Anda di halaman 1dari 43

 

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

  BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA
 

  2.1. Jenis Karya Ilmiah Sejenis


  Beraneka ragam tulisan karya ilmiah dapat ditemukan baik di perpustakaan,
maupun
 
di internet. Karya ilmiah terbagi dalam beberapa bidang seperti ilmu
konstruksi, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Pada bidang-bidang tersebut
 
di kategorikan lagi dalam beraneka jenis karya ilmiah tergantung dari objek yang
 
diteliti. Berikut terdapat beberapa karya tulis ilmiah yang sejenis dengan karya tulis
ilmiah ini yang kami temukan:

Tabel 2.1. Daftar Karya Ilmiah yang Sejenis


Metode yang
No. Tahun Judul Penelitian dan Peneliti Objek yang diteliti
Digunakan
Pemeriksaan, Perbaikan dan Pelat lantai, Balok, dan
Perkuatan Konstruksi Beton pada Kolom pada Tower Hammer Test
1 2014
Tower Ruby Gateaway Pateur Ruby Gateaway Pateur dan UPV Test
Apartement Bandung Apartement Bandung
Evaluasi Keandalan Struktur Atas Kolom dan Balok pada
Serta Perhitungan Nilai Sisa Laboratorium Teknik
bangunan Gedung Laboratorium Elektronika, Hammer Test,
2 2014 Teknik Elektronika, Laboratorium Teknik UPV Test dan
Laboratorium Teknik Listrik, dan Listrik, dan Gudang Rebar Locator
Gudang Pengadaan Politeknik Pengadaan Politeknik
Negeri Bandung Negeri Bandung

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 9


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
2.2. Gambaran
 
Umum Standar Operasional Prosedur (SOP)
2.2.1 Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP)
 
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang berkaitan dengan
 
prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
yang  bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja
  dengan biaya yang serendah-rendahnya. SOP biasanya terdiri dari manfaat, kapan
  dibuat atau direvisi, metode penulisan prosedur, serta dilengkapi oleh bagan
flowchart
  di bagian akhir (Laksmi, 2008:52).
Pengertian Standar Operasional dan Prosedur menurut Oxford Dictionary
 
dibagi ke dalam tiga kata yatu Standar, Operasional dan Prosedur. Standar adalah
 
sesuatu yang digunakan sebagai ukuran, norma, atau model dalam evaluasi
komparatif. Sedangkan operasional adalah mengontrol fungsi (mesin, proses, atau
sistem) dan prosedur adalah cara yang tersusun atau resmi untuk melakukan
sesuatu pekerjaanPengertian Standar Operasional dan Prosedur menurut Oxford
Dictionary dibagi ke dalam tiga kata yatu Standar, Operasional dan Prosedur.
Standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai ukuran, norma, atau model dalam
evaluasi komparatif. Sedangkan operasional adalah mengontrol fungsi (mesin,
proses, atau sistem) dan prosedur adalah cara yang tersusun atau resmi untuk
melakukan sesuatu pekerjaan.
2.2.2 Tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tujuan Standar Operasional Prosedur yaitu :
a. Menjadi pedoman dalam melakukan suatu pekerjaan baik untuk pengelola
maupun pengguna dalam rangka menjaga kedisiplinan dalam bekerja.
b. Untuk menghindari adanya kesalahan prosedur dalam melakukan suatu
pekerjaan, meminimalisir keraguan dan pemborosan dalam proses
pelaksanaan pekerjaan.
c. Sebagai suatu parameter untuk menilai mutu pelaksanaan prosedur suatu
pekerjaan yang telah dilaksanakan.
d. Menjadi dasar hukum yang dapat digunakan oleh seluruh pihak demi
kebaikan bersama.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 10


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
2.2.3  Manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP)
Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu ketentuan tertulis
 
mengenai hal-hal yang harus dilakukan dalam suatu pekerjaan. SOP
 
mencakup tata cara, waktu, tempat, dan pihak yang berwenang untuk
 
mengerjakannya. SOP memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai berikut:
  a. SOP dapat menjaga konsistensi proses operasional bagi pekerja maupun
  pengguna bangunan yang memenuhi standar.
b.  Menjadi sumber referensi bagi pekerja atau pengelola bangunan yang baru
dalam melakukan suatu pekerjaan.
 
c. Dapat mengurangi tingkat kesalahan, kelalaian, baik kerugian yang dapat
 
terjadi karena seuluruh proses operasional dalam pekerjaan akan selalu dalam
tinjauan dan suatu saat dapat diperbaharui mengikuti perkembangan standar
yang digunakan.
d. Meningkatkan efisiensi pekerjaan dan menjadi pengontrol kualitas terhadap
suatu pekerjaan
2.3. Pengertian Kualitas Pada Struktur Beton
Pada proyek konstruksi, tidak semua pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar
sesuai dengan rencana dan perhitungan yang telah dibuat. Dalam pelaksanaannya
dibutuhkan kerjasama yang baik antara perencana, pengawas, dan pelaksana.
Apabila kerjasama tidak berjalan dengan baik, maka akan berdampak buruk pada
proyek konstruksi tersebut. Dampak yang akan terjadi adalah kualitas konstruksi
yang buruk dan bahkan dapat menyebabkan kegagalan konstruksi.
Kualitas atau mutu memiliki pengertian sifat dan karakteristik produk atau
jasa yang membuat suatu produk tersebut memenuhi kebutuhan pengguna jasa
konstruksi. Definisi lain dari mutu yang berkorelasi dengan pekerjaan konstruksi
yaitu Fitness For Use, yang berarti seperti yang diuraikan diatas, dan juga
memperhatikan masalah ketersediaan produk konstruksi, keandalan konstruksi,
dam masalah pemeliharaan konstruksi. Setelah memahami definisi kualitas, maka
perlu dilakukan pengelolaan mutu yaitu salah satunya dengan cara memeriksa
keandalan mutu suatu konstruksi secara berkala. Cara memeriksa mutu suatu

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 11


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
bangunan
 
yaitu dapat dilakukan secara visual maupun dengan melakukan
pengujian.
 
Kualitas dapat diminamilisir dengan perawatan dan pemeliharaan secara
 
berkala pada sebuah konstruksi dimulai dari masa setelah pembangunan tersebut
 
selesai. Kegiatan perawatan dan pemeliharaan berguna untuk mengetahui
  dibagian atau komponen manakah yang terdapat Kualitas. Hal tersebut
  memudahkan proses perawatan dan bahkan perbaikan suatu komponen konstruksi
tersebut.
 
2.4. Macam-Macam Kerusakan Beton
 
Cacat-cacat pada beton dapat mempengaruhi integritas beton dan
 
mempengaruhi tampilan permukaan beton. Terdapat beberapa macam cacat
beton yang terjadi di proyek The Ayoma Apartment. Berikut macam macam cacat
beton yang terjadi beserta penguraiannya:
2.4.1 Honeycomb (Keropos seperti sarang lebah)
Honeycomb adalah lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton.
dapat dilihat pada Gambar 2.1. Honeycomb terbentuk ketika mortar gagal untuk
mengisi rongga anara partikel kasar agregat. Kerusakan honeycomb
mengakibatkan kerusakan struktural maupun non struktural tergantung lokasi dan
luasnya honeycomb. (Concrete Construction, 2000).

Gambar 2.1 Honeycomb pada beton


(sumber: internet)

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 12


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
Terdapat beberapa penyebab terjadinya honeycomb (keropos seperti sarang
 
lebah) pada beton, antara lain:
 
a. Slump beton yang terlalu rendah
 
Pada dasarnya, slump test merupakan salah satu jenis pengetesan pada beton
 
untuk mengetahui workability beton segar sebelum diterima dan diaplikasikan
  dalam pekerjaan pengecoran. Slump beton yang terlalu rendah menjadi pertanda
  bahwa beton memiliki kelecakan dan konsistensi yang kurang, workability beton
kurang,
  sehingga menjadikan beton tidak mudah masuk ke sela-sela celah
tulangan yang kecil. Workability beton segar pada umumnya diasosiasikan
 
dengan:
 
 Homogenitas atas kerataan campuran adukan beton segar (homogenity)
 Kelekatan adukan pasta semen (cohesiveness)
 Kemampuan alir beton segar (flowability)
 Kemampuan beton segar mempertahankan kerataan dan kelekatan jika
dipindah dengan alat angkut (mobility)
 Mengindikasikan kondisi plastis pada beton (plasticity)

b. Segregasi
Menurut SNI 03-3967-1995, definisi segregasi adalah peristiwa terpisahnya
antara pasta semen dan agregat dalam suatu adukan, seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Segregasi pada Beton


(sumber: internet)

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 13


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
Beberapa
 
faktor yang mempengaruhi segregasi:
1) Tingginya berat jenis agregat kasar.
 
Menurut SNI 03-2847-2002, agregat kasar merupakan agregat yang
 
mempunyai ukuran butir antara 5,00 mm sampai 40 mm. Besar butir agregat
 
kasar maksimum tidak boleh lebih daripada 1/5 jarak terkecil antara bidang-
  bidang samping cetakan, 1/3 dari tebal atau ¾ dari jarak bersih minimum antara
  tulangan-tulangan atau kawat-kawat, bundel tulangan, atau tendon-tendon
prategang.
 
2) Kurangnya semen pada campuran beton.
 
Semen pada beton berfungsi sebagai perekat antar elemen beton. Semen
 
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan beton, maka dari itu
volume semen pada campuran beton haruslah diperhitungkan dengan tepat.
3) Rasio air / semen.
Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton,
peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu
campuran beton (SNI tahun 2002). Air berfungsi untuk melangsungkan proses
hidrasi dengan semen, sebagai pelumas atau workability. Volume air pada
campuran beton sangat berpengaruh pada kualitas beton nantinya, maka pada
saat mendesain campuran beton, haruslah dihitung perbandingan semen, air dan
pasirnya dengan tepat.
4) Cara pengolahan yang tidak memenuhi syarat.
Pengolahan beton pada suatu proyek konstruksi harus dillakukan secara tepat
agar didapatkan hasil beton yang berkualitas. Beton yang diolah dengan
tidak/kurang tepat seperti pencampuran dan pengadukan beton yang kurang baik,
pengangkutan atau pemindahan beton yang tidak benar atau jarak yang terlalu
jauh, tidak memperhatikan tinggi jatuh beton pada saat penuangan beton, proses
pemadatan yang kurang baik, serta perawatan pada beon yang kurang baik, akan
menghasilkan beton yang kurang baik.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 14


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
c.  Jarak antar tulangan yang terlalu dekat
Batasan spasi atau jarak antar tulangan telah diatur sebagaimana pada SNI 03-
 
2847-2002, antara lain:
 
1) Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang saman, tidak boleh
 
kurang dari db (diameter nominal batang tulangan, kawat, atau strand
  prategang, dengan satuan mm) ataupun 25 mm.
  2) Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan

 pada lapis atas harus diletakkan tepat di atas tulangan di bawahnya dengan
spasi bersih antar lapisan tidak kurang dari 25 mm.
 
3) Pembatasan jarak bersih antar batang tulangan ini juga berlaku untuk jarak
 
bersih antara suatu sambungan lewatan dengan sambungan lewatan lainnya
atau dengan batang tulangan yang berdekatan.
Berdasarkan ketentuan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa jarak antar
tulangan tidak boleh terlalu dekat, karena dapat mempersulit agregat kasar
maupun agregat kecil pada saat pengecoran.

d. Pelaksanaan pemadatan yang kurang baik


Proses pemadatan pada saat pelaksanaan pengecoran beton harus dilakukan
dengan tepat dan benar seperti terlihat pada Gambar 2.3. Apabila proses
pemadatan dilakukan dengan tidak tepat, maka akan menyebabkan terjadinya
segregasi dan timbulnya resiko terbentuk kantong-kantong semen yang lemah,
lubang-lubang seperti sarang lebah, lubang-lubang di permukaan yang terlalu
banyak dan permukaan yang kotor.

Gambar 2.3 Contoh pemadatan dengan Batang Penggetar


(sumber: SNI 03-3976-1995)

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 15


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
e.  Pelaksanaan penuangan beton yang tidak tepat
Campuran beton yang dituangkan pada proses pengecoran, harus jatuh di
 
tengah media yang akan dicor. Cara penuangan pada Gambar 2.4 point b dan c
 
dapat mencegah terjadinya segregasi.
 

Gambar 2.4 Contoh Penuangan Beton yang Benar


(sumber: SNI 03-3976-1995)

Terdapat beberapa pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi


honeycomb, yaitu gradasi agregat yang benar, periksa integritas cetakan terutama
di bagian joint/sambungan dan pemadatan yang dilakukan dengan tepat.

2.4.2 Retak Pada Beton


Retak secara luas dapat diklasifikasikan sebagai retak struktural maupun non-
struktural. Retak struktural dapat terjadi karena adanya kesalahan desain atau
juga bisa terjadi karena beban yang melebihi kapasitas sehingga dapat
membahayakan bangunan. Retak yang menyebar dari balok beton bertulang
adalah salah satu contoh retak struktural. Retak non-struktural sebagian besar
terjadi karena adanya tegangan yang diinduksi secara internal dalam material
bangunan dan umumnya hal ini tidak langsung mengakibatkan melemahnya
struktur.
Menurut Ghafur (2009), retak dapat dikenali dengan tiga parameter yaitu
lebarnya, panjangnya, dan pola umumnya, lebar retak ini sulit diukur karena
bentuknya yang tidak teratur (irregular shape). Pada fase pengerasan beton (8
jam pertama setelah pencetakan) terdapat retak mikro, retak ini sulit dideteksi

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 16


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
karena
 
terlalu kecil. Untuk melihat lebar dari retak mikro, biasanya digunakan
alat Crack Microscope yang lebarnya bervariasi antara 0,125-1 mm. Retak mikro
 
apabila dibebani akan menjadi retak yang lebih besar. Lebar retak maksimum
 
yang diijinkan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
 
Tabel 2.2 Lebar Retak Maksimum yang Diizinkan
 

  sumber: ACI Committee 224R (2001)

Sebenarnya setiap beton yang dibuat untuk suatu pembangunan pasti akan
mengalami suatu retakan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh beton secara langsung
sehingga keretakan pada beton tidak dapat dihindarkan. Berikut beberapa faktor
penyebab keretakan pada beton:
a. Suhu
Pada saat beton sedang mengalami proses perkerasan, suhu yang tidak stabil
akan menyebabkan kerusakan pada beton. Suhu yang timbul akibat reaksi dari air
dengan semen akan terus meningkat pada saat campuran beton mengalami proses
perkerasan, sehingga pada saat suhu sedang meningkat dan kondisi beton sudah
mengeras, sering timbulkeretakan pada permukaan beton.
b. Sifat beton itu sendiri
Pada saat beton sedang dalam proses pengerasan, beton akan mengalami
pengurangan volume dari volume awal. Hal ini disebabkan air yang terkandung
pada beton mengalami penguapan, yang berakibat berkurangnya volume dari beton,
dengan kata lain terjadi penysutan pada beton yang sedang mengalami proses
pengerasan.
c. Proses pembuatan yang kurang baik
Proses pembuatan beton yang kurang baik, seringkali menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya retak pada beton. Misalnya pada saat beton sedang dalam

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 17


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
proses  pengerasan dimana beton banyak mengeluarkan air, perlu adanya perawatan
pada beton agar pengeluaran air dari campuran beton tidak berlebihan. Apabila
 
terjadi pengeluaran air yang berlebihan pada campuran beton, maka akan
 
mengakibatkan terjadinya retakan pada beton.
 
d. Lingkungan
  Lingkungan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada saat beton sudah
  selesai dicor, dimana beton akan mengalami kontak langsung dengan lingkungan.
Pengaruh
  lingkungan yang menyebabkan beton retak diantaranya adalah air hujan
dan suhu yang tinggi. Air hujan yang mengenai permukaan beton, akan masuk ke
 
dalam beton yang kemudian mencapai tulangan, dimana hal tersebut dapat
 
menyebabkan baja tulangan menjadi korosi, sehingga beton akan mengalami
keretakan. Beton yang akan mengalami pengaruh lingkungan seperti yang diberikan
pada Tabel 2.3 harus memenuhi rasio air-semen dan persyaratan kuat tekan
karakteristik beton yang ditetapkan pada tabel tersebut. Suhu yang tinggi dari
lingkungan pada saat proses pengerasan pada beton, akan meningkatkan suhu.panas
hidrasi pada semen. Hal tersebut juga dapat mengakibatkan terjadinya retakan pada
beton.
Tabel 2.3 Persyaratan Untuk Pengaruh Lingkungan Khusus

(sumber: SNI 03-2847-2002)

 Jenis-jenis Keretakan pada Beton


Pada bangunan yang telah digunakan, struktur beton pastinya akan menerima
beban. Struktur beton pada setiap bangunan telah diperhitungkan kapasitas
kekuatan dan penerimaan bebannya masing-masing. Apabila struktur beton tersebut

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 18


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
menerima
 
beban berlebih dimana beban tersebut melebihi beban yang telah
direncanakan, maka akan sangat mungkin beton tersebut mengalami keretakan.
 
Secara umum ada dua jenis retak pada beton yaitu retak struktur dan retak
 
nonstruktur. Kedua jenis ini memiliki penyebab dan karakteristik yang berbeda.
 
Berikut penguraian singkat mengenai retak struktur dan retak non-struktur pada
  beton:
  1) Retak Struktur

 Retak struktur merupakan jenis retak yang berbahaya terhadap kekokohan


suatu bangunan. Retak struktur memerlukan penanganan serius, bahkan tidak
 
jarang membutuhkan dana yang cukup banyak untuk membuat perkuatan agar
 
struktur bangunan tidak mengalami pergerakan. Ciri utama dari terjadinya retak
struktur yaitu:
 Kedalaman retak lebih dari 5 mm (SK SNI).
 Nilai Mn < Mu dalam perancangan beton, yang artinya bahwa struktur
beton tersebut (Mn) tidak dapat menahan besarnya momen yang terjadi
(Mu).
 Retak tarik, yaitu dimana pelat tertarik ke bawah dan momen tarik
(positif) bekerja sehinga beton melendut ke bawah.
 Retak tekan, yaitu dimana retakan terjadi pada permukaan lapisan atas
pada bagian tumpuan yang menumpu pada balok.

2) Retak Non-Struktur
Retak non-struktur umumnya tidak membahayakan namun terkadang
mengurangi nilai keindahan dari suatu bangunan. Ciri utama dari retak non-
struktur adalah timbulnya garis lembut dengan arah yang tidak beraturan. Retak
non-struktur dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Crazing
Retak jenis ini terjadi karena plesteran yang terlalu banyak serta pasir yang
digunakan banyak mengandung butiran halus. Ciri-ciri retak crazing adalah:
 Membentuk pola hexagonal dengan jarak 5 mm-75 mm.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 19


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

   Membentuk jaringan retak yang halus, dangkal dan tidak bersambung


 Terjadi dalam selang waktu beberapa jam setelah aplikasi plesteran.
 
b. Retak Rambut Map Cracking
 
Retak jenis ini terjadi karena penggunaan semen yang terlalu banyak serta
 
plesteran yang diibiarkan terlalu cepat mengering. Ciri-ciri retak jenis map
  cracking adalah:
   Membentuk pola hexagonal dengan jarak hingga 200 mm.
   Pola retakan menyerupai peta (map).

   Struktur retak cenderung lebih dalam dan bersambung.


c. Retak susut (shrinkage)
 
Retak ini terjadi akibat kandungan semen yang tinggi, mutu pasir yang buruk
serta plesteran yang diaplikasikan terlalu tebal. Solusi perbaikannya adalah
dengan menggunakan dempul. Berdasarkan faktor penyebabnya, retak susut
dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, diantaranya:
 Susut Plastis
Retak disebabkan oleh susut akibat menguapnya air. Penguapan yang
cepat dari kelembaban permukaan yang terekspos dari beton segar bisa
terjadi setelah penyelesaian (finishing) rampung, tapi sebelumnya perawatan
(curing) dimulai. Jika pada setiap tahap ini bleeding telah berhenti, tetapi
kekuatan tarik beton masih sangat minim, maka kondisi ini kondusif untuk
terjadinya retak penyusunan plastis.
Bila kecepatan penguapan lebih dari 1 kg/m 3 setiap jamnya, maka resiko
retak penyusutan plastis tinggi. Pada iklim tropis, kondisi seperti ini umum
terjadi, apalagi bila temperatur beton tersebut sudah tinggi.
 Susut Kering/Pengeringan (drying shrinkage)
Retak susut terjadi akibat kandungan semen yang tinggi, mutu pasir yang
buruk serta plester yang diaplikasikan terlalu tebal. Susut ini terjadi pada
saat dinding/beton yang sudah mengeras akibat masuknya gas
karbondioksida (CO2) ke dalam pori beton. Faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya susut pengeringan antara lain:

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 20


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
a) Agregat
Agregat pada beton berperan sebagai penahan susut pasta semen. Jadi,
 
beton denan kandungan agregat yang semakin tinggi akan semakin
 
berkurang perubahan volumenya akibat susut. Derajat ketahanan betton
 
ditentukan oleh sifat agregatnya, yaitu denan modulus elastisitas yang
  tinggi atau dengan permukaan yang kasar akan lebih tahan terhadap
  proses susut.

  b) Faktor air semen


Semakin besar faktor air semen, akan semakin besar pula efek susut
 
c) Ukuran elemen beton
 
Besar dan kelajuan susut akan berkurang apabila volume elemen
betonnya semakin besar. Akan tetapi, terjadinya susut akan semakin
lama untuk elemen yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang
diperlukan untuk pengeringan sampai ke bagian dalam.
d) Kondisi lingkungan
Faktor kelembaban di sekeliling beton sangat mempengaruhi besarnya
sudut terhadap laju perubahan susut semakin kecil pada lingkungan
dengan kelembaban yang tinggi. Temperatur di sekeliling juga
merupakan faktor yang menemukan, yaitu susut akan tertahan pada
temperatur rendah
e) Banyaknya penulangan
Beton bertulang lebih sedikit susutnya dibandingkan dengan beton
sederhana, dimana perbedaan relatifnya merupakan fungsi dari
persentase tulangan.

2.4.3 Cold Joint


Cold joint merupakan bidang sambungan yang tampak diantara penuangan
adukan yang berbeda, dapat dilihat contoh kejadian cold joint pada Gambar 2.5
Penyebab utama terjadinya cold joint adalah pembentukan kerak di permukaan
beton yang menghalangi penggabungan monolit antar lapisan beton yang dicor

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 21


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
secara  berturutan. Selain itu penyebab lain terjadinya cold joint adalah beton
mengeras dengan cepat, suhu udara yang tinggi, segregasi agregat kasar dan jumlah
 
agregat halus yang terlalu banyak. Terdapat beberapa pencegahan yang dapat
 
dilakukan agar tidak terjadi cold joint yaitu pengecoran yang menerus tanpa
 
berhenti, suhu beton yang rendah atau maksimal 35ºC, periksa kembali gradasi
  agregat.
 

Gambar 2.5 Cold Joint pada Beton


(sumber: internet)

2.4.4 Spalling

Spalling adalah bagian permukaan beton yang terlepas dalam bentuk kepingan
atau bongkahan kecil. Kerusakan ini disebabkan oleh korosi tulangan, kebakaran,
dan lain-lain. Volume tulangan yang terkorosi membesar menimbulkan tegangan
dalam tarik pada beton sekeliling tulangan, jika tegangan ini melampaui kekuatan
beton yang mengelilinginya, terjadilah spalling. Pada saat kebakaran spalling
disebabkan oleh perbedaan pemuaian antara agregat dan mortar yang saling
kontradiktif. Pada suhu tinggi, agregat akan memuai, setelah suhu menjadi normal
kembali ukuran agregat akan kembali seperti semula. Sedangkan mortar memuai
hanya sampai sekitar suhu 2000C, setelah itu menyusut kembali. Perbedaan ini
menimbulkan tegangan lokal pada bidang batas antara kedua batas bahan ini.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 22


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
2.5. Tahapan
 
Dalam Pengujian Struktur

  2.5.1 Tahapan Perencanaan


 
Tahapan perencanaan mencakup pendefinisian masalah, pemilihan jenis test
yang akan
  dilakukan sesuai dengan masalah yang dihadapi, penentuan banyaknya
  pengujian yang akan dilakukan, dalam pemilihan lokasi pengujian pada

  struktur/komponen struktur yang dapat mewakili kondisi struktur yang sebenarnya.


Tahapan-tahapan yang umumnya dilakukan pada tahap perencanaan ini dapat
 
diuraikan sebagai berikut:
 

  a) Penyelidikan Visual

Tahapan awal untuk mendefinisikan permasalahan yang ada dilapangan


adalah pengamatan visual. Dari pengamatan visual ini bisa didapatkan informasi
mengenai tingkat layanan dari komponen struktur (seperti lendutan), baik tidaknya
pengerjaan pada saat pembangunan struktur/komponen struktur (seperti misalnya
terdapat bagian keropos dan honeycombing pada beton), material maupun tingkat
struktural (seperti retak-retak akibat lenturan pada struktur beton). Pada tahapan
ini diperlukan tenaga ahli terlatih khusus yang dapat mendeteksi hal-hal yang tidak
normal yang terjadi pada struktur dan dapat membedakan jenis-jenis kerusakan
yang terjadi dan penyebabnya.

b) Pemilihan Jenis Pengujian

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis


pengujian struktur, diantaranya:

1. Tingkat kerusakan struktur yang diizinkan terjadi.

2. Tingkat keandalan hasil pengujian.

3. Jenis permasalahan yang dihadapi.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 23


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
Kemungkinan besar jenis pengujian yang tersedia tidak dapat memenuhi
semua hal diatas secara optimal, sehingga diperlukan suatu diskusi mengenai jenis
 
metode yang akan digunakan.
 
c) Jumlah
  dan Lokasi Pengujian

  Penentuan jumlah pengujian yang dibutuhkan ditentuan oleh:

 
1. Tingkat akurasi yang ditentukan.
 
2. Tingkat kesulitan pengujian/pengambilan sample.
 
3. Biaya yang dibutuhkan
 

4. Tingkat kerusakan.

2.5.2 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan perlu diperhatikan tingkat kesulitan dalam mencapai


lokasi-lokasi yang telah ditentukan sebagai lokasi pengujian. Penanganan peralatan
pengujian harus dilakukan dengan baik selama pelaksanaan. Demikian pula dengan
keselamatan tenaga pelaksana harus diperhatikan. Perlu juga diperhatikan pada saat
pelaksanaan, pengaruh gangguan yang mungkin timbul dari pengujian tersebut
terhadap gedung-gedung/ struktur-struktur disekitar lokasi struktur yang akan diuji.

2.5.3 Tahap Interpretasi

Tahap interpretasi dapat dibagi menjadi tiga tahapan yang berbeda, yaitu:

a. Peninjauan mengenai kekuatan bahan

b. Kalibrasi

c. Analisa / Perhitungan

2.6. Metode Non Destructive Test (NDT)


Secara umum hasil uji dengan cara tidak merusak, hanya untuk memberikan
indikasi (rata-rata) saja dari kekuatan tekan beton yang bersangkutan, apakah

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 24


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
cukup
 
baik atau tidak memenuhi syarat. Cara umum yang dilakukan untuk
mengetahui sisa kekuatan tekan beton dan mutu beton yang tidak merusak
 
adalah dengan menggunakan Hammer Test dan UPV Test.
 
2.6.1  Hammer Test

  a. Umum

  Hammer test yaitu suatu pemeriksaan mutu beton pada permukaan tanpa
merusak beton. Disamping itu dengan menggunakan metode ini akan diperoleh
 
cukup banyak data dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya murah. Metode
 
pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban impact (tumbukan) pada
 
permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan
menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa
tersebut padaa saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat
memberikan indikasi kekerasan setelah dikalibrasi. Sebelum melakukan pengujian,
alat Hammer Test dikalibrasi terlebih dahulu agar kekeliruan dapat diminimalisir.
Rumus untuk menghitung nilai rata-rata data kalibrasi alat yaitu sebagai berikut:

Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman material beton pada
permukaan struktur, karena kesederhanaanya, pengujian menggunakan alat ini sangat
cepat sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam
waktu yang singkat. Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan
beton misalnya keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat
permukaan.
Metoda pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban impact
(tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang
diaktifkan dengan memberikan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 25


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
timbul  dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda
uji dapat memberikan indikasi kekerasan dan setelah dikalibrasi dapat memberikan
 
indikasi nilai kuat tekan beton benda uji.
 
b.  Standar
Pemeriksaan Homogenitas Mutu Permukaan Beton (HammerTest)
 
berdasarkan BS 1881 Part 202:1986, ASTM G80S-89, dan ACI 2002.
 

 
c. Peralatan
 
Peralatan yang digunakan dalam Hammer Test sebagai berikut:
 
• Form dan Alat Tulis
• Kapur
• Meteran
• 1 Set Schimidt Rebound Hammer

Gambar 2.6 Schimidt Rebound Hammer

d. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan Hammer Test dibagi dua tahap yaitu:
1) Persiapan Pengujian
Persiapan pengujian dilakukan sebagai berikut:
a) Membuat rencana jadwal pengujian, mempersiapkan peralatan-
peralatan yang akan digunakan dan perlengkapan-perlengkapan

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 26


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
lainnya yang diperlukan. Termasuk didalamnya kalibrasi alat hammer
test.
 
b) Mencari data dan informasi mengenai lokasi pengujian, diantaranya
 
seperti data tentang letak detail konstruksi, tata ruang dan mutu bahan
 
konstruksi selama pelaksanaan bangunan berlangsung.
  c) Menentukan lokasi titik pengujian. Penentuan jumlah titik pengujian
  disesuaikan dengan kebutuhan.

  2) Tata Cara Pengujian


Cara pengujian dilakukan sebagai berikut:
 
a) Posisikan ujung plunger yang terdapat pada ujung alat hammer test
 
pada titik-titik yang akan ditembak dengan memegang alat hammer
sedemikian rupa dengan arah tegak lurus atau miring permukaan beton
yang akan diuji.
b) Plunger ditekan secara perlahan-lahan pada titik tembak yang sudah
ditentukan dengan tetap menjaga kestabilan arah dari alat hammer.
Pada saat ujung plunger sudah tertekan maksimal, akan terjadi
tembakan oleh plunger terhadap beton, lalu tekan tombol yang terdapat
dekat pangkal alat hammer.
c) Lakukan pembacaan nilai rebound yang didapat pada alat.
d) Lakukan pengujian terhadap masing-masing titik yang telah ditentukan
semula dengan cara yang sama. Lakukan 10 kali pukulan pada setiap
area bidang uji dengan jarak antar pukulan 25 mm.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 27


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
e.  Flowchart Pelaksanaan
Berikut adalah bagan alir pelaksanaan:
 

 
Mulai
 

  Persiapan Pengujian Standar

  Menentukan Lokasi Membersihkan Bidang Meratakan Permukakan


Bidang Uji Uji Bidang Uji
 

Tidak
Memenuhi Simpan Data pada Alat Pengujian 10x Konfigurasi Alat

Hasil Pengujian

Cek

Ya Gambar 2.7 Flowchart Pelaksanaan Hammer Test


Selesai

f. Hasil Pengujian Hammer Test


Pemeriksaan dilakukan berdasarkan nilai yang dihasilkan schimidt hammer.
Hasil tersebut kemudian diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
 Menghitung kuat tekan rata-rata:

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 28


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

  Menghitung standar deviasi:

 
Menurut standar ACI 2002, terdapat Tabel Klasifikasi Standar Deviasi
 
pada beton yang disajikan pada Tabel 2.4 sebagai berikut:
 
Tabel 2.4 Kriteria standar deviasi untuk beton (ACI, 2002)
 

Berdasarkan Tabel 2.4, klasifikasi homogenitas dibagi menjadi 2 yaitu


pengujian lapangan dan percobaan laboratorium. Apabila standar deviasi pada
saat pengujian lapangan diperoleh hasil sebesar kurang dari 2,8 MPa atau
kurang dari 400 psi maka beton dinyatakan baik sekali. Beton yang memiliki
standar deviasi sebesar 2,8 – 3,4 MPa atau sebesar 400 – 500 psi pada
pengujian lapangan, maka beton dikatakan sangat baik. Beton yang memiliki
standar deviasi sebesar 3,4 – 4,1 MPa atau 500 – 600 psi pada saat pengujian
lapangan maka beton dikatakan baik. Sedangkan untuk beton yang dinyatakan
cukup yaitu beton yang memiliki standar deviasi sebesar 4,1 – 4,8 MPa atau
600 – 700 psi pada saat pengujian lapangan, untuk beton yang dinyatakan
kurang baik yaitu beton yang memiliki standar deviasi lebih dari 4,8 MPa atau
lebih dari 700 psi pada saat pengujian lapangan.
Beton yang diuji melalui percobaan laboratorium dan memiliki standar
deviasi sebesar kurang dari 1,4 MPa atau kurang dari 400 psi, maka beton
dikatakan baik sekali. Beton yang memiliki standar deviasi 1,4 – 1,7 MPa atau
200 – 250 psi pada pengujian laboratorium maka beton dinyatakan sangat baik.
Beton yang memiliki standar deviasi sebesar 1,7 – 2,1 MPa atau 250 – 300 psi
pada pengujian laboratorium, maka beton dinyatakan baik. Sedangkan untuk

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 29


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
beton
 
yang memiliki standar deviasi berkisar antara 2,1 – 2,4 MPa atau 300 –
350 psi pada pegujian laboratorium berarti beton dinyatakan cukup, dan untuk
 
beton yang dinyatakan kurang baik yaitu beton yang memiliki standar deviasi
 
sebesar lebih dari 2,4 MPa atau lebih dari 350 psi pada pengujian laboratorium.
 
Tabel kriteria standar deviasi
   Menghitung kuat tekan beton karakteristik:
 

 
Dimana:
 

2.6.2 Ultrasonic Pulse Velocity Test


Metoda pengujian dilakukan dengan alat PUNDIT, yang dikembangkan
berdasarkan prinsip bahwa cepat rambat gelombang yang melalui suatu media
padat bergantung pada sifat sifat elastik media padat tersebut. Jika digunakan
dengan baik dan benar, alat ini dapat memberikan informasi yang banyak
mengenai kondisi bagian permukaan ataupun bagian dalam beton. Alat ini secara
tak langsung juga dapat memberikan informasi mengenai nilai kuat tekan beton,
jika hubungan antara sifat-sifat elastik suatu benda padat dengan nilai kuat
tekannya diketahui.
Sebuah sinyal getaran longitudinal yang dihasilkan transduser elektro akustik,
yang dibuat dengan cara kontak dengan permukaan beton yang akan di uji.
Ketika sinyal ditransmisikan dari transducer melalui permukaan beton
menggunakan cairan penghubung seperti minyak atau pasta selulosa, beton
mengalami berbagai refleksi pada material material yang berbeda didalamnya.
Sebuah sistem yang lengkap dari perkembangan gelombang tegangan, termasuk
didalamnya gelombang longitudinal dan gelombang geser yang merambat

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 30


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
melalui
 
beton. Gelombang pertama yang ditangkap oleh tranduser penerima yaitu
gelombang longitudinal dikonversi menjadi sinyal elektrik oleh transduser kedua.
 

 
b. Standar
 Pengujian UPV Pundit dilakukan berdasarkan BS 1881 Part 203: 1986 dan

  ASTM C597- 97. Di dalam standar ini dijelaskan bahwa tranduser penerima
  mendeteksi datangnya komponen pulse yang tiba lebih awal. Pengukuran Pulse
Velocity
 
dapat dilakukan dengan 3 metode seperti pada Gambar 2.8, antara lain:
 Direct transmission, yaitu transmitter dan receiver berada pada dua permukaan
 
yang paralel
 
 Semi-direct transmission, yaitu transmitter dan receiver berada pada dua
permukaan yang saling tegak lurus
 Indirect/surface transmission, kedua tranducer berada pada permukaan yang
sama.

(a) (b) (c)

Gambar 2.8 Metode Pengambilan Pulse Velocity (a) Direct Transmission, (b) Semi-direct
Transmission, (c) Indirect / Surface Transmission

c. Peralatan
Peralatan UPV Pundit terdiri dari:
• UPV Pundit Lab (Gambar 2.9)
• Media kalibrasi
• Ultrasonic gel/Grease
• Meteran
• Sikat Kawat

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 31


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
Gambar 2.9 Alat Pundit
 
d. Metode Pelaksanaan
 
Metode pelaksanaan UPV Pundit dibagi tiga tahap pelakasanaan yaitu:
• Persiapan Lokasi Uji
Tahapan ini adalah persiapan awal untuk menentukan dan mempersiapkan
lokasi titik uji. Penentuan lokasi uji didasarkan dengan kondisi beton dengan
permukaaan yang relatif bagus diantara lainnya. Setelah itu meratakan permukaan
titik uji dengan gerindra dan memberi tanda lokasi uji.
• Persiapan Alat
Tahapan ini adalah menyetel alat UPV Pundit sesuai keperluan kemudian
dikalibrasi sesuai ketentuan pada benda uji kalibrasi (Oles permukaan benda uji
dengan Gel Ultrasonik).
• Pengujian
Tahapan ini adalah tahapan pengambilan pulse velocity dengan alat Pundit.
Sesuai penjelasan singkat standar yang dipakai, terdapat tiga metode pengambilan
pulse velocity. Untuk pengambilan dengan direct transmission sangat
direkomendasikan karena hasil yang paling akurat namun keterbatasan
pengambilannya di lapangan, pada semi-direct hasil yang diperoleh bisa dibilang
sangat akurat, dan yang terakhir adalah indirect/surface transmission merupakan
metode yang paling buruk hasilnya dibanding metode yang lainnya, namun butuh
direduksi agar hasilnya mendekati nilai pulse velocity direct transmission. Setiap

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 32


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
melakukan
 
pengujian diwajibkan mengoleskan ultrasonik gel pada beton yang akan
diuji.
 

 
e. Flowchart Pelaksanaan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test)
 
Berikut adalah bagan alir pelaksanaan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test).
 
Mulai
 

 
Persiapan Pengujian Standar

  Menentukan Lokasi Membersihkan Bidang Meratakan


Bidang Uji Uji Permukakan Bidang
Uji

Pengujian UPV Test Konfigurasi Alat Kalibrasi Alat

Direct Semi-direct Indirect


Tramission Transmission Transmissio
n

Tidak Hasil Persiapan


Memenuhi Pengujian

Cek

Ya

Selesai

Gambar 2.10 Flowchart Pelaksanaan Pengujian Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test)

e. Hasil Pengujian Ultrasonic Pulse Velocity Test (UPV Test)


Kecepatan gelombang ultrasonik dipengaruhi oleh kekuatan elastis dan
kekuatan beton. Pada beton yang pemadatannya kurang baik, atau mengalami

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 33


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
kerusakan
 
butiran material, gelombang UPV akan mengalami penurunan
kecepatan. Perubahan kekuatan beton pada tes UPV ditunjukkan dengan
 
perbedaan kecepatan gelombangnya. Jika kecepatan gelombang menurun, itu
 
merupakan tanda bahwa beton mengalami penurunan kekuatan, sebaliknya jika
 
kecepatannya naik, maka itu merupakan tanda bahwa kekuatan beton meningkat
  (Hamidian dkk, 2012). Whitehurst melakukan penelitian untuk mengetahui
  hubungan kecepatan gelombang dan kualitas beton, hasilnya seperti pada Tabel
2.5  berikut:

  Tabel 2.5 Klasifikasi Kualitas Beton Berdasarkan Kecepatan Gelombang

(sumber: International Atomic Energy Agency, 2002:110)

Berdasarkan Tabel 2.5, kecepatan gelombang longitudinal yang diperoleh


sebesar lebih dari 4,5 km/(detik.103) atau lebih dari 15 ft/detik maka kualitas beton
dapat dikatakan sangat bagus. Beton yang mempunyai kecepatan rambat gelombang
antara 3,5 – 4,5 km/(detik.103) atau setara dengan 12 – 15 ft/detik berarti kualitas
beton masih tergolong bagus. Sedangkan beton yang memiliki kecepatan
gelombang longitudinal berkisar antara 3,0 – 3,5 km/(detik.103) atau 10 – 12
ft/detik maka kualitas beton diragukan apakah masih layak digunaka atau tidak.
Beton dengan kualitas jelek memiliki kecepatan gelombang sebesar 2,0 – 3,0
km/(detik.103) atau7 – 10 ft/detik, dan apabila beton memiliki kecepatan gelombang
longitudinal sebesar kurang dari 2,0 km/(detik.10 3) atau kurang dari 7 ft/detik maka
kualitas beton sangat jelek.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 34


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
2.7. Hubungan
 
antara Kuat Tekan (Compressive Strength) dan Kecepatan
(Velocity)
 
Hasil pengujian Hammer Test dan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test) dapat
 
dibandingkan dengan cara mengkonversikan Velocity hasil pengujian Ultrasonic
 
Pulse Velocity menjadi nilai kuat tekan beton (f’c). Pengujian Ultrasonic Pulse
  Velocity (UPV Test) yang dilakukan secara tidak langsung (indirect) maka harus di
  konversikan terlebih dahulu agar kecepatan yang dihasilkan menjadi direct velocity.
Cara untuk
  mengkonversikan nilai velocity ini yaitu dengan menambah nilai
kecepatan hasil pengujian indirect dengan indirect factor sebesar 10%. Setelah itu
 
nilai pulse velocity yang dihasilkan di plotkan ke dalam grafik sehingga menghasilkan
 
compressive strength pada Gambar 2.11 sebagai berikut.

Gambar 2.11 Grafik perbandingan velocity (V) dan kuat tekan beton (f’c)
(sumber: google.com)

2.7.1 Hammer Test


Untuk pengujian hammer test, standar yang digunakan adalah SNI ASTM
C805-2012. Dimana standar ini merupakan revisi dari SNI 03-4803-1998,
Metode pengujian angka pantul beton yang sudah mengeras. Dan standar ini
merupakanihasiliadopsiidari ASTM C 805-02.
1) Peralatan
Alat untuk pengujian hammer test terdiri dari palu pantul, batu penggosok,
dan anvil penguji.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 35


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
  Palu pantul terdiriidariisebuah paluibaja yang gerakannya dikendalikan oleh
pegas, daniapabilaipaluipantul dilepas akan memukul hulu paluiyangiterbuat
 
dari baja yang kontak langsung dengan permukaanibeton. Terdapat beberapa
 
tipe dan ukuran palu pantul, dan pemilihannya disesuaikan dengan
 
ukuranidanitipeistruktur beton yangiakanidiuji.
   Batu penggosok, terbuat dari bahanisilikaikarbid atau bahanilain yang
  sejenisidengan tekstur butiran sedang.
   Anvil penguji, silinderidenganidiameter 150 mm danitinggi 150 mm

  terbuatidariibaja denganikekerasanipermukaan tumbukan sampai dengan 66


HRC ± 2 HRC. Anvil memiliki alat pengarah agaripaluipantuliberada di
 
tengah daerahitumbukanidaniberfungsi menjagaialatitetapitegak lurus
permukaan uji.
 Verifikasi, paluipantul harus dirawat dan diverifikasi setiap tahun serta
apabila pengoperasiaannyaidiragukan. Selama verifikasi, anvil diletakkan
pada pelat atau lantai beton. Pabrik harus melaporkan angka pantul yang
diperoleh dari pengoperasian alat yang benar ketika pengujian dilakukan
pada anvil dengan kekerasan seusai spesifikasi.
Catatan : Umumnya palu pantul menghasilkan angka pantul 80 ± 2 ketika
diuji pada anvil seperti dijelaskan pada butir 6.3. Pada saat pemeriksaan,
anvil harus berada di atas landasan kaku untuk memperoleh angka pantul
yang benar. Verifikasi pada tes anvil tidak menjamin menghasilkan angka
pantul yang selalu sama. Palu dapat diverifikasi pada angka pantul yang
lebih rendah dengan menggunakan landasan batu yang sudah dihaluskan dan
memiliki kekerasan yang seragam. Beberapa pengguna membandingkan
beberapa pengujian pada permukaan beton atau batu yang sudah diketahui
kekerasannya untuk mengetahui rentang angka pantul yang terdapat di
lapangan.
Peralatan untuk pengujian Hammer Test dapat dilihat pada Gambar 2.12
sebagai berikut:

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 36


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
Gambar 2.12 Bagian-bagian alat uji Hammer Test
  (sumber : SNI AST c805-2012 tentang Metode Hammer Test)
 
2) Daerah Pengujian dan Hambatan
Pemilihanidaerah permukaan uji haruslah pada daerah yang tidak terdapat
keropos, permukaaniberalur (scalling), permukaan kasar atau daerah dengan
porositas yang tinggi. Apabila permukaan bertekstur kasar, lunak atau
terkelupas mortarnya harus diratakanidenganibatuipenggosok. Elemenibeton
yang akan diujiiharus memiliki tebal minimum 100 mm
danimenyatuidenganistruktur. Letak batang tulangan di bawah permukaan
beton dengan selimut beton minimal 20 mm. Jika kurang dari 20 mm,
pengujian tidak diijinkan dan harus mencari daerah pengujian lainnya.
3) Cara Uji
Persiapkan permukaan bidang uji, dengan diameter bidang uji minimum 150
mm. Pegang alat dengan kokoh sehingga posisi hulu palu tegak lurus dengan
permukaan beton yang diuji. Tekanialat secara perlahan ke arah permukaan uji
sampai palu pantul menumbuk hulu palu. Setelah terjadi tumbukan, tahan
tekanan pada alat dan apabila perlu tekan tombol pada sisi alat untuk mengunci
hulu palu pada posisinya. Baca dan catat angka pantul pada skala untuk angka
yang terdekat. Lakukan 10 titik bacaan pada setiap daerah pada skala untuk
angka yang terdekat.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 37


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
4)  Perhitungan
Hasil pembacaan yang berbeda lebih dari 6 satuan dari rata-rata 10 titik
 
bacaan diabaikan dan tentukan nilai rata-rata dihitung dari pembacaan data
 
yang memenuhi syarat. Bila lebih dari 2x titik bacaan memiliki perbedaan
 
lebih dari 6x satuan dari nilai rata-rata, maka seluruh rangkaian pembacaan
  harus dibatalkan dan tentukan angka pantul pada 10 titik bacaan baru pada
  daerah pengujian.

 
2.7.2 Ultrasonic Pulse Velocity (UPV Test)
 
Standar yang mengatur spesifikasi penggunaan alat Ultrasonic Pulse Velocity
 
(UPV Test) yaitu SNI ASTM C597 : 2012 tentang Metode Uji Kecepatan Rambat
Gelombang Melalui Beton (ASTM C 597 – 02, IDT). Ketentuan yang tercantum di
dalam SNI ASTM C597 : 2012 yaitu sebagai berikut:
 Alat uji yang tersedia saat ini membatasi panjang lintasan sekitar minimum 50
mm dan maksimum 15 m, panjang lintasan ini tergantung pada frekuensi dan
intensitas dari sinyal yang dihasilkan. Batas atas dari panjang lintasan
tergantung dari kondisi permukaan dan karakteristik bagian dalam beton yang
diuji. Preamplifier pada transducer penerima dapat digunakan untuk
meningkatkan panjang lintasan maksimum yang dapat diuji. Panjang lintasan
maksimum diperoleh dengan menggunakan transducer dari frekuensi resonan
relatif rendah (20 kHz dampai dengan 30 kHz) untuk meminimalkan
perlemahan dari sinyal pada beton. (Frekuensi resonansi dari susunan
transducer menentukan frekuensi getaran dalam beton). Untuk panjang lintasan
yang lebih pendek dimana kehilangan sinyal bukan merupakan faktor dominan,
maka lebih baik menggunakan frekuensi reonan 50 kHz atau yang lebih tinggi
untuk mencapai pengukuran yang lebih akurat dan lebih sensitif.
a. Peralatan
Peralatan untuk pengujian UPV Test terdiri dari generator kecepatan
rambat gelombang, sepasangg alat tranduser (pengirim dan penerima),
amplifier, sirkuit pengukur waktu, unit yang menampilkan waktu, dan kabel

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 38


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
penghubung.
 
Peralatan untuk pengujian UPV Test dapat dilihat pada Gambar
2.13 sebagai berikut.
 

Gambar 2.13 Skematik Peralatan untuk Pengujian UPV test


(Sumber : SNI ASTM C597 : 2012 tentang Metode Uji Kecepatan Rambat Gelombang
Melalui Beton (ASTM C 597 – 02, IDT))

Penjelasan dari masing-masing bagian pada peralatan untuk pengujian UPV


Test diatas yaitu sebagai berikut.
1) Generator Kecepatan Rambat Gelombang dan Tranduser Pengirim
Generator kecepatan rambat gelombang harus terdiri dari sirkuit untuk
membangkitkan tegangan kecepatan rambat gelombang. Dengan catatan
tegangan kecepatan rambat gelombang mempengaruhi daya keluaran dari
alat tranduser dan penetrasi maksimal dari geombang longitudinal.
Tegangan kecepatan rambat gelombang 500 V dampai dengan 1000 V telah
digunakan dengan baik. Tranduser untuk mengubah gelombang pulsa
elektronis menjadi pancaran gelombang energi mekanis harus memiliki
frekuensi resonan dalam rentang 20 kHz sampai dengan 100 kHz. Dengan
catatan tranduser dengan frekuensi resonan lebih tinggi telah digunakan
dengan baik pada benda uji laboratorium yang relatif kecil. Generator

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 39


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
kecepatan rambat gelombang harus menghasilkan kecepatan rambat
gelombang yang berulang pada tingkat tidak kuran dari 3 kecepatan rambat
 
gelombang per detik. Alat tranduser dibuat piezoelectric, magnrtostrictive,
 
atau bahan yang sensitif terhadap tegangan (voltage-sensitive material)
 
lainnya (Rochelle salt, kuarsa, barium titanate, lead zirconate-titanate
  (PZT), dan sebagainya) dan terlindung. Suatu kecepatan rambat gelombang
  pemicu harus dibuat untuk memulai sirkuit pengukur waktu.
2)  Tranduser Penerima dan Penguat (Amplifier)
Tranduser penerima harus sesuai/cocok dengan tranduser pengirim.
 
Tegangan yang dihasilkan oleh penerima harus diperkuat seperlunya untuk
 
menghasilkan kecepatan rambat gelombang pemicu pada sirkit pengukur
waktu. Penguat (amplifier) harus mempunyai respon rata antara setengah
dan tiga kali frekuensi resonan dari tranduser penerima.
3) Sirkuit Pengukur Waktu
Sirkuit pengukur waktu dan pemicu gelombang harus mampu memberikan
ketepatan resolusi pengukuran seluruh waktu minimal 1 mikrosekon.
Pengukuran waktu dimulai dari dilepaskannya tegangan pemicu dari
generator kecepatan rambat gelombang, dan sirkuit pengukuran waktu harus
beroperasi pada frekuensi berulang dari generator kecepatan rambat
gelombang. Sirkuit pengukur waktu harus memberikan hasil/keluaran
apabila gelombang penerima terdeteksi, dan hasil ini harus digunakan untuk
menentukan waktu tempuh yang ditampilkan pada unit penampil. Sirkuit
pengukur waktu tidak boleh sensitif terhadap temperatur pengoperasian
pada rentang 0 °C sampai dengan 40 °C dan perubahan tegangan listrik
dalam sumber daya sebesar kurang lebih 15 %.
4) Unit Penampil
Terdapat 2 tipe unit penampil yang tersedia. Unit yang modern
menggunakan pengukur selang waktu dan penampil digital pembacaan
langsung dari waktu tempuh. Unit yang lama menggunakan tabung sinar
katoda (CRT) dimana pulsa yang dikirim dan diterima, ditampilkan sebagai

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 40


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
penyimpangan jejak yang berhubungan dengan skala waktu yang
ditetapkan.
 
5) Batang Kalibrasi
 
Sebuah batang logam atau bahan lainnya yang awet/tahan lama yang waktu
 
tempuh gelombang longitudinalnya telah diketahui. Waktu tempuh harus
  dicatat secara permanen pada batang kalibrasi.
  6) Kabel Penghubung

  Apabila pengukuran kecepatan–pulsa pada struktur besar memerlukan


penggunaan kabel interkoneksi yang panjang, gunakan kabel koaksial
 
dengan kapasitan rendah dan terbungkus.
 
7) Bahan Perantara (coupling agent)
Bahan kental (seperti oli, jeli larut dalam air, karet lunak (moldable rubber),
atau gemuk (grease)) untuk menjamin efisiensi transfer energi antara beton
dan tranduser. Fungsi bahan perantara (Coupling agent) adalah untuk
menghilangkan udara antara permukaan kontak dari tranduser dengan
beton. Air dapat digunakan sebagai bahan perantara bila dapat tergenang
pada permukaan atau pada pengujian di dalam air.
b. Cara uji
1) Pemeriksaan fungsi peralatan dan pengaturan waktu nol (zero –time)
Periksa peralatan apakah telah berfungsi dengan benar dan lakukan
pengaturan waktu nol. Gunakan bahan perantara pada ujung batang
kalibrasi, kemudian lakukan penekanan pada kedua transduser dengan baik
pada masing-masing ujung batang kalibrasi sampai waktu tempuh yang
stabil ditampilkan pada unit penampil waktu. Atur waktu nol sampai
ditampilkan waktu tempuh sesuai dengan nilai yang ditandai pada batang
kalibrasi. Untuk beberapa instrumen, pengaturan waktu nol dibuat dengan
mengaplikasikan bahan perantara (coupling agent) dan menekan
permukaan kedua transduser secara bersamaan. Peralatan seperti ini
menggunakan mikroprosesor untuk merekam waktu tunda, yang secara
otomatis mengurangi pengukuran waktu tempuh berikutnya. Untuk

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 41


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
peralatan seperti ini, ukur waktu tempuh melalui batang kalibrasi untuk
memastikan bahwa pengaturan waktu nol telah dilakukan secara benar.
 
Periksa pengaturan nol pada setiap jam selama pengoperasian alat secara
 
terus-menerus, dan setiap kali kabel penghubung atau transduser diganti.
 
Jika waktu yang ditampilkan tidak sesuai dengan waktu tempuh dari batang
  kalibrasi, tidak diperbolehkan menggunakan alat tersebut, dan kembalikan
  batang serta alat tersebut kepada pembuatnya.

 2) Penentuan waktu singgah


 Untuk melakukan pengujian terhadap konstruksi yang ada, pilih lokasi
 
pengujian sesuai dengan ASTM C 823 atau mengikuti persyaratan dari
 
pihak yang meminta pengujian.
 Untuk mendapatkan hasil terbaik, letakan tranduser berlawanan arah
secara langsung satu sama lainnya. Oleh karena lebar
pancaran/rambatan dari gelombang getaran yang dipancarkan oleh
tranduser adalah besar, maka diperbolehkan untuk mengukur waktu
singgah untuk melintasi sudut/pojok struktur tetapi dengan resiko
kehilangan sensitivitas dan keakuratan. Pengukuran disepanjang
permukaan yang sama tidak boleh digunakan kecuali hanya satu
permukaan struktur yang terjangkau, mengingat pengukuran seperti itu
mungkin hanya menunjukan hasil untuk lapisan permukaan, dan
kecepatan pulsa yang dihitung tidak sesuai dengan yang diperoleh
melalui transmisi, dengan catatan salah satu sumber ketidakpastian
pengujian di permukaan adalah panjang lintasan aktual dari pulsa.
Oleh karena itu, pembacaan secara individual kurang teliti. Pengujian
permukaan bagaimanapun, telah digunakan untuk memperkirakan
kedalaman lapisan permukaan dengan kualitas yang lebih rendah
dengan membuat beberapa pengukuran waktu tempuh dengan jarak
yang bervariasi antara tranduser. Dari grafik waktu tempuh terhadap
jarak, memperkirakan kedalaman beton dengan kualitas yang lebih
rendah.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 42


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

   Gunakan bahan perantara (coupling agent) yang sesuai [seperti air,


pelumas, petroleum jelly, gemuk (grease), karet lunak (moldable
 
rubber), atau bahan kental lainnya] ke permukaan tranduser atau
 
permukaan pengujian, atau keduanya. Tekan permukaan tranduser
 
secara mantap terhadap permukaan beton sampai waktu tempuh yang
  stabil ditampilkan, dan ukur waktu tempuh. Tentukan jarak garis lurus
  antara pusat permukaan tranduser, dengan catatan kualitas pelekatan
  (coupling), penting bagi akurasi dan rentangan maksimum (maximum
range) dalam metode ini. Pelekatan (coupling) yang tidak memadai
 
akan menyebabkan pengukuran waktu yang tidak stabil dan tidak
 
akurat, dan akan secara signifikan mengurangi rentangan efektif dari
alat. Pengukuran ulang pada lokasi yang sama.

2.8. Perbaikan Kerusakan Beton

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.24/PRT/M/2008 tentang


Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung, perbaikan gedung adalah
kegitan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen,
bahan bangunan, dan/atau sarana dan prasarana agar bangunan gedung tetap layak
fungsi.

2.8.1 Tingkat Kerusakan Bangunan

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.24/PRT/M/2008 tentang


Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung, intensitas kerusakan
bangunan dapat digolongkan atas tiga tingkat kerusakan, yaitu:

a. Kerusakan Ringan

 Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen non-struktural,


seperti penutup atap, langit-langit, penutup lantai, dan dinding pengisi.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 43


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
  Perawatan untuk tingkat kerusakan ringan, biayanya maksimum adalah
sebesar 35% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru
 
yang berlaku, untuk tipe/kelas dan lokasi yang sama.
 
b. Kerusakan Sedang
 

   Keruskaan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen non-struktural,

  dan atau komponen structural seperti struktur atap, lantai, dan lain-lain.

  Perawatan untuk tingkat kerusakan sedang, biasanya maksium adalah sebesar


 45% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang

  berlaku, untuk tipe/kelas dan lokasi yang sama.

c. Kerusakan Berat

 Kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar koponen bangunan,


baik structural maupun non-struktural yang apabila stelah diperbaiki masih
dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.

 Perawatan untuk tingkat kerusakan sedang, biasanya maksium adalah sebesar


65% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang
berlaku, untuk tipe/kelas dan lokasi yang sama.

2.8.2 Jenis-jenis Material untuk Perbaikan Beton


1) Material-material yang cementitious
Material ini berkisar dari mortar dan grout serta beton yang konvensional
sampai kepada material dengan sifat-sifat yang diperbaiki sesuai dengan
kebutuhan dengan menggunakan admixtures. Penggunaan admixtures antara lain
dapat menghasilkan sifat-sifat kohesif, pencapaian kekuatan secara cepat,
kelecakan yang lebih tinggi, daya tahan terhadap tercucinya semen dan
pengurangan bleeding serta susut. Material perbaikan yang termasuk dalam jenis
ini antara lain adalah:

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 44


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
a.  Beton, mortar atau grout

  Beton, mortar atau grout digunakan untuk penggantian total penampang atau
untuk
  memperbaiki rongga-rongga yang dalam sampai melalui tulangan beton.
Sedangkan mortar dapat digunakan untuk perbaikan rongga-rongga sampai sekecil
 
4 cm. Grout memiliki keuntungan karena bersifat encer dan dapat dipompa sampai
 
kebagian yang tidak terlihat sekalipun, namun grout memiliki kandungan air yang
 
tinggi dankonsekuensinya mengalami penyusutan lebih besar besar dibanding
mortar
  atau beton.

 
b. Beton, dan mortar yang dimodifikasi dengan menambahkan latex
 
Merupakan material perbaikan yang sangat berguna untuk melapisi kembali
permukaan lantai bangunan atau lantai jembatan yang rusak. Material seperti ini
dikenal dengan sebutan beton latex (latex concrete) atau latex-modified concrete
dan pada akhir-akhir ini sering dikenal sebagai polimer modified concrete.
(Material ini harus dibedakan dari polymer concrete yang mengandung polimer
yang tidak ditambahkan dalam bentuk latex.

c. Beton, mortar atau grout yang dimodifikasi dengan menambahkan polimer

Polimer ditambahkan sebagai matrik memiliki beberapa keuntungan bagi


pekerjaan perbaikan, keuntungan-keuntungan ini meliputi: kekuatan yang tinggi
pada umur dini, kemampuan untuk dicor pada temperature dibawah titik beku
memiliki kekuatan lekat yang baik, durabilitas yang tinggi walaupun bila harus
digunakan pada kondisi yang akan merusak beton biasa. Sebagai polimer biasanya
digunakan epoxy, polyurethane, unsaturated polyester, methyl methacrylate dan
lain-lain. Beton, mortar atau grout yang harus memiliki sifat tertentu untuk suatu
tipe perbaikan dapat dibuat menggunakan semen khusus misalnya semen dengan
kandungan alumina yang tinggi akan mengalami setting dalam 2 sampai dengan 4
jam dan dapat mencapai kuat tekan sebesar 22 Mpa dalam 6 jam. Beton, mortar
atau grout yang dibuat dengan bahan ini memiliki daya tahan terhadap perusakan
asam, sulfat, alkali, air laut dan minyak. Semen Portland tipe III yang dipakai

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 45


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
dengan
 
accelerator akan menghasilkan bahan yang sesuai untuk pekerjaan
perbaikan yang cepat. Selain itu semen magnesium phosphate baik untuk
 
pekerjaan penambalan.
 
d.  Dry Pack

  Istilah ini biasanya digunakan untuk mortar dengan bahan dasar semen

  Portland dengan kandungan air yang cukup rendah sehingga tidak mengalami
slump.Sebenarnya setiap material yang dapat digunakan dengan konsistensi
 
sedemikian rupa sehingga tidak mengalami slump (no-slump consistency) dapat
 
disebut dry pack,- Beton serat, beton serat memiliki kekuatan tarik, kekuatan
 
lentur, daya tahan terhadapimpak dan daya tahan terhadap abrasi yang lebih baik
daripada beton biasa. Serat yangdigunakan dapat berupa metal, plastic, gelas atau
serat natural. Shotcrete, atau yang juga biasa disebut sprayed concrete atau
sprayed mortar terdiri dari bahan-bahan pembentuk yang sama seperti beton yaitu
semen, agregat dan air. Perbedaan Shotcrete dengan beton biasa adalah bahwa
Shotcrete biasanya menggunakan agregat kerikil yang bulat dan kandungan
semennya lebih tinggi, selain itu water-cement rasio dari Shotcrete lebih rendah
sekitar 0,4.

2) Material yang berbahan dasar resin: Epoxy

Material ini umumnya dibuat atas dasar epoxy resin (epoxy merupakan
senyawa organik) dan meliputi resin untuk injeksi (injection resins), mortar yang
dapat di cor dan pasta yang dapat diterapkan dengan tangan. Epoxy mortar terdiri
dan resin, hardener dan 120 filler yang terdiri dari pasir halus, sedangkan epoxy
concrete terdiri dari resin, hardener, pasir halus dan agregat kasar ukuran kecil.

3) Elastomeric Sealants

Bila retak yang harus diperbaiki bersifat aktif, artinya mengalami pergerakan-
pergerakan yang berarti, pilihan untuk material yang akan digunakan sering jatuh
pada elastomeric sealants. Material ini harus melawan infiltrasi pecahan-pecahan

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 46


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
beton
 
dan air kedalam retakan, memiliki ekstensibilitas yang tahan lama dan
melekat pada tepi-tepi retak. Dua tipe elastomeric sealants yang biasa dipakai
 
adalah: hot-applied, yang biasanya merupakan campuran material yang bituminous
 
dengan karet yang kompatibel dan cold-applied, yang dapat didasarkan atas
 
berbagai material dan biasanya harus dicampur di lapangan.
 
4) Silicones
 
Biasanya digunakan sebagai material perbaikan untuk masalah uap air melalui
 
dinding. Ada dua cara pembuatannya yaitu dengan melarutkan bahan silicone
 
padat pada suatu pelarut atau membuat garam alkali dari asam siliconic dan
 
melarutkannya dalam air. Larutan material ini disemprotkan ke dinding dengan
kecepatan 3m2/ltr dan ketika pelarutnya menguap, silicon resin tertinggal di dalam
struktur pori dinding.

5) Bentonite

Bentonite merupakan bubuk batuan yang diambil dari debu vukanik yang
mengandung mineral tanah liat dengan persentase tinggi terutama sodium
bentonite. Material ini dapat mengabsorbsi air dalam kuantitas banyak dan
rnengembang sampai 30 kali volumenya semula dan membentuk massa yang
menyerupai jelly yang efektif berfungsi sebagai penghalang air.

6) Bituminous Coating

Bituminous coating yang berbahan dasar aspal atau coal tar sering digunakan
sebagai waterproofing pada beton atau untuk perlindungan terhadap pelapukan.
Material ini murah dan sudah biasa digunakan oleh buruh, efektif berfungsi
sebagai waterproofer sepanjang suatu perioda tertentu apabila dikerjakan dengan
baik, dan ketebalannya. Metode Perbaikan dan bahan yang dipergunakan dan
umum dilakukan di Indonesia dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 2.6.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 47


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

  Tabel 2.6 Metode dan Material untuk Perbaikan Beton

  Kerusakan Metode Perbaikan Material


  Caulking Elastomeric Sealer
 
Injeksi bertekananan
menggunakan flexible Flexible epoxy filler
  filler
Retak yang hidup
(Live/Active Crack) Jacketting (strapping) Kawat atau batang baja
 
Membran atau mortar
Overlaying
  khusus
Plat baja, post tensioning,
Perkuatan
  stitching, dsb
 
Cement grout atau
Caulking mortar, fast setting
  mortar
Injeksi bertekananan
Rigid epoxy filler
menggunakan rigid filler
Coating
Bituminous coating, tar
Asphalt overlay dengan
Overlaying
membran
Latex modified concrete,
Retak yang Dormant Grinding dan overlaying
beton sangat padat
Dry Pack Dry pack
Mortar (semen), fast
Shorcrete setting mortar, Mortar
semen, beton epoxy.
Jacketing (strapping) Batang baja

Perkuatan Post tensioning dsb

Rekonstruksi Sesuai kebutuhan

Voids Dry Pack Dry pack


PC grout, mortar atau
Patching
semen
Honeycomb Resurfacing Beton epoxy atau polymer

Shotcrete Fast setting mortar

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 48


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
Kerusakan Metode Perbaikan Material
 

  Replaced aggregate Agregat kasar dan grout


Honeycomb
  Penggantian Sesuai kebutuhan
  Beton epoxy, polymer,
Patching
latex, aspal
 
Mortar semen, fast
Shotcrete
  setting mortar
Latex modified concrete,
Spalling Overlay
  beton aspal, beton
  Coating Bituminous coating

  Penggantian Sesuai kebutuhan

2.8.3 Metode Perbaikan Kerusakan pada Beton

Metode perbaikan yang dilakukan ditentukan dari jenis kerusakan dan tingkat
kerusakan yang terjadi pada beton. Berikut perbaikan sesuai dengan jenis-jenis
kerusakan yang terjadi pada beton:

1) Perbaikan untuk beton yang retak

a. Perbaikan untuk retak non-struktur pada beton

Untuk retak non-struktur, dapat digunakan metode injeksi dengan material


pasta semen yang dicampur dengan expanding agent serta latex atau hanya
dengan melakukan sealing saja dengan material polymer mortar atau
polyurethane sealant.

b. Perbaikan untuk retak struktur pada beton

Untuk retak struktur maka dapat digunakan metode injeksi dengan


material epoxy yang mempunyai viskositas yang rendah, sehingga dapat mengisi
dan sekaligus melekatkan kembali bagian beton yang terpisah.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 49


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
c. Perbaikan untuk beton yang mengalami spalling
 
 Spalling yang tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton) dan area
 
yang tidak luas, dapat digunakan metode patching. Metode perbaikan
 
ini adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan penempelan
 
mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan yang harus diperhatikan
  adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan; sehingga benar-benar
  didapatkan hasil yang padat.
   Spalling yang melebihi selimut beton, dapat digunakan metode

 
grouting, yaitu metode perbaikan dengan melakukan pengecoran
memakai bahan non-shrink mortar. Metode ini dapat dilakukan secara
 
manual (gravitasi) atau menggunakan pompa.
 Spalling yang terjadi pada area yang sangat luas, maka sebaiknya
digunakan metode shot-crete. Pada metode ini tidak diperlukan
bekisting lagi seperti halnya pengecoran pada umumnya. Metode shot-
crete ada dua sistem yaitu dry-mix dan wet-mix.
2) Perbaikan untuk beton yang mengalami honeycomb
Untuk honneycomb terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
perbaikannya. Metode perbaikan yang dapat menjadi opsi untuk perbaikan
honeycomb antara lain seperti patching, resurfacing, shortcrete, preplaced
aggregate. Berikut penjelasan singkat mengenai metode perbaikan tersebut:
 Metode patching adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan
penempelan mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan, penekanan
pada saat mortar ditempelkan harus diperhatikan dengan benar, aar
didapatkan hasil yang padat. Prosedur pelaksanaan metode patching
untuk honeycomb ini hampir sama dengan prosedur pelaksanaan
metode patching untuk spalling, hanya saja yang membedakan adalah
dari bahan/material yang digunakan. Pada metode patching untuk
spalling, bahan/material yang digunakan adalah beton epoxy, polymer
dan latex, sedangkan untuk honeycombs bahan/material yang
digunakan adalah PC grout, mortar atau semen.

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 50


 
 
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA

 
 Metode resurfacing diterapkan pada area beton yang luas. Cara ini
digunakan untuk memperbaiki plat lantai yang secara struktur masih
 
baik namun permukaan rusak akibat siklus pembekuan-pencairan,
 
ketebalan lapisan yang < 5 cm, dikategorikan. Apabila kerusakan
 
merupakan retak atau perderakan struktur, maka pilih lapisan yang
  tidak dilekatkan pada permukaan. Agar tidak mengganggu plat dasar
  pemisahan antara lapisan atas dengan plat dasar dapat memakai pasir,

  lembaran polyethylene atau keduanya sehingga kedua lapisan dapat


bererak secara bebas.
 
 Pada metode shortcrete ini, beton atau mortar ditembakkan dengan
 
tekanan pada lubang atau permukaan beton yang akan diperbaiki yang
dilakukan dengan memompa seluruh material yang lebih dicampur
melalui pipa kemudian menembakkan/emompa bahan atau mortar
yang masih kering lalu mencampurnya dengan air pada bagian nozzle.
Adukan yang relatif kering umumnya digunakan, sehingga beton
mampu menyangga berat sendirinya ahkan pada aplikasi vertikal
(Biron dan Arioglu, 1983).

LAPORAN TUGAS AKHIR DIV TPPG JURUSAN T.SIPIL POLBAN2019 51


 

Anda mungkin juga menyukai