengalami kontak langsung dengan lingkungan.
Pengaruh
lingkungan yang menyebabkan beton retak diantaranya adalah air hujan
dan suhu yang tinggi. Air hujan yang mengenai permukaan beton, akan masuk ke
dalam beton yang kemudian mencapai tulangan, dimana hal tersebut dapat
menyebabkan baja tulangan menjadi korosi, sehingga beton akan mengalami
keretakan. Beton yang akan mengalami pengaruh lingkungan seperti yang diberikan
pada Tabel 2.3 harus memenuhi rasio air-semen dan persyaratan kuat tekan
karakteristik beton yang ditetapkan pada tabel tersebut. Suhu yang tinggi dari
lingkungan pada saat proses pengerasan pada beton, akan meningkatkan suhu.panas
hidrasi pada semen. Hal tersebut juga dapat mengakibatkan terjadinya retakan pada
beton.
Tabel 2.3 Persyaratan Untuk Pengaruh Lingkungan Khusus
menerima
beban berlebih dimana beban tersebut melebihi beban yang telah
direncanakan, maka akan sangat mungkin beton tersebut mengalami keretakan.
Secara umum ada dua jenis retak pada beton yaitu retak struktur dan retak
nonstruktur. Kedua jenis ini memiliki penyebab dan karakteristik yang berbeda.
Berikut penguraian singkat mengenai retak struktur dan retak non-struktur pada
beton:
1) Retak Struktur
2) Retak Non-Struktur
Retak non-struktur umumnya tidak membahayakan namun terkadang
mengurangi nilai keindahan dari suatu bangunan. Ciri utama dari retak non-
struktur adalah timbulnya garis lembut dengan arah yang tidak beraturan. Retak
non-struktur dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Crazing
Retak jenis ini terjadi karena plesteran yang terlalu banyak serta pasir yang
digunakan banyak mengandung butiran halus. Ciri-ciri retak crazing adalah:
Membentuk pola hexagonal dengan jarak 5 mm-75 mm.
a) Agregat
Agregat pada beton berperan sebagai penahan susut pasta semen. Jadi,
beton denan kandungan agregat yang semakin tinggi akan semakin
berkurang perubahan volumenya akibat susut. Derajat ketahanan betton
ditentukan oleh sifat agregatnya, yaitu denan modulus elastisitas yang
tinggi atau dengan permukaan yang kasar akan lebih tahan terhadap
proses susut.
secara berturutan. Selain itu penyebab lain terjadinya cold joint adalah beton
mengeras dengan cepat, suhu udara yang tinggi, segregasi agregat kasar dan jumlah
agregat halus yang terlalu banyak. Terdapat beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan agar tidak terjadi cold joint yaitu pengecoran yang menerus tanpa
berhenti, suhu beton yang rendah atau maksimal 35ºC, periksa kembali gradasi
agregat.
2.4.4 Spalling
Spalling adalah bagian permukaan beton yang terlepas dalam bentuk kepingan
atau bongkahan kecil. Kerusakan ini disebabkan oleh korosi tulangan, kebakaran,
dan lain-lain. Volume tulangan yang terkorosi membesar menimbulkan tegangan
dalam tarik pada beton sekeliling tulangan, jika tegangan ini melampaui kekuatan
beton yang mengelilinginya, terjadilah spalling. Pada saat kebakaran spalling
disebabkan oleh perbedaan pemuaian antara agregat dan mortar yang saling
kontradiktif. Pada suhu tinggi, agregat akan memuai, setelah suhu menjadi normal
kembali ukuran agregat akan kembali seperti semula. Sedangkan mortar memuai
hanya sampai sekitar suhu 2000C, setelah itu menyusut kembali. Perbedaan ini
menimbulkan tegangan lokal pada bidang batas antara kedua batas bahan ini.
2.5. Tahapan
Dalam Pengujian Struktur
a) Penyelidikan Visual
Kemungkinan besar jenis pengujian yang tersedia tidak dapat memenuhi
semua hal diatas secara optimal, sehingga diperlukan suatu diskusi mengenai jenis
metode yang akan digunakan.
c) Jumlah
dan Lokasi Pengujian
1. Tingkat akurasi yang ditentukan.
2. Tingkat kesulitan pengujian/pengambilan sample.
3. Biaya yang dibutuhkan
4. Tingkat kerusakan.
Tahap interpretasi dapat dibagi menjadi tiga tahapan yang berbeda, yaitu:
b. Kalibrasi
c. Analisa / Perhitungan
cukup
baik atau tidak memenuhi syarat. Cara umum yang dilakukan untuk
mengetahui sisa kekuatan tekan beton dan mutu beton yang tidak merusak
adalah dengan menggunakan Hammer Test dan UPV Test.
2.6.1 Hammer Test
a. Umum
Hammer test yaitu suatu pemeriksaan mutu beton pada permukaan tanpa
merusak beton. Disamping itu dengan menggunakan metode ini akan diperoleh
cukup banyak data dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya murah. Metode
pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban impact (tumbukan) pada
permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan
menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa
tersebut padaa saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat
memberikan indikasi kekerasan setelah dikalibrasi. Sebelum melakukan pengujian,
alat Hammer Test dikalibrasi terlebih dahulu agar kekeliruan dapat diminimalisir.
Rumus untuk menghitung nilai rata-rata data kalibrasi alat yaitu sebagai berikut:
Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada
permukaan struktur, karena kesederhanaanya, pengujian menggunakan alat ini sangat
cepat sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam
waktu yang singkat. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan
beton misalnya keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat
permukaan.
Metoda pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban impact
(tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang
diaktifkan dengan memberikan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang
timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda
uji dapat memberikan indikasi kekerasan dan setelah dikalibrasi dapat memberikan
indikasi nilai kuat tekan beton benda uji.
b. Standar
Pemeriksaan Homogenitas Mutu Permukaan Beton (HammerTest)
berdasarkan BS 1881 Part 202:1986, ASTM G80S-89, dan ACI 2002.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam Hammer Test sebagai berikut:
• Form dan Alat Tulis
• Kapur
• Meteran
• 1 Set Schimidt Rebound Hammer
d. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan Hammer Test dibagi dua tahap yaitu:
1) Persiapan Pengujian
Persiapan pengujian dilakukan sebagai berikut:
a) Membuat rencana jadwal pengujian, mempersiapkan peralatan-
peralatan yang akan digunakan dan perlengkapan-perlengkapan
lainnya yang diperlukan. Termasuk didalamnya kalibrasi alat hammer
test.
b) Mencari data dan informasi mengenai lokasi pengujian, diantaranya
seperti data tentang letak detail konstruksi, tata ruang dan mutu bahan
konstruksi selama pelaksanaan bangunan berlangsung.
c) Menentukan lokasi titik pengujian. Penentuan jumlah titik pengujian
disesuaikan dengan kebutuhan.
e. Flowchart Pelaksanaan
Berikut adalah bagan alir pelaksanaan:
Mulai
Tidak
Memenuhi Simpan Data pada Alat Pengujian 10x Konfigurasi Alat
Hasil Pengujian
Cek
Menurut standar ACI 2002, terdapat Tabel Klasifikasi Standar Deviasi
pada beton yang disajikan pada Tabel 2.4 sebagai berikut:
Tabel 2.4 Kriteria standar deviasi untuk beton (ACI, 2002)
beton
yang memiliki standar deviasi berkisar antara 2,1 – 2,4 MPa atau 300 –
350 psi pada pegujian laboratorium berarti beton dinyatakan cukup, dan untuk
beton yang dinyatakan kurang baik yaitu beton yang memiliki standar deviasi
sebesar lebih dari 2,4 MPa atau lebih dari 350 psi pada pengujian laboratorium.
Tabel kriteria standar deviasi
Menghitung kuat tekan beton karakteristik:
Dimana:
melalui
beton. Gelombang pertama yang ditangkap oleh tranduser penerima yaitu
gelombang longitudinal dikonversi menjadi sinyal elektrik oleh transduser kedua.
b. Standar
Pengujian UPV Pundit dilakukan berdasarkan BS 1881 Part 203: 1986 dan
ASTM C597- 97. Di dalam standar ini dijelaskan bahwa tranduser penerima
mendeteksi datangnya komponen pulse yang tiba lebih awal. Pengukuran Pulse
Velocity
dapat dilakukan dengan 3 metode seperti pada Gambar 2.8, antara lain:
Direct transmission, yaitu transmitter dan receiver berada pada dua permukaan
yang paralel
Semi-direct transmission, yaitu transmitter dan receiver berada pada dua
permukaan yang saling tegak lurus
Indirect/surface transmission, kedua tranducer berada pada permukaan yang
sama.
Gambar 2.8 Metode Pengambilan Pulse Velocity (a) Direct Transmission, (b) Semi-direct
Transmission, (c) Indirect / Surface Transmission
c. Peralatan
Peralatan UPV Pundit terdiri dari:
• UPV Pundit Lab (Gambar 2.9)
• Media kalibrasi
• Ultrasonic gel/Grease
• Meteran
• Sikat Kawat
Gambar 2.9 Alat Pundit
d. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan UPV Pundit dibagi tiga tahap pelakasanaan yaitu:
• Persiapan Lokasi Uji
Tahapan ini adalah persiapan awal untuk menentukan dan mempersiapkan
lokasi titik uji. Penentuan lokasi uji didasarkan dengan kondisi beton dengan
permukaaan yang relatif bagus diantara lainnya. Setelah itu meratakan permukaan
titik uji dengan gerindra dan memberi tanda lokasi uji.
• Persiapan Alat
Tahapan ini adalah menyetel alat UPV Pundit sesuai keperluan kemudian
dikalibrasi sesuai ketentuan pada benda uji kalibrasi (Oles permukaan benda uji
dengan Gel Ultrasonik).
• Pengujian
Tahapan ini adalah tahapan pengambilan pulse velocity dengan alat Pundit.
Sesuai penjelasan singkat standar yang dipakai, terdapat tiga metode pengambilan
pulse velocity. Untuk pengambilan dengan direct transmission sangat
direkomendasikan karena hasil yang paling akurat namun keterbatasan
pengambilannya di lapangan, pada semi-direct hasil yang diperoleh bisa dibilang
sangat akurat, dan yang terakhir adalah indirect/surface transmission merupakan
metode yang paling buruk hasilnya dibanding metode yang lainnya, namun butuh
direduksi agar hasilnya mendekati nilai pulse velocity direct transmission. Setiap
melakukan
pengujian diwajibkan mengoleskan ultrasonik gel pada beton yang akan
diuji.
e. Flowchart Pelaksanaan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test)
Berikut adalah bagan alir pelaksanaan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test).
Mulai
Persiapan Pengujian Standar
Cek
Ya
Selesai
Gambar 2.10 Flowchart Pelaksanaan Pengujian Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test)
kerusakan
butiran material, gelombang UPV akan mengalami penurunan
kecepatan. Perubahan kekuatan beton pada tes UPV ditunjukkan dengan
perbedaan kecepatan gelombangnya. Jika kecepatan gelombang menurun, itu
merupakan tanda bahwa beton mengalami penurunan kekuatan, sebaliknya jika
kecepatannya naik, maka itu merupakan tanda bahwa kekuatan beton meningkat
(Hamidian dkk, 2012). Whitehurst melakukan penelitian untuk mengetahui
hubungan kecepatan gelombang dan kualitas beton, hasilnya seperti pada Tabel
2.5 berikut:
2.7. Hubungan
antara Kuat Tekan (Compressive Strength) dan Kecepatan
(Velocity)
Hasil pengujian Hammer Test dan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test) dapat
dibandingkan dengan cara mengkonversikan Velocity hasil pengujian Ultrasonic
Pulse Velocity menjadi nilai kuat tekan beton (f’c). Pengujian Ultrasonic Pulse
Velocity (UPV Test) yang dilakukan secara tidak langsung (indirect) maka harus di
konversikan terlebih dahulu agar kecepatan yang dihasilkan menjadi direct velocity.
Cara untuk
mengkonversikan nilai velocity ini yaitu dengan menambah nilai
kecepatan hasil pengujian indirect dengan indirect factor sebesar 10%. Setelah itu
nilai pulse velocity yang dihasilkan di plotkan ke dalam grafik sehingga menghasilkan
compressive strength pada Gambar 2.11 sebagai berikut.
Gambar 2.11 Grafik perbandingan velocity (V) dan kuat tekan beton (f’c)
(sumber: google.com)
Palu pantul terdiriidariisebuah paluibaja yang gerakannya dikendalikan oleh
pegas, daniapabilaipaluipantul dilepas akan memukul hulu paluiyangiterbuat
dari baja yang kontak langsung dengan permukaanibeton. Terdapat beberapa
tipe dan ukuran palu pantul, dan pemilihannya disesuaikan dengan
ukuranidanitipeistruktur beton yangiakanidiuji.
Batu penggosok, terbuat dari bahanisilikaikarbid atau bahanilain yang
sejenisidengan tekstur butiran sedang.
Anvil penguji, silinderidenganidiameter 150 mm danitinggi 150 mm
Gambar 2.12 Bagian-bagian alat uji Hammer Test
(sumber : SNI AST c805-2012 tentang Metode Hammer Test)
2) Daerah Pengujian dan Hambatan
Pemilihanidaerah permukaan uji haruslah pada daerah yang tidak terdapat
keropos, permukaaniberalur (scalling), permukaan kasar atau daerah dengan
porositas yang tinggi. Apabila permukaan bertekstur kasar, lunak atau
terkelupas mortarnya harus diratakanidenganibatuipenggosok. Elemenibeton
yang akan diujiiharus memiliki tebal minimum 100 mm
danimenyatuidenganistruktur. Letak batang tulangan di bawah permukaan
beton dengan selimut beton minimal 20 mm. Jika kurang dari 20 mm,
pengujian tidak diijinkan dan harus mencari daerah pengujian lainnya.
3) Cara Uji
Persiapkan permukaan bidang uji, dengan diameter bidang uji minimum 150
mm. Pegang alat dengan kokoh sehingga posisi hulu palu tegak lurus dengan
permukaan beton yang diuji. Tekanialat secara perlahan ke arah permukaan uji
sampai palu pantul menumbuk hulu palu. Setelah terjadi tumbukan, tahan
tekanan pada alat dan apabila perlu tekan tombol pada sisi alat untuk mengunci
hulu palu pada posisinya. Baca dan catat angka pantul pada skala untuk angka
yang terdekat. Lakukan 10 titik bacaan pada setiap daerah pada skala untuk
angka yang terdekat.
4) Perhitungan
Hasil pembacaan yang berbeda lebih dari 6 satuan dari rata-rata 10 titik
bacaan diabaikan dan tentukan nilai rata-rata dihitung dari pembacaan data
yang memenuhi syarat. Bila lebih dari 2x titik bacaan memiliki perbedaan
lebih dari 6x satuan dari nilai rata-rata, maka seluruh rangkaian pembacaan
harus dibatalkan dan tentukan angka pantul pada 10 titik bacaan baru pada
daerah pengujian.
2.7.2 Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test)
Standar yang mengatur spesifikasi penggunaan alat Ultrasonic Pulse Velocity
(UPV Test) yaitu SNI ASTM C597 : 2012 tentang Metode Uji Kecepatan Rambat
Gelombang Melalui Beton (ASTM C 597 – 02, IDT). Ketentuan yang tercantum di
dalam SNI ASTM C597 : 2012 yaitu sebagai berikut:
Alat uji yang tersedia saat ini membatasi panjang lintasan sekitar minimum 50
mm dan maksimum 15 m, panjang lintasan ini tergantung pada frekuensi dan
intensitas dari sinyal yang dihasilkan. Batas atas dari panjang lintasan
tergantung dari kondisi permukaan dan karakteristik bagian dalam beton yang
diuji. Preamplifier pada transducer penerima dapat digunakan untuk
meningkatkan panjang lintasan maksimum yang dapat diuji. Panjang lintasan
maksimum diperoleh dengan menggunakan transducer dari frekuensi resonan
relatif rendah (20 kHz dampai dengan 30 kHz) untuk meminimalkan
perlemahan dari sinyal pada beton. (Frekuensi resonansi dari susunan
transducer menentukan frekuensi getaran dalam beton). Untuk panjang lintasan
yang lebih pendek dimana kehilangan sinyal bukan merupakan faktor dominan,
maka lebih baik menggunakan frekuensi reonan 50 kHz atau yang lebih tinggi
untuk mencapai pengukuran yang lebih akurat dan lebih sensitif.
a. Peralatan
Peralatan untuk pengujian UPV Test terdiri dari generator kecepatan
rambat gelombang, sepasangg alat tranduser (pengirim dan penerima),
amplifier, sirkuit pengukur waktu, unit yang menampilkan waktu, dan kabel
penghubung.
Peralatan untuk pengujian UPV Test dapat dilihat pada Gambar
2.13 sebagai berikut.
kecepatan rambat gelombang harus menghasilkan kecepatan rambat
gelombang yang berulang pada tingkat tidak kuran dari 3 kecepatan rambat
gelombang per detik. Alat tranduser dibuat piezoelectric, magnrtostrictive,
atau bahan yang sensitif terhadap tegangan (voltage-sensitive material)
lainnya (Rochelle salt, kuarsa, barium titanate, lead zirconate-titanate
(PZT), dan sebagainya) dan terlindung. Suatu kecepatan rambat gelombang
pemicu harus dibuat untuk memulai sirkuit pengukur waktu.
2) Tranduser Penerima dan Penguat (Amplifier)
Tranduser penerima harus sesuai/cocok dengan tranduser pengirim.
Tegangan yang dihasilkan oleh penerima harus diperkuat seperlunya untuk
menghasilkan kecepatan rambat gelombang pemicu pada sirkit pengukur
waktu. Penguat (amplifier) harus mempunyai respon rata antara setengah
dan tiga kali frekuensi resonan dari tranduser penerima.
3) Sirkuit Pengukur Waktu
Sirkuit pengukur waktu dan pemicu gelombang harus mampu memberikan
ketepatan resolusi pengukuran seluruh waktu minimal 1 mikrosekon.
Pengukuran waktu dimulai dari dilepaskannya tegangan pemicu dari
generator kecepatan rambat gelombang, dan sirkuit pengukuran waktu harus
beroperasi pada frekuensi berulang dari generator kecepatan rambat
gelombang. Sirkuit pengukur waktu harus memberikan hasil/keluaran
apabila gelombang penerima terdeteksi, dan hasil ini harus digunakan untuk
menentukan waktu tempuh yang ditampilkan pada unit penampil. Sirkuit
pengukur waktu tidak boleh sensitif terhadap temperatur pengoperasian
pada rentang 0 °C sampai dengan 40 °C dan perubahan tegangan listrik
dalam sumber daya sebesar kurang lebih 15 %.
4) Unit Penampil
Terdapat 2 tipe unit penampil yang tersedia. Unit yang modern
menggunakan pengukur selang waktu dan penampil digital pembacaan
langsung dari waktu tempuh. Unit yang lama menggunakan tabung sinar
katoda (CRT) dimana pulsa yang dikirim dan diterima, ditampilkan sebagai
penyimpangan jejak yang berhubungan dengan skala waktu yang
ditetapkan.
5) Batang Kalibrasi
Sebuah batang logam atau bahan lainnya yang awet/tahan lama yang waktu
tempuh gelombang longitudinalnya telah diketahui. Waktu tempuh harus
dicatat secara permanen pada batang kalibrasi.
6) Kabel Penghubung
peralatan seperti ini, ukur waktu tempuh melalui batang kalibrasi untuk
memastikan bahwa pengaturan waktu nol telah dilakukan secara benar.
Periksa pengaturan nol pada setiap jam selama pengoperasian alat secara
terus-menerus, dan setiap kali kabel penghubung atau transduser diganti.
Jika waktu yang ditampilkan tidak sesuai dengan waktu tempuh dari batang
kalibrasi, tidak diperbolehkan menggunakan alat tersebut, dan kembalikan
batang serta alat tersebut kepada pembuatnya.
a. Kerusakan Ringan
Perawatan untuk tingkat kerusakan ringan, biayanya maksimum adalah
sebesar 35% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru
yang berlaku, untuk tipe/kelas dan lokasi yang sama.
b. Kerusakan Sedang
dan atau komponen structural seperti struktur atap, lantai, dan lain-lain.
c. Kerusakan Berat
a. Beton, mortar atau grout
Beton, mortar atau grout digunakan untuk penggantian total penampang atau
untuk
memperbaiki rongga-rongga yang dalam sampai melalui tulangan beton.
Sedangkan mortar dapat digunakan untuk perbaikan rongga-rongga sampai sekecil
4 cm. Grout memiliki keuntungan karena bersifat encer dan dapat dipompa sampai
kebagian yang tidak terlihat sekalipun, namun grout memiliki kandungan air yang
tinggi dankonsekuensinya mengalami penyusutan lebih besar besar dibanding
mortar
atau beton.
b. Beton, dan mortar yang dimodifikasi dengan menambahkan latex
Merupakan material perbaikan yang sangat berguna untuk melapisi kembali
permukaan lantai bangunan atau lantai jembatan yang rusak. Material seperti ini
dikenal dengan sebutan beton latex (latex concrete) atau latex-modified concrete
dan pada akhir-akhir ini sering dikenal sebagai polimer modified concrete.
(Material ini harus dibedakan dari polymer concrete yang mengandung polimer
yang tidak ditambahkan dalam bentuk latex.
dengan
accelerator akan menghasilkan bahan yang sesuai untuk pekerjaan
perbaikan yang cepat. Selain itu semen magnesium phosphate baik untuk
pekerjaan penambalan.
d. Dry Pack
Istilah ini biasanya digunakan untuk mortar dengan bahan dasar semen
Portland dengan kandungan air yang cukup rendah sehingga tidak mengalami
slump.Sebenarnya setiap material yang dapat digunakan dengan konsistensi
sedemikian rupa sehingga tidak mengalami slump (no-slump consistency) dapat
disebut dry pack,- Beton serat, beton serat memiliki kekuatan tarik, kekuatan
lentur, daya tahan terhadapimpak dan daya tahan terhadap abrasi yang lebih baik
daripada beton biasa. Serat yangdigunakan dapat berupa metal, plastic, gelas atau
serat natural. Shotcrete, atau yang juga biasa disebut sprayed concrete atau
sprayed mortar terdiri dari bahan-bahan pembentuk yang sama seperti beton yaitu
semen, agregat dan air. Perbedaan Shotcrete dengan beton biasa adalah bahwa
Shotcrete biasanya menggunakan agregat kerikil yang bulat dan kandungan
semennya lebih tinggi, selain itu water-cement rasio dari Shotcrete lebih rendah
sekitar 0,4.
Material ini umumnya dibuat atas dasar epoxy resin (epoxy merupakan
senyawa organik) dan meliputi resin untuk injeksi (injection resins), mortar yang
dapat di cor dan pasta yang dapat diterapkan dengan tangan. Epoxy mortar terdiri
dan resin, hardener dan 120 filler yang terdiri dari pasir halus, sedangkan epoxy
concrete terdiri dari resin, hardener, pasir halus dan agregat kasar ukuran kecil.
3) Elastomeric Sealants
Bila retak yang harus diperbaiki bersifat aktif, artinya mengalami pergerakan-
pergerakan yang berarti, pilihan untuk material yang akan digunakan sering jatuh
pada elastomeric sealants. Material ini harus melawan infiltrasi pecahan-pecahan
beton
dan air kedalam retakan, memiliki ekstensibilitas yang tahan lama dan
melekat pada tepi-tepi retak. Dua tipe elastomeric sealants yang biasa dipakai
adalah: hot-applied, yang biasanya merupakan campuran material yang bituminous
dengan karet yang kompatibel dan cold-applied, yang dapat didasarkan atas
berbagai material dan biasanya harus dicampur di lapangan.
4) Silicones
Biasanya digunakan sebagai material perbaikan untuk masalah uap air melalui
dinding. Ada dua cara pembuatannya yaitu dengan melarutkan bahan silicone
padat pada suatu pelarut atau membuat garam alkali dari asam siliconic dan
melarutkannya dalam air. Larutan material ini disemprotkan ke dinding dengan
kecepatan 3m2/ltr dan ketika pelarutnya menguap, silicon resin tertinggal di dalam
struktur pori dinding.
5) Bentonite
Bentonite merupakan bubuk batuan yang diambil dari debu vukanik yang
mengandung mineral tanah liat dengan persentase tinggi terutama sodium
bentonite. Material ini dapat mengabsorbsi air dalam kuantitas banyak dan
rnengembang sampai 30 kali volumenya semula dan membentuk massa yang
menyerupai jelly yang efektif berfungsi sebagai penghalang air.
6) Bituminous Coating
Bituminous coating yang berbahan dasar aspal atau coal tar sering digunakan
sebagai waterproofing pada beton atau untuk perlindungan terhadap pelapukan.
Material ini murah dan sudah biasa digunakan oleh buruh, efektif berfungsi
sebagai waterproofer sepanjang suatu perioda tertentu apabila dikerjakan dengan
baik, dan ketebalannya. Metode Perbaikan dan bahan yang dipergunakan dan
umum dilakukan di Indonesia dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2.6.
Kerusakan Metode Perbaikan Material
Metode perbaikan yang dilakukan ditentukan dari jenis kerusakan dan tingkat
kerusakan yang terjadi pada beton. Berikut perbaikan sesuai dengan jenis-jenis
kerusakan yang terjadi pada beton:
c. Perbaikan untuk beton yang mengalami spalling
Spalling yang tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton) dan area
yang tidak luas, dapat digunakan metode patching. Metode perbaikan
ini adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan penempelan
mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan yang harus diperhatikan
adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan; sehingga benar-benar
didapatkan hasil yang padat.
Spalling yang melebihi selimut beton, dapat digunakan metode
grouting, yaitu metode perbaikan dengan melakukan pengecoran
memakai bahan non-shrink mortar. Metode ini dapat dilakukan secara
manual (gravitasi) atau menggunakan pompa.
Spalling yang terjadi pada area yang sangat luas, maka sebaiknya
digunakan metode shot-crete. Pada metode ini tidak diperlukan
bekisting lagi seperti halnya pengecoran pada umumnya. Metode shot-
crete ada dua sistem yaitu dry-mix dan wet-mix.
2) Perbaikan untuk beton yang mengalami honeycomb
Untuk honneycomb terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
perbaikannya. Metode perbaikan yang dapat menjadi opsi untuk perbaikan
honeycomb antara lain seperti patching, resurfacing, shortcrete, preplaced
aggregate. Berikut penjelasan singkat mengenai metode perbaikan tersebut:
Metode patching adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan
penempelan mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan, penekanan
pada saat mortar ditempelkan harus diperhatikan dengan benar, aar
didapatkan hasil yang padat. Prosedur pelaksanaan metode patching
untuk honeycomb ini hampir sama dengan prosedur pelaksanaan
metode patching untuk spalling, hanya saja yang membedakan adalah
dari bahan/material yang digunakan. Pada metode patching untuk
spalling, bahan/material yang digunakan adalah beton epoxy, polymer
dan latex, sedangkan untuk honeycombs bahan/material yang
digunakan adalah PC grout, mortar atau semen.
Metode resurfacing diterapkan pada area beton yang luas. Cara ini
digunakan untuk memperbaiki plat lantai yang secara struktur masih
baik namun permukaan rusak akibat siklus pembekuan-pencairan,
ketebalan lapisan yang < 5 cm, dikategorikan. Apabila kerusakan
merupakan retak atau perderakan struktur, maka pilih lapisan yang
tidak dilekatkan pada permukaan. Agar tidak mengganggu plat dasar
pemisahan antara lapisan atas dengan plat dasar dapat memakai pasir,