Anda di halaman 1dari 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


1 Anatomi Fisiologi
Tulang pinggul wanita terdiri dari tiga tulang. Dilansir dari OrthoInfo, ketiga
tulang ini terpisah saat masih masa kanak-kanak, tetapi kemudian menyatu seiring
bertambahnya usia. Ketiga tulang ini saling bertemu untuk membentuk acetabulum, yatu
sendi di bagian pinggul/panggul yang berbentuk seperti cangkir berongga.

Tulang dan sendi ini juga membantu tubuh untuk bergerak, termasuk berjalan.
Adapun ketiga tulang pinggul dalam anatomi panggul wanita adalah sebagai berikut.

Ilium

Ilium adalah tulang utama pada bagian panggul. Tulang ini berada di kedua sisi tulang
belakang dan melengkung ke arah bagian depan tubuh. Bagian atas ilium, yaitu puncak
iliaka, akan terasa saat Anda menyentuh pinggul.

Pubis

Pubis adalah tulang yang berada di bagian bawah pinggul (tulang kelamin). Gabungan
antara dua tulang pubis dari dua sisi pinggul disebut simfisis pubis, yaitu sendi tulang
yang berfungsi melindungi alat kelamin wanita.

1. Ischium

Ischium adalah tulang yang berada di bawah ilium dan di samping pubis. Tulang ini
tebal karena terbentuk dari dua tulang yang menyatu dan melingkar. Tulang ischium
berperan dalam proses persalinan saat kepala janin mulai bergerak melalui jalan
lahir.
2. Sakrum

Sakrum adalah tulang berbentuk segitiga yang berada di bagian belakang panggul.
Tulang ini terbentuk dari lima tulang belakang yang menyatu.

3. Tulang ekor

Di bagian bawah sakrum terdapat tulang ekor (coccyx). Bagian tulang ini terdiri dari
empat tulang coccygeal yang awalnya terpisah.

Otot-otot di sekitar panggul wanita berfungsi untuk menjaga stabilitas tulang


panggul, mempertahankan postur tegak, serta membantu pergerakan batang tubuh
dan area kaki. Selain otot kaki, punggung, dan perut yang melekat pada panggul,
terdapat otot dasar panggul yang berada di sepanjang tulang kemaluan bagian depan
hingga tulang ekor. Otot dasar panggul menopang organ yang berada di bagian
panggul wanita, termasuk kandung kemih, usus, dan rahim. Otot ini juga berperan
dalam pembukaan setiap organ tersebut. Tugas otot dasar panggul contohnya dalam
pembukaan uretra dari kandung kemih (untuk buang air kecil), rektum dari usus
(buang air besar), dan vagina dari rahim (melahirkan). Selain berperan dalam
pembukaan, otot-otot ini membantu menjaga bagian tersebut tetap tertutup saat
tidak digunakan. Adapun anatomi otot dasar panggul wanita terdiri dari otot levator
ani dan coccygeus. Pada daerah panggul wanita, terdapat beberapa organ penting.
Berikut adalah organ-organ khusus yang ada pada panggul wanita.

1. Endometrium

Endometrium atau lapisan rahim adalah jaringan yang mengelilingi bagian dalam
rahim. Ini merupakan tempat menempelnya sel telur yang telah dibuahi. Dari sini
pula, darah yang keluar selama periode menstruasi berasal.

2. Rahim

Rahim adalah organ berongga yang berada di bagian bawah perut, antara kandung
kemih dan rektum (anus). Organ ini merupakan tempat janin tumbuh dan
berkembang selama kehamilan.
3. Ovarium

Ovarium adalah dua organ reproduksi wanita yang berfungsi menghasilkan dan
melindungi sel telur sampai siap untuk dilepaskan (ovulasi). Organ ini juga menjadi
tempat produksi beberapa hormon pada wanita, seperti estrogen dan progesteron.

4. Serviks

Serviks atau leher rahim adalah bagian bawah rahim yang sempit dan membentuk
saluran terbuka ke dalam vagina. Saluran ini akan melebar selama kehamilan untuk
mempersiapkan bayi keluar saat proses persalinan.

5. Tuba falopi

Tuba falopi adalah saluran yang menghubungkan ovarium dengan rahim. Saluran
ini menjadi tempat berjalannya sel telur dari ovarium menuju rahim setelah terjadi
proses pelepasan (ovulasi).

6. Vagina

Vagina adalah saluran yang menghubungkan serviks dan vulva. Bagian ini juga
termasuk salah satu organ di dalam anatomi panggul wanita.Fungsi vagina yakni
menjadi tempat keluarnya darah selama periode menstruasi. Ini juga merupakan
jalan lahir bagi janin saat proses melahirkan normal.

7. Vulva

Vulva adalah bagian luar dari alat kelamin wanita. Bagian ini terletak di antara
uretra (tempat keluarnya urin) dan rektum (tempat keluarnya tinja).

2 Definsi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa


nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan
krepitasi. Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Sehingga fraktur pelvis dapat
dikatakan sebagai trauma tulang rawan pada pelvis yang disebabkan oleh
ruda paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.
Fraktur pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma
pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma
pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra, buli-buli, rektum serta
pembuluh darah. Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor,
saluran kemih bagian bawah, uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan
tulang belakang. Dapat menyebabkan hemoragic (pelvis dapat menahan
sebanyak ±4 liter darah) dan umumnya timbul manifestasi klinis seperti
hipotensi, nyeri dengan penekanan pada pelvis, perdarahan peritoneum atau
saluran kemih.
Fraktur pelvis berkekuatan tinggi merupakan cedera yang
membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif
umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 15–
30% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara
hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya
darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada
pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara 6- 35%
pada fraktur pelvis berkekuatan tinggi rangkaian besar.

3 Etiologi
A. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur
pada tempat tersebut.
B. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan
terjadinya fraktur berjauhan.
C. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
D. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
E. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat
sehingga dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).

4 Patofisiologi/Patologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena
tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan
osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.

5 Pathway
Jatuh, hantaman, kecelakaan, dll Trauma tidak langsung Osteoporosis,
osteomielitis,
keganasan, dll
Trauma langsung
Tekanan pada tulang

Kondisi patologis
Tidak mampu meredam
energy yang terlalu besar
Tulang rapuh

fraktur
Tidak mampu
menahan berat badan
Pergeseran fragmen
tulang
Merusak jaringan
sekitar Prosedur
pembedahan

Menembus Pelepasan mediator deformitas Kurang


kulit inflamasi terpapar
informasi
Gangguan mengenai
vasodilatasi fungsi prosedur
luka
pembedah
an
Kerusakan Peningkatan aliran Hambata
integritas darah n
jaringan mobilitas
fisik
Ancaman
Peningkatan kematian
Kerusakan permeabilitas Trauma arteri/
pertahanan primer kalpiler vena
Krisis situasional

Port de entry kuman perdarahan


ansietas
Kebocoran
cairan ke
intersitial
Resiko infeksi Tidak terkontrol Tindakan infasiv

oedema
Kehilangan perdarahan
Resiko syok sepsis
volume
Menekan pembuluh cairan
Pelepasan mediator
darah perifer Tidak terkontrol
nyeri (histamine,
prostaglandin,
Resiko syok
bradikinin,
Inefektif perfusi hipovolemik Kehilangan
serotonin, dll)
jaringan perifer cairan

Ditangkap reseptor Resiko syok


nyeri perifer

Prosedur anastesi
Impuls ke otak

Persepsi nyeri Nyeri akut SAB (subarachnoid blok) General anastesi

Deepresed
Penurunan motorik
SSP

Kelemahan anggota gerak Penurunan


kesadaran

Prosedur
transport
apneu Gangguan
sensorik
Resiko cidera persepsi
Pemasangan
endotrakeal
disorientasi

Gangguan
ventilasi
spontan Resiko
cidera
akibat posisi
perioperatif
6 Manifestasi Klinis
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma
multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan
berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar
panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena
perdarahan yang hebat.
Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat kecelakaan
sehingga luasnya trauma tumpul dapat diperkirakan. Sedangkan untuk trauma
penetrasi, pengkajian yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya dan
kedalaman. Klien dapat menunjukkan trauma abdomen akut. Pada kedua tipe
trauma terjadi hemoragi baik internal maupun eksternal. Jika terjadi rupture
perineum, manifestasi peritonitis berisiko muncul,seluruh drainase abdomen
perlu dikaji untuk mengetahui isi drainase tersebut. Bilas abdomen umumnya
dilakukan untuk mengkaji adanya perdarahan diseluruh abdomen yang
mengalami luka, dengan cara memasukkan cairan kristaloid ke dalam rongga
peritoneum diikuti dengan paracentesis (rainase isi abdomen).Catat dan
dokumentasikan warna dan jumlah drainase.

7 Klasifikasi
Menurut Marvin Tile disruption of pelvic ring dibagi :
1. Stable (Tipe A)
2. Unstable (Tipe B)
3. Miscellaneous (Tipe C)
Fraktur Tipe A : pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila
berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat
kerusakan pada visera pelvis.
Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak
dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang – kadang terdapat
darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering
meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat
nyeri

8 Komplikasi
A. Komplikasi segera
1. Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya.
Berikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
2. Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis
pubis atau tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.
3. Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada
daerah uretra pars membranosa.
4. Trauma rektum dan vagina
5. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan
masif sampai syok.
6. Trauma pada saraf :
a. Lesi saraf skiatik: dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan,
maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
b. Lesi pleksus lumbosakralis: biasanya terjadi pada fraktur
sakrum yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi
gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.
B. Komplikasi lanjut
1. Pembentukan tulang heterotrofik: biasanya terjadi setelah suatu trauma
jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan
Indometacin sebagai profilaksis.
2. Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu
setelah trauma.
3. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder: apabila
terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi
yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan
terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan
pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.
4. Skoliosis kompensator

9 Penatalaksanaan
1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga
panggul
2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
a. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti
istirahat, traksi, pelvic sling
b.Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi
yang dikembangkan oleh grup ASIF
Berdasarkan klasifikasi Tile:
1. Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang
dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien
akan lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang.
2. Fraktur Tipe B:
1. Fraktur tipe open book
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat
tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis. Jika celah lebih dari
2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring
dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada
kedua ala ossis ilii.
2. Fraktur tipe close book
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun
bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm
atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan reduksi
dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
3. Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi
kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat
tidur sekurang – kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai,
maka dilakukan reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau
lebih plat kompresi dinamis.

10 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan radiologis:
1. Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan
radiologis dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
2. Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan
eksterna bila keadaan umum memungkinkan.
B. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
1. Kateterisasi
2. Ureterogram
3. Sistogram retrograd dan postvoiding
4. Pielogram intravena
5. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal

11 Diagnosa yang muncul sesuai pathway


a. Hambatan mobilitas fisik
b. Kerusakan integritas jaringan
c. Ansietas
d. Resiko infeksi
e. Resiko syok sepsis
f. Resiko syok hipovolemik
g. Inefektif perfusi jaringan perifer
h. Nyeri akut
i. Resiko cidera
j. Gangguan ventilasi spontan
k. Resiko cidera akibat posisi perioperatif

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Doengoes, ME (2000) pengkajian fraktur meliputi :
2. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
3. Sirkulasi
Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan darah)
4. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/sensasi, spasme otot, Kebas/kesemutan (parestesis)

Tanda : Demormitas local; angulasi abnormal, pemendakan, ratotasi, krepitasi


(bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi).
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi)
tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
6. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cidera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : femur 7- 8 hari,
panggul/pelvis 6-7 hari, lain-lainya 4 hari bila memerlukan perawatan
dirumah sakit
7. Rencana pemulangan :
Membutuhkan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan
tugas/pemeliharaan rumah.

2. Pemeriksaan Fisik
6. Pemeriksaan kepala Finger print di tengah frontal terdehidrasi, kulit
a. Rambut kepala bersih, bentuk kepala oval, tidak
ditemukan adanya penonjolan pada tulang
kepala klien, penyebaran rambut merata, warna
hitam, tidak mudah patah
dan tidak bercabang, rambut terlihat cerah.

b. Mata Mata lengkap dan simetris kanan dan kiri, tidak


ada pembengkakan pada kelopak mata, kornea
mata jernih, konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik, pupil isokor.

c. Hidung Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada


secret atau sumbatan pada lubang hidung,
mukosa merah muda, tidak ada masalah pada
tulang hidung dan posisi septum nasi ditengah.

d. Rongga Mulut Tidak ada sianosis, tidak ada luka, gigi lengkap,
warna lidah merah muda, mukosa bibir lembab,
letak uvula simetris ditengah.

e. Telinga Daun telinga simetris kanan dan kiri, ukuran


sedang, kanalis telinga tidak kotor dan tidak ada
benda asing, ketajaman pendengaran baik klien
dapat mendengar suara gesekan jari.

7. Pemeriksaan Posisi trakea simetris di tengah, tidak ada


Leher pembesaran pada kelenjar tiroid dan kelenjar
lympe, denyut nadi karotis teraba kuat.

8. Pemeriksaan thorak Kilen mengatakan tidak ada keluhan sesak nafas.


:Sistem Pernafasan Bentuk thorak simetris (normal chest), pola
pernafasan normal dan teratur dengan frekuensi
pernafasan 20x/menit, tidak terdapat penggunaan
otot bantu pernafasan, tidak terdapat pernafasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan vocal premitus
getaran paru kanan dan kiri teraba sama kuat,
suara perkusi sonor, suara nafas vesikuler, tidak
ada suara nafas tambahan.

9. Pemeriksaan jantung Tidak ada nyeri dada, CRT < 2 detik. Ictus
: Sistem cordis tidak terlihat, ictus cordis teraba di ICS V
Kardiovaskuler linea midclavikula kiri , basic jantung terletak di
ICS III sterna kanan dan ICS III sterna kiri suara
perkusi redup , pinggang jantung terletak di ICS
III sampai V sterna kanan suara perkusi redup,
apeks jantung terletak di ICS V midclavikula kiri
suara perkusi redup.
Bunyi jantung I terdengar lup dan bunyi jantung
II terdengar dup. Tidak ada bunyi jantung
tambahan.
10. Pemeriksaan BB: 50 kg
Sistem TB: 160 cm
Pencernaan dan IMT: 19,5 kg/m2 Kategori: berat badan ideal
StatusNutrisi Tidak ada penurunan berat badan dalam 6
bulan terakhir dan nafsu makan baik.
- Saat di rumah klien memiliki kebiasaan
makan dengan nasi, sayur, dan lauk sejumlah
1 porsi sedang sekali makan dengan
frekuensi 3 kali sehari pada pagi, siang, dan
malam.
- Saat di rumah, klien memiliki kebiasaan
minum sejumlah ± 1500 ml, minuman yang
diminum oleh klien berupa air putih.
- Di rumah sakit, klien makan dengan nasi,
sayur, lauk dan buah sejumlah 1 porsi sedang
sekali makan dengan frekuensi 3 kali sehari
pada pagi, siang, dan malam.
- Saat di rumah sakit, klien minum sejumlah ±
1500 ml, minuman yang diminum oleh klien
berupa air putih.
- Klien tidak memiliki pantangan atau alergi,
- tidak memiliki kesulitan dalam
mengunyah dan menelan.
- tidak ada mual dan muntah.
Semenjak sakit, klien dapat makan sendiri
kadang di bantu.

- Bentuk abdomen datar


11. Abdomen - tidak ada benjolanatau massa
- tidak ada bayanganpembuluh darah.
- tidak ada nyeritekan,
- tidak ada pembesaran pada hepar. Pada
titik Mc. Burney tidak ditemukan nyeri
tekan, tidak ada acites. Suara abdomen
timpani.

12. Sistem Persyarafan - Status memori panjang


- perhatian dapat mengulang
- Bahasa baik,
- dapat berorientasi pada orang, tempat dan
waktu,
- tidak ada keluhan pusing
- istirahat tidur 6-7 jam/hari. Klien tidak ada
kesulitan dalam istirahat tidur.

Pada pemeriksaan saraf kranial :


- nervus I klien dapat membedakan bau –
bauan.
- pada nervus II kliendapat melihat dan
membaca tanpa menggunakan kacamata.
- pada nervus III klien dapat menggerakkan
bola mata ke bawah dan ke samping.
- pada nervus IV pupil klien mengecil saat
dirangsang cahaya
- pada nervus V klien dapat merasakan
sensasi halus dan tajam
pada nervus VI klien mampu melihat benda
tanpa menoleh
- pada nervus VII klien bisa senyum dan
mengangkat alis mata.
- pada nervus VIII klien dapat mendengar
gesekan jari.
- pada nervus IX Klien mampu
membedakan rasa manis dan asam
- pada nervus X klien dapat menelan
- pada nervus XI klien bisa melawan tahanan
pada bahu dan menggerakkan.
- pada nervus XII kliendapat menjulurkan
lidah dan menggerakkan lidah keberbagai
arah.

13. Sistem Perkemihan - Kebersihan : Bersih.


- tidak ada keluhankencing.
- Klien terpasang kateter ukuran nomor 18,
produksi
urine 1000 ml/hari, warna kuning dan bau
khas.
- Tidak ada nyeri tekan
\dan pembesaran padakandung kemih.

14. Sistem - Pergerakan sendi terbatas, otot simetris


muskuloskeletal kanan dan kiri.
dan Integumen - Kekuatan otot :
Pada pemeriksaan tangan kanan, tangan kiri dan
kaki kanan didapatkan kekuatan otot 5,
sedangkan pada kaki kiri didapatkan kekuatan
otot
3. Klien masih bisa menggerakkan jari-jari dan
pergelangan kaki.
5 5

5 3
Tidak ada kelainan tulang belakang
Turgor kulit baik Pada penilaian risiko
decubitus, persepsi
sensori 4 yaitu tidak ada gangguan, kelembaban
4 yaitu jarang basah, aktivitas 1 yaitu bedfast,
mobilisasi 1 yaitu immobile sepenuhnya, nutrisi
4 yaitu sangat baik, gesekan dan pergeseran 2
yaitu potensial bermasalah, total nilai 16 yaitu
low risk.

15. Sistem Endokrin Tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid dan
kelenjar getah bening dan trias DM.
Tidak terdapat riwayat luka sebelumnya dan
riwayat amputasi sebelumnya.

16. Seksualit Bentuk payudara simetris kanan dan kiri, warna


as dan aerola kehitaman, tidak ada benjolan pada axilla
Reprodu dan clavikula.
ksi
a. Payudara

b. Genitalia Genetalian kilen normal kilen mengatakan


tidak ada luka

17. Keamanan Penilaian risiko klien jatuh dengan skala morse.


Lingkungan Riwayat jatuh yang baru atau 3 bulan terakhir
yaitu 25 (ya), diagnosa sekunder lebih dari 1
diagnosa yaitu 0 (tidak), menggunakan alat bantu
yaitu 0 (bedrest), menggunakan IV dan kateter
yaitu 20 (ya), kemampuan berjalan yaitu 10
(lemah), status mental yaitu 0 (orientasi sesuai
kemampuan diri), total skor yaitu 55 (Risiko).

18. Pengkajian Persepsi kilen terhadap penyakit : kilen


pisikososial mengatakan coban tuhan Ekpresi kilen terhadap
penyakit : kilen tampak tegang
Reaksi saat interaksi : koperatif

19. Personal hygiene Saat di rumah klien memiliki kebiasaan mandi


sebanyak 2 kali sehari, sikat gigi sebanyak 2 kali
sehari dan keramas sebanyak 1 kali sehari,
memotong kuku seminggu sekali saat panjang.
Di rumah sakit, klien jarang untuk di seka
menggosok gigi jarang Klien terlihat tampak
kotor. Klien tidak memiliki kebiasaan merokok
dan meminum minuman beralkohol.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografi pada dua bidang (cari lusensi dan diskontinuitas pada korteks tulang)
b. Tomografi, CT scan, MRI (jarang)
c. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop. (Scan tulang terutama berguna
ketika radiografi/ CT scan memberikan hasil negative pada kecurigaan fraktur
secara klinis) (Pierce A. Grace and Neil R.Borley(2007:85).

4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas
struktur tulang, gangguan metabolisme sel, kerusakan
muskuloskletal dan neuromuskuler, nyeri.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan, prosedur infasif, pertahanan primer yang
tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan)
5. Intervensi

Dx Noc Nic Rasional


Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji secara komphrehensif
(00132) 1. Mengetahui lokasi, karakteristik,
keperawatan selama 3x24 jam tentang nyeri, meliputi: lokasi,
durasi,frekuensi, kualitas,
diharapkan nyeri dapat diminimalisir karakteristik dan onset, durasi,
intensitas, dan beratnya nyeri
dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
2. Mengetahui tingkat nyeri melalui
intensitas/beratnya nyeri, dan
ekspresi dan gestur pasien
Comfort level (tingkat faktor-faktor presipitasi
3. Supaya pasien mengerti cara
kenyamanan) 2. Observasi isyarat-isyarat non
meminimalisir nyeri
1. Melaporkan kesejahteraan fisik verbal dari ketidaknyamanan,
4. Memandirikan pasien untuk
2. Melaporkan kepuasan dengan khususnya dalam ketidakmampuan
mengatasi nyerinya
kontrol gejala untuk komunikasi secara efektif
5. Untuk meminimalisir nyeri
3. Melaporkan kesejahteraan 3. Gunakan komunikasi dengan intervensi yang tepat
psikologis terapeutik agar pasien 6. Faktor keselematan pasien
4. Mengekspresikan kepuasan dapat mengekspresikan nyeri 7. Indikator apakah intervensi sudah
dengan kontrol nyeri 4. Tentukan dampak dari ekspresi tepat atau belum
nyeri terhadap kualitas hidup: 8. Cek kondisi umum pasien
Pain Control (kontrol nyeri)
pola tidur, nafsu makan, aktifitas
1. Mengenal penyebab nyeri
kognisi, mood, relationship,
2. Mengenal onset nyeri
pekerjaan, tanggungjawab peran
3. Menggunakan tindakan
5. Berikan informasi tentang nyeri,
pencegahan seperti: penyebab, berapa lama
4. Menggunakan pertolongan terjadi, dan tindakan pencegahan
non-analgetik 6. Kontrol faktor-faktor
5. Menggunakan analgetik lingkungan yang dapat
dengan tepat mempengaruhi respon pasien
6. Mengenal tanda-tanda terhadap ketidaknyamanan (ex:
pencetus nyeri untuk mencari temperatur ruangan,
pertolongan penyinaran, dll)
7. Menggunakan sumber-sumber
7. Ajarkan penggunaan teknik non-
yang ada
farmakologi (ex: relaksasi,
8. Mengenal gejala nyeri
guided imagery, terapi musik,
9. Melaporkan gejala-gejala
distraksi, aplikasi panas-dingin,
kepada tenaga kesehatan
massase, TENS, hipnotis, terapi
profesional
bermain, terapi aktivitas,
10. Melaporkan kontrol nyeri
akupresusure)
8. Tingkatkan tidur/ istirahat yang
Pain Level (Tingkat nyeri)
cukup
1. Melaporkan nyeri berkurang
9. Modifikasi kontrol nyeri sesuai
2. Tidak menununjukkan ekspersi
respon pasien
wajah menahan nyeri
10. Kolaborasi : Beri analgetik sesuai
3. Mampu mengontrol nyeri
dengan indikasi
(tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
4. Tidak mual
5. Tanda vital dalam rentang
normal
Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Perawatan Bed Rest
mobilitas keperawatan gangguan mobilitas Aktivitas
fisik fisik teratasi dengan kriteria
1) Jelaskan alasan mengapa pasien
hasil:
perlu bed rest
1) Klien meningkat dalam
2) Jaga linen kasur tetap bersih,
aktivitas fisik
kering dan bebas dari kerutan
2) Mengerti tujuan dari
3) Gunakan perlengkapan pelindung
peningkatan mobilitas
bagi pasien pada bed
3) Memverbalisasikan perasaan
4) Monitor kondisi kulit
dalam meningkatkan
5) Melakukan latihan rentang gerak
kekuatan dan kemampuan
aktif dan pasif
berpindah
6) Tingkatkan kebersihan
4) Memperagakan penggunaan
7) Bantu aktivitas sehari-hari pasien
alat Bantu
8) Monitor fungsi perkemihan
untuk mobilisasi (walker)
9) Monitor terhadap konstipasi
10) Monitor status pernafasan

b. Pengaturan posisi
Aktivitas
1) Membantu pasien dalam
perubahan posisi
2) Monitor status
oksigen/pernafasan sebelum
dan setelah perubahan posisi
dilakukan
3) Pemberian dukungan pada
bagian tubuh
yang perlu
diimobilisasikan
4) Fasilitasi posisi yang mendukung
ventilasi/perfusi
5) Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan aktif
6) Cegah penempatan pasien
pada posisi
yang dapat
meningkatkan nyeri
7) Minimalkan gesekan ketika
positioning
8) Posisikan pasien pada posisi
yang mendukung drainase
perkemihan
9) Posisikan pada posisi yang dapat
mencegah penekanan pada
luka
10) Instruksikan pasien terkait
bagaimana postur yang baik
11) Atur jadwal perubahan posisi
pada pasien
Resiko Setelah dilakukan tindakan a. Kontrol Infeksi 1.
infeksi keperawatan pasien tidak
Aktivitas
mengalami infeksi dengan kriteria
1) Bersikan lingkungan secara
hasil:
tepat setelah digunakan oleh
a. Klien bebas dari tanda dan
pasien
gejala infeksi
2) Ganti peralatan pasien setiap
b. Menunjukkan kemampuan
selesai tindakan
untuk mencegah timbulnya
3) Gunakan sarung tangan steril
infeksi
4) Lakukan perawatan aseptic pada
c. Jumlah leukosit dalam batas semua jalur IV
normal 5) Lakukan teknik perawatan luka
d. Menunjukkan perilaku hidup yang tepat
sehat 6) Anjurkan istirahat
e. Status imun, gastrointestinal, 7) Berikan terapi antibiotik
genitourinaria dalam batas
normal b. Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
Aktivitas
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2) Monitor angka granulosit, WBC
dan hasil yang berbeda
3) Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
4) Berikan perawatan kulit yang
tepat pada area edematous
5) Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, atau drainase
6) Ispeksi kondisi luka
7) Dukungan masukkan nutrisi
yang cukup
8) Dukungan masukan cairan
9) Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep

c. Skin surveillance/pengawasan
terhadap kulit
Aktivitas
1) Mengamati ekstremitas
terhadap kemerahan, panas,
bengkak, tekanan, tekstur,
edema dan ulserasi
2) Mengamati kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas yang ekstrim, atau drainase
3) Monitor terhadap sumber
penekanan dan friksi/gesekan
4) Monitor terhadap infeksi

d. Perawatan luka
Aktivitas
1) Monitor karakteristik luka
meliputi drainase, warna,
ukuran dan bau
2) Pertahankan teknik steril dalam
perawatan luka
3) Inspeksi luka setiap melakukan
pergantian dreesing
4) Atur posisi untuk mencegah
tekanan pada daerah luka
5) Tingkatkan intake cairan
6) Ajarkan pada pasien/anggota
keluarga tentang prosedur
perawatan luka
7) Ajarkan pada pasien/anggota
keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi
8) Dokumentasikan lokasi luka,
ukuran, dan penampakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather.2009. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification


2009-2011. USA : Wiley-Blackwell.

Johnson, M., Mass, M., Moorhead, S., 2000. Nursing Outcomes


Classification (NOC) second Edition. Missouri : Mosby

Dochterman, Joanne M., Bulecheck, Gloria N.2003.Nursing Intervention


classification (NIC) 4th Edition. Missouri : Mosby.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Pierce A. Grace and Neil R.Borley.2007.At a Glance Ilmu Bedah.Jakarta:Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai